You are on page 1of 11

Jurnal Keperawatan Terapan (e-Journal), Vol. 06, No.

01, 2020: 2442-6873

EFEKTIFITAS GUIDED IMAGERY DAN SLOW DEEP BREATHING


TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN
HIPERTENSI DI RSUD dr. R. SOEDARSONO PASURUAN

Dzurrotun Nafi’ah1), Sumirah Budi P.2), Mustayah3)


1,2,3)
Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Lawang, Poltekkes Kemenkes Malang
E-mail: dzurrotunnafi@gmail.com

EFFECTIVENESS OF GUIDED IMAGERY AND SLOW DEEP BREATHING


ON BLOOD PRESSURE REDUCTION IN PATIENTS
HYPERTENSION IN RSUD dr. R. SOEDARSONO PASURUAN

Abstract: Hypertension is one of the most influential risk factors for the incidence of heart disease
and blood vessels. The purpose of this study is to determine The Effectiveness of Guided Imagery and
Slow Deep Breathing Against the Decline of Blood Pressure on the Patient Hypertension. This
research uses Quasi Experimental Design design withdesign non equivalentpretest - posttest design
and Group Comparasion, with consecutive sampling technique, great samples 30 respondents divided
into 2 groups namely Guided Imagery and Slow Deep Breathing. Each group received treatment for
15 minutes once a day for three days, each treatment performed before and after the blood pressure
measurement. The results of this study usedtest dependentt-test, wilcoxon sign rank test, two samples
independednt t-test, and U Mann Whitney test showed that diatolic systolic blood pressure in each
group decreased, in Guided Imagery 4.07 mmHg and 3.4 mmHg (p value = 0,000 α = 0.05), Slow
Deep Breathing 8 mmHg and 6.8 mmHg (p value = 0,000; 0.001; α = 0.05). It was concluded that
Slow Deep Breathing is more effective than Guided Imagery in lowering blood pressure in
hypertensive patients. As nurses are expected to apply nonpharmacology like a Guided Imagery and
Slow Deep Breathing as a pharmacological companion therapy in blood pressure.

Keywords: Guided Imagery, Slow Deep Breathing, Blood Pressure, Hypertension.

Abstrak: Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian
penyakit jantung dan pembuluh darah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas guided
imagery dan slow deep breathing terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Penelitian ini menggunakan desain Quasi Eksperimental Design dengan rancangan non equivalent
pretest – posttest design dan Group Comparasion, dengan teknik consecutive sampling, besar sample
30 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Guided Imagery dan Slow Deep Breathing.
Setiap kelompok mendapatkan perlakuan selama 15 menit dilakukan sehari sekali selama tiga hari,
setiap perlakuan dilakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah. Hasil penelitian
menggunakan uji dependent t-test, wilcoxon sign rank test, two sampel independednt t-test, dan U
Mann Whitney test menunjukan bahwa tekanan darah sistolik diatolik pada masing-masing kelompok
mengalami penurunan, pada Guided Imagery 4,07 mmHg dan 3,4 mmHg (p value = 0,000 α=0,05),
Slow Deep Breathing 8 mmHg dan 6,8 mmHg (p value = 0,000; 0,001; α=0,05). Disimpulkan bahwa
Slow Deep Breathing lebih efektif daripada Guided Imagery dalam menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi. Sebagai perawat diharapkan dapat menerapkan terapi nonfarmakologis seperti
latihan Guided Imagery dan Slow Deep Breathing sebagai pendamping terapi farmakologi penurun
tekanan darah.

