You are on page 1of 29

RMK Bukti Audit dan Kertas Kerja

1. Hakekat Bukti

Bukti audit adalah bukti yang dikumpulkan dan diuji oleh auditor untuk
menentukan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan standar pelaporan
keuangan yang berlaku (sesuai dengan SAK/sesuai dengan framework pelaporan
keuangan – financial reporting framework).

Bukti audit laporan keuangan terdiri dari:


1. Bukti pembukuan (accounting records), seperti jurnal, buku pembantu, dan
buku besar, atau file transaksi dan file induk (master file).
2. Bukti pendukung (corraborating information), seperti bukti transaksi dan bukti-
bukti pendukung pembukuan yang lain.

Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan auditor untuk mencapai
kesimpulan yang menjadi dasar opini audit. Sebagian besar pekerjaan auditor
independen dalam rangka memberikan opini atas laporan keuangan terdiri dari
usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan
(validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor
independen. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang
ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan opini atas laporan
keuangan auditan.

Mengutip dari International Auditing Standard (ISA) 200 (Para. A28), bukti audit
sangat penting untuk mendukung opini dan laporan auditor. Bukti tersebut bersifat
kumulatif dan terutama diperoleh dari prosedur audit yang digunakan selama
pelaksanaan audit. Namun demikian, bukti audit mencakup pula informasi yang
diperoleh dari sumber lain seperti misalnya dari audit periode yang lalu atau
prosedur kualitas pengendalian klien dalam rangka memutuskan diterima atau
diteruskan penugasan. Selain dari sumber-sumber dalam dan luar entitas, catatan
akuntansi entitas yang diaudit merupakan sumber bukti audit yang penting. Selain
itu, informasi yang diberikan oleh seorang ahli yang disewa atau diberi penugasan
oleh entitas. Bukti audit terdiri dari informasi-informasi yang mendukung asersi
manajemen maupun yang berlawanan dengan asersi tersebut. Dalam hal-hal
tertentu ketiadaan informasi (misalnya, karena manajemen menolak untuk
memberikan informasi yang diminta auditor) digunakan oleh auditor, dan oleh
karenanya juga merupakan bukti audit. Sebagian besar pekerjaan auditor dalam
rangka merumuskan opini auditor terdiri dari pekerjaan mendapatkan dan
mengevaluasi bukti audit.

Dari pernyataan tersebut, dapat kita rumuskan butir-butir penting tentang hakekat
bukti audit, sebagai berikut:
a. Meliputi informasi yang dihasilkan baik secara internal maupun eksternal
b. Meliputi informasi yang medukung maupun yang bertentangan dengan
asersi manajemen.
c. Dipengaruhi oleh tindakan-tindakan manajemen, seperti tidak membuat
dokumen yang diperlukan, atau tidak membuat dokumen secara tepat
waktu.
d. Dapat dikembangkan dengan menggunakan ahli dari luar.
e. Dapat diperoleh melalui prosedur-prosedur lain yang lazim digunakan
auditor (analisis risiko untuk menentukan apakah akan menerima atau
melanjutkan seorang klien, data dari audit tahun yang lalu, dan kualitas
pengendalian internal perusahaan yang mencerminkan ketelitian proses
internal).

2. Keputusan Auditor tentang Bukti Audit


Keputusan penting yang dihadapi setiap auditor adalah menentukan jenis dan
jumlah bukti yang tepat yang diperlukan untuk mendapatkan keyakinan bahwa
laporan keuangan klien telah ditetapkan secara wajar. Ada empat keputusan
tentang bukti apa yang harus diperoleh dan berapa banyak bukti yang harus
dikumpulkan, yaitu:

a. Prosedur audit apa yang harus digunakan.


b. Berapa besar ukuran sampel yang harus dipilih untuk prosedur audit
tersebut.
c. Unsur-unsur apa yang harus dipilih dari populasi.
d. Kapan prosedur tersebut diterapkan.

2.1 Prosedur Audit


Prosedur audit adalah instruksi detil yang menjelaskan bukti audit yang harus
diperoleh selama audit berlangsung. Prosedur serng dinyatakan dengan instruksi
yang cukup spesifik sehingga auditor dapat mengikuti instruksi tersebut selama
audit berlangsung. Sebagai contoh, suatu prosedur untuk melakukan verifikasi
atas pengeluaran kas, yaitu periksalah jurnal pengeluaran kas dalam sistem
akuntansi dan bandingkan dengan nama penerima, jumlah rupiah, dan tanggal
dengan informasi online yang disediakan bank tentang check-check yang diproses
untuk akun kas yang bersangkutan.

2.2 Ukuran Sampel

Setelah prosedur audit ditetapkan, auditor harus menentukan ukuran sampel yang
dipilih dari populasi. Dalam penerapan prosedur audit untuk melakukan verifikasi
atas pengeluaran kas di atas, misalkan dalam jurnal pengeluaran kas telah dicatat
6.000 check. Auditor memutuskan untuk menetapkan ukuran sampel berupa 50
check yang akan dibandingkan dengan ayat-ayat jurnal yang tercantum dalam
jurnal pengeluaran kas tersebut. Keputusan tentang berapa banyak unsur yang
akan diuji harus dibuat auditor untuk setiap prosedur audit yang akan digunakan.
Ukuran sampel yang dipilih bisa berbeda-beda antara audit yang satu dengan audit
yang lainnya.

2.3 Unsur yang Dipilih


Setelah ukuran sampel untuk suatu prosedur audit ditetapkan, auditor harus
memutuskan unsur-unsur mana dalam populasi yang akan diuji. Sebagai contoh,
apabila auditor memutuskan untuk memilih 50 check yang sudah diayar bank dari
populasi sebesar 6.000 check sebagaimana tercantum dalam jurnal pengeluaran
kas, auditor masih harus menentukan metode apa yang akan digunakan untuk
secara spesifik memilih check yang akan diuji. Alternatif pemilihan 50 lembar
check yang dapat dilakukan auditor adalah (1) memilih suatu minggu tertentu dan
memeriksa 50 lembar check pertama dari minggu tersebut, (2) memilih 50 lembar
check dengan nilai rupiah tertinggi, (3) memilih 50 lembar check secara acak, atau
(4) memilih check-check yang menurut dugaan auditor mengandung kekeliruan.
Bisa juga auditor memilih dengan menggunakan kombinasi dari metoda-metoda
tersebut.

2.4 Saat Pelaksanaan Prosedur


Audit atas laporan keuangan biasanya mencakup satu periode akuntansi tertentu,
misalnya satu tahun buku. Audit pada umumnya baru dapat diselesaikan beberapa
minggu atau beberapa bulan setelah akhir periode akuntansi. Dengan demikian,
penerapan prosedur-prosedur audit bisa dilakukan dalam rentang waktu mulau
dari awal periode sampai akhir periode akuntansu. Kadang-kadang penentuan saat
pelaksanaan prosedur audit dipengaruhi oleh kapan klien membutuhkan laporan
audit. Dalam audit atas laporan keuangan perusahaan-perusahaan publik klien
biasanya menhendaki audit sudah dapat diselesaikan dalam waktu 1 hingga 3
bulan setelah akhir tahun buku. Selain itu, saat pelaksanaan prosedur dipengaruhi
pula oleh pertimbangan auditor tentang kapan prosedur diperkirakan akan paling
efektif atau kapan staf audit tersedia. Sebagai contoh, auditor pada umumnya
sedapat mungkin melaksanakan prosedur pengamatan perhitungan fisik
persediaan sedekat mungkin dengan tanggal akhir tahun buku.

Prosedur audit seringkali menggabungkan sejumlah prosedur audit, unsur yang


dipilih, dan saat pelaksanaan prosedur. Adapun contoh modifikasi prosedur audit
di atas dengan memasukkan keempat keputusan auditor tentang bukti audit, yaitu
dapatkan jurnal pengeluaran kas bulan Oktober dan bandingkanlah nama
penerima, jumlah rupiah, dan tanggal yang tercantum pada check dengan jurnal
pengeluaran kas tersebut untuk 50 lembar check yang dipilih secara acak.

2.5 Program Audit


Program audit adalah daftar prosedur-prosedur audit untuk suatu bagian atau
keseluruhan audit. Program audit selalu berisi daftar proses audit, dan juga
biasanya mencakup ukuran sampel, unsur yang dipilih, dan saat pelaksanaan
pengujian. Pada umumnya, auditor membuat program audit (yang berisi berbagai
prosedur audit) untuk setiap komponen audit, misalnya program audit untuk
piutang usaha, satu diantaranya program audit untuk penjualan, dan sebagainya.
Dewasa ini, para auditor umumnya menggunakan paket electronic audit software
untuk menyusun program audit. Program software ini membantu auditor dalam
mengurangi resiko dan menyusun perencanaan audit serta memilih prosedur audit
yang tepat.

