You are on page 1of 63

1

BAB 1
MATRIKS dan OPERASINYA

1.1 Pendahuluan Matriks


Matriks adalah susunan angka dalam bentuk segi empat yang biasanya dinyatakan
dalam bentuk
𝑎 𝑎 … 𝑎
𝑎 𝑎 … 𝑎
… … … … .
𝑎 𝑎 … 𝑎
Matriks tersebut terdiri dari m baris dan n kolom, sehingga matriks tersebut dikatakan
berukuran m × n. Matriks biasa dinotasikan dengan huruf besar/ kapital. Isi matriks biasanya
disebut elemen atau anggota, dan anggota matriks secara umum disimbolkan dengan 𝑎 .
Elemen aij menyatakan anggota/ elemen pada baris ke-i, kolom ke-j.

anggota Baris ke-i Kolom ke-j

Contoh: Diberikan matriks


1 6 −2 3 Terdiri dari 3 baris, 4 kolom.
𝐴 × = −4 0 3 1
2 −1 0 −2 Maka matriks A dikatakan
berukuran 3 × 4, ditulis
Anggota baris 1 yaitu : 1, 6, -2, 3 𝐵×
Anggota baris 2 yaitu : -4, 0, 3, 1 Anggota kolom 1 yaitu : 1, -4, 2
Anggota baris 3 yaitu : 2, -1, 0, -2 Anggota kolom 2 yaitu : 6, 0, -1
Anggota kolom 3 yaitu : -2, 3, 0,
Anggota kolom 4 yaitu : 3, 1, -2

Beberapa contoh elemen 𝑎 , diantaranya:


𝑎 yaitu anggota baris 1 kolom 2 = 6,
𝑎 yaitu anggota baris 2 kolom 1 = 4
𝑎 yaitu anggota baris 2 kolom 4 = 1
𝑎 yaitu anggota baris 3 kolom 3 = 0
2

1.2 Operasi pada Matriks


a) Penjumlahan dan pengurangan antar matriks

Syarat :

Ukuran matriks yang dijumlahkan atau dikurangkan harus sama,


 artinya, banyaknya baris antar matriks sama dan banyak kolom antar matriks
sama.
Jika ukuran antar matriks berbeda, maka penjumlahan dan pengurangan matriks
tidak mungkin dilakukan.

Misal:
 𝐴 × +𝐵 × akan dapat ditemukan hasilnya, karena matriks 𝐴 dan 𝐵
berukuran sama, yaitu berukuran 5 × 2, yang artinya matriks itu sama-sama
memiliki banyak baris 5 dan banyak kolom 2.
 𝐴 × −𝐵 × +𝐶 × tidak akan dapat ditemukan hasilnya, karena ada matriks
yang memiliki ukuran berbeda dengan yang lainnya, yaitu matriks 𝐵.
Perhatikan bahwa matriks 𝐴 dan 𝐶 sama-sama berukuran 3 × 4, tapi matriks
𝐵 berukuran 3 × 2. Walaupun banyak baris ketiga matriks sama-sama 3, tapi
karena ada matriks yang banyak kolomnya berbeda dari lainnya, maka
operasi matriks tetap saja tidak bisa dilakukan.

Cara menjumlahkan matriks adalah:  jumlahkan anggota yang berada pada posisi
yang sama (pada baris dan kolom yang sama).
Cara mengurangkan matriks adalah:  kurangkan anggota yang berada pada posisi
yang sama (pada baris dan kolom yang sama).
3

Contoh 1:
1 −3 0 −2 3 1
𝐴= , 𝐵=
2 4 −2 −2 0 5
Matriks A dan B berukuran sama, yaitu berukuran 2 × 3, sehingga kedua matriks itu
bisa dijumlahkan dan dikurangkan, yaitu dengan menjumlahkan atau mengurangkan
anggota-anggota pada posisi yang sama.
 Penjumlahan

1 + (−2) −3 + 3 0+1 −1 0 1
= =
2 + (−2) 4+0 −2 + 5 0 4 3
−1 0 1
Jadi hasil 𝐴 + 𝐵 =
0 4 3

 Pengurangan (dengan cara yang sama seperti pada penjumlahan di atas, tapi
ganti operasi nya dari tambah jadi kurang)

1 −3 0 −2 3 1 1 − (−2) −3 − 3 0−1 3 −6 −1
𝐴−𝐵 = − = =
2 4 −2 −2 0 5 2 − (−2) 4−0 −2 − 5 4 4 −7

b) Perkalian antara skalar dengan matriks

Misalkan c adalah suatu skalar (bilangan riil) yang dikalikan dengan matriks A,
maka perkalian antara skalar c dengan matriks A, dinotasikan dengan 𝒄𝑨.
Jadi 𝒄𝑨 berarti mengalikan bilangan skalar c ke semua anggota pada matriks A.
Ukuran matriks 𝑐𝐴 sama dengan ukuran matriks A.

Contoh 2 :
Berdasarkan matriks A, matriks B dan matriks A + B yang diberikan pada contoh
sebelumnya, maka hitung 3𝐴,−4𝐵, 2(𝐴 + 𝐵) dan −5(𝐴 − 𝐵)
 3𝐴 artinya adalah semua anggota matriks 𝐴 dikali 3.
1 −3 0 3.1 3. (−3) 3.0 3 −9 0
3𝐴 = 3. = =
2 4 −2 3.2 3.4 3. (−2) 6 12 −6
4

 −4𝐵 artinya adalah semua anggota matriks 𝐵 dikali −4.


−2 3 1 (−4). (−2) (−4). 3 (−4). 1 8 −12 −4
−4𝐵 = −4. = =
−2 0 5 (−4). (−2) (−4). 0 (−4). 5 8 0 −20

 2(𝐴 + 𝐵) artinya adalah semua anggota matriks (𝐴 + 𝐵) dikali dengan 2.


−1 0 1
Pada contoh 1 di bagian penjumlahan, diperoleh 𝐴 + 𝐵 = , maka
0 4 3
−1 0 1 2. (−1) 2.0 2.1 −2 0 2
2(𝐴 + 𝐵) = 2. = =
0 4 3 2.0 2.4 2.3 0 8 6

 −5(𝐴 − 𝐵) artinya adalah semua angota matriks (𝐴 − 𝐵) dikali dengan −5.


3 −6 −1
Pada contoh 1 di bagian penjumlahan, diperoleh 𝐴 − 𝐵 = , maka
4 4 −7
3 −6 −1 (−5). 3 (−5). (−6) (−5). (−1)
−5(𝐴 − 𝐵) = −5. =
4 4 −7 (−5). 4 (−5). 4 (−5). (−7)
−15 30 5
= .
−20 −20 35
1

BAB 1
MATRIKS dan OPERASINYA

1.1 Pendahuluan Matriks


Matriks adalah susunan angka dalam bentuk segi empat yang biasanya dinyatakan
dalam bentuk
𝑎 𝑎 … 𝑎
𝑎 𝑎 … 𝑎
… … … … .
𝑎 𝑎 … 𝑎
Matriks tersebut terdiri dari m baris dan n kolom, sehingga matriks tersebut dikatakan
berukuran m × n. Matriks biasa dinotasikan dengan huruf besar/ kapital. Isi matriks biasanya
disebut elemen atau anggota, dan anggota matriks secara umum disimbolkan dengan 𝑎 .
Elemen aij menyatakan anggota/ elemen pada baris ke-i, kolom ke-j.

anggota Baris ke-i Kolom ke-j

Contoh: Diberikan matriks


1 6 −2 3 Terdiri dari 3 baris, 4 kolom.
𝐴 × = −4 0 3 1
2 −1 0 −2 Maka matriks A dikatakan
berukuran 3 × 4, ditulis
Anggota baris 1 yaitu : 1, 6, -2, 3 𝐵×
Anggota baris 2 yaitu : -4, 0, 3, 1 Anggota kolom 1 yaitu : 1, -4, 2
Anggota baris 3 yaitu : 2, -1, 0, -2 Anggota kolom 2 yaitu : 6, 0, -1
Anggota kolom 3 yaitu : -2, 3, 0,
Anggota kolom 4 yaitu : 3, 1, -2

Beberapa contoh elemen 𝑎 , diantaranya:


𝑎 yaitu anggota baris 1 kolom 2 = 6,
𝑎 yaitu anggota baris 2 kolom 1 = 4
𝑎 yaitu anggota baris 2 kolom 4 = 1
𝑎 yaitu anggota baris 3 kolom 3 = 0
2

1.2 Operasi pada Matriks


a) Penjumlahan dan pengurangan antar matriks

Syarat :

Ukuran matriks yang dijumlahkan atau dikurangkan harus sama,


 artinya, banyaknya baris antar matriks sama dan banyak kolom antar matriks
sama.
Jika ukuran antar matriks berbeda, maka penjumlahan dan pengurangan matriks
tidak mungkin dilakukan.

Misal:
 𝐴 × +𝐵 × akan dapat ditemukan hasilnya, karena matriks 𝐴 dan 𝐵
berukuran sama, yaitu berukuran 5 × 2, yang artinya matriks itu sama-sama
memiliki banyak baris 5 dan banyak kolom 2.
 𝐴 × −𝐵 × +𝐶 × tidak akan dapat ditemukan hasilnya, karena ada matriks
yang memiliki ukuran berbeda dengan yang lainnya, yaitu matriks 𝐵.
Perhatikan bahwa matriks 𝐴 dan 𝐶 sama-sama berukuran 3 × 4, tapi matriks
𝐵 berukuran 3 × 2. Walaupun banyak baris ketiga matriks sama-sama 3, tapi
karena ada matriks yang banyak kolomnya berbeda dari lainnya, maka
operasi matriks tetap saja tidak bisa dilakukan.

Cara menjumlahkan matriks adalah:  jumlahkan anggota yang berada pada posisi
yang sama (pada baris dan kolom yang sama).
Cara mengurangkan matriks adalah:  kurangkan anggota yang berada pada posisi
yang sama (pada baris dan kolom yang sama).
3

Contoh 1:
1 −3 0 −2 3 1
𝐴= , 𝐵=
2 4 −2 −2 0 5
Matriks A dan B berukuran sama, yaitu berukuran 2 × 3, sehingga kedua matriks itu
bisa dijumlahkan dan dikurangkan, yaitu dengan menjumlahkan atau mengurangkan
anggota-anggota pada posisi yang sama.
 Penjumlahan

1 + (−2) −3 + 3 0+1 −1 0 1
= =
2 + (−2) 4+0 −2 + 5 0 4 3
−1 0 1
Jadi hasil 𝐴 + 𝐵 =
0 4 3

 Pengurangan (dengan cara yang sama seperti pada penjumlahan di atas, tapi
ganti operasi nya dari tambah jadi kurang)

1 −3 0 −2 3 1 1 − (−2) −3 − 3 0−1 3 −6 −1
𝐴−𝐵 = − = =
2 4 −2 −2 0 5 2 − (−2) 4−0 −2 − 5 4 4 −7

b) Perkalian antara skalar dengan matriks

Misalkan c adalah suatu skalar (bilangan riil) yang dikalikan dengan matriks A,
maka perkalian antara skalar c dengan matriks A, dinotasikan dengan 𝒄𝑨.
Jadi 𝒄𝑨 berarti mengalikan bilangan skalar c ke semua anggota pada matriks A.
Ukuran matriks 𝑐𝐴 sama dengan ukuran matriks A.

Contoh 2 :
Berdasarkan matriks A, matriks B dan matriks A + B yang diberikan pada contoh
sebelumnya, maka hitung 3𝐴,−4𝐵, 2(𝐴 + 𝐵) dan −5(𝐴 − 𝐵)
 3𝐴 artinya adalah semua anggota matriks 𝐴 dikali 3.
1 −3 0 3.1 3. (−3) 3.0 3 −9 0
3𝐴 = 3. = =
2 4 −2 3.2 3.4 3. (−2) 6 12 −6
4

 −4𝐵 artinya adalah semua anggota matriks 𝐵 dikali −4.


−2 3 1 (−4). (−2) (−4). 3 (−4). 1 8 −12 −4
−4𝐵 = −4. = =
−2 0 5 (−4). (−2) (−4). 0 (−4). 5 8 0 −20

 2(𝐴 + 𝐵) artinya adalah semua anggota matriks (𝐴 + 𝐵) dikali dengan 2.


−1 0 1
Pada contoh 1 di bagian penjumlahan, diperoleh 𝐴 + 𝐵 = , maka
0 4 3
−1 0 1 2. (−1) 2.0 2.1 −2 0 2
2(𝐴 + 𝐵) = 2. = =
0 4 3 2.0 2.4 2.3 0 8 6

 −5(𝐴 − 𝐵) artinya adalah semua angota matriks (𝐴 − 𝐵) dikali dengan −5.


3 −6 −1
Pada contoh 1 di bagian penjumlahan, diperoleh 𝐴 − 𝐵 = , maka
4 4 −7
3 −6 −1 (−5). 3 (−5). (−6) (−5). (−1)
−5(𝐴 − 𝐵) = −5. =
4 4 −7 (−5). 4 (−5). 4 (−5). (−7)
−15 30 5
= .
−20 −20 35
5

c) Perkalian antar matriks (antara matriks dengan matriks lainnya)


Syarat perkalian antara dua buah matriks adalah banyak kolom pada matriks pertama
harus sama dengan banyak baris pada matriks kedua.

