You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

Disusun unuk memenuhi tugas Praktik Klinik Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Pembimbing : Aida Sri Rachmawati, M.Kep

Disusun oleh :

Tita Farida E2114401007

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2023

LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA

1. Definisi Efusi Pleura


Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif et al, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan peningkatan cairan yang luar
biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah selaput tipis yang melapisi permukaan paru-paru dan
bagian dalam dinding dada di luar paru-paru. Di pleura, cairan terakumulasi di ruang antara
lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang tidak terdeteksi hadir dalam ruang pleura yang
memungkinkan paru-paru untuk bergerak dengan lancar dalam rongga dada selama pernapasan
(Philip, 2017).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga pleura yang
dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Nair & Peate, 2015).
2. Etiologi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari
lima mekanisme berikut (Morton 2012) :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekakanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
1) Penyebab efusi pleura:
a) Infeksi
(1) Tuberkulosis
(2) Pneumonitis
(3) Abses paru
(4) Perforasi esophagus
(5) Abses sufrenik
b) Non infeksi
(1) Karsinoma paru
(2) Karsinoma pleura: primer, sekunder
(3) Karsinoma mediastinum
(4) Tumor ovarium
(5) Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditiskonstriktiva
(6) Gagal hati
(7) Gagal ginjal
(8) Hipotiroidisme
(9) Kilotoraks
(10) Emboli paru.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragi.
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal
jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena
kava superior, tumor dan sindrom meigs.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru,
radiasi dan penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru
dan tuberculosis.
3. Epidemiologi Efusi Pleura
Data epidemiologi menunjukkan bahwa efusi pleura merupakan salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi terkait penyakit pulmonal. Namun, data
mengenai insidensi pasti efusi pleura pada dasarnya sulit ditentukan karena efusi pleura
hanyalah manifestasi dari penyakit yang mendasarinya.
Global
Data epidemiologi menunjukkan sebanyak 1.5 juta kasus atau sekitar 5 % dari
populasi Amerika Serikat mengalami efusi pleura setiap tahunnya. Efusi pleura paling
banyak disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia bakterial, keganasan, dan
emboli paru. Insidensi efusi pleura diyakini setara antara pria dan wanita, meskipun 2/3
kasus efusi pleura akibat keganasan muncul pada wanita, umumnya terkait kanker
payudara.
Meskipun umumnya ditemukan pada orang dewasa, kasus efusi pleura pada anak-
anak cenderung meningkat akibat pneumonia atau disebut parapneumonic effusion.
Kasus efusi pleura juga dijumpai pada bayi atau disebut fetal hydrothorax, tetapi kasus
ini jarang terjadi. Tingkat insidensi efusi pleura pada bayi dilaporkan sekitar 2.2–5.5 per
1.000 kelahiran.
Indonesia
Belum ditemukan data insiden efusi pleura secara umum di Indonesia hingga kini.
Mortalitas
Sebagai suatu kondisi klinis, tingkat mortalitas efusi pleura tidak berdiri sendiri
tapi ditentukan berdasarkan penyakit penyertanya. Semakin beratnya kondisi efusi pleura
dilaporkan berkaitan dengan mortalitas yang lebih tinggi. Sebuah studi menunjukkan
bahwa angka mortalitas pada efusi pleura bilateral 4 kali lipat lebih tinggi dibanding efusi
pleura unilateral, yaitu 26% vs 5.9% secara berturut-turut.

4. Patofisiologi Efusi Pleura


Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10 cc - 20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu
sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di
absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis
dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis.
Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil
diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang
pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel-sel mesofelial.
Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap karena adanya keseimbangan antara produksi
dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotic koloid. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru . Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil
Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah
infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah
bening hilus (limphadinitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas
membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan
akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari
tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Sebab lain dapat juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang menuju rongga
pleura, iga atau columna vetebralis. Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru
adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut
karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang-kadang
bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara
500-2000. Mula-mula yang dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel
limfosit,
Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan
efusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura
dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain: Irama pernapasan tidak teratur,
frekuensi pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung,
fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal - hal diatas ada perubahan lain yang
ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu
peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun (Nair & Peate, 2015).
5. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinik dari efusi pleura yaitu :
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita
akan sesak nafas.
b. Adanya gejala penyakita seperti demam, menggigil,dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
c. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan berkurang bergerak
dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis ellis damoiseu).
e. Didapati segi tiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-rochfusz, yaitu dareah
pekak kkarena cairan mendorong mediastinum kesisi lain,pada auskulasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura (Nurarif &
Kusuma, 2015).
6. Klasifikasi Efusi Pleura
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu:
a. Efusi pleura transudat Merupakan ultra filtrat plasma, yang menandakan bahwa
membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor
sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.
b. Efusi pleura eksudat Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati
pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).
7. Farmakoterapi Efusi Pleura
Kategori Nama Dosis, Kerja Obat Kontraindikas Efek
Obat Generik dan Frekuensi i Samping
Nama
Dagang

