Professional Documents
Culture Documents
Analisa Kasus Perlindungan Konsumen - KELOMPOK - 6
Analisa Kasus Perlindungan Konsumen - KELOMPOK - 6
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perlindungan
Konsumen
Dosen Pengampu : Insan Pribadi S.H, M.H.
Disusun :
FAKULTAS SYARIAH
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah pada mata kuliah hukum perlindungan konsumen dengan baik meskipun
banyak kekurangan di dalamnya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang hubungan agama dan
negara ini dapat memberikan manfaat dan sedikit wawasan terhadap pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Korban Malpraktik Oleh Tenaga Medis Menurut
Undang-Undang No.8 Th 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.............................................3
1. Kronologi Kasus :................................................................................................................3
2. Analisis Kasus Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.......................................3
B. Perlindungan Hukum bagi Korban Peredaran Vaksin Palsu menurut UU No 36 Tahun
2009 tentang kesehatan dan UU No 8 Th 1999 tentang Perlindungan Konsumen.....................7
1. Kronologi Kasus Peredaran Vaksin Palsu.........................................................................7
2. Analisis Kasus Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.......................................7
3. Standarisasi dan sertifikasi terhadap vaksin sebelum beredar di masyarakat.............10
4. Pembinaan terhadap produsen.........................................................................................11
5. Pengawasan Proses Produksi dan Peredaran Vaksin di Masyarakat............................11
6. Tanggung Jawab Pelaku Usaha (Produsen) Terhadap Korban Vaksin Palsu..............12
7. Bentuk Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Korban...........................................13
BAB III...............................................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................................16
A. Simpulan.................................................................................................................................16
B. Saran.......................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan
kepada masyarakat. Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi
oleh hukum. Shidarta berpendapat sebenarnya hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik
batasnya. Aspek perlindungannya misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-hak
konsumen terhadap gangguang pihak lain. Selanjutnya dalam pasal 1 angka 1 UUPK
diberikan definisi perlindungan konsumen adalah : Segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
1
Dewa Gede Rudy dkk., Buku Ajar Hukum Perlindungan Konsumen, (Denpasar : Fakultas Hukum Universitas
Udayana, 2016) hlm. 10-11
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisa kasus mengenai korban malpraktik oleh tenaga medis
berdasarkan UU No.8 Tentang Perlindungan Konsumen?
2. Bagaimana analisa kasus mengenai peredaran vaksin palsu berdasarkan UU No.8
Tentang Perlindungan Konsumen?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui analisa kasus mengenai korban malpraktik oleh tenaga medis
berdasarkan UU No.8 Tentang Perlindungan Konsumen.
2. Untuk mengetahui analisa kasus mengenai peredaran vaksin palsu berdasarkan
UU No.8 Tentang Perlindungan Konsumen.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Jesica yang memiliki jenis darah O, telah menerima organ dari tipe darah
A. Setelah operasi transplantasi ke dua untuk memperbaiki kesalahan, jesica
malah menderita kerusakan otak dan komplikasi lain hingga meningal.
2
https://www.merdeka.com/peristiwa/5-kasus-malpraktik-dalam-dunia-kedokteran.html diakses pada tanggal 17
maret 2020, pukul : 16.00 WIB
3
penanganan pasien. Tindakan malpraktik yang dilakukan oleh tenaga medis
menimbulkan kerugian bagi masyarakat selaku konsumen kesehatan.
4
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
1) Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk mati secara wajar
2) Hak memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan
standar profesi kedokteran
3) Hak memperoleh penjelasan tentang dan terapi dari dokter yang
mengobatinya
4) Hak menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan
dapat menarik diri dri kontrak teraupetik
5) Hak memperoleh penjelasan tentang riset kedokteraan yang akan diikutinya
6) Hak menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran
7) Hak dirujuki kepada dokter spesialis, apabia diperlukan dan dikembalikan
kepada dokter yang merujuknya setelah selesai konsultasi atau pengobatan
untuk memperoleh perawatan tindak lanjut
8) Hak kerahasiaan dan rekam medisnya atas hak pribadi
9) Hak memperoleh penjelasan tentang peraturan rumah sakit.