3. Karakteristik Bukti Audit

3.1 Ketepatan Bukti


Ketepatan bukti adalah ukuran kualitas bukti, yakni relevansi dan reliabilitasnya
dalam memenuhi tujuan audit atas golongan transaksi, saldo-saldo akun, dan
pengungkapan yang bersangkutan. Apabila bukti audit dipandang sangat tepat
maka hal itu akan sangat membantu auditor dalam mendapatkan keyakinan bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar. Ketepatan bukti hanya berkaitan dengan
prosedur audit yang dipilih dan tidak dipengaruhi oleh pemilihan sampel yang
lebih besar atau dengan memilih unsur-unsur populasi yang berbeda. Ketepatan
bukti hanya dapat dipebaiki dengan memilih prosedur audit yang lebih relevan
atau lebih bisa dipercaya.

3.2 Relevansi Bukti


Bukti harus berkaitan atau relevan dengan tujuan audit yang harus diuji lebih
dahulu oleh auditor sebelum bisa disebut sebagai bukti yang tepat. Relevansi
menjadi masalah dalam kaitannya dengan tujuan audit tertentu karena bukti bisa
relevan untuk suatu tujuan audit tetapi tidak relevan untuk tujuan lainnya.

3.3 Reliabilitas.Bukti
Reliabilitas bukti berkaitan dengan seberapa jauh bukti bisa dipercaya atau tingkat
kepercayaan atas suatu bukti. Dimana hal tersebut akan memantu auditor dalam
meyakini bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Reliabilitas
tergantung pada apakah bukti memenuhi karakteristik-karakteristik berikut:

1) Independesi pembuat bukti.


Bukti yang diperoleh dari sumber di luar entitas lebih bisa dipercaya
daripada bukti yang diperoleh dari dalam entitas yang diaudit. Informasi
yang diperoleh dari bank, penasehat hukum, atau pelanggan, biasanya
dipandang lebih bisa dipercaya daripada jawaban atas pertanyaan yang
diperoleh dari klien. Demikian pula, dokumen-dokumen yang bersumber
dari organisasi di luar klien, seperti misalnya polis asuransi, dipandang
lebih bisa dipercaya daripada dokumen-dokumen yang dihasilkan oleh
organisasi klien dan tidak keluar dari organisasi klien seperti misalnya
dokumen permintaan pembelian.
2) Efektivitas pengendalian internal klien.
Apabila pengendalian internal yang berlaku pada perusahaan klien
berjalan dengan efektif maka bukti yang diperoleh akan lebih bisa
dipercaya daripada bila pengendalian internal klien tidak efektif. Sebagai
conton, apabila pengendalian internal atas penjualan dan pembuatan faktur
pada perusahaan klien berjalan dengan efektif maka auditor akan
memperoleh bukti yang lebih bisa dipercaya dari faktur penjualan dan
dokumen pengiriman barang, daripada jika pengendalian internalnya tidak
efektif.
3) Pengetahuan langsung auditor. Bukti yang diperoleh secara langsung oleh
auditor melalui pemeriksaan fisik, observasi, rekalkulasi, dan inspeksi
adalah lebih bisa dipercaya, daripada informasi yang diperoleh secara
tidak langsung. Sebagai contoh, apabila auditor menghitung sendiri
besarnya laba kotor tahun ini dan membandingkannya dengan laba kotor
tahun lalu maka hasil perhitungan tersebut akan lebih bisa dipercaya
dibandingkan dengan perbandingan laba kotor yang dilakukan oleh
kontroler perusahaan klien.
4) Kualifikasi individu pemberi informasi. Meskipun sumber pemberi
informasi berkedudukan independen, namun hal itu akan tergantung pula
pada kualifikasi orang (individu) yang memberikan informasi tersebut.
Oleh karena itu, informasi yang diperoleh dari bank atau penasehat hukum
biasanya dipandang lebih bisa dipercaya daripada jawaban atas konfirmasi
yang diterima dari debitur klien yang tidak memahami dunia usaha.
Demikian pula bukti yang diperoleh langsung oleh auditor, bisa menjadi
kurang dipercaya bila auditor tidak memperhatikan kualifikasi untuk
menilai bukti. Sebagai contoh, pemeriksaan atas persediaan permata yang
dilakukan oleh seorang auditor yang tidak terlatih untuk membedakan
antara permata yang asli dengan kaca akan menjadi bukti yang tidak bisa
dipercaya untuk tujuan keberadaan permata,
5) Tingkat obyektivitas. Bukti yang obyektif akan lebih bisa dipercaya
dibandingkan dengan bukti yang masih memerlukan pertimbangan tertentu
untuk menentukan apakah bukti itu benar. Contoh bukti yang obyektif
adalah konfirmasi tentang saldo piutang yang diterima dari debitur, atau
konfirmasi tentang saldo rekening di bank yang diterima dari bank, hasil
perhitungan fisik kas dan surat berharga yang dilakukan oleh auditor.
Contoh bukti yang subyektif misalnya surat yang diterima dari penasehat
hukum klien tentang kemungkinan keputusan pengadilan yang melibatkan
klien, hasil observasi selama audit berlangsung tentang persediaan yang
dipandang sudah tidak layak jual, dan hasil wawancara dengan manajer
kredit tentang kolektibilitas piutang. Apabila bukti subyektif semacam itu
akan dinilai oleh auditor untuk menentukan tingkat bisa dipercaya bukti
tersebut, maka auditor harus memperhatikan kualifikasi orang yang
memberikan bukti,
6) Ketepatan waktu. Ketepatan waktu suatu bukti audit, berhubungan dengan
kapan bukti tersebut diperoleh atau dengan periode yang diaudit. Bukti
biasanya akan lebih dipercaya untuk saldo-saldo akun neraca apabila bukti
tersebut diperoleh sedekat mungkin dengan tanggal neraca. Sebagai
contoh, hasil perhitungan fisik atas surat berharga yang dilakukan auditor
pada tanggal neraca, akan lebih dipercaya daripada apabila perhitungan
fisik dilakukan 2 bulan sebelumnya. Untuk akun-akun rugi-laba (akun
nominal), bukti akan lebih dipercaya apabila bukti tersebut merupakan
sampel dari satu periode akuntansi, misalnya sampel merupakan hasil
pemeriksaan acak atas transaksi penjualan selama satu tahun buku, bukan
sampel yang hanya merupakan sebagian dari periode, misalnya hanya 6
bulan pertama.

3.4 Kecukupan Bukti


Kecukupan berkaitan dengan pertanyaan "berapa banyak" bukti audit harus
diperoleh. Kecukupan bukti adalah ukuran kuantitas bukti audit. Kuantitas bukti
audit yang diperlukan dipengaruhi oleh penilaian auditor tentang risiko kesalahan
penyajian material dan juga oleh kualitas bukti audit itu sendiri. Kecukupan bukti
terutama diukur dengan ukuran sampel yang dipilih auditor.

Beberapa faktor menentukan ketepatan ukuran sampel dalam audit. Dua faktor
terpenting adalah ekspektasi auditor tentang kesalahan penyajian dan efektivitas
pengendalian internal dalam organisasi klien. Sebagai contoh, dalam suatu
penugasan audit, auditor menduga bahwa dalam persediaan kemungkinan besar
terdapat persediaan yang usang karena sifat dari bidang usaha klien. Dalam audit
ini auditor akan menarik sampel lebih besar untuk membuktikan adanya
persediaan usang, dibandingkan dengan apabila kecil kemungkinan terdapat
persediaan usang. Demikian pula, apabila auditor berkesimpulan bahwa
pengendalian internal klien atas aset tetap berjalan dengan efektif, maka auditor
akan menetapkan sampel yang lebih kecil dalam mengaudit pengadaan aset tetap,
dibandingkan dengan apabila pengendalian internal tidak elektif.

Kecukupan jumlah bukti dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:


a. Potensi salah saji: dipengaruhi oleh risiko bawaan dan risiko pengendalian
serta materialitas salah saji.
b. Pertimbangan ekonomis: penambahan sampel dipandang tidak akan
mempengaruhi kesimpulan auditor.
c. Variabilitas atau heteroginitas populasi bukti.