Sumber :
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi pleura, dimana
hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
b. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairanefusi dengan lebih
jelas, serta bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
c. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan dalam jumlah
kecil.
d. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk diperiksa
menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa membantu untuk
menentukan penyebabnya.
e. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
f. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung untuk
membantu menemukan penyebab efusi pleura.
g. Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura,
yaitu dengan pembedahan untuk membuka rongga dada. Namun, pada sekitar 20%
penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan. (Nurarif et al, 2015)
9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015)
a. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.
b. Thoraksentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri,dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter perlu dikeluarkan
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi pleura lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dikalkukan 1 jam kemudian.
c. Antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.
d. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi obat melalui selang
interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan
terakumulasi kembali.
e. Water seal drainage (WSD)
Water seal drainage (WSD) adalah suatu system drainase yang menggunakan
water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura atau rongga pleura.
10. Komplikasi
a. Fibrotoraks Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis.
Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan
hambatan mekanis yang berat pada jaringan - jaringan yang berada dibawahnya.
Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran -
membran pleura tersebut.
b. Atalektasis lektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar
dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan yang
terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada
paru-paru, sesak napas dan rasa sakit (Morton, 2012).
11. Diet / Nutrisi
Makanan yang jadi pantangan paru-paru basah
Sebenarnya tidak ada makanan yang secara langsung menjadi pantangan paru-paru basah.
Namun, apabila Anda mempunyai masalah pada paru-paru, sebaiknya menghindari beberapa
makanan seperti;
1. Garam
Makanan yang tidak diberi sentuhan garam terkadang memang jadi terasa kurang nikmat
ketika disantap. Namun, mengonsumsi garam secara berlebihan dapat membuat tubuh Anda
lebih lama menahan cairan. 
Kelebihan cairan dapat membahayakan tubuh, apalagi jika menumpuk di sekitar organ
vital seperti jantung dan paru-paru. Sebagai alternatifnya, Anda disarankan untuk mengganti
garam dengan rempah-rempah seperti lada maupun bubuk bawang putih supaya makanan tetap
terasa nikmat.
2. Daging beku olahan
Yang perlu diperhatikan adalah zat aditif yang ada pada daging beku olahan. Untuk
mempercantik warna dan memperpanjang umur simpan, produsen daging beku olahan, seperti
ham dan sosis, biasanya menambahkan nitrat dalam produknya. Menurut sebuah studi, nitrat
dapat meningkatkan risiko Anda terkena gangguan pernapasan.
3. Produk olahan susu
Bahan dalam produk olahan susu untuk paru-paru basah akibat pneumonia atau penyakit
lainnya perlu diwaspadai. Walaupun mekanismenya belum jelas, produk olahan susu
mengandung casomorphin yang dapat memperburuk gejala yang dialami oleh penderita penyakit
paru-paru.
Kandungan casomorphin yang ada dalam produk olahan susu diketahui dapat
meningkatkan produksi lendir dalam tubuh. Hal ini tentunya akan berbahaya apabila lendir yang
dihasilkan masuk atau memenuhi organ vital seperti paru-paru.
4. Makanan dan minuman asam
Mengonsumi makanan atau minuman asam secara berlebih dapat mengakibatkan refluks
asam lambung. Refluks asam lambung sendiri merupakan kondisi saat cairan asam di lambung
naik menuju kerongkongan karena melemahnya katup di kerongkongan bawah yang dapat
menyebabkan gejala sesak napas. Bagi penderita penyakit paru-paru, kondisi tersebut dapat
membuat bernapas menjadi lebih sulit.
5. Sayuran cruciferous
Kaya akan kandungan nutrisi dan serat, sayuran cruciferous seperti kubis, lobak, brokoli,
serta kembang kol menambah jumlah gas dalam tubuh. Selain itu, mengonsumsi sayuran
cruciferous dapat membuat Anda kembung. Secara tidak langsung, kedua kondisi ini dapat
membuat penderita penyakit paru-paru kesulitan untuk bernapas. 
6. Gorengan
Sama seperti sayuran cruciferous, mengonsumsi gorengan dapat mengakibatkan
kembung. Hal ini tentunya membuat Anda tidak nyaman dan kesulitan untuk bernapas.
Selain itu, mengonsumsi gorengan secara berlebih juga dapat membuat berat Anda
bertambah. Saat berat badan naik, tekanan yang diberikan kepada paru-paru tentunya akan
semakin meningkat.
7. Minuman bersoda
Mengonsumsi minuman bersoda dapat membuat perut menjadi kembung. Selain itu,
tingginya kandungan gula dalam minuman bersoda bisa menambah berat badan jika dikonsumsi
secara berlebih. Kedua kondisi ini meningkatkan risiko gangguan pernapasan dan membuat
penderita penyakit paru-paru kesulitan untuk bernapas.
Untuk menghindari terjadinya gangguan pernapasan, Anda disarankan untuk
menghindari atau setidaknya membatasi konsumsi makanan atau minuman di atas. Perlu diingat,
mengonsumsi sesuatu secara berlebihan merupakan kebiasaan yang tidak sehat bagi tubuh,
memperlambat kesembuhan, dan meningkatkan risiko terkena penyakit lain.

