You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung

paling sedikit dua fase cair yang tidak saling bercampur, dimana satu diantaranya sebagai

bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi.

(Martin, A. 2008 : 1143).

Emulsifikasi banyak digunakan dalam pembuatan produk obat dan kosmetik untuk

penggunaan luar, khususnya pada losion dan krim dermatologik dan kosmetik karena produk

yang diinginkan adalah produk yang mudah menyebar dan benar-benar menutupi area yang

dioleskan. Dalam produk aerosol, emulsifikasi digunakan untuk menghasilkan busa. Propelan

yang merupakan fase cair terdispersi didalam wadah akan menguap jika emulsi dikeluarkan

dari wadah. Hal ini menghasilkan pembentukan busa dengan cepat (Sinko, 2015: 642).

Emulgator adalah bahan aktif permukaan yang menurunkan tegangan antarmuka antara

minyak dan air dan mengelilingi tetesan terdispersi dengan membentuk lapisan yang kuat

untuk mencegah koalesensi dan pemisahan fase terdispersi (Parrot 1970: 313).

Dalam bidang farmasi, pengetahuan tentang emulsi sebagai pengamatan tentang

beberapa senyawa yang larut dalam dalam lemak, seperti vitami, diabsorbsi sempurna jika
2
diemulsikan daripada jika diberi per olarl dalam suatu larutan berminyak. Penggunaan emulsi

intravena telah diteliti sebagai suatu cara untuk merawat pasien lemah yang tidak bisa

menerima obat- obatan yang diberikan secara oral. (Martin, A. 2008)

Oleh karena itu sebagai calon farmasis, perlunya kita mempelajari tentang emulsifikasi

agar dapat mempermudah kita dalam membuat suatu produk yang terdiri dari dua zat yang

tidak dapat bercampur.


1.2 Prinsip Percobaan

Pembuatan emulsi menggunakan paraffin liquid dan bahan tambahan

phenolphthalein , sirup simplex, PGA, dan aquades. . phenolpthalein digerus hingga halus,

masukkan PGA dan digerus hingga homogen. Kemudian masukkan sirup simplex sampai

homogen. Tambahkan aquades dan simpan di dalam botol. Evaluasi kembali dilakukan

setelah penyimpanan selama seminggu.

1.3 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah

1. Mahasiswa mampu mengetahui rancangan formula dalam pembuatan emulsi

2. Mahasiswa dapat memahami proses pembuataan sediaan emulsi

3. Mahasiswa mampu memahami evaluasi pada sediaan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Teori Umum

Emulsi adalah suatu dispersi ketika fase terdispersi tersusun atas globul kecil suatu

cairan yang terdistribusi di seluruh pembawa yang satu sama lain tidak saling campur. Dalam

istilah emulsi fase terdispersi adalah fase internal dan medium dispersi adalah fase eksternal

atau kontinyu. Emulsi adalah suatu dispersi ketika fase terdispersi tersusun atas globul kecil

suatu cairan yang terdistribusi di seluruh pembawa yang satu sama lain tidak saling campur.

Dalam istilah emulsi fase terdispersi adalah fase internal dan medium dispersi adalah fase

eksternal atau kontinyu (Allen 2013 : 421).

Suatu emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang

mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu di antaranya

didispersi sebagai bola-bola dalam fase cair lain (Martin,A. 2008 : 1143).

Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak

dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”.Sebaliknya emulsi yang

mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal

sebagai emulsi “a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinyu, suatu emulsi

minyak dalam air bisa diencerkan atau ditambah dengan air atau suatu preparat dalam air

(Ansel 1989: 376).

Adapun teori emulsifikasi dalam semua cairan terdapat tekanan yang menyebabkan

tetesan dari cairan yang mempunyai bentuk pada permukaan paling bawah dengan

hubungannya dengan ukuran yaitu bentuk bola. Karena itu, jika dua tetesan dalam kontak

satu sama lain, mereka berkoalesen membentuk saru tetesan yang lebih besar karena hasil ini
3
dalam penurunan total permukaan ditunjukkan oleh massa cairan yang dihadirkan kembali.

(Wartel, Lund, 1994 : 365).

Dalam pertimbangan-pertimbangan ini, ketidakstabilan dari emulsi farmasi dapat

digolongkan sebagai berikut (Martin, A. 2008 : 1154):

a. Flokulasi dan creaming

b. Penggabungan dan pemecahan

c. Berbagai jenis perubahan kimia dan fisika

d. Inversi fase

Pada umumnya, setiap bahan pengemulsi memiliki bagian hidrofilik dan lipofilik,

dengan satu atau lain lebih atau kurang dominan. Sebuah metode yang dirancang untuk

pengemulsi atau bahan permukaan aktif dapat dikategorikan berdasarkan pada penyusun

kimia untuk keseimbangan hidrofil-lipofil, atau HLB (Hidryophil-Lipophil Balance). Dimana

umumnya, bahan permukaan aktif yang memiliki nilai HLB 3 sampai 6 lebih lipofil dan

menghasilkan emulsi m/a, dan bahan dengan nilai HLB 8 sampai 18 menghasilkan emulsi

m/a (Allen 2013 : 425).

