You are on page 1of 2

Iman Ala Fir’aun

Inilah hikayat keimanan yang tragis. Satu model keimanan yang


terlambat muncul. Detik-detik terakhir di saat nyawa sudah siap dicabut dari
jasad, baru lisan tergerak untuk berucap: “Aku beriman kepada Mu ya Allah”.
Itulah iman ala Fir’aun.
Siapa yang tak kenal dengan Fira’un? Seluruh umat dari dahulu hingga
sekarang familiar dengan nama ini. Fir’aun adalah lambang kedurhakaan dan
kezaliman dari seorang hamba yang pernah Ia Cipta di muka bumi ini. Ia tirani,
kejam, pembunuh massal, angkuh, dan tak cukup hanya itu, ia pun mengaku
sebagai Tuhan yang paling tinggi. Na’udzubillah. Allah mengabadikan dalam al
quran:
(Seraya) berkata:"Akulah Rabbmu yang paling tinggi". (QS. 79:24)
Namun seperti apa pun kedurhakaan Fir’aun, ia tetaplah seorang
manusia, yang dicipta oleh Allah sebagaimana manusia yang lain. Mesti
berawal dari perjanjian fithrah, nun di alam sana. Perjanjian antara Pencipta (Al
Kholiq) dan sang hamba, ketika si hamba dengan jujur menyaksikan bahwa
Allah adalah Tuhannya. Lengkapnya termaktub dalam QS. 7:172,
Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman):"Bukankah Aku ini Rabbmu". Mereka menjawab:"Betul (Engkau Rabb
kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan:"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb)". (QS. 7:172).
Konsekuensi dari perjanjian ini adalah bahwa manusia tidak mungkin
terlepas dari ruh penyembahan kepada Allah, walaupun selama hidupnya
penuh diisi dengan kemaksiyatan. Suatu ketika pasti hatinya akan merasakan,
bahwa ia adalah makhluq Allah. Ia sengaja dicipta untuk beribadah,
menyembah Nya. Inilah panggilan fithrah insani.
Fira’un pun demikian. Panggilan fithrahnya ia rasakan, disaat semua yang
ia andalkan semasa hidupnya sudah sedikit pun tak lagi bermanfaat. Pengikut
setia, bala tentara, negeri yang luas, kerajaan, istana, kekuasaan, dayang-
dayang, dan sebagainya. Semuanya sama sekali tak mampu sekedar untuk
menyelamatkan dirinya dari keganasan laut Merah. Lantas kepada siapa si
angkuh ini mengadu? Penggalan kisah ini Allah abadikan dalam al quran:
“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun
dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka);
hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia:"Saya percaya
bahwa tidak ada Ilah melainkan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya
termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. 10:90)
Bermanfaatkah keimanan model ini? Jawabannya jelas: Tidak. Imannya
terlambat. Mengapa tidak sejak dulu? Bukankah peringatan telah sampai,
mu’jizat telah transparan terlihat, Rasul Nya pun langsung menyampaikan
wahyu? Ini bukan salah hidayah (sebagaimana sebagian orang mengaku
belum dapat hidayah). Namun karena hati sudah terlampau keras membatu,
bahkan lebih keras dari batu. Hati yang dipenuhi penyakit syahwat duniawi,
sehingga menutup rapat cahaya fithrah yang sebenarnya setiap saat bersinar
dan berucap mengarahkan kepada al haq.
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.
Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai
daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata
air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yangmeluncur jatuh, karena
takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu
kerjakan. (QS. 2:74)

Iman ala Fir’aun saat ini sebenarnya diwarisi banyak orang. Yakni mereka-
mereka yang penyesalannya terlambat. Disaat detik-detik terakhir lembaran
kehidupannya akan ditutup. Dikala raga dan seluruh daya yang dimiliki, tidak
lagi kuat menyangga nyawa, barulah hati tergerak untuk tunduk penuh iba
memohon kepada Nya. Tak peduli seperti apa pun dulu semasa hidupnya.
Namun waktunya telah sampai tak mungkin diundur walau sedetik. Masa untuk
taubat telah lewat. Kepadanya pantas dikatakan, sebagaimana dulu dikatakan
kepada Fir’aun:
Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah
durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan”. (QS. 10:91)
Nah kepada seluruh jasad yang masih bernyawa, inilah pelajaran
berharga. Masa kritis kita pasti juga akan tiba. Apakah kita pun akan mengikuti
jejak Fir’aun, yang beriman ketika nafas siap ditarik oleh Izrail?
Wallahu a’lam.

You might also like