Professional Documents
Culture Documents
Syamsyida Rozi Aljabar Linear Dan Matrik Kpti203201 61eb9fbce6e5a PDF
Syamsyida Rozi Aljabar Linear Dan Matrik Kpti203201 61eb9fbce6e5a PDF
BAB 1
MATRIKS dan OPERASINYA
Syarat :
Misal:
𝐴 × +𝐵 × akan dapat ditemukan hasilnya, karena matriks 𝐴 dan 𝐵
berukuran sama, yaitu berukuran 5 × 2, yang artinya matriks itu sama-sama
memiliki banyak baris 5 dan banyak kolom 2.
𝐴 × −𝐵 × +𝐶 × tidak akan dapat ditemukan hasilnya, karena ada matriks
yang memiliki ukuran berbeda dengan yang lainnya, yaitu matriks 𝐵.
Perhatikan bahwa matriks 𝐴 dan 𝐶 sama-sama berukuran 3 × 4, tapi matriks
𝐵 berukuran 3 × 2. Walaupun banyak baris ketiga matriks sama-sama 3, tapi
karena ada matriks yang banyak kolomnya berbeda dari lainnya, maka
operasi matriks tetap saja tidak bisa dilakukan.
Cara menjumlahkan matriks adalah: jumlahkan anggota yang berada pada posisi
yang sama (pada baris dan kolom yang sama).
Cara mengurangkan matriks adalah: kurangkan anggota yang berada pada posisi
yang sama (pada baris dan kolom yang sama).
3
Contoh 1:
1 −3 0 −2 3 1
𝐴= , 𝐵=
2 4 −2 −2 0 5
Matriks A dan B berukuran sama, yaitu berukuran 2 × 3, sehingga kedua matriks itu
bisa dijumlahkan dan dikurangkan, yaitu dengan menjumlahkan atau mengurangkan
anggota-anggota pada posisi yang sama.
Penjumlahan
1 + (−2) −3 + 3 0+1 −1 0 1
= =
2 + (−2) 4+0 −2 + 5 0 4 3
−1 0 1
Jadi hasil 𝐴 + 𝐵 =
0 4 3
Pengurangan (dengan cara yang sama seperti pada penjumlahan di atas, tapi
ganti operasi nya dari tambah jadi kurang)
1 −3 0 −2 3 1 1 − (−2) −3 − 3 0−1 3 −6 −1
𝐴−𝐵 = − = =
2 4 −2 −2 0 5 2 − (−2) 4−0 −2 − 5 4 4 −7
Misalkan c adalah suatu skalar (bilangan riil) yang dikalikan dengan matriks A,
maka perkalian antara skalar c dengan matriks A, dinotasikan dengan 𝒄𝑨.
Jadi 𝒄𝑨 berarti mengalikan bilangan skalar c ke semua anggota pada matriks A.
Ukuran matriks 𝑐𝐴 sama dengan ukuran matriks A.
Contoh 2 :
Berdasarkan matriks A, matriks B dan matriks A + B yang diberikan pada contoh
sebelumnya, maka hitung 3𝐴,−4𝐵, 2(𝐴 + 𝐵) dan −5(𝐴 − 𝐵)
3𝐴 artinya adalah semua anggota matriks 𝐴 dikali 3.
1 −3 0 3.1 3. (−3) 3.0 3 −9 0
3𝐴 = 3. = =
2 4 −2 3.2 3.4 3. (−2) 6 12 −6
4
BAB 1
MATRIKS dan OPERASINYA
Syarat :
Misal:
𝐴 × +𝐵 × akan dapat ditemukan hasilnya, karena matriks 𝐴 dan 𝐵
berukuran sama, yaitu berukuran 5 × 2, yang artinya matriks itu sama-sama
memiliki banyak baris 5 dan banyak kolom 2.
𝐴 × −𝐵 × +𝐶 × tidak akan dapat ditemukan hasilnya, karena ada matriks
yang memiliki ukuran berbeda dengan yang lainnya, yaitu matriks 𝐵.
Perhatikan bahwa matriks 𝐴 dan 𝐶 sama-sama berukuran 3 × 4, tapi matriks
𝐵 berukuran 3 × 2. Walaupun banyak baris ketiga matriks sama-sama 3, tapi
karena ada matriks yang banyak kolomnya berbeda dari lainnya, maka
operasi matriks tetap saja tidak bisa dilakukan.
Cara menjumlahkan matriks adalah: jumlahkan anggota yang berada pada posisi
yang sama (pada baris dan kolom yang sama).
Cara mengurangkan matriks adalah: kurangkan anggota yang berada pada posisi
yang sama (pada baris dan kolom yang sama).
3
Contoh 1:
1 −3 0 −2 3 1
𝐴= , 𝐵=
2 4 −2 −2 0 5
Matriks A dan B berukuran sama, yaitu berukuran 2 × 3, sehingga kedua matriks itu
bisa dijumlahkan dan dikurangkan, yaitu dengan menjumlahkan atau mengurangkan
anggota-anggota pada posisi yang sama.
Penjumlahan
1 + (−2) −3 + 3 0+1 −1 0 1
= =
2 + (−2) 4+0 −2 + 5 0 4 3
−1 0 1
Jadi hasil 𝐴 + 𝐵 =
0 4 3
Pengurangan (dengan cara yang sama seperti pada penjumlahan di atas, tapi
ganti operasi nya dari tambah jadi kurang)
1 −3 0 −2 3 1 1 − (−2) −3 − 3 0−1 3 −6 −1
𝐴−𝐵 = − = =
2 4 −2 −2 0 5 2 − (−2) 4−0 −2 − 5 4 4 −7
Misalkan c adalah suatu skalar (bilangan riil) yang dikalikan dengan matriks A,
maka perkalian antara skalar c dengan matriks A, dinotasikan dengan 𝒄𝑨.
Jadi 𝒄𝑨 berarti mengalikan bilangan skalar c ke semua anggota pada matriks A.
Ukuran matriks 𝑐𝐴 sama dengan ukuran matriks A.
Contoh 2 :
Berdasarkan matriks A, matriks B dan matriks A + B yang diberikan pada contoh
sebelumnya, maka hitung 3𝐴,−4𝐵, 2(𝐴 + 𝐵) dan −5(𝐴 − 𝐵)
3𝐴 artinya adalah semua anggota matriks 𝐴 dikali 3.
1 −3 0 3.1 3. (−3) 3.0 3 −9 0
3𝐴 = 3. = =
2 4 −2 3.2 3.4 3. (−2) 6 12 −6
4
𝑨𝒎×𝒏 × 𝑩𝒏×𝒑 𝐴 × ×𝐵 ×
=
≠
(𝑨𝑩)𝒎×𝒑 Matriks 𝐴 dan 𝐵
tidak bisa dikali
Matriks 𝐴 dan 𝐵 bisa dikalikan, karena Matriks 𝐴 dan 𝐵 tidak bisa dikalikan,
banyak kolom 𝑨 = banyak baris 𝑩 = 𝒏. karena
Hasil kali matriks 𝐴 dan 𝐵 harus banyak kolom 𝑨 ≠ banyak baris 𝑩.
berukuran 𝑚 × 𝑝 Banyak kolom 𝐴 = 𝑛.