𝑨𝒎×𝒏 × 𝑩𝒏×𝒑 𝐴 × ×𝐵 ×

=

(𝑨𝑩)𝒎×𝒑 Matriks 𝐴 dan 𝐵
tidak bisa dikali

Matriks 𝐴 dan 𝐵 bisa dikalikan, karena Matriks 𝐴 dan 𝐵 tidak bisa dikalikan,
banyak kolom 𝑨 = banyak baris 𝑩 = 𝒏. karena
Hasil kali matriks 𝐴 dan 𝐵 harus banyak kolom 𝑨 ≠ banyak baris 𝑩.
berukuran 𝑚 × 𝑝 Banyak kolom 𝐴 = 𝑛.
Banyak baris 𝐵 = 𝑚.

Contoh:
1) Perkalian matriks 𝐴 × ×𝐵 × bisa dilakukan karena :
banyak kolom pada matriks A = banyak baris pada matriks B = 4.
Maka perkalian kedua matriks akan menghasilkan matriks berukuran 3 × 2.
𝐴 × ×𝐵 ×

(𝐴𝐵) ×

2) Perkalian matriks 𝑃 × × 𝑄 × tidak bisa dilakukan karena :


banyak kolom di matriks 𝑃 ≠ banyak baris di matriks Q.
𝑃 × ×𝑄 ×


6

1 2 −2 1 3
3) Jika 𝐶 = dan 𝐷 = , maka
3 4 2 0 −1
i. Apakah perkalian matriks 𝐶 × 𝐷 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
ii. Apakah perkalian matriks 𝐷 × 𝐶 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
Pembahasan:
i. Apakah perkalian matriks 𝐶 × 𝐷 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
𝐶 × ×𝐷 ×

Hasil kali matriks 𝐶 dan 𝐷 harus berukuran 2 × 3.

Perhatikan bahwa banyak kolom 𝐶 = banyak baris 𝐷 = 2, sehingga perkalian


matriks 𝐶 dan 𝐷 bisa dilakukan. Dan hasil kalinya harus berukuran 2 × 3.
Berikut adalah proses perhitungan perkalian antara matriks 𝐶 dan 𝐷, yaitu

Karena hasil 𝐶 × 𝐷 harus berukuran 2 × 3, maka rancangan matriks hasil


kalinya adalah:
𝑎 𝑎 𝑎
𝐶×𝐷 = 𝑎 𝑎 𝑎
1 2 −2 1 3 1. (−2) + 2.2 1.1 + 2.0 1.3 + 2. (−1)
× =
3 4 2 0 −1 3. (−2) + 4.2 3.1 + 4.0 3.3 + 4. (−1)
−2 + 4 1+0 3 + (−2) 𝟐 𝟏 𝟏
= =
−6 + 8 3+0 9 + (−4) 𝟐 𝟑 𝟓

ii. Apakah perkalian matriks 𝐷 × 𝐶 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
Pembahasan:
𝐷 × ×𝐶 ×

Maka matriks 𝐷 × 𝐶 tidak bisa dilakukan.

Banyak kolom 𝐷 = 3. Sedangkan banyak baris 𝐶 = 2. Sehingga perkalian matriks


𝐷 × 𝐶 tidak bisa dilakukan.
7

2
4) Jika matriks 𝑃 = [1 2 3], dan matriks 𝑄 = 0 , maka
−1
i. Apakah perkalian matriks 𝑃 × 𝑄 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
ii. Apakah perkalian matriks 𝑄 × 𝑃 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
Pembahasan:
i. Apakah perkalian matriks 𝑃 × 𝑄 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya
𝑃× ×𝑄 ×

Hasil kali matriks 𝑃 dan Q harus berukuran 1 × 1.

Perhatikan bahwa banyak kolom 𝑃 = banyak baris 𝑄 = 3, sehingga perkalian


matriks 𝑃 dan 𝑄 bisa dilakukan. Dan hasil kalinya harus berukuran 1 × 1.
Berikut adalah proses perhitungan perkalian antara matriks 𝑃 dan 𝑄, yaitu

Karena hasil 𝑃 × 𝑄 harus berukuran 1 × 1, maka rancangan matriks hasil


kalinya adalah:
𝑃 × 𝑄 = [𝑎 ]
2
[1 2 3] × 0 = [1.2 + 2.0 + 3. (−1)] = [2 + 0 + (−3)] = [−𝟏]
−1

ii. Apakah perkalian matriks 𝑄 × 𝑃 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya
𝑄 × ×𝑃 ×
=

Hasil kali matriks 𝑄 dan 𝑃 harus berukuran 3 × 3.

Perhatikan bahwa banyak kolom 𝑄 = banyak baris 𝑃 = 1, sehingga perkalian


matriks 𝑄 dan 𝑃 bisa dilakukan. Dan hasil kalinya harus berukuran 3 × 3.
Berikut adalah proses perhitungan perkalian antara matriks 𝑄 dan 𝑃, yaitu
8

Karena hasil 𝑄 × 𝑃 harus berukuran 3 × 3, maka rancangan matriks hasil


kalinya adalah:
𝑎 𝑎 𝑎
𝑄×𝑃 = 𝑎 𝑎 𝑎
𝑎 𝑎 𝑎
2 𝟐 𝟒 𝟔
0 × [1 2 3] = 𝟎 𝟎 𝟎
−1 −𝟏 −𝟐 −𝟑

1.3 Tranpose Matriks


 Transpose dari matriks A dinotasikan dengan 𝐴 .
 Transpose dari matriks 𝐴 adalah suatu matriks yang diperoleh dengan cara
menuliskan kolom-kolom dari matriks A yang berurutan menjadi baris-baris
pada matriks 𝐴 secara berurutan.
 Jika 𝐴 adalah matriks berukuran 𝑚 × 𝑛, maka 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑚.
Contoh:
𝟏 𝟐
1 −3 0
𝐴 × = ⟹ 𝑨𝑻𝟑×𝟐 = −𝟑 𝟒
2 4 −2
𝟎 𝟐
1
𝐵 × = 2 ⇒ 𝑩𝑻𝟏×𝟑 = [𝟏 𝟐 𝟑]
3

1.4 Beberapa Matriks Spesial


a) Matriks bujur sangkar/ matriks persegi, yaitu matriks yang memiliki banyak
baris yang sama dengan banyak kolom.
𝑎 𝑎
Contoh: Matriks 𝑎 𝑎 merupakan matriks bujur sangkar berukuran 2 × 2
𝑎 𝑎 𝑎
Matriks 𝑎 𝑎 𝑎 merupakan matriks bujur sangkar berukuran 3 × 3
𝑎 𝑎 𝑎
b) Matriks Nol, yaitu matriks bujur sangkar yang semua anggotanya bernilai 0
c) Matriks Diagonal, yaitu matriks bujur sangkar yang anggota diluar diagonal
utama bernilai 0.
9

𝑎 0 0
Contoh: 0 𝑎 0 , dengan salah satu atau semua 𝑎 , 𝑎 , 𝑎 ≠0
0 0 𝑎
merupakan matriks diagonal 3 × 3
d) Matriks Identitas/ matriks satuan, yang dinotasikan dengan I, yaitu matriks
diagonal yang anggota pada diagonal utama bernilai 1.
1 0 0
Contoh: 0 1 0 merupakan matriks identitas berukuran 3 × 3
0 0 1
𝟏 𝟎
𝟎 𝟏
e) Matriks segitiga bawah, yaitu matriks bujur sangkar yang di atas diagonal utama
bernilai 0.
𝑎 0 0
Contoh: 𝑎 𝑎 0 merupakan matriks segitiga atas berukuran 3 × 3
𝑎 𝑎 𝑎
𝟑 𝟎
𝟏 𝟒
f) Matriks segitiga atas, yaitu matriks bujur sangkar yang di bawah diagonal utama
bernilai 0.
𝑎 𝑎 𝑎
Contoh: 0 𝑎 𝑎 merupakan matriks segitiga bawah berukuran 3 × 3
0 0 𝑎
𝟐 𝟑
𝟎 𝟒
g) Matriks simetris, yaitu matriks bujur sangkar, yang transpose-nya sama dengan
dirinya sendiri, yaitu secara matematis dituliskan 𝐴 = 𝐴
1 2 3 1 2 3
Contoh: 𝐴 = 2 4 5 ⟹𝐴 = 2 4 5
3 5 6 3 5 6
Matriks A tersebut merupakan matriks simetris, karena:
Anggota pada baris 1 pada matriks A = anggota pada baris 1 pada matriks 𝐴
Anggota pada baris 2 pada matriks A = anggota pada baris 2 pada matriks 𝐴
Anggota pada baris 3 pada matriks A = anggota pada baris 3 pada matriks 𝐴
8

1.3 Tranpose Matriks


 Transpose dari matriks A dinotasikan dengan � .
 Transpose dari matriks � adalah suatu matriks yang diperoleh dengan cara
menuliskan kolom-kolom dari matriks A yang berurutan menjadi baris-baris
pada matriks � secara berurutan.
 Jika � adalah matriks berukuran � × �, maka � berukuran � × �.
Contoh:
� �
1 −3 0
� × = ⟹ ���×� = −� �
2 4 −2
� �
1
� × = 2 ⇒ ���×� = [� � �]
3

1.4 Beberapa Matriks Spesial


a) Matriks bujur sangkar/ matriks persegi, yaitu matriks yang memiliki banyak
baris yang sama dengan banyak kolom.
� �
Contoh: Matriks � � merupakan matriks bujur sangkar berukuran 2 × 2
� � �
Matriks � � � merupakan matriks bujur sangkar berukuran 3 × 3
� � �
b) Matriks Nol, yaitu matriks bujur sangkar yang semua anggotanya bernilai 0
c) Matriks Diagonal, yaitu matriks bujur sangkar yang anggota diluar diagonal
utama bernilai 0.
� 0 0
Contoh: 0 � 0 , dengan salah satu atau semua � , � , � ≠0
0 0 �
merupakan matriks diagonal 3 × 3
d) Matriks Identitas/ matriks satuan, yang dinotasikan dengan I, yaitu matriks
diagonal yang anggota pada diagonal utama bernilai 1.
1 0 0
Contoh: 0 1 0 merupakan matriks identitas berukuran 3 × 3
0 0 1
� �
� �
e) Matriks segitiga bawah, yaitu matriks bujur sangkar yang di atas diagonal utama
bernilai 0.
9

� 0 0
Contoh: � � 0 merupakan matriks segitiga atas berukuran 3 × 3
� � �
� �
� �
f) Matriks segitiga atas, yaitu matriks bujur sangkar yang di bawah diagonal utama
bernilai 0.
� � �
Contoh: 0 � � merupakan matriks segitiga bawah berukuran 3 × 3
0 0 �
� �
� �
g) Matriks simetris, yaitu matriks bujur sangkar, yang transpose-nya sama dengan
dirinya sendiri, yaitu secara matematis dituliskan � = �
1 2 3 1 2 3
Contoh: � = 2 4 5 ⟹� = 2 4 5
3 5 6 3 5 6
Matriks A tersebut merupakan matriks simetris, karena:
Anggota pada baris 1 pada matriks A = anggota pada baris 1 pada matriks �
Anggota pada baris 2 pada matriks A = anggota pada baris 2 pada matriks �
Anggota pada baris 3 pada matriks A = anggota pada baris 3 pada matriks �

Contoh Matriks Simetris :


2 � −1 3
−2 1 � 5
Jika matriks � = adalah matriks simetris, maka tentukan nilai
� 8 0 �
� � 9 1
�, �, �, �, �, �.
Pembahasan :
Supaya matriks � menjadi matriks simetris, maka nilai � = � .
Sehingga :
2 −2 −1 3
Nilai � = � =� = −2 −2 1 8 5
Jadi matriks � = .
Nilai � = � =� =8 −1 8 0 9
3 5 9 1
Nilai � = � =� = −1
2 −2 −1 3
Nilai � = � =� =9 −2 1 8 5
Perhatikan bahwa � =
−1 8 0 9
Nilai � = � =� =3
3 5 9 1
Nilai � = � � = � =5 Sehinga � = � dan � adalah matriks simetris.
10

1. 5 Operasi pada Baris dan Kolom dari Matriks


a) Pertukaran baris
Contoh: Menukarkan baris 1 dan baris 2 :
1 2 3 3 2 4
3 2 4 � ⟷� 1 2 3
5 1 2 5 1 2

b) Pertukaran kolom
Contoh: Menukarkan kolom 2 dengan kolom 3:
1 2 3 1 3 2
3 2 4 � ⟷� 3 4 2
5 1 2 5 2 1

c) Mengalikan suatu baris dengan suatu skalar c


Contoh: Mengalikan baris 3 dengan 2, sehingga anggota baris 3 saja yang berubah:
1 2 3 1 2 3 1 2 3
2. �
3 2 4 3 2 4 = 3 2 4

5 1 2 2.5 2.1 2.2 10 2 4

d) Mengalikan suatu kolom dengan suatu skalar c


Contoh: Mengalikan kolom 1 dengan −2, sehingga anggota pada kolom 1 saja yang
berubah:
1 2 3 (−2). 1 2 3 −2 2 3
−2. �
3 2 4 (−2). 3 2 4 = −6 2 4

5 1 2 (−2). 5 1 2 −10 1 2

e) Menambahkan atau mengurangkan suatu baris dengan c kali baris lainnya


Contoh: baris 2 ditambah 3 kali baris 1, maka yang akan berubah hanya anggota
pada baris 2 saja.
1 2 3 1 2 3 1 2 3
� + 3. �
3 2 4 3 + 3.1 2 + 3.2 4 + 3.3 = 6 8 13

5 1 2 5 1 2 5 1 2

f) Menambahkan atau mengurangkan suatu kolom dengan c kali kolom lainnya


Contoh: kolom 1 dikurang 2 kali kolom 3, maka yang akan berubah hanya anggota
pada kolom 1 saja.
1 2 3 1 − 2.3 2 3 1−6 2 3 −5 2 3
� − 2. �
3 2 4 3 − 2.4 2 4 = 3 − 8 2 4 = −5 2 4

