You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Dalam dinamika kehidupan sehari-hari sering terjadi konflik di dalam

masyarakat. Konflik yang terjadi seringkali tidak dapat diselesaikan oleh para pihak

yang terkait. Untuk dapat menyelesaikan konflik tersebut seringkali diperlukan

adanya campur tangan institusi khusus yang memberikan penyelesaian secara

obyektif, penyelesaian tersebut tentunya didasarkan kepada pedomanpedoman yang

berlaku secara obyektif. Fungsi ini lazimnya dilaksanakan oleh suatu lembaga yang

disebut dengan lembaga peradilan, yang berwenang untuk melakukan pemeriksaaan,

penilaian dan memberikan keputusan terhadap konflik.

Kewenangan tersebut dikenal dengan kekuasaan kehakiman yang dalam

praktiknya dilaksanakan oleh hakim. Hakim dalam menyelesaikan konflik yang

dihadapkan kepadanya harus dapat menyelesaikan secara obyektif berdasarkan

hukum yang berlaku, maka dalam proses pengambilan keputusan, para hakim harus

mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun, termasuk dari eksekutif. Dalam

pengambilan keputusan, para hakim hanya terikat pada fakta-fakta yang relevan dan

kaidah hukum yang menjadi atau dijadikan landasan hukum keputusannya. Tetapi

penentuan fakta-fakta yang termasuk fakta-fakta yang relevan dan pilihan kaidah

hukum yang mana yang akan dijadikan landasan untuk menyelesaikan kasus yang

dihadapinya diputuskan oleh hakim yang bersangkutan sendiri.

1
Dengan demikian, jelas bahwa hakim atau para hakim memiliki kekuasaan

yang besar terhadap para pihak yang bersengketa berkenaan dengan masalah atau

konflik yang dihadapkan kepada hakim atau para hakim tersebut. Namun dengan

demikian berarti pula bahwa para hakim dalam menjalankan tugasnya sepenuhnya

memikul tanggung jawab yang besar dan harus menyadari tanggung jawabnya

tersebut, sebab keputusan hakim dapat membawa akibat yang sangat jauh pada

kehidupan orang-orang lain yang terkena oleh jangkauan keputusan tersebut.

Keputusan hakim yang tidak adil bahkan dapat membekas dalam batin para

yastisinbel yang bersangkutan sepanjang perjalanan hidupnya.1

Landasan yuridis dan filosofis kekuasaan kehakiman sebagai lembaga yang

mandiri dan bebas dari segala bentuk campur tangan dari luar, sebagaimana yang

dikehendaki di dalam Pasal 24 UUD 1945, bahwa kekuasaan kehakiman adalah

kekuasaan negara yang merdeka untuk menyeleggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, demi terselenggaranya

negara hukum Republik Indonesia. Oleh karena itu, hakim sebagai unsur inti dalam

SDM yang menjalankan kekuasaan kehakiman di Indonesia, dalam menjalankan

tugas pokok dan fungsi kekuasaan kehakiman wajib menjaga kemandirian peradilan

melalui integritas kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara

sebagaimana diatur di dalam Pasal 39 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009.

1
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hakim,Sinar Grafika, 2002, Jakarta,h. 29

2
Pancasila dan UUD 1945 secara tekstual disebutkan sebagai landasan dasar

kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum, maka kajian tentang kebebasan

hakim sebagai obyek material harus dipandang dan dimaknai dari sudut pandang

filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dan UUD 1945 sebagai landasan

yuridis konstitusionalnya. Jadi ketika dikaitkan dengan persepsi hakim Indonesia

dalam memaknai kebebasan hakim saat menjalankan tugas pokok yang dikatakan

adalah kebebasan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, maka kebebasan hakim adalah kebebasan dalam kontrol

koridor Pancasila dan UUD 1945.

Pancasila sebagai nilai dasar atau nilai fundamental mengandung pengertian

abstrak, umum, dan universal bagi bangsa Indonesia khususnya dan dunia pada

umumnya. Apabila dikaji secara mendalam, maka pengertian yang abstrak, umum,

dan universal tersebut, sangat ideal dan memungkinkan untuk dijabarkan ke bidang

filsafat, hukum, sosial, ekonomi, dan sebagainya 2. Dengan demikian nilainilai filsafat

yang terkandung dalam Pancasila dapat dijadikan sebagai alat untuk merefleksikan

makna hakiki kebebasan hakim dalam konteks penegakan hukum di Indonesia.

Hakim harus mampu merefleksikan setiap teks pasal yang terkait dengan fakta

kejadian yang ditemukan di persidangan ke dalam putusan hakim yang mengandung

nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai konstitusi dasar dalam UUD 1945, sehingga setiap

putusan hakim memancarkan pertimbangan nilai filosofis tinggi, konkretnya ditandai

2
Soejadi, Pancasila sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, Lukman Offset, 1999,Yogyakarta, h..88

3
oleh karakter putusan yang berKetuhanan, berperikemanusiaan, menjaga persatuan,

penuh kebajikan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Filsafat harus masuk membantu pikiran hakim menyusun pertimbangan

putusannya, sehingga putusan hakim mengandung nilainilai keadilan filosofis.

