You are on page 1of 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

KEGAWATDARURATAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL

Disusun Oleh:

HARDEZA ANGGARA

224201446173

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kegawatdaruratan
Trauma Muskuloskeletal”. Makalah ini di buat sebagai tugas Mata Kuliah
Keperawatan Gawat Darurat. Penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini. Penulis menyadari
dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran pembaca yang sekiranya dapat membangun dan
memotivasi penulis untuk berkarya lebih baik lagi di masa mendatang. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan Gawat
Darurat yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun
makalah ini dengan baik.

Bogor, 06 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4
A. Latar belakang......................................................................................................4
B. Tujuan penulisan..................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................6
1.1 Konsep Medis..........................................................................................................6
A. Pengertian.............................................................................................................6
B. Etiologi.................................................................................................................6
B. Klasifikasi............................................................................................................6
C. Patofisiologi.........................................................................................................8
D. Manifestasi Klinis................................................................................................6
F. Pathway................................................................................................................6
G. Komplikasi...........................................................................................................6
H. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................6
I. Penatalaksanaan...................................................................................................9
BAB III ANALISA KASUS........................................................................................12
1.1 Konsep Keperawatan...............................................................................................6
A. Kasus..................................................................................................................12
B. Pengkajian..........................................................................................................12
C. Diagnosa.............................................................................................................12
D. Intervensi............................................................................................................13
BAB IV KESIMPULAN.............................................................................................14
A. Kesimpulan........................................................................................................14
B. Saran...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang teridiri dari tulang, otot,
ligamen kartilago, tendon, facia dan brusae serta persendian. Trauma pada sistem
muskuloskeletal ini sering terjadi pasien yang datang ke unit gawat darurat
dengan berbagai keluhan dan merasa sakit, pada pemeriksaan ditemukan memiliki
ketegangan pada tendon atau kesleo (ligamen), fraktur, dislokasi dan cedera
muskulo lainya. Banyak trauma muskuloskeletal ini diakibatkan oleh aktivitas
yang berlebih atau berat yang dilakukan terus menerus (Alsheihly and Alsheikhly,
2018).
Trauma adalah suatu cedera yang dapat mencederai secara fisik dan pisikis
atau robekan pada avulsi dan rupture, sedanngkan trauma jaringan lunak
muskuloskeletal seperti vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan
atau terjadinya robekan pada parsial (sprain), putus atau robekan pada alvusi dan
rupture, gangguan pembuluh darah dan gangguan pada saraf (Wijaya, 2019, p.
204) Kegawatdaruratan pada sistem muskuloskeletal biasanya sering terjadi
fraktur dan dislokasi pada ekstermitas atas dan bawah, fraktur plevis, cedera
sendi, cedera ligament dan tendon. (Hidayati et al., 2018, p. 184)
Trauma yang terjadi pada muskulosceletal dapat menyebabkan nyeri dan
sehingga dapat mengancam nyawa dan kecacatan maka hal ini dapat
mempengaruhi aktivitas seseorang menjadi terhambat. (Theresia et al., 2018, p.
377)

B. Tujuan

4
Mahasiswa mampu melakukan simulasi asuhan keperawatan pada pasien
dengan kegawata daruratan trauma musculoskeletal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Medis


A. Pengertian
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, otot,
kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Trauma merupakan
keadaan ketika seseorang mengalami cedera dan mengakibatkan trauma yang
disebabkan paling umum adalah kecelakaan lalulintas, industri, olahraga, dan
pekerjaan rumah tangga. Trauma muskuloskeletal adalah kondisi dimana
terjadinya cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan
disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi dan
penyangganya (Wijaya, 2019, p. 204).

B. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


1. Tulang
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya
yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari
bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.
Fungsi dari tulang adalah sebagai berikut :
 Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
 Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru, dan jaringan lunak).
 Memberikan pergerakan (otot berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
 Membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang (hematopoesis).

5
 Menyimpan garam-garam mineral (kalsium, fosfor, magnesium dan fluor).

Struktur tulang:
Tulang diselimuti di bagian luar oleh membran fibrus padat disebut
periosteum. Periosteum memberikan nutrisi pada tulang dan memungkinkan
tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligament. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang terdekat
mengandung osteoblast . Dibagian dalamnya terdapat endosteum yaitu
membran vascular tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan
rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna howship (cekungan pada permukan tulang).
Sumsum tulang merupakan jaringan vascular dalam rongga sumsum
(batang) tulang panjang dan tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama
terletak di sternum, ilium, vetebra dan rusuk pada orang dewasa,
bertanggungjawab dalam produksi sel darah merah dan putih. Pada orang
dewasa tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning. Jaringan tulang
mempunyai vaskularisasi yang baik. Tulang kanselus menerima asupan darah
melalui pembuluh metafis dan epifis. Pembuluh periosteum mengangkut darah
ke tulang kompak melalui kanal volkman. Selain itu terdapat arteri nutrient
yang menembus periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina
(lubang-lubang kecil). Arteri nutrient memasok darah ke sumsum tulang,
System vena ada yang keluar sendiri dan ada yang mengikuti arteri.

