You are on page 1of 21

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Gula Cair
Gula merupakan polihidroksi aldehid atau keton yang termasuk
dalam kelompok glikan atau karbohidrat. Di dalam karbohidrat
menghasilkan makronutrien yang ditemukan dibeberapa makanan dan
minuman yang menyediakan energi ATP dan beberapa manfaat
aktifitas fisiologis tubuh lainnya, yang menggunakan glukosa sebagai
sumbernya. Energi instan tersebut dapat dipenuhi dengan asupan gula.
Gula alami memberikan manfaat yang besar dalam makanan seperti,
gula yang ditemukan di buah-buahan, laktosa, gula susu, dan lain-
lainnya. Adapun gula tambahan yaitu gula yang ditambahkan selama
pengolahan makanan, minuman, dan olahan lainnya yang berbahaya
bagi tubuh kita, sedangkan gula esesnsial adalah karbohidrat yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam pengambilan nutrisi dari sumbernya
(Varucha Misra et al.,2016).
Sirup glukosa meupakan gula cair yang dihasilkan dari proses
hidrolisis pati secara enzimatis atau asam. Sirup glukosa umumnya
dibuat dengan menggunakan bahan baku pati jagung atau pati
singkong. Sirup glukosa merupakan suatu substansi kompleks yang
terdiri dari dekstrin, maltosa, dekstrosa, dan berbagai oligosakarida,
mempunyai sifat viskous dan tidak berwarna (Sutrisno dan
Rahmawati., 2015). Berdasarkan SNI-01-2978-1992 standar mutu
sirup glukosa adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 1 Standar Mutu Sirup Glukosa Berdasarkan SNI-01-2978-
1992

Keadaan Standar Mutu Glukosa


Bau Tidak berbau
Rasa Manis
Warna Tidak berwarna

7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Air (%b/b) Maks 20


Abu (%) Maks 1
Gula pereduksi Min 30
Pati Tidak nyata
Cemaran logam:
- Timbal (Pb) mg/kg Maks 1,0
- Tembaga (Cu) mg/kg Maks 10,0
- Seng (Zn) mg/kg Maks 25,0
- (As), mg/kg Maks 0,5
Cemaran mikroba
- Total Plate Count Maks 5 x 102 koloni/g
- Kapang Maks 50 koloni/g
Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI), 1992
Gula cair atau sirup glukosa merupakan hasil hidrolisis pati yang
berbentuk cairan jernih dan kental. Gula cair mulai banyak digunakan
di industri makanan maupun minuman karena memiliki beberapa
kelebihan. Gula cair dinilai lebih efektif untuk diolah lebih lanjut
karena penggunaan gula pasir dalam pengolahannya pun melibatkan
proses pelarutan dalam air. Untuk mempersingkat waktu, gula cair
dapat diandalkan karena jauh lebih mudah larut dibandingkan dengan
gula pasir yang berbentuk padatan. Selain itu, gula cair juga dapat
memperbaiki tekstur pada beberapa produk pangan. Contohnya pada
produk es krim, glukosa dapat membantu meningkatkan kehalusan
tekstur sekaligus menekan titik beku. Pada produk kue, gula cair juga
dapat membantu mengurangi keretakan (Megavitry et al, 2019).

Gambar 2. 1 Struktur Kimia Glukosa (Rahmayanti, 2010).

8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.)