Banyak baris 𝐵 = 𝑚.
Contoh:
1) Perkalian matriks 𝐴 × ×𝐵 × bisa dilakukan karena :
banyak kolom pada matriks A = banyak baris pada matriks B = 4.
Maka perkalian kedua matriks akan menghasilkan matriks berukuran 3 × 2.
𝐴 × ×𝐵 ×
(𝐴𝐵) ×
6
1 2 −2 1 3
3) Jika 𝐶 = dan 𝐷 = , maka
3 4 2 0 −1
i. Apakah perkalian matriks 𝐶 × 𝐷 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
ii. Apakah perkalian matriks 𝐷 × 𝐶 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
Pembahasan:
i. Apakah perkalian matriks 𝐶 × 𝐷 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
𝐶 × ×𝐷 ×
ii. Apakah perkalian matriks 𝐷 × 𝐶 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
Pembahasan:
𝐷 × ×𝐶 ×
2
4) Jika matriks 𝑃 = [1 2 3], dan matriks 𝑄 = 0 , maka
−1
i. Apakah perkalian matriks 𝑃 × 𝑄 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
ii. Apakah perkalian matriks 𝑄 × 𝑃 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya.
Pembahasan:
i. Apakah perkalian matriks 𝑃 × 𝑄 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya
𝑃× ×𝑄 ×
ii. Apakah perkalian matriks 𝑄 × 𝑃 bisa dilakukan? Jika bisa, hitung hasil kalinya
𝑄 × ×𝑃 ×
=
𝑎 0 0
Contoh: 0 𝑎 0 , dengan salah satu atau semua 𝑎 , 𝑎 , 𝑎 ≠0
0 0 𝑎
merupakan matriks diagonal 3 × 3
d) Matriks Identitas/ matriks satuan, yang dinotasikan dengan I, yaitu matriks
diagonal yang anggota pada diagonal utama bernilai 1.
1 0 0
Contoh: 0 1 0 merupakan matriks identitas berukuran 3 × 3
0 0 1
𝟏 𝟎
𝟎 𝟏
e) Matriks segitiga bawah, yaitu matriks bujur sangkar yang di atas diagonal utama
bernilai 0.
𝑎 0 0
Contoh: 𝑎 𝑎 0 merupakan matriks segitiga atas berukuran 3 × 3
𝑎 𝑎 𝑎
𝟑 𝟎
𝟏 𝟒
f) Matriks segitiga atas, yaitu matriks bujur sangkar yang di bawah diagonal utama
bernilai 0.
𝑎 𝑎 𝑎
Contoh: 0 𝑎 𝑎 merupakan matriks segitiga bawah berukuran 3 × 3
0 0 𝑎
𝟐 𝟑
𝟎 𝟒
g) Matriks simetris, yaitu matriks bujur sangkar, yang transpose-nya sama dengan
dirinya sendiri, yaitu secara matematis dituliskan 𝐴 = 𝐴
1 2 3 1 2 3
Contoh: 𝐴 = 2 4 5 ⟹𝐴 = 2 4 5
3 5 6 3 5 6
Matriks A tersebut merupakan matriks simetris, karena:
Anggota pada baris 1 pada matriks A = anggota pada baris 1 pada matriks 𝐴
Anggota pada baris 2 pada matriks A = anggota pada baris 2 pada matriks 𝐴
Anggota pada baris 3 pada matriks A = anggota pada baris 3 pada matriks 𝐴
8
� 0 0
Contoh: � � 0 merupakan matriks segitiga atas berukuran 3 × 3
� � �
� �
� �
f) Matriks segitiga atas, yaitu matriks bujur sangkar yang di bawah diagonal utama
bernilai 0.
� � �
Contoh: 0 � � merupakan matriks segitiga bawah berukuran 3 × 3
0 0 �
� �
� �
g) Matriks simetris, yaitu matriks bujur sangkar, yang transpose-nya sama dengan
dirinya sendiri, yaitu secara matematis dituliskan � = �
1 2 3 1 2 3
Contoh: � = 2 4 5 ⟹� = 2 4 5
3 5 6 3 5 6
Matriks A tersebut merupakan matriks simetris, karena:
Anggota pada baris 1 pada matriks A = anggota pada baris 1 pada matriks �
Anggota pada baris 2 pada matriks A = anggota pada baris 2 pada matriks �
Anggota pada baris 3 pada matriks A = anggota pada baris 3 pada matriks �
b) Pertukaran kolom
Contoh: Menukarkan kolom 2 dengan kolom 3:
1 2 3 1 3 2
3 2 4 � ⟷� 3 4 2
5 1 2 5 2 1
Contoh 1:
Lakukan Operasi Baris Elementer (OBE) untuk mengubah matriks berikut menjadi matriks
Segitiga atas
1 2 3
2 5 3
1 0 8
Pembahasan:
Matriks segitiga atas adalah matriks yang anggota di bawah diagonal utama bernilai 0
semua. Berarti posisi angka yang diwarnai hijau berikut harus bernilai 0.