Kata kunci: Guided Imagery, Slow Deep Breathing, Tekanan Darah, Hipertensi

1
Efektifitas Guided Imagery dan Slow Deep Breathing (Nafi’ah et al.)

PENDAHULUAN berada di negara berkembang yang


Hipertensi merupakan kondisi yang paling berpenghasilan rendah sampai dengan sedang.
umum dijumpai dalam masyarakat. Namun Prevelensi hipertensi akan meningkat tajam,
banyak masyarakat yang mengganggap diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang
hipertensi itu penyakit sepele. Hipertensi atau dewasa di seluruh dunia terkena hipertensi.
penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu Hipertensi telah mengakibatkan kematian sekitar
keadaan dimana seseorang mengalami delapan juta orang setiap tahun, 1,5 juta kematian
peningkatan tekanan darah diatas normal dalam di Asia Tenggara yang populasinya menderita
jangka waktu yang lama (Novantica, 2015). hipertensi sehingga dapat menyebabkan
Hipertensi merupakan suatu gangguan peningkatan beban biaya kesehatan. Selain itu
pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai hipertensi banyak terjadi pada umur 35-44 tahun
oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah (6,3%), umur 45-54 tahun (11,9%), umur 55-64
terhambat sampai jaringan yang membutuh- tahun (17,2%). Sedangkan menurut status
kannya. Menurut WHO batas tekanan darah ekonomi, proposi hipertensi terbanyak pada
seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan tingkat menengah bawah (27,2%) dan menengah
sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 (25,9%) (Kementerian Kesehatan Republik
mmHg (Ignatavicius & Workman, 2010 dikutip Indonesia, 2017; Sulistyawati & Aminah, 2017).
dalam Sukarmin et al., 2013). Direktur Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit jantung, pembuluh darah, dan Penyakit Tidak Menular, Kementrian Kesehatan,
hipertensi telah menjadi penyakit yang dr. Lily S. Sulistyowati, MM, mengatakan
mematikan banyak penduduk di negara maju dan peningkatan kasus hipertensi juga terjadi di
negara berkembang lebih dari delapan dekade Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar
terakhir. Hipertensi tidak secara langsung (Riskesdes) 2013 menunjukkan bahwa 25,8%
membunuh penderitanya, akan tetapi hipertensi penduduk Indonesia mengidap hipertensi, pada
memicu munculnya penyakit lain yang tahun 2016 Survei Indikator Kesehatan Nasional
mematikan (Endang, 2014; Pudiastuti, 2013 (Sirkesnas) melihat angka tersebut meningkat
dikutip dalam Yusiana & Rejeki, 2015). jadi 32,4%. Ini berarti kasus hipertensi
Kematian pada penderita hipertensi paling sering mengalami peningkatan sekitar tujuh persen.
terjadi karena stroke, gagal ginjal, jantung, atau Peningkatan ini terjadi karena faktor resikonya di
gangguan pada mata (Lili & Tantan, 2007 antara masyarakat juga terus meningkat (Anwar,
dikutip dalam Saputri, 2010). 2017; Sulistyawati & Aminah, 2017).
Menurut data dari World Health Berdasarkan laporan tahunan rumah sakit
Organization (WHO) atau Badan kesehatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2012 (per 31 Mei
dunia pada tahun 2011, satu milyar orang di 2013) kasus penyakit terbanyak pasien rawat
dunia menderita hipertensi, 2/3 diantaranya inap di rumah sakit umum pemerintah tipe A

2
adalah Anemia (20.077 kasus) dan Hipertensi tidak pernah memberikan terapi non farmakologi
(12.590 kasus), sedangkan pada rumah sakit tipe kepada pasien hipertensi karena masih banyak
B adalah Diare (9.404 kasus) dan Diabetes tindakan yang harus dilakukan kepada pasien
Melitus (8.370kasus). Pada rumah sakit tipe C, lain. Sehingga terapi non farmakologi di RSUD
dua besar penyakit terbanyak pasien rawat inap dr. R. Soedarsono belum di aplikasikan kepada
adalah Diabetes Melitus (9.620 kasus) dan pasien hipertensi.
Hipertensi (7.355 kasus) (Dinas Kesehatan Hipertensi sering disebut sebagai silent
Provinsi Jawa Timur, 2012: 40-42). disease karena pada umumnya pasien tidak
Berdasarkan Laporan Bulanan 1 mengetahui dirinya mengalami hipertensi
Puskesmas dan Jaringannya, hipertensi termasuk sebelum memeriksakan tekanan darahnya.
10 penyakit terbanyak di Puskesmas di wilayah Hipertensi dapat digolongkan menjadi hipertensi
Kota Pasuruan tahun 2015. Hipertensi essensial primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi
ringan (TD 140/90 - 159/99) menempati urutan primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
ke sembilan dengan jumlah penderita 8542 jiwa. pengaruhnya secara pasti. Faktor-faktor resiko
Pada urutan pertama ditempati penyakit yang terjadi pada hipertensi primer meliputi
Nasofaringitis Akut (common cold) dengan umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga,
jumlah penderita 57143 jiwa (Dinas Kesehatan merokok, faktor lingkungan, obesitas, konsumsi
Kota Pasuruan, 2015: 40-41). alkohol, konsumsi garam tinggi, genetik, stress
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang emosi, dan kelainan darah. Hipertensi sekunder
dilakukan pada tanggal 02 – 14 Oktober 2017 di adalah hipertensi yang penyebab spesifiknya
RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan, didapatkan sudah diketahui yaitu gangguan hormonal,
data jumlah pasien hipertensi yang rawat inap penyakit jantung, diabetes, ginjal, dan
sebanyak 47 pasien dalam tiga bulan terakhir berhubungan dengan kehamilan (Sepdianto,
dengan rata-rata 16 pasien setiap bulannya. 2008).
Selain itu, studi pendahuluan yang dilakukan Pada kasus hipertensi berat, gejala yang
wawancara kepada dua perawat ruangan tentang dialami penderita antara lain: sakit kepala (rasa
terapi yang diberikan kepada pasien hipertensi berat di tengkuk), kelelahan, mual, muntah,
adalah terapi farmakologis, seperti pemberian cemas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri
obat yang bersifat diuretik, simpatik, beta bloker dada, pandangan kabur atau ganda, tinitus
dan vasodilator. (telingan berdenging), serta kesulitan tidur.
Pemberian terapi non farmakologi di Hipertensi menyebabkan pembuluh darah
RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan pernah menebal dan timbul arteriosklerosis yang
diberikan kepada sebagian pasien saja, itupun mengakibatkan perfusi jaringan menurun dan
diberikan karena ada mahasiswa penelitian. berdampak kerusakan organ tubuh diantaranya
Terapi yang diberikan berupa latihan fleksibilitas infark miokard, stroke, gagal jantung, dan gagal
dan relaksasi autogenik. Perawat ruangan sendiri

