Professional Documents
Culture Documents
Kajian Fiskal Regional Provinsi Kepulaua PDF
Kajian Fiskal Regional Provinsi Kepulaua PDF
Penanggungjawab:
Kepala Kanwil DItjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau
Didyk Choiroel
Ketua Tim
Kepala Bidang PPA II
Taufiq Widyantoro
Wakil Ketua:
Haryando Anil
Penulis:
Muhamad Ameer Noor
Didi Setyopurwanto
Kontributor:
Suprapto
Jaruli Simanullang
Tabel Realisasi Kebijakan Fiskal Kepulauan Riau 2015 (dalam miliar rupiah)
Jenis Belanja Pem. Daerah Pem. Pusat Pemerintah Total Porsi
Belanja Pegawai 2.792,29 1.193,43 3.985,72 26,66%
Belanja Barang 3.361,09 2.143,11 5.504,20 36,82%
Belanja Modal 1.741,71 2.174,71 3.916,42 26,20%
Bantuan Sosial 143,45 42,11 185,56 1,24%
Belanja Lain-lain 1.298,90 58,73 1.357,63 9,08%
Total Belanja 9.337,44 5.612,11 14.949,55 100,00%
Porsi Belanja 62,46% 37,54% 100,00%
Fungsi Pem. Daerah Pem. Pusat Pemerintah Total Porsi
Pelayanan Umum 3.775,95 1.224,48 5.000,43 33,21%
Pertahanan - 360,79 360,79 2,40%
Ketertiban dan Keamanan 149,24 428,12 577,36 3,84%
Ekonomi 994,31 2.619,52 3.613,83 24,00%
Lingkungan Hidup 192,06 78,21 270,28 1,80%
Perumahan dan Fasilitas Umum 1.556,35 199,31 1.755,66 11,66%
Kesehatan 875,35 109,96 985,31 6,54%
Pariwisata dan Budaya 99,44 2,84 102,28 0,68%
Agama - 43,91 43,91 0,29%
Pendidikan 1.642,83 532,78 2.175,61 14,45%
Perlindungan Sosial 157,13 12,25 169,39 1,13%
Sumber: PA Perbendaharaan, Pemerintah Daerah. (diolah)
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Kajian Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Regional Provinsi Kepulauan Riau
1.2. TUJUAN
Kajian Fiskal Regional diarahkan pada analisis fiskal dan makroekonomi untuk
pencapaian tujuan kebijakan fiskal. Kajian Fiskal Regional memiliki tujuan antara lain:
1. Mendukung pencapaian tujuan kebijakan fiskal dengan pencapaian tujuan
makroekonomi seperti:
a. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan;
b. Mencapai keseimbangan internal yaitu tingkat permintaan agregat sama
dengan tingkat penawaran agregat;
c. Menekan angka pengangguran;
d. Menjaga agar angka inflasi sesuai dengan target;
e. Mengentaskan kemiskinan;
f. Mengurangi kesenjangan pendapatan;
g. Mendorong pengelolaan fiskal pemerintah yang berkesinambungan;
h. Mencapai keseimbangan eksternal dimana terjadi kesinambungan neraca
transaksi berjalan.
2. Mendukung pencapaian fungsi APBN terkait alokasi, distribusi, dan stabilisasi
seperti:
a. Menyediakan informasi untuk penyusunan kerangka ekonomi makro yang
menjadi dasar penyusunan kebijakan fiskal/penyusunan APBN/APBD;
b. Sebagai alat analisis dan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana kebijakan
fiskal telah sesuai dengan tujuan makroekonomi yang telah ditetapkan;
c. Menjadi bahan masukkan terkait kesesuaian antara alokasi anggaran yang
telah dilakukan dengan karakteristik dan kebutuhan pembangunan di tingkat
regional Provinsi Kepulauan Riau.
3. Agar informasi yang terkandung dalam KFR dapat dimanfaatkan oleh para
pemangku kepentingan seperti penyusun dan pelaksana kebijakan baik dari
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, akademisi, mahasiswa, investor dan
masyarakat pada umumnya.
PEREKONOMIAN REGIONAL
Tantangan Potensi
Fiskal Ekonomi
Daerah Regional
Bab I Pendahuluan sebagai acuan pelaksanaan kajian. Bab ini berisi mekanisme
penelitian secara berurutan dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode
penelitian, dan ditutup dengan sistematika penulisan.
2.1.1. Produk Domestik Regional Gambar II-1 Pertumbuhan PDRB Kepulauan Riau
dan Indonesia (yoy)
Bruto (PDRB)
PDRB adalah jumlah nilai
tambah barang jasa dari seluruh
kegiatan pekonomian di daerah
dalam periode tertentu. Terdapat 2
metode penghitungan PDRB, yaitu
harga berlaku (ADHB) dan harga Sumber: BPS Pusat dan BPS Provinsi Kepulauan Riau
Tabel II-1 PDRB ADHK Menurut Lapangan Usaha Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010
Lapangan Usaha Porsi dalam Struktur Ekonomi (%) Pertumbuhan (yoy,%)
2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015
1. Pertanian 3,64 3,56 3,55 3,57 2,36 4,29 7,58 8,57
2. Pertambangan dan 16,54 15,95 15,01 14,27 5,07 3,23 0,81 3,03
Penggalian
3. Industri Pengolahan 38,57 38.98 38,83 38,63 8,07 8,17 7,03 5,82
4. Pengadaan Listrik, Gas 1,19 1,18 1,12 1,09 7,20 7,24 8,65 5,36
5. Pengadaan Air 0,13 0,12 0,12 0,11 5,11 4,02 2,03 2,85
6. Konstruksi 17,58 18,00 18,29 17,93 11,31 9,98 9,04 3,53
7. Perdagangan 6,86 6,77 7,41 8,03 6,91 9,98 9,04 12,67
8. Transportasi dan 2,70 2,82 2,98 3,22 7,10 6,13 7,20 9,70
Pergudangan
9. Penyedia Akomodasi 1,86 1,89 1.99 2,16 8,67 7,72 10,39 13,56
10. Informasi dan Komunikasi 1,84 1,76 1,79 1,87 7,02 6,45 7,04 10,53
11. Jasa Keuangan 2,71 2,67 2,66 2,60 6,56 6,07 5,79 3,03
12. Real Estate 1,49 1,45 1,45 1,48 4,94 5,67 6,39 3,54
13. Jasa Perusahaan 0,00 0,00 0,00 0,00 9,31 7,36 2,02 2,77
14. Adm.Pemerintahan, dan 2,20 2,28 2,29 2,45 6,16 4,72 6,98 11,37
Jaminan Sosial
15. Jasa Pendidikan 1,35 1,30 1,26 1,26 12,39 3,07 4,27 6,15
16. Jasa Kesehatan dan 0,90 0,85 0,84 0,85 8,05 1,68 4,84 7,15
Kegiatan Sosial
17. Jasa Lainnya 0,44 0,42 0,41 0,45 3,02 0,72 5,00 13,07
Agregat 100 100 100 100 7,63 7,11 7,32 6,02
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Tabel II-2 Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010
Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan Sumber
Distribusi
Sumber Penggunaan/Pengeluaran Tw. IV 2015 Tw IV 2015 2015 Pertumbuh-
2015
(q-to-q) (y-on-y) (c-to-c) an 2015
1. Konsumsi Rumah Tangga 1,77% 6,29% 36,50% 7,09% 2,58%
2. Konsumsi LNPRT 32,32% 37,46% 0,24% 7,44% 0,02%
3. Konsumsi Pemerintah 79,73% 3,27% 6,09% 3,25% 0,18%
4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 7,18% 3,99% 41,69% 3,25% 1,30%
5. Perubahan Inventori -6,27% -0,98% -72,85% -1,28%
6. Ekspor Barang dan Jasa Luar Negeri -5,67% -18,27% -41,02% 30,57%
15,47%
7. Impor Barang dan Jasa Luar Negeri -1,08% -2,31% -2,40% -1,82%
8. Net Ekspor Antar Wilayah 1,03% -57,49% -168,14% -29,18%
PDRB 2,44% 5,20% 100% 6,02% 6,02%
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau (data diolah)
2.1.1.3. PDRB Per Kapita Gambar II-4 Perkembangan PDRB Per Kapita
Kepulauan Riau (Jutaan Rupiah)
PDRB per kapita
menggambarkan rata-rata pendapatan
penduduk suatu daerah selama satu
tahun. PDRB per kapita diperoleh
berdasarkan pembagian PDRB
terhadap jumlah penduduknya. PDRB
per kapita menggambarkan ukuran
tingkat kemakmuran suatu daerah. Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, (data diolah)
PDRB per kapita Kepulauan
Riau menunjukkan tingkat kemakmuran Kepulauan Riau jauh di atas tingkat kemakmuran
nasional. Dukungan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan PDRB per kapita yang besar
menunjukkan keberhasilan pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Namun untuk menyingkirkan bias kesimpulan maka perlu
dilihat indikator lain seperti distribusi pendapatan di Provinsi Kepulauan Riau.
2.1.3 Inflasi
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum dan terus menerus sejumlah
barang jasa yang merupakan kebutuhan pokok rumah tangga. Inflasi menyebabkan
penurunan daya beli masyarakat dan penurunan nilai uang secara riil. Inflasi dihitung
berdasarkan perubahan indeks harga konsumen (IHK) yang merupakan data harga
konsumen yang diperoleh dari 82 kota mencakup 225-462 barang jasa yang
dikelompokkan dalam tujuh kelompok pengeluaran pada 33 ibukota provinsi dan 49 kota
besar di seluruh Indonesia. Inflasi Provinsi Kepulauan Riau merupakan gabungan inflasi
Kota Batam dengan inflasi Kota Tanjungpinang berdasarkan IHK masing-masing kota.
Adapun mengacu pada perhitungan yang dibuat oleh Bank Indonesia, pembobotan
inflasi kota untuk membentuk inflasi provinsi adalah 86% untuk Kota Batam dan 14%
untuk Kota Tanjungpinang sehingga inflasi Provinsi Kepulauan Riau cenderung sejalan
dengan inflasi Kota Batam.
