You are on page 1of 67

OLEH :

VELGA YAZIA
Autisme diambil dari kata Yunani
“Autos” yg berarti diri sendiri, dan
”Isme” yg berarti suatu aliran.
Berarti suatu faham yg tertarik hanya
pada dunianya sendiri.

Sidroma autisme juga disebut


kelainan tumbuh kembang yg
pertama kali dideskripsikan oleh Leo
Kanner, psikiater dari Universitas
John Hopkins, AS.
Penyakit ini adalah gangguan perilaku
pada anak dimana anak asyik tenggelam
dalam dunianya sendiri.

Gejala umumnya tampak sebelum usia


3 tahun
DEFINISI

Autisme adalah gangguan perkemb yg


kompleks yg disebabkan adanya kerusakan
pada otak, shg mengakibatkan gangguan pada
perkemb komunikasi, perilaku, kemampuan
sosialisasi, sensoris, serta belajar.
Macam-macam gangguan perkembangan
pada anak autis
Gangguan Komunikasi
1) terlambat berbicara / sama sekali belum dapat
berbicara,
2) sangat sulit utk memulai atau mempertahankan
percakapan dgn orang lain,
3) komunikasi dgn gerakan/bahasa tubuh,
4) mengulang – ulang kata,
5) meracau dgn bahasanya sendiri,
6) tidak memahami pembicaraan orang lain.
Gangguan interaksi
1) Kurang responsif thd isyarat sosial,
2) Tidak mau menatap mata,
3) Apabila dipanggil tidak menengok,
4) Tdk mau bermain dgn teman sebaya,
senang menyendiri,
5) Tdk mampu m’ekspresikan rasa
senang/keinginannya secara spontan,
6) Tidak ada empati.
Gangguan perilaku
1) cuek thd lingkungan,
2) asyik dgn dunianya sendiri,
3) semaunya sendiri, tidak mau diatur,
4) perilaku tdk terarah (mondar-mandir, lari-lari,
manjat-manjat, berputar-putar, lompat-lompat,
teriak-teriak),
5) agresif atau menyakiti dirinya sendiri,
6) tantrum (mengamuk) oleh sebab yg tak jelas,
7) melamun/bengong, terpaku pada benda berputar atau
benda yg bergerak,
8) kelekatan thd benda tertentu,
9) perilaku yg ritualistik.
Gangguan emosi
1) tertawa, menangis, marah-marah tanpa
sebab,
2) emosi tidak terkendali,
3) rasa takut yg tidak wajar.
Gangguan persepsi sensoris
1) menjilat-jilat benda,
2) mencium-cium benda,
3) menutup telinga bila mendengar suara
keras dgn nada tertentu,
4) tak suka memakai baju dgn bahan kasar,
5) sangat tahan thd sakit.
Penyebab Autisme
Penyebab utama belum diketahui dgn
pasti. Autisme diduga disebabkan oleh
gangguan neurologi pada SSP;
1) Faktor genetik,
2) Gg pertumb sel otak pada janin,
3) Gg pencernaan,
4) Keracunan logam berat,
5) Gg auto-imun.
Faktor Presdisposisi

1. Teori Psikodinamika, Mahler


2. Teori Biologik: adanya gangguan pada otak
3. Teori Dinamika Keluarga
Teori Psikodinamika, Mahler
n Anak yg autistik terfiksasi pada fase
perkembangan simbiotik, anak tidak
mencapai hub simbiotik dgn ibu
ataupun tidak membedakan diri dgn
ibu, perkemb ego mengalami
penundaan, anak tidak berkomunikasi
atau membentuk hub.
Teori Biologik: adanya
gangguan pada otak
n Karena otak pada bayi masih elastis
maka hampir dapat dipastikan bhw
kerusakan sentral atau bilateral yg
dapat mengakibatkan terjadinya
autisme,
Teori Dinamika Keluarga
n Pola interaksi dini dapat mempengaruhi
timbulnya autisme pada bayi seperti
misalnya seorang ibu yg kabur & jauh
shg sedikit kasih sayang dan emosional
pada bayi.
Perilaku
>Anak dgn autisme biasanya kurang
responsif thd orang lain, cenderung
menarik diri dari kontak sosial juga disertai
dgn gg komunikasi verbal dan non verbal
yg berat (echolalia).
>Respon bizar thd lingk spt: stereotipik,
bergoyang2, berputar2, mutilasi diri a.l:
menggigit2 jari, memukul2 badannya,
mebentur2kan kepala, tdk disertai
halusinasi, waham serta inkoherensi.
Pada bayi austistik tdk berespon
pada penglihatan & suara orang
lain, tdk ada senyum sosial, tdk
ada perasaan senang bila berada
di dekat ibunya, tidak mau
berusaha m’gapai seseorang scr
fisik,
serta tak ada reaksi thd org lain.
Perilaku ini sering disalah
artikan “bayi yg penurut” tak
ada keg berimajinasi, vol &
nada suara abnormal, isi
pembicaraan srg terbalik,
terjadi echolalia serta
m’gunakan bahasa sendiri.
Mekanisme Koping;