Tulang tersusun dari 3 jenis sel yaitu :


a. Osteoblas
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan
matrik tulang. Matrik tulang tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar
(glukosaminoglikan/ asam polisakarida dan proteoglikan). Matrik tulang
merupakan kerangka dimana garam garam mineral ditimbun terutama calsium,
fluor, magnesium dan phosphor.
b. Osteosit

6
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
pemeliharaan fungsi tulang dan terletak pada osteon (unit matrik tulang).
Osteon yaitu unit fungsional mikroskopik tulang dewasa yang di tengahnya
terdapat kapiler dan disekeliling kapiler tedapat matrik tulang yang disebut
lamella. Di dalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi lewat
prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak kurang lebih 0,1 mm).
c. Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi, penghancuran dan remodeling tulang. Tidak
seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Tulang merupakan
jaringan yang dinamis dalam keadaan peralihan tulang (resorpsi dan
pembentukan tulang). Kalium dalam tubuh orang dewasa diganti 18%
pertahun.

7
Gambar 1.1 Struktur Tulang

Faktor yang berpengaruh terhadap keseimbangan pembentukan dan reabsorpsi


tulang adalah :
a. Vitamin D
Berfungsi meningkatkan jumlah kalsium dalam darah dengan
meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran pencernaan. Kekurangan
vitamin D dapat menyebabkan deficit mineralisas, deformitas dan patah tulang.
b. Horman parathyroid dan kalsitonin
Merupakan hormone utama pengatur homeostasis kalsium. Hormon
parathyroid mengatur konsentrasi kalsium dalam darah, sebagian dengan cara
merangsang perpindahankalsium dari tulang. Sebagian respon kadar
kalsiumdarah yang rendah, peningkatan hormone parathyroid akan
mempercepat mobilisasi kalsium, demineralisasi tulang, dan pembentukan
kista tulang. Kalsitonin dari kelenjar tiroid meningkatkan penimbunan kalsium
dalam tulang.
c. Peredaran darah
Pasokan darah juga mempengaruhi pembentukan tulang. Dengan
menurunnya pasokan darah / hyperemia (kongesti) akan tejadi penurunan
osteogenesis dan tulang mengalami osteoporosis (berkurang kepadatannya).
Nekrosis tulang akan terjadi bila tulang kehilangan aliran darah.

8
Pada keadaaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada
suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak
diman lebih banyak terjadi pembentukan dari pada absorpsi tulang.
Proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat
tulang dapat berespon terhadap tekanan yang meningkat dan untuk mencegah
terjadi patah tulang. Perubahan tesebut membantu mempertahankan kekuatan
tulang pada proses penuaan. Matrik organic yang sudah tua berdegenerasi,
sehingga membuat tulang relative menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan
tulang baru memerlukan matrik organic baru, sehingga memberi tambahan
kekuatan tulang. (Price,S.A,1995 : 1179)
Berdasarkan bentuknya tulang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Tulang Panjang / Tulang Pipa
Tulang ini sering terdapat dalam anggota gerak. Fungsinya sebagai alat
ungkit dari tubuh dan memungkinkan untuk bergerak. Batang atau diafisis
tersusun atas tulang kortikal dan ujung tulang panjang yang dinamakan epifis
tersusun terutama oleh tulang kanselus. Plat epifis memisahkan epifiis dan
diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinalpada anak-anak. Yang
pada orang dewasa akan mengalami kalsifikasi. Misalnya pada tulang humerus
dan femur.

Gambar 1.2 Struktur Tulang Panjang

9
b. Tulang Pendek
Tulang ini sering didapat pada tulang-tulang karpalia di tangan dan
tarsalia di kaki. Fungsinya pendukung seperti tampak pada pergelangan tangan.
Bentuknya tidak teratur dan inti dari konselus (spongi) dengan suatu lapisan
luar dari tulang yang padat.
c. Tulang Pipih
Tulang ini sering terdapat di tengkorak, panggul / koxa, sternum, dan iga-
iga, serta scapula (tulang belikat). Fungsinya sebagai pelindung organ vital dan
menyediakan permukaan luas untuk kaitan otot-otot, merupakan tempat
penting untuk hematopoesis. Tulang pipih tersusun dari tulang kanselus
diantara 2 tulang kortikal.
d. Tulang Tak Beraturan
Berbentuk unik sesuai dengan fungsinya. Struktur tulang tidak teratur,
terdiri dari tulang kanselous di antara tulang kortikal. Contoh : tulang vertebra,
dan tulang wajah.
e. Tulang Sesamoid
Merupakan tulang kecil disekitar tulang yang berdekatan dengan
persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial. Contoh : tulang
patella (Kap lutut). Bentuk dan kontruksi tulang ditentukan fungsi dan gaya
yang bekerja padanya.
Kerangka:
Sebagian besar tersusun atas tulang. Kerangka tulang merupakan kerangka
yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Kerangka dibagi menjadi :
a. Kerangka aksial
Kerangka aksial terdiri dari 80 tulang, terkelompok pada 3 daerah yaitu :
a) Kranium dan Tulang Muka
Kranium terdiri atas 8 tulang yaitu tulang-tulang parietal (2), temporal (2),
frontal, oksipital, stenoid, dan etmoid.
Tulang muka terdiri atas 14 tulang yaitu tulang maksila (2), zigomatikus (2),
nasal (2), lakrimal (2), palatinum (2), concha inferior (2), mandibula dan
vomer.