5 1 2 5 − 2.2 1 2 5−4 1 2 1 1 2
11

Contoh 1:
Lakukan Operasi Baris Elementer (OBE) untuk mengubah matriks berikut menjadi matriks
Segitiga atas
1 2 3
2 5 3
1 0 8

Pembahasan:
Matriks segitiga atas adalah matriks yang anggota di bawah diagonal utama bernilai 0
semua. Berarti posisi angka yang diwarnai hijau berikut harus bernilai 0.
� → 1 2 3
� → 2 5 3
� → 1 0 8
Cara 1:
1 Meng”0”kan 2 pada � , maka OBE nya adalah
2
� − � = � − 2�
1
1 2 3 1 2 3 1 2 3 ←�
2 5 3 → � − 2� 2 − 2.1 5 − 2.2 3 − 2.3 = 0 1 −3 ← �
1 0 8 1 0 8 1 0 8 ←�
2 Meng”0”kan 1 pada � , maka OBE nya adalah
1
� − � =� −�
1
1 2 3 1 2 3 1 2 3 ←�
0 1 −3 → � − � 0 1 −3 = 0 1 −3 ← �
1 0 8 1−1 0−2 8−3 0 −2 5 ← �
3 Meng”0”kan 2 pada � , maka OBE nya adalah
−2
� − � = � + 2�
1
1 2 3 1 2 3 � � � ←�
0 1 −3 → � + 2� 0 1 −3 = � � −� ← �
0 −2 5 0 + 2.0 −2 + 2.1 5 + 2. (−3) � � −� ← �

Matriks Segitiga Atas


12

� → 1 2 3
� → 2 5 3
� → 1 0 8
Cara 2:
1 Meng”0”kan 2 pada � , maka OBE nya Meng”0”kan 1 pada � , maka OBE nya
adalah adalah
2 1
� − � = � − 2� � − � =� −�
1 1

1 2 3 � ����� 1 2 3 1 2 3 ←�
2 5 3 → � − 2� 2 − 2.1 5 − 2.2 3 − 2.3 = 0 1 −3 ← �
1 0 8 � −� 1−1 0−2 8−3 0 −2 5 ← �
2 Meng”0”kan 2 pada � , maka OBE nya adalah
−2
� − � = � + 2�
1
1 2 3 1 2 3 � � � ←�
0 1 −3 → � + 2� 0 1 −3 = � � −� ← �
0 −2 5 0 + 2.0 −2 + 2.1 5 + 2. (−3) � � −� ← �

Matriks Segitiga Atas

Contoh 2:
Lakukan Operasi Baris Elementer (OBE) untuk mengubah matriks berikut menjadi matriks
identitas
0 −2 3
1 7 3
3 5 9
Pembahasan: Berarti akan dilakukan perubahan matriks
� → 0 −2 3 1 0 0
� → 1 7 3 ⎯ 0 1 0
� → 3 5 9 0 0 1
1 Supaya diagonal pada � tidak 0, maka tukarkan baris � dengan � , maka OBE nya
adalah � ↔ � :
� → 0 −2 3 1 7 3
� → 1 7 3 � ↔� 0 −2 3
� → 3 5 9 3 5 9
13

2 Meng”0”kan 3 pada � , maka OBEnya


3
� − � = � − 3�
1
1 7 3 1 7 3 1 7 3
0 −2 3 → � − 3� 0 −2 3 = 0 −2 3
3 5 9 3 − 3.1 5 − 3.7 9 − 3.3 0 −16 0

3 Meng”0”kan 7 pada � , maka OBE nya : Meng”0”kan 16 pada � , maka OBE nya:
7 7 −16
� − � = � + � = 2� + 7� � − � = � − 8�
−2 2 −2

1 7 3 2� + 7� → 2.1 + 7.0 2.7 + 7. (−2) 2.3 + 7.3


0 −2 3 → ����� → 0 −2 3
0 −16 0 � − 8� → 0 − 8.0 −16 − 8. (−2) 0 − 8.3
2 + 0 14 + (−14) 6 + 21 2 0 27 ← �
= 0 −2 3 = 0 −2 3 ←�
0 − 0 −16 − (−16) 0 − 24 0 0 −24 ← �

4 Meng”0”kan 27 pada � , maka OBE nya : Meng”0”kan 3 pada � , maka OBE nya:
27 27 9 3 3 1
� − � =� + � =� + � � − � =� + � =� + �
−24 24 8 −24 24 8
= 8� + 9� = 8� + �

2 0 27 8� + 9� → 8.2 + 9.0 8.0 + 9.0 8.27 + 9. (−24)


0 −2 3 → 8� + � → 8.0 + 0 8. (−2) + 0 8.3 + (−24)
0 0 −24 ����� → 0 0 −24
16 + 0 0+0 216 + (−216) 16 0 0 ←�
= 0+0 (−16) + 0 24 + (−24) = 0 −16 0 ←�
0 0 −24 0 0 −24 ← �
5 Mengubah 16 pada � menjadi 1, OBEnya:

Mengubah 16 pada � menjadi 1, OBEnya:

Mengubah 24 pada � menjadi 1, OBEnya:

16 0 0 � /16 16/16 0/16 0/16 � � �


0 −16 0 → � /−16 → 0/−16 −16/−16 0/−16 = � � �
0 0 −24 � /−24 0/−24 0/−24 −24/−24 � � �

Matriks Identitas
12

𝑏 → 1 2 3
𝑏 → 2 5 3
𝑏 → 1 0 8
Cara 2:
1 Meng”0”kan 2 pada 𝑏 , maka OBE nya Meng”0”kan 1 pada 𝑏 , maka OBE nya
adalah adalah
2 1
𝑏 − 𝑏 = 𝑏 − 2𝑏 𝑏 − 𝑏 =𝑏 −𝑏
1 1

1 2 3 𝑏 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 1 2 3 1 2 3 ←𝑏
2 5 3 → 𝑏 − 2𝑏 2 − 2.1 5 − 2.2 3 − 2.3 = 0 1 −3 ← 𝑏
1 0 8 𝑏 −𝑏 1−1 0−2 8−3 0 −2 5 ← 𝑏
2 Meng”0”kan 2 pada 𝑏 , maka OBE nya adalah
−2
𝑏 − 𝑏 = 𝑏 + 2𝑏
1
1 2 3 1 2 3 𝟏 𝟐 𝟑 ←𝑏
0 1 −3 → 𝑏 + 2𝑏 0 1 −3 = 𝟎 𝟏 −𝟑 ← 𝑏
0 −2 5 0 + 2.0 −2 + 2.1 5 + 2. (−3) 𝟎 𝟎 −𝟏 ← 𝑏

Matriks Segitiga Atas

Contoh 2:
Lakukan Operasi Baris Elementer (OBE) untuk mengubah matriks berikut menjadi matriks
identitas
0 −2 3
1 7 3
3 5 9
Pembahasan: Berarti akan dilakukan perubahan matriks
𝑏 → 0 −2 3 1 0 0
𝑏 → 1 7 3 ⎯ 0 1 0
𝑏 → 3 5 9 0 0 1
1 Supaya diagonal pada 𝑏 tidak 0, maka tukarkan baris 𝑏 dengan 𝑏 , maka OBE nya
adalah 𝑏 ↔ 𝑏 :
𝑏 → 0 −2 3 1 7 3
𝑏 → 1 7 3 𝑏 ↔𝑏 0 −2 3
𝑏 → 3 5 9 3 5 9
13

2 Meng”0”kan 3 pada 𝑏 , maka OBEnya


3
𝑏 − 𝑏 = 𝑏 − 3𝑏
1
1 7 3 1 7 3 1 7 3
0 −2 3 → 𝑏 − 3𝑏 0 −2 3 = 0 −2 3
3 5 9 3 − 3.1 5 − 3.7 9 − 3.3 0 −16 0

3 Meng”0”kan 7 pada 𝑏 , maka OBE nya : Meng”0”kan 16 pada 𝑏 , maka OBE nya:
7 7 −16
𝑏 − 𝑏 = 𝑏 + 𝑏 = 2𝑏 + 7𝑏 𝑏 − 𝑏 = 𝑏 − 8𝑏
−2 2 −2

1 7 3 2𝑏 + 7𝑏 → 2.1 + 7.0 2.7 + 7. (−2) 2.3 + 7.3


0 −2 3 → 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 → 0 −2 3
0 −16 0 𝑏 − 8𝑏 → 0 − 8.0 −16 − 8. (−2) 0 − 8.3
2 + 0 14 + (−14) 6 + 21 2 0 27 ← 𝑏
= 0 −2 3 = 0 −2 3 ←𝑏
0 − 0 −16 − (−16) 0 − 24 0 0 −24 ← 𝑏

4 Meng”0”kan 27 pada 𝑏 , maka OBE nya : Meng”0”kan 3 pada 𝑏 , maka OBE nya:
27 27 9 3 3 1
𝑏 − 𝑏 =𝑏 + 𝑏 =𝑏 + 𝑏 𝑏 − 𝑏 =𝑏 + 𝑏 =𝑏 + 𝑏
−24 24 8 −24 24 8
= 8𝑏 + 9𝑏 = 8𝑏 + 𝑏

2 0 27 8𝑏 + 9𝑏 → 8.2 + 9.0 8.0 + 9.0 8.27 + 9. (−24)


0 −2 3 → 8𝑏 + 𝑏 → 8.0 + 0 8. (−2) + 0 8.3 + (−24)
0 0 −24 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 → 0 0 −24
16 + 0 0+0 216 + (−216) 16 0 0 ←𝑏
= 0+0 (−16) + 0 24 + (−24) = 0 −16 0 ←𝑏
0 0 −24 0 0 −24 ← 𝑏
5 Mengubah 16 pada 𝑏 menjadi 1, OBEnya:

Mengubah 16 pada 𝑏 menjadi 1, OBEnya:

Mengubah 24 pada 𝑏 menjadi 1, OBEnya:

16 0 0 𝑏 /16 16/16 0/16 0/16 𝟏 𝟎 𝟎


0 −16 0 → 𝑏 /−16 → 0/−16 −16/−16 0/−16 = 𝟎 𝟏 𝟎
0 0 −24 𝑏 /−24 0/−24 0/−24 −24/−24 𝟎 𝟎 𝟏

Matriks Identitas
5

2.2 Sifat-sifat determinan


a) Determinan dari suatu matriks sama dengan determinan dari transpos-nya,
yaitu
|𝐴| = |𝐴 |
Contoh:
1 2
|𝐴| = = 1.4 − 2.3 = 4 − 6 = −2
3 4
1 3
⟹ 𝐴 = = 1.4 − 3.2 = 4 − 6 = −2. Menunjukkan |𝐴| = |𝐴 |
2 4

b) Jika pada matriks A terdapat minimal 1 baris atau 1 kolom yang anggotanya
bernilai 0, maka determinan dari matriks tersebut adalah 0.
Contoh:
𝑎 𝑎
|𝐴| = = 𝑎 .0 −𝑎 .0 = 0 − 0 = 0
0 0
𝑎 0
atau |𝐵| = = 𝑎 . 0 − 0. 𝑎 =0−0=0
𝑎 0

c) Jika pada matriks A terdapat 2 baris atau 2 kolom yang anggotanya sama
atau saling berkelipatan, maka determinan dari matriks tersebut adalah 0.
Contoh:
2 3
= 2.15 − 3.10 = 30 − 30 = 0. Dapat diperhatikan bahwa anggota
10 15
pada baris 2 merupakan kelipatan dari anggota baris 1, yaitu anggota pada
baris 2 adalah 5 kali anggota baris 1.

d) Jika matriks A merupakan matriks segitiga atas atau segitiga bawah, maka
determinan dari matriks tersebut adalah hasil kali dari anggota pada
diagonal utama nya.
6

Contoh:
𝑎 0 0 𝑎 𝑎 𝑎
Pada matriks berukuran 3 × 3, maka 𝑎 𝑎 0 = 0 𝑎 𝑎 =
𝑎 𝑎 𝑎 0 0 𝑎
𝑎 ×𝑎 ×𝑎 .

e) Nilai determinan dari matriks identitas/ matriks satuan adalah 1.

f) Jika pada matriks A dilakukan operasi pertukaran baris atau pertukaran


kolom sehingga membentuk matriks B, maka nilai determinan dari kedua
matriks itu akan berlawanan tanda, yaitu |𝐵| = −|𝐴|
g) Jika pada matriks A dilakukan operasi: salah satu baris atau salah satu kolom
dikali dengan suatu skalar/ bilangan riil c sehingga terbentuk matriks B,
maka |𝐵| = 𝑐. |𝐴|
h) Nilai determinan tidak berubah (tetap) jika suatu baris ditambah atau
dikurang dengan c kali baris lainnnya. Begitu juga nilai determinan tidak
berubah (tetap) jika suatu kolom ditambah atau dikurang dengan c kali
kolom lainnya.