Gambar II-6 Inflasi di Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional, 2014-2015 (yoy)
Tren inflasi di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015 berkebalikan dengan
tahun 2014. Pada periode tahun 2014, inflasi di Provinsi Kepulauan Riau hampir selalu
di bawah tingkat inflasi nasional (Indonesia). Namun, sampai dengan akhir tahun 2015
inflasi di Provinsi Kepulauan Riau lebih sering berada di atas rata-rata nasional. Pada
akhir tahun 2015, inflasi di Provinsi Kepulauan Riau mencapai 4,41% sedangkan inflasi
11/12/15
11/24/15
12/17/15
12/31/15
5/18/15
8/11/15
1/20/15
1/30/15
2/11/15
2/24/15
3/18/15
3/30/15
4/10/15
4/22/15
5/28/15
6/10/15
6/22/15
7/14/15
7/30/15
8/24/15
9/15/15
9/28/15
10/8/15
11/2/15
12/4/15
1/8/15
3/6/15
5/5/15
7/2/15
9/3/15
Rp17.000 Rp8.000
Rp15.000 Rp6.000
Rp13.000 Rp4.000
Rp11.000 Rp2.000
Rp9.000 Rp0
SGD AUD USD JPY (100)
Euro MYR CNY Expon. (USD)
*Ringgit Malaysia (MYR) dan Renminbi China (CNY) menggunakan sumbu kedua, lainnya menggunakan sumbu pertama
Sumber: Bank Indonesia (diolah)
harapan hidup), pendidikan (terukur dalam kemampuan baca tulis dan tingkat
2.2.2. Kemiskinan
Kesejahteraan dapat juga diukur dari kemiskinan. Penurunan kemiskinan
merupakan keberhasilan pencapaian kebijakan pemerintah. Kemiskinan dapat diartikan
sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Indikator
kemiskinan terdiri dari head count index of poverty (HCI-P0), indeks kedalaman
kemiskinan (P1), indeks keparahan kemiskinan (P2), dan jumlah penduduk miskin. Pada
periode September 2015 sampai September 2015, Provinsi Kepulauan Riau berkinerja
Mar-09
Mar-10
Mar-11
Mar-12
Mar-13
Mar-14
Mar-15
Sep-10
Sep-14
Sep-08
Sep-09
Sep-11
Sep-12
Sep-13
Sep-15
Maret 2014 415.800 127.800 jiwa
September 2014 425.967 124.171 jiwa
Maret 2015 448.652 122.398 jiwa Perkotaan Perdesaan
September 2015 480.812 114.834 jiwa Kep.Riau Indonesia
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Sep-08
Sep-09
Sep-10
Sep-11
Sep-12
Mar-13
Sep-13
Sep-14
Sep-15
Mar-07
Mar-08
Mar-09
Mar-10
Mar-11
Mar-12
Mar-14
Mar-15
Sep-07
Sep-08
Sep-09
Sep-10
Sep-11
Sep-12
Mar-13
Sep-13
Sep-14
Sep-15
Mar-07
Mar-08
Mar-09
Mar-10
Mar-11
Mar-12
Mar-14
Mar-15
2.2.3. Ketimpangan
Distribusi pendapatan merupakan aspek penting ukuran pemerataan
pendapatan dalam masyarakat merupakan tujuan kebijakan pembangunan dalam
pengentasan kemiskinan. Koefisien gini mencerminkan tingkat ketimpangan
000
000
000
000
000
000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Nasional Kep.Riau Karimun Bintan Natuna
Lingga Kep.Anambas Batam Tanjungpinang
*Data Karimun, Anambas, Batam dan Tanjungpinang tahun 2013-2014 adalah hasil prognosis dan data Anabas tahun 2008-2009
adalah hasil backcasting karena BPS belum merilis data pada periode tahun tersebut.
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Tabel II-6 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau: Jenis Kegiatan Utama
Indikator 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Angkatan Kerja (jiwa) 666.000 681.769 826.535 847.997 844.393 854.150 878.415 891.988
Bekerja 612.667 626.456 769.486 781.824 802.795 806.073 819.656 836.670
Penganggur 53.333 55.313 57.049 66.173 41.598 48.077 58.759 55.318
TPAK (%) 66,09 64,75 68,85 67,48 67,18 65,92 65,95 65,07
Tk.PengangguranTerbuka (%) 8,01 7,81 6,90 7,80 4,93 5,63 6,69 6,20
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau.
Gambar II-15 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Gambar II-13 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi
Kepulauan Riau Menurut Lapangan Pekerjaan Kepulauan Riau Menurut Status Pekerjaan
Utama (Dalam Ribuan) (Dalam Ribuan)
500 451 600 528 513 540 524 573
476
400 500
353
234 400
300 222 225
198 199 300
200 140 153 177 152 150 153
200 139 141
100 100
- -
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian Pertambangan Industri BerusahaSendiri DibantuBuruhTT
Listrik,Gas,Minum Konstruksi Perdagangan DibantuBuruhTetap Buruh/Karyawan
Transportasi Keuangan Jasa PekerjaBebas PekerjaKeluarga
Gambar II-16 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Gambar II-14 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi
Kepulauan Riau Menurut Jumlah Jam kerja Kepulauan Riau Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Perminggu (Dalam Ribuan) Ditamatkan (Dalam Ribuan)
750 300 266
236 224 230 228
250 214
600 695 707 717
664 674 677 200 159
450 522 542 150
1-34 jam 35+ jam 100
300 50
105 108 108 129 113 119 -
150 90 84
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
SD ke bawah SMP
0 SMA SMK
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Diploma Universitas
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Tabel III-1 Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran Rupiah)
2013 2014 2015
Uraian
Pagu Realisasi % Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %
A.Pendapatan 7.253,39 6.247,05 86,13% 6.351,19 7.157,46 112,69% 9.112,56 7.487,03 82,16%
Penerimaan Pajak 6.498,87 5.856,81 90,12% 5.653,38 6.039,56 107,59% 8.192,52 6.141,22 74,96%
Penerimaan Bukan
754,52 1.300,08 172,31% 697,81 1.114,62 159,73% 919,87 1.162,63 126,39%
Pajak
Hibah - 22,40 - - 3,28 - - 183,18 -
B.Belanja Negara 10.839,63 10.127,84 93,47% 12.788,44 11.430,59 89,38% 12.384,74 11.553,87 93,29%
Belanja Pemerintah
3.553,23 3.220,85 90,65% 4.652,10 4.023,25 86,48% 6.477,50 5.612,25 86,64%
Pusat
Transfer ke Daerah 7.286,41 6.906,98 94,79% 8.136,34 7.407,34 91,04% 5.907,24 5.941,62 100,58%
C.Surplus
(3.586,24) (3.880,79) 108,21% (6.437,25) (4.273,13) 66,38% (3.272,18) (4.066,71) 124,28%
(Defisit) (A-B)
Sumber: Monev PA dan OM SPAN DJPBN, dashboard Penerimaan Pajak DJP, DJBC (per 11 Februari 2016), dan LK BP BATAM
(diolah)
Tabel III-3 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat di Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan Jenis PNBP
(dalam miliaran Rupiah)
2013 2014 2015
Jenis PNBP
Realisasi Realisasi Perubahan Realisasi Perubahan
Penerimaan Sumber Daya Alam 122,03 17,20 (85,91%) 1,84 (89,30%)
Bag.Pemerintah atas Laba BUMN 0,09 0,38 322,22% - (100,00%)
Pendapatan PNBP Lainnya 245,73 184,84 (24,78%) 174,51 (5,59%)
Pendapatan BLU 932,24- 912,19 (2,15%)- 986,27 8,12%
Total PNPB 1.300,08 1.114,61 (14,27%) 1.162,63 4,31%
Sumber: KFR Tahun 2014 Kanwil DJPBN Provinsi Kepulauan Riau, Monev PA dan OM SPAN DJPBN (diolah), dan LK BP BATAM
PNBP BLU yang dalam hal ini berasal dari satu-satunya BLU di Provinsi
Kepulauan Riau, yakni Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), meningkat sebesar 8,12% dan menjadi
kontributor satu-satunya kenaikan PNBP pada tahun 2015. PNBP BLU sendiri
merupakan komponen utama PNBP di Provinsi Kepulauan Riau dengan porsi sebesar
84,83% dari keseluruhan PNBP. Porsi tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 299
basis poin dari porsi pada tahun sebelumnya sebesar 81,84%. Sementara itu, PNBP
Tabel III-4 Penerimaan Negara Bukan Pajak Umum di Provinsi Kepulauan Riau
Realisasi 2014 Realisasi 2015
PNBP
Rp.(miliaran) % PNBP Rp.(miliaran) % PNBP
PNBP Umum
1.Pendapatan dari Pengelolaan BMN 16,37 1,47% 17,60 1,51%
2.Pendapatan Iuran dan Denda 2,45 0,22% 0,65 0,06%
3.Pendapatan Lain-Lain 14,78 1,33% 10,41 0,89%
Total PNBP Umum 33,59 3,01% 28,66 2,46%
PNBP Fungsional
1.Pertambangan Umum 15,75 1,40% 1,53 0,13%
2.Kehutanan 1,51 0,14% 0,29 0,03%
3.Perikanan 0,06 0,01% 0,02 0,00%
4.Jasa 112,75 10,12% 114,08 9,81%
5.Kejaksaan dan Peradilan 2,56 0,23% 6,37 0,55%
6.Pendidikan 30,73 2,76% 15,27 1,31%
7.Pendapatan Gratifikasi 5,59 0,50% 10,14 0,87%
8.Badan Layanan Umum 912,19 81,84% 986,28 84,83%
Total PNBP Fungsional 1.081,02 96,99% 1.162,63 100%
Sumber: KFR Tahun 2014 Kanwil DJPBN Provinsi Kepulauan Riau, Monev PA dan OM SPAN DJPBN(diolah), dan LK BP BATAM
Tabel III-6 Pagu Realisasi APBN di Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan Fungsi
(dalam miliaran Rupiah)
2013 2014 2015
Fungsi
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
01 Pelayanan Umum 1.348,22 89,89% 1.294,29 90,01% 1.407,29 87,01%
02 Pertahanan 250,14 95,97% 248,03 101,20% 371,14 97,21%
03 Ketertiban dan Keamanan 244,48 93,98% 288,23 97,89% 447,26 95,72%
04 Ekonomi 966,57 91,29% 2.056,39 80,62% 3.153,77 83,06%
05 Lingkungan Hidup 92,87 85,71% 86,89 86,10% 96,05 81,43%
06 Perumahan dan Fasilitas
192,74 96,75% 167,01 95,23% 203,25 98,06%
Umum
07 Kesehatan 70,19 79,36% 114,32 85,75% 146,56 75,03%
08 Pariwisata dan Budaya 2,10 96,53% 0,5 95,56% 3,08 92,22%
09 Agama 34,98 88,79% 30,86 93,69% 53,69 81,79%
10 Pendidikan 336,62 86,09% 353,99 83,28% 582,97 91,39%
11 Perlindungan Sosial 14,32 84,48% 11,99 94,01% 12,73 96,26%
Total 3.553,23 90,65% 4.652,50 88,80% 6.477,50 86,64%
Sumber: Monev PA Perbendaharaan
Tabel III-7 Pagu Realisasi APBN di Kepulauan Riau 2015 Berdasarkan Jenis Belanja
(dalam miliaran Rupiah)
2013 2014 2015
Jenis Belanja
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
Belanja Pegawai 914,73 94,82% 976,94 96,81% 1.203,78 99,14%
Belanja Barang 1.102,71 84,78% 2.004,57 82,04% 2.511,26 85,34%
Belanja Modal 1.343,60 92,03% 1.493,57 85,61% 2.645,96 82,19%
Belanja Bantuan Sosial 93,71 96,15% 123,42 94,20% 46,10 91,34%
Belanja Lain-Lain 98,49 93,55% 54,00 70,38% 70,41 83,41%
Total 3.553,23 90,65% 4.652,50 88,80% 6.477,50 86,64%
Sumber: Monev PA Perbendaharaan
Alokasi dana perimbangan untuk Provinsi Kepulauan Riau secara agregat pada
TA 2015 menurun -27,40%. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan DBH yang
merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan TA 2014 dengan kontribusi
yang mencapai 53,18% pada TA tersebut. Penurunan harga komoditas dunia telah
3.5.1. Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam atau kemudian disebut BP Batam merupakan BLU satu-satunya di Provinsi
Kepulauan Riau. BP Batam resmi menjadi satuan kerja yang menerapkan PPK-BLU
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tanggal 4 Februari 2011.