Gambar 2. 2 Koro Pedang


Koro pedang memiliki tipe tegak berbiji putih dengan nama umum
jackbean (Canavalia ensiformis) mempunyai karakteristik biologi
yang hampir sama dengan beberapa jenis kacang koro lainnya.
Menurut Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-
umbian, bentuk tanaman kacang koro pedang menyerupai perdu
dengan batang yang bercabang pendek dan lebat dengan jarak
percabangan pendek dan perakaran termasuk akar tanggung. Bentuk
daun trifoliat dengan panjang tangkai daun 7-10 cm, lebar daun sekitar
10 cm, tinggi tanaman dapat mencapai 1 meter. Bunga berwarna
kuning, tumbuh pada ketiak atau buku cabang. Bunga termasuk bunga
majemuk dan berbunga mulai umur 2 bulan hingga umur 3 bulan.
Polong dalam satu tangkai berkisar 1-3 polong, tetapi umumnya 1
polong per tangkai. Panjang polong 30 cm dan lebar 3,5 cm, polong
muda berwarna hijau dan polong tua berwarna kuning jerami. Biji
berwarna putih dan tanaman koro dapat dipanen pada 9-12 bulan,
namun terdapat varietas berumur genjah umur 4-6 bulan (Teodore et
al., 2011).
Kacang koro pedang merupakan salah satu jenis koro yang dapat
ditemukan dengan mudah di Indonesia. Kacang tersebut dikenal
dengan nama koro pedang, koro parasman, koro bedog, koro bendo,
koro loke, koro gogok, koro wedhung, dan koro kaji. Secara botani

9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tanaman koro pedang dibedakan kedalam dua tipe tanaman yaitu tipe
merambat (Canavalia gladiata) dan tipe tegak (Canavalia ensiformis
atau jack bean). Koro pedang tipe tegak memiliki umur 4-7 bulan,
pertumbuhan semi determinate, adaptif pada berbagai agroklimat mulai
dari daerah lahan kering iklim kering hingga daerah dengan iklim basah
(Teodore et al., 2011).
Koro pedang memiliki kandungan nutrisi yaitu protein 23 - 27,6 %,
lemak 2,3 – 3,9 %, karbohidrat 45,2 – 56, 9 %, serat kasar 4,9 - 8,0%
dan mineral 2,27 – 4,2 % (Centyana et al., 2014). Kalaminasih dan
Pangesthi (2013), mengemukakan kacang koro pedang juga
mengandung asam sianida (HCN). HCN merupakan senyawa yang
terbentuk karena aktivitas enzim hidrolase pada glikosida sianogenik.
HCN dapat dihilangkan melalui perendaman dengan rentang waktu
tertentu. Kandungan HCN dalam tubuh tidak boleh lebih dari 0,5
mg.kg-1 berat badan karena akan bersifat toksik yang berbahaya bagi
kesehatan jika kadarnya melebihi 45 sampai 50 ppm. Menurut
Kalaminasih dan Pangesthi (2013), HCN bersifat mudah rusak oleh
panas karena mudah menguap, larut dalam air karena terhidrolisis oleh
enzim glukosidase spesifik.
Nilai gizi yang terkandung didalam koro pedang sangatlah
berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk pangan yang aman,
murah dan bergizi. Kandungan gizi koro pedang cukup tinggi yaitu
karbohidrat 60,1%; protein 30,36%, dan serat 8,3% (Sudiyono, 2010).
Pengolahan pasca panen koro pedang saat ini masih minim sehingga
pemanfaatannya sangat kurang. Dilihat dari nilai kandungan gizi yang
cukup tinggi sangat disayangkan apabila koro pedang ini belum
dikembangkan menjadi produk pangan seperti tempe koro atau tepung
koro dan gula cair. Tujuan dari pengelolaan pasca panen koro pedang
adalah membangun atau membuka peluang baru untuk agroindustri
koro pedang, dengan diversifikasi berbagai produk olahan pangan
bergizi dengan harga terjangkau agar masyarakat mampu membeli dan

10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengkonsumsinya. Koro pedang dapat dimanfaatkan sebagai bahan


baku pangan yang bergizi berupa tepung koro, kandungan koro yang
tinggi akan protein sangat dimungkinkan untuk dijadikan PRF (Protein
Rich Flour). Pada Tabel 2.1 ditunjukan secara lengkap kandungan gizi
biji kacang koro pedang per 100gram bahan.
Tabel 2. 2 Kandungan Gizi Biji Kacang Koro Pedang (100 gram)