10
b) Kolumna Vertebralis
Kolumna vertebralis terdiri atas 26 tulang berbentuk tidak teratur,
terbentang antara tengkorak dan pelvis. Juga merupakan tempat melekatnya
iga dan otot punggung. Kolumna vertebralis dibagi dalam 7 vertebra
sevikalis, 12 vertebra torakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sacrum dan 4
vertebra koksigius.

c) Thoraks tulang
Thorak tulang terdiri tulang dan tulang rawan. Thoraks berupa sebuah
rongga berbentuk kerucut terdiri dari 12 vertebra torakalis dan 12 pasang iga
yang melingkar dari tulang belakang sampai ke sternum.
Pada sternum terdapat beberapa titik penting yaitu supra sternal notch
dan angulus sterni yaitu tempat bertemunya manubrium dan korpus sterni.

11
Bagian-bagian tersebut merupakan penunjang kepala, leher, dan badan
serta melindungi otak, medulla spinalis dan organ dalam thoraks.

b. Kerangka Apendikular
Kerangka apindikuler terdiri atas :
a) Bagian bahu (Singulum membri superioris)
Singulum membri superior terdiri atas klavikula dan scapula.
Klavikula. mempunyai ujung medial yang menempel pada menubrium dekat
suprasternal notch dan ujung lateral yang menempel pada akronion.
b) Bagian panggul (Singulum membri inferior )
Terdiri dari ileum, iskium, pubis yang bersatu disebut tulang koksae.
Tulang koksae bersama sacrum dan koksigeus membentuk pelvis tulang.
Ekstremitas bawah terdiri dari femur, patella, tibia, fibula, tarsus,
metatarsus.

2. Cartilago (tulang rawan)


Tulang rawan terdiri dari serat-serat yang dilekatkan pada gelatin kuat,
tetapi fleksible dan tidak bervasculer. Nutrisi melaui proses difusi gel perekat
sampai ke kartilago yang berada pada perichondium (serabut yang membentuk

12
kartilago melalui cairan sinovial), jumlah serabut collagen yang ada di cartilage
menentukan bentuk fibrous, hyaline, elastisitas, fibrous (fibrocartilago) memili
paling banyak serabut dan memiliki kekuatan meregang. Fibrus cartilage
menyusun discus intervertebralis articular (hyaline) cartilage halus, putih,
mengkilap, dan kenyal membungkus permukaan persendian dari tulang dan
berfungsi sebagai bantalan. Cartilage yang elastis memiliki sedikit serat dan
terdapat pada telinga bagian luar.
3. Ligamen (simplay)
Ligamen adalah suatu susunan serabut yang terdiri dari jaringan ikat
keadaannya kenyal dan fleksibel. Ligament mempertemukan kedua ujung tulang
dan mempertahankan stabilitas. Contoh ligamen medial, lateral, collateral dari
lutut yang mempertahankan diolateral dari sendi lutut serta ligament cruciate
anterior dan posterior di dalam kapsul lutut yang mempertahankan posisi
anteriorposterior yang stabil. Ligament pada daerah tertentu melengket pada
jaringna lunak untuk mempertahankan struktur. Contoh ligament ovarium yang
melalui ujung tuba ke peritoneum.
4. Tendon
Tendon adalah ikatan jaringan fibrous yang padat yang merupakan ujung
dari otot yang menempel pada tulang. Tendon merupakan ujung dari otot dan
menempel kepada tulang. Tendon merupakan ekstensi dari serabut fibrous yang
bersambungan dengan aperiosteum. Selaput tendon berbentuk selubung dari
jaringan ikat yang menyelubungi tendon tertentu terutama pada pergelangan
tangan dan tumit. Selubung ini bersambungn dengan membrane sinovial yang
menjamin pelumasan sehinggga mudah bergerak.
5. Fascia
Fascia adalah suatu permukan jaringan penyambung longgar yang
didapatkan langsung di bawah kulit, sebagai fascia superficial atau sebagai
pembungkus tebal, jaringan penyambung fibrous yang membungkus otot, saraf
dan pembuluh darah. Yang demikian disebut fascia dalam.
6. Bursae

13
Bursae adalah kantong kecil dari jaringan ikat di suatu tempat dimana
digunakan di atas bagian yang bergerak. Misalnya antara tulang dan kulit, tulang
dan tendon, otot-otot. Bursae dibatasi membrane sinovial dan mengandung
caiaran sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara bagian-bagian yang
bergerak seperti olekranon bursae terletak antara prosesus olekranon dan kulit.
7. Persendian
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligamen, tendon, fasia atau otot.
Dalam membentuk rangka tubuh, tulang yang satu berhubungan dengan
tulang yang lain melalui jaringan penyambung yang disebut persendian. Pada
persendian terdapat cairan pelumas (cairan sinofial). Otot yang melekat pada
tulang oleh jaringan ikat disebut tendon. Sedangkan, jaringan yang
menghubungkan tulang dengan tulang disebut ligamen.
Secara structural sendi dibagi menjadi: sendi fibrosa, kartilaginosa, sinovial.
Dan berdasarkan fungsionalnya sendi dibagi menjadi: sendi sinartrosis,
amfiartrosis, diarthroses.
Persendian yang bergerak bebas dan banyak ragamnya. Berbagai jenis sendi
sinovial yaitu sendi datar / sendi geser, sendi putar, sendi engsel, sendi kondiloid,
sendi berporos, dan sendi pelana / sendi timbal balik.Gerak pada sendi ada 3
kelompok utama yaitu gerakan meluncur, gerkan bersudut / anguler, dan gerakan
rotasi.
Adapun pergerakan yang dapat dilakukan oleh sendi-sendi adalah fleksi,
ekstensi, adduksi, abduksi, rotasi, sirkumduksi dan Pergerakan khusus seperti
supinasi, pronasi, inversion, eversio, protaksio. Sendi diartrosis terdiri dari:
a) Sendi peluru
Sendi peluru adalah persendian yang memungkinkan gerakan yang lebih
bebas. Sendi ini terjadi apabila ujung tulang yang satu berbentuk bonggol,
seperti peluru masuk ke ujung tulang lain yang berbentuk cekungan. Contoh
sendi peluru adalah hubungan tulang panggul dengan tulang paha, dan tulang
belikat dengan tulang atas. 