3
Efektifitas Guided Imagery dan Slow Deep Breathing (Nafi’ah et al.)

ginjal (Udjianti, 2010 dikutip dalam Yusiana & dianggap sebagai suatu bentuk hipnotis yang
Rejeki, 2015). dipandu melalui konsentrasi dan imajinasi
Hipertensi dapat menjadi ancaman yang pikiran (Purwanto, 2013 dikutip dalam
serius terhadap kualitas hidup pada penderita Novantica, 2015). Guided Imagery menghasilkan
hipertensi apabila kurang atau tidak mendapatkan hormon endorphin. Endorphin adalah
penatalaksanaan yang tepat dan adekuat yaitu neurohormon yang berhubungan dengan sensasi
penanganan secara farmakologi dan yang menyenangkan. Endorphin akan meningkat
nonfarmakologi (Yusiana & Rejeki, 2015). didalam darah saat seseorang mampu dalam
Penangan secara farmakologi terdiri dari keadaan relaks atau tenang sehingga dapat
pemberian obat yang bersifat diuretik, simpatik, menurunkan tekanan darah, pernafasan dan
beta bloker, dan vasodilator yang mempunyai denyut jantung (Rahayu, 2010 dikutip dalam
efek samping penurunan curah jantung. Yusiana & Rejeki, 2015).
Sedangkan penanganan secara nonfarmakologi Slow Deep Breathing adalah relaksasi
merupakan penanganan yang meliputi penurunan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara
berat badan, olahraga secara teratur, diet rendah dalam dan lambat. Slow deep breathing yang
garam & lemak, terapi komplementer serta dilakukan sebanyak enam kali permenit selama
melakukan latihan dan relaksasi (Lubis, 2014 15 menit memberi pengaruh terhadap tekanan
dikutip dalam Kurniawan, 2017). darah melalui peningkatkan sensitivitas
Terdapat berbagai macam terapi baroreseptor dan menurunkan aktivitas sistem
komplementer yang digunakan untuk mengatasi saraf simpatis serta meningkatkan aktivitas
hipertensi karena bersifat alamiah dan tidak sistem saraf parasimpatis pada penderita
menimbulkan efek samping yang berbahaya, hipertensi primer (Yanti, Mahardika, & Prapti,
diantaranya dengan terapi herbal, terapi nutrisi, 2016).
relaksasi otot progesif, meditasi, terapi tawa, Menurut hasil penelitian Yusiana & Rejeki
akupuntur, guided imagery (terapi imajinasi (2015) tentang terapi guided imagery dan deep
terbimbing), senam aerobik, dan yoga. Selain breathing efektif menurunkan tekanan darah
terapi komplementer latihan dan relaksasi juga pada penderita hipertensi terbukti bahwa terapi
dapat digunakan untuk mengatasi hipertensi guided imagery dan deep breathing sama-sama
seperti latihan dan relaksasi nafas dalam lambat efektif dalam menurunkan tekanan darah pada
(slow deep breathing), (Kurniawan, 2017). penderita hipertensi. Penelitian Novantica et al
Guided imagery adalah relaksasi bertujuan (2015) tentang Efektifitas Guided Imagery dan
untuk mengurangi stress dan meningkatkan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan
perasaan tenang dan damai serta merupakan tekanan darah remaja hipertensi di Puskesmas
metode penenang untuk situasi yang sulit dalam Kedungmundu Semarang, terbukti bahwa
kehidupan. Guided imagery therapy merupakan relaksasi nafas dalam lebih efektif terhadap
sebuah teknik pikiran – tubuh tradisional yang

