You are on page 1of 39

BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Temuan
Berlandaskan kegiatan analisis dokumen terhadap sumber penelitian yakni
fatwa Ki Hadjar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dalam Pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang telah dilakukan oleh peneliti pada Desember
2021 hingga Juni 2022 mendapatkan berbagai temuan yang didapatkan setelah
melalui proses reduksi data dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian :

4.1.1 Riwayat Hidup Ki Hajar Dewantara


Bapak Pendidikan dilahirkan pada tanggal 2 mei 1889. Beliau merupakan
keturunan darah biru atau keturunan dari keluarga keraton, yaitu Pura Pakualam,
Yogyakarta. Ia memiliki gelar bangsawan Jawa yang telah diturunkan untuk
seorang laki-laki turunan ningrat yakni Raden Mas, dari turunan kedua hingga
ketujuh dari raja atau pemimpin yang terdekat secara silsilah yang telah
memerintah. Gelar ini disematkan oleh seluruh kerajaan di Jawa pewaris
Mataram. Nama asli Ki Hajar Dewantara adalah Suwardi ia merupakan cucu dari
Sri Paku Alam III, sementara ayah beliau bernama K.P.H. Suryaningrat. Ibunda
beliau bernama Raden Ayu Sandiyah adalah buyut dari Nyai Ageng Serang,
seorang turunan dari Sunan Kalijaga. (Rahardjo, 2020, hlm. 9)
Sejarah mencatat hubungan antar biografi yang menapaki dan menyelami
batas waktu. Mengulas Ki Hajar Dewantara, artinya paham akan hubunganya
dengan tokoh sejarah satu zaman eksklusif dalam bidang politik, walau bidang
yang lain tak dapat dilewatkan. (Wiryopranoto, Herlina, Marihandono,
Tangkilisan, 2017, hlm. 9)
Mengenai profesi yang telah dijalnkan olehnya yakni dunia jurnalisme
yang berkecimpung dalam sejumlah media cetak, diantaranya : Soeditomo,
Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan
Poesara yang melantingkan kritik sosial politik kaum bumiputra terhadap
penjajah. Tulisan beliau komunikatif, halus, masuk ke dalam hanyutan
pembacanya, dan tegas. Jiwa sebagai pendidik sudah ada dalam sanubari beliau
yang terselenggara dengan membangun Perguruan Taman Siswa (1922) bertujuan
untuk mendidik masyarakat bumiputra. (Suhartono, Nina Herlina, Djoko
Marihandono, Yuda B Tangkilisan, 2017)
Sebagai seorang priayi Jawa, Ki Hajar Dewantara menempuh pendidikan
di ELS (Europeesche Lagere School). Yakni sekolah rendah untuk anak – anak
Eropa. Selanjutnya beliau berkesempatan masuk STOVIA. (School tot Opleiding
Voor Inlandsche Artsen) yang terbiasa disebut Sekolah Dokter Jawa. Namun
disebabkan keadaan kesehatan tidak memungkinkan akibatnya Ki Hajar
Dewantara tak lulus dari sekolah tersebut. (Suhartono, Nina Herlina, Djoko
Marihandono, Yuda B Tangkilisan, 2017)
Sebagai sosok yang berasal dari keluarga bangsawan Pakualam Raden
Mas Suwardi memilki personal yang begitu sederhana dan begitu dekat pada
kawula (rakyat). Jiwa beliau telah bersatu melalui pendidikan dan budaya adat
jawa agar dapat meraih kesetaraan sosial politik terhadap masyarakat kolonial.
Energi itulah yang mencorakan fondasi beliau dalam mengikhtiarkan kesatuan
melalui nasionalisme budaya hingga pada nasionalisme politik. (Suhartono, Nina
Herlina, Djoko Marihandono, Yuda B Tangkilisan, 2017)
Tekadnya dalam menjunjung nasionalisme Indonesia melalui pendidikan
dilaksanakan dengan menentang Undang - Undang Sekolah Liar (Wilde Scholen
Ordonnantie 1932). Undang - Undang ini yang menghambat jalannya
nasionalisme pendidikan Indonesia yang kemudian ditiadakan oleh pemerintah
kolonial, Perjuangan dalam bidang politik dan pendidikan yang menjadikan
pemerintah Republik Indonesia menghargainya dengan perolehan jabatan di
pemerintahan RI, Ki Hajar Dewantara di angkat sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (1950). Ki Hajar Dewantara menyandang gelar doktor honoris causa
dari Universitas Gadjah Mada (1959), Meskipun perjuangan beliau belum usai
dalam mendidik generasi bangsa. Telah terbukti Ki Hajar Dewantara yang
merintis bangkitnya pendidikan di Indoensia. Kemuidan Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat wafat pada 26 April 1959 dimakamkan di pemakaman keluarga
Taman Siswa Wijaya Barata, Yogyakarta. (Suhartono, Nina Herlina, Djoko
Marihandono, Yuda B Tangkilisan, 2017)
4.1.2 Mengenal Citra Kepribadian Ki Hadjar Dewantara
Ki Hajar Dewantara hadir dengan sosok pemberontak bagi pihak penjajah
Belanda. Dan memang demikian adanya, Beliau merupakan figur yang pemberani
mempersoalkan kebijakan pemerintahan kolonialis, menganalisis secara tajam
untuk menemukan kesalahan atau kebenarannya, bahkan menentangnya secara
terbuka dengan cara menulis tulisan yang benar dan cerdik, berbicara lantang dan
menunjukan wibawa kepemimpinan sejati. Akibat tindakan itu, ia tidak jarang
berurusan dengan pihak penjajah. Keselamatannya pun terancam. Meskipun
demikian, semangat perjuangannya tidak pernah pudar. Arus pemikiran dan
gagasanya perihal cara membentuk kecerdasan manusia di Indonesia dan
kesadaran atas hak asasinya tak pernah luntur. Ia tak terlalu risau akan resiko yang
dapat menimpa keselamatannya. Selain menjalani internering di Negeri Belanda
ia bahkan mempertajam fokus perjuangannya dalam dan melaui bidang
pendidikan. (Samho, 2013, hlm. 25)
Kepemimpinan yang sejati dibuktikan oleh Ki Hajar Dewantara dalam
memperjuangkan kemanusiaan Indonesia di dalam kehidupanya sehari-hari.
Dalam kehidupannya di tengah-tengah keluarganya, ia begitu dekat dengan
segenap anggota keluarganya, penuh ke-bapak-an,sabar,peduli,tegas dan
berwibawa. Para sahabat dan segenap anggota keluarganya memuji sebagai kepala
keluarga yang figuratif dalam berbeda rasa, bertanggung jawab dan
berbelaskasihan kepada siapa pun juga kebijaksanaannya dalam memimpin
keluarganya diakui banyak pihak dan terpancar di dalam teladan
kepemimpinannya di organisasi – organisasi politik khususnya di Perguruan
Taman Siswa. (Samho, 2013, hlm. 26)
Selama perjuangan dalam merintis kemerdekaan Indonesia dan membela
kemanusiaan Indonesia yang ditindas oleh kesewenang-wenangan Pemerintah
Kolonial, Ki Hadjar Dewantara telaha menunjukan kualitas, totalitas, dan
integritas dirinya sebagai manusia Indonesia sejati. Pengaruhnya dalam
membentuk mentalitas dan kepribadian generasi muda di Indonesia pada masa
perjuangan dan di awal masa kemerdekaan diakui dan dipuji segeanp tokoh di
Indonesia. Dalam keluarganya, ia adalah ayah yang penuh cinta dan kehangatan.
Sementara bagi bangsanya, ia adalah sosok pemimpin, politikus dan pendidik
sejati yang mengabdikan dirinya secara total. Ia adalah salah satu pemimpin dan
pendidik sejati yang sejarah Bangsa Indonesia miliki. (Samho, 2013, hlm. 26)