(1) Menarik diri: terjadi dmn seseorang


menemukan kesulitan dalam membina hub
secara terbuka dgn orang lain,
(2) Regresi: suatu mekanisme pertahanan ego
yg paling mendasar yg digunakan oleh
seseorang yg psikosis. Perilaku seperti
anak-anak dan tehnik –tehnik yg dirasa
aman untuk digunakan.
Simtomatologi
(Data Subyektif dan Obyektif)
1.Kegagalan utk membentuk hub antar pribadi,
dicirikan oleh sifat tidak responsif pada orang.
2.Kelainan pada komunikasi (verbal & non
verbal), dicirikan o/ tdk adanya bhs atau jika
dikembangkan srg adanya struktur gramatik
yg tidak matang, p’gunaan kata2 yg tak
benar, echolalia / ketidakmamp m’gunakan
batasan abstrak ekspresi non verbal yg
menyertai bisa menjadi tdk sesuai atau tak
ada
3) Respon kacau thd lingk, dicirikan oleh
perlawanan atau reaksi2 perilaku ekstrim thd
peristiwa2 kecil,

4) Rasa tertarik yg ekstrim thd benda - benda


yg bergerak (misal:kipas angin, kereta api),
minat khusus thd musik, bermain dgn air,
kancing atau bag2 dari tubuh
5) Tuntutan yg tdk beralasan thd keharusan utk
mengikuti kebiasaan sehari-hari dgn rincian yg tepat
(misal: menuntut keharusan utk mengikuti rute yg
sama apabila pergi belanja).

6) Kesedihan yg terlihat thd perub2 pd aspek yg


sepele dari lingk (misal: bila vas bunga dipindahkan
dari tempat biasanya),

7) Gerakan-gerakan tubuh stereotipik (misal:


menjentikkan tangan atau memilin-milin
tangan, berputar-putar, gerakan tubuh yg
kompleks).
Kriteria diagnosis à PPDGJ III
AUTISME MASA KANAK
• Ditandai à kelainan kualitatif dalam :