14
b) Sendi engsel
Memungkinkan gerakan melipat hanya satu arah, Persendian yang
menyebabkan gerakan satu arah karena berporos satu disebut sendi engsel.
Contoh sendi engsel ialah hubungan tulang pada siku, lutut, dan jari-jari.

c) Sendi pelana
Sendi pelana adalah persendian yang membentuk sendi, seperti
pelana, dan berporos dua. Contohnya, terdapat pada ibu jari dan pergelangan
tangan
Memungkinkan gerakan 2 bidang yang saling tegak lurus. misal persendian
dasar ibu jari yang merupakan sendi pelana 2 sumbu.

15
d) Sendi pivot
Memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas untuk memutar
pegangan pintu, misal persendian antara radius dan ulna.
e) Sendi peluncur
Memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah. Contoh adalah sendi-
sendi tulang karpalia di pergelangan tangan
8. Jaringan Penyambung
Jaringan yang ditemukan pada dan daerah-daerah yang berdekatan terutama
adalah jaringan penyambung, yang tersususn dari sel-sel dan subtansi dasar. Dua
macam sel yang ditemukan pada jaringan penyambung sel-sel yang tidak dibuat
dan tetap berada pada jaringan penyambung, seperti sel mast, sel plasma, limfosit,
monosit, leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini memegang peranan penting pada
reaksi-reaksi imunitas dan peradangan yang terlihat pada penyakit-penyakit
reumatik. Jenis sel yang kedua dalam sel penyambung ini adalah sel yang tetap
berada dalam jaringan seperti fibroblast, kondrosit, osteoblas. Sel-sel ini
mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan dari substansi dasar dan
membuat tiap jenis jaringan pemyambung memiliki susunan sel yang tersendiri.

16
Serat-serat yang didapatkan didalam substansi dasar adalah kolagen dan
elastin. Serat-serat elastin memiliki sifat elastis yang penting. Serat ini didapat
dalam ligament, dinding pembuluh darah besar dan kulit. Elastin dipecah oleh
enzim yang disebut elastase.
9. Otot
Otot yang melekat pada tulang memungkinkan tubuh bergerak. Kontraksi
otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas
untuk mempertahankan temperature tubuh. Jaringan otot terdiri atas semua
jaringan kontraktil. Menurut fungsi kontraksi dan hasil gerakan dari seluruh
bagian tubuh otot dikelompokkan dalam :
a. Otot rangka (striadted / otot lurik).
Terdapat pada system skelet, memberikan pengontrolan pergerakan,
mempertahankan postur tubuh dan menghasilkan panas.
b. Otot polos (otot visceral).
Terdapat pada saluran pencernaan, perkemihan, pembuluh darah. Otot ini
mendapat rangsang dari saraf otonom yang berkontraksi di luar kesadaran Otot
jantung.
Hanya terdapat pada jantung dan berkontraksi di luar pengendalian. Otot
rangka dinamai menurut bentuknya seperti deltoid, menurut jurusan serabutnya
seperti rektus abdominis, menurut kedudukan ototnya seperti pektoralis mayor,
menurut fungsinya seperti fleksor dan ekstensor.
Otot rangka ada yang berukuran panjang, lebar, rata, membentuk
gumpalan masas. Otot rangka berkontraksi bila ada rangsang. Energi
kontaraksi otot diperoleh melalui pemecahan ATP dan kegiatan calsium.
Otot dikaitkan di dua tempat tertentu yaitu :
a) Origo
Tempat yang kuat dianggap sebagai tempat dimana otot timbu
b) Isersio
Lebih dapat bergerak dimana tempat kearah mana otot berjalan.
Kontraksi otot rangka dapat terjadi hanya jika dirangsang. Energi kontraksi
otot dipenuhi dari pemecahan ATP dan kegiatan kalsium. Serat-serat dengan

17
oksigenasi secara adekuat dapat berkontraksi lebih kuat, bila dibandingkan dengan
oksigenasi tidak adekuat. Pergerakan akibat tarikan otot pada tulang yang
berperan sebagai pengungkit dan sendi berperan sebagai tumpuan atau penopang.
Masalah yang berhubungan dengan system ini mengenai semua kelompok
usia, masalah pada system musculoskeletal tidak mengancam jiwa tetapi
berdampak pada kativitas dan produktivitas penderita.

