Professional Documents
Culture Documents
Paper Eco Industry PDF
Paper Eco Industry PDF
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 9
Dosen Pengampu :
Dr. Dra. Linda Noviana, M.Si
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
2022
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan industri adalah suatu daerah yang didominasi oleh aktivitas industri yang
mempunyai fasilitas kombinasi terdiri dari peralatan-peralatan pabrik (industrial plants), sarana
penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta fasilitas
sosial dan fasilitas umum (Dirdjojuwono, 2004). Pembangunan Kawasan Industri ditujukan
untuk: (i) mengendalikan pemanfaatan ruang; meningkatkan upaya pembangunan industri
yang berwawasan lingkungan; (ii) mempercepat pertumbuhan industri di daerah; (iii)
meningkatkan daya saing industri; meningkatkan daya saing investasi; dan (iv) memberikan
kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur, yang terkoordinasi antar
sektor terkait (Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2009). Pembangunan kawasan
industri di Indonesia pertama dimulai pada tahun 1973 yaitu dengan berdirinya Jakarta
Industrial Estate Pulo Gadung (JIEP), kemudian tahun 1974 dibangun Surabaya Industrial
Estate Rungkut(SIER), selanjutnya dibangun Kawasan Industri Cilacap (tahun 1974),
menyusul Kawasan Industri Medan (tahun 1975), Kawasan Industri Makasar (tahun 1978),
Kawasan Industri Cirebon (tahun 1984), dan Kawasan Industri Lampung (tahun 1986)
(Kwanda, 2000). Dalam kurun waktu 20 tahun, Kawasan Industri telah tumbuh di 13 Provinsi
dengan jumlah 81 Kawasan Industri dengan luas 23.449 hektar, yang sudah operasional dan
masih banyak lagi yang sedang mempersiapkan pembangunan Kawasan Industri (Kementrian
Perindustrian, 2012).
Perkembangan industri yang semakin besar banyak membawa dampak positif bagi
masyarakat. Dampak positif yang ditimbulkan oleh perkembangan industri terhadap
masyarakat di antaranya: semakin meningkatnya perekonomian dan pendapatan masyarakat,
semakin terbukanya lapangan pekerjaan, dan kemajuan di bidang teknologi. Selain membawa
dampak positif, perkembangan industri juga membawa dampak negatif yang beberapa di
antaranya berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat. Sektor industri memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap permasalahan lingkungan, terutama pencemaran
lingkungan oleh limbah kegiatan industri serta pemanfaatan sumber daya alam yang tidak
efisien. Sebagai gambaran, sektor industri mengonsumsi sekitar 40% energi nasional dan
hampir 30% limbah cair yang dibuang ke lingkungan berasal dari kegiatan industri. Sementara
itu, kegiatan industri bersama dengan transportasi, pemukiman, dan komersial
menyumbangkan sekitar 35-60% dari total emisi gas rumah kaca.
Tujuan
Manfaat
Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun suatu
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya
populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga.
Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang
tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai
suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Proses industri
ini menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke lingkungan.
Untuk kriteria yang dapat digunakan untuk melihat keberlanjutan suatu kegiatan
industri dapat menggunakan 5 kriteria keberlanjutan dari Willard, 2010. Kriteria tersebut
adalah produktifitas sumberdaya radikal, investasi pada sumberdaya alam, desain yang
berwawasan lingkungan, jasa dan arus ekonomi dan konsumsi yang bertanggung-jawab.
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan
berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui
kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka (Sudarmadji, 2008).