3.5. HUBUNGAN ANTARA RISIKO, KETEPATAN, DAN KECUKUPAN


BUKTI AUDIT

Hubungan antara risiko, ketepatan, dan kecukupan bukti audit dilukiskan dalam
Gambar 5-1 di bawah ini. Dalam memahami gambar tersebut, hendaknya diingat
bahwa tugas auditor adalah mengumpulkan atau mendapatkan bukti yang tepat
dan cukup. Sebagaimana telah disinggung di atas, ketepatan dipengaruhi oleh
relevansi dan reliabilitas bukti. Kecukupan berkaitan dengan pertanyaan "berapa
banyak” bukti yang harus dikumpulkan. Baik ketepatan maupun kecukupan
dipengaruhi oleh risiko yang ada pada klien (yaitu profil risiko inheren dan risiko
pengendalian). Dalam keadaan bagaimanapun, auditor harus mengumpulkan bukti
yang tepat dengan kualitas yang tinggi. Namun, mendapatkan bukti yang tepat
pada klien yang berisiko tinggi menjadi lebih sulit, misalnya karena sistem
akuntansi keuangan klien menghasilkan bukti yang kurang relevan dan kurang
bisa dipercaya. Oleh karena itu, auditor perlu mencari bukti pendukung yang
berkualitas tinggi dari sumber di luar klien. Dalam hal kecukupan, klien berisiko
tinggi menuntut auditor untuk mengumpulkan bukti dalam jumlah yang lebih
banyak.
4. SUMBER BUKTI AUDIT
Gambar 5-2 di bawah ini melukiskan berbagai sumber potensial bukti audit.
Ingatlah bahwa auditor harus mendapatkan bukti yang tepat dan cukup sehingga
risiko kesalahan penyajian material dapat diminimumkan. Hal ini dapat dicapai
dengan mengumpulkan bukti-bukti yang berkaitan dengan (a) pengetahuan
tentang klien (perusahaannya maupun bidang usahanya) yang bisa diperoleh dari
audit tahun lalu, analisis risiko klien, dan analisis penerimaan menjadi klien; (b)
informasi dari luar klien yang bisa diperoleh oleh tim audit sendiri dengan
menggunakan datà pasar atau melalui analisis independen oleh spesialis; (c)
sistem akuntansi diperoleh melalui pengujian langsung atas saldo-saldo akun dan
transaksi-transaksi; dan (d) kualitas pengendalian internal yang dapat diperoleh
melalui evaluasi atas rancangan dan pengoperasian pengendalian internal.
Dalam bab ini kita akan memusatkan pembahasan pada pengujian audit untuk
setiap asersi spesifik, oleh karena itu kita perlu memahami keseluruhan bukti yang
harus dinilai auditor yang berasal dari berbagai sumber yang pada akhirnya harus
dinilai dengan petimbangan profesional auditor.

5. PROSEDUR UNTUK MEMPEROLEH BUKTI AUDIT


Prosedur audit adalah langkah-langkah yang ditempuh oleh auditor untuk
mengumpulkan dan menguji bukti audit. Kategori prosedur audit:
1) Prosedur pemahaman SPI (Sistem Pengendalian Internal)
2) Prosedur pengujian SPI
3) Prosedur pengujian substantif

Prosedur pemahaman SPI dan pengujian SPI ditujukan untuk mengukur


kecukupan dan efektifitas SPI dalam mencegah potensi salah saji. Hasil
pemahaman dan pengujian SPI digunakan untuk menentukan: sifat, saat, dan luas
pengujian substantif. Sifat audit berhubungan dengan kedalaman audit, saat audit
berhubungan dengan waktu pelaksanaan audit, dan luas audit berhubungan
dengan jumlah bukti audit.

Dalam memutuskan prosedur audit mana yang akan digunakan, auditor dapat
memilih dari tujuh kategori bukti yang disebut tipe bukti. Setiap prosedur audit
bisa mendapatkan satu atau lebih tipe bukti berikut:

5.1 Inspeksi
Inspeksi mencakup pemeriksaan atas catatan atau dokumen baik internal maupun
eksternal dalam bentuk kertas, elektronik, atau media lain, atau pemeriksaan fisik
atas suatu aset. Inspeksi atas catatan dan dokumen memberikan bukti audit dengan
beragam tingkat keandalan, tergantung pada sifat dan sumbernya, serta efektivitas
pengendalian atas penyusunan catatan dan dokumen tersebut. Contoh inspeksi
yang digunakan sebagai pengujian pengendalian adalah inspeksi atas catatan bukti
otorisasi.

Tipe bukti yang diperoleh dari prosedur ini paling sering diterapkan dalam audit
atas persediaan dan kas, tetapi sering juga digunakan dalam pemeriksaan atas
sekuritas, piutang wesel, dan aset tetap berwujud. Ada perbedaan dalam
pengauditan antara pemeriksaan fisik atas aset, seperti misalnya sekuritas dan kas,
dengan pemeriksaan atas dokumen seperti misalnya faktur penjualan dan check
yang telah dibayar. Apabila obyek pemeriksaan atas faktur penjualan bukan pada
nilai rupiahnya maka bukti yang diperoleh disebut dokumentasi (bukti dokumen).
Sebagai contoh, sebelum check ditandatangani, ia merupakan dokumen; setelah
ditandatangani, ia merupakan aset; dan setelah check itu dibayar oleh bank; ia
menjadi dokumen lagi. Untuk terminologi auditing yang benar, pemeriksaan fisik
atas check dapat terjadi hanya apabila check merupakan aset.

Dokumentasi adalah inspeksi yang dilakukan auditor atas dokumen-dokumen dan


catatan-catatan klien yang berisi informasi yang dituangkan (atau seharusnya
dituangkan) ke dalam laporan keuangan. Dokumen-dokumen yang diperiksa
auditor adalah catatan-catatan yang digunakan klien untuk menghasilkan
informasi dalam melaksanakan bisnisnya dengan cara yang terorganisasi, yang
bisa berbentuk kertas, elektronik atau media lainnya. Karena setiap transaksi
dalam organisasi klien biasanya didukung oleh sedikitnya satu dokumen, maka
akan dijumpai banyak sekali dokumen yang tersedia untuk diperiksa. Sebagai
contoh, untuk setiap transaksi penjualan, klien akan mengarsipkan selembar
pesanan dari pelanggan, selembar order penjualan, selembar dokumen pengiriman
barang, dan selembar duplikat faktur penjualan. Dokumen-dokumen tersebut
adalah bukti yang berguna bagi auditor untuk memeriksa ketelitian catatan klien
tentang transaksi penjualan. Dokumentasi sangat sering digunakan sebagai bukti
dalam audit karena dokumen biasanya sudah tersedia dengan biaya yang relatif
murah. Kadang-kadang, dokumen merupakan satu-satunya tipe bukti yang
tersedia.

Dokumen dapat dikelompokkan menjadi dokumen internal dan dokumen


eksternal. Dokumen internal dibuat dan digunakan dalam organisasi klien dan
selanjutnya diarsipkan tanpa pernah pergi ke pihak lain. Contoh dokumen internal
adalah duplikat faktur penjualan, catatan waktu kerja pegawai, dan laporan
penerimaan barang. Dokumen eksternal dibuat oleh pihak di luar organisasi klien
yang merupakan salah satu pihak dalam transaksi yang didokumentasi, tetapi
sekarang berada di tangan klien atau tersedia untuk diakses. Contoh dokumen
eksternal adalah faktur pembelian (dibuat oleh pihak penjual), wesel yang telah
diuangkan, dan polis asuransi. Dokumen tertentu, seperti misalnya dokumen
pengiriman barang, dibuat oleh klien, dibawa ke luar organisasi klien (dikirim ke
pembeli), setelah ditandatangani pembeli kemudian dikirim kembali kepada klien.
Hal yang penting bagi auditor adalah memastikan bahwa dokumen bisa dipercaya,
entah itu dokumen internal atau eksternal. Apabila dokumen merupakan dokumen
internal, harus dipastikan apakah dokumen tersebut dihasilkan dan diproses dalam
kondisi sistem pengendalian internal yang efektif. Dokumen internal yang
dihasilkan dan diproses dalam kondisi pengendalian internal yang lemah
merupakan bukti yang tidak bisa dipercaya. Dokumen asli dipandang lebih bisa
dipercaya daripada fotocopy dokumen atau facsimlies. Meskipun auditor harus
menilai reliabilitas dokumen namun auditor jarang menilai autentik tidaknya suatu
dokumen. Auditor tidak diharapkan menjadi seorang ahli dalam menilai
autentisitas dokumen.

Mengingat bahwa dokumen eksternal telah berada di kedua pihak yaitu, di tangan
klien dan di pihak lain dari suatu transaksi, ada indikasi bahwa kedua belah pihak
sepakat dengan informasi dan kondisi yang tercantum dalam dokumen. Oleh
karena itulah dokumen eksternal dipandang lebih bisa dipercaya daripada
dokumen internal. Sejumlah dokumen eksternal tertentu, seperti misalnya
sertifikat tanah, polis asuransi, dan kontrak-kontrak, memiliki reliabilitas yang
sangat istimewa karena dokumen-dokumen semacam itu dibuat dengan cara-cara
yang sangat teliti dan biasanya disahkan oleh notaris atau pihak lain yang ahli
dibidangnya.