Pantangan paru-paru basah selain makanan

Tidak hanya membatasi konsumsi makanan atau minuman tertentu, ada beberapa hal lain yang
juga menjadi pantangan paru-paru basah. Berikut beberapa hal yang harus dihindari penderita
paru-paru basah supaya penyakitnya tidak bertambah parah:

 Menjadi perokok aktif maupun pasif


 Kontak dengan orang-orang yang sedang dalam kondisi sakit
 Lingkungan yang kotor dan penuh dengan polusi
 Kurang istirahat

Makanan untuk menjaga kesehatan paru-paru


Selain menghindari makanan yang menjadi pantangan, penderita paru-paru basah sebaiknya
mengonsumsi makanan berikut ini agar kondisi tubuh tetap optimal:
1. Makanan berserat tinggi
Mengonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi baik untuk kesehatan paru-paru Anda.
Menurut penelitian, paru-paru orang yang mengonsumsi banyak serat lebih baik dibandingkan
mereka yang tidak banyak makan serat. Beberapa contoh makanan berserat tinggi yang dapat
Anda konsumsi untuk menjaga kesehatan paru-paru meliputi kacang, biji chia, dan quinoa.
2. Buah beri
Selain antioksidan, buah beri diketahui kaya akan kandungan antosianin. Menurut sebuah studi,
antosianin dalam buah-buahan seperti blueberry dan stroberi ini dapat membantu memperlambat
penurunan kinerja paru-paru yang terjadi seiring bertambahnya usia.
3. Sayuran berdaun hijau
Menurut sebuah penelitian, sayuran berdaun hijau seperti bayam dapat membantu menurunkan
risiko Anda terkena kanker paru-paru. Hal ini tidak lepas dari kandungan antioksidan bernama
karotenoid yang ada dalam berbagai macam sayuran.
4. Tomat
Kaya akan kandungan likopen, mengonsumsi tomat baik untuk menjaga kesehatan paru-paru.
Likopen yang ada dalam tomat dapat membantu mengatasi peradangan saluran pernapasan atau
menurunkan risiko kematian akibat penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
5. Barley
Mengandung sera t, antioksidan, dan vitamin E, barley dapat membantu menjaga fungsi paru-
paru. Selain itu, kandungan nutrisi yang ada dalam barley juga membantu mengurangi risiko
kematian akibat penyakit paru-paru

12. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Adanya tindakan medis dan perawatan di
rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga
memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa
menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami
kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa
nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri.
Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang
berbeda dengan lingkungan di rumah
6) Pola hubungan dan peran Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik
peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien tidak
lagi bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,
demikian juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi
fisiknya masih lemah.
10) Pola koping Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses penyakitnya.
Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau
orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses
penyakit.

13. Masalah keperawatan, Hasil yang di capai , Intervensi Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas (D.0005)
Luaran : Pola napas membaik (L.01004)

 Kapasitas vital meningkat


 Tekanan ekspirasi dan inspirasi meningkat
 Dispnea menurun
 Penggunaan otot bantu napas menurun
 Pemanjangan fase ekspirasi menurun
 Pernapasan cuping hidung menurun
 Frekuensi dan kedalaman napas membaik

Intervensi : Pemantauan Respirasi (l.01014)

 Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan


 Monitor pola napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Informasi hasil pemantauan, jika perlu

2. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)

Luaran : Tingkat Nyeri Menurun (L.08066)

 Keluhan nyeri menurun


 Meringisi menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Frekuensi nadi membaik
 Pola napas membaik
 Tekanan darah membaik

Intervensi : 

a. Manajemen Nyeri (l.08238)

 Identifikasi lokasi, karkateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Berikan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgesik (l.08243)


 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 jelaskan efek terapi dan efek samping obat
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

3. Hipertermi b.d proses penyakit (D.0130)

Luaran : Termoregulasi membaik (L.14134)

 Mengigil menurun
 Kulit merah menurun
 Takikardia menurun
 Takipnea menurun
 Tekanan darah membaik
 Suhu tubuh membaik

Intervensi : Manajemen Hipertermia (l.15506)

 Identifikasi    penyebab    hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan panas)


 Monitor suhu tubuh
 Monitor komplikasi akibat hipertermia
 Sediakan lingkungan yang dingin (atur suhu ruangan)
 Longgarkan pakaian
 Berikan oksigen, jika perlu
 Anjurkan tirah baring
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

You might also like