Tabel III-9 Profil Satuan Kerja BLU di Provinsi Kepulauan Riau 2015 (dalam miliaran Rupiah)
Jenis BLU / Nama BLU Nilai Aset* Pagu BLU Pagu RM Pagu PHLN Total Pagu
Pengelola Kawasan / BP Batam 26.960,39 909,05 214,68 123,568 1.123,73
*Nilai aset per semester I 2015
Sumber: Monev PA Perbendaharaan dan LK BP Batam
Tabel III-10 Perkembangan Pengelolaan Aset dan Pagu Dana Satuan Kerja Badan Layanan Umum di
Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran Rupiah)
2014 2015
Satuan Kerja
Aset Pagu BLU Pagu RM Aset* Pagu BLU Pagu RM
BP Batam 26.912,88 950,22 261,09 26.960,39 909,05 214,68
*Nilai aset per semester I 2015
Sumber: Monev PA Perbendaharaan dan LK BP Batam
Tabel III-11 Kemandirian Satker BLU di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran Rupiah)
2014 2015
Satuan Kerja
Pagu BLU % Pagu RM % Pagu BLU % Pagu RM %
BP Batam 950,22 78,45 261,09 21,55 909,05 80,90 214,68 19,10
Sumber: Monev PA Perbendaharaan
Terlepas dari penurunan total pagu belanja maupun masing-masing pagu yang
bersumber dari PNBP dan pagu yang bersumber dari RM, Jumlah alokasi sumber dana
Tabel III-12 Profil Satuan Kerja PNBP di Provinsi Kepulauan Riau 2015 (dalam miliaran Rupiah)
Pagu Pagu Porsi
Satuan Kerja Layanan
PNBP RM PNBP
Politeknik Negeri Batam Pendidikan 18,24 126,18 12,63%
Universitas Maritim Raja Ali Haji Pendidikan 15,32 132,26 10,38%
KSO Pelabuhan Pulau Sambu Ekonomi 12,52 2,56 83,00%
Kantor Pertanahan Kota Batam Lingkungan Hidup 11,96 3,60 76,86%
Kantor Imigrasi Batam Ketertiban dan Keamanan 10,22 16,75 37,89%
Kantor Pelabuhan Batam Ekonomi 6,70 7,89 45,94%
Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Batam Ekonomi 6,47 4,10 61,22%
KSO Pelabuhan Tanjung Balai Karimun Ekonomi 5,34 50,06 9,65%
Unit Penyelenggara Pelabuhan Tarempa Ekonomi 4,17 268,20 1,53%
Polresta Barelang Ketertiban dan Keamanan 3,69 69,82 5,03%
Dit Lantas Polda Kepri Ketertiban dan Keamanan 3,59 7,01 33,84%
Politeknik Kesehatan Tanjung Pinang Pendidikan 3,28 6,36 34,00%
Rosarpras Polda Kepri Ketertiban dan Keamanan 3,15 28,90 9,83%
Kantor Pertanahan Kota Tanjung Pinang Lingkungan Hidup 3,03 2,84 51,59%
Kantor Imigrasi Tanjung Pinang Ketertiban dan Keamanan 2,94 4,85 37,75%
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Batam Kesehatan 2,73 9,57 22,19%
Kantor Kementerian Agama Kota Batam Agama 2,60 53,01 4,67%
Unit Penyelenggara Pelabuhan Tanjung Uban Ekonomi 2,56 13,44 16,00%
Balai Pengelolaan Das Kepulauan Riau Lingkungan Hidup 2,45 12,03 16,90%
Kantor Imigrasi Tanjung Balai Karimun Ketertiban dan Keamanan 2,33 3,43 40,48%
Kantor Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan Kijang Ekonomi 2,29 14,03 14,01%
Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan HAM Kepri Ketertiban dan Keamanan 2,23 15,57 12,53%
Polres Tanjung Pinang Ketertiban dan Keamanan 2,18 38,75 5,32%
Polres Karimun Ketertiban dan Keamanan 1,95 32,57 5,66%
Rumah Detensi Imigrasi Pusat Di Tanjung Pinang Ketertiban dan Keamanan 1,53 4,75 24,34%
Polres Bintan Ketertiban dan Keamanan 1,26 24,81 4,84%
Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Ekonomi 1,18 9,07 11,50%
Riau
Kantor Imigrasi Tanjung Uban Ketertiban dan Keamanan 1,16 3,11 27,18%
Unit Penyelenggara Pelabuhan Tanjung Batu Kundur Ekonomi 1,15 4,07 21,98%
Polres Natuna Ketertiban dan Keamanan 1,05 24,79 4,06%
Sumber: Monev PA Perbendaharaan
Sebesar 92,04% alokasi pada satuan kerja PNBP di Provinsi Kepulauan Riau
masih berasal dari RM. Satuan kerja dengan dana PNBP terbesar adalah Politeknik
Negeri Batam yang mencapai Rp.18,24 miliar, sedangkan alokasi RM terbesar satuan
kerja PNBP adalah Bandar Udara Dabo Singkep dengan pagu Rp.268,32 miliar.
Tabel III-13 Satuan Kerja PNBP yang Berpotensi menjadi BLU (dalam miliaran Rupiah)
Pagu 2014 Pagu 2015
Satuan Kerja Porsi Porsi
PNBP RM PNBP RM
PNBP PNBP
Politeknik Negeri Batam 15,41 31,25 33,03% 18,24 126,18 12,63%
Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) 12,04 36,71 24,70% 15,32 132,26 10,38%
Politeknik Kesehatan Tanjungpinang 3,19 5,13 38,34% 3,28 6,36 34,00%
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Pulau Sambu 1,45 1,79 44,75% 12,52 2,56 83,00%
Kantor Pelabuhan Batam 6,43 8,03 44,47% 6,70 7,89 45,94%
Unit Penyelenggara Pelabuhan Tanjung Batu Kundur 1,77 2,68 39,77% 1,15 4,07 21,98%
Sumber: Monev PA Perbendaharaan
Porsi PNBP pada satuan kerja berpotensi yang memiliki layanan pendidikan
menurun drastis di TA 2015 karena dampak pengalokasian belanja modal yang besar
untuk peningkatan pelayanan pendidikan. Di sisi lain, ketiga kantor pelabuhan yang
berpotensi untuk menjadi BLU memiliki porsi PNBP yang cukup tinggi, bahkan untuk
KSOP Pulau Sambu, porsi tersebut mencapai 83%.
Tabel III-15 Penerusan Pinjaman di Provinsi Kepulauan Riau hingga 31 Desember 2015
(dalam jutaan Rupiah)
Saldo setelah Pembayaran Pokok Biaya Hak Tagih
Denda
cut off Pinjaman Pinjaman Administrasi Pemerintah
8.095,37 0,00 7.251,53 2.750,60 4.236,94 22.334,45
Sumber: Aplikasi SLIM, Direktorat SMI, DJPBN
Pada akhir tahun 2015, hak tagih pemerintah terhadap PDAM Tirta Kepri mencapai
Rp.22,33 miliar. Hak tagih tersebut terdiri dari jumlah saldo setelah restrukturisasi pada
2008 (PMK 120/PMK.05/2008) dan kewajiban debitur yang terdiri dari kewajiban pokok,
biaya administrasi, dan denda. Besarnya hak tagih pemerintah tersebut karena PDAM
selama kurun waktu pembayaran hutang baru sekali melakukan pembayaran hutang
sebesar Rp.2,42 miliar sebelum restrukturisasi sehingga kewajiban terus membesar.