� → 1 2 3
� → 2 5 3
� → 1 0 8
Cara 1:
1 Meng”0”kan 2 pada � , maka OBE nya adalah
2
� − � = � − 2�
1
1 2 3 1 2 3 1 2 3 ←�
2 5 3 → � − 2� 2 − 2.1 5 − 2.2 3 − 2.3 = 0 1 −3 ← �
1 0 8 1 0 8 1 0 8 ←�
2 Meng”0”kan 1 pada � , maka OBE nya adalah
1
� − � =� −�
1
1 2 3 1 2 3 1 2 3 ←�
0 1 −3 → � − � 0 1 −3 = 0 1 −3 ← �
1 0 8 1−1 0−2 8−3 0 −2 5 ← �
3 Meng”0”kan 2 pada � , maka OBE nya adalah
−2
� − � = � + 2�
1
1 2 3 1 2 3 � � � ←�
0 1 −3 → � + 2� 0 1 −3 = � � −� ← �
0 −2 5 0 + 2.0 −2 + 2.1 5 + 2. (−3) � � −� ← �
� → 1 2 3
� → 2 5 3
� → 1 0 8
Cara 2:
1 Meng”0”kan 2 pada � , maka OBE nya Meng”0”kan 1 pada � , maka OBE nya
adalah adalah
2 1
� − � = � − 2� � − � =� −�
1 1
1 2 3 � ����� 1 2 3 1 2 3 ←�
2 5 3 → � − 2� 2 − 2.1 5 − 2.2 3 − 2.3 = 0 1 −3 ← �
1 0 8 � −� 1−1 0−2 8−3 0 −2 5 ← �
2 Meng”0”kan 2 pada � , maka OBE nya adalah
−2
� − � = � + 2�
1
1 2 3 1 2 3 � � � ←�
0 1 −3 → � + 2� 0 1 −3 = � � −� ← �
0 −2 5 0 + 2.0 −2 + 2.1 5 + 2. (−3) � � −� ← �
Contoh 2:
Lakukan Operasi Baris Elementer (OBE) untuk mengubah matriks berikut menjadi matriks
identitas
0 −2 3
1 7 3
3 5 9
Pembahasan: Berarti akan dilakukan perubahan matriks
� → 0 −2 3 1 0 0
� → 1 7 3 ⎯ 0 1 0
� → 3 5 9 0 0 1
1 Supaya diagonal pada � tidak 0, maka tukarkan baris � dengan � , maka OBE nya
adalah � ↔ � :
� → 0 −2 3 1 7 3
� → 1 7 3 � ↔� 0 −2 3
� → 3 5 9 3 5 9
13
3 Meng”0”kan 7 pada � , maka OBE nya : Meng”0”kan 16 pada � , maka OBE nya:
7 7 −16
� − � = � + � = 2� + 7� � − � = � − 8�
−2 2 −2
4 Meng”0”kan 27 pada � , maka OBE nya : Meng”0”kan 3 pada � , maka OBE nya:
27 27 9 3 3 1
� − � =� + � =� + � � − � =� + � =� + �
−24 24 8 −24 24 8
= 8� + 9� = 8� + �
Matriks Identitas
12
𝑏 → 1 2 3
𝑏 → 2 5 3
𝑏 → 1 0 8
Cara 2:
1 Meng”0”kan 2 pada 𝑏 , maka OBE nya Meng”0”kan 1 pada 𝑏 , maka OBE nya
adalah adalah
2 1
𝑏 − 𝑏 = 𝑏 − 2𝑏 𝑏 − 𝑏 =𝑏 −𝑏
1 1
1 2 3 𝑏 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 1 2 3 1 2 3 ←𝑏
2 5 3 → 𝑏 − 2𝑏 2 − 2.1 5 − 2.2 3 − 2.3 = 0 1 −3 ← 𝑏
1 0 8 𝑏 −𝑏 1−1 0−2 8−3 0 −2 5 ← 𝑏
2 Meng”0”kan 2 pada 𝑏 , maka OBE nya adalah
−2
𝑏 − 𝑏 = 𝑏 + 2𝑏
1
1 2 3 1 2 3 𝟏 𝟐 𝟑 ←𝑏
0 1 −3 → 𝑏 + 2𝑏 0 1 −3 = 𝟎 𝟏 −𝟑 ← 𝑏
0 −2 5 0 + 2.0 −2 + 2.1 5 + 2. (−3) 𝟎 𝟎 −𝟏 ← 𝑏
Contoh 2:
Lakukan Operasi Baris Elementer (OBE) untuk mengubah matriks berikut menjadi matriks
identitas
0 −2 3
1 7 3
3 5 9
Pembahasan: Berarti akan dilakukan perubahan matriks
𝑏 → 0 −2 3 1 0 0
𝑏 → 1 7 3 ⎯ 0 1 0
𝑏 → 3 5 9 0 0 1
1 Supaya diagonal pada 𝑏 tidak 0, maka tukarkan baris 𝑏 dengan 𝑏 , maka OBE nya
adalah 𝑏 ↔ 𝑏 :
𝑏 → 0 −2 3 1 7 3
𝑏 → 1 7 3 𝑏 ↔𝑏 0 −2 3
𝑏 → 3 5 9 3 5 9
13
3 Meng”0”kan 7 pada 𝑏 , maka OBE nya : Meng”0”kan 16 pada 𝑏 , maka OBE nya:
7 7 −16
𝑏 − 𝑏 = 𝑏 + 𝑏 = 2𝑏 + 7𝑏 𝑏 − 𝑏 = 𝑏 − 8𝑏
−2 2 −2
4 Meng”0”kan 27 pada 𝑏 , maka OBE nya : Meng”0”kan 3 pada 𝑏 , maka OBE nya:
27 27 9 3 3 1
𝑏 − 𝑏 =𝑏 + 𝑏 =𝑏 + 𝑏 𝑏 − 𝑏 =𝑏 + 𝑏 =𝑏 + 𝑏
−24 24 8 −24 24 8
= 8𝑏 + 9𝑏 = 8𝑏 + 𝑏
Matriks Identitas
5
b) Jika pada matriks A terdapat minimal 1 baris atau 1 kolom yang anggotanya
bernilai 0, maka determinan dari matriks tersebut adalah 0.
Contoh:
𝑎 𝑎
|𝐴| = = 𝑎 .0 −𝑎 .0 = 0 − 0 = 0
0 0
𝑎 0
atau |𝐵| = = 𝑎 . 0 − 0. 𝑎 =0−0=0
𝑎 0
c) Jika pada matriks A terdapat 2 baris atau 2 kolom yang anggotanya sama
atau saling berkelipatan, maka determinan dari matriks tersebut adalah 0.
Contoh:
2 3
= 2.15 − 3.10 = 30 − 30 = 0. Dapat diperhatikan bahwa anggota
10 15
pada baris 2 merupakan kelipatan dari anggota baris 1, yaitu anggota pada
baris 2 adalah 5 kali anggota baris 1.
d) Jika matriks A merupakan matriks segitiga atas atau segitiga bawah, maka
determinan dari matriks tersebut adalah hasil kali dari anggota pada
diagonal utama nya.
6
Contoh:
𝑎 0 0 𝑎 𝑎 𝑎
Pada matriks berukuran 3 × 3, maka 𝑎 𝑎 0 = 0 𝑎 𝑎 =
𝑎 𝑎 𝑎 0 0 𝑎
𝑎 ×𝑎 ×𝑎 .
𝑎 𝑎 𝑎
Misal, diberikan matriks 𝐴 × = 𝑎 𝑎 𝑎 , maka :
𝑎 𝑎 𝑎
𝑀 , yaitu minor dari anggota 𝑎 , merupakan determinan dari submatriks
setelah menghilangkan baris 2 dan kolom 3 dari matriks A, sehingga
𝑎 𝑎 𝑎
𝑎 𝑎
𝑀 = 𝑎 𝑎 𝑎 =
𝑎 𝑎 dan
𝑎 𝑎 𝑎
𝑎 𝑎
𝐶 = (−1) 𝑀 = (−1) 𝑀 = (−1). 𝑎 𝑎
Note:
(−𝟏)𝒃𝒊𝒍 𝒈𝒂𝒏𝒋𝒊𝒍 = −𝟏
(−𝟏)𝒃𝒊𝒍 𝒈𝒆𝒏𝒂𝒑 = 𝟏
Contoh:
4 2 3
Matriks 𝐵 = 1 −1 2 , maka:
4 0 −2
𝑀 yaitu determinan dari submatriks setelah menghilangkan baris 1 dan
kolom 2 dari matriks B, sehingga
4 2 3
1 2
𝑀 = 1 −1 2 = = −2 − 8 = −10
4 −2
4 0 −2
Dan kofaktornya yaitu
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . (−10) = (−1). (−10) = 10
8
Pembahasan:
Memilih mengekspansi baris 1.
untuk matriks berukuran 3 × 3, anggota baris 1 adalah 𝑎 , 𝑎 dan 𝑎 .