1) Interaksi sosial yg timbal balik


2) Pola komunikasi
3) Minat dan aktivitas yg terbatas,
stereotipik, berulang
A. Minimal satu dari area dibawah ini à
terganggunya/ abnormalitas perkemb:
1. Kemampuan dalam bahasa reseptif dan
ekspresif dalam komunikasi sosial
2. Perkemb kelekatan sosial yg selektif atau
interaksi sosial timbal balik
3. Kemamp m’gunakan mainan s.d fungsinya
atau bermain pura-pura
B. Min ada 6 gejala total dari 1, 2 dan 3 dgn
sedikitnya 2 gejala dari 1 dan satu gejala
dari masing-masing 2 dan 3
1. Ganggan kualitatif dlm interaksi sosial yg timbal
balik
— Gangguan nyata dalam perilaku nonverbal
seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur
tubuh, & bhs isyarat utk m’adakan interaksi
sosial
— Gagal membangun relasi dgn sebaya s.d taraf
perkemb. Contoh : tak tertarik utk bergabung
atau bermain dgn anak lain, cenderung asik
untuk bermain sendiri & tak mempedulikan
anak lain
— Tak ada keinginan utk berbagi kesenangan
dgn anak lain. Contoh : bila memp mainan
baru anak tidak memperlihatkannya pada
orang lain
— Tak ingin m’adakan hub sosial dan emosional
timbal balik. Contoh : tidak memberikan
respon emosi ketika diajak bercanda, main
ciluba.
2. Gangguan dalam berkomunikasi :
— Keterlambatan dlm perkemb berbicara (tapi tdk
disertai dgn usaha utk m’kompensasi lewat bhs
isyarat/ mimik)
— Gangguan utk memulai atau mempertahankan
percakapan dgn orang lain
— P’gunaan bhs yg stereotipik dan adanya pengulangan
atau bahasa yg aneh. Contoh: mengulang kata-kata
orang lain (echolali), mengulang kata-kata iklan tanpa
tujuan, mengulang kata-kata tanpa makna, contoh :
pecep-pecep-pecep, peteka-peteka-peteke, klek-klek-
klek dsb.
— Kurangnya variasi & spontanitas dalam bermain pura-
pura atau permainan imitasi sosial yg sesuai taraf
perkembnya. Contoh : berpura-pura memasak,
menjadi ayah-ibu dsb.
3. Pola perilaku, minat dan aktivitas yg terbatas,
repetitif dan stereotipi :
§ Preokupasi dgn satu atau lebih pola perilaku/minat
yg stereotipik. Contoh berjalan mondar-mandir,
menyenangi satu benda tertentu dan selalu dibawa-
bawa kemanapun.
§ Keterikatan yg kaku thd rutinitas dan ritual khusus yg
tidak bermanfaat. Contoh : harus melewati rute jalan
yg sama, harus menjalani jadwal keg yg teratur
sesuai urutan dan waktu yg sama.
§ Manerisme motorik yg stereotipik dan repetitif.
Contoh : mengepakkan tangan, memainkan jari
tangan, atau menggerak-gerakkan tubuh tanpa
tujuan.
Diagnosa dan Intervensi Kepercayaan Umum
1. Resiko tinggi terhadap mutilasi diri
Tujuan :
Intervensi dgn rasional tertentu:
(1) Tindakan untuk melindungi anak apbila perilaku-
perilaku mutilatif diri seperti memukul-
nukul/.membentur-benturkan kepala atau perilaku-
perilaku histeris lainnya menjadi nyata,
(2) Helm dapat digunakan untuk melindungi terhadap
tindakan – tindakan memukul kepala, sarung
tangan untuk mencegah menarik-narik rambut dan
pemberian bantalan yang sesuai untuk melindungi
ekstrimitas terluka selama terjadinya gerakan-
gerakan histeris,
(3) Coba utk menentukan jika perilaku
mutilatif diri terjadi sbg respon thd
meningkatnya ansietas.
Rasional : Perilaku-perilaku mutilatif
dapat dicegah jika penyebabnya
dapat ditentukan,
(4) Bekerja pada dasar satu perawat
untuk satu anak,
Rasional : Utk m’bentuk kepercayaan,
(5) Tawarkan diri pada anak selama
meningkatnya ansietas,
Rasional : Dlm upaya menurunkan
kebuth pd perilaku mutilasi diri &
memberikan rasa aman.
Hasil yang diharapkan :