Adapun jumlah hak tagih sebesar Rp.22,33 miliar tersebut tidak bertambah dari
semester I 2015 karena kebijakan pemerintah pusat untuk menghentikan penambahan
denda. Kebijakan tersebut sebagai awal dari pelaksanaan rencana penghapusan
tunggakan non pokok PDAM Tirta Kepri yang mungkin akan dilanjutkan dengan
penghapusan tunggakan pokok dengan pertimbangan kesehatan keuangan PDAM
sangat krusial bagi peningkatan pelayanan penyediaan air bersih untuk masyarakat.
Tabel IV-2 Pendapatan APBD 2015 di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran rupiah)
2014 2015
Pendapatan %Porsi
Est.Total %Real %Porsi Est.Total %Real %Porsi
Pendapatan Asli Daerah 2.232,04 114,83% 25,33% 2.670,28 62,96% 24,38%
Pajak Daerah 1.809,29 114,86% 20,54% 2.183,33 58,06% 18,38%
Retribusi Daerah 109,29 111,83% 1,21% 120,72 60,24% 1,05%
HPKD yang Dipisahkan 24,98 108,59% 0,27% 29,38 100,39% 0,43%
Lain-Lain PAD yang Sah 288,47 116,30% 3,32% 311,44 92,46% 4,18%
Dana Perimbangan 7.571,91 90,89% 68,02% 7.016,19 74,99% 76,29%
Dana Bagi Hasil (DBH) 4.327,17 84,06% 35,95% 3.130,56 63,98% 29,04%
DAU (Dana Alokasi Umum) 2.966,84 100,00% 29,32% 2.793,98 63,69% 25,80%
DAK (Dana Alokasi Khusus) 277,90 100,00% 2,75% 530,61 73,87% 5,68%
Dana Penyesuaian 564,43 93,05% 5,19% 561,04 82,84% 6,74%
LL Pendapatan Daerah yang Sah 1.335,50 86,69% 11,44% 1.008,31 36,45% 5,33%
Hibah 31,76 84,46% 0,27% 48,50 57,87% 0,41%
DBH dari Provinsi 407,15 72,01% 2,90% 586,85 37,98% 3,23%
Bantuan Keuangan dari Provinsi 69,06 95,53% 0,65% 133,67 95,53% 1,85%
Lain-Lain 263,11 93,70% 2,44% 239,29 36,64% 1,27%
*Data pemerintah daerah bersifat sementara per 27 Februari 2016
Sumber: DJPK, Pemda di Kepulauan Riau, (diolah),*Rp.21,32 miliar
Tabel IV-5 Belanja APBD 2015 di Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan Fungsi
(dalam jutaan Rupiah)
2014 2015
Fungsi
Pagu Pagu Realisasi Porsi Belanja
01 Pelayanan Umum 4.666.076,07 4.485.175,16 84,19% 39,47%
02 Ketertiban dan Keamanan 232.428,21 175.456,61 85,06% 1,54%
03 Ekonomi 1.272.882,57 1.215.434,26 81,81% 10,70%
04 Lingkungan Hidup 338.867,47 231.073,98 83,12% 2,03%
05 Perumahan dan Fasilitas Umum 2.041.174,59 1.909.467,00 81,51% 16,80%
06 Kesehatan 1.230.237,56 1.107.652,09 79,03% 9,75%
07 Pariwisata dan Budaya 186.094,43 115.856,70 85,83% 1,02%
08 Pendidikan 2.403.567,86 1.939.879,31 84,69% 17,07%
09 Perlindungan Sosial 235.950,58 182.783,52 85,97% 1,61%
*Data pemerintah daerah bersifat sementara per 27 Februari 2016
Sumber: DJPK, Pemda di Kepulauan Riau, (diolah).
4.4.1. Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum Daerah
Rumah sakit umum daerah (RSUD) Provinsi Kepulauan Riau merupakan rumah
sakit kelas B non pendidikan sebagai rujukan dari kabupaten/kota se-Provinsi
Kepulauan Riau. RSUD tersebut berdiri sejak 29 Februari 2012 (soft opening)
berdasarkan surat penetapan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Nomor 2012 yang
bersifat sementara dan berlaku sampai 2013. Struktur organisasi dan tata kerja RSUD
ditetapkan melalui peraturan daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 5 Tahun 2011
tanggal 11 Juli 2011. Pendirian RSUD ditujukan untuk mempercepat penurunan angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) dalam rangka mempercepat
pencapaian MDG's, meningkatkan jaminan masyarakat terutama penduduk miskin, dan
pelayanan kesehatan rujukan yang komprehensif.
Tabel IV-7 Profil Satuan Kerja BLUD di Provinsi Kepulauan Riau (dalam jutaan rupiah)
Pagu Total
Jenis BLUD; Nama BLUD Nilai Aset
PNBP RM Pagu
KESEHATAN
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Kepulauan Riau 9.257,47 4.652,08 3.000,00 7.652,08
*Data BLUD adalah tahun 2014 , data tahun 2015 N/A
Sumber: RSUD Provinsi Kepulauan Riau
Pada tahun 2014 alokasi dana untuk RSUD Provinsi Kepulauan Riau mencapai
Rp.7,65 triliun yang sebagian besar berasal dari PNBP sebesar 60,79% atau mencapai
Rp.4,65 triliun. Nilai aset pada 2014 mencapai Rp.9,26 triliun.
RSUD Provinsi Kepulauan Riau memiliki tujuh jenis layanan yakni instalasi
gawat darurat, instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, laboratorium, radiologi,
rehabilitasi medis, dan medical check up. Berdasarkan peraturan daerah nomor 01
tahun 2012 maka RSUD menetapkan tarif dalam pelayanannya sebagai berikut:
Pada awal pelaksanaan PPK-BLUD, RSUD memiliki aset sebesar Rp.8,9 triliun.
Perkembangan aset pada tahun 2014 menunjukkan bahwa penambahan aset terjadi
selama 2014 dengan total peningkatan aset mencapai 8,83%.
dana bergulir. Sedang pinjaman daerah diberikan kepada perusahaan daerah sebesar
57,27%, dan sisanya untuk lembaga.
Di Provinsi Kepulauan Riau terdapat empat BUMD yang memiliki jenis usaha
yang berbeda-beda. PT Pembangunan Kepri dimiliki Pemerintah Provinsi Kepulauan
Riau memiliki jenis usaha lebih dari satu yakni eksplorasi dan eksploitasi SDA, distribusi
perdagangan, agrobisnis dan sektor primer, industri manufaktur, pariwisata,
telekomunikasi, energi, dan jasa keuangan. PT Bintan Inti Sukses dimiliki Pemerintah
Kabupaten Bintan memiliki jenis usaha investasi dalam pengembangan kawasan
Bintan. PDAM Tirta Kepri dimiliki Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau bertugas
menyediakan air minum dan air bersih bagi masyarakat Provinsi Kepulauan Riau. PT
Pelabuhan Kepri dimiliki Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau bertugas menyediakan
jasa pelabuhan dan kepelabuhan di Kepulauan Riau.
4.7.1.1.Analisis Horizontal
Analisis horizontal merupakan analisis yang membandingkan angka-angka
dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu dengan lainnya dalam satu provinsi.
Selain itu juga merupakan analisis yang membandingkan perubahan keuangan dalam
satu pos APBD yang sama pada satu lingkup pemerintah daerah. Analisis ini bertujuan
untuk menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu pos antar pemerintah daerah dan
perkembangannya dari waktu ke waktu.
Tabel IV-14 Analisis Horizontal Realisasi APBD 2015 di Provinsi Kepulauan Riau
(dalam miliar Rupiah)
Kep. Tanjung
Uraian Provinsi Bintan Karimun Natuna Lingga Batam
Anambas pinang
Pendapatan 2.018,54 781,03 969,06 796,28 571,39 636,70 697,65 839,41
PAD 517,61 185,90 364,02 30,65 19,37 14,60 123,24 425,94
Dana Perimbangan 1.500,31 526,94 501,29 726,65 518,11 576,91 525,31 385,64
LL-PAD Sah 0,63 68,19 103,75 38,97 33,91 45,19 49,10 27,83
Belanja 2.601,16 886,75 947,95 874,41 577,56 645,22 755,99 2.153,62
Tidak Langsung 1.219,90 500,97 505,50 407,55 297,02 303,54 387,94 717,62
Langsung 1.381,26 385,78 442,45 466,86 280,54 341,68 368,05 1.436,00
Surplus/Defisit -582,62 -105,72 21,11 -78,13 -6,17 -8,52 -58,34 -1.314,21
Pembiayaan -15,00 0,00 -0,50 16,25 0,69 6,13 73,85 -1,00
*Data pemerintah daerah bersifat sementara per 27 Februari 2016
Sumber: BPS, DJPK, Pemerintah Daerah; (diolah)
Tabel IV-15 Perkembangan Porsi Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD 2015
di Provinsi Kepulauan Riau
Porsi Pendapatan Porsi Belanja
80% 80%
60% 60%
40% 40%
0%
20% 20%
0%
2012 PAD
2013 2014 Dana Perimbangan
2015 2012
B.Pegawai 2013B.Barang2014 2015
B.Modal
*Data pemerintah daerah bersifat sementara per 27 Februari 2016
Sumber: BPS, DJPK, Pemerintah Daerah; (diolah)
4.7.1.2.Analisis Vertikal
Analisis vertikal merupakan analisis yang membandingkan setiap pos terhadap
total dalam satu komponen APBD yang sama. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya kontribusi suatu pos sehingga diketahui pengaruhnya.
Kontribusi PAD terhadap pendapatan agregat di Provinsi Kepulauan Riau
sebesar 23,00% dibawah kontribusi dana perimbangan yang mencapai 71,97%. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa ketergantungan terhadap dana perimbangan masih
besar. Bahkan di tiga pemerintah daerah, yakni Pemkab Kepulauan Anambas, Natuna,
dan Lingga porsinya diatas 90%. Hanya Pemkot Batam yang memiliki porsi PAD lebih
besar dari dana perimbangannya di mana PAD berporsi 50,74% dan dana perimbangan
berporsi 45,94%. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemkot Batam memiliki tingkat
kemandirian yang paling tinggi.