No Analisis Nutrisi Satuan Jumlah


1 Kalori - 389
2 Protein g 27,4
3 Lemak g 2,9
4 Karbohidrat g 66,1
5 Serat g 8,3
6 Abu g 3,6
7 Ca mg 15,1
8 P mg 339
9 Fe mg 9,7
10 Na mg 40
11 K mg 848
12 Thiamine mg 0,73
13 Riboflavin mg 0,15
14 Niacin mg 3,50
15 Ascorbic acid mg 2,00
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian 2012.
3. Pati
Pati merupakan polisakarida yang terdapat dalam tanaman. Pati
mengandung dua jenis molekul yaitu amilosa helikal linier yang
memiliki ikatan alfa amilase dan amilopektin yang memiliki ikatan alfa
amilase dan beta amilase. Pati atau amilum adalah karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan
tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh
tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati dapat dibuat dari tumbuhan
singkong (ubi kayu), ubi jalar, kentang, jagung, sagu, koro pedang,
koro benguk dan lain-lain. Didalam pati tersusun atas dua macam
karbohidrat, amilosa dan amilopektin dalam komposisi yang berbeda-

11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

beda. Dua fraksi ini dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut
disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Secara
struktur amilosa mempunyai struktur lurus, sedang amilopektin
bercabang (Yadav et al., 2017).
4. Hidrolisis Pati

Hidrolisis merupakan proses pemisahan ikatan kimia dengan


menggunakan air. Proses hidrolisis pati merupakan pemecahan
molekul amilum menjadi komponen penyusunnya yang lebih
sederhana seperti dekstrin, maltotriosa, maltose dan glukosa. Pada
hidrolisis pati perubahan molekul pati menjadi komponen
penyusunnya, seperti glukosa:

(C6H10O6) n + nH2O n(C6H12O6)

Hidrolisis dapat dilakukan dengan cara kimia atau enzimatis pada


waktu, suhu, dan pH tertentu. Kelebihan dari hidrolisis enzimatis
dibandingkan secara kimia, yaitu dextrosa ekivalen mencapai 98%
yang dihasilkan lebih tinggi dari hidrolisa asam, kemurnian produk
yang dihasilkan lebih tinggi daripada hidrolisa asam, tidak
menyebabkan korosi pada peralatan, memiliki proses yang lebih
spesifik, proses lebih sederhana dibandingkan dengan menggunakan
asam, dan kerusakan warna dapat diminimalisasi (Soraya, 2019).
Selain itu, pada proses hidrolisis enzimatis dapat memutus ikatan
glikosida secara spesifik (Azmi, 2017). Sedangkan kekurangan dalam
menggunakan hidrolisis enzim membutuhkan kondisi operasi yang
berbeda untuk setiap enzim agar tercapai konversi produk yang
diinginkan. Proses hidrolisis secara enzimatis lebih efektif bila
dibandingkan hidrolisis asam karena enzim memutus ikatan glikosidik
secara spesifik, tanpa menyisakan residu dan minimum kerusakan
warna (Azmi., 2017).

Proses hidrolisis enzimatis terjadi melalui 3 tahap yaitu gelatinisasi,


likuifikasi dan sakarifikasi. Gelatinasi merupakan tahap inisiasi

12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sebelum terjadinya likuifikasi dengan pembengkakan granula pati


akibat pemanasan yang memutus ikatan hidrogen antar molekul pada
ikatan glikosidik pati. Proses gelatinasi ini memegang peranan penting
karena menjadi penentu laju proses likuifikasi. Likuifikasi merupakan
proses inti hidrolisis enzimatis yang dikendalikan oleh enzim α-
amilase dimana pati dihidrolisis menjadi molekul-molekul yang lebih
sederhana seperti oligoskarida, maltosa dan dekstrin. Enzim α-amilase
memegang peran penting untuk menentukan cepat lambatnya proses
likuifikasi, dengan cara memecah ikatan α- (1,4) glikosidik secara
spesifik pada bagian dalam substrat dan menghasilkan gula reduksi
serta dekstrin dalam jumlah besar yakni mencapai 95% (Hua & Yang,
2016). Dekstrin adalah hasil hidrolisis yang belum sempurna, namun
sifatnya sudah beda dari sifat awal pati yaitu sukar larut. Pada tahap
sakarifikasi, enzim glukoamilase memecah ikatan α-1,6 glikosidik
secara acak pada dekstrin yang sebelumnya dihasilkan pada proses
likuifikasi sehingga menghasilkan glukosa (Soraya et al., 2019).