Ekologi Industri
Ekologi industri dipopulerkan tahun 1989 dalam suatu artikel ilmiah Amerika oleh
Robert Frosch dan Nicholas E. Gallopoulos yang memberikan ungkapan , “Mengapa sistem
industri kita tidak bertindak seperti suatu ekosistem, di mana jenis limbah dimungkinkan
sebagai sumber daya untuk jenis industri lain, yang dengan demikian mengurangi penggunaan
bahan baku, polusi, dan menghemat biaya pengolahan limbah. Ekologi industri adalah bidang
ilmu yang difokuskan pada dua tujuan, yaitu peningkatan ekonomi dan peningkatan kualitas
lingkungan. Pada konsep ekologi industri, sistem industri dipandang bukan sebagai suatu
sistem yang terisolasi dari sistem dan lingkungan di sekelilingnya, melainkan merupakan satu
kesatuan. Di dalam sistem ini dioptimalkan siklus material, mulai bahan mentah hingga
menjadi bahan jadi, komponen, produksi, dan pembuangan akhir. Faktor-faktor yang
dioptimalkan termasuk sumber daya, energi, dan modal. Tujuan utamanya adalah untuk
mengorganisasikan sistem industri sehingga dihasilkan suatu jenis operasi yang ramah
lingkungan dan berkesinambungan.
Simbiosis Industri
Simbiosis industri merupakan suatu bentuk kerja sama diantara industri-industri yang
berbeda. Bentuk kerja sama ini dapat meningkatkan keuntungan masing-masing industri dan
pada akhirnya berdampak positif pada lingkungan. Dalam proses simbiosis ini limbah suatu
industri diolah menjadi bahan baku industri lain. Proses simbiosis ini akan sangat efektif jika
komponen-komponen industri tersebut tertata dalam suatu kawasan industri terpadu (Eco-
Industrial Parks). Beberapa karakteristik simbiosis industri yang efektif adalah sebagai
berikut:
1. Industri anggota simbiosis ditempatkan dalam satu kawasan dan memiliki bidang
produksi yang berbeda-beda.
2. Jarak antar industri dibuat dekat sehingga meningkatkan efisiensi tranportasi bahan.
3. Masing-masing industri membuat suatu kesepakatan bersama dengan berprinsip
ekonomi yaitu saling menguntungkan.
4. Masing-masing industri harus dapat berkomunikasi dengan baik.
5. Tiap industri bertangung-jawab pada keselamatan lingkungan dalam kawasan tersebut.
Konsep Eco Industrial Park (Sering disingkat dengan EIP atau diterjemahkan kedalam
bahasan Indonesia dengan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan) diperkenalkan oleh
President’s Council on Sustainable Development (PCSD) Amerika Serikat tahun 1996 yang
kemudian dipublikasikan oleh Ernerst Lowe, yaitu komunitas bisnis yang bekerja sama antar
perusahaan serta masyarakat yang secara efisien saling membagi sumber daya untuk
memperoleh keuntungan ekonomi, kualitas lingkungan dan untuk kepentingan dunia usaha
secara lebih luas termasuk masyarakat lokal. Atau secara umum konsep EIP adalah mengelola
kawasan industri dengan mengikut sertakan komunitas industri yang berada di dalam kawasan
industri tersebut, serta memfasilitasi terwujudnya interaksi antar industri dalam upaya
meminimalisasi pengeluaran limbah, efisiensi pemanfaatan material, lahan, air dan energi,
meningkatkan kualitas lingkungan, dan visual kawasan, meningkatkan keuntungan bisnis, serta
meningkatkan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan industri (Sulaiman
et.al, 2008)
Bagi industri atau perusahaan yang terlibat di dalam sebuah EIP akan memberikan
kesempatan bagi anggotanya untuk mengurangi biaya-biaya produksi melalui efiensi terhadap
material dan energi, daur ulang sampah/limbah industri dan meminimalisasi biaya-biaya
tambahan yang mungkin timbul karena denda yang berhubungan dengan aturan-aturan
pemerintah terhadap pelanggaran perusakan lingkungan dari aktivitas produksi yang dilakukan