Tabel IV-17 Analisis Vertikal Realisasi Belanja APBD 2015 di Provinsi Kepulauan Riau
Kep. Tanjung
Uraian Provinsi Bintan Karimun Natuna Lingga Batam
Anambas pinang
Bel.Tidak Langsung 46,90% 56,50% 53,33% 46,61% 51,43% 47,04% 51,32% 33,32%
B.Pegawai 10,82% 49,38% 41,80% 32,86% 34,68% 38,16% 49,92% 31,16%
Subsidi 0,00% 0,05% 0,00% 2,80% 0,00% 0,07% 0,24% 0,00%
Hibah 18,69% 2,75% 7,27% 1,89% 2,36% 2,81% 0,50% 1,87%
Bantuan Sosial 2,23% 0,34% 4,26% 1,27% 3,26% 0,57% 0,49% 0,21%
Bagi Hasil ke Pemda 15,14% 3,98% 0,00% 3,91% 11,13% 5,43% 0,14% 0,06%
B.Tidak Terduga 0,02% 0,00% 0,00% 3,88% 0,00% 0,00% 0,02% 0,01%
Bel.Langsung 53,10% 43,50% 46,67% 53,39% 48,57% 52,96% 48,68% 66,68%
B.Pegawai 6,23% 0,00% 12,00% 7,25% 7,77% 0,00% 12,39% 18,52%
B.Barang 33,76% 25,19% 24,79% 21,84% 21,11% 17,60% 27,55% 23,83%
B.Modal 13,12% 18,31% 9,88% 24,30% 19,69% 35,35% 8,74% 24,33%
*Data pemerintah daerah bersifat sementara per 27 Februari 2016
Sumber: BPS, DJPK, Pemerintah Daerah; (diolah)
Gambar IV-1 Indikator Pendapatan Daerah Per kapita di Provinsi Kepulauan Riau
Ak.Nasional 003
Ak.Prov/Kab./Kota 004
Pemprov.Kep.Riau 001
Pemko.Tanjungpinang 003
Pemko.Batam 001
Pemkab.Bintan 005
Pemkab.Karimun 004
Pemkab.Natuna 011
Pemkab.Lingga 006
Pemkab.Kep.Anambas 016
Rasio Pendapatan Daerah terhadap Jumlah Penduduk (dalam jutaan rupiah)
Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)
Tingkat kemandirian keuangan pemda yang tertinggi dan berada di atas rata-
rata nasional di Provinsi Kepulauan Riau adalah Pemkot Batam, diikuti oleh Pemkab
Karimun dan Pemprov Kepulauan Riau dan Pemkab Bintan. Sedangkan kemandirian
keuangan terendah adalah Pemkab Kepulauan Anambas. Terdapat 3 pemda dengan
tingkat kemandirian di bawah 4% yakni Pemkab Natuna, Pemkab Lingga, dan Pemkab
Kepulauan Anambas yang menunjukkan bahwa pemda-pemda tersebut sangat
bergantung pada dana perimbangan dari pemerintahan pusat untuk menjalankan roda
pemerintahannya.
Indikator ruang fiskal pemda di Provinsi Kepulauan Riau yang paling tinggi
adalah Pemprov Kepulauan Riau sedangkan yang terendah adalah Pemkab Bintan.
Hanya ada satu pemda di Provinsi Kepulauan Riau yang tingkat keleluasaannya di
bawah nasional yakni Pemkab Bintan. Sedangkan berdasarkan indikator ruang fiskal
Provinsi Kepulauan Riau secara agregat, terdapat tiga pemda yang tingkat keleluasaan
penggunaan dana berada di atas agregat provinsi yakni Pemprov Kepulauan Riau,
Pemkab Kepulauan Anambas, dan Pemkab Natuna.
Gambar IV-4 Indikator Peningkatan Pajak dan Retribusi Daerah di Provinsi Kepulauan Riau
Ak.Nasional 5,038%
Ak.Prov/Kab./Kota 0,659%
Pemprov.Kep.Riau 0,234%
Pemko.Tanjungpinang 0,037%
Pemko.Batam 0,154%
Pemkab.Bintan 0,072%
Pemkab.Karimun 0,149%
Pemkab.Natuna 0,005%
Pemkab.Lingga 0,005%
Pemkab.Kep.Anambas 0,003%
Rasio Pajak dan Retribusi Daerah terhadap PDRB
Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)
Rasio peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PDRB di delapan
pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang paling tinggi adalah rasio pada
Pemprov sedangkan yang terendah adalah rasio pada Pemkab Kepulauan Anambas.
Semua pemerintah daerah di Kepulauan Riau nilai rasionya dibawah nilai rasio baik
nasional maupun agregat provinsi.
Gambar IV-5 Indikator Kemampuan Mendanai Belanja Daerah di Provinsi Kepulauan Riau
Ak.Nasional 99,952%
Ak.Prov/Kab./Kota 78,330%
Pemprov.Kep.Riau 77,160%
Pemko.Tanjungpinang 102,040%
Pemko.Batam 38,960%
Pemkab.Bintan 88,080%
Pemkab.Karimun 102,170%
Pemkab.Natuna 92,950%
Pemkab.Lingga 99,050%
Pemkab.Kep.Anambas 99,630%
Rasio Pendapatan dan Penerimaan Pembiayaan terhadap Belanja dan Pengeluaran Pembiayaan
Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah secara nasional (akumulasi
pemda seluruh Indonesia) sebesar 24,83% yang menunjukkan besaran daerah
mengalokasikan seluruh belanjanya untuk belanja modal dalam hal ini berarti secara
nasional, dan sisanya untuk belanja lainnya. Rasio belanja modal terhadap total belanja
daerah di Provinsi Kepulauan Riau secara agregat mencapai 18,44% lebih rendah
dibandingkan dengan rasio secara nasional karena Provinsi Kepulauan Riau kurang
mengalokasikan belanja modal dibanding pemerintah daerah secara nasional. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah di lingkup Provinsi Kepulauan Riau,
meskipun sudah meningkatkan proporsi belanja modalnya dalam beberapa tahun
terakhir, namun belum cukup untuk mengejar orientasi pembangunan infrastruktur yang
saat ini dilaksanakan oleh sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia.
Gambar IV-6 Indikator Belanja Modal Daerah di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau
Ak.Nasional 24,827%
Ak.Prov/Kab./Kota 18,440%
Pemprov.Kep.Riau 13,120%
Pemko.Tanjungpinang 8,740%
Pemko.Batam 24,330%
Pemkab.Bintan 18,310%
Pemkab.Karimun 9,880%
Pemkab.Natuna 24,300%
Pemkab.Lingga 19,690%
Pemkab.Kep.Anambas 35,350%
Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah
Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)
Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah pemda di Provinsi Kepulauan
Riau yang paling tinggi adalah Pemkab Kepulauan Anambas sedangkan yang terendah
adalah Pemkot Tanjungpinang. Selain itu, Pemkab Kepulauan Anambas merupakan
satu-satunya pemda di lingkup Provinsi Kepulauan Riau yang mengalokasikan belanja
modal diatas nasional dan Provinsi Kepulauan Riau secara agregat.
Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah secara
nasional (akumulasi pemerintah daerah seluruh Indonesia) sebesar 33,82% yang
menunjukkan besaran dana yang dialokasikan dalam belanja pegawai tidak langsung
sebesar 33,82% dan sisanya untuk belanja lainnya. Rasio belanja pegawai tidak
langsung terhadap total belanja daerah di Provinsi Kepulauan Riau secara agregat
mencapai 30,69% lebih rendah dibandingkan dengan rasio secara nasional sehingga
Provinsi Kepulauan Riau lebih baik kualitas pengelolaan keuangan daerahnya
dibanding pemerintah daerah secara nasional.
Gambar IV-7 Indikator Belanja Pegawai Tidak Langsung di Provinsi Kepulauan Riau
Ak.Nasional 33,823%
Ak.Prov/Kab./Kota 30,690%
Pemprov.Kep.Riau 10,820%
Pemko.Tanjungpinang 49,920%
Pemko.Batam 31,160%
Pemkab.Bintan 49,380%
Pemkab.Karimun 41,800%
Pemkab.Natuna 32,860%
Pemkab.Lingga 34,680%
Pemkab.Kep.Anambas 38,160%
Rasio Belanja Pegawai TL terhadap Belanja Daerah
Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)
Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah pemda di
Provinsi Kepulauan Riau yang paling tinggi adalah Pemkot Tanjungpinang sedangkan
yang terendah adalah rasio pada Pemprov Kepulauan Riau. Terdapat tiga pemda di
Provinsi Kepulauan Riau yang kualitas belanja daerahnya lebih baik dibandingkan
nasional karena rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah
Rasio pembayaran pokok hutang dan bunga terhadap total pendapatan daerah
secara nasional (akumulasi pemerintah daerah seluruh Indonesia) sebesar 0,32%
merupakan proporsi pembayaran pokok hutang dan bunga yang harus dibayar dari
pendapatan daerah dalam satu periode. Sedangkan di Provinsi Kepulauan Riau, rasio
pembayaran pokok hutang dan bunga terhadap total pendapatan daerah tersebut hanya
0,00% karena tidak ada pemerintah daerah yang membayarkan pokok hutang maupun
bunga daerah di tahun 2015. Nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan rasio secara
nasional tersebut dapat diartikan bahwa pemda di lingkup Provinsi Kepulauan Riau lebih
mampu untuk menjamin pengembalian hutang-hutangnya melalui pendapatan yang
diterimanya dibanding pemerintah daerah secara nasional.
