Professional Documents
Culture Documents
Laporan Skabies - Yudha Hasya Ardana - 22010120220179
Laporan Skabies - Yudha Hasya Ardana - 22010120220179
Disusun Oleh:
Yudha Hasya Ardana
22010120220179
Dosen Pembimbing:
dr. Zulfah Kusdiyanti, M.M
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa karena atas
berkah dan nikmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus
yang berjudul “Seorang Anak Laki-Laki Usia 9 Tahun dengan Scabies” tepat pada
waktunya. Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu persyaratan untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Komprehensif dan Kedokteran Keluarga di
Puskesmas Welahan II, Kabupaten Jepara.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini:
1. dr. Zulfah Kusdiyanti, M.M., selaku kepala Puskesmas Welahan II dan
pembimbing yang telah memberi masukan dan saran serta memberikan
bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini selama penulis menempuh
kepaniteraan klinik di Puskesmas Welahan II Kabupaten Jepara.
2. dr. Asih Ernawati, dr. Zuliani, dr. Veransa Arizona, dan dr. Dika Fahmi yang
telah senantiasa membimbing, memberi arahan, dan telah bersedia meluangkan
waktu serta tenaga selama penulis menempuh kepaniteraan klinik di
Puskesmas Welahan II Kabupaten Jepara.
3. Teman-teman yang turut memberikan masukan dan membantu penyelesaian
laporan kasus ini
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna. Atas semua keterbatasan yang penulis miliki, maka semua saran dan
kritik yang membangun akan penulis terima untuk perbaikan diwaktu yang akan
datang. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Jepara, 13 Oktober 2022
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. i
PENDAHULUAN....................................................................................................1
3.1 Scabies......................................................................................................... 11
3.1.1 Definisi Scabies.................................................................................... 11
3.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko Scabies ...................................................... 11
3.1.3 Epidemiologi Scabies ........................................................................... 15
3.1.4 Patofosiologi Scabies ........................................................................... 16
3.1.5 Manifestasi Klinis Scabies ................................................................... 18
3.1.6 Diagnosis Sacbies................................................................................. 19
3.1.7 Diagnosis Banding Scabies .................................................................. 23
3.1.8 Tatalaksana Scabies ............................................................................ 24
3.1.9 Komplikasi Scabies .............................................................................. 25
3.1.10 Prognosis Scabies ............................................................................... 26
PEMBAHASAN ....................................................................................................27
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor serta tidak mewarnai atau
merusak pakaian, dan mudah diperoleh serta murah.8,9
Pada tulisan ini akan disajikan kasus “Seorang Anak Laki-Laki Usia 9 Tahun
dengan Skabies” yang datang ke Poli Umum Puskesmas Welahan II Jepara.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui cara menegakkan
diagnosis dan mengelola pasien secara komprehensif dan holistik berdasarkan data
yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta
kepustakaan pada pasien anak dengan scabies.
1.3 Manfaat
Penulisan laporan kasus besar ini diharapkan dapat menjadi media pembelajaran
dalam menegakkan diagnosis dan mengelola pasien secara komprehensif dan holistik
pada pasien anak dengan dengan scabies.
2
BAB II
PENYAJIAN KASUS
3
disertai terbentuknya benjolan berawana putih. Pasien sering menggaruk kulit
yang gatal. Ketika digaruk, benjolan pecah berisi cairan transparan dengan
konsistensi cair. Keluhan demam (-), mual (-), muntah (-). BAB dan BAK dalam
batas normal.
± 1 minggu sebelum timbulnya keluhan, pasien sempat tidur bersama kakak
pasien yang berusia 15 tahun. Kakak pasien merupakan siswa pondok pesantren
yang sedang berkunjung ke rumah. Kakak pasien juga mngeluhkan keluhan yang
sama pada sela sela jari tangan. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu sebelum
bertemu pasien hingga saat bertemu pasien. Beberapa teman kakak pasien di
pondok juga mengeluhkan hal yang serupa. Ibu pasien tidak pernah mencuci
ataupun menjemur kasur tidur sebelumnya.