4
perubahan penurunan tekanan darah perlakuan pada masing-masing kelompok guided
dibandingkan terapi guided imagery. imagery dan slow deep breathing. Uji beda
METODE PENELITIAN antara kelompok guided imagery dan slow deep
Penelitian ini menggunakan Quasi- breathing menggunakan uji Two Sampel
experimental Design dengan menggunakan Independent t-tes dan uji Mann Whitney test.
rancangan non equivalent pretest-posttest design
dan Group Comparasion. Desain Quasi HASIL PENELITIAN
Eksperimental. Populasi dalam penelitian ini Tabel 1 distribusi jenis kelamin responden
adalah semua pasien hipertensi yang rawat inap, Jenis GI SDB Jumlah
Kelamin F % F % f %
hasil studi pendahuluan didapatkan rata-rata Laki-laki 8 53,3 7 46,7 15 50
pasien yang rawat inap di interna I di RSUD dr. Perempuan 7 46,7 8 53,3 15 50
Jumlah 15 100% 15 100% 30 100%
R. Soedarsono Pasuruan
Teknik sampling yang digunakan yaitu Berdasarkan tabel 1 di atas diketahui lebih
consecutive sampling sesuai dengan kriteria dari setengah kelompok GI (Guided Imagery)
inklusi sebagai berikut; pasien yang didiagnosis berjenis kelamin laki-laki 8 orang (53,3%) dan
hipertensi, bersedia menjadi responden dan telah kelompok SDB (Slow Deep Breathing) berjenis
mendatangani informed consent, usia 20 - 65 kelamin perempuan 8 orang (53,3%).
tahun, pasien sadar penuh (composmentis),
pasien mendapatkan terapi standar antihipertensi. Tabel 2 distribusi responden berdasarkan riwayat
keturunan penyakit hipertensi
Kriteria ekslusi penelitian ini adalah; Riwayat GI SDB Jumlah
pasien yang tidak dapat mengikuti perintah/ tidak Keluarga F % F % F %
Ya 11 73,3 11 73,3 22 73,3
kooperatif, pasien hipertensi dengan komplikasi, Tidak 4 26,7 4 26,7 8 26,7
pada pasien yang mengalami agitasi/kegelisahan, Jumlah 15 100% 15 100% 30 100%
ketakutan, pasien yang menolak untuk
Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui
berpartisipasi.
bahwa sebagian besar kelompok GI (Guided
Analisi statistik yang digunakan meliputi
Imagery) memiliki riwayat keturunan penyakit
jenis kelamin dan riwayat penyakit dalam bentuk
hipertensi sebanyak 11 orang (73,3%) sedangkan
distribusi frekuensi berupa presentase. Usia,
kelompok SDB (Slow Deep Breathing) sebanyak
tekanan darah sistolik dan diastolik berupa mean,
11 orang (73,3%).
nilai minimum, nilai maksimum, dan standar
Tabel 3 rata-rata usia responden
devisi. Uji normalitas yang digunakan Shapiro Usia N Mean Sd Min Max
Wilk untuk mengetahui normalitas data. GI 15 51,20 7,213 39 62
SDB 15 49,13 8,331 29 61
Uji Dependent t-test/Paired t-test dan Uji
Wilcoxon Sign Rank test untuk mengetahui Berdasarkan tabel 3 di atas diketahui
perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik bahwa kelompok GI (Guided Imagery) yang
antara sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) berjumlah 15 responden dengan usia rata-rata

5
Efektifitas Guided Imagery dan Slow Deep Breathing (Nafi’ah et al.)

51,20, standart deviasi 7,213, minimal 39, dan Berdasarkan tabel 5 diketahui uji
maksimal 62 sedangkan pada kelompok SDB normalitas dengan menggunakan uji Shapiro
(Slow Deep Breathing) yang berjumlah 15 Wilk pada tekanan darah sistolik diastolik
responden dengan usia rata-rata 49,13, standart menunjukan bahwa nilai signifikan > 0,05 yaitu;
deviasi 8,331, minimal 29, dan maksimal 61. sistolik pre post test GI dan SDB, diastolik pre
Tabel 4 tekanan darah responden test GI dan SDB, diastolik post test GI
menunjukkan normal jadi menggunakan uji
dependent t-test/paired t-test, nilai signifikan <
0,05 yaitu; diastolik post test SDB tidak normal
maka menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank test.
Tabel 6 Uji beda tekanan darah
Std. p
No Variabel N Mean
Deviation value
Sistolik Pre
15 173,47 23,139
test GI
1 ,000
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa Sistolik
15 169,40 23,222
Post test GI
tekanan darah sistolik dan diastolik pada masing- Diastolik
15 101,27 4,574
masing kelompok mengalami penurunan, untuk Pre test GI
2 ,000
Diastolik
penurunan tekanan darah sistolik tertinggi pada 15 97,87 4,897
Post test GI
kelompok slow deep breathing 8 mmHg,
kelompok guided imagery 4,07 mmHg, Berdasarkan tabel 6 menunjukkan hasil uji

penurunan tekanan darah diastolik tertinggi pada beda tekanan darah antara sebelum dan sesudah

kelompok Slow Deep Breathing 6,8 mmHg, dilakukan intervensi guided imagery dengan

kelompok Guided Imagery 3,4 mmHg. hasil data menggunakan uji dependent t-test/paired t-test di