Gambar 2. 3 Proses Likuisikasi dan Sakarifikasi (Risnoyatiningsih,


2011).

13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Enzim
Enzim merupakan biomolekul berupa protein berbentuk globular
yang terdiri dari atas satu rantai polipeptida atau lebih dari satu rantai
polipeptida yang berfungsi menjadi kalatis atau senyawa yang bisa
meningkatkan kecepatan reaksi tanpa habis bereaksi. Keunggulan
enzim menjadi biokatalisator diantaranya mempunyai spesifitas tinggi,
meningkatkan kecepatan reaksi kimia tanpa pembentukkan produk
samping, produktivitas tinggi dan bisa membentuk produk akhir yang
tidak terkontaminasi sehingga akhibatnya mengurangi biaya purifikasi
dan dampak kerusakan lingkungan (Robinson, 2015). Mekanisme
enzim mengkatalis reaksi kimia dimuali dengan pengikatan substrat ke
sisi aktif pada enzim. Sisi aktif adalah bagian spesifik enzim yang
bergabung dengan substrat. Pengikatan substrat ke enzim dapat
menyebabkan perubahan penyebaran elektron dalam ikatan kimia
substrat dan menyebabkan reaksi yang mengarahkan pada
pembentukan produk. Produk yang dihasilkan dari permukaan enzim
sebagai regenerasi enzim untuk siklus reaksi yang lain (Christy dan
Kavitha, 2014). Sisi aktif memiliki bentuk geometris dari molekul
substrat seperti pada Gambar 1.2. Beberapa mekanisme enzim yaitu
seperti lock and key theory dan induced fit theory. Ilmuwan E. Fischer
menyatakan hipotesis yang menjelaskan interaksi spesifisitas enzim
dan substrat seperti Lock and Key (gembok dan kunci). Pengikatan
enzim-substrat menurut model ini diasumsikan bahwa sisi aktif enzim
mempunyai struktur yang kaku yang tepat sekali bentuk dan distribusi
muatannya dengan substrat. Masuknya substrat ke sisi aktif enzim
dianologikan seperti masuknya kunci pada gemboknya. Daniel E.
Koshland Jr mengusulkan model yang lebih mutakhir untuk cara
interaksi enzim dan substrat. Model ini diajukan pada tahun 1958 yang
dinamakan model induced fit. Pada model ini sisi aktif enzim adalah
‘kantong’ yang tidak kaku yang dapat dimasuki oleh substrat yang
tepat. Sisi aktif enzim adalah kantong fleksibel yang dapat

14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memperkirakan bentuk substrat. Ketika substrat memasuki sisi aktif


enzim, sisi aktif mencocokkan dengan bentuk substrat. Dengan
demikian, pengikatan enzim-substrat terjadi karena bentuk sisi aktif
enzim menyesuaikan dengan bentuk substrat menghasilkan pengikatan
enzim-substrat yang sempurna cocok ‘fit’. Agar terjadi interaksi enzim-
substrat, permukaan enzim dan substrat harus saling mengisi
(complementary). Hal ini membutuhkan ‘kecocokan yang khusus’
yang menentukan apakah sebuah enzim akan berikatan dengan sebuah
substrat tertentu dan melakukan reaksi kimia (Azhar, 2016). Kedua
model ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 4 Pengikatan substrat ke situs aktif enzim (Robinson,


2015).