5
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan Konsumen memamng tidak menyebutkan secara spesifik hak dan
kewajiban konsumen, tetapi karena pasien juga merupakan konsumen yaitu
konsumen jasa kesehatan maka hak dan kewajibannya juga mengikuti hak dan
kewajiban konsumen secara keseluruhan. Adapun hak konsumen adalah sebagai
berikut :
3
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta : Kencana Prenada Media Group: 2011) hlm.
6
B. Perlindungan Hukum bagi Korban Peredaran Vaksin Palsu menurut UU No 36
Tahun 2009 tentang kesehatan dan UU No 8 Th 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
7
(2) Tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikhususkan pada pelayanan public.
b. Peraturan Menteri Kesehatan
Adapun peran dan tanggung jawab Menteri Kesehatan terkait dengan
peredaran vaksin palsu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42
tahun 2013 Tentang Penyelenggaran Imunisasi, yang diatur dalam Pasal 14
sebagai berikut:
1.) Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyediaan vaksin yang
diperlukan dalam penyelenggaraan imunisasi wajib.
2.) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap penyediaan Auto Disable
Syringe, safety box, peralatan coldchain, emergency kit dan dokumen
pencatatan status imunisasi sesuai dengan kebutuhan.
3.) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak mampu memenuhi tanggung
jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah bertanggung jawab
untuk membantu penyediaan Auto Disable Syringe, safety box,
peralatan
coldchain dan dokumen pencatatan status imunisasi.
4.) Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota
bertanggung jawab terhadap penyediaan unit logistik imunisasi untuk
menyimpan dan merumat vaksin dan logistik imunisasi lainnya pada
instalasi farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan teknis
penyimpanan.
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mengatur tentang
perbuatanyang dilarang pelaku usaha yang tercantum dalam Pasal 8 sebagai
berikut:
1.) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/jasa yang:
a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
8
b) tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut;
c) tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d) tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
e) tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang dan atau/jasa tersebut;
f) tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjulan barang dan/atau jasa tersebut;
g) tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
h) tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i) tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama, barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus dipasang/buat.
j) tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
2.) pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
atas barang yang dimaksud;
3.) pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan
informasi secara lengkap dengan benar.
4.) pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut wajib
menariknya dari peredaran.
9
d. Peran Badan POM Dalam Melakukan Pengawasan Vaksin
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan lembaga
pemerintah pusat yang dibentuk presiden untuk melaksanakan tugas di bidang
pengawasan obat dan makanan yang berbentuk lembaga pemerintah non
departemen(LPND).
Pengawasan terhadap peredaran vaksin merupakan salah satu tanggung
jawab BPOM dibidang pengawasan obat dan makanan dengan tugas pokok
melakukan penilaian dan registrasi produk, serta pengawasan terhadap
peredaran produk, penandaan, periklanan, dan penegakan hukum.
Dalam pengawasan peredaran vaksin palsu yang beredar di masyarakat
Balai POM menerapkan dua tahapan pengawasan, yaitu :
1.) Pengawasan pre-market adalah pengawasan yang dilakukan sebelum
produk beredar di pasaran, antara lain melakukan standarisasi, pembinaan
dan audit cara pembuatan vaksin yang baik (CPOTB) serta penilaian dan
pengujian atas mutu keamanan sebelum produk
diedarkan.
2.) Pengawasan post-market yaitu merupakan pengawasan yang
dilakukan saat obat beredar di pasaran.
3. Standarisasi dan sertifikasi terhadap vaksin sebelum beredar di
masyarakat
10
Sedangkan sertifikasi pada ayat (11) adalah rangkaian kegiatan penerbitan
sertifikat terhadap barang atau jasa. Sertifikat sendiri dijelaskan pada ayat (12)
adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboraturium yang telah
diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem, atau personel
telah memenuhi yang dipersyaratkan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka untuk dapat melakukan sertifikasi,
suatu perusahaan harus terlebih dahulu melaksanakan standarisasi. Tolak ukur
yang dapat dipakai lembaga sertifikasi untuk menerbitkan sertifikat yang
diminta oleh suatu perusahaan adalah keberhasilan perusahaan tersebut dalam
menerapkan standar mutu yang dipilihnya secara benar. Dengan demikian,
dapatdijamin bahwa produk yang dihasilkan adalah produk yang memenuhi
persyaratan standar mutu tersebut.
a. Terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku
usaha dan konsumen;
b. Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
c. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan dan
pengembangan di bidang perlindungan konsumen.4
4
Bayan, Perlindungan Konsumen Terhadap Keberadaan Tingkat Kualitas Barang Dari
Perspektif Sistem Hukum Di Indonesia, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Mataram, hlm. 42
11
a. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta
penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan
oleh pemerintah, masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya
masyarakat;
b. Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait;
c. Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/jasa yang beredar
dipasar;
d. Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata
menyimpang dari peraturan perundang-undagan yang berlaku dan
membahayakan konsumen, menteri dan/atau menteri teknis mengambil
tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebar luaskan kepada
masyarakat dan dapat disampaikan kepada menteri dan menteri teknis;
f. Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
6. Tanggung Jawab Pelaku Usaha (Produsen) Terhadap Korban Vaksin Palsu
12
c. Prinsip praduga untuk tidak selalu
bertanggung jawab (presumption of non liability) Prinsip ini
merupakan
kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab,
dimana tergugatselalu dianggap tidak bertanggungjawab sampai
dibuktikan, ia bersalah.
d. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) Adalah prinsip
tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang
menetukan.
13
- Penghentian sementara kegiatan.
2.) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d dapat dikenakan untuk seluruh kegiatan atau sebagian kegiatan.
b. Tanggung Jawab Perdata
14
1.) Pelaku usaha yang melangar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2.) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan pasal 17
ayat (1) huruf d, huruf f, dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
3.) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,
cacat atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Perlindungan Hukum Bagi Pasien Korban Malpraktik Oleh Tenaga Medis
Menurut Undang-Undang No.8 Th 1999 Tentang Perlindungan Konsumen studi kasus
atas kesalahan mencangkok jantung dan paru-paru sehingga meninggal. Dalam kasus
yang menimpa Jessica, Imigran Meksiko Dokter di Duke University Medical Center
gagal memeriksa kompatibilitas sebelum operasi dimulai. Studi Kasus dan kaitannya
dengan Hukum Perlindungan Konsumen ialah, bahawa dalam bidang kesehatan
malpraktik adalah penyimpangan penanganan kasus atau masalah kesehatan sehingga
menyebabkan dampak buruk bagi penderita atau pasien. Perlindungan hukum adalah
suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat
hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Dikuatkan kedalam UU mengenai perlindungan konsumen,
yaitu: Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, ketentuan pasal 1
angka 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, dan menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999. Dalam kasus yang terjadi diatas, keteledoran dalam pengecekan golongan
darah pasien yang akan di operasi, sehingga menyebabkan pasien tersebut meninggal.
Pihak medis atau tenaga kesehatan (pelaku usaha) telah melakukan keteledoran dalam
bekerja. Hal tersebut sudah jelas melanggar hak dan kewajiban konsumen maupun pelaku
usaha.
16
KUHP, namun juga melanggar UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan UU No 8
Th 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Analisis Kasus Berdasarkan UU diantaranya,
UU Mengenai Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu diharuskan adanya peran Badan POM
Dalam Melakukan Pengawasan Vaksin. Standarisasi dan sertifikasi terhadap vaksin
sebelum beredar dimasyarakat Badan Standarisasi Nasional (BSN) sebagai lembaga
pemerintah non-departemen, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 102 tahun 2000. Serta
dirasakan perlu untuk melakukan pembinaan terhadap produsen, dengan perlindungan
terhadap konusmen yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan Pasal 2
Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 200. Pengawasan proses produksi dan peredaran
vaksin di masyarakat. Mengenai Pengawasan terhadap perlindungan konsumen serta
penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 30 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 serta juga mengenai Tanggung Jawab Pelaku Usaha
(Produsen) Terhadap Korban Vaksin Palsu dengan Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab.
Dalam Bentuk Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Korban: 1.Tanggung Jawab
Administrasi, 2.Tanggung Jawab Perdata, dan 3.Tanggung JawabPidana.
B. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Rudy, Dewa Gede and dkk. Buku Ajar Hukum Perlindungan Konsumen. Denpasar: Fakultas
Hukum Universitas Udayana, 2016. Berkas PDF.
18