2.3 Minor dan Kofaktor


Jika A adalah matriks bujur sangkar, maka yang dimaksud dengan minor
dari anggota 𝑎 adalah determinan dari submatriks yang masih tersisa setelah
anggota pada baris ke-i dan kolom ke-j dihilangkan dari A. Minor dari anggota
𝑎 itu dinotasikan dengan 𝑴𝒊𝒋 .
Sedangkan kofaktor dari 𝑎 adalah nilai (−𝟏)𝒊 𝒋 𝑴𝒊𝒋 . Kofaktor dari 𝑎 itu
dinotasikan dengan 𝐶 . Sehingga 𝑪𝒊𝒋 = (−𝟏)𝒊 𝒋 𝑴𝒊𝒋 .
Dengan demikian, minor dan kofaktor merupakan suatu skalar atau
anggota bilangan riil, bukan matriks.
7

𝑎 𝑎 𝑎
Misal, diberikan matriks 𝐴 × = 𝑎 𝑎 𝑎 , maka :
𝑎 𝑎 𝑎
 𝑀 , yaitu minor dari anggota 𝑎 , merupakan determinan dari submatriks
setelah menghilangkan baris 2 dan kolom 3 dari matriks A, sehingga
𝑎 𝑎 𝑎
𝑎 𝑎
𝑀 = 𝑎 𝑎 𝑎 =
𝑎 𝑎 dan
𝑎 𝑎 𝑎
𝑎 𝑎
𝐶 = (−1) 𝑀 = (−1) 𝑀 = (−1). 𝑎 𝑎

 𝑀 , yaitu minor dari anggota 𝑎 , merupakan determinan dari submatriks


setelah menghilangkan baris 3 dan kolom 1 dari matriks A, sehingga
𝑎 𝑎 𝑎
𝑎 𝑎
𝑀 = 𝑎 𝑎 𝑎 =
𝑎 𝑎 dan
𝑎 𝑎 𝑎
𝑎 𝑎 𝑎 𝑎
𝐶 = (−1) 𝑀 = (−1) 𝑀 = 1. 𝑎 𝑎 = 𝑎 𝑎

Note:
(−𝟏)𝒃𝒊𝒍 𝒈𝒂𝒏𝒋𝒊𝒍 = −𝟏
(−𝟏)𝒃𝒊𝒍 𝒈𝒆𝒏𝒂𝒑 = 𝟏

Contoh:
4 2 3
Matriks 𝐵 = 1 −1 2 , maka:
4 0 −2
𝑀 yaitu determinan dari submatriks setelah menghilangkan baris 1 dan
kolom 2 dari matriks B, sehingga
4 2 3
1 2
𝑀 = 1 −1 2 = = −2 − 8 = −10
4 −2
4 0 −2
Dan kofaktornya yaitu
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . (−10) = (−1). (−10) = 10
8

 𝑀 , yaitu determinan dari submatriks setelah menghilangkan baris 2 dan


kolom 2 dari matriks B, sehingga
4 2 3
4 3
𝑀 = 1 −1 2 = = −8 − 12 = −20
4 −2
4 0 −2
Dan kofaktornya yaitu
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . (−20) = (1). (−20) = −20

 𝑀 , yaiu determinan dari submatriks setelah menghilangkan baris 3 dan


kolom 1 dari matriks B, sehingga
4 2 3
2 3
𝑀 = 1 −1 2 = = 4 − (−3) = 7
−1 2
4 0 −2
Dan kofaktornya yaitu
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . (7) = (1). (7) = 7

2.4 Menghitung Determinan menggunakan minor dan kofaktor melalui


ekspansi suatu baris atau suatu kolom
Baris atau kolom yang akan diekspansi boleh dipilih. Banyaknya baris atau
kolom yang akan diekspansi untuk menghitung determinan cukup 1 baris atau
1 kolom saja.
Langkah-langkah menghitung determinan dengan ekspansi baris atau kolom:
1. Memilih 1 baris atau 1 kolom yang akan diekspansi
2. Membentuk rumus perhitungan determinan berdasarkan pemilihan
ekspansi baris atau kolom
3. Menghitung minor dan kofaktor yang dibutuhkan dalam perhitungan
determinan

Contoh 6: Hitung determinan dari matriks berikut:


0 −2 3
𝐴= 1 7 3
3 5 9
9

Pembahasan:
Memilih mengekspansi baris 1.
 untuk matriks berukuran 3 × 3, anggota baris 1 adalah 𝑎 , 𝑎 dan 𝑎 .
Maka rumus determinan untuk matriks 𝐴 adalah:
|𝐴| = 𝑎 𝐶 +𝑎 𝐶 +𝑎 𝐶 .
Untuk matriks 𝐴 tersebut, 𝑎 = 0, 𝑎 = −2 dan 𝑎 = 3. Sehingga
|𝐴| = 0. 𝐶 + (−2). 𝐶 + 3. 𝐶

𝐶 tidak perlu 𝐶 = (−1) 𝑀 𝐶 = (−1) 𝑀


1 3 1 7
dihitung karena dia = (−1) . = (−1) .
3 9 3 5
akan dikali dengan = (−1). (9 − 9) = 1. (5 − 21)
0, yang hasil = −1.0 = 0 = 1. (−16) = −16
perkaliannya pasti 0 ∴𝐶 =0 ∴𝐶 = −16

Dengan demikian
|𝐴| = 0. 𝐶 + (−2). 𝐶 + 3. 𝐶
= 0 + (−1). 0 + 3. (−16) = 0 + 0 + (−48)
∴ |𝑨| = −𝟒𝟖
Contoh 7: Hitung determinan dari matriks
1 2 3
𝐵= 2 5 3
1 0 8
Pembahasan:
Memilih mengekspansi kolom 3.
 untuk matriks berukuran 3 × 3, anggota kolom 3 adalah 𝑎 , 𝑎 dan 𝑎 .
Maka rumus determinan untuk matriks 𝐵 adalah:
|𝐵| = 𝑎 𝐶 +𝑎 𝐶 +𝑎 𝐶 .
Untuk matriks 𝐵 tersebut, 𝑎 = 3, 𝑎 = 3 dan 𝑎 = 8. Sehingga
|𝐵| = 3. 𝐶 + 3. 𝐶 + 8. 𝐶
10

𝐶 = (−1) 𝑀 𝐶 = (−1) 𝑀 𝐶 = (−1) 𝑀


2 5 1 2 1 2
= (−1) . = (−1) . = (−1) .
1 0 1 0 2 5
= 1. (0 − 5) = (−1). (0 − 2) = 1. (5 − 4)
= 1. (−5) = −5 = −1. (−2) = 2 = 1.1 = 1
∴𝐶 = −5 ∴𝐶 =2 ∴𝐶 =1

Dengan demikian
|𝐵| = 3. 𝐶 + 3. 𝐶 + 8. 𝐶
= 3. (−5) + 3.2 + 8.1
= −15 + 6 + 8 = −1
∴ |𝑩| = −𝟏
1

BAB II
DETERMINAN MATRIKS

2.1 Pengertian dan Pendahuluan Determinan


Setiap matriks bujur sangkar 𝐴 × mempunyai suatu skalar khusus yang disebut
dengan determinan. Determinan dari matriks A dinotasikan dengan |𝐴| atau det(𝐴), yaitu:
𝑎 𝑎 … 𝑎
𝑎 𝑎 … 𝑎
… … … … .
𝑎 𝑎 … 𝑎
Fungsi determinan pertama kali ditemukan saat dilakukan pengkajian tentang sistem
persamaan linier. Determinan dari suatu matriks didefinisikan sebagai jumlah dari hasil kali
𝑛! anggota matriks tersebut tanpa ada pengambilan anggota dari baris/ kolom yang sama.
Suatu matriks yang determinannya bernilai 0 disebut matriks singular. Sedangkan matriks
yang nilai determinannya tidak bernilai 0 disebut matriks non-singular.

Untuk matriks bujur sangkar berukuran 2 × 2, determinan didefinisikan/ dirumuskan:


𝒂𝟏𝟏 𝒂𝟏𝟐
𝒂𝟐𝟏 𝒂𝟐𝟐 = 𝒂𝟏𝟏 . 𝒂𝟐𝟐 − 𝒂𝟏𝟐 . 𝒂𝟐𝟏
Contoh 1:
1 2
𝐴=
3 4
Maka determinan dari matriks 𝐴 adalah

|𝐴| = 1 2 = 1.4 − 2.3 = 4 − 6 = −2


3 4

2.2 Menghitung determinan matriks dengan OBE


Salah satu teknik menghitung determinan dari suatu matriks adalah dengan melakukan
Operasi Baris Elementer dengan mengubah matriks menjadi matriks segitiga atas, atau
menjadi matriks segitiga bawah atau menjadi matriks identitas.
Teknik perhitungan determinan itu akan diilustrasikan melalui contoh berikut.

Contoh 2:
Hitung determinan dari matriks berikut:
0 −2 3
𝐴= 1 7 3
3 5 9
2

Pembahasan:
Teknik yg akan digunakan adalah mengubah matriks 𝐴 tersebut menjadi matriks identitas

Berarti akan dilakukan perubahan matriks


𝑏 → 0 −2 3 1 0 0
𝑏 → 1 7 3 ⎯ 0 1 0
𝑏 → 3 5 9 0 0 1
1 Supaya diagonal pada 𝑏 tidak 0, maka tukarkan baris 𝑏 dengan 𝑏 , maka OBE nya
adalah 𝑏 ↔ 𝑏 :
Dampak dari operasi pertukaran baris adalah determinan dari matriks A menjadi
bernilai negatif ().
𝑏 → 0 −2 3 1 7 3
𝑏 → 1 7 3 𝑏 ↔ 𝑏 :− 0 −2 3
𝑏 → 3 5 9 3 5 9
2 Meng”0”kan 3 pada 𝑏 , maka OBEnya
3
𝑏 − 𝑏 → 𝑏 − 3𝑏
1
OBE ini tidak memberikan dampak pada determinan matriks.
1 7 3 1 7 3
𝑏 − 3𝑏 : − 0 −2 3 = − 0 −2 3
3 − 3.1 5 − 3.7 9 − 3.3 0 −16 0

3 Meng”0”kan 16 pada 𝑏 , maka OBE nya:


−16
𝑏 − 𝑏 → 𝑏 − 8𝑏
−2
OBE ini tidak memberikan dampak pada
determinan matriks.

𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 → 1 7 3
𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 → − 0 −2 3
𝑏 − 8𝑏 → 0 − 8.0 −16 − 8. (−2) 0 − 8.3
1 7 3 1 7 3 ←𝑏
=− 0 −2 3 =− 0 −2 3 ←𝑏
0 − 0 −16 − (−16) 0 − 24 0 0 −24 ← 𝑏
1

INVERS MATRIKS

Misalkankan A adalah matriks bujur sangkar berkuran 𝑛 × 𝑛, maka matriks


B dikatakan sebagai invers dari matriks A jika 𝐴𝐵 = 𝐼 dan 𝐵𝐴 = 𝐼, dengan I
merupakan matriks identitas, sehingga 𝐴 = 𝐵 dan 𝐵 = 𝐴 . Invers dari
matriks A dinotasikan dengan 𝑨 𝟏 . Suatu matriks A tidak memiliki invers
jika A adalah matriks singular atau determinan dari matriks 𝑨 = 𝟎.
Dua cara untuk menemukan invers dari suatu matriks adalah sebagai berikut.
𝑶𝑩𝑬
1) [ 𝑨 | 𝑰 ] [ 𝑰 | 𝑨 𝟏 ], dengan I adalah matriks identitas/matriks satuan

Langkah yang dilakukan adalah
 menuliskan matriks 𝐴 berdampingan dengan matriks 𝐼 dalam bentuk [ 𝐴 | 𝐼 ]
 melakukan OBE untuk mengubah matriks 𝐴 menjadi matriks identitas
 OBE yang dilakukan terhadap matriks 𝐴, juga dijalankan terhadap matriks 𝐼
yang berada di kanan
 Dengan demikian, matriks 𝐴 dan 𝐼 akan berubah, yaitu matriks 𝐴 berubah
menjadi matriks identitas, dan matriks 𝐼 akan berubah menjadi suatu
matriks baru. Matriks baru inilah yang dinyatakan sebagai 𝐴 .
Matriks A yang tidak bisa diubah menjadi matriks identitas setelah dilakukan
operasi baris elementer (OBE) tersebut, menunjukkan bahwa matriks A
tidak memiliki invers.