Maka rumus determinan untuk matriks 𝐴 adalah:
|𝐴| = 𝑎 𝐶 +𝑎 𝐶 +𝑎 𝐶 .
Untuk matriks 𝐴 tersebut, 𝑎 = 0, 𝑎 = −2 dan 𝑎 = 3. Sehingga
|𝐴| = 0. 𝐶 + (−2). 𝐶 + 3. 𝐶
Dengan demikian
|𝐴| = 0. 𝐶 + (−2). 𝐶 + 3. 𝐶
= 0 + (−1). 0 + 3. (−16) = 0 + 0 + (−48)
∴ |𝑨| = −𝟒𝟖
Contoh 7: Hitung determinan dari matriks
1 2 3
𝐵= 2 5 3
1 0 8
Pembahasan:
Memilih mengekspansi kolom 3.
untuk matriks berukuran 3 × 3, anggota kolom 3 adalah 𝑎 , 𝑎 dan 𝑎 .
Maka rumus determinan untuk matriks 𝐵 adalah:
|𝐵| = 𝑎 𝐶 +𝑎 𝐶 +𝑎 𝐶 .
Untuk matriks 𝐵 tersebut, 𝑎 = 3, 𝑎 = 3 dan 𝑎 = 8. Sehingga
|𝐵| = 3. 𝐶 + 3. 𝐶 + 8. 𝐶
10
Dengan demikian
|𝐵| = 3. 𝐶 + 3. 𝐶 + 8. 𝐶
= 3. (−5) + 3.2 + 8.1
= −15 + 6 + 8 = −1
∴ |𝑩| = −𝟏
1
BAB II
DETERMINAN MATRIKS
Contoh 2:
Hitung determinan dari matriks berikut:
0 −2 3
𝐴= 1 7 3
3 5 9
2
Pembahasan:
Teknik yg akan digunakan adalah mengubah matriks 𝐴 tersebut menjadi matriks identitas
𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 → 1 7 3
𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 → − 0 −2 3
𝑏 − 8𝑏 → 0 − 8.0 −16 − 8. (−2) 0 − 8.3
1 7 3 1 7 3 ←𝑏
=− 0 −2 3 =− 0 −2 3 ←𝑏
0 − 0 −16 − (−16) 0 − 24 0 0 −24 ← 𝑏
1
INVERS MATRIKS
2) Menggunakan rumus:
𝟏
𝟏
𝑨 = 𝒂𝒅𝒋(𝑨),
𝒅𝒆𝒕(𝑨)
dengan 𝑎𝑑𝑗(𝐴), dibaca adjoin A, merupakan matriks dari matriks kofaktor.
Jika 𝐶 merupakan kofaktor dari elemen 𝑎 dari matriks A, maka matriks
𝐶 𝐶 … 𝐶
𝐶 𝐶 … 𝐶
𝐶 =
… … … …
𝐶 𝐶 … 𝐶
disebut matriks kofaktor. Dan transpose dari matriks kofaktor tersebut
disebut adjoin A, atau 𝑎𝑑𝑗(𝐴) = (𝐶 ) .
2
4 2 3
Contoh 1 : Temukan invers dari matriks 𝐴 = 1 −1 2 dengan 2 cara.
4 0 −2
Pembahasan:
𝟏
Cara 1:
𝑏 4 2 3 | 1 0 0
[𝐴 | 𝐼 ] = 𝑏 1 −1 2 | 0 1 0
𝑏 4 0 −2 | 0 0 1
Tahap 1: meng”0”kan 1 pada 𝑏 dan meng”0”kan 4 pada 𝑏 .
𝑏 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 4 2 3 | 1 0 0 4 2 3 | 1 0 0
4𝑏 − 𝑏 4.1 − 4 4. (−1) − 2 4.2 − 3 | 4.0 − 1 4.1 − 0 4.0 − 0 = 0 −6 5 | −1 4 0
𝑏 −𝑏 4−4 0−2 −2 − 3 | 0 − 1 0−0 1−0 0 −2 −5 | −1 0 1
𝑏 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 4 2 3
1 1 4 2 3
4𝑏 − 𝑏 → . 4.1 − 4 4. (−1) − 2 4.2 − 3 = . 0 −6 5
4 4
𝑏 −𝑏 4−4 0−2 −2 − 3 0 −2 −5
5
4 2
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . = (−1). (0 − 8) = (−1). (−8) = 8
4 0
2 3
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . = 1 . 4 − (−3) = 1 . 7 = 7
−1 2
4 3
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . = (−1). (8 − 3) = (−1). 5 = −5
1 2
4 2
𝐶 = (−1) .𝑀 = (−1) . = 1 . (−4 − 2) = 1 . (−6) = −6
1 −1
Maka
𝐶 𝐶 𝐶 2 4 7
𝑎𝑑𝑗(𝐴) = 𝐶 𝐶 𝐶 = 10 −20 −5
𝐶 𝐶 𝐶 4 8 −6
Dengan demikian diperoleh invers dari matriks 𝐴 sebagai berikut.
𝟏 𝟏 𝟕
⎡ ⎤
⎢ 𝟐𝟎 𝟏𝟎 𝟒𝟎 ⎥
1 1 2 4 7 𝟏 𝟏 𝟏
𝐴 = 𝑎𝑑𝑗(𝐴) = . 10 −20 −5 = ⎢ − − ⎥
det(𝐴) 40 ⎢𝟒 𝟐 𝟖⎥
4 8 −6
⎢𝟏 𝟏 𝟑⎥
−
⎣𝟏𝟎 𝟓 𝟐𝟎⎦
Perhatikan bahwa invers dari matriks 𝐴 yang diperoleh dengan cara 1 dan cara 2 adalah SAMA.
SISTEM PERSAMAAN LINIER (SPL)
A. Persamaan Linier
Bentuk umum persamaan linier adalah
𝑎 𝑥 +𝑎 𝑥 +𝑎 𝑥 +⋯+𝑎 𝑥 = 𝑏
dengan 𝑥 adalah variabel, 𝑎 adalah koefisien dari 𝑥 dan 𝑏 adalah konstanta.
Solusi dari persamaan linier tersebut adalah sekumpulan nilai 𝑘 , 𝑘 , 𝑘 , … , 𝑘 ,
dengan 𝑥 = 𝑘 , 𝑥 = 𝑘 , 𝑥 = 𝑘 , … , 𝑥 = 𝑘 sedemikian sehingga 𝑎 𝑘 +
𝑎 𝑘 + 𝑎 𝑘 + ⋯ + 𝑎 𝑘 = 𝑏.