diatas didapatkan bahwa guided imagery dan SPSS 23, pada tekanan darah sistolik diastolik
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi guided
slow deep breathing dapat menurunkan tekanan
darah sistolik diastolik. imagery p < 0,05 yang berarti ada perbedaan
yang signifikan dari tekanan darah sistolik
Tabel 5 Uji Shapiro-Wilk
Tekanan Shapiro-Wilk diastolik antara sebelum dan sesudah dilakukan
Kelompok
Darah Statistic df Sig. intervensi guided imagery.
Sistolik GI ,937 15 ,348
Pre test SDB ,963 15 ,740 Tabel 7 Uji paired t-test
Sistolik GI ,942 15 ,404 Std. p
Post test SDB ,948 15 ,495 No Variabel N Mean
Deviasi value
Diastolik GI ,913 15 ,150 Sistolik Pre
Pre test SDB ,932 15 ,292 15 161,00 11,307
test SDB
1 ,000
Diastolik GI ,883 15 ,053 Sistolik Post
15 153,00 11,045
Post test SDB ,859 15 ,023 test SDB
*. This is a lower bound of the true Diastolik Pre
15 99,20 3,427
significance. test SDB
2 ,001
a. Lilliefors Significance Correction Diastolik Post
15 92,40 3,203
test SDB

6
darah sistolik diastolik kelompok guided imagery
Berdasarkan tabel 7 menunjukan hasil uji adalah 0,000, artinya ada perbedaan yang
beda dengan menggunakan uji dependent t- signifikan dari tekanan darah sistolik diastolik
test/paired t-test di SPSS 23, p < 0,05 yang sebelum dan sesudah dilakukan guided imagery.
berarti ada perbedaan yang signifikan dari Dari penelitian ini didapatkan bahwa setelah
tekanan darah sistolik antara sebelum dan dilakukan guided imagery selama tiga hari
sesudah dilakukan intervensi slow deep berturut-turut dapat menurunkan tekanan darah
breathing. sistolik sebesar 4,07 mmHg dan tekanan darah
Hasil uji beda dengan menggunakan uji diastolik sebesar 3,4 mmg.
Wilcoxon Sign Rank test di SPSS 23, p < 0,05 Hasil analisa data pada tabel 7 diatas
yang berarti ada perbedaan yang signifikan dari menunjukkan bahwa nilai p value pada tekanan
tekanan darah diastolik antara sebelum dan darah sistolik diastolik kelompok slow deep
sesudah dilakukan intervensi slow deep breathing secara berturut-turut adalah 0,000 dan
breathing. 0,001, artinya ada perbedaan yang signifikan dari
Tabel 8 Uji independent t-test tekanan darah sistolik diastolik sebelum dan
Std. p sesudah dilakukan slow deep breathing. Dari
No Variabel N Mean
Deviasi value
Sistolik GI 15 169,40 23,222 penelitian ini didapatkan bahwa setelah
1 Sistolik ,023 dilakukan slow deep breathing selama tiga hari
15 153,00 11,045
SDB
Diastolik GI 15 97,87 4,897 berturut-turut dapat menurunkan tekanan darah
2 Diastolik ,001 sistolik sebesar 8 mmHg dan tekanan darah
15 92,40 3,203
SDB
diastolik sebesar 6,8 mmHg.
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan hasil uji Hasil analisa data pada tabel 8
beda menggunakan uji Two sampel independent menunjukkan bahwa p < 0,05 pada tekanan darah
t-test didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti ada sistolik antara kelompok guided imagery dan
perbedaan yang signifikan dari tekanan darah slow deep breathing dengan menggunakan uji
sistolik antara kelompok guided imagery dan Two Sampel Independent T test adalah 0,023
kelompok slow deep breathing. yang berarti H0 ditolak artinya ada perbedaan
Uji U Mann Whitney test didapatkan nilai yang signifikan dari tekanan darah sistolik antara
p < 0,05 yang berarti ada perbedaan yang kelompok guided imagery dan kelompok slow
signifikan dari tekanan darah diastolik antara deep breathing, sedangkan untuk p < 0,05 pada
kelompok guided imagery dan kelompok slow tekanan darah diastolik antara kelompok guided
deep breathing. imagery dan slow deep breathing dengan
menggunakn uji U Mann Whitney test adalah
PEMBAHASAN 0,001 yang berarti H0 ditolak artinya ada
Hasil analisa data pada tabel 6 diatas perbedaan yang signifikan dari tekanan darah
menunjukkan bahwa nilai p value pada tekanan