2) Menggunakan rumus:
𝟏
𝟏
𝑨 = 𝒂𝒅𝒋(𝑨),
𝒅𝒆𝒕(𝑨)
dengan 𝑎𝑑𝑗(𝐴), dibaca adjoin A, merupakan matriks dari matriks kofaktor.
Jika 𝐶 merupakan kofaktor dari elemen 𝑎 dari matriks A, maka matriks
𝐶 𝐶 … 𝐶
𝐶 𝐶 … 𝐶
𝐶 =
… … … …
𝐶 𝐶 … 𝐶
disebut matriks kofaktor. Dan transpose dari matriks kofaktor tersebut
disebut adjoin A, atau 𝑎𝑑𝑗(𝐴) = (𝐶 ) .
2

4 2 3
Contoh 1 : Temukan invers dari matriks 𝐴 = 1 −1 2 dengan 2 cara.
4 0 −2
Pembahasan:

𝟏
Cara 1:
𝑏 4 2 3 | 1 0 0
[𝐴 | 𝐼 ] = 𝑏 1 −1 2 | 0 1 0
𝑏 4 0 −2 | 0 0 1
 Tahap 1: meng”0”kan 1 pada 𝑏 dan meng”0”kan 4 pada 𝑏 .

meng”0”kan 1 pada 𝑏 dengan OBE : 𝑏 − 𝑏 ⇒ 4𝑏 − 𝑏

meng”0”kan 4 pada 𝑏 dengan OBE : 𝑏 − 𝑏 ⇒ 𝑏 − 𝑏

𝑏 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 4 2 3 | 1 0 0 4 2 3 | 1 0 0
4𝑏 − 𝑏 4.1 − 4 4. (−1) − 2 4.2 − 3 | 4.0 − 1 4.1 − 0 4.0 − 0 = 0 −6 5 | −1 4 0
𝑏 −𝑏 4−4 0−2 −2 − 3 | 0 − 1 0−0 1−0 0 −2 −5 | −1 0 1

 Tahap 2: meng”0”kan 2 pada 𝑏 dan meng”0”kan 2 pada 𝑏 .

meng”0”kan 2 pada 𝑏 dengan OBE : 𝑏 − 𝑏 ⇒ 𝑏 + 𝑏 ⇒ 3𝑏 + 𝑏

meng”0”kan 2 pada 𝑏 dengan OBE : 𝑏 − 𝑏 ⇒ 𝑏 − 𝑏 ⇒ 3𝑏 − 𝑏


3𝑏 + 𝑏 3.4 + 0 3.2 + (−6) 3.3 + 5 | 3.1 + (−1) 3.0 + 4 3.0 + 0 12 0 14 | 2 4 0
𝑏 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 0 −6 5 | −1 4 0 = 0 −6 5 | −1 4 0
3𝑏 − 𝑏 3.0 − 0 3. (−2) − (−6) 3. (−5) − 5 | 3. (−1) − (−1) 3.0 − 4 3.1 − 0 0 0 −20 | −2 −4 3
3

 Tahap 3: meng”0”kan 14 pada 𝑏 dan meng”0”kan 5 pada 𝑏

meng”0”kan 14 pada 𝑏 dengan OBE : 𝑏 − ⇒𝑏 + 𝑏 ⇒ 10𝑏 + 7𝑏

meng”0”kan 5 pada 𝑏 dengan OBE : 𝑏 − 𝑏 ⇒ 𝑏 + 𝑏 ⇒ 4𝑏 + 𝑏


10𝑏 + 7𝑏 10.12 + 7.0 10.0 + 7.0 10.14 + 7. (−20) | 10.2 + 7. (−2) 10.4 + 7. (−4) 10.0 + 7.3
4𝑏 + 𝑏 4.0 + 0 4. (−6) + 0 4.5 + (−20) | 4. (−1) + (−2) 4.4 + (−4) 4.0 + 3
𝑏 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 0 0 −20 | −2 −4 3
120 0 0 | 6 12 21
= 0 −24 0 | −6 12 3
0 0 −20 | −2 −4 3

 Tahap 4 : Mengubah diagonal pada matriks kiri menjadi bernilai “1 “.


Mengubah 120 pada 𝑏 menjadi 1 dengan OBE : 𝑏 /120

Mengubah -24 pada 𝑏 menjadi 1 dengan OBE : 𝑏 /−24

Mengubah -20 pada 𝑏 menjadi 1 dengan OBE : 𝑏 /−20


𝑏 120 0 0 6 12 21 1 1 21
⎡ | ⎤ ⎡1 0 0 | ⎤
120 ⎢ 120 120 120 120 120 120 ⎥ ⎢ 20 10 120 ⎥
𝑏 0 −24 0 −6 12 3 1 1 1
⟶⎢ | ⎥ = ⎢0 1 0 | − − ⎥
−24 ⎢−24 −24 −24 −24 −24 −24⎥ ⎢ 4 2 8⎥
𝑏 ⎢ 0 0 −20 −2 −4 3 ⎥ ⎢ 1 1 3⎥
| 0 0 1 | − ⎦
−20 ⎣−20 −20 −20 −20 −20 −20⎦ ⎣ 10 5 20
I 𝐴
4

Dengan demikian diperoleh


𝟏 𝟏 𝟕
⎡ ⎤
⎢𝟐𝟎 𝟏𝟎 𝟒𝟎 ⎥
𝟏 𝟏 𝟏
𝑨 𝟏
=⎢ − − ⎥
⎢𝟒 𝟐 𝟖⎥
⎢𝟏 𝟏 𝟑⎥

⎣𝟏𝟎 𝟓 𝟐𝟎⎦

Cara 2 : Menggunakan rumus


1
𝐴 = 𝑎𝑑𝑗(𝐴)
det(𝐴)
Langkah 1 : Menghitung 𝑑𝑒𝑡(𝐴) atau determinan dari matriks 𝐴 atau menghitung
4 2 3
1 −1 2 .
4 0 −2
Determinan dihitung dengan melakukan OBE sehingga matriks A menjadi matriks segitiga atas, dengan proses sebagai berikut:
 Tahap 1: meng”0”kan 1 pada 𝑏 dan meng”0”kan 4 pada 𝑏

meng”0”kan 1 pada 𝑏 dengan OBE : 𝑏 − 𝑏 ⇒ 4𝑏 − 𝑏  berdampak determinan baru dikali 1/4.

meng”0”kan 4 pada 𝑏 dengan OBE : 𝑏 − 𝑏 ⇒ 𝑏 − 𝑏  tidak ada dampak

𝑏 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 4 2 3
1 1 4 2 3
4𝑏 − 𝑏 → . 4.1 − 4 4. (−1) − 2 4.2 − 3 = . 0 −6 5
4 4
𝑏 −𝑏 4−4 0−2 −2 − 3 0 −2 −5
5

 Tahap 2: meng”0”kan 2 pada 𝑏

meng”0”kan 2 pada 𝑏 dengan OBE : 𝑏 − 𝑏 ⇒ 𝑏 − 𝑏 ⇒ 3𝑏 − 𝑏  berdamapak determinan baru dikali 1/3.


𝑏 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 4 2 3
1 1 1 1 4 2 3
𝑏 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 → . . 0 −6 5 = . 0 −6 5
4 3 3.0 − 0 3. (−2) − (−6) 3. (−5) − 5 4 3
3𝑏 − 𝑏 0 0 −20

Maka determinan dari matriks 𝐴 adalah


1 1
. . 4. (−6). (−20) = 40
4 3

Langkah 2 : Menemukan 𝑎𝑑𝑗(𝐴)


𝐶 𝐶 𝐶 𝐶 𝐶 𝐶
𝑎𝑑𝑗(𝐴) = (𝐶 ) = 𝐶 𝐶 𝐶 = 𝐶 𝐶 𝐶
𝐶 𝐶 𝐶 𝐶 𝐶 𝐶
4 2 3
Matriks 𝐴 = 1 −1 2 , maka akan ditemukan kofaktor-kofaktor dari setiap anggotanya
4 0 −2
−1 2
𝐶 = (−1) . 𝑀 = (−1) . = 1. (2 − 0) = 1 . 2 = 2
0 −2
1 2
𝐶 = (−1) . 𝑀 = (−1) . = (−1). (−2 − 8) = (−1). (−10) = 10
4 −2
1 −1
𝐶 = (−1) . 𝑀 = (−1) . = 1 . 0 − (−4) = 1 .4 = 4
4 0
2 3
𝐶 = (−1) . 𝑀 = (−1) . = (−1). (−4 − 0) = (−1). (−4) = 4
0 −2
4 3
𝐶 = (−1) . 𝑀 = (−1) . = 1. (−8 − 12) = 1. (−20) = −20
4 −2
6

4 2
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . = (−1). (0 − 8) = (−1). (−8) = 8
4 0
2 3
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . = 1 . 4 − (−3) = 1 . 7 = 7
−1 2
4 3
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . = (−1). (8 − 3) = (−1). 5 = −5
1 2
4 2
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . = 1 . (−4 − 2) = 1 . (−6) = −6
1 −1
Maka
𝐶 𝐶 𝐶 2 4 7
𝑎𝑑𝑗(𝐴) = 𝐶 𝐶 𝐶 = 10 −20 −5
𝐶 𝐶 𝐶 4 8 −6
Dengan demikian diperoleh invers dari matriks 𝐴 sebagai berikut.
𝟏 𝟏 𝟕
⎡ ⎤
⎢ 𝟐𝟎 𝟏𝟎 𝟒𝟎 ⎥
1 1 2 4 7 𝟏 𝟏 𝟏
𝐴 = 𝑎𝑑𝑗(𝐴) = . 10 −20 −5 = ⎢ − − ⎥
det(𝐴) 40 ⎢𝟒 𝟐 𝟖⎥
4 8 −6
⎢𝟏 𝟏 𝟑⎥

⎣𝟏𝟎 𝟓 𝟐𝟎⎦

Perhatikan bahwa invers dari matriks 𝐴 yang diperoleh dengan cara 1 dan cara 2 adalah SAMA.
SISTEM PERSAMAAN LINIER (SPL)

A. Persamaan Linier
Bentuk umum persamaan linier adalah
𝑎 𝑥 +𝑎 𝑥 +𝑎 𝑥 +⋯+𝑎 𝑥 = 𝑏
dengan 𝑥 adalah variabel, 𝑎 adalah koefisien dari 𝑥 dan 𝑏 adalah konstanta.
Solusi dari persamaan linier tersebut adalah sekumpulan nilai 𝑘 , 𝑘 , 𝑘 , … , 𝑘 ,
dengan 𝑥 = 𝑘 , 𝑥 = 𝑘 , 𝑥 = 𝑘 , … , 𝑥 = 𝑘 sedemikian sehingga 𝑎 𝑘 +
𝑎 𝑘 + 𝑎 𝑘 + ⋯ + 𝑎 𝑘 = 𝑏.

B. Sistem Persamaan Linier (SPL)


Sistem persamaan linier (SPL) adalah kumpulan dari persamaan-
persamaan linier dengan bentuk umum
𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 + ⋯+ 𝑎 𝑥 = 𝑏
𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 + ⋯+ 𝑎 𝑥 = 𝑏
………
𝑎 𝑥 +𝑎 𝑥 +⋯+𝑎 𝑥 = 𝑏
dengan 𝑥 adalah variabel, 𝑎 adalah koefisien dan 𝑏 adalah konstanta.
SPL tersebut dapat ditulis dalam bentuk matriks 𝐴𝑋 = 𝐵 yaitu:
𝑎 𝑎 … 𝑎 𝑥 𝑏
𝑎 𝑎 … 𝑎 𝑥 𝑏
… … … … … = …
𝑎 𝑎 … 𝑎 𝑥 𝑏

A = Matriks Koefisien X = Matriks Variabel B = Matriks Konstanta

Banyak baris = banyak persamaan, Banyak baris = banyak variabel, Banyak baris = banyak persamaan,
Banyak kolom = banyak variabel Banyak kolom = 1 Banyak kolom = 1
Bentuk matriks 𝐴𝑋 = 𝐵 dapat disederhanakan penulisannya sehingga
berbentuk [𝐴 | 𝐵] yang disebut dengan augmented matrix (matriks yang
diperbesar), yaitu berbentuk
𝒂𝟏𝟏 𝒂𝟏𝟐 … 𝒂𝟏𝒏 | 𝒃𝟏
𝒂𝟐𝟏 𝒂𝟐𝟐 … 𝒂𝟐𝒏 | 𝒃𝟐
.
… … … … | …
𝒂𝒎𝟏 𝒂𝒎𝟐 … 𝒂𝒎𝒏 | 𝒃𝒎

Solusi dari SPL tersebut adalah nilai-nilai 𝑥 , 𝑖 = 1, … , 𝑛 yang memenuhi


semua persamaan pada SPL. Solusi dari SPL bisa jadi ada, dan bisa jadi tidak
ada. Suatu SPL dikatakan:
 Konsisten jika SPL memiliki solusi.
SPL bisa jadi hanya memiliki 1 solusi saja dan bisa jadi tak hingga
banyaknya.
 Tidak konsisten jika SPL tidak memiliki solusi.

SPL: AX = B

SPL Homogen: SPL Non-Homogen:


AX = 0 AX = B, dengan B 0

SPL selalu konsisten SPL konsisten SPL tidak konsisten

Solusi NON-
Solusi TRIVIAL: jika TRIVIAL: ada tak hingga hanya ada 1 solusi
satu-satunya solusi banyaknya solusi
adalah semua jika ada tak hingga
variabel bernilai 0 banyaknya solusi
selain 0
C. SPL Homogen dan SPL Non-Homogen
 Bentuk umum sistem persamaan linier non-homogen (SPL Nonhomogen) :
𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 + ⋯+ 𝑎 𝑥 = 𝑏
𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 + ⋯+ 𝑎 𝑥 = 𝑏
, dengan 𝑏 ≠ 0, 𝑖 = 1, … , 𝑚
………
𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 + ⋯+ 𝑎 𝑥 = 𝑏
Contoh SPL Nonhomogen:
4𝑥 + 2𝑦 + 3𝑧 = 5 𝑎 + 𝑏 + 2𝑐 = 8
1) 𝑥 − 𝑦 + 2𝑧 = 7 2) −𝑎 − 2𝑏 + 3𝑐 = 0
4𝑥 − 2𝑧 = 6 3𝑎 − 7𝑏 + 4𝑐 = 10

 Bentuk umum sistem persamaan linier homogen (SPL Homogen) :


𝑎 𝑥 +𝑎 𝑥 +⋯+𝑎 𝑥 = 0
𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 + ⋯+ 𝑎 𝑥 = 0
………
𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 +⋯+𝑎 𝑥 = 0
Contoh SPL Homogen:
4𝑥 + 2𝑦 + 3𝑧 = 0 𝑎 + 𝑏 + 2𝑐 = 0
1) 𝑥 − 𝑦 + 2𝑧 = 0 2) −𝑎 − 2𝑏 + 3𝑐 = 0
4𝑥 − 2𝑧 = 0 3𝑎 − 7𝑏 + 4𝑐 = 0

D. Metode Menemukan Solusi dari SPL


Ada 2 metode yang akan dibahas untuk menemukan solusi SPL, baik untuk SPL
homogen ataupun SPL non homogen, yaitu metode eliminasi Gauss dan
metode eliminasi Gauss Jordan.