Gambar 2. 5 Model Pengikatan Enzim-Substrat (Azhar, 2016)


(a) Lock and Key dan (b) Induced Fit

15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Aktivitas enzim dapat didefinisikan sebagai jumlah enzim yang


dapat mengkatalisis pembentukan sejumlah produk (µmol) setiap
menitnya pada kondisi reaksi tertentu. Ini dapat diartikan bahwa
aktivitas enzim diukur dari penambahan produk. Aktivitas enzim dapat
diukur dari pengurangan substrat. Dengan demikian, aktivitas enzim
tinggi jika jumlah produk tinggi atau jumlah pengurangan substrat
tinggi. Dengan demikian, aktivitas enzim tinggi jika jumlah produk
tinggi atau jumlah pengurangan substrat tinggi. Penambahan produk
dan pengurangan substrat dapat dideteksi menggunakan reagen
tertentu. Pati dapat dideteksi dengan Iodium, sedangkan gula pereduksi
dapat dideteksi antar lain dengan reagen DNS. Enzim mempunyai
aktivitas optimal pada pH dan suhu tetentu tergantung dari sumber/asal
enzim. Perubahan pH dan suhu sangat mempengaruhi aktivitas suatu
enzim. Oleh sebab itu, pH dan suhu lingkungan enzim sangat
mempengaruhi aktivitas suatu enzim (Azhar, 2016). Sebagian besar
enzim yang memiliki karakteristik pH optimum dimana kecepatan
reaksi dikatalis maksimal, dan di atas dan dibawahnya kecepatannya
menurun Gambar 2.3. Hal yang perlu diketahui yaitu pH optimum
suatu enzim tidak identik denga pH lingkungan intraseluler normal,
yang berarti pH lokal dapat melakukan pengontrolan untuk
mempengaruhi aktivitas enzim.

16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2. 6 Profil pH β-glucosiidase (Robinson, 2015).


Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim cukup komplek dapat
dianggap sebagai dua gaya yang bekerja secara bersamaan tetapi
berlawanan arah. Ketika suhu dinaikan, laju pergerakan molekul dan
laju reaksi meningkat, tetapi pada saat yang sama ada inaktivasi
progesif yang disebabkan oleh denaturasi protein. Hal tersebut menjadi
lebih jelas saat suhu meningkat maka suhu akan opimal, yang dapat
dililat pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 7 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim (Robinson,


2015).
6. Enzim α-Amilase

17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Enzim α-amilase memiliki nama kimiawi, yaitu endo-1,4-α-D-glucan


glucohydrolase, EC 3.2.1.1. Enzim α-amilase merupakan enzim
ekstraseluler yang mampu memotong ikatan 1,4-α-D-glikosidik antara
monomer glukosa pada rantai linier amilosa. Enzim ini dikategorikan
sebagai endoenzim karena pemotongan pati dilakukan secara acak dari
dalam. Enzim α-amilase disusun oleh protein. Protein yang tersusun
dalam enzim terdiri dari 3 domain, yaitu domain A, B, dan C sesuai
Gambar 2.5. Domain A yang ditandai dengan warna merah merupakan
domain terbesar berbentuk seperti super struktur barrel (β/α) g. Domain
B yang ditandai dengan warna kuning. Domain B menempel dengan
domain A karena ikatan disulfida serta berada di antara domain A dan
C. Domain C yang ditandai dengan warna biru memiliki struktur
lembaran β yang terhubung dengan domain A karena adanya rantai
polipeptida sederhana. Sisi aktif enzim yang ditandai dengan warna
hijau merupakan rantai panjang, terletak di bagian akhir gugus
karboksil domain A dan B. Enzim juga dilengkapi dengan ion kalsium
yang ditandai dengan bola biru dan ion klorida yang ditandai dengan
bola kuning. Ion kalsium berperan sebagai stabilisator dan activator
allosteric. Beberapa enzim memiliki lebih dari satu bagian aktif untuk
mengikat substrat supaya enzim dapat mengikat substrat lain ketika
sudah terikat dengan suatu substrat tertentu. Sifat enzim inilah yang
disebut sebagai allosteric. Enzim α-amilase bersifat calsium
metalloenzymes sehingga tidak dapat berfungsi tanpa adanya ion
kalsium.