7
Efektifitas Guided Imagery dan Slow Deep Breathing (Nafi’ah et al.)

diastolik antara kelompok guided imagery dan intraseluler dan penuruanan rasio potasium dan
slow deep breathing. sodium.
Hasil analisa data pada tabel 4 Menurut Yusiana & Rejeki, 2015; Hartina
menunjukan bahwa tekanan darah sistolik pada et al., 2015 guided imagery membuat relaksasi
kelompok SDB (Slow Deep Breathing) 8 mmHg dan imajinasi positif menurunkan aktivitas
lebih besar daripada kelompok GI (Guided simpatis sehingga merileksasi otot polos
Imagery) 4,07 mmHg, sedangkan tekanan darah pembuluh darah dan menyebabkan penurunan
diastolik pada kelompok SDB (Slow Deep tekanan darah. Saat seseorang relaksasi dan
Breathing) 6,8 mmHg lebih besar daripada berimajinasi positif akan merangsang otak untuk
kelompok GI (Guided Imagery) 3,4 mmHg. mengeluarkan horman serotonin dan endorfin.
Menurut peneliti seseorang yang berusia Horman serotonin akan memberikan efek untuk
20 - 45 tahun dikatakan hipertensi apabila meningkatkan reflek baroreseptor dan endorfin
tekanan darah sistolik > 135 mmHg dan diastolik juga akan memberikan efek terhadap suasana
> 90 mmHg dengan jumlah responden pada hati, reflek baroreseptor merupakan salah satu
masing-masing kelompok sebanyak 4 pasien, pengontrol sistem saraf terhadap tekanan darah,
yang berusia 46 – 65 tahun tekanan darah sistolik yang terletak secara spesifik pada dinding
> 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg dengan beberapa arteri sistemik besar.
jumlah pasien 11 pasien. Hipertensi dapat terjadi Menurut Lovastatin, 2005 & Joohan, 2000
karena beberapa faktor resiko diantaranya jenis dikutip dalam Wahyuni et al., 2015 slow deep
kelamin, riwayat keluarga, usia, dan masih breathing akan menyebabkan rileksasi sehingga
banyak yang lainnya. Seperti pada penelitian ini menstimulasi pengeluaran hormon endorphine
jenis kelamin, riwayat keluarga, dan usia yang berefek langsung terhadap sistem saraf
mempengaruhi penurunan tekanan darah sistolik otonom, menyebabkan penurunan kerja sistem
diastolik pada seseorang yang dilakukan guided saraf simpatis dan peningkatan kerja sistem saraf
imagery dan slow deep breathing. parasimpatis sehingga terjadi penurunan tekanan
Tekanan darah akan meningkat secara darah. Selain itu ekshalasi yang panjang pada
bertahap sesuai bertambahnya usia, pada orang latihan slow deep breathing akan menyebabkan
lanjut usia arterinya lebih keras, kurang fleksibel terjadinya peningkatan tekanan intratoraks di
terhadap darah, dan dinding pembuluh darah paru selama inspirasi sehingga meningkatkan
tidak lagi retraksi secara fleksibel pada kadar oksigen di dalam jaringan tubuh.
penurunan tekanan darah. Ditambah lagi dengan Oksigen yang meningkat akan
seseorang yang mempunyai riwayat keluarga mengaktivasi refleks kemoreseptor dan reflek
hipertensi maka akan lebih besar resikonya baroreseptor. Aktivasi kemoreseptor dan
karena faktor genetik penderita hipertensi baroreseptor menyebabkan aktivitas kerja saraf
berkaitan dengan peningkatan jumlah sodium di parasimpatis meningkat dan menurunkan