Putusan hakim yang baik harus mengandung 3 (tiga) pokok pertimbangan meliputi

pertimbangan keadilan filosofis, pertimbangan keadilan sosiologis, dan pertimbangan

keadilan yuridis.

Akhir-akhir ini banyak putusan, penetapan, dan tindakan hakim atau majelis

hakim yang mendapatkan kritik dan reaksi negatif dari masyarakat, yang dapat

menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Mahkamah Agung

sendiri berkesimpulan bahwa terjadinya kritik dan reaksi negatif tersebut disebabkan

karena kurangnya atau lemahnya kontrol ketua pengadilan 3 atau lemahnya

manajemen pengawasan pimpinan pengadilan4 terhadap pelaksanaan tugas para

hakim. Kelemahan kontrol tersebut adalah sebagai akibat adanya kerancuan

memahami prinsip kebebasan hakim yang diidentikkan dengan kebebasan lembaga

peradilan.

Berkaitan dengan prinsip kebebasan hakim tersebut, sebagian hakim telah

memahami kebebasan hakim yang melekat pada dirinya sebagai kebebasan absolut,

sehingga dengan dalil prinsip kebebasan hakim tersebut, sebagian oknum hakim

3
Lihat SEMA No.10 Tahun 2005, tentang bimbingan dan petunjuk Pimpinan Pengadilan terhadap hakim/majelis
hakim dalam menangani perkara.
4
Pasal 11 UU No. 2 Tahun 1986, menyatakan bahwa Pimpinan Pengadilan Negeri terdiri dari seorang ketua dan
seorang wakil ketua; pimpinan Pengadilan Tinggi terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua.

4
dapat melegalkan segala tindakannya dan pimpinan pengadilan tidak cukup memiliki

referensi argumentasi untuk meluruskan pendirian anak buahnya yang memaknai

kebebasan hakim secara keliru tersebut.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk menulis

proposal skripsi ini dengan memilih judul : “Batas-batas Kebebasan dan Pedoman

Hakim Dalam Penerapan Pidana”.

B. Rumusan Masalah.

1. Bagaimana Implementasi Prinsip Kebebasan Hakim Dalam Memutuskan

Suatu Perkara Pidana Yang Ditanganinya?

2. Apa Kendala Bagi Hakim Dalam Penjatuhan Perkara Pidana?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui seperti apa implementasi kebebasan hakim dalam

memutuskan suatu perkara pidana.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala bagi hakim dalam penjatuhan perkara.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Menambah sumber khasanah pengetahuan tentang kedudukan dan peran

pemerintah dalam melaksanakan pelayanan terhadap public khususnya sanksi pidana.

5
2. Secara praktis

Menjadi pengetahuan dan pertimbangan bagi parktisi hukum sehingga dapat

menjadikan dasar dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Terkhusus

hakim dalam menjatuhkan hukumanan agar tetap mewujudkan keadilan, ketertiban

dan kepastian hukum dengan menggunakan asas-asas kehakiman yang dimiliki.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi. Dalam pembahasan masalah, penulis sangat memerlukan data dan

keterangan dalam penelitian ini. Untuk mengumpulkan data dan keterangan, penulis

menggunakan metode sebagai berikut :

1. Tipe Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah, maka penelitian yang dilakukan adalah

penelitian Hukum Normatif Empiris. Penelitian normatif empiris adalah suatu

metode penelitian yang dalam hal ini menggabungkan unsur hukum normatif yang

kemudian didukung dengan penambahan data atau unsur empiris.

Sumber Bahan

Dalam Penelitian ini Penulis melakukan pengumpulan bahan hukum yang

mencakup :

a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan. Dalam kajian ini

peneliti menggunakan bahan hukum yang mengikat seperti peraturan perundang-

undangan.

6
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

3) Undang- Undang Negara Republik Indonesia No 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman.

4) Undang -Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

5) Undang -Undang Nomor 8 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan umum.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan

hukum primer, penulis menggunakan bahan hukum sekunder meliputi; buku

literatur, karya ilmiah maupun hasil penelitian, jurnal, artikel, arsip-arsip yang

mendukung dan bahan-bahan hukum lainnya yang dimuat dalam media

elektronik di internet yang berkaitan untuk dijadikan bahan perbandingan.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum dan kamus bahasa

Indonesia.

F. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi

dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan

identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.5

5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hlm. 6.