1) Metode eliminasi Gauss dan substitusi balik


yaitu metode yang dimulai dengan melakukan OBE untuk mengubah
matriks koefisien (A) menjadi matriks eselon baris.
Yang dimaksud dengan matriks eselon baris adalah, matriks yang
memiliki kondisi sebagai berikut:
(i) Angka tak nol pertama pada suatu baris (yang tidak semuanya
mengandung angka 0) adalah angka 1. Angka 1 ini selanjutnya
disebut sebagai 1 utama.
(ii) Jika ada sembarang baris yang semua anggotanya bernilai 0, maka
baris yang demikian dikelompokkan dibagian bawah matriks.
(iii) Jika sembarang 2 baris yang berurutan yang tidak semua
anggotanya bernilai 0, maka angka 1 utama dalam baris yang
lebih bawah terletak di sebelah kanan 1 utama dari baris yang
diatasnya.
Contoh matriks eselon baris adalah
1 4 3 7 1 1 0 1 2 6 0
0 1 6 2 , 0 1 0 , 0 1 −1 0 .
0 0 1 5 0 0 0 0 0 0 1

Maka dengan metode eliminasi Gauss:


𝑎 𝑎 … 𝑎 | 𝑏 1 𝑎 … 𝑎 | 𝑑
𝑎 𝑎 … 𝑎 | 𝑏 𝑂𝐵𝐸 0 1 … 𝑎 | 𝑑
… … … … | … ⟶ … … … … | …
𝑎 𝑎 … 𝑎 | 𝑏 0 0 … 1 | 𝑑
Kemudian dilanjutkan dengan proses substitusi balik untuk memperoleh
solusi/ nilai variabel. Dengan metode eliminasi Gauss dan substitusi
balik ini, maka solusi dibaca dari baris paling bawah.
Jika matriks koefisien berbentuk matriks bujur sangkar, maka dengan
metode ini, matriks koefisien diubah menjadi matriks segitiga atas.

2) Metode eliminasi Gauss-Jordan


Metode ini merupakan pengembangan dari metode eliminasi Gauss. Pada
metode ini, matriks koefisien diubah melalui OBE menjadi matriks
eselon baris tereduksi. Matriks eselon baris tereduksi adalah matriks
yang memenuhi kondisi matriks eselon baris sebagaimana pada kondisi
(i) – (iii) di atas, ditambah dengan kondisi berikut:
(iv) Jika kolom telah memiliki 1 utama, maka anggota pada posisi lain
pada kolom tersebut bernilai 0.
Contoh matriks eselon baris tereduksi adalah
1 0 0 7 1 0 0 1 −2 0 1
0 1 0 7 , 0 1 0 , 0 0 1 3
0 0 1 −1 0 0 1 0 0 0 0
Maka dengan metode ini,
𝑎 𝑎 … 𝑎 | 𝑏 1 0 … 0 | 𝑑
𝑎 𝑎 … 𝑎 | 𝑏 𝑂𝐵𝐸 0 1 … 0 | 𝑑
… … … … | … ⟶ … … … … | …
𝑎 𝑎 … 𝑎 | 𝑏 0 0 … 1 | 𝑑
Dengan metode eliminasi Gauss dan substitusi balik ini, maka solusi
dibaca dari baris paling bawah atau baris paling atas.
Jika matriks koefisien berbentuk matriks bujur sangkar, maka dengan
metode ini, matriks koefisien diubah menjadi matriks identitas.

Contoh 1:
Temukan solusi dari SPL Nonhomogen berikut dengan metode eliminiasi Gauss
dan substitusi balik:
4𝑥 + 2𝑦 + 3𝑧 = 5
𝑥 − 𝑦 + 2𝑧 = 7
4𝑥 − 2𝑧 = 6
Pembahasan:
4𝑥 + 2𝑦 + 3𝑧 = 5 4 2 3
𝑥 − 𝑦 + 2𝑧 = 7 ⇒ Matriks koefisien ∶ 𝐴 = 1 −1 2
4𝑥 − 2𝑧 = 6 4 0 −2
5
⇒ Matriks konstanta ∶ 𝐵 = 7
6
4 2 3 5
⇒ 𝑎𝑢𝑔𝑚𝑒𝑛𝑡𝑒𝑑 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠: [𝐴| 𝐵] = 1 −1 2 7
4 0 −2 6
Tahap 1:
Meng”0”kan 1 pada 𝑏 , OBE: 𝑏 − 𝑏 ⇒ 4𝑏 − 𝑏

Meng”0”kan 4 pada 𝑏 , OBE: 𝑏 − 𝑏 ⇒ 𝑏 − 𝑏


4 2 3 5 → 4 2 3 5
1 −1 2 7 4𝑏 − 𝑏 4.1 − 4 4. (−1) − 2 4.2 − 3 4. 7 − 5
4 0 −2 6 𝑏 −𝑏 4−4 0−2 −2 − 3 6−5
4 2 3 5
= 0 −6 5 23
0 −2 −5 1

Tahap 2:

Meng”0”kan −2 pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 → 𝑏 − 𝑏 → 3𝑏 − 𝑏


4 2 3 5 4 2 3 5
0 −6 5 23
3𝑏3 − 𝑏2 0 −6 5 23
0 −2 −5 1
⟶ 3.0 − 0 3. (−2) − (−6) 3. (−5) − 5 3.1 − 23

4 2 3 5
= 0 −6 5 23
0 0 −20 −20

Tahap 3:
Mengubah angka pada diagonal menjadi bernilai “1”.
4 2 3 5 𝑏 ⁄4 ⟶ 1 1/2 3/4 5/4
0 −6 5 23 𝑏 /−6 ⟶ 0 1 −5/6 −23/6
0 0 −20 −20 𝑏 /−20 ⟶ 0 0 1 1
Matriks terakhir yang diperoleh itu sudah merupakan matriks eselon
baris, karena angka pada diagonal sudah bernilai 1, dan semua angka
dibawah angka 1 itu sudah bernilai 0.

Tahap 4:
Ubah kembali bentuk matriks tersebut menjadi SPL, yaitu:

Baris 1 : 𝑥 + 𝑦 + 𝑧 =

Baris 2 : 𝑦 − 𝑧 =

Baris 3 : 𝑧 = 1
Sebagaimana yang disampaikan diatas, dengan metode ini, solusi dibaca
dari baris paling bawah.
Dari baris 3, diperoleh 𝒛 = 𝟏
5 −23
Dari baris 2 diperoleh 𝑦 − 𝑧 =
6 6
5 −23 5 −23
gantı z menȷadı 1⃗ ⟹ 𝑦 − . 1 = ⟶𝑦− =
6 6 6 6
−23 5 −18
⟶𝑦= + = = −3
6 6 6
Maka diperoleh 𝒚 = −𝟑
1 3 5
Dari baris 1 diperoleh 𝑥 + 𝑦 + 𝑧 =
2 4 4
1 3 5
masukkan nılaı 𝑧 dan 𝑦⃗ ⟹ 𝑥 + . (−3) + .1 =
2 4 4
3 3 5
⟶𝑥− + =
2 4 4
5 3 3 5 6 3 8
⟶𝑥= + − = + − = =2
4 2 4 4 4 4 4
Maka diperoleh 𝒙 = 𝟐

Dengan demikian diperoleh solusi dari SPL adalah 𝑥 = 2, 𝑦 = −3, 𝑧 = 1.


Maka untuk SPL ini, dikatakan SPL konsisten (karena memiliki solusi),
dan SPL hanya punya 1 solusi, yaitu 𝑥 = 2, 𝑦 = −3, 𝑧 = 1.
Contoh 2:
Temukan solusi dari SPL Nonhomogen berikut dengan metode eliminiasi Gauss
Jordan:
4𝑥 + 2𝑦 + 3𝑧 = 5
𝑥 − 𝑦 + 2𝑧 = 7
4𝑥 − 2𝑧 = 6
Pembahasan:
4𝑥 + 2𝑦 + 3𝑧 = 5 4 2 3
𝑥 − 𝑦 + 2𝑧 = 7 ⇒ Matriks koefisien ∶ 𝐴 = 1 −1 2
4𝑥 − 2𝑧 = 6 4 0 −2
5
⇒ Matriks konstanta ∶ 𝐵 = 7
6
4 2 3 5
⇒ 𝑎𝑢𝑔𝑚𝑒𝑛𝑡𝑒𝑑 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠: [𝐴| 𝐵] = 1 −1 2 7
4 0 −2 6
Tahap 1:
Meng”0”kan 1 pada 𝑏 , OBE: 𝑏 − 𝑏 ⇒ 4𝑏 − 𝑏

Meng”0”kan 4 pada 𝑏 , OBE: 𝑏 − 𝑏 ⇒ 𝑏 − 𝑏


4 2 3 5 → 4 2 3 5
1 −1 2 7 4𝑏 − 𝑏 4.1 − 4 4. (−1) − 2 4.2 − 3 4. 7 − 5
4 0 −2 6 𝑏 −𝑏 4−4 0−3 −2 − 3 6−6
4 2 3 5
= 0 −6 5 23
0 −2 −5 1

Tahap 2:
Meng”0”kan 2 pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 → 𝑏 + 𝑏 → 3𝑏 + 𝑏

Meng”0”kan −2 pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 → 𝑏 − 𝑏 → 3𝑏 − 𝑏


4 2 3 5 3𝑏1 + 𝑏2 3.4 + 0 3.2 + (−6) 3.3 + 5 3.5 + 23
0 −6 5 23 → 0 −6 5 23
0 −2 −5 1 3𝑏3 − 𝑏2 3.0 − 0 3. (−2) − (−6) 3. (−5) − 5 3.1 − 23
12 0 14 38
= 0 −6 5 23
0 0 −20 −20

Tahap 3:
Optional (boleh dilakukan, boleh pula tidak) : menyederhanakan
bilangan pada 𝑏 karena semua anggota pada 𝑏 habis dibagi -20, maka

OBE : →
12 0 14 38 𝑏 12 0 14 38
0 −6 5 23 → 0 −6 5 23
−20
0 0 −20 −20 0 0 1 1

Tahap 4 :
Meng”0”kan 14 pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 → 𝑏 − 14𝑏

Meng”0”kan 5 pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 → 𝑏 − 5𝑏


12 0 14 38 𝑏 − 14𝑏 12 − 14.0 0 − 14.0 14 − 14.1 38 − 14.1
0 −6 5 23 𝑏 − 5𝑏 0 − 5.0 −6 − 5.0 5 − 5.1 23 − 5.1
0 0 1 1 → 0 0 1 1
12 0 0 24
= 0 −6 0 18
0 0 1 1

Tahap 5:
Mengubah angka pada semua diagonal menjadi bernilai “1”.
12 pada 𝑏 menjadi 1, OBE : 𝑏 /12
6 pada 𝑏 menjadi 1, OBE : 𝑏 /−6
12 0 0 24 𝑏 ⁄12 12/12 0 0 24/12 1 0 0 2
0 −6 0 18 𝑏 /−6 0 −6/−6 0 18/−6 = 0 1 0 −3
0 0 1 1 ⟶ 0 0 1 1 0 0 1 1

Matriks terakhir yang diperoleh itu sudah merupakan matriks eselon


baris tereduksi, karena angka pada diagonal sudah bernilai 1, dan semua
angka dibawah dan di diatas angka 1 itu sudah bernilai 0.

Tahap 6:
Membaca solusi:
1 0 0 2 → 𝑥=2
0 1 0 −3 → 𝑦 = −3
0 0 1 1 → 𝑧=1

Dengan demikian diperoleh solusi dari SPL adalah 𝑥 = 2, 𝑦 = −3, 𝑧 = 1.


Maka untuk SPL ini, dikatakan SPL konsisten (karena memiliki solusi),
dan SPL hanya punya 1 solusi, yaitu 𝑥 = 2, 𝑦 = −3, 𝑧 = 1.