Gambar IV-9 Indikator Kemampuan Pembayaran Pokok Hutang dan Bunga Daerah di Provinsi Kepulauan
Riau
Ak.Nasional ,324%
Ak.Prov/Kab./Kota ,000%
Pemprov.Kep.Riau ,000%
Pemko.Tanjungpinang ,000%
Pemko.Batam ,000%
Pemkab.Bintan ,000%
Pemkab.Karimun ,000%
Pemkab.Natuna ,000%
Pemkab.Lingga ,000%
Pemkab.Kep.Anambas ,000%
Rasio Pembayaran Pokok Hutang dan Bunga terhadap Pendapatan Daerah
Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Tabel IV-18 Pembobotan Skor Kesehatan Keuangan Daerah di Provinsi Kepulauan Riau
Kep. Tanjung
Uraian Provinsi Bintan Karimun Natuna Lingga Batam
Anambas pinang
Indikator I -1 +2 +2 +2 +2 +2 +1 -1
Indikator II +1 +1 +2 -1 -1 -1 0 +2
Indikator III +2 0 +1 +1 +1 +1 +1 +1
Indikator IV -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
Indikator V 0 0 +1 0 0 0 +1 -1
Indikator VI 0 0 -1 0 0 +1 -1 0
Indikator VII +2 0 0 1 0 0 0 1
Indikator VIII -1 -1 -1 -1 -1 -1 +2 -1
Indikator IX +2 +2 +2 +2 +2 +2 +2 +2
Total Skor 4 3 5 3 2 3 5 2
Tabel V-1 Hasil Analisis Potensi Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008-2014
MRP Analisis SS-EM Overlay
Sektor/Sub Sektor Ekonomi LQ
RPs RPr rij-rin Eij-Eij* 1234
1.Pertanian 0,40 0,51 0,33 0,03 -15.819.606 - - + -
1.a. Perikanan 0,58 1,19 1,36 -0,15 1.006.483 - + - +
2.Pertambangan 0,36 0,42 1,87 0,26 10.448.020 - + + +
2.a.Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0,30 -0,19 3,21 0,66 12.372.256 - + + +
3.Industri Pengolahan 0,97 0,82 2,49 0,66 17.874.993 - + + +
3.a.Industri Logam Dasar 1,00 0,90 7,35 0,20 5.430.626 + + + +
3.b.Industri Barang dari Logam, Komputer, 1,38 1,11 8,66 0,33 14.989.063 + + + +
Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik
3.c.Industri Alat Angkutan 1,01 1,29 1,41 0,11 1.829.834 + + + +
4.Listrik & Gas 0,76 0,61 3,59 0,78 570.715 - + + +
4.a. Ketenagalistrikan 1,29 1,13 1,31 0,53 27.170 + + + +
5.Pengadaan Air 0,56 0,74 1,77 0,02 72.256 - + + +
6.Konstruksi 1,30 1,19 2,01 0,25 6.719.923 + + + +
7.Perdagangan & Reparasi 1,06 1,14 0,61 0,22 -4.364.958 + - + -
7.a. Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan 1,01 1,29 1,3 0,05 920.559 + + + +
Reparasinya
8.Transportasi & Pergudangan 0,93 1,37 0,89 -0,33 -381.897 - - - -
8.a.Angkutan Laut 1,06 1,23 3,16 0,11 563.726 + + + +
9.Akomodasi & Restoran 1,19 1,18 0,75 0,24 -592.744 + - + -
9.a.Penyediaan Akomodasi 1,34 1,69 1,94 0,08 459.030 + + + +
10.Informasi & Komunikasi 1,05 2,22 0,61 -0,30 -807.832 + - - -
11.Jasa Keuangan 0,96 1,25 0,86 -0,64 -264.781 - - - -
12.Real Estate 0,75 1,22 0,63 -0,07 -834.277 - - - -
13.Jasa Pendidikan 0,84 1,45 0,52 -0,11 -957.389 - - - -
14.Jasa Kesehatan & Sosial 0,72 1,36 1,09 -0,14 147.333 - + - +
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, Analisis Sektor Unggulan Kepulauan Riau Tahun 2015.
Keterangan tabel:
a. RPs adalah rasio pertumbuhan suatu sektor/sub sektor di Provinsi Kepulauan Riau terhadap terhadap pertumbuhan sektor/sub
sektor yang sama di Indonesia. RPs>1 berarti laju pertumbuhan sektor/sub sektor tersebut di Provinsi Kepulauan Riau lebih
menonjol dibanding di tingkat nasional;
b. RPr adalah rasio pertumbuhan suatu sektor/sub sektor di Indonesia terhadap rata-rata pertumbuhan di Indonesia. RPr>1 berarti
pertumbuhan sektor/sub sektor tersebut menonjol di tingkat Nasional;
c. (rij-rin) adalah tingkat keunggulan kompetitif sektor (i) di Provinsi Kepulauan Riau;
d. (Eij-Eij*) adalah tingkat spesialiasi sektor (i) di Provinsi Kepulauan Riau;
e. Jika nilai RPs > 1, maka overlay 1 bertanda (+) yang berarti sektor/sub sektor tersebut pertumbuhannya menonjol;
f. Jika nilai LQ > 1, maka overlay 2 bertanda (+) berarti sektor/sub sektor tersebut memiliki keunggulan komparatif;
g. Jika nilai (rij-rin) > 0, maka overlay bertanda (+) yang berarti sektor/sub sektor tersebut memiliki keunggulan kompetitif;
h. Jika nilai (Eij-Eij*) > 0, maka overlay bertanda (+) yang berarti sektor/sub sektor tersebut memiliki spesialisasi.
Pada gambar di atas terlihat bahwa cadangan gas Provinsi Kepulauan Riau
sebesar 50,94 TSCF (triliun kaki kubik gas) terkonsentrasi di Kabupaten Natuna.
Cadangan gas tersebut mencapai 48,65% atau hampir setengah dari seluruh
cadangan gas di Indonesia sebesar 104,71 TSCF. Kelimpahan cadangan gas
tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Kepulauan Riau berpotensi mendorong
sektor gas di Indonesia, khususnya apabila harga migas mulai pulih.
2. Perikanan
Sebagai Provinsi kepulauan, Provinsi Kepulauan Riau memiliki wilayah laut yang
mencapai dari 95% dengan luas wilayah seluruhnya sebesar 252.601 km2. Wilayah
laut yang luas berarti Provinsi Kepulauan Riau memiliki lebih banyak area yang
berpotensi untuk dimanfaatkan perikanannya. Hal tersebut diperkuat dengan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor: Kep-45/MEN/2011 tentang
Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI.
Dalam keputusan yang membagi potensi perikanan menajadi 11 Wilayah
Pengelolaan Perikanan (WPP) tersebut, WPP-711 meliputi wilayah Selat Karimata,
Laut Natuna dan Laut Cina Selatan yang sebagian besar merupakan wilayah
Provinsi Kepulauan Riau. WPP-711 memiliki potensi perikanan sebesar 1.059 ribu
WPP 571
WPP 714
WPP 717
WPP 716
WPP 573
WPP 572
WPP 715
WPP 712
WPP 718
WPP 713
WPP 711
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kelautan dan Perikanan Dalam Angka Tahun 2014
3. Tenaga Surya
Tenaga surya merupakan sumber daya alam yang masih jarang dilirik di negara
Indonesia, khususnya dalam konteks pemanfaatannya sebagai sumber energi.
Pengunaan tenaga surya sebagai energi masih sangat terbatas pilot project
berskala kecil. Penurunan harga minyak dan gas di tahun 2015 menjadikan
penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, ombak dan panas bumi
kurang diminati karena menjadi relatif lebih mahal. Padahal, negara tropis seperti
Indonesia seharusnya lebih berpotensi untuk menggunakan tenaga surya karena
periode bersinarnya matahari relatif lebih panjang dan stabil sepanjang tahun
dibandingkan dengan negara non tropis. Jurnal penelitian Salman Ahmad dari
Universiti Malaysia Pahang yang berjudul ”Selection of renewable energy sources
for sustainable development of electricity generation system using analytic
hierarchy process: A case of Malaysia” menkonfirmasi bahwa Provinsi Kepulauan
Riau memiliki kelebihan potensi tenaga surya. Hasil penelitian dalam jurnal tersebut
Gambar V-4 Potensi Tenaga Surya Berdasarkan Garis menemukan bahwa potensi tenaga
Khatulistiwa
surya berada pada titik optimalnya
pada 0 sampai dengan 30 derajat
garis khatulistiwa dimana Provinsi
Kepulauan Riau termasuk didalam
wilayah tersebut.
Selain adanya FTZ dan
Sumber Daya Alam yang
Sumber: Salman Ahmad, Selection of renewable energy sources for
sustainable development of electricity generation system using analytic melimpah, Provinsi Kepulauan
hierarchy process: A case of Malaysia
Riau juga memiliki keindahan alam
100.000 150.000
50.000 100.000
- 50.000
Jan'15 Feb'15 Mar'15 Apr'15 Mei'15 Jun'15 Jul'15 Agu'15 Sep'15 Okt'15 Nov'15 Des'15
Batam Tanjungpinang Bintan Karimun Kepulauan Riau
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Saat ini, sarana penghubung beberapa wilayah yang sangat potensial untuk
dijadikan tempat wisata seperti Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Natuna
belum memadai untuk dapat menghasilkan biaya perjalanan yang kompetitif. Sehingga,
keindahan alam Provinsi Kepulauan Riau belum sepenuhnya termanfaatkan dan masih
sangat berpotensi dalam meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.
Kab.Kep.Anambas
-Pelabuhan Domestik
-Bandara Domestik
Kota Batam -Jalan 45 km
Kab.Karimun -Pelabuhan Internasional
-Pelabuhan Internasional -Bandara Internasional Daerah
-Bandara Domestik -Jalan 215,81 km
Kalimantan
-Jalan 254 km
Daerah
Kab.Bintan Jawa
-Pelabuhan Domestik
Kota Tanjungpinang -Bandara Domestik
-Pelabuhan Internasional -Jalan 173,48 km
-Bandara Domestik
-Jalan 83,84 km
Kab.Lingga
Daerah -Pelabuhan Domestik
-Bandara Domestik
Sumatera
- - - Penerbangan -----Pelayaran -Jalan 1089 km
Sumber: BPS Prov.Kepri, Dinas PU Prov.Kepri, Kemenhub, Wonderful Kepri, Pemda, (diolah)
Alasan yang sama berlaku untuk kelemahan pada industri barang kebutuhan
dasar di Provinsi Kepulauan Riau sehingga bahan-bahan makanan dan bahan
konstruksi banyak didatangkan dari provinsi lain atau luar negeri. Hal tersebut telah
menyebabkan inflasi di Provinsi Kepulauan Riau beberapa kali melambung tinggi di atas
tingkat inflasi nasional pada beberapa tahun yang lalu.
