You are on page 1of 14

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

IDENTIFIKASI ALKALOID SERBUK BATANG KINA


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Fitokimia

Oleh :
1. ARYA TRINANDA (82022050210)
2. ASRI NUR HIDAYAH (82022050212)
3. ANDHIKA CAHYO NUGROHO (82022050213)
4. BAYU DWI PAMBUDI (82022050214)
5. PUTRI AFIANA SOLICAH (82022050215)
6. NINDYA PRISWA (82022050216)
7. NIKEN MELA SAPUTRI (82022050217)
8. MIFTAHUR RAHMATUL ULA (82022050219)
9. FRISKA AYU VIDYA NINGSIH (82022050225)
10. FIRDHA MAGHFIRA PARDANA P (82022050226)
11. MUHAMMAD DARISSALAM M (82022050234)

Dosen Pengampu
Apt. RIANA PUTRI R,M.Farm

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2022
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
IDENTIFIKASI ALKALOID SERBUK BATANG KINA

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi adanya senyawa
golongan alkaloid pada serbuk batang kina.

II. DASAR TEORI


Alkaloid merupakan golongan senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa
dengan satu atau lebih atom nitrogen yang umumnya berada dalam gabungan sistem
siklik. Golongan senyawa ini biasanya memiliki aktivitas farmakologis pada manusia
dan hewan. Ciri-ciri alkaloid umumnya berbentuk padat (kristal), meskipun dalam
suhu kamar ada yang cair (misalkan nikotin), memutar bidang polarisasi, berasa pahit,
bentuk garam larut dalam air dan larut dalam pelarut organik dalam bentuk bebas atau
basanya (Harborne, 1997). Sebagian besar alkaloid yang ditemukan dialam umumnya
mempunyai keaktifan fisiologis tertentu, ada yang beracun dan ada juga yang
digunakan untuk obat. Contohnya morfin dan striknin merupakan senyawa alkaloid
yang terkenal memiliki efek fisiologis dan psikologis. Sifat-sifat fisiologis alkaloid
menarik 9 perhatian para ahli kimia. Pada tumbuhan, alkaloid dapat ditemukan
dibagian biji, daun, ranting dan kulit batang. Kadar alkaloid dalam jaringan tumbuhan
kurang dari 1% akan tetapi kulit batang dari tumbuhan kadang-kadang mengandung
10- 15% alkaloid seperti kulit batang kina yang mengandung sekitar 10% kuinin
(Sjamsul Arifin Achmad, 1986).
Metode yang biasa digunakan untuk pemurnian dan karakterisasi senyawa
alkaloid yaitu mengandalkan sifat kimia alkaloid yaitu kebasaannya dan pendekatan
khusus harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid (seperti rutaekarpina, kolkisina,
risinina) yang tidak bersifat basa. Alkaloid diperoleh dengan cara mengekstraksi
bahan tumbuhan menggunakan asam yang melarutkan alkaloid sebagai garam atau
bahan tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa
bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter dan sebagainya.
Beberapa alkaloid sintesis dapat terbentuk jika menggunakan pelarut yang reaktif.
Untuk alkaloid yang dapat menguap seperti nikotina dapat dimurnikan dengan cara
penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutan dalam air yang bersifat asam
dan mengandung alkaloid dapat dibasakan kemudian diekstraksi dengan pelarut
organik sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut dalam air tertinggal
dalam air (Padmawinata, 1995). Menurut Meyer’s Conversation Lexicions (1896),
alkaloid terjadi secara karakteristik didalam tumbuh-tumbuhan dan sering dibedakan
berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa alkaloid terdiri atas karbon,
hidrogen dan nitrogen, sebagian besar diantaranya mengandung oksigen. Sesuai
dengan namanya yang mirip dengan alkali (bersifat basa) dikarenakan adanya
sepasang 10 elektron bebas yang terdapat pada nitrogen sehingga dapat mendonorkan
sepasang elektronnya. Mendefenisikan alkaloid tunggal sulit dilakukan dan sudah
berjalan selama bertahun-tahun. Berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan, istilah
senyawa alkaloid yang beragam harus ditinggalkan (Hesse, 1981). Menurut Evans
(1996), secara umum alkaloid dapat digolongkan berdasarkan strukturnya menjadi
alkaloid heterosiklik dan alkaloid non heterosiklik. Atom N pada alkaloid non
heterosiklik dapat berupa atom N primer (meskalin), sekunder (efedrin), tersier
(atropin) dan kuartener (tubokurarin). Sedangkan alkaloid heterosiklik dapat
diklasifikasikan lagi berdasarkan struktur cincin yang dimilikinya yakni pirol atau
pirolidin (higrin), pirolizidin (seneklonin), piridin dan piperidin (piperin, lobelin),
tropan (kokain), kuinolin (kuinin, kuinidin), aporfin (boldin), kuinolizidin (spartein),
indol atau benzopirol (ergometrin), indilizidin (swainsonin), imidazol (pilokarpin),
purin (kafein), steroidal (solanidin), dan terpenoid (akonitin) (Cahyan, 2012).
Alkaloid pirolidin yaitu alkaloid yang mengandung inti pirolidin. Alkaloid piridin
yaitu alkaloid yang mengandung inti piridin Struktur piridin. Alkaloid piperidin yaitu
alkaloid yang mengandung inti piperidin. Alkaloid indol yaitu alkaloid yang
mengandung gugus indol dan turunannya indol. Alkaloid kuinolin yaitu alkaloid yang
mengandung inti kuinolin dan turunannya. Alkaloid isokuinolin yaitu alkaloid yang
mengandung inti isokuinolin dan turunannya. Alkaloid tropana yaitu alkaloid yang
mengandung inti tropan. Alkaloid juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis
tumbuhan seperti alkaloid tembakau, alkaloid amaryllidaceae, alkaloid erythrina dan
sebagainya. Alkaloid tertentu tidak hanya ditemukan pada satu suku tumbuhan