B. Etiologi
a. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut
Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation
menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and
Sorensen’s Medical Surgical Nursing.
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila

18
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang,
maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
b) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 ).
b. Komplikasi fraktur
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam

19
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari
luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-
sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.

B. Manifestasi Klinis
1. Fraktur
a. Deformitas
Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Deformitas merupakan perubahan bentuk, pergerakan
tulang menjadi memendek di karena kuatnya tarikan otot-otot
ekstermitas. (Joyce M Black, 2014).
b. Nyeri

20
Nyeri biasanya terus menerus akan menigkat jika fraktur tidak
diimobilisasi. (Brunner, 2001)
c. Pembengkakkan atau edema
Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta
ekstravasasi cairan serosa pada lokasi fraktur ekstravasi darah ke jaringan
sekitar.
d. Hematom atau memar
Memar biasanya terjadi di karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
e. Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014)
2. Strain
a. Nyeri
b. Kelemahan otot
c. Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial atau
komplet bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien akibat hilangya
fungsi otot. (Joyce M Black, 2014)
3. Sprain
a. Adanya robekan pada ligamen
b. Nyeri
c. Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014)

1.1 Trauma Muskuloskeletal


Trauma yang terjadi pada tulang skeletal dapat menyebabkan nyeri dan
sehingga dapat mengancam nyawa dan kecacatan maka hal ini dapat
mempengaruhi aktivitas seseorang menjadi terhambat. (Theresia et al., 2018, p.
377) Trauma adalah suatu cedera yang dapat mencederai secara fisik dan pisikis
atau robekan pada avulsi dan rupture, sedanngkan trauma jaringan lunak
muskuloskeletal seperti vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan
atau terjadinya robekan pada parsial (sprain), putus atau robekan pada alvusi dan
rupture, gangguan pembuluh darah dan gangguan pada saraf (Wijaya, 2019, p.
204) Kegawatdaruratan pada sistem muskuloskeletal biasanya sering terjadi

21
fraktur dan dislokasi pada ekstermitas atas dan bawah, fraktur plevis, cedera
sendi, cedera ligament dan tendon. (Hidayati et al., 2018, p. 184)
Fraktur merupakan diskontinusitas dari suatu jaringan yang menyebabkan
terjadinya kekerasan secara mendadak, fraktur ini juga dapat terjadi akibat trauma
langsung atau tramu tidak langsung. Fraktur dapat terjadi akibat patahnya tulang
dimana tulang tersebut tetap berada didalam (fraktur tertututp) atau terjadi diluar
kulit (fraktur terbuka). (Krisanty et al., 2016, p. 145)
Fraktur femur adalah fraktur terjadi akibat trauma secara langsung
seperti kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian, jika pasien yang
mengalami fraktur pada bagian femur maka akan mengalami pendarahan yang
sangat banyak dan akan menyebabkan terjadinya syok, fraktur femur ini juga bisa
mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kecacatan jika tidak ditangani segera.
(Desiartama & Aryana, 2017, p. 2) Fraktur femur ini sering terjadi pada orang
yang sudah tua akibat terjatuh dan pada laki-laki, fraktur juga sulit untuk sembuh
dengan cepat karena suplai darah pada caput femoris. (Gibson, 2003, p. 55)
Fraktur femur ini bisa dikatakan patah tulang yang menyebabkan kerusakan pada
kontinusitas akibat trauma secarang lasung atau kelelahan otot. (Arif Muttaqin,
2008)
Trauma femur mengalami patah pada bagian sepertiga tengah, fraktur
femur ini juga termasuk fraktur terbuka dan banyak otot disekeliling paha terjadi
perdarahan masif, fraktur femur bilateral ini menyebabkan kehilangan darah
sirkulasi sebanyak 50%. (Krisanty et al., 2016, p. 153)
A. Klasifikasi
Klasifikasi Fraktur Femur terbagi menjadi beberapa :
1. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur terjadi akibat trauma langsung, seperti seseorang yang
terjatuh dalam posisi yang miring dimana terjadi pada daerah trochantermayor
atau bisa disebut dengan secara langsung terbentur dengan benda yang sangat
keras atau bisa dengan secara tidak langsung seperti suatu gerakan yang
mendadak dari tungkai bawah
2. Fraktur Subtrochanter Femur

22
Pada fraktur ini fraktur yang patah sepanjang 5 cmn distal dari trochanter
minor dan terbagi menjadi bebrapa klasifikasi sebagai berikut :
a. Tipe 1 adalah garis fraktur satu level dengan trochanter minor
b. Tipe 2 garis yang patah berada 1-2 inc di bawah dari trochanter minor
c. Tipe 3 garis yang patah sepanjang 2-3 inc distal dari batas atas trochanter
minor
3. Fraktur Batang Midshaft Femur
Fraktur batang ini sering dialami pada orang dewasa muda, fraktur ini harus
dibuktikan patologis
4. Fraktur Distal Femur
Terbagi menjadi dua suprakondiler femur dan interkondiler femur yaitu :
a. Suprakondiler Femur terjadi paa daerah antara batasan proksimal kondilus
femur dan metafisis dan diafisi femur, fraktu bisa terjadi akibat adanya
tekanan varus dan valgus
b. Interkondiler Femur
Terjadinya fraktur dimana garis fraktur diantara condylus medialis dan
lateralis terjadinya fraktur seperti bentuk T dan Y, kondiler adnya
penonjolan tulang pada ujung distal dari femur, fraktur kondiler ini terjadi
akibat cedera energi tinggi pada anak, pada lansia. (Black & Hawks, 2014,
p. 676)