1) Rasa gelisah dipertahankan pada tk


pasien merasa tdk memerlukan perilaku
mutilasi diri,
2) pasien memulai interaksi antara diri dan
perawat bila merasa cemas.
Kerusakan interaksi sosial
Intervensi dgn rasional tertentu :
1) Berhub satu – persatu dgn anak.
Rasional : Interaksi dgn pasien yg konsisten
meningkatkan pembentukan kepercayaan,
2) Berikan anak benda-benda yg dikenal (misal: mainan
kesukaan, selimut),
Rasional : Benda-benda ini m’berikan rasa aman bila
anak merasa distress,
3) Sampaikan sikap yg hangat, dukungan & kebersediaan
ketika pasien berusaha utk memenuhi kebutuhan
dasarnya,
Rasional : Karakteristik ini meningkatkan pembentukan
dan mempertahankan hub saling percaya,
4) Lakukan dgn perlahan jgn memaksa
melakukan interaksi, mulai dgn
penguatan yg positif pada kontak mata,
perkenalkan secara bperlahan-lahan
dgn sentuhan, senyuman, pelukan,
Rasional : Pasien austistik dapat
merasa terancam oleh suatu
rangsangan yg gencar,
5) Beri dukungan pada pasien yg
berusaha keras utk m’bentuk hub dgn
orang lain di lingk nya,
Rasional : Kehadiran seseorang yg
telah terbentuk hub saling percaya,
memberikan rasa percaya.
(1) Pasien mulai berinteraksi dgn diri dan org
lain,
(2) Pasien menggunakan kontak mata, sifat
responsif pada wajah dan perilaku non verbal
lainnya dalam berinteraksi dgn orang lain,
(3) Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik.
Kerusakan komunikasi verbal
Intervensi dgn rasional tertentu :
1)Pertahankan konsistensi tugas staf,
Rasional : Hal ini memudahkan kepercayaan dan
kemampuan untuk memahami tindakan dan
komunikasi pasien,
2) Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai
komunikasi terbentuk,
Rasional: mempererat komunikasi yg sudah
terbentuk
3) Gunakan teknik validasi konsensual dan
mencari klarifikasi utk menguraikan kode pola –
pola komunikasi (contoh : “saya rasa yg anda
maksudkan ..” atau “ apakah anda bermaksud
utk mengatakan bahwa...”),
Rasional : Teknik ini digunakan utk memastikan
akurasi dari pesan yg diterima, menjelaskan
pengertian yg tersembunyi di dalam pesan.
4) Gunakan pendekatan “muka” (berhadapan,
bertatapan) utk menyampaikan ekspresi non
verbal, yg benar dgn menggunakan contoh,
Rasional : Kontak mata m’ekspresikan minat yg
murni terhadap, & hormat pada seseorang.
Hasil yang diharapkan
(1) Pasien mampu berkomunikasi dgn cara yg
dimengerti oleh orang lain,
(2) Pesan – pesan non verbal pasien s.d
pengungkapan verbal,
(3) Pasien memulai interaksi verbal dan non
verbal dgn orang lain
Gangguan identitas pribadi
Intervensi dgn rasional tertentu :
1) Hub satu – satu dgn anak,
Rasional: konsistensi dari interaksi pasien staf
meningkatkan pembentukan data kepercayaan,
2) Membantu anak mengetahui hal – hal yg terpisah
selama kegiatan perawatan diri seperti berpakaian dan
makan,
Rasional : Kegiatan ini dpt meningkatkan kewaspadaan
anak thd diri sbg sesuatu yg terpisah dari orang lain,
3) Tingkatkan kontak fisik scr bertahap menggunakan
sentuhan utk menjelaskan perbedaan pasien dgn
perawat,
Rasional : gerak isyarat ini dpt diinterprestasikan sbg
suatu ancaman oleh pasien,
4) Tingkatkan upaya anak utk mempelajari bag–bag tubuh
m’gunakan cermin, lukisan, gambar dari anak.
Hasil yg diharapkan
(1) Pasien mampu untuk membedakan bag –
bag tubuhnya dgn bag – bag tubuh dari
orang lain,
(2) Pasien menceritakan kemampuan untuk
memisahkan diri dari lingknya dgn
menghentikan ekolalia (mengulangi kata –
kata yg didengar) dan ekopraksia
( meniru gerakan – gerakan yg dilihat).
Penatalaksanaan Autisme
Penatalaksanaan autisme bukan untuk
menyembuhkan atau gangguan tidak
dapat disembuhkan (not curable),
namun bisa diterapi (treatable).
Maksudnya kelainan yg ada di otak
diperbaiki, namun gejala yg ada pada
penderita autisme tak dapat dikurangi.
1. Terapi Perilaku
Dgn memodifikasi terapi perilaku yg spesifik
diharapkan dpt membuang perilaku yg
bermasalah.
Dalam suatu penelitian dikatakan dgn terapi
yg intensif selama 1 – 2 th, anak yg masih
muda ini dpt m’hasilkan peningkatan IQ dan
fungsi adaptasinya lebih tinggi dibanding kelp
anak yg tdk m’peroleh terapi yg intensif.
Agresivitas yg cukup banyak didptkan pada
anak autisme memerlukan penanganan yg
spesifik
2. Psikoterapi.
• Psikodinamika psikoterapi yg dilakukan
pada anak yg lebih kecil, termasuk terapi
bermain yg tdk terstruktur sdh tdk sesuai
lagi.
• Psikoterapi individual, baik dgn atau
tanpa obat mungkin lebih sesuai pada
mereka yg telah memp fungsi lebih baik.
• Saat usia mereka meningkat, mungkin
timbul perasaan cemas/depresi krn
mereka menyadari kelainan & kesukaran
dalam membina hub dgn orang.
3. Terapi Obat
Pada sekelompok anak autisme dgn
gejala spt temperantrum, agresivitas dan
stereotip, pemberian obat – obat yg sesuai
dapat merupakan salah satu bagian dari
program terapi komprehensif.
4. Terapi Wicara
>Semua penyandang autisme akan
mengalami gg bicara dan berbahasa.
> Oleh karena itu terapi wicara adalah
sebuah keharusan bagi mereka yg
perlu diperhatikan dari terapis yg
menangani terapi wicara.
> Terapi untuk orang tuanya harus bisa
membedakan bhw penderita autisme
sangat berbeda dgn penderita gg
bicara saja.
5. Terapi Okupasi
Terapi ini diberikan pada anak – anak yg
mengalami gangguan perkemb motorik
halus seperti jari – jari untuk melatih
menulis.
6. Terapi Khusus
• Pendidikan khusus adalah pendidikan yg
berstruktur bagi para penyandang
autisme.
• Sistem satu guru adalah sangat penting
oleh karena itu sulit memusatkan
perhatian dalam kelas yg besar.
• Dgn adanya perbaikan, maka secara
bertahap dimasukkan ke dalam
kelompok kecil sebelum masuk sekolah
yg normal.
8. Diet atau Gizi pada Anak
Makanan yg perlu dihindari oleh anak autisme adalah :