tertentu saja, seperti nikotin yang tidak hanya ditemukan pada tumbuhan jenis
tembakau suku solanaceae tetapi ditemukan juga pada tumbuhan lain yang termasuk
dalam jenis tumbuhan tembakau. Cara ini memiliki kelemahan yaitu alkaloid yang
berasal dari tumbuhan tertentu dapat memiliki struktur yang berbeda (Astuti, 2007).
Alkaloid juga dapat diklasifikasikan berdasarkan asal usul biogenesisnya. Dengan
cara ini dapat menjelaskan antara berbagai alkaloid yang diklasifikasikan berdasarkan
jenis cincin heterosiklik. Percobaan-percobaan biosintesis menunjukkan bahwa
alkaloid hanya berasal dari beberapa asam amino tertentu saja.
Alkaloid dibedakan menjadi tiga macam yaitu alkaloid alisiklik, alkaloid aromatik
jenis fenilalanin dan alkaloid aromatik jenis indol.
a. Alkaloid alisiklik adalah alkaloid yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan
lisin.
b. Alkaloid aromatik jenis fenilalanin adalah alkaloid yang berasal dari fenilalanin,
tirosin dan 3,4-dihidroksifenilalanin. 13
c. Alkaloid aromatik jenis indol adalah alkaloid yang berasal dari triptofan (Sjamsul
Arifin Achmad, 1986).
Secara kimia alkaloid bersifat heterogen dan banyak sehingga alkaloid sukar
diidentifikasi dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan kromatografi tunggal.
Berdasarkan proses biosintesisnya dan hubungannya dengan asam amino,
senyawa alkaloid dapat dikelompokkan menjadi alkaloid sesungguhnya (true
alkaloid), proto alkaloid dan pseudo alkaloid (Sabirin Matsjeh, 2002).
1. True alkaloid Ciri-ciri alkaloid ini yaitu basa, toksik, keaktifan fisiologi besar,
biasanya mengandung atom nitrogen didalam cincin heterosiklik, turunan asam
amino, distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk didalam tumbuhan sebagai
garam dan asam organik. Senyawa alkaloid yang tidak bersifat basa, tidak
mempunyai cincin heterosiklik dan termasuk alkaloid kuartener yang cenderung
bersifat asam seperti kolkhisina dan asam aristolosit
2. Proto alkaloid Ciri-ciri alkaloid ini yaitu memiliki struktur asam amino sederhana
dimana atom nitrogen asam aminonya tidak berada dalam cincin heterosiklik,
biosintesis berasal dari asam amino dan basa seperti meskalin dan efedrin.
Sifat-sifat Senyawa Alkaloid ,Sifat fisik Beberapa senyawa alkaloid yang telah
diisolasi mempunyai sifat fisik yang berbeda dan berupa padatan kristal garam
dengan titik lebur tertentu. Seperti kokain yang memiliki titik lebur 98 oC adalah jenis
alkaloid yang ditemukan pada 15 tanaman eftroxilum coca. Namun, ada beberapa
golongan alkaloid yang memiliki bentuk tidak teratur (amorf) dan ada yang berupa
cairan seperti nikotin dan koniin. Kebanyakan senyawa alkaloid yang lain tidak
berwarna tetapi ada senyawa alkaloid yang kompleks mempunyai warna seperti
spesies aromatik, misalnya berberin berwarna kuning dan betanin warna merah. Pada
umumnya basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun beberapa
pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid
kuaterner sangat larut dalam air. Sifat kimia Sebagian besar senyawa alkaloid bersifat
basa tergantung adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen, apabila suatu
gugus fungsional berdekatan dengan nitrogen bersifat pendorong elektron misalnya
gugus alkil, maka elektron pada atom nitrogen akan naik yang mengakibatkan
senyawa tersebut lebih bersifat basa. Hingga trietilamin lebih basa daripada
dietilamin dan senyawa dietilamin lebih basa daripada senyawa etilamin. Sebaliknya,
bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron misalnya gugus
karbonil, maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang
ditimbulkan akan menyebabkan alkaloid bersifat netral dan bahkan sedikit asam.
Contohnya senyawa yang mengandung gugus amida.
Sifat kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa ini mudah mengalami
dekomposisi terutama saat panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil reaksi
berupa N-oksida. Dekomposisi senyawa alkaloid selama atau setelah isolasi dapat
menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan dalam waktu yang cukup 16
lama. Proses pembentukan garam dengan senyawa organik (tartat, sitrat) atau
anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Hal inilah
yang menyebabkan perdagangan senyawa alkaloid dalam bentuk garam.
Ekstraksi merupakan pemisahan komponen senyawa organik yang dapat larut
sehingga terpisah dengan komponen senyawa yang tidak larut dalam pelarut tertentu.
Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi merupakan pelarut yang bersifat
optimal untuk menarik senyawa yang dimaksud sehingga dapat dipisahkan dari
kandungan senyawa lain dan dapat menghasilkan ekstrak yang hanya mengandung
sebagian besar senyawa yang diinginkan (Depkes, 2000).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Beaker glass 100 ml (2 buah)
2. Gelas ukur 10 ml (3 buah)
3. Pipet tetes (2 buah)
4. Tabung reaksi (1 set)
5. Kertas saring (qs)
6. Corong pisah (1 buah)
7. Timbangan Analitik (1 buah)
8. Sendok tanduk (1 buah)
B. Bahan
1. Serbuk Batang Kina (1 gram)
2. HCl 2N (4 ml)
3. Aquadest (9 ml)
4. Pereaksi Kalium Iodida (3 tetes)
5. Pereaksi Mayer (3 tetes)
6. Pereaksi Dragendorf (3 tetes)
7. Asam Pikrat (3 tetes)
8. Amonia Pekat (3 ml)
9. Eter P (7,5 ml)
10. Kloroform (2,5 ml)
11. Natrium Karbonat (qs)
IV. PROSEDUR KERJA
1. Reaksi Pengendapan
a. Pembuatan larutan percobaan