Banyak baris = banyak persamaan, Banyak baris = banyak variabel, Banyak baris = banyak persamaan,
Banyak kolom = banyak variabel Banyak kolom = 1 Banyak kolom = 1
Bentuk matriks 𝐴𝑋 = 𝐵 dapat disederhanakan penulisannya sehingga
berbentuk [𝐴 | 𝐵] yang disebut dengan augmented matrix (matriks yang
diperbesar), yaitu berbentuk
𝒂𝟏𝟏 𝒂𝟏𝟐 … 𝒂𝟏𝒏 | 𝒃𝟏
𝒂𝟐𝟏 𝒂𝟐𝟐 … 𝒂𝟐𝒏 | 𝒃𝟐
.
… … … … | …
𝒂𝒎𝟏 𝒂𝒎𝟐 … 𝒂𝒎𝒏 | 𝒃𝒎
SPL: AX = B
Solusi NON-
Solusi TRIVIAL: jika TRIVIAL: ada tak hingga hanya ada 1 solusi
satu-satunya solusi banyaknya solusi
adalah semua jika ada tak hingga
variabel bernilai 0 banyaknya solusi
selain 0
C. SPL Homogen dan SPL Non-Homogen
Bentuk umum sistem persamaan linier non-homogen (SPL Nonhomogen) :
𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 + ⋯+ 𝑎 𝑥 = 𝑏
𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 + ⋯+ 𝑎 𝑥 = 𝑏
, dengan 𝑏 ≠ 0, 𝑖 = 1, … , 𝑚
………
𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 + ⋯+ 𝑎 𝑥 = 𝑏
Contoh SPL Nonhomogen:
4𝑥 + 2𝑦 + 3𝑧 = 5 𝑎 + 𝑏 + 2𝑐 = 8
1) 𝑥 − 𝑦 + 2𝑧 = 7 2) −𝑎 − 2𝑏 + 3𝑐 = 0
4𝑥 − 2𝑧 = 6 3𝑎 − 7𝑏 + 4𝑐 = 10
Contoh 1:
Temukan solusi dari SPL Nonhomogen berikut dengan metode eliminiasi Gauss
dan substitusi balik:
4𝑥 + 2𝑦 + 3𝑧 = 5
𝑥 − 𝑦 + 2𝑧 = 7
4𝑥 − 2𝑧 = 6
Pembahasan:
4𝑥 + 2𝑦 + 3𝑧 = 5 4 2 3
𝑥 − 𝑦 + 2𝑧 = 7 ⇒ Matriks koefisien ∶ 𝐴 = 1 −1 2
4𝑥 − 2𝑧 = 6 4 0 −2
5
⇒ Matriks konstanta ∶ 𝐵 = 7
6
4 2 3 5
⇒ 𝑎𝑢𝑔𝑚𝑒𝑛𝑡𝑒𝑑 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠: [𝐴| 𝐵] = 1 −1 2 7
4 0 −2 6
Tahap 1:
Meng”0”kan 1 pada 𝑏 , OBE: 𝑏 − 𝑏 ⇒ 4𝑏 − 𝑏
Tahap 2:
4 2 3 5
= 0 −6 5 23
0 0 −20 −20
Tahap 3:
Mengubah angka pada diagonal menjadi bernilai “1”.
4 2 3 5 𝑏 ⁄4 ⟶ 1 1/2 3/4 5/4
0 −6 5 23 𝑏 /−6 ⟶ 0 1 −5/6 −23/6
0 0 −20 −20 𝑏 /−20 ⟶ 0 0 1 1
Matriks terakhir yang diperoleh itu sudah merupakan matriks eselon
baris, karena angka pada diagonal sudah bernilai 1, dan semua angka
dibawah angka 1 itu sudah bernilai 0.
Tahap 4:
Ubah kembali bentuk matriks tersebut menjadi SPL, yaitu:
Baris 1 : 𝑥 + 𝑦 + 𝑧 =
Baris 2 : 𝑦 − 𝑧 =
Baris 3 : 𝑧 = 1
Sebagaimana yang disampaikan diatas, dengan metode ini, solusi dibaca
dari baris paling bawah.
Dari baris 3, diperoleh 𝒛 = 𝟏
5 −23
Dari baris 2 diperoleh 𝑦 − 𝑧 =
6 6
5 −23 5 −23
gantı z menȷadı 1⃗ ⟹ 𝑦 − . 1 = ⟶𝑦− =
6 6 6 6
−23 5 −18
⟶𝑦= + = = −3
6 6 6
Maka diperoleh 𝒚 = −𝟑
1 3 5
Dari baris 1 diperoleh 𝑥 + 𝑦 + 𝑧 =
2 4 4
1 3 5
masukkan nılaı 𝑧 dan 𝑦⃗ ⟹ 𝑥 + . (−3) + .1 =
2 4 4
3 3 5
⟶𝑥− + =
2 4 4
5 3 3 5 6 3 8
⟶𝑥= + − = + − = =2
4 2 4 4 4 4 4
Maka diperoleh 𝒙 = 𝟐
Tahap 2:
Meng”0”kan 2 pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 → 𝑏 + 𝑏 → 3𝑏 + 𝑏
Tahap 3:
Optional (boleh dilakukan, boleh pula tidak) : menyederhanakan
bilangan pada 𝑏 karena semua anggota pada 𝑏 habis dibagi -20, maka
OBE : →
12 0 14 38 𝑏 12 0 14 38
0 −6 5 23 → 0 −6 5 23
−20
0 0 −20 −20 0 0 1 1
Tahap 4 :
Meng”0”kan 14 pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 → 𝑏 − 14𝑏
Tahap 5:
Mengubah angka pada semua diagonal menjadi bernilai “1”.
12 pada 𝑏 menjadi 1, OBE : 𝑏 /12
6 pada 𝑏 menjadi 1, OBE : 𝑏 /−6
12 0 0 24 𝑏 ⁄12 12/12 0 0 24/12 1 0 0 2
0 −6 0 18 𝑏 /−6 0 −6/−6 0 18/−6 = 0 1 0 −3
0 0 1 1 ⟶ 0 0 1 1 0 0 1 1
Tahap 6:
Membaca solusi:
1 0 0 2 → 𝑥=2
0 1 0 −3 → 𝑦 = −3
0 0 1 1 → 𝑧=1
Contoh 3 :
Temukan solusi SPL nonhomogen berikut dengan metode eliminasi Gauss
Jordan.
−2𝑏 + 3𝑐 = 1
3𝑎 + 6𝑏 − 3𝑐 = −2
6𝑎 + 6𝑏 + 3𝑐 = 5
Pembahasan :
0 −2 3 1
Bentuk augmented matriks dari SPL tersebut adalah 3 6 −3 −2
6 6 3 5
Proses mengubah matriks itu menjadi matriks eselon baris yaitu:
Tahap 1:
menukarkan baris 1 dengan baris 2 supaya diagonal 1 tidak bernilai 0.