4
serta tinggal bersama orang tua. Orang tua pasien menanggung biaya dua anak
yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS. Kesan sosial
ekonomi kurang.
f. Riwayat perinatal:
1) Riwayat prenatal:
Ibu berusia 35 tahun pada saat hamil An. AS. Ibu melakukan ANC rutin di bidan
lebih dari 4 kali. Keluhan selama hamil disangkal, demam (-), hipertensi (-), dan DM
(-). Selama hamil ibu tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, tidak pernah minum
jamu dan obat di luar resep dokter. Ibu rutin minum vitamin dan tablet penambah darah
yang diberikan oleh bidan.
2) Riwayat natal:
Lahir satu bayi laki-laki dari ibu berusia 35 tahun dengan status paritas P2A0. Usia
kehamilan 37 minggu, lahir secara pervaginam, di Praktek Bidan Mandiri. Bayi lahir
langsung menangis, biru (-), kuning (-). Berat lahir 3500 gram, panjang lahir lupa.
3) Riwayat postnatal:
Tidak ada permasalahan kesehatan pada bayi dalam 40 hari pertama. Bayi
diberikan ASI eksklusif. Imunisasi dasar lengkap
g. Riwayat imunisasi:
Tabel 1. Riwayat Imunisasi
No. Vaksinasi Kali Usia
1. Hepatitis B 4 kali 0, 2, 3, 4 bulan
2. BCG 1 kali 1 bulan
3. Polio 4 kali 0, 2, 3, 4 bulan
4. DPT 4 kali 2, 3, 4, 18 bulan
5. HiB 3 kali 2, 3, 4 bulan
6. MR 2 kali 9, 18 bulan
5
Kesan : Imunisasi dasar dan lanjutan lengkap
h. Riwayat makanan:
0 – 6 Bulan : ASI Eksklusif
6 – 12 Bulan : ASI + MPASI
12 – 18 Bulan : Makanan lembek + ASI
18 Bulan – Sekarang : Makanan keluarga
Status internus
Kepala : mesosefal, UUB datar
Mata : konjungtiva anemis -/-, mata cowong -/-, ikterik -/-
Hidung : discharge (-/-), nafas cuping (-/-)
Telinga : discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
Mulut : sianosis (-), mukosa kering (-), tonsil T1-1, faring
6
hiperemis (-)
Leher : pembesaran nnll (-)
Kulit : pucat (-), turgor cukup, petekie (-)
Sistem Respirasi (Pulmo)
o Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
o Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
o Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
o Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan hantaran (-/-),
rokhi (-/-), wheezing (-/-)
Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
Paru Paru
depan belakang
7
Sistem Muskuloskeletal
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (-/+)
CRT (<2”/<2”) (<2”/<2”)
Clubbing finger (-/-) (-/-)
Status Dermatologis
Lokasi : interdigiti, dorsum pedis
Regio : Pedis
Effloresensi : Pustul dan papul eritem, disertai dengan skuama halus, krusta, dan
ekskoriasi karena sering menggaruk
Daftar Masalah
Gatal pada kaki kiri
Benjolan berisi cairan pada kaki kiri
8
Pustul dan papul eritem, disertai dengan skuama halus, krusta, dan ekskoriasi
karena sering menggaruk
IpTx :
Topikal :
Salep Permethrin 5%
Peroral :
Vitamin B Kompleks
2.6 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
9
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Scabies
3.1.1 Definisi Scabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
parasit Sarcoptes scabiei var. hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda,
kelas Arachnida, ordo Acarina, family Sarcoptidae. Sarcoptes scabiei merupakan
tungau berukuran kecil yang hidup didalam kulit. Tungau yang tersebar luas diseluruh
dunia ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Tungau ini berukuran
200-450 mikron, berbentuk lonjong, bagian dorsal konveks sedangkan bagian ventral