Apabila auditor menggunakan dokumentasi untuk mendukung catatan transaksi


atau jumlah tertentu, prosesnya disebut vouching. Sebagai contoh, misalkan
auditor memeriksa kebenaran jurnal untuk membeli barang dengan cara
mencocokkan ayat jurnal yang bersangkutan ke faktur pembelian dan laporan
penerimaan barang sehingga memenuhi tujuan keterjadian transaksi. Namun
apabila auditor menelusur dari laporan penerimaan barang ke jurnal pembelian
untuk memenuhi tujuan kelengkapan, hal itu tidak disebut vouching, melainkan
tracing (penelusuran).

Pemeriksaan fisik merupakan cara langsung untuk memeriksa bahwa aset


sungguh-sungguh ada (tujuan keberadaan), dan dalam batas tertentu juga untuk
membuktikan bahwa aset yang ada telah dicatat (tujuan kelengkapan).
Pemeriksaan fisik sering dipandang sebagai salah satu tipe bukti yang paling bisa
dipercaya dan paling berguna. Pemeriksaan fisik merupakan bukti obyektif dalam
menentukan kuantitas dan deskripsi aset. Dalam hal-hal tertentu juga merupakan
metoda yang berguna untuk mengevaluasi kondisi atau kualitas aset. Namun
demikian, pemeriksaan fisik tidak merupakan bukti yang memadai untuk
memeriksa bahwa aset yang ada adalah benar-benar milik klien (tujuan hak dan
kewajiban), dan dalam banyak hal auditor tidak mampu untuk menentukan
kualitas aset seperti misalnya tentang aset yang usang atau keaslian aset (tujuan
penilaian). Selain itu, penilaian yang tepat dalam laporan keuangan tidak dapat
ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan fisik (tujuan ketelitian).

5.2. Observasi
Observasi terdiri dari melihat langsung suatu proses atau prosedur, yang dilakukan
oleh orang lain, sebagai contoh, observasi oleh auditor atas penghitungan
persediaan yang dilakukan oleh personel entitas atau melihat langsung
pelaksanaan aktivitas pengendalian. Sepanjang pelaksanaan pengauditan atas
suatu entitas, auditor sering menggunakan salah satu dari indera yang dimilikinya
seperti misalnya, mata, telinga atau hidung, untuk memeriksa sesuatu hal. Auditor
biasanya melakukan peninjauan keliling fasilitas klien, atau mengamati pegawai
klien dalam melakukan tugas akuntansi untuk memastikan bahwa pegawai yang
diberi tanggung jawab telah melakukan tugasnya dengan baik.
Observasi memberikan bukti audit tentang pelaksanaan suatu proses atau
prosedur, namun hanya terbatas pada titik waktu tertentu pada saat observasi
dilaksanakan. Observasi jarang dipandang memadai hanya dengan melakukannya
karena adanya risiko bahwa si pegawai melakukan tugas dengan baik ketika
diamati auditor, dan berubah ketika tidak diamati auditor. Oleh karena itu, hasil
observasi biasanya diikuti dengan mencari bukti pendukung yang lain. Namun
demikian, observasi dipandang bermanfaat dalam banyak hal dalam pengauditan.

5.3. Konfirmasi Eksternal


Konfirmasi eksternal merupakan bukti audit yang diperoleh auditor sebagai
respon langsung tertulis dari pihak ketiga (pihak yang mengonfirmasi) dalam
bentuk kertas, atau secara elektronik, atau media lain. Konfirmasi diminta kepada
klien, dan selanjutnya klien minta kepada pihak ketiga untuk menjawabnya
langsung kepada auditor. Karena informasi berasal dari sumber yang independen
terhadap klien, maka konfirmasi dipandang sebagai tipe bukti berkualitas tinggi
dan sering digunakian dalam audit. Namun demikian, penggunaan konfirmasi
biasanya relalit mahal dan bisa menimbulkan kelidaksenangan pihak yang diminta
untuk menjawabnya. Oleh sebab itu, konfirmasi tidak selalu digunakan dalam
setiap keadaan walaupun memungkinkan untuk dilaksanakan.

Digunakan tidaknya konfirmasi diputuskan oleh auditor dan tergantung pada


reliabilitas yang diperlukan sesuai dengan keadaan, serta bukti alternatif lain yang
tersedia. Pada umumnya, konfirmasi jarang digunakan dalam audit atas tambahan
aset tetap, karena hal ini dapat diverifikasi dengan cukup memadai melalui
pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik. Demikian pula, konfirmasi tidak
lazim digunakan dalam pemeriksaan atas transaksi individual dalam organisasi,
seperti misalnya transaksi penjualan, karena auditor dapat menggunakan dokumen
untuk tujuan itu. Namun bisa saja terjadi pengecualian. Misalnya dalam situasi
dimana auditor menemukan adanya dua buah transaksi dengan jumlah rupiah
yang sangat besar (tidak lazim) yang terjadi hanya tiga hari sebelum akhir tutup
buku. Konfirmasi atas dua transaksi seperti ini bisa dipandang tepat.

Agar menjadi bukti yang bisa dipercaya, konfirmasi harus diawasi oleh auditor,
sejak dari saat pembuatan hingga saat diterima jawaban. Apabila konfirmasi
dibawah kendali klien, seperti dalam pengirimannya atau dalam hal penerimaan
jawabannya, maka auditor kehilangan kendali dan independensi, akibatnya
mengurangi reliabilitas bukti.

5.4. Penghitungan Ulang


Penghitungan ulang meliputi pengecekan ulang atas suatu hasil perhitungan yang
telah dilakukan klien. Pengecekan ulang atas perhitungan klien meliputi pengujian
atas ketelitian perhitungan dan mencakup prosedur-prosedur seperti memeriksa
hasil perkalian dalam faktur penjualan atau persediaan, penjumlahan dalam jurnal
dan buku pembantu, dan pengecekan perhitungan beban depresiasi atau beban
dibayar di muka. Sebagian besar rekalkulasi dilakukan auditor dengan bantuan
perangkat lunak komputer untuk pengauditan (computer assisted audit software).

5.5. Pelaksanaan Kembali (Reperformance)


Pelaksanaan kembali adalah pengujian auditor secara independen atas prosedur
atau pengendalian akuntansi klien yang sebelumnya telah dilakukan sebagai
bagian dari akuntansi klien dan sistem pengendalian internal. Berbeda dengan
penghitungan ulang yang dilakukan dengan cara mengecek ulang suatu
perhitungan, pelaksanaan kembali dilakukan dengan mengecek prosedur lain.
Sebagai contoh, auditor membandingkan harga yang tercantum dalam faktur
dengan daftar harga yang telah ditetapkan perusahaan, atau auditor mengerjakan
ulang pembuatan daftar umur piutang. Contoh lain prosedur pelaksanaan kembali
yang dilakukan auditor adalah mengecek ulang transfer informasi dengan cara
menelusur informasi yang dicantumkan dalam lebih dari satu tempat untuk
memastikan bahwa transaksi dicatat dengan jumlah yang sama setiap saat.
Sebagai contoh, auditor biasanya melakukan sejumlah pengujian terbatas untuk
memastikan bahwa informasi dalam jurnal penjualan telah dimasukkan ke dalam
buku pembantu piutang usaha dengan nama pelanggan yang sama dan jumlah
rupiah yang benar, dan diringkas dengan benar dalam buku besar.