Penerapan konsep EIP akan mengurangi banyak sumber-sumber polusi, limbah dan
sampah, juga mengurangi pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan. Dari sisi
perusahaan-perusahaan yang merupakan anggota EIP ini, dengan penerapan konsep EIP ini
akan mengurangi beban mereka terhadap tuntutan ramah lingkungan melalui pendekatan-
pendekatan yang lebih inovatif bagi penerapan produksi bersih, di antaranya termasuk usaha-
usaha dalam pengendalian polusi, efisiensi energi, manajemen limbah, pemulihan sumber daya
alam, dan teknik dan metode-metode lain bagi penerapan konsep manajemen lingkungan
Membangun suatu EIP merupakan suatu usaha yang sangat kompleks, membutuhkan
integrasi dari berbagai bidang disiplin ilmu untuk membangun suatu EIP yang
baik. Keberhasilan suatu EIP bergantung pada suatu usaha untuk mengkolaborasikan berbagai
lembaga pemerintah, perancangan yang profesioanl, kontraktor proyek dan perusahaan-
perusahaan yang terlibat di dalamnya. Biasanya untuk membuat kesinergisan seperti ini
merupakan masalah yang cukup besar untuk membangun suatu EIP
Pada eco-industri berlaku 4 ciri yang analog dengan ciri dalam ekosistem, yaitu adanya
siklus material, keragaman, kawasan, serta perubahan secara perlahan-lahan atau konservasi
dalam pemanfaatan sumberdaya alam. (Frosch dan Gallopoulos,1989). Ekosistem kawasan
industri merupakan kawasan industri yang menjalankan prinsip ekologi dalam operasinya,
sehingga dapat disebut juga sebagai Eco Industrial Park. Sejalan dengan pengembangan EIP,
pengembangan akan teknologi hijau juga harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan
ekosistem secara holistik, yaitu pembangunan yang berkelanjutan. Ekologi industri (Pongracz,
E, 2006) adalah bidang ilmu yang difokuskan pada dua tujuan yaitu peningkatan ekonomi dan
peningkatan kualitas lingkungan. Pada konsep ekologi industri, sistem industri dipandang
bukan sebagai suatu sistem yang terisolasi dari sistem dan lingkungan disekelilingnya,
melainkan merupakan satu kesatuan.
Eco Industrial Park sebagai sekumpulan pabrik atau bisnis jasa (a community of
manufacturing and service businesses) yang berlokasi di suatu kawasan, dimana masing-
masing pengelola pabrik/bisnis jasa berkerjasama dalam pengelolaan lingkungan dan
sumberdaya untuk memperoleh performa lingkungan, ekonomi dan sosial yang prima
(enhanced environmental, economic, and social performance).
Dalam definisi yang lebih sederhana EIP adalah sistem industri yang direncanakan terjadi
pertukaran material dan energi untuk meminimalkan pemakaian bahan baku dan energi, limbah
dan membangun ekonomi yang berkelanjutan, menjaga ekologi dan membangun hubungan
sosial. Dari dua definisi tersebut, maka pengembangan EIP didasarkan pada kebutuhan untuk
meminimalisasi limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri sedini mungkin sekaligus
meningkatkan kinerja perekonomian perusahaan/industri dan tanggap terhadap lingkungan
(sosial) sekitarnya.
Tujuan pengembangan EIP adalah untuk meningkatkan kinerja ekonomi dan
meminimasi dampak lingkungan perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi dalam
pengembangannya. Komponen-komponen atau perangkat yang digunakan dalam
pengembangan EIP antara lain adalah pengembangan taman di kawasan industri baik berupa
pembangunan infrastruktur taman maupun tanaman, produksi bersih (cleaner production),
pencegahan polusi, efisiensi pemanfaatan energi dan pengembangan kerjasama antar
perusahaan (inter-company partnering)
b. EIP akan mampu mengurangi pencemaran lingkungan. Hal ini karena EIP memungkinkan
dikuranginya sumber-sumber pencemaran karena adanya efisiensi dan kerjasama dalam
pemanfaatan sumberdaya.