B. Etiologi Fraktur Femur


1. Fraktur Femur Terbuka disebabkan karena trauma langsung pada paha
2. Fraktur Femur Tertutup diakibatkan oleh tramua langsung seperti tejadinya
degenarasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang
dapat menyebabkan fraktur patologis. (Arif Muttaqin, 2011)

C. Patofisiologi Fraktur
Untuk melihat keparahan fraktur tergantung dengan gaya pada saat
terjatuh yang menyebabkan fraktur, jika terjatuh hanya sedik dan tidak terlalu
keras benturannya maka hanya terjadi keretakan saja tidak patah tetapi jika

23
terjatuhnya dengan benturan yang keras maka bisa menyebabkan kepatahan
contohnya seperti tertabrak oleh mobil maka dapat patah berkeping keping, pada
saat fraktur maka otot yang melekat di ujung tulang akan mengalami gangguan
karena mengalami gannguan maka otot juga mengakibatkan spasme dan menarik
fragmen-fragmen fraktur keluar posisi. Otot yang besar dapat menciptakan
spasme menjai kuat makan dapat mengeser tulang besar (femur), ketika bagian
proksimal mengalami patah tetapi masih ditempat maka bagian distalnya yang
bisa tergeser akibat spasme dan otot-otot. (Black & Hawks, 2014, p. 644)

D. Pathway Trauma Muskouloskeletal


Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Kondisi Patologis

FRAKTUR
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar – X
Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi dan perubahan hubungan
tulang. Sinar-X multipel diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang
sedang diperiksa. Sinar-X korteks tulang dapat menunjukkan adanya pelebaran,
penyempitan dan tanda iregularitas. Sinar – X sendi dapat menunjukkan adanya
cairan, iregularitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi.
b. CT Scan (Computed Tomografi Scan)
Menunjukkan rincian bidang tertentu dan dapat memperlihatkan tumor
jaringan lunak atau cedera ligamen atau tendon. CT Scan digunakan untuk
mengindentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit
dievaluasi, seperti asetabulum. Pemeriksaan dilakukan bisa dengan atau tanpa
kontras dan berlangsung sekitar satu jam.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Teknik pencitraan khusus, non invasif yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas, misal tumor
atau penyempitan jaringan lunak. Klien yang mengenakan implant logam atau

24
pacemaker tidak bisa menjalani pemeriksaan ini. Perhiasaan harus dilepas, klien
yang klaustrofobia biasanya tidak mampu menghadapi ruangan tertutup tanpa
penenang.
d. Angiografi
Pemeriksaan sisitem arteri. Suatu bahan kontras radiopaque diinjeksikan ke
dalam arteri tertentu, dan diambil foto sinar-X serial sistem arteri yang dipasok
oleh arteri tersebut. Pemeriksaan ini sangat baik untuk mengkaji perfusi arteri dan
bisa digunakan untuk indikasi tindakan amputasi yang akan dilaksanakan.
Perawatan setelah dilakukan prosedur yaitu klien dibiarkan berbaring selama 12-
24 jam untuk mencegah perdarahan pada tempat penusukan untuk melihat adanya
pembengkakan, perdarahan dan hematoma serta nya pantau ekstremitas bagian
distalnya untuk menilai apakah sirkulasinya adekuat.
e. Digital Substraction Angiography (DSA)
Menggunakan teknologi komputer untuk menggambarkan sistem arteri
melalui kateter vena. Sedangkan, venogram adalah pemeriksaan sistem vena yang
sering digunakan untuk mendeteksi adanya trombosis vena dalam
f. Mielografi
Suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras ke dalam rongga
subarakhnoid spinalis lumbal, dilakukan untuk melihat adanya herniasi diskus,
stenosis spinal (penyempitan kanalis spinalis) atau adanya tumor. Sementara,
diskografi adalah pemeriksaan diskus vertebralis dengan menyuntikkan bahan
kontras ke dalam diskus dan dilihat distribusinya
g. Arthrografi
Penyuntikkan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk
melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam kisaran
pergerakannya sementara diambil gambar sinar-X serial. Pemeriksaan ini sangat
berguna untukmengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau
ligamen penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul dan pergelangan tangan. Bila
terdapat robekan bahan kontras akan mengalami kebocoran keluar sendi dan akan
terlihat dengan sinar-X. Perawatan setelah dilakukan artrogram, imobilisasi sendi

25
selama 12-24 jam dan diberi balut tekan elastis. Tingkatkan kenyamanan klien
sesuai kebutuhan.
h. Arthrosentesis (aspirasi sendi)
Dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial untuk keperluan pemeriksaan
atau untuk meghilangkan nyeri akibat efusi. Normalnya, cairan sinovial adalah
jernih dan volumenya sedikit. Cairan sinovial lalu diperiksa secara makroskopis
terkait dengan volume, warna, kejernihan, dan adanya bekuan musin. Secara
mikroskopis diperiksa jumlah sel, identifikasi sel, pewarnaan Gram, dan elemen
penyusunannya. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mendiagnosis reumatoid
artritis dan atrofi inflamasi, serta hemartrosis (perdarahan di rongga sendi) yang
mengarah pada trauma atau kecenderungan perdarahan.