pipih.10 Penyakit skabies disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch,
gudikan, gudig, gatal agogo, budukan dan penyakit ampera. 5
11
mempunyai tiga pasang kaki sedangkan nimfa memiliki empat pasang kaki. Tungau
dewasa mempunyai empat pasang kaki, dua pasang kaki di bagian depan dan 2 pasang
kaki di bagian belakang. Dua pasang kaki bagian belakang tungau betina dilengkapi
dengan rambut dan pada tungau jantan hanya pasangan kaki ketiga saja yang berakhir
dengan rambut sedangkan pasangan kaki keempatnya dilengkapi dengan ambulakral
(perekat). Alat reproduksi tungau betina berbentuk celah di bagian ventral
sedangkan pada tungau jantan berbentuk huruf Y yang terletak di antara pasangan kaki
keempat.1
12
Gambar 3. Larva dan Telur Sarcoptes Scabiei11
Keberadaan skabies dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu usia, jenis kelamin,
tingkat kebersihan, penggunaan alat-alat pribadi bersama-sama kepadatan penghuni,
tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang scabies serta budaya setempat.1
a) Usia
Skabies dapat ditemukan pada semua usia tetapi lebih sering menginfestasi anak-
anak dibandingkan orang dewasa. Anak-anak lebih mudah terserang skabies karena
daya tahan tubuh yang lebih rendah dari orang dewasa, kurangnya kebersihan, dan
lebih seringnya mereka bermain bersama anak-anak lain dengan kontak yang erat.
Skabies juga mudah menginfestasi orang usia lanjut karena imunitas yang menurun
dan perubahan fisiologi kulit menua. Selain itu, orang usia lanjut juga mengalami
perubahan fisiologi kulit yaitu atrofi epidermis dan dermis, hiperkeratosis, menurunnya
fungsi sawar kulit terhadap serangan dari luar, dan proses penyembuhan yang lebih
lambat.12
b) Jenis Kelamin
13
c) Tingkat Kebersihan
Skabies menimbulkan rasa gatal yang hebat terutama pada malam hari dan pada
suasana panas atau berkeringat. Karena rasa gatal yang hebat, penderita skabies akan
menggaruk sehingga memberikan kenyamanan dan meredakan gatal walau untuk
sementara. Akibat garukan, telur, larva, nimfa atau tungau dewasa dapat melekat di
kuku dan jika kuku yang tercemar tungau tersebut menggaruk daerah lain maka
skabies akan menular dengan mudah dalam waktu singkat. Oleh karena itu, mencuci
tangan dan memotong kuku secara teratur sangat penting untuk mencegah skabies.
Mandi dua kali sehari memakai sabun sangat penting karena pada saat mandi tungau
yang sedang berada di permukaan kulit terbasuh dan lepas dari kulit.1
d) Penggunaan Alat Pribadi Bersama
Tungau dewasa dapat keluar dari stratum korneum, melekat di pakaian dan dapat
hidup di luar tubuh manusia sekitar tiga hari; masa tersebut cukup untuk menularkan
skabies. Oleh karena itu, tidak boleh saling meminjam pakaian dan peralatan shalat
terutama pakaian yang telah digunakan dan belum dicuci. 13
e) Kepadatan Penghuni
Faktor utama risiko skabies adalah kepadatan penghuni rumah dan kontak yang
erat. Prevalensi skabies dua kali lebih tinggi di pemukiman kumuh perkotaan yang
padat penduduk dibandingkan di kampung nelayan yang tidak padat.14
f) Tingkat Pendidikan
Pengetahuan merupakan hal penting dalam memengaruhi perilaku seseorang
terhadap penyakit termasuk skabies. Apabila seseorang memiliki pengetahuan
kesehatan dan kebersihan yang tinggi diharapkan dapat berperilaku baik dalam