7
a. Teori Penegakan Hukum

Dalam penjatuhan pidana ada suatu pendapat atau teori tentang Penegakan

Hukum. Mengenai teori penegakan hukum Satjipto Rahardjo memberikan

pendapatnya yaitu, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan

keinginan-keinginan hukum (pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang

dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum) menjadi kenyataan.6

Secara konsepsional, intidan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang

baik yang terwujud dalam serangkaian nilai untuk menciptakan, memelihara, dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan

penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor ini saling berkaitan dengan erat, merupakan esensi serta tolak ukur dari

effektivitas penegakan hukum, yaitu:

1) Hukum (undang-undang) yang baik.

2) Penegak hukum yang tangguh.

3) Sarana atau fasilitas yang mendukung.

4) Masyarakat yang sadar hukum.

5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai. hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

6
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1983, hlm. 24.

8
b. Teori Pemidanaan

Selain teori mengenai penegakan hukum, terdapat teori lainnya yaitu Teori

Pemidanaan yang berhubungan langsung dengan pengertian hukum pidana subjektif.

Teori ini mendasarkan kepada penjelasan dan mencari hak dari negara untuk

menjatuhkan serta menjalankan hak tersebut. Teori pemidanaan terbagi atas 3 (tiga)

kelompok, yaitu:

1) Teori Absolut

Teori ini memberikan pembenaran bagi negara untuk menjatuhkan pidana

berupa penderitaan kepada penjahat karena penjahat telah memberikan penderitaan

kepada orang lain. Immanuel Kant, kejahatan sendirilah yang membuat anasir-anasir

yang menuntut pidana dan membenarkan pidana dijatuhkan. Konsekuensi tersebut

adalah suatu akibat logis yang menyusul tiap kejahatan.7

2) Teori Relatif

Teori ini berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk

menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib

itu diperlukan pidana. Von Feurbach menyatakan sifat menakuti dari pidana itu,

bukan pada penjatuhan pidana, tapi pada ancaman pidana yang dinyatakan dalam

undang-undang.8

7
Adami Chazaw, Pelajaran Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 168.
8

9
3) Teori Gabungan

Pada dasarnya teori gabungan adalah gabungan teori absolut dan teori relatif.

Menurut Thomas Aquino,dasar pidana itu adalah kesejahteraan umum. Sifat

membalas dari pidana merupakan sifat umum dari pidana, tetapi bukan tujuan dari

sebab tujuan pidana pada hakikatnya adalah pertahanan dan perlindungan tata tertib

masyarakat.9

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah merupakan gambaran bagaimana hubungan

antara konsep-konsep yang akan di teliti. Konsep adalah kata yang menyatakan

abstraksi yang digeneralisasi dari gejala-gejala tertentu.10 Berdasarkan definisi

tersebut, guna memberikan kemudahan dalam memahami pengertian istilah-istilah

yang digunakan dalam penelitian ini maka akan diberikan batasan-batasan yaitu:.

a. Pertimbangan Hakim

Pertimbangan Hakim adalah pemikiran-pemikiran atau pendapat hakim dalam

menjatuhkan putusan dengan melihat hal-hal yang dapat meringankan atau

memberatkan pelaku.11

9
Ibid.
10
Ibid.
11
Fred N. Kerlinger, Asas-asas Penelitian Behavioral; Edisi Indonesia, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1996, hlm. 4.

10
b. Penjatuhan Pidana

Penjatuhan Pidana adalah memberikan atau membebankan suatu penderitaan

atau nestapa kepada orang yang melanggar suatu perbuatan yang dilarang dan

dirumuskan oleh undang-undang.12

c. Tindak Pidana

Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,

larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa

yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pelanggaran norma atau

gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah

dilakukanterhadap seorang pelaku.13

Menurut Simons, pengertian tindak pidana adalah tindakan yang dilakukan

dengan sengaja ataupun tidak sengaja dan diancam dengan pidana bersifat melawan

hukum oleh seseorang yang mampu bertanggung jawabkan atas tindakannya.

F.Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara singkat materi yang dibahas dalam

penulisan proposal ini, maka secara sistematika adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai: Latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode

Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

12
12Trimen Harefa, "Pertimbangan Hukum Oleh Hakim Dalam Memutus Perkara”,
http://trimenhukumbloganda.blogspot.co.id/2014/07/pertimbangan-hukum-oleh-hakimdalam.html,
13
Adami Chazaw, Op.Cit, hlm. 23.

11
BAB II Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini berisi tentang penelaahan kepustakaan dan kerangka

berpikir yang diijadikan acuan untuk mendasari penganalisisan data,

berpangkal kerangka teori, pendapat para ahli, dan berbagai sumber yang

dapat mendukung penelitian ini. Bab ini secara umum berisikan tentang

Pengertian Pidana, Jenis Pidana, Pengertian Hakim, Putusan Hakim dan

Pertimbangan, Kebebasan hakim.

BAB III

Dalam bab ini berisi tentang hasil dari skripsi yaitu Implementasi Prinsip

Kebebasan Hakim dan Kendala Bagi Hakim dalam Penjatuhan Perkara

Pidana.

BAB IV Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari skripsi.

12

You might also like