18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2. 8 Struktur Enzim Amilase (Wahyuni, 2015)


Sebagian besar enzim α-amilase memotong karbohidrat rantai
panjang baik secara endoamilase. Akan tetapi, terdapat beberapa enzim
α-amilase yang memotong karbohidrat 3 secara eksoamilase,
tergantung dari sumber enzim α-amilase dihasilkan. Hasil penguraian
oleh α-amilase adalah dekstrin, limit dektrin, oligosakarida, dan
turunan siklodextrin. Dektrin adalah campuran oligosakarida kompleks
yang memiliki rumus molekul C6H10O3. Dektrin merupakan produk
antara pati dan dekstrosa atau glukosa. Limit dek trin adalah campuran
oligosakarida dengan rantai lebih pendek. Mekanisme hidrolisis pati
menggunakan katalis enzim α-amilase dapat dilihat pada Gambar 2.6
dan Gambar 2.7

Gambar 2. 9 Mekanisme SN2 pemutusan ikatan α-1,4-glikosidik


oleh enzim α-amilase (Wahyuni, 2015)

19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2. 10 Hidrolisis pati oleh enzim α-amilase (Wahyuni,


2015)
Keterangan: (•) residu α-D-glukosa pereduksi; (⁰) residu
α-D-glukosa nonpereduksi
Enzim α-amilase banyak dihasilkan dari jamur dan bakteri. Pada
umumnya, lebih banyak menggunakan jamur karena enzim α-amilase
yang dihasilkan lebih stabil dibandingkan hasil dari bakteri. Enzim α-
amilase dihasilkan oleh bakteri, antara lain Bacillus subtilis, Bacillus
lichenoformis, Bacillus stearothermophillus, dan Bacillus
amyloliquefaciens. Sementara itu, enzim α-amilase yang diperoleh
dari jamur, yakni Aspergillus oryzae dan Aspergillus niger (Suganthi,
2011). Berdasarkan suatu penelitian, kondisi optimum yang dimiliki
oleh enzim ini adalah pada suhu 80 – 90oC dengan produk yang
dihasilkan pada 80oC adalah 72,06 g/L dan 90oC adalah 75,22 g/L. Hal
tersebut terjadi karena peningkatan suhu mempengaruhi peningkatan
jumlah tumbukan enzim dan substrat, sehingga meningkatkan laju
reaksi (Amenaghawon, 2016). Sementara itu, nilai pH optimal untuk
enzim ini adalah 5,0 – 6,0 (Hua and Yang, 2016).

7. Enzim Glukoamilase

Glukoamillase memecah ikatan α-(1,4) amilosa, amilopektin, dan


glukan yang terikat dan ikatan α-(1,6) dari amilopektin yang
menghasilkan glukosa. Dalam mencerna pati granular, glukoamilase
lebih efisien daripada ptyalin (Tomasik dan Horton, 2012). Akan
tetapi, sumber glukoamilase merupakan faktor terpenting dalam
kinerjanya. Enzim glukoamilase atau amiloglukosidase adalah enzim

20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang diperoleh dari jamur, yeast, dan bakteri. Dari jamur, enzim ini
dapati diperoleh pada Aspergillus spp, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus
niveus. Selain dari jamur, enzim ini dapat diperoleh juga dari yeast,
seperti Saccharomycopsis fibuligera, dan Saccharomyces diasticus.
Enzim ini mampu dengan baik mengkonversi pati menjadi dekstrosa
pada persentase pati rendah, jika persentase pati dinaikan, maka
konversi berlangsung kurang baik yang disebabkan adanya
polimerisasi kembali menghasilkan gula reversi (isomaltosa)
(Permanasari, 2017). Suhu optimum enzim glukoamilase adalah
antara 40oC dan 60oC. pH optimum untuk enzim glukoamilase pada
interval antara 3,6 dan 6,5, dan antara 5,0 dan 6,5. Glukoamilase dapat
dibagi menjadi yang mengubah pati dan β-limit dekstrin menjadi
glukosa sepenuhnya, dan mengubah substrat yang tidak sempurna
menjadi glukosa (Permanasari, 2017).