(1) Bahan makanan yg mengandung gluten, biasanya


terdapat pada gandum, dan terigu, oat, dll. Produk
olahan yg mengandung gluten adalah kecap, roti/kue yg
terbuat dari terigu, mie, spageti, snack jajanan ( chiki,
taro),
(2) Bahan makanan yg mengandung kasien, biasanya
terdapat pada susu sapi/kambing,
(3) Makanan yg mengandung penyedap rasa/MSG, biasanya
ditulis dgn seasoning bumbu lain,
(4) Bahan pemanis dan pewarna buatan
seperti permen, saos tomat, serta
bbrp makanan kemasan,
(5) Makanan yg diawetkan spt makanan
kalengan, sosis, makanan olahan,
makanan jadi yg dijual di supermarket
spt bakso dan pangsit,
(6) Fast food, Soft drink
(7) Buah – buahan tertentu: pisang, apel,
anggur, jeruk, tomat (bersifat
individual shg perlu tes terlebih dulu),
(8) semua makanan laut.
Makanan yg dapat dikonsumsi oleh anak
autisme antara lain:
(1) Jenis Karbohidrat, a.l: kentang, ketela, ubi, beras
putih, beras merah, tepung (sagu, kentang, tapioka,
beras ketan),
(2) Jenis sayuran, a.l: brokoli, kembang kol, segala
macam slada, bayam, kangkung, kol putih, daun
katuk, asparagus, daun pengunggang, gambas,
segala macam labu, lobak, terong, wortel
(3) Jenis kacang – kacangan dan biji – bijian (protein
nabati), a.l: kac panjang, kac kapri, kac polong, kac
tanah (tak boleh digoreng), kac mete, almond,
kenari, lentil, kac hijau, kac kedelai (tempe - tahu),
kac tolo, kac hitam, jali, biji wijen, biji teratai.
(1) Protein hewani, a.l: daging sapi, daging
ayam kampung, telur bebek, hati ayam,
ampela,
(2) Buah – buahan, a.l: kiwi, alpukat,
semangka, nanas, jambu, pepaya,
belimbing, kendodong, jeruk (bagi yg tak
alergi), ketimun, bengkoang, jambu biji,
sirsak, sawo,
(3) Lain-lain: minyak kedelai (bagi yg tak
alergi), kelapa sawit, biji matahari, bunga
lily: gula: stevia (bagi yg berpantangan
gula); macam – macam jenis jamur; agar
– agar tanpa pewarna.
ASKEP ANAK DENGAN ATTENTION
DEFICIT HYPERACTIVE DISORDER
(ADHD)