F. Komplikasi Trauma Muskuloskeletal


1. Tekanan dari edema dan hemoragi
2. Terjadinya emboli lemak
3. Trombosis vena profunda
4. Infeksi
5. Gangguan penyembuhan. (Lemone et al., 2016, p. 1626)
Komplikasi Fraktur Fremur:
1. Perdarahaan
2. Cedera organ dalam
3. Infeksi luka
4. Emboli lemak
5. Sindroma pernafasan. (Desiartama & Aryana, 2017, p. 2)

G. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan yang dapt dilakukan antaralain (Alsheihly and
Alsheikhly, 2018, pp. 173–187; Pangaribuan, 2019):
1. Penatalaksanaan trauma muskulo dilakukan sesuai klasifikasi kejadian,
tindakan umum yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Menghilangkan nyeri akibat trauma.

26
b. Terapi obat-obatan, seperti analgetik, obat anti inflamasi non-streroid,
kartikosteroid.
c. Fisioterapi dan terapi okupasi
Terapi ini digunakan dalam rangka membantu pasien untuk
menghilangkan rasa nyeri yang dialami, serta menjaga rentang gerak agar
tidak terdapat kekakuan, menjaga kekuatan dan juga menyesuakan
kegiatan aktivitas sehari-hari sesuai dengan konsisi saat ini.
2. Penatalaksanaan pada cedera jaringan lunak.
a. Pada cedera tertutup
1) Strain dan kesleo
Pasien dengan kondisi ini biasanya mengaami rasa nyeri dan sensasi
terbakar dengan atau tanpa ekimosis, terdapat kelainan pada bentuk
sendi, kehilangan pergerakan sendi. Tindakan yang dilakukan adalah
dengan pengobatan kontrol nyeri, strapping atau perban suportif, dan
mobilisasi dengan splinting senhingga otot yang terkena pada posisi
yang rileks. Kompres dingin juga dapat dilakukan untuk mengurangi
rasa nyeri.
b. Luka terbuka
1. Abrasi
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan pembersiahan luka,
menutup luka dengan perban. Dialanjutkan dengan tindakan sekunder
yang berfokus dengan pencegahan infeksi
2. Leserasi dan sayatan
Perawatan yang dilakukan umumnya sama dengan perawatan abrasi.
Mengaliri luka dengan NaCl, menghilangkan benda asing yang
menempel, mengontrol perdarahan dengan menerapkan kompresi dan
pembalutan luka setempat, memberikan cairan intravena jika
diperlukan (mus, pada kasus perdarahan dan kemungkinan terjadi
hemodinamik). Jika tendon dan otot utama terpotong maka dilakukan
imobilisasi.
3. Avulsi

27
Penatalaksanaan harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati untuk
mengindari cedera vaskular dan neurologis. Perdarahan harus dikontrol
dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan, bagian avulsi harus
dikelola dengan menerapkan beberapa pembalut yang kuat.
Kontaminasi harus dihindari pastikan penutup avulsi harus rata dengan
posisi normal.
4. Amputasi
Perawatan dinilai dengan ABCDE, yang menerapkan managemen
jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kecacartan dan lingkungan pasien
dan jontrol perdarahan dengan tekanan langsung atau aplikasi
torniquet. Jika torniquet di aplikasikan harus menutup aliran arteri,
karena sistem vena yang dapat menigkatkan perdarahan.
Penatalaksanaan dengan pengobatan syok melalui cairan IV dan atau
tranfusi darah, vasopresor jika perlu, kontrol rasa sakit dan
pemantauan terus menerus tanda vital pasien.
c. Fraktur
Penatalaksanaan pada pasien fraktur dimulai dengan ABCDE, mengontrol
perdarahan, perawatan syok, menringankan rasa sakit, obati cedera terkait
dan tutupi area yang terluka dengan pembalut steril, imobilisasi fraktur,
pemberian antibiotik IV, jangan menempatkan kembali tulang yang patah,
tunggu dokter ortopedi.
d. Dislokasi
Perawatan dislokasi tergantung pada tempat terjadinya dan tingkat
keparahan, pengobatan awal yang dilakukan adalah istirahat, es, kompresi
dan ketinggian. Manipulasi dan reposisi obat penenang atau anestesi
diperlukan untuk membuat pasien nyaman dan juga memungkinkan otot
didekat sendi yang cidera utnuk rileks dan memudahkan prosedur, lalu
lakukan imobilisasi (sling, spint dan gips beberapa minggu untuk
mencegah terulangnya cedera, pemberian obat-obatan (pereda nyeri dan
pelemas otot), yang terakhir adalah rehabilitasi. Prosedur pembedahan

28
dilakukan hanya jika ada saraf atau pembuluh darah yang rusak atau pada
cedera berulang.