0 −2 3 1 3 6 −3 −2
3 6 −3 −2 𝑏 ⟷𝑏 0 −2 3 1
6 6 3 5 6 6 3 5
Tahap 2 :
Meng”0”kan 6 pada 𝑏 , OBE : 𝑏 − 𝑏 ⇒ 𝑏 − 2𝑏
3 6 −3 −2 3 6 −3 −2
𝑏 − 2𝑏 0 −2 3 1
0 −2 3 1
→ 6 − 2.3 6 − 2.6 3 − 2. (−3) 5 − 2. (−2)
6 6 3 5
3 6 −3 −2
= 0 −2 3 1
0 −6 9 9
Tahap 3 :
3 0 6 1
= 0 −2 3 1
0 0 0 6
Tahap 2:
Meng”0”kan 2 pada � , OBE : � − � → � + 2�
Tahap 3:
Membaca solusi:
1 1 0 −10 −9
0 0 1 −7 −7
0 0 0 0 0
� � � �
Sesuai dengan urutan variabel pada SPL di soal, maka
Kolom 1 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 2 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 3 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 4 merupakan koefisien dari variabel � .
Selanjutnya dari matriks terakhir itu diperoleh:
Dari baris 1: 1� + 1� + 0� − 10� = −9 atau � + � − 10� = −9.
Dari baris 2: 0� + 0� + 1� − 7� = −7 atau � − 7� = −7.
Dari baris 3: 0� + 0� + 0� + 0� = 0 atau 0 = 0.
Hasil yang diperoleh pada baris 3, yaitu 0 = 0 merupakan pernyataan yang
valid, sehingga SPL itu katakan konsisten atau punya solusi.
Selanjutnya dibaca solusi dari baris 1 dan baris 2, yaitu
� + � − 10� = −9
� − 7� = −7
Dari kedua persamaan itu, variabel � terdapat pada kedua persamaan, maka
variabel � akan dipindahkan ke ruas kanan. Dan untuk menyatakan solusi,
variabel yang disisakan di ruas kiri, harus hanya 1 variabel saja, sehingga pada
persamaan pertama, � dibiarkan tetap di ruas kiri, sedangkan � dan �
dipindahkan ke ruas kanan. Dan dari persamaan kedua, variabel � dibiarkan
tetap di ruas kiri, sedangkan variabel � pindah ke ruas kanan.
Dengan demikian diperoleh
� + � − 10� = −9 ⇒ � = −9 − � + 10�
� − 7� = −7 ⇒ � = −7 + 7�
Dikatakan memiliki tak hingga banyaknya solusi dikarenakan solusi dari SPL
itu bisa berubah-ubah tergantung pada nilai � dan � yang dipilih.
Contoh 5:
Temukan solusi dari SPL Nonhomogen berikut dengan metode eliminiasi Gauss
Jordan:
4� − 8� = 12
3� − 6� = 9
−2� + 4� = −6
Pembahasan :
4� − 8� = 12 4 −8 12
3� − 6� = 9 ⇒ ������� (�|�): 3 −6 9
−2� + 4� = −6 −2 4 −6
Tahap 1:
Meng”0”kan 3 pada � : OBE : � − � ⇒ 4� − 3�
4 −8 12 → 4 −8 12
3 −6 9 4� − 3� 4.3 − 3.4 4. (−6) − 3. (−8) 4.9 − 3.12
−2 4 −6 2� + � 2. (−2) + 4 2.4 + (−8) 2. (−6) + 12
4 −8 12 4 −8 12
= 12 − 12 −24 − (−24) 36 − 36 = 0 0 0
−4 + 4 8 + (−8) −12 + 12 0 0 0
Tahap 2 :
4 −8 12 � 4 8 12 1 −2 3
−
→ 4 4 4 = 0 0 0
0 0 0 0 0 0
4
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Matriks terakhir itu sudah merupakan matriks eselon baris tereduksi, karena
angka pada diagonal sudah bernilai 1, dan angka di bawah diagonal bernilai 0.
Selain itu, tidak ada lagi angka yang bisa di”0”kan. Maka OBE berhenti pada
matriks tersebut.
Tahap 3 : Membaca solusi.
Matriks terakhir yang diperoleh adalah
1 −2 3
0 0 0
0 0 0
Sesuai dengan urutan variabel pada SPL di soal, maka kolom 1 merupakan
koefisien dari variabel �, dan kolom 2 merupakan koefisien dari variabel �.
Selanjutnya dari matriks terakhir itu diperoleh:
Dari baris 1: 1� − 2� = 3 atau � − 2� = 3.
Dari baris 2: 0� + 0� = 0 atau 0 = 0.
Dari baris 3: 0� + 0� = 0 atau 0 = 0.
Hasil yang diperoleh pada baris 2 dan baris 3, yaitu 0 = 0 merupakan pernyataan
yang valid, sehingga SPL itu katakan konsisten atau punya solusi.
Selanjutnya dibaca solusi dari baris 1 saja, yaitu
� − 2� = 3
Untuk menyatakan solusi, di ruas kiri hanya boleh ada 1 variabel, sehingga 1
variabel lainnya harus pindah ke ruas kanan. Dalam hal ini, variabel � dibiarkan
tetap di kiri, kemudian variabel � dipindahkan ke kanan, sehingga
� − 2� = 3 ⇒ � = 3 + 2�.
Variabel yang berada di kanan dinyatakan dengan suatu parameter, misalkan
� = � sehingga solusi umum dari SPL itu adalah
� = � + ��,
�=�
Beberapa solusi khusus dari SPL tersebut dapat ditunjukkan dengan mengambil
sembarang nilai t.
� � = � + �� �=� Solusi Khusus
�=3 � = 3 + 2� = 3 + 2.3 = 9 �=�=3 � = 9, � = 3
�=0 � = 3 + 2� = 3 + 2.0 = 3 �=�=0 � = 3, � = 0
� = −4 � = 3 + 2� = 3 + 2. (−4) = −5 � = � = −4 � = −5, � = −4
Sebelumnya sudah diberikan contoh-contoh SPL Nonhomogen dengan keadaan
berikut:
1) SPL yang konsisten, yang memiliki solusi, dengan banyaknya solusi adalah
1.
2) SPL yang tidak konsisten, yang artinya tidak punya solusi
3) SPL yang konsisten, yang memiliki solusi, tapi banyak solusinya adalah tak
hingga.
Selanjutnya akan dibahas SPL Homogen. Setiap SPL Homogen pasti selalu
konsisten (punya solusi). Dan solusi yang dimiliki oleh SPL Homogen itu bisa
jadi :
1) hanya 1 solusi saja (yang disebut dengan solusi trivial), yaitu jika semua
variabel pada solusi adalah bernilai 0.
2) ada tak hingga banyaknya solusi, yaitu jika solusi dari suatu variabel
tergantung pada nilai variabel lainnya.
Metode yang digunakan untuk menemukan solusi dari SPL Homogen sama saja
dengan metode yang digunakan untuk menemukan solusi dari SPL
Nonhomogen, yaitu dengan metode eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss Jordan.