OLEH :

VELGA YAZIA
PENGERTIAN
American Psychiatric Association di
DSM-IV (1994) mendefinisikan tiga tipe
utama Attention Deficit Hyperactivity
Disorder. Individu dapat memiliki ADHD
yang sangat berat, ADHD yang hiperaktif-
impulsif, atau tipe kombinasi tergantung
pada gejala yang muncul (hal 83-85).
Jadi, jika didefinisikan, secara umum ADHD
menjelaskan kondisi anak-anak yang
memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau
gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif,dan
impulsif yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas
hidup mereka
Karakteristik Anak dengan ADHD
Kurang perhatian Hiperaktif-impulsif

• gagal untuk memberikan perhatian HIPERAKTIF


terhadap detail • sering gelisah dengan tangan atau
• kesulitan mempertahankan kaki atau menggeliat di kursi
perhatian dalam tugas • sering meninggalkan tempat duduk
• sepertinya tidak mendengarkan di kelas atau dalam situasi lain
saat diajak bicara secara langsung dimana sisa duduk diharapkan
• sering tidak menindaklanjuti • sering berjalan atau naik secara
intruksi dan gagal menyelesaikan berlebihan
• sering mengalami kesulitan bermain
tugas sekolah, pekerjaan rumah
atau terlibat dalam aktivitas santai
tangga, atau tugas di tempat kerja
• sering “diperjalanan" atau seolah
• sering mengalami kesulitan
"digerakkan oleh motor“
mengatur tugas dan aktivitas • berbicara secara berlebihan
• sering mengalami kesulitan IMPULSIF
mengatur tugas dan aktivitas • sering blurts jawaban sebelum
• seringkali mudah terganggu pertanyaan selesai
• Sering pelupa dalam aktivitas • mengalami kesulitan menunggu
sehari-hari giliran
• menyela atau mengganggu orang
lain
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan
hipertiroid atau hipotiroid yang memperberat masalah
2. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan
adanya gangguan otak organik
3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya
gangguan ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi
borderline atau anak tidak mampu belajar dan mengkaji
responsivitas social dan perkembangan bahasa
4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada
adanya gejala fisik (misalnya ruam, penyakit saluran
pernapasan atas, atau gejala alergi lain, infeksi SSP)
Penatalaksanaan anak dengan ADHD
1. Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah dan
rumah
2. Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang
merusak di rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta
meningkatkan pro-sosial dan perilaku regulasi diri
3. Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di kelas,
meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku pro
sosial dan regulasi diri
4. Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di
rumah dan keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengombinasikan
perlakukan tambahan dan pokok dalam program terapi
5. Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan
individu yang berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan
permasalahan suami istri
6. Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan
orang tua anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman
mengenai permasalahan umum dan memberi dukungan moral
7. Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak dapat
membahas permasalahan dan curahan hati probadinya
KASUS
An. C umur 12 tahun adalah seorang anak yang berkebutuhan khusus, yang
bersekolah di SD Negeri Kota Bandung. An. C terlahir sebagai anak luar biasa
yaitu penyandang autis. Menurut penuturan Wali Kelasnya. ia sering
memberontak dan menangis tanpa diketahui penyebabnya. Ketika beberapa
bulan di SD negri tersebut, sulung dari tiga bersaudara ini mulai bisa tenang.
Hanya saja dia tidak mau bersosialisasi dengan teman-temannya mengalami
kesulitan saat berkomunikasi dan keterbatasan kognitif. Dari awal
pembelajaran sampai akhir pembelajaran dia tetap duduk di bangkunya dan
tidak mau bersosialisasi dengan temannya. Pada saat pembelajaran, ketika An.
C disuruh menulis oleh gurunya dia tidak merespek apa yang dikatakan oleh
gurunya. Namun, ketika dibimbing oleh gurunya secara intensif (face to face)
barulah An. C mau mengikuti apa yang dikatakan oleh gurunya. Orang tua klien
juga mengatakan An. C juga tidak mampu membedakan bagian-bagian
tubuhnya, suka melakukan sesuatu yang tidak jelas, suka menyendiri dan
kadang-kadang terlihat berbicara sendiri. Ketika diajak komunikasi kontak mata
kurang, anak lebih suka duduk lama dan sibuk dengan tangannya. Dari yang
dikatakan oleh bapaknya kepada wali kelasnya, di rumah An. C mau untuk
menulis pelajaran. Hanya saja ketika di sekolah kemauannya berkurang. Pihak
sekolah telah menyarakan kepada orang tua An. C agar memindahkan An. C
ke Sekolah Luar Biasa. Namun, orangtua An. C menolak saran tersebut
Data Masalah Etiologi
Ds : Hambatan Kebingungan
• Orang tua anak mengatakan anaknya komunikasi verbal terhadap stimulus
tidak suka bergaul dengan teman –
temannya
• Orang tua anak mengatakan anaknya
kurang interkasi dengan lingkungan.
• Klien lebih cenderung diam dan duduk
dikelas