Manfaat atau kegunaan HLB yaitu nilai HLB dari fase minyak suatu emulsi, misalnya

minyak, lilin dan lain-lain harus dipertimbangkan pertama adalah penentuan HLB apa yang

cocok dari emulgator atau campuran emulgator yang dibutuhkan untuk menghasilkan emulsi

yang stabil (Lachman 2012 : 1055). Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan
5
ahli farmasi dapat membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan

yang saling tidak bisa bercampur. Dalam hal ini obat diberikan dalam bentuk bola-bola kecil

bukan dalam bulk (Ansel 1989 :377).

Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (contoh:air/a),

sedangkan lainnya relatif nonpolar (contoh: minyak/m). Berdasarkan jenisnya, emulsi dibagi

dalam empat golongan, yaitu emulsi minyak dalam air (m/a), emulsi air dalam minyak (a/m),
emulsi minyak dalam air dalam minyak (m/a/m) dan emulsi air dalam minyak dalam air

(a/m/a) (Lachman 2012: 1030). Adapun jenis jenis emulsi (Lachman, 2012 : 1030):

a. Emulsi jenis minyak dalam air (m/a). Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bolake

seluruh fase kontinu air, sistem tersebut sebagai suatu emulsi minyakdalam air (m/a)

b. Emulsi jenis air dalam minyak (a/m). Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu,

emulsi tersebut dikenal sebagai produk air dalam minyak (a/m).

c. Emulsi jenis minyak dalam air dalam minyak (m/a/m). Emulsi minyak dalam air dalam

minyak (m/a/m), juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan mencampurkan

suatu pengemulsi m/a dengan suatu fase air dalam suatu mikser dan perlahan-lahan

menambahkan fase minyak untuk membentuk suatu emulsi minyak dalam air.

d. Emulsi jenis air dalam minyak dalam air (a/m/a). Emulsi a/m/a juga dikenal sebagai

emulsi ganda, dapat dibuat dengan mancampurkan suatu pengemulsi a/m dengan suatu

fase minyak dalam suatu mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase air untuk

membentuk suatu emulsi air dalam minyak. Emulsi a/m tersebut kemudian didispersikan

dalam suatu larutan air dari suatu zat pengemulsi m/a, seperti polisorbat 80 (Tween 80),
6
sehinggga membentuk emulsi air dalam minyak dalam air. Pembuatan emulsi m/a ini

untuk obat yang ditempatkan dalam tubuh serta untuk memperpanjang kerja obat untuk

makanan-makanan serta untuk kosmetik

Jenis jenis emulgator antara lain (Winarno 1992 : 431) :

a. Emulgator alam. Emulgator alam yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses

yang rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu

1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan

Pada umumnya termasuk karbohidrat dan merupakan emulgator tipe o/w, sangat

peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggim juga dapat dirusak bakteri. Oleh
sebab itu, pada pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu ditambah bahan

pengawet.

1. Emulgator alam dari hewan

a) Kuning telur

Kuning telur mengandung lecitin (golongan protein/asam amino) dan kolesterol

yang keasamannya dapat berfungsi sebagai emulgator. Lecitin merupakan emulgator

tipe o/w. Tetapi kemampuan lecitin lebih besar dari kolesterol sehingga secara total

kuning telur merupakan emulgator tipe o/w. Zat ini mempu mengemulsikan minyak

lemak empat kali beratnya dan minyak menguap dua kali beratnya.

b) Adeps Lanae

Zat ini banyak mengandung kolesterol merupakan emulgator tipe w/o dan

banyak dipergunakan untuk pemakaian luar. Penambahan emulgator ini akan

menambah kemampuan minyak untuk menyerap air. Dalam keadaan kering dapat
7
menyerap dua kali beratnya.

b. Emulgator alam dari tanah mineral

1. Magnesium Aluminium Silikat/Veegum

Merupakan senyaw anorganik yang terdiri dari garam-garam megnesium dam

aluminium. Dengan emulgator ini, emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe o/w,

sedangkan pemakaian yang lazim adalah sebanyak 1%. Emulsi ini khusus untuk

pemakaian luar.

2. Bentonit

Tanah liat yang terdiri dari senyawa aluminium silikat yang dapat

mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga membentuk massa seperti gel sebagai

emulgator dipakai sebanyak 5%.


c. Emulgator buatan

Disamping emulsifier alami telah dilakukan sintesis buatan seperti ester dari

polioksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dikenal sebagai tween yang dapat

membentuk emulsi m/a. Sabun juga merupakan emulsifier buatan yang terdiri dari garam

natrium dengan asam lemak. Sabun juga dapat menurunkan tegangan permukaan air dan

meningkatkan daya pembersih air.