1.2 Asuhan Keperawatan

A. Kasus
Seorang laki-laki 24 tahun dengan inisial Tn A mengalami kecelakaan lalu lintas
dibawa ke UGD dan didiagnosis dengan close fractur manus (D) . Klien
mengatakan mengalami KLL (Kecelakaan Lalu Lintas) Sepeda Motor dengan
Truk 1 jam sebelumnya (jam 09.00 WIB). Klien dibawa ke UGD RSK
Mojowarno oleh warga setempat. Klien mengatakan sebelumnya ia hendak ke
kota M, lalu tiba-tiba tertabrak Truk. Didapatkan hasil TTV: Tekanan darah
130/80 mmHg, Nadi 84 x/menit, Suhu 36,5OC, RR 24x/menit, dan GCS e3 v5 m6

29
(total 14). Pada hasil pemeriksaan fisik ditemukan luka robekan di pelipis kiri ± 3
cm dan pada jari kelingking tangan kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm.
Terdapat perdarahan pada luka robekan. terdapat bengkak berwarna merah
kebiruan pada kulit sekitar luka. Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian
kepala dan lengan dengan VAS 4 (skala 1 – 10).

B. Pengkajian

Ds:
 Klien mengatakan sebelumnya ia hendak ke kota M, lalu tiba-tiba
tertabrak Truk.
 Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan dan lengan
kanan.
Do:
 Terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking
tangan kanan ± 4 cm dengan dalam ± 0,5 cm.
 VAS nyeri 4 (skala 1 – 10)

C. Diagnosa
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik

30
D. Intervensi

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI


1 Nyeri akur b.d agen pencedera Setelah dilakuakn asuhan keperawatan Managemen nyeri
fisik 2x24 jam pasien diharapkan - Identifikasi lokasi, karakteristik, lokasi,
Ds: 1. Tingkat nyeri kualitas, intensitas nyeri
 Klien mengatakan - Keluhan nyeri pada skala 2 - Identifikasi skala nyeri
sebelumnya ia hendak ke ditingkatkan pada skala 4 - Berikan teknik non farmakologis untuk
kota M, lalu tiba-tiba - Meringis pada skala 2 mengurangi rasa nyeri
tertabrak Truk. ditingkatkan pada skala 4 - Jelaskan penyebab, periode, dan
 Klien mengatakan merasa 2. Mobilitas fisik pemicunyeri
nyeri pada bagian kepala - Pergerakan ekstremitas pada - Anjurkan monitur nyeri secara mandiri
depan dan lengan kanan. skala 2 ditingkatkan pada skala - Ajarkan teknik non farmakologis untuk
Do: 4 mengurangi nyeri
 Terdapat luka robekan di - Gerakan terbatas pada skala 2 - Kolaborasi pemberian analgetik
pelipis kiri ± 3 cm dan dirtingkatkan pada skala 4
pada jari kelingking
tangan kanan ± 4 cm
dengan dalam ± 0,5 cm.
 VAS nyeri 4 (skala 1 – 10)

31
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, otot,
kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Trauma merupakan
keadaan ketika seseorang mengalami cedera dan mengakibatkan trauma yang
disebabkan paling umum adalah kecelakaan lalulintas, industri, olahraga, dan
pekerjaan rumah tangga. Trauma muskuloskeletal adalah kondisi dimana
terjadinya cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan
disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi dan
penyangganya. Penanganan pada trauma muskulo dapat dilakukan dengan
memberi dukungan pada bagian yang cedera sampai trauma hilang atau sembuh.

B. Saran
Penulis sadar makalah ini jauh dari kata sempurna, jadi pembaca bisa
memvalidasi dengan referensi yang tersedia untuk mendapatkan teori yang lebih
baik. Kritik dan saran penulis diharapkan demi perbaikan makalah tentang trauma
muskuloskeletal ini.

32
DAFTAR PUSTAKA

ADDIN CSL_CITATION {"citationItems":[{"id":"ITEM-1","itemData":


{"author":[{"dropping-particle":"","family":"Alsheihly","given":"Ahmad
Subhy","non-dropping-particle":"","parse-names":false,"suffix":""},{"dropping-
particle":"","family":"Alsheikhly","given":"Mazin Subhy","non-dropping-
particle":"","parse-names":false,"suffix":""}],"container-
title":"Intechopen","id":"ITEM-1","issued":{"date-parts":
[["2018"]]},"title":"Musculoskeletal Ijuri : Type and Management Protocol For
Emergency
Care","type":"article-journal"},"uris":["http://www.mendeley.com/documents/?
uuid=ad2c960a-1055-4c01-a2e8-b86b23679ce9"]}],"mendeley":
{"formattedCitation":"(Alsheihly and Alsheikhly,
2018)","plainTextFormattedCitation":"(Alsheihly and Alsheikhly,
2018)","previouslyFormattedCitation":"(Alsheihly and Alsheikhly,
2018)"},"properties":{"noteIndex":0},"schDAFTAR PUSTAKA

Alsheihly, A. S. and Alsheikhly, M. S. (2018) ‘Musculoskeletal Ijuri : Type and


Management Protocol For Emergency Care’, Intechopen.

Lukman, N. N. (2012) Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: Selemba Medika.

Pangaribuan, R. (2019) Keperawatan Kegawatdarurat dan Managemen Bencana.


Jakarta: CV. Trans Info Media.

Suratun (2008) Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta: EGC.

Wijaya, A. S. (2019) Kegawatdaruratan Dasar. Jakarta: Tran Info Media.

33

You might also like