Professional Documents
Culture Documents
Puisi 15
Puisi 15
Anatomi Tubuh
;mengenai RUU KPK dan RUU KUHP
saat september sanggal pada tubuhmu
aroma menyesakkan dada juga kalbu
membuat mulut meracau suara parau
dan mata memerah layaknya terkena debu
ASMARADANA
Qamariyah, harus dengan apalagi agar ku lupa semua kenangan tentangmu, sementara berbulan-
bulan ku palingkan muka agar wajahmu tak terlihat di mata, berjilid-jilid telah ku bakar puisi
asmara agar kenangan hilang bersama kata, bahkan telah ku rapalkan mantra sebelum tidur agar
indah wajahmu tak melintas dalam mimpi. aku tak ingin duri kecewa menusuk hati, juga aku
bosan mencuci muka dengan upaya sembunyikan noda sedih di wajah. lalu akan kusiapkan koper
berisi pakaian baru dan peralatan yang tak berkaitan denganmu. sebab aku tak mau engkau
kembali memenuhi pikir
Aku kan pergi melewati hidup berduri, menaiki tujuan yang sesekali membuat tubuh nyerih
lantaran luka tercipta di kaki, juga panas matahari tak henti-henti mengalirkan keringat di tubuh.
aku akan terus berlari sembari mencari rumah, di mana rumah berisi kamar mandi tempatku
mencuci otak dari kenangan, kasur empuk tak menumpuk mimpi tentangmu juga televisi yang
tak pernah menayangkan wajahmu dihadapan. lalu, akan kubuat taman berisi bunga merona
melebihi kecantikanmu bahkan akan ku undang kupu-kupu lebih indah darimu. namun saat
memandangnya hanya kurva wajahmu di mataku
Ku coba menaiki perahu harapan, dengan sabar ku dayung perahan seolah takut kenangan
membuntiti di belakang. berbekal angan ku selamkan kecewa pada ikan melompat-lompat, ku
dengarkan debur ombak agar sepi kurunyam dalam pikir, juga ku terbangkan doa bersama buih
agar menuju cakrawala seolah yakin doa-aoaku sampai pada Tuhan. namun mengapa masih ku
dengar namamu dinyanyikan debur gelombang serta indah wajahmu terlukis di langit samudra
Maka, berbekal yakin aku kembali sembari memungut kenangan di setiap jejakku dan di situ
aku mulai sadar bahwa luas pikirku ialah engkau dan harapku hanyalah engkau.
Saat kenangan memenugi pikir, aku mencoba memunggut lempung tanah kampung, jejak kaki, serta
segala hal tentangmu. dan disitu aku mencampurkan merata seolah takut cemburu menyelinap pada
adonan, lalu kuaduk perlahan agar impian tak retak oleh waktu, tak lupa sinar matahari kututupi agar
patung tercipta tak bercampur dengan air tubuh.
Aku akan mengukir selihai jemari menuliskan namamu, secermat mata memandang wajahmu bahkan
mulut tak henti-henti menyanyikan namamu seolah-olah engkau akan menyatu dengan diri. namun aku
bingung hendak dari mana kuukir paling awal: wajahmu penyimpan senyum di bibir, dadamu berisi hati
tempaku berlindung, atau tangan penyentuh pipiku saat bertemu. Aku bingung Qamariyah layaknya anak
kecil penyusun lego agar sempurnah menjadi robot atau seperti seniman kehilangan warna sehingga
segala cipta tak tuntas meski lihai melukis.
Nopember 2019