DO :
• Anak tampak suka menyendiri
• Anak tampak menarik diri dari kontak fisik
dengan orang lain.

Ds Gangguan identitas Tugas-tugas tidak


• Orang tua mengatakan An. C sulit dekat diri terselesaikan dari
dengan orang baru rasa percaya Vs
Do : tidak percaya
• An. C tidak mampu membedakan bagian-
bagian dari tubuhnya
• Klien sering mengulang kata-kata baik
yang didengar ataupun yang ada
dipikirannya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan kebingungan
terhadap stimulus

2. Gangguan identitas diri berhubungan


dengan Tugas-tugas tidak terselesaikan
dari rasa percaya Vs tidak percaya
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
Hambatan Tujuan : Anak akan 1. Pertahankan 1. Hal ini
komunikasi membentuk kepercayaan konsistensi tugas memudahkan
verbal dengan seorang pemberi staf untuk kepercayaan dan
perawatan ditandai memahami kemampuan
dengan sikap responsive tindakan- untuk memahami
dan kontak mata dalam tindakan dan tindakan-
waktu yang telah komunikasi anak tindakan dan
ditentukan dengan kriteria komunikasi
hasil: pasien
• Pasien mampu 2. Antisipasi dan 2. Pemenuhan
berkomunikasi dengan penuhi kebutuhan
cara yang dimengerti kebutuhan- pasien akan
oleh orang lain kebutuhan anak dapat
• Pesan-pesan nonverbal sampai mengurangi
pasien sesuai dengan kepuasan pola kecemasan anak
pengungkapan verbal komunikasi sehingga anak
• Pasien memulai terbentuk akan dapat mulai
berinteraksi verbal dan menjalin
non verbal dengan komunikasi
3. Gunakan tehnik validasi 3. Teknik-teknik ini
konsensual dan klarifikasi digunakan untuk
untuk menguraikan kode memastikan
pola komunikasi ( misalnya akurasi dari pesan
:" Apakah anda bermaksud yang diterima,
untuk mengatakan menjelaskan
bahwa…..?" ) pengertian-
pengertian yang
tersembunyi di
dalam pesan. Hati-
hati untuk tidak
"berbicara atas
nama pasien tanpa
seinzinnya