2.1.2 Uraian Bahan

1. Paraffin Liquid
 Pemerian : cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi, tidak berwarna,
hamper tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa
 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol ( 95% ) P, larut dalam
kloroform dan dalam eter P.
 Khasiat : Laksativum
2. Phenolpthalein
 Pemerian : larutan tidak berwarna dalam suasana asam dan alkali tanah
 Kelarutan : larut dalam air, larut dalam etanol ( 90% )
3. PGA
 Pemerian : Pemerian : serpihan tipis, granul, atau serbuk yang tidak berwarna /
kekuningan, tidak berbau, dan tidak berasa.
 Kelarutan : larut hampir sempurna dalam 2 bagian bobot air, tetapi sangat lambat
tidak larut dalam air dan eter.
 Khasiat : emulgator
4. Sirup simplex
 Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna
 Khasiat : zat tambahan
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum pembuatan emulsi ini berlangsung pada hari Rabu tanggal 16 Januari

2023 di Laboratorium Farmasi Aufa Royhan Padang Sidimpuan.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat :

 Mortar dan alu

 Timbangan

 Kertas perkamen

 Erlenmeyer

 Gelas ukur

 Sudip

3.2.2 Bahan :

 Paraffin liquid

 Phenolphthalein

 PGA

 Sirup simplex

 Aquadest
3.3 Formulasi (Formula E)

R/ Paraffin Liq 10

Phenolpthalein 0,150

PGA qs

Sirup Simplex 20

Aqua ad 60

m.f emulsi

S 2 .dd. C

Pro : Hamdan (6 thn)

3.4 Perhitungan Bahan

1. Paraffin Liquid 10 / 15 ml x 60 = 40 ml

2. Phenolpthalein 0,150 /15 x 60 = 0,6 gr

3. PGA qs

4. Sirup simplex 20 ml

5. Aquades ad 60ml

3.5 Prosedur Pembuatan

Pertama siapkan alat dan bahan, timbang bahan dengan jumlah yang telah

diperhitungkan. Masukkan phenolphthalein ke dalam mortar dan digerus hingga halus,

kemudian masukkan PGA dan digerus lagi hingga homogen. Setelah phenolpthalein dan

PGA homogen, masukkan sirup simplex ke dalam mortar dan di gerus tanpa henti hingga

habis. Masukkan sirup simplex , Pastikan semua bahan tercampur dengan baik. Kemudian

pindahkan bahan tersebut ke dalam botol yang telah disediakan, setelah itu bersihkan mortar

tersebut dengan aquades dan sisa tersebut dimasukkan ke dalam botol. Masukkan semua
aquades yang tersisa, dan kocok hingga homogen dan larutan emulsi tidak mengalami

kerusakan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

1. Organoleptis

Emulsi yang dibuat mempunyai hasil:

 Warna : putih

 Bau : tidak berbau

 Rasa : -

 Bentuk : setengah padat

2. Homogenitas : homogen

4.2 Pembahasan

Emulsi adalah suatu dispersi ketika fase terdispersi tersusun atas globul kecil

suatu cairan yang terdistribusi di seluruh pembawa yang satu sama lain tidak saling campur.

Dalam istilah emulsi fase terdispersi adalah fase internal dan medium dispersi adalah fase

eksternal atau kontinu.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. mengetahui rancangan formula dalam pembuatan emulsi

2. memahami proses pembuataan sediaan emulsi

3. memahami evaluasi pada sediaan

5.2 Saran

Adapun saran dari praktikum ini seharusnya praktikan harus lebih berhati-hati dan

agar tidak terjadi kesalahan sekecil apapun itu. Dan juga sebaiknya alat-alat yang dipakai

pada saat praktikum dilengkapi oleh lab.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2018. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Universitas Muslim Indonesia :


Makassar

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi lV. UI Press : Jakarta

Allen, Loyd. Et all. 2013. Bentuk Sediaan Farmaseutik dan Sistem Penghantaran Obat.
EGC: Jakarta.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI: Jakarta

Lachman, Leon dkk. 2012,Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. UI-Press : Jakarta.

Martin, Alfred dkk. 2008. Farmasi Fisik Edisi I. UI-Press: Jakarta

Parrot, 1970. Pharmaceutical Technology Burgess Publishing Company. Mineneapolis

Sinko, Patrick J. 2015. Martin Farmasi Fisika dan ilmu Farmasetika. EGC: Jakarta

Wartel, Lund. 1994. Codex The Pharmaceutical. Press : London

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta

You might also like