8
aktivitas kerja saraf simpatis sehingga akan mmHg. Ada perbedaan yang signifikan dari
menyebabkan penurunan tekanan darah. tekanan darah sisitolik diastolik antara sebelum
Peneliti berpendapat bahwa slow deep dan sesudah dilakukan slow deep breathing.
breathing lebih efektif daripada guided imagery Rerata tekanan darah sistolik diastolik
dalam menurunkan tekanan darah sistolik kelompok guided imagery dan slow deep
diastolik. Menurut peneliti banyak faktor yang breathing selama tiga hari berturut-turut sebesar
mempengaruhi penurunan tekanan darah seperti; 169,40/97,87 mmHg, 153,00/92,40 mmHg, Uji
jenis kelamin, riwayat keluarga, usia ,dan lain beda menggunakan uji two sampel independent t-
sebagainya termasuk lingkungan pasien saat test untuk tekanan darah sistolik dan uji U mann
dilakukan intervensi. whitney test untuk tekanan darah diastolik
Hasil rerata penurunan tekanan darah dengan nilai p adalah 0,023 dan 0,001 yang
sistolik diastolik slow deep breathing lebih besar berarti ada perbedaan yang signifikan dari
daripada guided imagery, karena slow deep tekanan darah sisitolik diastolik antara guided
breathing dapat mengaktivasi reflek imagery dan slow deep breathing.
kemoreseptor dan baroreseptor sedangkan guided Hasil analisa data tekanan darah antara
imagery hanya mengaktivasi reflek baroreseptor. guided imagery dan slow deep breathing
Selain itu slow deep breathing lebih mudah di menunjukkan tekanan darah mengalami
lakukan daripada guided imagery yang harus penurunan 4,07 mmHg dan 8 mmHg pada
memerlukan lingkungan tenang (tidak bising). tekanan darah sistolik, sedangkan pada tekanan
darah diastolik 3,4 mmHg dan 6,8 mmHg.
PENUTUP Penelitian membuktikan bahwa slow deep
Berdasarkan analisa data dari hasil breathing lebih efektif daripada guided imagery.
penelitian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa rerata tekanan darah sistolik DAFTAR PUSTAKA
Afdila, J. N. 2016. Pengaruh Terapi Guided
diastolik sebelum dan sesudah dilakukan guided
Imagery Terhadap Tingkat Stres Pada
imagery selama tiga hari sebesar 173,47/101,27 Mahasiswa Tingkat Akhir Dalam
mmHg, dan 169,40/97,87 mmHg, penurunan Menyelesaikan Skirpsi. Program Studi
Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan
tekanan darah sistolik 4,07 mmHg dan diastolik Universitas Airlangga Surabaya. Retrieved
3,4 mmHg. Ada perbedaan yang signifikan dari fromhttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct
=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=
tekanan darah sisitolik diastolik antara sebelum
rja&uact=8&ved=0ahUKEwja9K76hDW
dan sesudah dilakukan guided imagery. AhVCKo8KHRWzAbUQFggmMAA&url
Rerata tekanan darah sistolik diastolik =http%3A%2F%2Frepository.unair.ac.id
%2F50614%2F&usg=AOvVaw0fD-
sebelum dan sesudah dilakukan slow deep WATITdlR4CSRXafIzt
breathing selama tiga hari sebesar 161,00/99,20 Anwar, F. 2017. Kemenkes Sebut Kasus
mmHg, dan 153,00/92,40 mmHg, dengan Hipertensi Di Indonesia Terus Meningkat.
Retrieved August 25, 2017, from
penurunan sistolik 8 mmHg dan diastolik 6,8 https://health.detik.com/

9
Efektifitas Guided Imagery dan Slow Deep Breathing (Nafi’ah et al.)

read/2017/05/17/122206/3503396/763/ke Indonesia.
menkes-sebut-kasus-hipertensi-di- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
indonesia-terus-meningkat 2017, May 18. Sebagian Besar Penderita
Dahlan, M. Sopiyudin. 2014. Statistik Untuk Hipertensi Tidak Menyadarinya. Retrieved
Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta : August 25, 2017, from
Epidemiologi Indonesia. http://www.depkes.go.id/
Devicaesaria, A. 2014. Hipertensi Krisis. article/view/17051800002/sebagian-besar-
Medicinus, Scientific Journal Of penderita-hipertensi-tidak-
Pharmaceutical Development And menyadarinya.html
Medical Application, 27(3), 9–17. Kurniawan, A. B. 2017. Pengaruh Pemberian
Dinas Kesehatan Kota Pasuruan. 2015. Profil Teknik Relaksasi Otot Progesif Terhadap
Kesehatan Kota Pasuruan Tahun 2015. Penurunan Tekanan Darah PAda Pasien
Pasuruan: Dinas Kesehatan Kota Hipertensi. Politeknik Kesehatan
Pasuruan. Retrieved Kemenkes Malang.
fromhttp://www.depkes.go.id/resources/do Lidya, H. A. 2009. Bab 2 tinjauan pustaka 2.1.
wnload/profil/PROFIL_KAB_KOTA_201 Universitas Indonesia.
5/3575_Jatim_Kota_Pasuruan_2015.pdf Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2012. Kesehatan (Revisi Cet). Jakarta: Rineka
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Cipta.
Tahun 2012. Surabaya: Dinas Kesehatan Novantica, A. 2015. Efektifitas Guided Imagery
Provinsi Jawa Timur. Retrievedfrom Dan Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
http://www.depkes.go. Penurunan Tekanan Darah Remaja
id/resources/download/profil/PROFIL Hipertensi Di Puskesmas Kedungmundu
_KES_PROVINSI_2012/15_Profil_Kes.Pr Semarang. Universitas Muhammadiyah
ov.JawaTimur_2012.pdf Semarang.
Fuad, A. N., Ismonah, & Meikawati, W. 2012. Nurarif, A. Hu., & Kusuma, H. 2015. Aplikasi
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Sesudah Pemberian Teknik Relaksasi Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC
Imajinasi Terbimbing Pada Pasien (Edisi Revi). Jogjakarta: MediAction.
Hipertensi Di Wilayah Puskesmas
Nurasiyah, S. H. 2016. Gambaran Tekanan
Krobokan Semarang.
Darah Berdasarkan Posisi Tubuh Pada
Fuad, M. N. 2012. Pengaruh Meditasi Garuda Pasien Hipertensi Di Kelurahan Ciamis
Terhadap Tekanan Darah Dan Gejala Wilayah Kerja Puskesmas Ciamis Tahun
Hipertensi Pada PAsien Hipertensi Usia 2016. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Pertengahan Di Desa Balung Lor Muhammadiyah Ciamis.
Kecamatan Balung Kabupaten Jember.
Nurgiwiati, E. 2015. Terapi Alternatif &
Universitas Jember.
Komplementer Dalam Bidang
Hartina, R. D., Wardana, D. P., & Fajar, R. A. Keperawatan. Bogor: IN MEDIA.
2015. Terapi Imajinasi Terpimpin
Nursalam. 2016. Metode Penelitian Ilmu
Menurunkan Hipertensi di Pekalongan
Keperawatan Pendekatan Praktis (Edisi
Guided Imagery Therapy Decrease
4). Jakarta: Salemba Medika.
Hypertension in Pekalongan, VII(1).
Oka, M. A. I. W. 2013. Referat Hipertensi.
Jafar, N. 2010. Hipertensi. Hipertensi,
Universitas Trisakti.
Universitas Hasanudin Makasar.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit
Kamaluddin, R. (2010). Pengalaman Pasien
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hipertensi Yang Menjalani Terapi
Alternatif Komplementer Bekam Di Saputri, D. E. 2010. Hubungan Stres Dengan
Kabupaten Banyumas. Universitas Hipertensi Pada Penduduk Di Indonesia
Tahun 2007 (Analisis Data Riskesdas