4. Gunakan pendekatan 4. Kontak mata


tatap muka berhadapan mengekspresikan
untuk menyampaikan minat yang murni
ekspresi-ekspresi terhadap dan
nonverbal yang benar hormat kepada
dengan menggunakan seseorang
contoh
Gangguan Tujuan: Pasien akan 1. Fungsi pada 1. Interaksi pasien
identitas diri menyebutkan bagian- hubungan staf
berhubungan bagian tubuh diri sendiri satu-satu meningkatkan
dengan Tugas- dan bagian-bagian dengan anak pembentukan
tugas tidak tubuh dari pemberi data
terselesaikan perawatan dalam waktu kepercayaan
dari rasa yang ditentukan untuk 2. Membantu 2. Kegiatan-
percaya Vs mengenali fisik dan anak untuk kegiatan ini
tidak percaya emosi diri terpisah dari mengetahui dapat
orang lain saat pulang hal-hal yang meningkatkan
dengan kriteria hasil: terpisah kewaspadaan
• Pasien mampu untuk selama anda terhadap
membedakan bagian- kegiatan- diri sebagai
bagian dari tubuhnya kegiatan sesuatu yang
dengan bagian-bagian perawatan terpisah dari
dari tubuh orang lain diri, seperti orang lain
• Pasien menceritakan berpakaian
kemampuan untuk dan makan
memisahkan diri dari
lingkungannya
dengan menghentikan
ekolalia (mengulangi
kata-kata yang di
dengar) dan
ekopraksia (meniru
3. Jelaskan dan bantu anak 3. Kegiatan-
dalam menyebutkan bagian- kegiatan ini dapat
bagian tubuhnya meningkatkan
kewaspadaan anak
terhadap diri
sebagai sesuatu
yang terpisah dari
orang lain
4. Tingkatkan kontak fisik 4. Bila gerak
secara bertahap demi tahap, isyarat ini dapat
menggunakan sentuhan diintepretasikan
untuk menjelaskan sebagai suatu
perbedaan-perbedaan antara ancaman oleh
pasien dengan perawat. pasien
Berhati-hati dengans entuhan
sampai kepercayaan anak
telah terbentuk
5. Dapat
5. Tingkatkan upaya anak memberikan
untuk mempelajari bagian- gambaran tentang
bagian dari batas-batas bentuk tubuh dan
tubuh dengan menggunakan gambaran diri
cermin dan lukisan serta pada anak secara
gambar-gambar dari anak tepat
Telaah Evidance Based Practive
Penelitian yang dilakukan oleh Connie Kasari tahun 2013 di Los
Angeles AS, mengenai intervention in schools for children with
autism spectrum disorder.
à
Intervensi yang dapat dilakukan untuk anak usia sekolah dengan
ASD adalah dengan rancangan percobaan subjek tunggal atau
bisa disebut dengan Single-subject experimental design (SSEDs).
SSEDs ini, masing-masing peserta belajar untuk mengontrol
dirinya sendiri dengan membuat prosedur yang dapat digunakan
untuk mengajarkan keterampilan khusus, meliputi sistem
penguatan dan jadwal yang disajikan dalam serangkaian gambar
(jadwal visual). sehingga prosedur ini memungkinkan anak
dengan ASD dapat meningkatkan kemandirian mereka, dapat
beraktivitas dengan baik, membina hubungan sosial, bergabung
dalam kegiatan masyarakat, atau dapat meningkatkan kualitas
hidup mereka secara umum
• Penelitian tentang pengaruh terapi bermain
menggunting terhadap peningkatan motorik
halus pada anak autisme usia 11-15 tahun oleh
Desta Sarasati Raharjo, Dera Alfiyanti dan S.
Eko Purnomo.
à Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
terapi bermain dengan menggunting dapat membantu
perkembangan motorik halus anak autis, hal ini karena
perkembangan otot-otot kecil seperti jari-jari tangan serta
latihan koordinasi mata dengan anggota tubuh yang lain
akan membantu anak untuk dapat mengembangkan saraf
motorik halusnya. Selain itu keterampilan menggunting
membutuhkan konsentrasi serta ketelitian sehingga anak
dilatih untuk mampu mengikuti instruksi dan memiliki
koordinasi tangan-mata yang lebih baik.
• Penelitian yang dilakukan oleh Rani Marienzi tentang
meningkatkan kemampuan mengenal konsep angka melalui
metode multisensori bagi anak autis. Dengan menggunakan
metode multisensori anak akan lebih mudah mengerti dan
paham dengan apa yang disampaikan guru karena metode
multisensori merupakan pembelajaran yang melibatkan seluruh
sensori yang ada pada anak. Adapaun indra yang dipakai
adalah visual (penglihatan), audio (pendengaran), tactile
(perabaan), kinestik (gerakan) dan lebih dikenal dengan VAKT,
sehingga anak akan lebih mudah memahami suatu konsep
baru yang dilihatnya, contohnya saja dalam memahami konsep
angka 1 sampai 10. Dengan cara tersebut anak secara aktif
akan ikut terlibat dalam proses pembelajaran. Maka
berdasarkan dari penelitian tersebut maka diperoleh hasil
bahwa metode multisensori dapat meningkatkan kemampuan
mengenal konsep angka anak autis.
Terimakasih

You might also like