menjaga kesehatannya termasuk dalam menghindari penyakit scabies. 1
g) Budaya Setempat
14
mandi dan cuci tangan bahkan tidak boleh terkena air sama sekali. Budaya seperti itu
perlu dihentikan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat. 1
15
Gambar 4. Prevalensi Skabies dalam Komunitas17
16
Siklus hidup Sarcoptes scabiei sepenuhnya terjadi pada tubuh manusia sebagai
host, namun tungau ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian, atau permukaan lain
pada suhu kamar selama 2-3 hari dan masih memiliki kemampuan untuk berinfestasi
dan menggali terowongan. Penularan skabies dapat terjadi melalui kontak dengan
obyek terinfestasi seperti handuk, selimut, atau lapisan furnitur dan dapat pula melalui
hubungan langsung kulit ke kulit. Berdasarkan alasan tersebut, skabies terkadang
dianggap sebagai penyakit menular seksual. Ketika satu orang dalam rumah tangga
menderita skabies, orang lain dalam rumah tangga tersebut memiliki kemungkinan
yang besar untuk terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi Sarcoptes scabiei dapat
menyebarkan skabies walaupun ia tidak menunjukkan gejala. Semakin banyak jumlah
parasit dalam tubuh seseorang, semakin besar pula kemungkinan ia akan menularkan
parasit tersebut melalui kontak tidak langsung.5,18
17
tinggi pada anak-anak atau usia muda, dewasa muda yang aktif secara seksual,
penghuni rumah jompo, penghuni fasilitas kesehatan jangka panjang, penghuni sekolah
berasrama, penghuni tempat lain yang keadaannya ramai dengan kebersihan rendah,
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah, dan pendapatan keluarga yang
rendah. Selain itu, pasien dengan presepsi sensori yang menurun seperti pada orang
yang menderita kusta, orang dengan imunokompromais, dan orang berusia tua
memiliki risiko tersendiri untuk penyakit kulit ini. Individu yang mengalami
hiposensitisasi ketika terinfestasi parasit seringkali tidak menimbulkan keluhan klinis,
namun menjadi pembawa (karier) bagi individu lain. 1,5,6
18
Gejala klinis akibat tungau skabies ini adalah timbulnya rasa gatal-gatal pada
kulit yang terkena, terutama pada malam hari (pruritus noktura) sehingga mengganggu
ketenangan tidur. Rasa gatal timbul akibat dari reaksi alergi terhadap eksresi dan
sekresi yang keluar dari tubuh tungau, biasanya gejala ini muncul satu bulan setelah
serangan tungau didahului dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit (rash).
Diagnosis dilakukan dengan menemukan parasit tungau skabies ini pada kulit melalui
kerokan kulit. Kerokan kulit yang diperiksa dibawah mikroskop akan menunjukkan
adanya parasit Sarcoptes scabiei yang spesifik bentuknya.20
Gambar 7. Presentasi klinis infeksi skabies ; papul (a), burrow (b), burrows pada
pamerikaan dermatoskopi (c), Krusta hiperkeratotik (d), tungau dan telur sarcoptes
scabiei pada perbesaran× 10 microskop (e)22
19
3. Terbentuknya terowongan atau kunikulus di tempat-tempat predileksi,
terowongan berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjangnya 2 cm,
putih atau keabu-abuan. Predileksi di bagian stratum korenum yang tipis, yaitu:
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, umbilikus, bokong, perut bagian bawah, areola mammae
pada wanita dan genitalia eksterna pada laki-laki.
4. Ditemukan tungau Sarcoptes scabiei, dapat ditemukan satu atau lebih
stadium hidup.