Masih berkaitan dengan lemahnya industri barang kebutuhan dasar di Provinsi
Kepulauan Riau, hal tersebut sebagian disebabkan oleh kelemahan dari terbatasnya
wilayah daratan yang dimiliki Provinsi Kepulauan Riau. Keterbatasan wilayah daratan
menciptakan tantangan dalam membangun daerah yang memproduksi agrikultur atau
bahan bangunan karena pada umumnya membutuhkan lahan yang luas.
2. Sub sektor industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan
peralatan listrik dari sektor industri pengolahan.
Sub sektor dengan tingkat teknologi menengah-tinggi ini berpotensi untuk
menciptakan nilai tambah yang besar dan transfer knowledge yang signifikan
apabila pemrosesan dari hulu ke hilir dapat dilakukan di Indonesia. Dikaitkan
dengan analisis SWOT pada sub bab 5.2, industri barang dari logam, komputer,
barang elektronik, optik dan peralatan listrik juga termasuk industri prioritas dalam
PP 14/2015 (industri elektronika dan telematika/ICT). Adanya kawasan-kawasan
yang ditetapkan sebagai Free Trade Zone apabila didukung dengan pasokan
sumber daya manusia dengan keahlian yang cukup memadai dan promosi yang
terarah dari pemerintah berpotensi besar untuk mengembangkan industri tersebut
di Provinsi Kepulauan Riau menjadi jauh lebih besar lagi.
Industri yang berkaitan dengan Information and Communication Technology
(ICT) memiliki urgensi tersendiri untuk lebih diprioritaskan dibandingkan industri-
industri lainnya karena Indonesia belum memiliki basis industri ICT yang baik
sementara tren penggunaan barang-barang berteknologi tinggi terus meningkat.
Sebagaimana tercermin dari data perbandingan ekspor/impor ICT terhadap total
ekspor/impor dimana tren perbandingan ekspor ICT terhadap total ekspor dalam
tren menurun sedangkan tren perbandingan impor ICT terhadap total impor dalan
tren menaik. Hal tersebut menyebabkan Indonesia menjadi ketergantungan pada
pasokan impor barang-barang berteknologi tinggi.
Guna mendorong pertumbuhan
Gambar V-14 Perbandingan Ekspor/Impor industri ICT di Provinsi Kepulauan Riau,
ICT terhadap total Ekspor/Impor
pemerintah dapat melakukan hal serupa
dengan memberikan tax holiday dan
menyediakan kawasan industri khusus
untuk industri ICT. Karena karakteristik
industri ICT yang membutuhkan teknologi
tingkat menengah-tinggi, pemerintah juga
perlu membangun basis sumber daya
Sumber: World Bank (diolah)
manusia yang memiliki kemampuan
5. Sub sektor perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya dari sektor
perdagangan dan reparasi.
Sub sektor perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya dari sektor
perdagangan dan reparasi mencakup seluruh kegiatan (kecuali industri dan
penyewaan) yang berhubungan dengan mobil dan sepeda motor.
Dikaitkan dengan analisis SWOT, pertumbuhan pesat sub sektor ini didorong
oleh adanya pembebasan PPN, PPNBM, dan Bea Masuk atas kendaraan di
wilayah FTZ BBK. Dalam konteks ekonomi, kinerja tersebut turut berkontribusi
terhadap kekuatan perekonomian Provinsi Kepulauan Riau. Namun, sub sektor
perekonomian yang cenderung konsumtif ini membawa resiko dimana volume
impor akan meningkat dan tidak diimbangi oleh volume ekspor sehingga tujuan
awal untuk membangun export-oriented zone menjadi melenceng.
Tabel VI-1 Cash Flow 2015 di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran Rupiah)
Sumbangan Penerimaan Provinsi Kepulauan Riau Pengeluaran Nasional
terhadap Penerimaan Nasional untuk Provinsi Kepulauan Riau
A.Penerimaan Perpajakan I.Belanja Pemerintah Pusat
PPh Rp. 5.079,68 Kantor Pusat Rp. 2.508,52
PPN Rp. 711,63 Kantor Daerah Rp. 2.904,14
Pajak Lainnya Rp. 88,17 Dekonsentrasi Rp. 114,30
Cukai Rp. 0,27 Tugas Pembantuan Rp. 81,81
Bea Masuk Rp. 261,48 Urusan Bersama Rp. 3,48
Bea Keluar Rp. - Total Belanja (I) Rp. 5.612,25
Total Perpajakan (A) Rp. 6.141,22
Tabel VI-2 Indikator Ekonomi dan Kebijakan Fiskal Daerah di Provinsi Kepulauan Riau
Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
Indikator Makro & Pembangunan
Pertumbuhan Ekonomi (yoy) 6,96% 7,63% 7,11% 7,32% 6,02%
PDRB ADHK 2010 (Rp.triliun) 118,96 128,03 137,26 143,36 155,16
Share PDRB: Industri Pengolahan 38,23% 38,40% 38,74% 39,70% 38,81%
Share PDRB: Konstruksi 16,34% 16,90% 17,34% 18,10% 17,32%
Share PDRB: Pertambangan & Penggalian 17,13% 16,72% 16,11% 15,55% 14,80%
Kemiskinan 6,79% 6,83% 6,35% 6,40% 5,78%
Tingkat Pengangguran 7,80% 4,93% 5,63% 6,69% 6,20%
Kebijakan Fiskal Daerah
Penerimaan Pajak Daerah (Rp.miliar) 1.036,21 1.150,66 1.327,22 2.078,14 1.267.67
Penerimaan Retribusi Daerah(Rp. miliar) 89,16 88,94 102,00 122,22 72,72
Penerimaan Perpajakan Pusat (Rp. miliar) n/a n/a 5.856,81 6.039,56 6.141,22
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, DJPK, Pemda. (data diolah)
2014 2015
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, Pemda di Kepulauan Riau, (data diolah).
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Kajian Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Regional Provinsi Kepulauan Riau
Kondisi ideal dimana perekonomian dan fiskal saling mendorong satu sama lain
tersebut pada kenyataannya tidak selalu terjadi. Pajak yang dikenakan pada
masyarakat akan menarik uang yang seharusnya beredar dalam perekonomian.
Semakin lama pajak tersebut tidak dikeluarkan kembali sebagai belanja pemerintah
pada perekonomian, semakin tinggi opportunity cost dari situasi dimana pajak tersebut
tidak pernah dikenakan. Hal serupa juga dapat terjadi apabila. Timbulnya opportunity
cost juga terjadi pada kondisi dimana pajak yang ditarik dijadikan belanja pemerintah
E = α + β*FGS
E = 79876040.2591 + 2,41377849324e-09*FGS
Adapun pemodelan serupa untuk tingkat regional Provinsi Kepulauan Riau
dengan menggunakan data Penyerapan Tenaga Kerja per sektor sebagai variabel
dependen dan data APBN per output terkait sebagai variabel independen tidak
menunjukkan pengaruh yang positif dari belanja pemerintah terhadap penyerapan
tenaga kerja. Hipotesis penyebab hasil yang tidak positif tersebut adalah
ketergantungan Provinsi Kepulauan Riau akan barang kebutuhan dasar seperti bahan
makanan dan bahan bangunan sehingga penciptaan lapangan pekerjaan dari belanja
pemerintah banyak yang mengalir menjadi penciptaan lapangan pekerjaan di wilayah
lain. Ketergantungan tersebut dapat dilihat dari komponen net ekspor antar wialyah
yang mencapai negatif (-) 5,99 triliun rupiah atau sekitar 11,5% dari PDRB Provinsi
Kepulauan Riau di Triwulan III 2015. Untuk Bahan Makanan, ketergantungan tersebut
tercermin juga dari hasil analisis LQ di sub bab 5.1 yang menunjukkan bahwa LQ sektor
Pertanian hanya 0,33.
Perbendaharaan Provinsi
Kepulauan Riau telah membuat
pemetaan pola penyerapan ideal berdasarkan karakteristik belanja. Hasil pemetaan
tersebut menunjukkan bahwa penyerapan tidak akumulatif per triwulan dari mulai
Triwulan I sampai dengan Triwulan IV berada pada kisaran 20,00%, 27,50%, 30,00%,
22,50% secara berturut-turut.
Dikaitkan dengan model hasil penelitian pengaruh belanja pemerintah terhadap
penyerapan tenaga kerja (PTK), dapat dibuat perbandingan antara pola procyclical dan
countercyclical dengan menggunakan pagu dan realisasi tahun anggaran 2014.
Tabel VI-3 Simulasi Penciptaan Lapangan Kerja dari Pola Procylical vs Countercyclical
Pola Procyclical Pola Countercyclical
Selisih
Periode PTK Tidak PTK PTK Tidak PTK
(d-b)
Akumulatif*(a) Akumulatif*(b) Akumulatif*(c) Akumulatif*(d)
T1 932 932 2.277 2.277 1.345
T2 2.391 3.323 3.131 5.408 2.085
T3 2.838 6.161 3.416 8.824 2.663
T4 3.951 10.112 2.562 11.386 1.274
*Dibulatkan
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Kajian Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Regional Provinsi Kepulauan Riau
4. Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai kebijakan penggunaan Dana Desa
adalah kebijakan untuk menggunakan Dana Desa dalam Bidang Prioritas, yaitu
Bidang Pembangunan Desa, dan Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa. Sesuai
dengan data realisasi penggunaan Dana Desa yang diperoleh menunjukkan bahwa
sebagian besar penggunaan Dana Desa telah digunakan untuk Bidang Prioritas.