1 gram serbuk simplisia


batang kina

ditambah

1 ml HCl 2N

ditambah

9 ml aquadest

diaduk ad homogen dan dipanaskan selama 2


menit di atas penangas, didinginkan, disaring

Filtrat

b. Reaksi Pengendapan
1). Reaksi pengendapan dengan pereaksi kalium iodida

Secukupnya filtrat Secukupnya filtrat

dimasukkan tabung reaksi, dimasukkan tabung reaksi,


ditambah ditambah

3 tetes Bouchardat LP 3 tetes Mayer LP

diamati diamati

Endapan coklat Endapan putih

dicatat dicatat

Hasil Hasil
2). Reaksi pengendapan dengan pereaksi Mayer, Dragendorf, dan Hager.

Filtrat batang kina

ditambah

3 ml ammonia pekat

ditambah

Eter : Kloroform (3:1) ad 10 ml

dimasukkan corong pisah,


didiamkan dan dipisahkan

Filtrat Larutan organik

ditambah

Natrium Karbonat (qs)

disaring, diuapkan,
ditambah

HCl 2N (10 ml)

Larutan dibagi 4 ke
dalam tabung reaksi,
ditambah

3 tetes pereaksi mayer,


dragendorf, kalium iodida, dan
asam pikrat

diamati perubahan
yang terjadi, dicatat

Hasil
V. DATA PENGAMATAN
A. Reaksi Pengendapan
Pereaksi Pelarut Hasil Pengamatan Keterangan
Pustaka Pengamatan
Mayer Endapan putih atau Terbentuk endapan Positif
putih kekuningan putih kekuningan
(Izzah dkk., 2019)
Dragendorf Endapan merah Terbentuk endapan Positif
jingga (Izzah dkk., merah jingga
2019)
Asam Pikrat Larutan kuning Terbentuk larutan Positif
pekat (Saputra dkk., endapan kuning
2017)
Kalium Iodida Endapan cokelat Terbentuk larutan Negatif
sampai kehitaman berwana cokelat
(Izzah dkk, 2019) tidak ada endapan