5.6. Prosedur Analitis


Prosedur analitis terdiri dari pengevaluasian atas informasi keuangan yang
dilakukan dengan menelaah hubungan yang dapat diterima antara data keuangan
dengan data nonkeuangan. Prosedur analitis juga meliputi investigasi atas
fluktuasi yang telah diidentifikasi, hubungan yang tidak konsisten antara suatu
informasi dengan informasi lainnya, atau data keuangan yang menyimpang secara
signifikan dari jumlah yang telah diprediksi sebelumnya. Prosedur analitis
menggunakan perbandingan atau hubungan untuk menilai apakah saldo akun atau
data lain nampak wajar dibandingkan dengan ekspektasi auditor. Sebagai contoh,
auditor membandingkan persentase laba kotor tahun ini dengan persentase laba
kotor tahun lalu. Prosedur analitis sangat luas digunakan dalam praktik, dan wajib
dilakukan auditor dalam tahap perencanaan dan tahap penyelesaian semua audit.

a. Memahami Bidang Usaha dan Bisnis Klien


Auditor harus memperoleh pengetahuan tentang bidang usaha dan bisnis klien
sebagai bagian dari perencanaan suatu audit. Dengan melakukan prosedur analitis
dimana informasi yang belum diaudit dari tahun ini dibandingkan dengan
informasi dari tahun lalu atau data industri, maka perubahan yang terjadi akan
disoroti. Perubahan-perubahan ini bisa menggambarkan tren penting atau kejadian
spesifik yang semua itu akan mempengaruhi perencanaan audit. Sebagai contoh,
suatu penurunan dalam persentase laba kotor bisa menunjukkan adanya
peningkatan persaingan di pasar dan perlu dilakukan penilaian atas penetapan
harga persediaan 'secara lebih cermat selama audit berlangsung. Contoh lain,
apabila terjadi suatu kenaikan dalam saldo aset tetap, maka hal itu menunjukkan
adanya pembelian aset secara signifikan yang perlu dikaji.

b. Menilai Kelangsungan Usaha Bisnis Klien


Prosedur analitis sering memberikan petunjuk yang berguna untuk menentukan
apakah perusahaan klien mempunyai masalah keuangan. Prosedur analitis tertentu
dapat membantu auditor dalam menilai kemungkinan terjadinya kegagalan usaha.
Sebagai contoh, apabila rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri
berada di atas normal sementara rasio antara laba bersih terhadap aset berada di
bawah rata-rata, maka hal itu bisa menjadi petunjuk resiko tinggi terjadinya
kegagalan usaha akibat masalah keuangan. Kondisi demikian tidak saja
berpengaruh terhadap perencanaan audit, tapi juga menjadi petunjuk adanya
keraguan besar tentang kemampuan perusahaan klien untuk melangsungkan
usahanya.

c. Menunjukkan Kemungkinan Adanya Kesalahan Penyajian dalam Laporan


Keuangan
Perbedaan signifikan yang tak diharapkan antara data keuangan tahun ini dan data
lainnya yang digunakan sebagai pembanding disebut fluktuasi tidak biasa. Hal
ini terjadi apabila perbedaan signifikan itu tidak diharapkan tetapi sungguh terjadi,
atau apabila perbedaan signifikan itu diharapkan tetapi tidak terjadi, Salah satu
penyebab terjadinya fluktuasi tidak biasa adalah kesalahan penyajian akuntansi.
Apabila fluktuasi tidak biasa besar jumlahnya, auditor harus menentukan
penyebabnya dan memastikan bahwa penyebabnya adalah peristiwa ekonomi,
bukan kesalahan penyajian. Sebagai contoh, dalam membandingkan rasio
cadangan kerugian piutang dengan piutang bruto tahun ini dengan rasio yang
sama tahun lalu, dimisalkan rasionya menurun, sementara pada periode yang sama
perputaran (turnover) piutang juga menurun. Kombinasi dua informasi ini
menunjukkan kemungkinan cadangan kurangsaji Aspek prosedur analitis
semacam ini sering disebut "pengarahan perhatian" karena hasil analisis ini akan
menghasilkan diakukannya prosedur yang lebih rinci pada daerah audit tertentu
sehingga penyebab kesalahan penyajian dapat diketahul.

d. Mengurangi Pengujian Audit yang Rinci


Apabila prosedur analitis tidak menunjukkan fluktuasi tidak biasa, maka bisa
diasumsikan bahwa kemungkinan adanya kesalahan penyajian material menjadi
minimal. Dalam situasi semacam itu, prosedur analitis mencerminkan bukti
substantif yang mendukung penyalian yang wajar dari akun-akun yang berkaitan
dan dengan demikian memungkinkan untuk melakukan pengujian detil yang lebih
sedikit atas akun-akun tersebut. Dalam situasi yang lain, prosedur audit tertentu
bisa ditiadakan, ukuran sampel bisa diperkecil atau saat pelaksanaan prosedur bisa
dilaukan sebelum akhir tahun buku
5.7. Permintaan Keterangan
Permintaan keterangan terdiri dari pencarian informasi atas orang yang memiliki
pengetahuan, baik keuangan maupun non-keuanpen di dalam atau di luar entitas.
Permintaan keterangan digunakan secara luas sepanjang audit sebagai tambahan
untuk prosedur audit lainnya. Permintaan keterangan dapat berupa permintaan
keterangan resmi secara tertulis maupun permintaan keterangan secara lisan.
Pengevaluasian respons atas permintaan keterangan ini merupakan bagian terpadu
proses permintaan keterangan.

Respons atas permintaan keterangan dapat memberikan informasi yang


sebelumnya tidak dimiliki oleh auditor atau menguatkan bukti audit. Di sisi lain,
respons dapat memberikan informasi yang secara signifikan berbeda dari
informasi yang telah diperoleh auditor, misalnya informasi yang berkaitan dengan
kemungkinan manajemen mengabaikan pengendalian. Dalam beberapa kasus,
respons atas permintaan keterangan merupakan suatu basis bagi auditor untuk
memodifikasi atau melaksanakan prosedur audit tambahan.

Walaupun proses pemerolehan bukti pendukung melalui permintaan keterangan


sering kali begitu penting, dalam kasus permintaan keterangan tentang maksud
manajemen, informasi yang tensedia untuk mendukung maksud manajemen
tersebut mungkin terbatas. Dalam kasus ini, pemahaman tentang riwayat masa
lalu manajemen dalam melaksanakan maksud yang telah dinyatakan oleh
manajemen untuk memilih suatu rangkaian tindakan tertentu, dan kemampuan
manajamen untuk mencari suatu tindakan spesifik dapat memberikan informasi
relevan yang dapat menguatkan bukti yang diperoleh melalui permintaan
keterangan. Dalam beberapa hal, auditor dapat mempertimbangkan perlunya
untuk memperoleh representasi tertulis dari manajemen dan jika relevan, pihak
yang bertanggungjawab atas tata kelola, untuk menginformasi respons terhadap
permintaan keterangan secara lisan.

6. BIAYA UNTUK MENDAPATKAN BUKTI


Dua tipe bukti yang paling mahal untuk mendapatkannya adalah pemeriksaan
fisik dan konfirmasi. Pemeriksaan fisik menjadi mahal karena biasanya
membutuhkan kehadiran auditor pada saat klien melakukan penghitungan aset
yang seringkali dilakukan pada akhir tahun buku. Sebagai contoh, pemeriksaan
fisik persediaan kadang-kadang mengharuskan auditor untuk berpergian ke
berbagai kota atau tempat, apalagi jika klien beroperasi di hampir seluruh wilayah
negara. Konfirmasi menjadi mahal karena auditor harus mengikuti prosedur
dengan teliti sejak dari penyiapan konfirmasi, pengiriman melalui surat atau
secara elektronik penerimaan jawaban, dan melakukan tindaklanjut atas
konfirmasi yang tidak memberi jawaban, atau jawaban yang menunjukkan selisih.

Inspeksi, prosedur analitis, dan pelaksanaan ulang tidak begitu mahal. Apabila
personil klien menyiapkan dokumen dan data elektronik untuk kepentingan
auditor dengan rapi dan teratur, inspeksi biasanya sangat murah. Namun, apabila
auditor harus mencari sendiri dokumen yang diperlukan, biayanya bisa cukup
mahal. Bahkan dalam situasi yang ideal sekalipun, informasi dan data dalam
dokumen kadang-kadang sangat kompleks, dan membutuhkan interpretasi serta
analisis. Biasanya auditor membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membaca
dan mengevaluasi kontrak-kontrak yang dibuat klien, perjanjian beli-sewa, serta
notulen rapat-rapat Dewan Komisaris. Mengingat bahwa prosedur analitis tidak
begitu mahal dibandingkan dengan konfirmasi dan pemeriksaan fisik, banyak
auditor cenderung mengganti pengujian detil dengan prosedur analitis, sepanjang
dimungkinkan. Sebagai contoh, akan jauh lebih murah menghitung rasio antara
penjualan dengan piutang usaha dibandingkan dengan melakukan konfirmasi atas
piutang usaha. Apabila dimungkinkan untuk mengganti konfirmasi dengan
prosedur analitis, maka auditor bisa menghemat biaya audit dalam jumlah yang
cukup signifikan. Namun penggunaan prosedur analitis menuntut auditor untuk
menentukan prosedur analitis macam apa yang akan digunakan, membuat
perhitungann, dan mengevaluasi hasilnya. Melakukan hal-hal tersebut seringkali
memakan waktu. Biaya untuk melakukan pengujian dengan mengerjakan ulang
tergantung pada prosedur apa yang akan diuji. Pengujian perbandingan sederhana
seperti mengerjakan ulang perbandingan antara faktur dengan daftar harga
biasanya hanya memakan waktu tidak lama. Namun, mengerjakan ulang prosedur
seperti rekonsiliasi bank akan memakan waktu yang cukup lama.
Tipe bukti yang murah biayanya adalah observasi, mengajukan pertanyaan krpada
klien, dan rekalkulasi. Observasi biasanya dilakukan secara bersamaan dengan
prosedur lain. Auditor akan dengan mudah mengobservasi apakah pegawai klien
menaati prosedur perhitungan persediaan dan pada saat yang sama melakukan
perhitungan atas suatu sampel persediaan (pemeriksaan fisik). Pengajuan
pertanyaan kepada klien dilakukan sangat sering sepanjang audit berlangsung dan
biasanya murah biayanya, walaupun untuk pengajuan pertanyaan tertentu bisa
juga mahal, seperti misalnya minta pernyataan tertulis dari klien. Rekalkulasi
biasanya murah karena hanya menyangkut perhitungan-perhitungan sederhana
dan penelusurannya dapat dilakukan dengan mudah pula. Seringkali auditor
menggunakan perangkat lunak komputer untur melakukan pengujian-pengujian
tersebut.

7. ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROSEDUR AUDIT


Prosedur harus jelas agar semua anggota tim audit memahami apa yang harus
dilakukan. Beberapa istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan prosedur
audit dirumuskan pada tabel 5-1 di bawah ini. Tabel ini juga menggambarkan
istilah yang digunakan, contoh prosedur audit, dan tipe bukti.
7. PENDOKUMENTASIAN (KERTAS KERJA) AUDIT
Standar audit (SA) 230 berkaitan dengan kewajiban auditor dalam
menyusun dokumentasi audit untuk keperluan audit atas laporan
keuangan. Menurut standar tersebut yang dimaksud dengan dokumentasi
audit adalah dokumentasi atas prosedur audit yang telah dilakukan, bukti
audit yang relevan yang diperoleh, dan kesimpulan yang ditarik.
Dokumentasi audit harus mencakup semua informasi yang dipandang
perlu oleh auditor untuk memenuhi pelaksanaan audit dan menjadi
pendukung atas laporan audit. Dokumentasi audit sering disebut juga
kertas kerja audit, tetapi di era teknologi informasi dewasa ini dokumentasi
audit seringkali berbentuk file-file berkomputer, sehingga istilah
dokumentasi audit dipandang lebih tepat.

7.1 TUJUAN DOKUMENTASI AUDIT


Tujuan dokumentasi audit adalah untuk membantu auditor dalam
mendapatkan jaminan yang layak bahwa audit telah dilaksanakan secara
memadai sesuai dengan standar auditing. Secara lebih spesifik
dokumentasi audit memberikan:

1) Suatu Dasar untuk Merencanakan Audit


Apabila auditor akan membuat perencanaan audit, maka referens!
informasi yang diperlukan harus tersedia dalam file audit. File-file bisa
mencakup berbagai informasi yang diperlukan untuk perencanaan audit,
seperti misalnya informasi tentang pengendalian internal, anggaran waktu
untuk setiap bagian audit, program audit, dan hasil audit dari tahun-tahun
yang lalu.
2) Suatu Catatan tentang Bukti yang Dikumpulkan dan Hasil Pengujian
Dokumentasi audit adalah alat penting yang mendokumentasikan
bahwa audit telah dilaksanakan secara memadai sesuai dengan standar
auditing. Dalam hal diperlukan, auditor harus bisa menunjukkan kepada
badan pengatur atau kepada pengadilan bahwa audit telah direncanakan
dengan baik dan disupervisi secukupnya; bukti yang dikumpulkan cukup
dan kompeten, dan berdasarkan hasil audit telah dibuat laporan audit yang
tepat.
Apabila dalam audit digunakan sampel transaksi atau saldo,
dokumentasi audit harus menunjukkan unsur-unsur mana yang diuji. File
audit harus juga mendokumentasi temuan-temuan penting atau masalah,
tindakan yang telah diambil untuk mengatasinya, serta dasar yang
digunakan dalam pengambilan kesimpulan. Sebagai contoh, auditor harus
mendokumentasi transaksi-transaksi tertentu yang terjadi pada akhir tahun
untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi tersebut telah dicatat para
periode yang tepat. Apabila dalam pengujian pisah batas (cutoff) ini
ditemukan kesalahan penyajian, auditor harus mendokumentasi tambahan
prosedur yang telah dilakukan untuk menentukan besarnya kesalahan
penyajian pisah batas, kesimpulan apakah saldo akun yang terpengaruh
telah dinyatakan secara wajar, dan apakah penyesuaian audit harus
diusulkan.
3) Data untuk Menentukan Jenis Laporan Audit yang Tepat
Dokumentasi audit merupakan sumber informasi penting untuk
membantu auditor dalam memutuskan apakah bukti audit yang tepat dan
mencukupi telah terkumpul untuk menyusun laporan audit sesuai dengan
situasi yang dihadapi. Data dalam file juga berguna untuk mengevaluasi
apakah laporan keuangan disajikan secara wajar berdasarkan bukti-bukti
yang terkumpul

4) Suatu Dasar untuk Mereview oleh Supervisor dan Partner


File audit adalah referensi utama yang digunakan oleh supervisor
untuk mereview pekerjaan para asisten. Review yang cermat oleh
supervisor akan menjadi bukti bahwa audit telah disupervisi dengan tepat.
Selain untuk tujuan-tujuan yang berhubungan dengan pembuatan
laporan audit, file audit juga berguna sebagai dasar perhitungan pajak,
pembuatan laporan ke Bapepam, dan laporan lainnya. Disamping itu file
audit merupakan sumber informasi utama untuk berkomunikasi dengan
manajemen dan pihak-pihak lain seperti misalnya dengan komite audit,
berkaitan dengan berbagai hal seperti misalnya tentang kelemahan
pengendalian internal atau rekomendasi untuk perbaikan operasi. File audit
juga berguna sebagai bahan untuk pelatihan personalia di kantor akuntan
dan sangat bermanfaat dalam membuat perencanaan serta koordinasi audit
tahun berikutnya.

7.2. PEMILIK FILE AUDIT


Dokumen audit yang dibuat auditor selama audit berlangsung,
termasuk daftar-daftar yang dibuat klien untuk keperluan auditor, adalah
milik auditor. Tidak seorangpun berhak untuk melihat isi dokumen
tersebut (termasuk klien) selain auditor beserta tim auditnya, kecuali bila
auditor diajukan ke pengadilan berkaitan dengan audit yang bersangkutan.
Setelah audit selesai, file audit disimpan oleh auditor untuk kepentingan
pertanggungjawaban di masa yang akan datang serta untuk
mempersiapkan audit tahun berikutnya.

7.3. KERAHASIAAN FILE AUDIT


Auditor wajib merahasiakan file audit yang berisi data klien. Hal
ini berkaitan dengan Prinsip Kerahasiaan yang harus dipegang teguh oleh
auditor sebagaimana ditetapkan dalam Seksi 140 Kode Etik Profesi
Akuntan Publik. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan Prinsip
Kerahasiaan dikutip di bawah ini.

1401 Prinsip Kerahasiaan mewajibkan setiap Praktis untuk tidak


melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
(a) Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh
dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di
luar KAP atau Jaringan KAP tempatnya bekerja tanpa adanya
wewenang khusus, kecuali jika terdapat kewajiban untuk
mengungkapkannya sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan
lainnya yang berlaku, dan

(b) Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh


dari hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan
pribandi atau pihak ketiga.

1402 Setiap Praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk


dalam lingkungan sosialnya.

140.4 Setiap Praktisi harus mempertimbangkan pentingnya kerahasia an


informasi terjaga dalam KAP atau Jaringan KAP tempatnya bekerja.

Selama audit berlangsung, auditor mengumpulkan berbagai


informasi yang sebagian diantaranya bersifat rahasia, seperti misalnya paji
para direksi, penetapan harga jual, data biaya produksi, serta formula
formula yang bersifat rahasia lainnya. Apabila auditor membocorkan
informasi semacam itu kepada pihak luar atau kepada karyawan
perusahaan klien, maka hal itu dapat mengganggu hubungan baik dengan
manajemen, Selain itu, apabila karyawan klien mempunyai akses atas file
audit, maka hal itu akan memberi kesempatan kepada mereka untuk
mengubah isi file audit. Oleh karena itu, auditor harus menjaga
kerahasiaan dengan seksama setiap saat.

7.4. JANGKA WAKTU PENGARSIPAN

Standar audit (SA 230-Para A.23) mewajibkan KAP untuk


menetapkan Suatu kebijakan dan prosedur yang mengatur masa
penyimpanan dokumen audit. Batas waktu penyimpanan pada umumnya
tidak boleh kurang dari lima tahun sejak tanggal yang lebih akhir dari (i)
laporan auditor atas laporan keuangan entitas, atau (ii) laporan auditor atas
laporan keuangan konsolidasian dan anak perusahaan. Kebijakan kertas
kerja atau file audit pada perusahaan privat minimum selama lima tahun.
Di Amerika Serikat, sejak berlakunya Sarbanes-Oxley Act, auditor pada
perusahaan publik diwajibkan untuk membuat dan menyimpan file audit
dan informasi lainnya yang berkaitan dengan laporan audit dengan cukup
detail untuk mendukung pendapat auditor, selama jangka waktu tidak
kurang dari tujuh tahun.