Di Kalundborg, uap dan beragam bahan mentah seperti sulfur, debu terbang dan lumpur
saling ditukar (exchanged) dalam kerangka pengembangan ekosistem industri. Partisipasi
perusahaan memberikan keuntungan ekonomi dari pengurangan biaya untuk pembuangan
limbah, meningkatkan efisiensi dan penggunaan sumber daya dan meningkatkan kualitas
lingkungan. Sebagai contoh, gas yang dihasilkan dari pabrik minyak, yang biasanya gas
tersebut dibuang dengan cara dibakar, kini dialirkan ke stasiun pembangkit tenaga listrik yang
diharapkan menghemat 30,000 ton batu bara per tahun. Simbiosis dari kawasan industri
Kalundborg di Denmark hingga saat ini masih berkembang secara perlahan, tetapi telah
melibatkan sekitar 20 partisipasi simbiosis yang terlibat dalam pertukaran air, energi dan
beragam sisa / residu material yang menjadi bahan baku atau sumber bagi proses lainnya.
Kebijakan nasional di Denmark, misalnya dalam hal pembuangan limbah organic yang
harus dialirkan ke daratan, menyebabkan perusahaan farmasi mencari cara untuk menggunakan
limbah basah ini pada tanah pertanian. Hal lain yang penting dalam rangka mencapai tujuan
eko-industri adalah kerjasama masyarakat didalam dan sekitar kawasan secara rutin merupakan
kunci utama dari kesuksesan dalam symbiosis Kalundborg. Pada tahun 2000, Denmark yang
merupakan pemimpin dalam mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan,
mengeluarkan regulasi bagi suatu industri agar setiap limbah / ampas produksi dapat diolah
menjadi suatu produk yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya.
Gambar berikut ini menunjukkan bagaimana hubungan timbal balik dari komponen simbiosis
di Kalundborg.
Jenis industri dalam kawasan harus berbeda, tetapi harus sesuai satu sama lain.
Contoh kawasan Eko-Industri yang lebih kecil terdapat di Portlands – Toronto, Canada.
Untuk kawasan yang lebih kecil ini, penerapan prinsip eko-industri dapat dimanfaatkan oleh
institusi dan jaringan yang sudah ada, dengan difokuskan pada keuntungan ekonomi dari
kerjasama dalam ekosistem kawasan industri.
KESIMPULAN
Dari data yang disampaikan, dapat disimpulkan Eco Industrial Park merupakan sistem
industri yang direncanakan terjadi pertukaran material dan energi untuk meminimalkan
pemakaian bahan baku dan energi, limbah dan membangun ekonomi yang berkelanjutan,
menjaga ekologi dan membangun hubungan sosial. Pengembangan EIP membutuhkan
perencanaan dan pengambilan keputusan yang kompleks dan terpadu antar bidang yang terkait
dengan pengembangannya. Seperti contoh penerapan pada EIP di Kalundborg yang telah
menghasilkan keuntungan ekonomi, penghematan penggunaan sumber daya alam berarti
penghematan lingkungan, pengurangan emisi serta penggunaan ulang produk limbah.
DAFTAR PUSTAKA
Prasetya, H. (2007). Pengukuran Status Kawasan Industri Terhadap Konsep Eco Industrial Park.
Jurnal Teknik Lingkungan, 8(1): 6-14.
Setiawan, R.S. (2020). Pengelolaan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan Di Kota Dumai.
Jurnal Wedana, 6(1): 8-18.
Sulaiman, F., Saefuddin A., Syarif, R. dan Zain, A.F.M. (2008). Strategi Pengelolaan Kawasan
Industri Cilegon Menuju Eco Industrial Park. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota,
19(2): 37-57.
Korhonen, J., Wihersaari, M. & Savolainen, I. (1999) Industrial ecology of a regional energy
supply system: the case of Jyva¨skyla¨ region, Journal of Greener Management
International, 26, pp. 57–67.