VI. PEMBAHASAN
 Tujuan Percobaan identifikasi alkaloid
Praktikum tentang alkaloida memiliki tujuan mengidentifikasi umum untuk
alkaloid pada serbuk batang kina, dan mengidentifikasi khusus untuk beberapa jenis
senyawa alkaloida yang banyak digunakan. Praktikum ini menggunakan bahan
tumbuhan berupa Batang Kina (Cinchona succirubra) memiliki aktivitas sebagai anti
malaria, anti piretik serta stomakika (obat sakit perut) (Harijanto dan Paul, 2006).
Kina merupakan salah satu tanaman yang berasal dari Amerika Selatan yang
termasuk dalam family Rubiaceae. Tanaman kina juga dapat ditemukan di wilayah
Vietnam, India, Kamerun, Indonesia, dan beberapa negara di Benua Afrika dan Asia.
Diantara beberapa wilayah tersebut, Indonesia merupakan produsen kina terbesar di
dunia. Pada tanaman kina (Cinchona Succirubra) bagian tanaman yang banyak
dimanfaatkan sebagai bahan obat adalah kulit batang (cortex). Kulit batang kina
memiliki ketebalan antara 2 hingga 6 cm dengan panjang antara 30 cm. Kulit batang
kina memiliki kandungan 20 jenis alkaloid yang mengandung 15% kandungan
cinchonidine, kuinidin, kuinin, dan cinchonine yang dikombinasikan dengan senyawa
aktif utama seperti tanin (3-10%). Selain itu, kulit batang kina juga mengandung
mineral, minyak atsiri, dan asam seperti triterpen (quinovinic acid), organik (quinic
acid), fenol (asam kafeat), flavonoid (antiantosianidin), fitosterol (Raza et al., 2021).
 Kandungan Alkaloid
Kandungan kimia kina berupa alkaloid dengan kadar tidak kurang dari 7% yang
dihitung sebagai kinin. Bagian tanaman yang banyak digunakan adalah kulit
batangnya. Kinin dapat digunakan sebagai obat malaria dikarenakan memiliki
efektivitas yang baik terhadap semua jenis plasmodium dan juga efektif sebagai
sizontosida dan gametosida (Harijanto dan Paul, 2006). Selain kandungan kinin,
dalam kulit batang kina juga terdapat berbagai senyawa kimia lainnya, yakni kinidin,
sinkonin, dan sinkonidin. Keempat jenis senyawa alkaloid tersebut memiliki khasiat
sebagai antimalaria. Namun, kinin merupakan alkaloid yang paling sering digunakan
karena kandungannya dalam kulit batang kina paling besar dibandingkan alkaloid
lainnya (Pramesti dkk., 2021). Kandungan kuinin yang terdapat pada kina digunakan
sebagai antimalaria. Sedangkan kandungan kuinidin digunakan sebagai obat aritmia
jantung dan fibrilasi atrium (Calley, 2002). Khasiat tanaman ini sebagai antimalaria
berasal dari senyawa alkaloid kuinina (alkaloid cinchona) terutama senyawa kuinina
(C20H24N2O2), kuinidina (isomer dari kuinina), sinkonina (C19H22N2O), dan
sinkonidina (isomer dari sinkonina) (gambar 1). Hampir keseluruhan bagian tanaman
kina (akar, batang, daun dan kulit) mengandung senyawa alkaloid kuinina tersebut
tetapi dalam persentase yang berbeda (Musalam, dkk., 1980).

 Struktur Kimia
Gambar 1. Struktur kimia alkaloid kuinina hasil isolasi
dari tanaman Cinchona sp. (Simanjuntak dkk., 2002)

 Prinsip reaksi pengendapan alkaloid


Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel serbuk batang kina positif
mengandung senyawa alkaloid. Prinsip dari metode analisis ini adalah reaksi
pengendapan yang terjadi karena adanya penggantian ligan. Atom nitrogen
yang mempunyai pasangan elektron bebaspada senyawa alkaloid dapat
mengganti ioniodo (I-) pada pereaksi Wagner. Sedangkan pereaksi Mayer
mengandung kalium iodida dan merkuri (II) klorida akan bereaksi membentuk
endapan merah merkurium (II) iodida. Jika kalium iodide yang
ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II). Pada
uji alkaloid dengan pereaksi Mayer akan terjadi reaksi antara nitrogen dengan
ion kalium (+) membentuk kompleks kalium alkaloid yang mengendap.
Senyawa alkaloid memiliki efek berupa pemicusystem syaraf, menaikkan
tekanan darah, mengurangi rasa sakit, antimikroba,obat
penenang,obatpenyakit jantung dan antidiabetes (Meirina dkk., 2022).