10
2007). Universitas Indonesia. Muhammadiyah Yogyakarta.
Sepdianto, T. C. 2008. Pengaruh Latihan Slow Tambayong, dr. J. 2012. Patofisiologi Untuk
Deep Breathing Terhadap Tekanan Darah Keperawatan. Jakarta: EGC.
Dan Tingkat Kecemasan Pasien Udjianti, W. J. 2013. Keperawatan
Hipertensi Primer Di Kota Blitar. Kardiovaskular (3rd ed.). Jakarta: Salemba
Universitas Indonesia. Medika.
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Wahyuni, N., Wibawa, A., Andayani, N. L. N.,
Keperawatan (Pertama). Yogyakarta: Winaya, I. M. N., & Juhanna, I. V. 2015.
Graha Ilmu. Perbedaan Efektifitas Progressive Muscle
Soenarta, A. A., Erwinanto, Mumpuni, A. S. S., Relaxation Dengan Slow Deep Breathing
Barack, R., Lukito, A. A., Hersunarti, N. Exercise Terhadap Penurunan Tekanan
Pratikto, R. S. (2015). Pedoman Darah Pada Hipertensi Derajat I Di Kota
Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Denpasar. Universitas Udayana.
Kardiovaskular. Pedoman Tatalaksana Wardani, D. W. 2015. Pengaruh Teknik
Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskuler Relaksasi Nafas Dalam Sebagai Terapi
(1st ed., Vol. 1). Perhimpunan Dokter Tambahan Terhadap Penurunan Tekanan
Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Darah Pada Pasien Hipertensi Tingkat 1.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Wulandari, C. 2015. Pengaruh Guided Imagery
R&D) (23rd ed.). Bandung: Alfabeta. Terhadap Persepsi Nyeri Pada Pasien
Sukarmin, Nurachmah, E., & Gayatri, D. 2013. Post orif Di RSUD dr. R Goetheng
Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Taroenadibrata purbalingga. Universitas
Hipertensi Melalui Brisk Walking Muhammadiyah Purwokerto.
Exercise. Jurnal Keperawatan Indonesia, Yanti, N. P. E. D., Mahardika, I. A. L., & Prapti,
16(1), 33–39. N. K. G. 2016. Pengaruh Slow Deep
Sulistyawati, L., & Aminah, A. N. 2017, May 17. Breathing Terhadap Tekanan Darah Pada
Seperempat Warga Indonesia Hipertensi. Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja
Republika. Retrieved from Puskesmas Denpasar Timur. Nurscope.
http://nasional.republika.co.id/berita/ Jurnal Keperawatan Dan Pemikiran
nasional/umum/17/05/17/oq3seo384- Ilmiah, 2(4), 1–10.
seperempat-warga-indonesia-hipertensi Yusiana, M. A., & Rejeki, A. S. 2015. Terapi
Susiati, I. 2016. Perbandingan Pengaruh Terapi Guided Imagery dan Deep Breathing
Musik Tradisional Dan Terapi Tertawa Efektif Menurunkan Tekanan Darah Pada
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Penderita Hipertensi. Jurnal STIKES,
Pada Penderita Hipertensi Di Panti 8(2), 155–165.
Werdha Mojopahit Mojokerto. Universitas

11

You might also like