Tahap 2:
Meng”0”kan 2 pada � , OBE : � − � → � + � → 3� + �
Tahap 3:
Optional (boleh dilakukan, boleh pula tidak) : menyederhanakan
bilangan pada � karena semua anggota pada � habis dibagi -20, maka
OBE : →
12 0 14 0 � 12 0 14 0
0 −6 5 0 → 0 −6 5 0
−20
0 0 −20 0 0 0 1 0
Tahap 4 :
Meng”0”kan 14 pada � , OBE : � − � → � − 14�
Meng”0”kan 5 pada � , OBE : � − � → � − 5�
12 0 14 0 � − 14�12 − 14.0 0 − 14.0 14 − 14.1 0 − 14.0
0 −6 5 0 � − 5� 0 − 5.0 −6 − 5.0 5 − 5.1 0 − 5.0
0 0 1 0 → 0 0 1 0
12 0 0 0
= 0 −6 0 0
0 0 1 0
Tahap 5:
Mengubah angka pada semua diagonal menjadi bernilai “1”.
12 pada � menjadi 1, OBE : � /12
6 pada � menjadi 1, OBE : � /−6
12 0 0 0 � ⁄12 12/12 0 0 0/12 1 0 0 0
0 −6 0 0 � /−6 0 −6/−6 0 0/−6 = 0 1 0 0
0 0 1 0 ⟶ 0 0 1 0 0 0 1 0
Tahap 6:
Membaca solusi:
1 0 0 0 → �=0
0 1 0 0 → �=0
0 0 1 0 → �=0
Tahap 2:
Meng”0”kan 2 pada � , OBE : � − � → � + 2�
Matriks terakhir yang diperoleh itu sudah merupakan matriks eselon baris
tereduksi, karena angka pada diagonal sudah bernilai 1 (untuk matriks ini,
angka 1 berwarna hijau diasumsikan sebagai diagonal), dan semua angka
dibawah dan di diatas angka 1 itu sudah bernilai 0. Selain itu, tidak ada lagi
anggota matriks yang bisa di”0”kan.
Tahap 3:
Membaca solusi:
1 1 0 −10 0
0 0 1 −7 0
0 0 0 0 0
� � � �
Sesuai dengan urutan variabel pada SPL di soal, maka
Kolom 1 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 2 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 3 merupakan koefisien dari variabel � ,
Kolom 4 merupakan koefisien dari variabel � .
Selanjutnya dari matriks terakhir itu diperoleh:
Dari baris 1: 1� + 1� + 0� − 10� = 0 atau � + � − 10� = 0.
Dari baris 2: 0� + 0� + 1� − 7� = 0 atau � − 7� = 0.
Dari baris 3: 0� + 0� + 0� + 0� = 0 atau 0 = 0.
Hasil yang diperoleh pada baris 3, yaitu 0 = 0 merupakan pernyataan yang
valid, sehingga SPL itu katakan konsisten atau punya solusi.
Selanjutnya dibaca solusi dari baris 1 dan baris 2, yaitu
� + � − 10� = 0
� − 7� = 0
Dari kedua persamaan itu, variabel � terdapat pada kedua persamaan, maka
variabel � akan dipindahkan ke ruas kanan. Dan untuk menyatakan solusi,
variabel yang disisakan di ruas kiri, harus hanya 1 variabel saja, sehingga pada
persamaan pertama, � dibiarkan tetap di ruas kiri, sedangkan � dan �
dipindahkan ke ruas kanan. Dan dari persamaan kedua, variabel � dibiarkan
tetap di ruas kiri, sedangkan variabel � pindah ke ruas kanan.
Dengan demikian diperoleh
� + � − 10� = 0 ⇒ � = 0 − � + 10� ⇒ � = −� + 10�
� − 7� = 0 ⇒ � = 0 + 7� ⇒ � = 7�
Selanjutnya semua variabel yang ada diruas kanan dinyatakan sebagai
parameter, misalkan � = � dan � = �, sehingga solusi dari SPL itu adalah
� = −� + 10� ⇒ �� = −� + ���
�� = �
� = 7� ⇒ �� = ��
�� = �
Dengan demikian, SPL pada contoh ini dikatakan SPL yang konsisten dengan
tak hingga banyaknya solusi, dengan solusi umum dari SPL tersebut adalah
�� = −� + ��. �
�� = �
�� = �. �
�� = �
Beberapa solusi khusus dari SPL tersebut dapat ditunjukkan dengan
mengambil sembarang nilai t dan u.
t u �� = −� + ��. � �� = � �� = �. � �� = � Solusi Khusus
0 1 � = 0 + 10 .1 � =0 � =7.1 � =1 � = 10, � = 0, �
= 0 + 10 = 10 =7 = 7, � = 1
1 2 � = –1 + 10 . 2 � =1 � = � =2 � = 19, � = 1, �
= –1+20= 19 7 .2 = 14 = 14, � = 2
2 1 � =–(2)+10 . 1 � = −2 � =7.1 � =1 � = 12, � = −2, �
= 2 + 10 = 12 =7 = 7, � = 1
Dikatakan memiliki tak hingga banyaknya solusi dikarenakan solusi dari SPL
itu bisa berubah-ubah tergantung pada nilai � dan � yang dipilih.
Kombinasi Linier Vektor-vektor
� � �
� � �
Asumsikan vektor � = … , vektor � = … , vektor � = … , dan
� � �
�
�
vektor � = .
…
�
Maka vektor � dikatakan sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor
� , � ,…,� jika ada nilai � , � , … , � sedemikian sehingga � � +
� � + ⋯ + � � = �,
namun jika tidak ada nilai � , � , … , � yang bisa memenuhi kondisi � � +
� � + ⋯ + � � = �, maka vektor � dikatakan bukan kombinasi linier
dari vektor � , � , � , … , �
Hal ini berkaitan dengan Sistem Persamaan Linier (SPL) nonhomogen, dimana :
jika SPL tersebut punya solusi, maka vektor � merupakan kombinasi linier
dari vektor-vektor � , � , … , �
tapi jika SPL tersebut tidak punya solusi, maka vektor � bukan merupakan
kombinasi linier dari vektor-vektor � , � , … , � .
Contoh 1 :
5
Analisa apakah vektor � = 7 dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari
6
4 2 3
vektor-vektor � = 1 , � = −1 , � = 2 .
4 0 −2
Pembahasan :
Jika vektor � dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier vektor � , � , � , maka
vektor � dituliskan dalam bentuk � = �� + �� + �� , dengan �, � dan �
adalah variabel-variabel yang tidak diketahui.
� = �� + �� + ��
5 4 2 3 5 = 4� + 2� + 3�
⟹ 7 = � 1 + � −1 + � 2 ⟹ 7 = � + (−�) + 2�
6 4 0 −2 6 = 4� + (−2�)
4� + 2� + 3� = 5
⟹ � − � + 2� = 7
4� − 2� = 6
SPL itu merupakan SPL nonhomogen. Temukan solusi dari SPL itu dengan
menggunakan metode eliminasi Gauss atau metode eliminasi Gauss Jordan.