7.5. ISI DAN PENGORGANISASIAN

Bentuk, isi, dan luas dokumentasi audit bergantung pada faktor-faktor


berikut ini:

 Ukuran dan kompleksitas entitas.


 Sifat prosedur audit yang akan dilakukan.
 Risiko kesalahan penyajian material yang diidentifikasi.
 Signifikansi bukti audit yang diperoleh.
 Sifat dan luas penyimpangan yang diidentifikasi.
 Kebutuhan untuk mendokumentasikan suatu kesimpulan atau basis
untuk suatu kesimpulan yang belum dapat ditentukan dengan
segera dari dokumentasi pekerjaan audit yang dilakukan kalau
bukti audit yang diperoleh.
 Metodologi dan perangkat audit yang digunakan.

Setiap kantor akuntan publik dapat membuat ketentuan tentang


pendekatan untuk menyusun dan mengorganisasi file audit, dan auditor
pemula dalam suatu kantor akuntan harus menyesuaikan diri dengan
pendekatan yang dianut oleh kantor akuntan yang bersangkutan
Dokumentasi audit dapat dilakukan pada kertas atau media elektronik, atau
media lain. Contoh-contoh dokumentasi audit mencakup:

 Program audit
 Analisis
 Memorandum isu.
 Ikhtisar hal-hal signifikan.
 Surat konfirmasi dan surat representasi.
 Daftar Uji
 Korespondensi (termasuk email) tentang hal-hal signifikan.

Dalam buku ini akan digambarkan konsep umum yang lazim


digunakan kantor akuntan dalam mendokumentasi file audit. Gambar 5-3
berikut ini melukiskan isi dan pengorganisasian yang lazim digunakan
kantor akuntan publik Dalam gambar ini terlihat bahwa file audit dimulai
dengan informasi umum, seperti data perusahaan yang tersimpan dalam
arsip permanen, dan diakhiri dengan laporan keuangan dan laporan audit.
Di antara keduanya terbentang file audit yang mendukung pengujian-
pengujian yang dilakukan auditor

7.6. ARSIP PERMANEN

Arsip Permanen berisi data historis dan data yang bersifat


berkelanjutan File-file ini merupakan sumber informasi tentang berbagai
hal dalam audit yang berlaku dari tahun ke tahun. Arsip permanen
biasanya meliputi hal hal berikut:
 Ringkasan atau copy dokumen-dokumen yang berlaku secara
berkelanjutan seperti misalnya anggaran dasar, anggaran rumah
tangga, perjanjian obligasi, dan kontrak kontrak. Dokumen-
dokumen semacam ini penting bagi aud dan berlaku selama
bertahun-tahun.
 Analisis akun-akun tertentu dari tahun-tahun yang lalu yang
berpengaruh terhadap auditor. Akun-akun semacam itu misalnya,
utang jangka panjang, ekuitas pemegang saham goodwill, dan aset
tetap. Dengan adanya informasi ini dalam arsip permanen, akan
membantu auditor untuk lebih berkonsentrasi pada perubahan yang
terjadi selama tahun yang diperiksa.
 Informasi yang berhubungan dengan pemahaman tentang
pengendalian internal dan penilaian risiko pengendalian in meliputi
bagan organisasi, bagan alir prosedur pengendalian, daftar-
pertanyaan, dan informasi pengendalian internal lainnya. termasuk
di dalamnya identifikasi dan kelemahan dalam sistem tersebut.
Catatan-catatan tersebut digunakan sebagai awal untuk
mendokumentasi pemahaman sistem pengendalian, mengingat
bahwa aspek-aspek sistem jarang berubah dari tahun ke tahun.
 Hasil prosedur analitis dari tahun-tahun yang lalu. Data ini antara
lain meliputi rasio-rasio dan persentase-persentase yang dihitung
oleh auditor serta total saldo atau saldo per bulan untuk akun-akun
tertentu. Informasi ini berguna untuk membantu auditor dalam
menentukan apakah terdapat perubahan tidak lazim dalam saldo
akun tahun ini yang memerlukan penyelidikan lebih intensif.

Pada banyak kantor akuntan, pendokumentasian prosedur analitis,


pemahaman pengendalian internal,dan penilaian risiko pengendalian
biasanya dimasukkan dalam file audit tahun berjalan, tidak dalam arsip
permanen.

7.7. ARSIP TAHUN BERJALAN

Arsip Tahun Berjalan (arsip tahun yang diperiksa) meliputi sem


dokumen yang bersangkutan dengan tahun berjalan atau tahun yang
diperiksa. Dalam arsip terdapat satu arsip permanen untuk setiap klien dan
seperangkat arsip tahun berjalan untuk setiap tahun yang diperiksa.
Berikut adalah jenis-jenis informasi yang termasuk dalam arsip tahun
berjalan.

1) Program Audit

Standar Auditing mengharuskan adanya program audit tertulis untuk


setiap audit. Program audit biasanya ditempatkan dalam terpisah untuk
meningkatkan koordinasi dan mengintegrasikan semua bagian audit
meskipun ada juga kantor akuntan yang mencantumkan satu copy
program audit pada setiap bagian audit dalam dokumen audit. Sejalan
dengan perkembangan audit, setiap auditor memberi paraf atau
mencantumkan tanda tangan elektronik dalam program audit untuk
prosedur yang telah dilaksanakan dan mencantumkan tanggal
pelaksanaannya. Pencantuman program audit yang dirancang dengan
baik dalam file audit menjadi bukti terlaksananya audit berkualitas
tinggi.

2) Informasi Umum

File audit biasanya juga memuat informasi dari tahun berjalan yang
bersifat umum, seperti misalnya rencana audit (audit planning),
ringkasan atau salinan notulen rapat dewan komisaris, ringkasan dari
kontrak-kontrak atau perjanjian yang tidak tercantum dalam arsip
permanen, catatan hasil diskusi dengan klien, komentar hasil review
supervisor, dan kesimpulan umum.

3) Working Trial Balance

Karena dasar penyusunan laporan keuangan adalah buku besar, maka


jumlah-jumlah yang tercantum dalam catatan tersebut merupakan hal
yang sangat penting dalam audit. Segera setelah akhir tahun buku,
auditor membuat daftar yang berisi saldo dari semua akun yang ada di
buku besar. Daftar ini disebut working trial balance. Bisa juga
digunakan program perangkat lunak sehingga auditor bisa mengunduh
saldo akhir buku besar klien ke file working trial balance.

Teknik yang umum dipakai oleh kebanyakan kantor akuntan dalam


membuat working trial balance adalah menggunakan format yang
sama dengan laporan keuangan Setiap baris dalam trial balance
didukung oleh satu daftar utama (lead schedule) yang berisi detail dari
akun sampai akun menunjukkan saldo akhirnya. Selanjutnya setiap
akun sebagaimana tercantum dalam daftar utama, didukung oleh daftar
yang merupakan pendukung yang menunjukkan pekerjaan pengauditan
yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dicapai. Sebagai contoh,
hubungan antara kas sebagaimana tercantum dalam laporan keuangan,
working tri balance, daftar utama kas, dan daftar pendukung dapat
dilihat pada Gambar 5-4. Seperti telah disebutkan, kas sebagaimana
tercantum dalam laporan keuangan adalah sania dengan yang
tercantum dalam working trial balance dan jumlah total yang
tercantum dalam daftar utama. Pada awalnya, jumlah-jumlah untuk
daftar utama diambil dari buku besar Pekerjaan pengauditan
menghasilkan penyesuaian terhadap kas yang akan dicantumkan dalam
daftar detil yang tercermin dalam daftar utama, working trial balance,
dan laporan keuangan.
4) Jurnal Penyesuaian dan Jurnal Reklasifikasi

Apabila auditor menemukan kesalahan penyajian material dalam


catatan akuntansi, maka laporan keuangan harus dikoreksi Sebagai
contoh apabila klien tidak secara tepat menurunkan nilai persediaan
akibat adanya persediaan bahan baku yang sudah usang, auditor harus
mengusulkan kepada klien untuk membuat penyesuaian agar
persediaan mencerminkan nilai bersih yang bisa direalisasi (net
realizable value) Meskipun jurnal penyesuaian yang ditemukan dalam
audit seringkali dibuat oleh auditor, namun setiap ayat jurnal
penyesuaian tersebut harus mendapat persetujuan dari klien, karena
penyajian laporan keuangan secara wajar merupakan tanggung jawab
manajemen.
Reklasifikasi seringkali dibuat dalam laporan agar laporan menyajikan
informasi akuntansi secara tepat, walaupun angka dalam buku besar
sudah benar. Contoh reklasifikasi untuk penyajian di laporan keuangan
adalah reklasifikasi atas piutang usaha bersaldo kredit ke utang usaha.
Karena saldo piutang usaha di buku besar sudah mencerminkan
piutang usaha yang tepat dari sudut pandang operasi perusahaan dari
hari ke hari, maka ayat jurnal reklasifikasi tidak dimasukkan ke dalam
buku besar klien.