Gejala klinis pada infeksi kulit akibat scabies disebabkan oleh respons alergi
tubuh terhadap tungau.24 Setelah tungau melakukan kopulasi (perkawinan) di atas kulit,
tungau jantan akan mati dan tungau betina akan menggali terowongan dalam stratum
korneum sambil meletakkan sebanyak 2 hingga 50 telur. Aktivitas S. scabiei di dalam
kulit akan menimbulkan rasa gatal yang umumnya mulai timbul 4-6 minggu setelah
infestasi pertama; bila terjadi re-infestasi tungau, gejala dapat muncul lebih cepat
dalam 2 hari. Rasa gatal biasa memburuk pada malam hari disebabkan aktivitas tungau
lebih tinggi pada suhu lebih lembap dan panas.25
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kelainan kulit menyerupai dermatitis, yaitu
lesi papul, vesikel, urtika, dan bila digaruk timbul lesi sekunder berupa erosi, eksoriasi,
dan krusta. Dapat ditemukan lesi khas berupa terowongan (kunikulus) putih atau
keabu-abuan berupa garis lurus atau berkelok, panjang 1-10 mm ditempat predileksi.
Kunikulus umumnya sulit ditemukan karena pasien biasa menggaruk lesi, sehingga
berubah menjadi ekskoriasi luas. Pada dewasa, umumnya tidak terdapat lesi di area
kepala dan leher; tetapi pada bayi, lansia, dan pasien imunokompromais dapat
menyerang seluruh permukaan tubuh.23,25
20
Gambar 8. Kunikulus pada Sela Jari
Pada varian skabies berkrusta (Skabies Norwegia), ditemukan lesi kulit berupa
plak hiperkeratotik di tangan dan kaki, kuku jari tangan dan kaki distrofik, serta skuama
generalisata. Pada kasus berat dapat ditemukan lesi fisura dalam. Berbeda dari varian
skabies umumnya, skabies berkrusta dapat tidak gatal. Rasa gatal dapat memberi
dampak nyata karena mengganggu tidur yang dapat berdampak pada aktivitas sekolah
dan kerja.23,25
Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui
pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:26
a) Kerokan kulit
Dilakukan dengan menempatkan setetes minyak mineral di atas terowongan
dan kemudian menggoreskan longitudinal menggunakan skapel no 15.
Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi kaca penutup, dan dengan
mikroskop pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur atau skibala.
b) Pengambil tungau dengan jarum
21
Jarum dimasukan ke dalam bagian yang gelap dan digerakan tangensial.
Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
c) Epidermal shave biopsi
Temukan terowongan atau papul yang dicurigai diantara ibu jari dan jari
telenjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan skapel no 15 yang
dilakukan sejajar dengan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga
tidak terjadi pendarahandan tidak perlu anastesi spesimen diletakan pada gelas
objek lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
22
Gambar 11. Kunikulus pada Pemeriksaan Ink Burrow Test26
Eksantema Viral
23
3.1.8 Tatalaksana Scabies
Untuk mengobati tungau scabies, pasien harus meningkatkan kebersihan
pribadi, dengan mengganti pakaian setiap hari, seprei dan sarung bantal dicuci setiap
hari, sampai semua skabies musnah.23
Cara pengobatan secara farmakolgi ialah seluruh anggota keluarga harus
diobati (termasuk penderita yang hiposensitisasi) Jenis obat topical :
a. Belerang endap dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Preparat
ini karena tidak efektif stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari tiga
hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
b. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama setiap hari. Obat ini sulit diperoleh, sering menyebabkan iritasi
dan kadang-kadang makin gatal setelah pemakaian.
c. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1% dalam
krim atau losion, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah
digunakan dan jarang memberikan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah
6 tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya
cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
d. Krotamiton 10% dalam krim atau losio, merupakan skabisid yang efektif.
Dapat menimbulkan iritasi apabila digunakan dalam jangka waktu lama atau pada kulit
yang menunjukkan iritasi akut.
Untuk pengobatan Non Farmakologi ialah : Menjaga kebersihan tubuh sangat
penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta
menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular
pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak
membahayakan nyawa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.
Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari
infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
24
1. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di
cairan antiseptik.
2. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan
seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.
3. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
4. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.1,18,28
Tabel 3. Modalitas Terapi Skabies24
25
dapat menyebabkan infeksi lokal jaringan seperti impetigo, selulitis, dan abses, serta
dapat menyebar sistemik lewat aliran darah dan limfe (terutama pada skabies berkrusta
dapat terjadi limfadenitis dan septikemia). 25 Infeksi kulit pada GAS dapat
menimbulkan komplikasi akhir berupa post-streptococcal glomerulonephritis yang
dapat berkembang menjadi gangguan ginjal kronis.24,25
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien yang dipresentasikan dalam laporan kasus berjenis kelamin laki-laki, usia
9 tahun. Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Welahan dengan keluhan gatal gatal
pada kaki kiri. Dari anamnesis didapatkan gatal dirasakan pada sela sela jari III-IV dan
sela jari IV-V serta punggung kaki. Keluhan gatal memberat pada malam hari, dan
berkurang pada siang hari. Keluhan gatal disertai benjolan berawana putih. Ketika
digaruk, benjolan pecah berisi cairan transparan dengan konsistensi cair. Kakak pasien
yang menginap di kamar pasien juga mengeluhkan keluhan yang sama pada sela sela
jari tangan. Dari keluhan pasien didaptkan 2 cardinal sign scabies yaitu, gejala gatal
pada malam hari (pruritusnokturna), disebabkan aktivitas tungau skabies yang lebih
tinggi pada suhu lebih lembap dan panas serta gejala yang sama pada satu kelompok
manusia. Penyakit ini menyerang sekelompok orang yang tinggal berdekatan, seperti
sebuah keluarga, perkampungan, panti asuhan, atau pondok pesantren
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pustul dan papul eritem, disertai dengan skuama
halus, krusta, dan ekskoriasi karena sering menggaruk. Hal ini mendukung diagnosis
kea rah scabies dimana pada scabies biasa didapatkan kelainan kulit menyerupai
dermatitis, yaitu lesi papul, vesikel, urtika, dan bila digaruk timbul lesi sekunder berupa
erosi, eksoriasi, dan krusta pada pemeriksaan fisik. Pasien tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis scabies
adalah tes kerokan kulit ataupun ink burrow test
Tatalaksana pada pasien ini, diberikan tatalaksana secara topikal dan peroral.
Terapi topikal yang diberikan yaitu salep permethrin 5%, sedangkan untuk terapi
peroral, pasien diberikan vitamin B kompleks. Pasien dan keluarga juga diedukasi
untuk meningkatkan kebersihan pribadi, dengan mengganti pakaian setiap hari, seprei
dan sarung bantal dicuci setiap hari.
27
Prognosis pada pasien ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah ad bonam,
untuk kesembuhan (quo ad sanam) adalah ad bonam, dan untuk fisiologi tubuh (quo
ad fungsionam) adalah ad bonam.
28
DAFTAR PUSTAKA
29
York Academy of Sciences. 2011.
20. Sucipto DC. Vektor Penyakit Teropis. J Dis Vector. 2011;
21. Marsha Kurniawan, Michael Sie shun Ling F. Diagnosis dan Terapi Skabies.
Cermin Dunia Kedokt. 2020;
22. Cassell JA, Middleton J, Nalabanda A, Lanza S, Head MG, Bostock J, et al.
Scabies outbreaks in ten care homes for elderly people: a prospective study of
clinical features, epidemiology, and treatment outcomes. Lancet Infect Dis.
2018;
23. Linuwih S, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit kulit dan kelamin 7th ed.
Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2018. Journal of Chemical
Information and Modeling. 2018.
24. Hardy M, Engelman D, Steer A. Scabies: A clinical update. Aust Fam Physician.
2017;
25. Grover S, Grewal R. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Med J
Armed Forces India. 2008;
26. Leung V, Miller M. Detection of scabies: A systematic review of diagnostic
methods. Canadian Journal of Infectious Diseases and Medical Microbiology.
2011.
27. Siddig EE, Hay R. Laboratory-based diagnosis of scabies: A review of the
current status. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and
Hygiene. 2022.
28. Golant AK, Levitt JO. Scabies: A review of diagnosis and management based
on mite biology. Pediatrics in Review. 2012.
30
31