 Hasil Praktikum reaksi pengendapan


Hasil praktikum reaksi pengendapan pada serbuk batang Kina (Cinchona
succirubra) menunjukkan hasil positif ketika ditambahkan dengan pereaksi
mayer pereaksi asam pikrat, pereaksi dragendorf. Hal ini terlihat dari
adanya endapan berwarna putih kekuningan pada uji alkaloid dengan
perekasi mayer sesuai dengan literatur yaitu adanya endapan berwarna putih
kekuningan. Untuk uji alkaloid dengan pereaksi asam pikrat ditandai
dengan endapan berwarna kuning hasil tersebut positif karena sesuai
dengan literatur, Pada uji alkaloid pereaksi dragendaf hasil yang diperoleh
terbentuk endapan berwarna jingga, hasil tersebut menunjukan adanya
kandungan alkaloid karena sesuai dengan literatur.
Sedangkan untuk uji alkaloid pereaksi Kalium Iodida tidak terbentuk
endapan tetapi larutan yang dihasilkan berwana jingga, sedangkan menurut
literatur yang ada seharusnya pada uji alkaloid dengan pereaksi Kalium Iodida
menghasilkan endapan berwarna Jingga, maka pada praktikum ini alkaloid
dengan pereaksi Kalium Iodida dinyatakan negative. Hasil tersebut
kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya pereaksi alkaloid
yang sudah terkontaminasi ataupun kesalahan prosedur dalam melakukan
praktikum pembuatan larutan sampel.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil identifikasi serbuk batang kina didapatkan bahwa
sampel positif mengandung alkaloid. Uji reaksi pengendapan dengan pereaksi
Mayer pada larutan ekstrak uji terjadi pengendapan putih kekuningan, dengan
pereaksi Gragendorf terjadi pengendapan merah jingga, dan dengan pereaksi
Asam pikrat terbentuk larutan endapan kuning yang menunjukkan hasil positif
alkaloid. Sedangkan pada uji alkaloid dengan pereaksi Kalium Iodida menunjukan
hasil negative.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, Departernen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid II. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departernen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan Republik
!ndonesia, Jakarta
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonirn, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Bettolo, G.B.M., Nicoletti, M. and Patamia, M., 1981, Plant Screening by Chemical
and Chromatographic Procedurs Under Field Condition, J. of Chromatog., p.
213
Claus, E.P., 1970, Pharmacognosy, Lea & Febiger, Philadelphia.
Eagleson, M. (1993). Concise Encyclopedia Chemistry. Walter de Gruyter.
Gandjar, I. G., & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Harijanto., & Paul, N. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi V.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Izzah,N., Kadang, Y. and Permatasari, A. 2019. Uji Identifikasi Senyawa Alkaloid
Ekstrak Metanol Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) Dari Kab. Ende Nusa
Tenggara Timur Secara Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Farmasi Sandi
Karsa, 5(1) : 52-56.
Meirina, E, B., Mubarak, J., Lestari, R., Dahlia. 2022. Uji Skrining Fitokimia Ekstrak
Metanol Dari Tanaman Paku Sarang Burung (Asplenium nidus L.). Jurnal
Edu Research., 11(2) : 1-4
McCalley, D V. 2002. "Analysis of The Cinchona Alkaloids By High-Performance
Musalam, Y., Sukasmono, Suhartika T., dan Supria. 1980. Alkaloid Kuinina
di dalam Tanaman Cinchona sp., WARTA BPTK, 6, 85-93
1. Foto Perlakuan
Proses pemisahan Hasil larutan dari pemisahan
500 mg simplisia larutan
menggunakan
corong pisah

Hasil larutan dibagi Larutan Larutan berubah warna


menjadi 3 wadah yang ditambahkan kalium
berbeda iodide, asam pikrat
pekat.

Fase diam berupa Proses penyinaran Hasil KLTdimana nilai Rf


lembaran silika diberi
dibawah sinar UV. sebesar 0,9375 cm.
sampel dengan penyuntik
sampel secara hati-hati
pada ujung silika.

You might also like