5. Berdasarkan hasil analisa terhadap monitoring dan evaluasi Dana Desa pada
Provinsi Kepulauan Riau, dapat disimpulkan bahwa penerapan Dana Desa
memerlukan perhatian yang lebih mendalam.. Beberapa hal yang perlu untuk
diperhatikan dalam pelaksanaan Dana Desa pada tahun 2015 yaitu pertama,
penentuan besaran Dana Desa masih perlu untuk ditinjau kembali. Kedua, realisasi
transfer Dana Desa dari RKUD ke RKDesa pada tahun pertama belum sesuai
dengan peraturan.
Tabel VI-7 Nilai Foreign Direct Investment (FDI) ke Negara-Negara ASEAN (Jutaan USD)
Negara 2011 2012 2013 2014
Singapura 46774,30 60980,30 56138,30 72098,30
Indonesia 19241,60 19137,90 18443,80 22276,30
Thailand 3861,10 10699,20 12999,80 11537,90
Malaysia 12000,90 9400,00 12297,40 10714,00
Vietnam 7519,00 8368,00 8900,00 9200,10
Filipina 1816,00 2797,00 3859,80 6200,50
Myanmar 2058,20 1354,20 2620,90 946,20
Kamboja 891,70 1557,10 1274,90 1726,50
Brunei Darussalam 1208,30 864,80 725,50 568,20
Laos 466,80 294,40 426,70 913,20
Sumber: ASEAN Secretariat
Tabel VI-8 Perkembangan Alokasi Belanja Infrastruktur Pemerintah Pusat (dalam jutaan rupiah)
Pagu Perubahan
No. Jenis Pembangunan
2014 2015 (%)
1 Gedung dan Bangunan 204.711 223.232 9,05%
2 Jalan dan Jembatan 382.718 386.438 0,97%
3 Bandar Udara 79.745 318.059 298,85%
4 Pelabuhan 281.503 435.694 54,77%
5 Listrik 49.233 51.441 4,48%
6 Peralatan dan Mesin 108.142 303.917 181,04%
TOTAL 1.108.066 1.720.795 55,30%
Sumber: Monev PA DJPBN (diolah)
Dari sisi infrastruktur, Pemerintah Pusat berada pada jalur yang tepat untuk
meningkatkan daya saing Provinsi Kepulauan Riau dengan peningkatan alokasi belanja
infrastruktur dengan rata-rata kenaikan 39,39% pada periode tahun 2011-2015. Adapun
belanja tersebut diprioritaskan pada pembangunan infrastruktur bandara dan pelabuhan
sebagaimana tercermin dari kenaikan alokasinya yang paling signifikan di tahun 2015
dibandingkan dengan jenis infrastruktur lainnya. Prioritas tersebut sangat sesuai
dengan Provinsi Kepulauan Riau yang bercirikan kepulauan sehingga interkonektivitas
antar pulau akan semakin membaik dan daya tarik investasi di mata investor juga akan
turut meningkat.
Gambar VI-7 Sebaran Alokasi Belanja Infrastruktur di Provinsi Kepulauan Riau Taun 2015
Kab. Natuna
Rp. 113,67 miliar (6,61%)
Kota Batam
Rp.804,21 miliar (46,79%)
Kab. Karimun
Kab. Bintan
Rp.91,89 miliar (5,35%)
Rp.34,67 miliar (2,02%)
Kota Tanjungpinang
Kab. Lingga Rp. 208,04 miliar (12,10%)
Rp.242,75 miliar (14,12%)
8.1. KESIMPULAN
Hasil pengkajian terhadap perkembangan fiskal dan makroekonomi di Provinsi
Kepulauan Riau pada tahun 2015 menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sebagai provinsi yang terletak di jalur perdagangan internasional, Provinsi
Kepulauan Riau terkena dampak yang lebih besar dari ketidakstabilan
perekonomian global sebagaimana tercermin dari perlambatan pertumbuhan
perekonomian sebesar 130 basis menjadi 6,02% di tahun 2015. Sementara, di
tingkat nasional perekonomian hanya melambat sebesar 23 basis poin.
2. Realisasi penerimaan pajak tahun 2015 meningkat 1,68% namun meleset 25,04%
dari target. Penyebabnya adalah agregasi dari peningkatan target yang sangat
tinggi (44,91%) dan dampak ketidakstabilan perekonomian global yang signifikan
terhadap volume perdagangan internasional sehingga PPN Impor menurun drastis.
3. Anjloknya harga komoditas dunia (khususnya minyak dan gas) yang merupakan
salah satu sumber penerimaan andalan di Provinsi Kepulauan Riau berdampak
besar terhadap penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) Pemerintah Daerah yang
menurun hingga 44,54%. Kapasitas fiskal pemda juga mengalami penurunan
drastis karena di tahun sebelumnya penerimaan DBH berkontribusi sebesar
48,91% terhadap keseluruhan penerimaan dana perimbangan.
4. Analisis sektor unggulan dan subsektor unggulan tahun 2015 dari BPS Provinsi
Kepulauan Riau mengidentifikasikan 1 sektor unggulan dan 7 subsektor unggulan.
Dikaitkan dengan analisis SWOT dari kondisi Provinsi Kepulauan Riau, sektor dan
subsektor tersebut dapat dikerucutkan menjadi 1 sektor dan 5 sub sektor yang
layak diproritaskan. Sektor yang layak diprioritaskan adalah sektor Konstruksi
khususnya pada jenis Bangunan Sipil (Infrastruktur) karena akan mendukung iklim
investasi, sedangkan 5 Sub sektor yang layak diprioritaskan adalah:
8.2. REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan dari kajian terhadap kondisi fiskal dan makrekonomi,
maka Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Provinsi Kepulauan Riau perlu
melakukan sinkronisasi untuk memberikan perhatian lebih terhadap hal-hal berikut:
1. Terkait urgensi pembangunan infrastruktur, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Kepulauan Riau dapat membuka dialog dengan pihak perencana, regulator, dan
eksekutor pembangunan infrastruktur dalam rangka membangun kesadaran akan
adanya urgensi pembangunan infrastruktur di Provinsi Kepulauan Riau di tengah
era persaingan negara-negara ASEAN dalam menarik Penanaman Modal Asing
(PMA). Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau juga dapat
menyelenggarakan pelatihan untuk membantu meningkatkan kemampuan pejabat
perbendaharaan di satker-satker lingkup Provinsi Kepulauan Riau. Selain itu Tim
TP4D dan BPKP dapat menggiatkan pendampingan untuk proyek-proyek
infrastruktur strategis di lingkup Provinsi Kepulauan Riau.
2. Antisipasi terhadap ketidakstabilan kondisi perekonomian global yang mungkin
masih berlanjut dan berdampak terhadap penerimaan negara maupun penerimaan
daerah. Untuk itu, belanja pemerintah harus diprioritaskan ke pembangunan
infrastruktur yang akan meningkatkan iklim investasi dan menarik banyak PMA di
era persaingan negara-negara ASEAN sebelum potensi dari letak geografis di jalur
perdagangan internasional dimanfaatkan terlebih dahulu oleh negara lain.
3. Dalam rangka mengoptimalkan manfaat dari belanja pemerintah dengan
menerapkan pola penyerapan anggaran yang ideal, Ditjen Perbendaharaan dapat
mengusulkan mekanisme dimana target penyerapan berdasarkan rencana
pencairan dana per triwulan dijadikan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Perbendaharaan di satker terkait. Sistem
reward and punishment diberikan bagi satker-satker yang dapat atau tidak dapat
mencapai target yang dibuat. Selain itu, kantor vertikal Ditjen Perbendaharaan dapat
mensosialisikan bahwa pola penyerapan anggaran yang ideal dapat membantu
mensejahterakan masyarakat, mempercepat penyaluran kembali pajak kepada
masyarakat dan mengoptimalkan manfaat dari keputusan pemerintah untuk menarik
hutan dengan harapan terbentuknya kesamaan visi di antara eksekutor anggaran di
lapangan.
Badan Pusat Statistik Kota Batam. 2015. Statistik Daerah Kota Batam Tahun 2015.
Batam: Badan Pusat Statistik Kota Batam.
Badan Pusat Statistik. 2015. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2015. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2015. Statistik Daerah Provinsi Bali Tahun 2015.
Denpasar: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Kelautan dan Perikanan dalam Angka
Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Perusahaan Listrik Negara (PLN). April 2015. Statistik PLN 2014. Jakarta: PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Riau. Potensi Migas Wilayah Kerja
Kepulauan Riau. Tanjungpinang: Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
(www.dpekepri.org diakses tanggal 20 Februari 2016).
Brown, Ken W. 1993. The 10-Point Test of Financial Condition: Toawrd an Easy-to-Use
Assessment Tool for Smaller Cities. Government Finance Review, Desember
1993
Broadfoot, C. Robert. 2003. Final Batam Report. Hong Kong: Political and Economic
Risk Consultancy, Ltd.- PERC
Demographia. 2015. Demographia World Urban Areas 11th Annual Edition: 2015:01.
Belleville: Demographia
The World Economic Forum: The World’s Most Important Trade Route. Mei 2014.
(http://www.weforum.org/ diakses tanggal 21 Februari 2016)
The World Economic Forum: Why Foreign Investment in Vietnam is Booming. Mei 2014.
(http://www.weforum.org/ diakses tanggal 22 Februari 2016)
Council for the Development of Cambodia, Cambodian Investment Board, & Cambodian
Special Economic Zone Board: Investment Incentives. 2015.
(http://www.cambodiainvestment.gov.kh/ diakses tanggal 22 Februari 2016)
Batam Today. 27 Agustus, 2013. Kawasan Industri Lobam Terus Alami Kemunduran,
http://www.batamtoday.com/berita32548-Kawasan-Industri-Lobam-Terus-Alami-
Kemunduran.htmsl
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan
Batu Bara. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No. 4959. Sekretariat Negara.
Jakarta
Moran, Theodore H. 2016. Attracting Foreign Direct Investment: The Case of Costa Rica,
GeorgetownX, Washington, United States of America. 6 mins.