Glukoamilase adalah salah satu enzim utama yang terlibat dalam


hidrolisis pati. Enzim yang bersifat endo-acting yang cenderung
melepaskan unit glukosa berturut-turut dari ujung molekul pati yang
tidak dipereduksi. Secara struktural glukoamilase diklasifikasikan
dalam kelompok hidrolase glikosidase dan memiliki karakteristik
yang keberadaan domain kalatiliknya yang memiliki lipatan (α/α) ₆-
yang sering terikat pada domain non-katalitik dari beragam fungsi dan
asal. Sebagian besar pati yang memiliki aplikasi industri terdiri dari
sekitar 80% amilopektin. Titik percabangan terdapat pada sekitar
setiap 20 hingga 25unit D-glukosa sehingga amilopektin terdiri dari 4-
5% ikatan α-1,6 glukosidik. Selama proses konversi pati, pati akan
tergelatinisasi dan larut pada suhu yang lebih tinggi. Selama proses ini,
molekul rantai panjang dipecah menjadi unit yang lebih kecil yang
dikenal sebagai maltodekstrin yang dapat berbentuk linier atau
bercabang. Ikatan α-1,6 glukosidik yang terdapat pada molekul pati
berperan sebagai penghambat aktivitas beberapa enzim penghidrolisis
pati selama proses sakarifikasi, yang kemudian dilanjutkan dengan

21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

proses gelatinisasi. Ketika pati mengalami proses hidrolisis oleh α-


amilase, enzim endo-acting ini melewati titik cabang. Namun secara
umum tidak mampu menghidrolisis ikatan α -1,6 glukosidik. Oleh
karena itu, sebagai hasilnya amilopektin terdegradasi sebagian
(Navarro and Polaina, 2011).

Gambar 2. 11 Hidrolisis Pati oleh Enzim α-Amilase (Navarro and


Polaina, 2011)
Titik cabang yang terdiri dari ikatan α-1,6 glukosidik tahan terhadap
serangan. Hal tersebut membantu dalam memaksakan tingkat resistensi
tertentu pada ikatan α-1,4 yang berdekatan. Oleh karena itu,
pemanjangan α-amilase pada amilopektin cenderung menghasilkan
pembentukan α -limit dekstrin, yang tidak lagi rentan terhadap proses
hidrolisis lebih lanjut oleh α-amilase. Selama proses sakarifikasi,
molekul amilopektin dan amilosa yang terhidrolisis sebagian
mengalami depolimerisasi oleh glukoamilase, yang membantu
menghilangkan unit glukosa langkah demi langkah dari ujung rantai
non-pereduksi. Laju reaksi hidrolisis oleh enzim glukoamilase ini
sangat bervariasi pada ukuran molekul, ikatan tertentu, dan pola

22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

susunan ikatan α -1,4 dan α -1,6. Glukoamilase cenderung


menghidrolisis ikatan α -1,4 dengan sangat efisien. Namun, hidrolisis
terjadi pada tingkat yang relatif lebih lambat untuk ikatan α -1,6
(Navarro and Polaina, 2011).