Contoh 3 :
Temukan solusi SPL nonhomogen berikut dengan metode eliminasi Gauss
Jordan.
−2𝑏 + 3𝑐 = 1
3𝑎 + 6𝑏 − 3𝑐 = −2
6𝑎 + 6𝑏 + 3𝑐 = 5

Pembahasan :
0 −2 3 1
Bentuk augmented matriks dari SPL tersebut adalah 3 6 −3 −2
6 6 3 5
Proses mengubah matriks itu menjadi matriks eselon baris yaitu:
Tahap 1:
menukarkan baris 1 dengan baris 2 supaya diagonal 1 tidak bernilai 0.
0 −2 3 1 3 6 −3 −2
3 6 −3 −2 𝑏 ⟷𝑏 0 −2 3 1
6 6 3 5 6 6 3 5

Tahap 2 :
Meng”0”kan 6 pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 ⇒ 𝑏 − 2𝑏
3 6 −3 −2 3 6 −3 −2
𝑏 − 2𝑏 0 −2 3 1
0 −2 3 1
→ 6 − 2.3 6 − 2.6 3 − 2. (−3) 5 − 2. (−2)
6 6 3 5
3 6 −3 −2
= 0 −2 3 1
0 −6 9 9
Tahap 3 :

Meng “0”kan 6 pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 → 𝑏 + 3𝑏

Meng”0”kan 6 pada pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 → 𝑏 − 3𝑏

3 6 −3 −2 𝑏 + 3𝑏 3 + 3.0 6 + 3. (−2) −3 + 3.3 −2 + 3.1


0 −2 3 1 → 0 −2 3 1
0 −6 9 9 𝑏 − 3𝑏 0 − 3.0 −6 − 3. (−2) 9 − 3.3 9 − 3.1

3 0 6 1
= 0 −2 3 1
0 0 0 6

Berdasarkan baris 3 pada matriks terakhir ini, diperoleh


0 . 𝑎 + 0 . 𝑏 + 0. 𝑐 = 6 ⟹ 0 = 6.
Pernyataan 0 = 6 merupakan pernyataan yang salah dalam matematika,
sehingga SPL tidak punya solusi dan SPL dikatakan tidak konsisten.
Contoh 4:
Temukan solusi dari SPL Nonhomogen berikut dengan metode eliminiasi Gauss
Jordan:
� + � − 2� + 4� = 5
2� + 2� − 3� + � = 3
3� + 3� − 4� − 2� = 1
Pembahasan:
� + � − 2� + 4� = 5 1 1 −2 4 5
2� + 2� − 3� + � = 3 ⇒ �������: [�| �] = 2 2 −3 1 3
3� + 3� − 4� − 2� = 1 3 3 −4 −2 1
Tahap 1:
Meng”0”kan 2 pada � , OBE: � − � ⇒ � − 2�

Meng”0”kan 3 pada � , OBE: � − � ⇒ � − 3�


1 1 −2 4 5 → 1 1 −2 4 5
2 2 −3 1 3 � − 2� 2 − 2.1 2 − 2.1 −3 − 2. (−2) 1 − 2.4 3 − 2.5
3 3 −4 −2 1 � − 3� 3 − 3.1 3 − 3.1 −4 − 3. (−2) −2 − 3.4 1 − 3.5
1 1 −2 4 5
= 0 0 1 −7 −7
0 0 2 −14 −14

Tahap 2:
Meng”0”kan 2 pada � , OBE : � − � → � + 2�

Meng”0”kan 2 pada � , OBE : � − � → � − 2�


1 1 −2 4 5 � + 2�
0 0 1 −7 −7 →
0 0 2 −14 −14 � − 2�

1 + 2.0 1 + 2.0 −2 + 2.1 4 + 2. (−7) 5 + 2. (−7) 1 1 0 −10 −9


0 0 1 −7 −7 = 0 0 1 −7 −7
0 − 2.0 0 − 2.0 2 − 2.1 −14 − 2. (−7) −14 − 2. (−7) 0 0 0 0 0
Matriks terakhir yang diperoleh itu sudah merupakan matriks eselon baris
tereduksi, karena angka pada diagonal sudah bernilai 1 (untuk matriks ini,
angka 1 berwarna hijau diasumsikan sebagai diagonal), dan semua angka
dibawah dan di diatas angka 1 itu sudah bernilai 0. Selain itu, tidak ada lagi
anggota matriks yang bisa di”0”kan.

Tahap 3:
Membaca solusi:
1 1 0 −10 −9
0 0 1 −7 −7
0 0 0 0 0
� � � �
Sesuai dengan urutan variabel pada SPL di soal, maka
Kolom 1 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 2 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 3 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 4 merupakan koefisien dari variabel � .
Selanjutnya dari matriks terakhir itu diperoleh:
Dari baris 1: 1� + 1� + 0� − 10� = −9 atau � + � − 10� = −9.
Dari baris 2: 0� + 0� + 1� − 7� = −7 atau � − 7� = −7.
Dari baris 3: 0� + 0� + 0� + 0� = 0 atau 0 = 0.
Hasil yang diperoleh pada baris 3, yaitu 0 = 0 merupakan pernyataan yang
valid, sehingga SPL itu katakan konsisten atau punya solusi.
Selanjutnya dibaca solusi dari baris 1 dan baris 2, yaitu
� + � − 10� = −9
� − 7� = −7
Dari kedua persamaan itu, variabel � terdapat pada kedua persamaan, maka
variabel � akan dipindahkan ke ruas kanan. Dan untuk menyatakan solusi,
variabel yang disisakan di ruas kiri, harus hanya 1 variabel saja, sehingga pada
persamaan pertama, � dibiarkan tetap di ruas kiri, sedangkan � dan �
dipindahkan ke ruas kanan. Dan dari persamaan kedua, variabel � dibiarkan
tetap di ruas kiri, sedangkan variabel � pindah ke ruas kanan.
Dengan demikian diperoleh
� + � − 10� = −9 ⇒ � = −9 − � + 10�
� − 7� = −7 ⇒ � = −7 + 7�

Selanjutnya semua variabel yang ada diruas kanan dinyatakan sebagai


parameter, misalkan � = � dan � = �, sehingga solusi dari SPL itu adalah
� = −9 − � + 10� ⇒ �� = −� − � + ���
�� = �
� = −7 + 7� ⇒ �� = −� + ��
�� = �
Dengan demikian, SPL pada contoh ini dikatakan SPL yang konsisten dengan
tak hingga banyaknya solusi, dengan solusi umum dari SPL tersebut adalah
�� = −� − � + ��. �
�� = �
�� = −� + �. �
�� = �
Beberapa solusi khusus dari SPL tersebut dapat ditunjukkan dengan
mengambil sembarang nilai t dan u.

Dikatakan memiliki tak hingga banyaknya solusi dikarenakan solusi dari SPL
itu bisa berubah-ubah tergantung pada nilai � dan � yang dipilih.
Contoh 5:
Temukan solusi dari SPL Nonhomogen berikut dengan metode eliminiasi Gauss
Jordan:
4� − 8� = 12
3� − 6� = 9
−2� + 4� = −6
Pembahasan :
4� − 8� = 12 4 −8 12
3� − 6� = 9 ⇒ ������� (�|�): 3 −6 9
−2� + 4� = −6 −2 4 −6

Tahap 1:
Meng”0”kan 3 pada � : OBE : � − � ⇒ 4� − 3�

Meng”0”kan 2 pada � : OBE : � − � ⇒ � + � ⇒ � + � ⇒ 2� + �

4 −8 12 → 4 −8 12
3 −6 9 4� − 3� 4.3 − 3.4 4. (−6) − 3. (−8) 4.9 − 3.12
−2 4 −6 2� + � 2. (−2) + 4 2.4 + (−8) 2. (−6) + 12
4 −8 12 4 −8 12
= 12 − 12 −24 − (−24) 36 − 36 = 0 0 0
−4 + 4 8 + (−8) −12 + 12 0 0 0

Tahap 2 :

Menjadikan diagonal pada baris 1 yaitu angka 4 menjadi bernilai 1, OBE:

4 −8 12 � 4 8 12 1 −2 3

→ 4 4 4 = 0 0 0
0 0 0 0 0 0
4
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Matriks terakhir itu sudah merupakan matriks eselon baris tereduksi, karena
angka pada diagonal sudah bernilai 1, dan angka di bawah diagonal bernilai 0.
Selain itu, tidak ada lagi angka yang bisa di”0”kan. Maka OBE berhenti pada
matriks tersebut.
Tahap 3 : Membaca solusi.
Matriks terakhir yang diperoleh adalah
1 −2 3
0 0 0
0 0 0
Sesuai dengan urutan variabel pada SPL di soal, maka kolom 1 merupakan
koefisien dari variabel �, dan kolom 2 merupakan koefisien dari variabel �.
Selanjutnya dari matriks terakhir itu diperoleh:
Dari baris 1: 1� − 2� = 3 atau � − 2� = 3.
Dari baris 2: 0� + 0� = 0 atau 0 = 0.
Dari baris 3: 0� + 0� = 0 atau 0 = 0.
Hasil yang diperoleh pada baris 2 dan baris 3, yaitu 0 = 0 merupakan pernyataan
yang valid, sehingga SPL itu katakan konsisten atau punya solusi.
Selanjutnya dibaca solusi dari baris 1 saja, yaitu
� − 2� = 3
Untuk menyatakan solusi, di ruas kiri hanya boleh ada 1 variabel, sehingga 1
variabel lainnya harus pindah ke ruas kanan. Dalam hal ini, variabel � dibiarkan
tetap di kiri, kemudian variabel � dipindahkan ke kanan, sehingga
� − 2� = 3 ⇒ � = 3 + 2�.
Variabel yang berada di kanan dinyatakan dengan suatu parameter, misalkan
� = � sehingga solusi umum dari SPL itu adalah
� = � + ��,
�=�
Beberapa solusi khusus dari SPL tersebut dapat ditunjukkan dengan mengambil
sembarang nilai t.
� � = � + �� �=� Solusi Khusus
�=3 � = 3 + 2� = 3 + 2.3 = 9 �=�=3 � = 9, � = 3
�=0 � = 3 + 2� = 3 + 2.0 = 3 �=�=0 � = 3, � = 0
� = −4 � = 3 + 2� = 3 + 2. (−4) = −5 � = � = −4 � = −5, � = −4
Sebelumnya sudah diberikan contoh-contoh SPL Nonhomogen dengan keadaan
berikut:
1) SPL yang konsisten, yang memiliki solusi, dengan banyaknya solusi adalah
1.
2) SPL yang tidak konsisten, yang artinya tidak punya solusi
3) SPL yang konsisten, yang memiliki solusi, tapi banyak solusinya adalah tak
hingga.

Selanjutnya akan dibahas SPL Homogen. Setiap SPL Homogen pasti selalu
konsisten (punya solusi). Dan solusi yang dimiliki oleh SPL Homogen itu bisa
jadi :
1) hanya 1 solusi saja (yang disebut dengan solusi trivial), yaitu jika semua
variabel pada solusi adalah bernilai 0.
2) ada tak hingga banyaknya solusi, yaitu jika solusi dari suatu variabel
tergantung pada nilai variabel lainnya.
Metode yang digunakan untuk menemukan solusi dari SPL Homogen sama saja
dengan metode yang digunakan untuk menemukan solusi dari SPL
Nonhomogen, yaitu dengan metode eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss Jordan.

Contoh 6 : Temukan solusi dari SPL homogen berikut dengan metode


eliminiasi Gauss Jordan:
4� + 2� + 3� = 0
� − � + 2� = 0
4� − 2� = 0
Pembahasan:
4� + 2� + 3� = 0 4 2 3 0
� − � + 2� = 0 ⇒ ��������� �������: [�| �] = 1 −1 2 0
4� − 2� = 0 4 0 −2 0
Tahap 1:
Meng”0”kan 1 pada � , OBE: � − � ⇒ 4� − �

Meng”0”kan 4 pada � , OBE: � − � ⇒ � − �


4 2 3 0 → 4 2 3 0
1 −1 2 0 4� − � 4.1 − 4 4. (−1) − 2 4.2 − 3 4.0 − 0
4 0 −2 0 � −� 4−4 0−3 −2 − 3 0 − 0
4 2 3 0
= 0 −6 5 0
0 −2 −5 0

Tahap 2:
Meng”0”kan 2 pada � , OBE : � − � → � + � → 3� + �

Meng”0”kan −2 pada � , OBE : � − � → � − � → 3� − �


4 2 3 0 3�1 + �2 3.4 + 0 3.2 + (−6) 3.3 + 5 3.0 + 0
0 −6 5 0 → 0 −6 5 0
0 −2 −5 0 3�3 − �2 3.0 − 0 3. (−2) − (−6) 3. (−5) − 5 3.0 − 0
12 0 14 0
= 0 −6 5 0
0 0 −20 0

Tahap 3:
Optional (boleh dilakukan, boleh pula tidak) : menyederhanakan
bilangan pada � karena semua anggota pada � habis dibagi -20, maka

OBE : →
12 0 14 0 � 12 0 14 0
0 −6 5 0 → 0 −6 5 0
−20
0 0 −20 0 0 0 1 0

Tahap 4 :
Meng”0”kan 14 pada � , OBE : � − � → � − 14�
Meng”0”kan 5 pada � , OBE : � − � → � − 5�
12 0 14 0 � − 14�12 − 14.0 0 − 14.0 14 − 14.1 0 − 14.0
0 −6 5 0 � − 5� 0 − 5.0 −6 − 5.0 5 − 5.1 0 − 5.0
0 0 1 0 → 0 0 1 0
12 0 0 0
= 0 −6 0 0
0 0 1 0

Tahap 5:
Mengubah angka pada semua diagonal menjadi bernilai “1”.
12 pada � menjadi 1, OBE : � /12
6 pada � menjadi 1, OBE : � /−6
12 0 0 0 � ⁄12 12/12 0 0 0/12 1 0 0 0
0 −6 0 0 � /−6 0 −6/−6 0 0/−6 = 0 1 0 0
0 0 1 0 ⟶ 0 0 1 0 0 0 1 0

Matriks terakhir yang diperoleh itu sudah merupakan matriks eselon


baris tereduksi, karena angka pada diagonal sudah bernilai 1, dan semua
angka dibawah dan di diatas angka 1 itu sudah bernilai 0.

Tahap 6:
Membaca solusi:
1 0 0 0 → �=0
0 1 0 0 → �=0
0 0 1 0 → �=0

Dengan demikian diperoleh solusi dari SPL adalah � = 0, � = 0, � = 0.