Perhatikan, bahwa SPL ini persis sama dengan SPL nonhomogen pada contoh 2
pada materi file Pert12_SPL_Eliminasi Gauss Jordan.pdf , dan dengan metode
eliminasi Gauss Jordan telah diperoleh solusi dari SPL itu yaitu
� = 2, � = −3, � = 1.
Karena SPL itu punya solusi, maka vektor � dapat dinyatakan sebagai kombinasi
linier dari vektor-vektor � , � , � .
Bentuk kombinasi linier � terhadap vektor-vektor � , � , � adalah.
� = �� + �� + ��
� = 2� + (−3)� + 1. � ⟹ � = ��� − ��� + �� .
Contoh 2:
1
Analisa apakah vektor � = −2 dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier
5
0 −2 3
dari vektor-vektor � = 3 , � = 6 , � = −3 .
6 6 3
Pembahasan:
Tuliskan persamaan � = �� + �� + �� , dengan �, � dan � adalah variabel-
variabel yang tidak diketahui.
� = �� + �� + ��
1 0 −2 3 1 = 0. � + (−2)� + 3�
⟹ −2 = � 3 + � 6 + � −3 ⟹ −2 = 3� + 6� + (−3)�
5 6 6 3 5 = 6� + 6� + 3�
−2� + 3� = 1
⟹ 3� + 6� − 3� = −2
6� + 6� + 3� = 5
SPL itu merupakan SPL nonhomogen. Temukan solusi dari SPL itu dengan
menggunakan metode eliminasi Gauss atau metode eliminasi Gauss Jordan.
Perhatikan, SPL ini sama dengan SPL nonhomogen contoh 3 pada materi file
Pert12_SPL_Eliminasi Gauss Jordan.pdf, dan pada materi tersebut telah
ditemukan bahwa SPL ini tidak konsisten atau tidak punya solusi. Dengan
demikian, vektor � tidak dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor
� ,� ,� .
Hal ini berkaitan dengan Sistem Persamaan Linier (SPL) homogen, dimana :
jika SPL tersebut punya solusi trivial (semua solusinya bernilai 0), maka
vektor-vektor � , � , … , � bebas linier
jika SPL tersebut punya tak hingga banyaknya solusi, maka vektor-vektor
� , � , … , � TIDAK bebas linier.
Contoh 3:
4 2 3
Analisa apakah vektor-vektor � = 1 , � = −1 , � = 2 merupakan
4 0 −2
vektor-vektor yang bebas linier atau tidak.
Pembahasan:
Dimulai dengan membentuk persamaan �� + �� + �� = 0, dengan �, �, �
adalah nilai-nilai yang belum diketahui dan akan ditemukan
�� + �� + �� = 0
4 2 3 0 4� + 2� + 3� = 0
⟹ � 1 + � −1 + � 2 = 0 ⟹ � + (−1)� + 2� = 0
4 0 −2 0 4� + 0 . � + (−2)� = 0
4� + 2� + 3� = 0
⟹ � − � + 2� = 0
4� − 2� = 0
SPL itu merupakan SPL homogen. Temukan solusi dari SPL itu dengan
menggunakan metode eliminasi Gauss atau metode eliminasi Gauss Jordan.
Perhatikan, SPL ini sama dengan SPL homogen pada contoh 6 pada materi
Pert14_SPL Homogen.pdf, dan dengan metode eliminasi Gauss Jordan sudah
diperoleh solusi trivial untuk SPL ini, yaitu � = 0, � = 0, � = 0.
Karena SPL ini memiliki solusi trivial, yaitu � = � = � = 0, maka vektor-vektor
� , � , � dikatakan vektor-vektor yang saling bebas linier.
Contoh 4 :
0 −2 3
Analisis apakah vektor-vektor � = 3 , � = 6 , � = −3 adalah vektor-
6 6 3
vektor yang saling bebas linier atau tidak.
Pembahasan:
Mulai dengan membentuk persamaan �� + �� + �� = 0.
�� + �� + �� = 0
0 −2 3 0 0. � + (−2)� + 3� = 0
⟹ � 3 + � 6 + � −3 = 0 ⟹ 3� + 6� + (−3)� = 0
6 6 3 0 6� + 6� + 3� = 0
−2� + 3� = 0
⟹ 3� + 6� − 3� = 0
6� + 6� + 3� = 0
Temukan solusi dari SPL homogen tersebut dengan metode eliminasi Gauss
atau eliminasi Gauss Jordan.
0 −2 3 0
Bentuk matriks dari SPL homogen itu: 3 6 −3 0
6 6 3 0
Bentuk awal matriks 0 −2 3 0
3 6 −3 0
6 6 3 0
Tahap 1: pertukaran baris 1 3 6 −3 0
� ↔� 0 −2 3 0
dan 2, OBE: � ↔ � 6 6 3 0
Tahap 2: menyederhanakan 3 6 −3 0
� 3 3 3
baris 1 yang kelipatan 3, OBE: 3 → 0 −2 3 0
� /3. Tahap ini optional 6 6 3 0
1 2 −1 0
(artinya boleh dilakukan, = 0 −2 3 0
boleh juga tidak dilakukan). 6 6 3 0
Tahap 3: meng”0”kan 6 pada � − 6�
� . OBE: � − � ⇒ � − 6� 1 2 −1 0
→ 0 −2 3 0
6 − 6.1 6 − 6.2 3 − 6. (−1) 0
1 2 −1 0
= 0 −2 3 0
0 −6 9 0
Tahap 4: � +� 1+0 2 + (−2) −1 + 3 0
� ����� → 0 −2 3 0
Meng”0”kan 2 pada � , OBE : � − 3� 0 − 3.0 −6 − 3. (−2) 9 − 3.3 0
� − � →� +� . 1 0 2 0
= 0 −2 3 0
Meng”0”kan -6 pada � , OBE: 0 0 0 0
� − � → � − 3�
Tahap 5: semua anggota pada 1 0 2 0
� −2 3
baris 3 bernilai 0, dan tidak → 0 0
−2 −2 −2
0 0 0 0
ada lagi anggota yang bisa
1 0 2 0
di”0”kan sehingga langkah
= 0 1 −3 0
2
terakhir adalah mengubah 0 0 0 0
semua diagonal menjadi
bernilai 1, yaitu diagonal ke 2
yang bernilai -2. OBE : � /−2.
Tahap 6 : Membaca solusi Dari baris 1: 1� + 0� + 2� = 0 ⇒ � + 2� = 0
Dari baris 2 :0� + 1� − � = 0 ⇒ � − � = 0
Akhirnya diperoleh
� + 2� = 0 ⇒ � = −2�
3 3
�− �=0⇒�= �
2 2
Karena pada solusi ternyata diperoleh variabel yang satu tergantung pada
variabel yang lainnya (SPL ini memiliki tak hingga banyaknya solusi), atau
solusi yang diperoleh bukanlah solusi trivial, maka vektor-vektor � , � , �
tidak bebas linier.