Gambar 2. 12 Hidrolisis Pati oleh Glukoamilase (Navarro and


Polaina, 2011)
Enzim glukoamilase juga membantu dalam mengkatalisis reverse
reaction dimana molekul dekstrosa digabungkan untuk membentuk
maltosa dan isomaltosa. Ketika α-amilase dan glukoamilase
digunakan secara berurutan untuk proses sakarifikasi pati sagu,
isomaltosa akan diproduksi. Namun, perlakuan campuran pullulanase
dan glukoamilase selama proses sakarifikasi pati sagu menghasilkan
produksi glukosa dan tidak ada isomaltosa. Reaksi kebalikan dari
dekstrosa biasanya terdiri dari kondensasi β-anomer dari D-
glukopiranosa, baik dengan molekul α- atau β-D-glukosa. Ini terjadi
dengan adanya glukoamilase dan prosesnya adalah:

23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

𝐷-glucose+𝛽-𝐷-glucose→Dissacharide+H2O (Robinson, 2015).


Isomaltosa tidak dapat dihidrolisis secara enzimatik menjadi unit
yang lebih kecil. Secara industri, isomaltosa adalah produk sampingan
yang menurunkan hasil glukosa secara keseluruhan dan tidak diterima
dalam sirup fruktosa tinggi yang digunakan dalam bentuk pemanis.
Inkubasi maltodekstrin bersama dengan jumlah glukoamilase yang
lebih tinggi menghasilkan pengurangan konsentrasi glukosa akhir
karena pembentukan isomaltosa yang terus menerus. Oleh karena itu,
penting untuk meminimalkan reaksi ini untuk meningkatkan hasil
glukosa akhir dalam industri pengolahan. Efisiensi reaksi sakarifikasi
dapat ditingkatkan ketika enzim pemecah cabang amilopektin tertentu
dimasukkan ke dalam sistem. Jika enzim pemecah cabang seperti
glukoamilase dan pullulanase digunakan secara bersamaan selama
proses sakarifikasi, pullulanase akan menghidrolisis titik cabang pada
residu amilopektin, diikuti dengan proses hidrolisis ikatan linier 1,4-α-
glukosidik oleh enzim glukoamilase. Akibatnya, kadar dekstrosa
maksimum yang dapat diproduksi lebih tinggi (Robinson, 2015).

Glukoamilase sangat penting dalam fermentasi dan industri makanan


untuk proses sakarifikasi pati dan oligosakarida serupa lainnya.
Glukoamilase secara berurutan menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik
dari ujung non-pereduksi pati, yang menghasilkan produksi glukosa.
Pada tingkat yang lebih rendah, ia juga memiliki kemampuan untuk
menghidrolisis ikatan α-1,6, yang menghasilkan produksi glukosa
sebagai produk akhir. Ketika datang ke aplikasi industri, penggunaan
utamanya terletak pada produksi glukosa, yang berfungsi sebagai
bahan baku untuk fermentasi biologis selama produksi sirup fruktosa
tinggi atau etanol. Ini juga membantu dalam meningkatkan barley mesh
untuk produksi bir. Glukoamilase adalah enzim kunci untuk produksi
kecap dan sake. Terutama dalam pembuatan sake, glukoamilase

24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memainkan peran penting karena laju fermentasi tergantung pada


aktivitas glukoamilase (Adrio and Demain, 2014).

25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Berpikir

Kebutuhan gula cair yang meningkat


Koro pedang memiliki kandungan
di Indonesia diikuti dengan
nutrisi yang cukup tinggi terutama
penambahan impor sebesar 30%
kandungan karbohidratnya
rata-rata setiap tahun

Kandungan karbohidrat yang tinggi Perlu adanya tindakan alternatif


berpotensi dijadikan sumber gula, untuk peningkatan jumlah produksi
khususnya gula cair gula cair di Indonesia

Belum ada penelitian mengenai pembuatan


gula cair dari koro pedang

Perlu adanya pengujian untuk mengetahui


karakteristik fisik, kimia, dan sensoris pada
produk sirup glukosa koro pedang

Gambar 2. 13 Diagram Alir Kerangka Berpikir


C. Hipotesis
Terdapat pengaruh waktu likuifikasi dan penambahan enzim pada
produksi sirup glukosa koro pedang (Canavalia ensiformis L.) dengan hidrolisis
enzim.

26
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

You might also like