Hanya ayat-ayat jurnal penyesuaian dan jurnal reklasifikasi yang


berpengaruh signifikan terhadap penyajian secara wajar laporan
keuangan yang harus dicatat. Auditor memutuskan kapan suatu
kesalahan penyajian material harus disesuaikan dengan berlandaskan
pada asas materialitas. Pada saat yang sama, auditor juga harus
menyadari bahwa sejumlah kesalahan penyajian tidak material apabila
digabung menjadi satu bisa berakibat material terhadap laporan
keuangan sebagai keseluruhan Oleh karena itu auditor biasanya
membuat ikhtisar semua ayat jurnal penyesuaian yang belum dicatat
dalam ikhtisar terpisah sebagai cara untuk menilai dampak
kumulatifnya.

5) Daftar Pendukung

Bagian terbesar dari dokumen audit adalah berupa daftar pendukung


delil yang dibuat oleh klien atau auditor sebagai pendukung atas
angka-angka tertentu yang tercantum dalam laporan keuangan. Auditor
harus memilih ipe daftar yang tepat untuk suatu aspek audit tertentu
agar dapat mendokumentasikan kecukupan audit dan untuk memenuhi
tujuan tujuan pendokumentasian audit lainnya Berikut adalah tipe-tipe
daftar pendukung:

 Analisis.
Sebuah analisis dirancang untuk menunjukkan
aktivitas dalam sebuah akun buku besar sepanjang perde
yang diaudit, sebagai upaya untuk menghubungkan saldo
awa hingga menjadi saldo akhir. Tipe daftar semacam ini
biasanya digunakan untuk akun-akun seperti surat berharga,
piutang wesel, cadangan kerugian piutang, aset-aset tetap,
utang jangka panjang, dan akun-akun ekuitas. Pada
umumnya, tipe daftar ini memiliki referensi-silang ke file
audit yang lain.

 Daftar Saldo.
Tipe daftar ini berisi detil yang akhirnya menghasilkan
saldo akhir dari sebuah akun buku besar. Isi daftar ini
berbeda dengan analisis, karena daftar ini hanya
menunjukkan apa saja yang akhirnya menunjukkan saldo
akhir akun tertentu. Contoh daftar saldo yang banyak
dijumpai adalah daftar saldo untuk mendukung akun
piutang usaha, utang usaha, beban reparasi dan
pemeliharaan, dan pendapatan lain-lain. Gamber 5-5 di
halaman berikut menunjukkan contoh kertas kerja daftar
saldo.

 Rekonsiliasi jumlah-jumlah tertentu.


Rekonsiliasi dibuat untuk mendukung jumlah-jumlah
tertentu dan biasanya dimaksudkan untuk menghubungkan suatu
jumlah yang tercantum dalam catatan klien dengan sumber
informasi lainnya. Contoh, rekonsiliasi saldo kas dengan laporan
bank, rekonsiliasi saldo saldo piutang usaha dalam buku pembantu
piutang usaha dengan jawaban konfirmasi dari debitur, dan
rekonsiliasi saldo saldo di buku pembantu utang usaha dengan
laporan dan pemasok.

 Uji kewajaran.
Daftar uji kewajaran, seperti tercermin dan namanya, berisi
informasi yang memungkinkan auditor mengevaluasi apakah saldo
dalam pembukuan ken mengandung kesalahan penyajian.
Seringkali auditor melakukan pengujian beban depresiasi atau
cadangan kerugian piutang dengan melakukan uji kewajaran.
Pengujian ini merupakan suatu prosedur analitis yang utama.
 Ringkasan pelaksanaan prosedur.
Jenis daftar lainnya adalah meringkas hasil pelaksanaan
dari suatu prosedur audit te Daftar ini antara lain
mendokumentasikan luasnya pengujian yang telah dilakukan,
kesalahan penyajian yang ditemukan dan kesimpulan auditor
berdasarkan pengujian yang telah dilakukannya. Contoh yang
lazim dijumpai dalam pengauditan adalah ringkasan atau ikhtisar
hasil konfirmasi piutang, dan ringkasan hasil observasi persediaan.
 Pemeriksaan dokumen pendukung.
Berbagai daftar dengan tujuan khusus tertentu dirancang
untuk menunjukkan pengujian detil yang telah dilakukan, seperti
misalnya pemeriksaan dokumen dalam rangka pengujian
pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi. Daftar-daftar
tersebut tidak menunjuk. kan jumlah total, dan tidak dihubungkan
ke buku besar karena tujuannya adalah menunjukkan pengujian
yang dilakukan dan hasil yang diperoleh. Namun demikian, daftar
harus berisi kesimpulan positif atau negatif tentang tujuan yang
diuji.

 Dokumen-dokumen dari luar.


File audit banyak berisi dokumen yang berasal dari luar
yang dikumpulkan auditor seperti misalnya jawaban konfirmasi
dan salinan perjanjian yang dibuat klien. Walaupun tidak berupa
daftar, dokumen-dokumen tersebut diben index dan diarsipkan.
Dalam dokumen ini ditunjukkan prosedur audit yang telah
diterapkan seperti halnya yang diterapkan dalam daftar-daftar yang
lain.

7.8. PENYUSUNAN DOKUMEN AUDIT

Penyiapan daftar-daftar yang sesuai untuk mendokumentasikan


bukti yang terkumpul, hasil yang diperoleh, dan kesimpulan yang dicapai.
merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu audit.
Pendokumentasian harus disusun dengan cukup detil sehingga auditor
berpengalaman yang tidak terlibat dalam audit mendapat pemahaman yang
jelas tentang pekerjaan yang telah dilakukan, bukti yang diperoleh beserta
sumbernya, dan kesimpulan yang dicapai. Meskipun rancangan tergantung
pada tujuan yang ingin dicapai, namun dokumentas! audit hendaknya
memiliki karakteristik tertentu berikut ini:
 Setiap file audit harus memiliki identifikasi yang jelas yang
memuat informasi tentang nama klien, periode yang diaudit,
deskripsi tentang isi file, paraf pembuat kertas kerja, tanggal
pembuatan, dan kode index kertas kerja.

 Dokumen audit harus diberi index dan referensi-silang (cross


referenced) untuk memudahkan dalam pengorganisasian dan
pengarsipan. Salah satu cara memberi index adalah seperti dalam
contoh Gambar 5-4 (halaman 248). Daftar utama untuk kas diberi
index A-1, dan akun-akun buku besar individual yang membentuk
total kas yang tercantum dalam laporan keuangan diberi index A-2
sampai A-4. Pemberian index terakhir adalah untuk daftar
pendukung A-3 dan A-4 yang dalam contoh tersebut diberi index
A-3/1 dan A-3/2 serta A-4/1 dan A-4/2.

 Dokumen audit yang sudah rampung harus secara jelas


menunjukkan pekerjaan audit yang telah dilakukan. Hal ini dapat
dicapai melalui tiga cara berikut: (1) dengan membuat pernyataan
tertulis dalam bentuk memo, (2) dengan memberi paraf pada
prosedur audit dalam program audit, dan (3) dengan memberi
notasi secara langsung dalam daftar. Notasi dalam daftar dilakukan
dengan menggunakan tickmarks, yaitu simbol-simbol yang
menunjukkan tindakan/pekerjaan yang dilakukan auditor yang
dicantumkan pada batang tubuh daftar2. Notasi tersebut harus
dijelaskan artinya pada bagian bawah daftar.

 Dokumen audit harus berisi cukup informasi untuk memenuhi


tujuan sesuai dengan rencana. Agar dapat menyiapkan dokumen
audit dengan baik, auditor harus mengetahui tujuan yang ingin
dicapai. Sebagai contoh, jika daftar dirancang untuk mendaftar deti
tertentu dan menunjukkan verifikasi untuk mendukung sebuah
akun neraca seperti misalnya akun asuransi dibayar dimuka, maka
detil dalam daftar harus bersesuaian dengan daftar saldo audit.

 Kesimpulan yang dicapai tentang suatu segmen audit harus


diformulasikan dengan jelas.

You might also like