Maka untuk SPL Homogen ini dikatakan memiliki 1 solusi yang trivial ,
karena semua nilai variabel sebagai solusi bernilai 0, yaitu � = 0, � = 0, � = 0.
Temukan solusi dari SPL homogen berikut dengan metode eliminiasi Gauss
Jordan:
� + � − 2� + 4� = 0
2� + 2� − 3� + � = 0
3� + 3� − 4� − 2� = 0
Pembahasan:
� + � − 2� + 4� = 0 1 1 −2 4 0
2� + 2� − 3� + � = 0 ⇒ �������: [�| �] = 2 2 −3 1 0
3� + 3� − 4� − 2� = 0 3 3 −4 −2 0
Tahap 1:
Meng”0”kan 2 pada � , OBE: � − � ⇒ � − 2�

Meng”0”kan 3 pada � , OBE: � − � ⇒ � − 3�


1 1 −2 4 0 → 1 1 −2 4 0
2 2 −3 1 0 � − 2� 2 − 2.1 2 − 2.1 −3 − 2. (−2) 1 − 2.4 0 − 2.0
3 3 −4 −2 0 � − 3� 3 − 3.1 3 − 3.1 −4 − 3. (−2) −2 − 3.4 0 − 3.0
1 1 −2 4 0
= 0 0 1 −7 0
0 0 2 −14 0

Tahap 2:
Meng”0”kan 2 pada � , OBE : � − � → � + 2�

Meng”0”kan 2 pada � , OBE : � − � → � − 2�


1 1 −2 4 0 � + 2�
0 0 1 −7 0 →
0 0 2 −14 0 � − 2�

1 + 2.0 1 + 2.0 −2 + 2.1 4 + 2. (−7) 0 + 2.0 1 1 0 −10 0


0 0 1 −7 0 = 0 0 1 −7 0
0 − 2.0 0 − 2.0 2 − 2.1 −14 − 2. (−7) 0 − 2.0 0 0 0 0 0

Matriks terakhir yang diperoleh itu sudah merupakan matriks eselon baris
tereduksi, karena angka pada diagonal sudah bernilai 1 (untuk matriks ini,
angka 1 berwarna hijau diasumsikan sebagai diagonal), dan semua angka
dibawah dan di diatas angka 1 itu sudah bernilai 0. Selain itu, tidak ada lagi
anggota matriks yang bisa di”0”kan.

Tahap 3:
Membaca solusi:
1 1 0 −10 0
0 0 1 −7 0
0 0 0 0 0
� � � �
Sesuai dengan urutan variabel pada SPL di soal, maka
Kolom 1 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 2 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 3 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 4 merupakan koefisien dari variabel � .
Selanjutnya dari matriks terakhir itu diperoleh:
Dari baris 1: 1� + 1� + 0� − 10� = 0 atau � + � − 10� = 0.
Dari baris 2: 0� + 0� + 1� − 7� = 0 atau � − 7� = 0.
Dari baris 3: 0� + 0� + 0� + 0� = 0 atau 0 = 0.
Hasil yang diperoleh pada baris 3, yaitu 0 = 0 merupakan pernyataan yang
valid, sehingga SPL itu katakan konsisten atau punya solusi.
Selanjutnya dibaca solusi dari baris 1 dan baris 2, yaitu
� + � − 10� = 0
� − 7� = 0
Dari kedua persamaan itu, variabel � terdapat pada kedua persamaan, maka
variabel � akan dipindahkan ke ruas kanan. Dan untuk menyatakan solusi,
variabel yang disisakan di ruas kiri, harus hanya 1 variabel saja, sehingga pada
persamaan pertama, � dibiarkan tetap di ruas kiri, sedangkan � dan �
dipindahkan ke ruas kanan. Dan dari persamaan kedua, variabel � dibiarkan
tetap di ruas kiri, sedangkan variabel � pindah ke ruas kanan.
Dengan demikian diperoleh
� + � − 10� = 0 ⇒ � = 0 − � + 10� ⇒ � = −� + 10�
� − 7� = 0 ⇒ � = 0 + 7� ⇒ � = 7�
Selanjutnya semua variabel yang ada diruas kanan dinyatakan sebagai
parameter, misalkan � = � dan � = �, sehingga solusi dari SPL itu adalah
� = −� + 10� ⇒ �� = −� + ���
�� = �
� = 7� ⇒ �� = ��
�� = �
Dengan demikian, SPL pada contoh ini dikatakan SPL yang konsisten dengan
tak hingga banyaknya solusi, dengan solusi umum dari SPL tersebut adalah
�� = −� + ��. �
�� = �
�� = �. �
�� = �
Beberapa solusi khusus dari SPL tersebut dapat ditunjukkan dengan
mengambil sembarang nilai t dan u.
t u �� = −� + ��. � �� = � �� = �. � �� = � Solusi Khusus
0 1 � = 0 + 10 .1 � =0 � =7.1 � =1 � = 10, � = 0, �
= 0 + 10 = 10 =7 = 7, � = 1

1 2 � = –1 + 10 . 2 � =1 � = � =2 � = 19, � = 1, �
= –1+20= 19 7 .2 = 14 = 14, � = 2
2 1 � =–(2)+10 . 1 � = −2 � =7.1 � =1 � = 12, � = −2, �
= 2 + 10 = 12 =7 = 7, � = 1

Dikatakan memiliki tak hingga banyaknya solusi dikarenakan solusi dari SPL
itu bisa berubah-ubah tergantung pada nilai � dan � yang dipilih.
Kombinasi Linier Vektor-vektor

� � �
� � �
Asumsikan vektor � = … , vektor � = … , vektor � = … , dan
� � �


vektor � = .


 Maka vektor � dikatakan sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor
� , � ,…,� jika ada nilai � , � , … , � sedemikian sehingga � � +
� � + ⋯ + � � = �,
 namun jika tidak ada nilai � , � , … , � yang bisa memenuhi kondisi � � +
� � + ⋯ + � � = �, maka vektor � dikatakan bukan kombinasi linier
dari vektor � , � , � , … , �

Hal ini berkaitan dengan Sistem Persamaan Linier (SPL) nonhomogen, dimana :
 jika SPL tersebut punya solusi, maka vektor � merupakan kombinasi linier
dari vektor-vektor � , � , … , �
 tapi jika SPL tersebut tidak punya solusi, maka vektor � bukan merupakan
kombinasi linier dari vektor-vektor � , � , … , � .

Contoh 1 :
5
Analisa apakah vektor � = 7 dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari
6
4 2 3
vektor-vektor � = 1 , � = −1 , � = 2 .
4 0 −2
Pembahasan :
Jika vektor � dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier vektor � , � , � , maka
vektor � dituliskan dalam bentuk � = �� + �� + �� , dengan �, � dan �
adalah variabel-variabel yang tidak diketahui.
� = �� + �� + ��
5 4 2 3 5 = 4� + 2� + 3�
⟹ 7 = � 1 + � −1 + � 2 ⟹ 7 = � + (−�) + 2�
6 4 0 −2 6 = 4� + (−2�)
4� + 2� + 3� = 5
⟹ � − � + 2� = 7
4� − 2� = 6
SPL itu merupakan SPL nonhomogen. Temukan solusi dari SPL itu dengan
menggunakan metode eliminasi Gauss atau metode eliminasi Gauss Jordan.
Perhatikan, bahwa SPL ini persis sama dengan SPL nonhomogen pada contoh 2
pada materi file Pert12_SPL_Eliminasi Gauss Jordan.pdf , dan dengan metode
eliminasi Gauss Jordan telah diperoleh solusi dari SPL itu yaitu
� = 2, � = −3, � = 1.
Karena SPL itu punya solusi, maka vektor � dapat dinyatakan sebagai kombinasi
linier dari vektor-vektor � , � , � .
Bentuk kombinasi linier � terhadap vektor-vektor � , � , � adalah.
� = �� + �� + ��
� = 2� + (−3)� + 1. � ⟹ � = ��� − ��� + �� .

Contoh 2:
1
Analisa apakah vektor � = −2 dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier
5
0 −2 3
dari vektor-vektor � = 3 , � = 6 , � = −3 .
6 6 3
Pembahasan:
Tuliskan persamaan � = �� + �� + �� , dengan �, � dan � adalah variabel-
variabel yang tidak diketahui.
� = �� + �� + ��
1 0 −2 3 1 = 0. � + (−2)� + 3�
⟹ −2 = � 3 + � 6 + � −3 ⟹ −2 = 3� + 6� + (−3)�
5 6 6 3 5 = 6� + 6� + 3�
−2� + 3� = 1
⟹ 3� + 6� − 3� = −2
6� + 6� + 3� = 5
SPL itu merupakan SPL nonhomogen. Temukan solusi dari SPL itu dengan
menggunakan metode eliminasi Gauss atau metode eliminasi Gauss Jordan.
Perhatikan, SPL ini sama dengan SPL nonhomogen contoh 3 pada materi file
Pert12_SPL_Eliminasi Gauss Jordan.pdf, dan pada materi tersebut telah
ditemukan bahwa SPL ini tidak konsisten atau tidak punya solusi. Dengan
demikian, vektor � tidak dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor
� ,� ,� .

VEKTOR-VEKTOR YANG BEBAS LINIER

Definisi: Vektor-vektor � , � , … , � dikatakan bebas linier jika persamaan


� � +� � +⋯+� � = 0
memberikan solusi � = � = ⋯ = � = 0. Jika ada � ≠ 0, � = 1, … , � maka
vektor-vektor � , � , … , � dikatakan tidak bebas linier.

Hal ini berkaitan dengan Sistem Persamaan Linier (SPL) homogen, dimana :
 jika SPL tersebut punya solusi trivial (semua solusinya bernilai 0), maka
vektor-vektor � , � , … , � bebas linier
 jika SPL tersebut punya tak hingga banyaknya solusi, maka vektor-vektor
� , � , … , � TIDAK bebas linier.
Contoh 3:
4 2 3
Analisa apakah vektor-vektor � = 1 , � = −1 , � = 2 merupakan
4 0 −2
vektor-vektor yang bebas linier atau tidak.
Pembahasan:
Dimulai dengan membentuk persamaan �� + �� + �� = 0, dengan �, �, �
adalah nilai-nilai yang belum diketahui dan akan ditemukan
�� + �� + �� = 0
4 2 3 0 4� + 2� + 3� = 0
⟹ � 1 + � −1 + � 2 = 0 ⟹ � + (−1)� + 2� = 0
4 0 −2 0 4� + 0 . � + (−2)� = 0
4� + 2� + 3� = 0
⟹ � − � + 2� = 0
4� − 2� = 0
SPL itu merupakan SPL homogen. Temukan solusi dari SPL itu dengan
menggunakan metode eliminasi Gauss atau metode eliminasi Gauss Jordan.
Perhatikan, SPL ini sama dengan SPL homogen pada contoh 6 pada materi
Pert14_SPL Homogen.pdf, dan dengan metode eliminasi Gauss Jordan sudah
diperoleh solusi trivial untuk SPL ini, yaitu � = 0, � = 0, � = 0.
Karena SPL ini memiliki solusi trivial, yaitu � = � = � = 0, maka vektor-vektor
� , � , � dikatakan vektor-vektor yang saling bebas linier.

Contoh 4 :
0 −2 3
Analisis apakah vektor-vektor � = 3 , � = 6 , � = −3 adalah vektor-
6 6 3
vektor yang saling bebas linier atau tidak.
Pembahasan:
Mulai dengan membentuk persamaan �� + �� + �� = 0.
�� + �� + �� = 0
0 −2 3 0 0. � + (−2)� + 3� = 0
⟹ � 3 + � 6 + � −3 = 0 ⟹ 3� + 6� + (−3)� = 0
6 6 3 0 6� + 6� + 3� = 0
−2� + 3� = 0
⟹ 3� + 6� − 3� = 0
6� + 6� + 3� = 0
Temukan solusi dari SPL homogen tersebut dengan metode eliminasi Gauss
atau eliminasi Gauss Jordan.
0 −2 3 0
Bentuk matriks dari SPL homogen itu: 3 6 −3 0
6 6 3 0
Bentuk awal matriks 0 −2 3 0
3 6 −3 0
6 6 3 0
Tahap 1: pertukaran baris 1 3 6 −3 0
� ↔� 0 −2 3 0
dan 2, OBE: � ↔ � 6 6 3 0
Tahap 2: menyederhanakan 3 6 −3 0
� 3 3 3
baris 1 yang kelipatan 3, OBE: 3 → 0 −2 3 0
� /3. Tahap ini optional 6 6 3 0
1 2 −1 0
(artinya boleh dilakukan, = 0 −2 3 0
boleh juga tidak dilakukan). 6 6 3 0
Tahap 3: meng”0”kan 6 pada � − 6�
� . OBE: � − � ⇒ � − 6� 1 2 −1 0
→ 0 −2 3 0
6 − 6.1 6 − 6.2 3 − 6. (−1) 0
1 2 −1 0
= 0 −2 3 0
0 −6 9 0
Tahap 4: � +� 1+0 2 + (−2) −1 + 3 0
� ����� → 0 −2 3 0
Meng”0”kan 2 pada � , OBE : � − 3� 0 − 3.0 −6 − 3. (−2) 9 − 3.3 0

� − � →� +� . 1 0 2 0
= 0 −2 3 0
Meng”0”kan -6 pada � , OBE: 0 0 0 0

� − � → � − 3�
Tahap 5: semua anggota pada 1 0 2 0
� −2 3
baris 3 bernilai 0, dan tidak → 0 0
−2 −2 −2
0 0 0 0
ada lagi anggota yang bisa
1 0 2 0
di”0”kan sehingga langkah
= 0 1 −3 0
2
terakhir adalah mengubah 0 0 0 0
semua diagonal menjadi
bernilai 1, yaitu diagonal ke 2
yang bernilai -2. OBE : � /−2.
Tahap 6 : Membaca solusi Dari baris 1: 1� + 0� + 2� = 0 ⇒ � + 2� = 0
Dari baris 2 :0� + 1� − � = 0 ⇒ � − � = 0

Akhirnya diperoleh
� + 2� = 0 ⇒ � = −2�
3 3
�− �=0⇒�= �
2 2
Karena pada solusi ternyata diperoleh variabel yang satu tergantung pada
variabel yang lainnya (SPL ini memiliki tak hingga banyaknya solusi), atau
solusi yang diperoleh bukanlah solusi trivial, maka vektor-vektor � , � , �
tidak bebas linier.

You might also like