Pemimpin Yang Merakyat dan Humanis


Pada saat genap berusia 40 Tahun, Ki Hajar Dewantara mengganti
namanya, Ia menetapkan nama baru agar senantiasa lebih “merakyat”, yaitu sejak
saat beliau tak ingin memakai gelar kebangsawanan didepan namanya. Hal itu
bermaksud agar beliau bisa independen mendekati rakyat, baik secara lahir dan
batin untuk bersosialisasi dengan tulus. (Samho, 2013, hlm. 27). Bagi Ki Hadjar
Dewantara, dengan meninggalkan gelar bangsawannya, maka beliau merasa
semakin dekat terhadap rakyrat yang beliau perjuangkan, baik lahir dan batinnya.
Beliau merupakan sosok pemimpin yang sejati, beliau pahlawan mempunyai
banyak karya dan tak terpikat oleh gelar bangsawanan miliknya. Beliau sudah
menberikan pengajaran bagi bangsanya mengeni arti penting tujuan hidup dan cita
– cita sudah semestinya diperjuangkan, tak hadir dengan tiba - tiba, dan enggan
datang sebagai hadiah. (Rahardjo, 2020, hlm. 98)

Pemimpin yang Religius dan Pemberani


Sejarah mencatat bahwa beliau adalah seorang pahlawan yang menjadi
kunci bagi bangsa kita dalam upaya mencapai kemerdekaan Indonesia, beliau
berjasa melalui dunia pendidikan bagi bangsa Indonesia. Ia adalah tipe pemimpin
yang religius, tegas, visioner dan pemberani. Keberaniannya dalam mendirikan
Perguruan Taman Siswa jadi sebuah persaingan untuk sistem pendidikan kolonial
Belanda, menggambarkan dirinya yang sebenarnya. Aktivis dan rencana
pendidikan Perguruan Taman Siswa yang dibentuknya menggemakan idealisme
yang dibuatnya, yaitu berjerih payah menjadikan identitas kemanusiaan dan
nasionalisme Indonesia. Sikap pemberani yang bersatu erat dalam dirinya itu
sebenarnya berlandaskan nilai-nilai religius yang dianutnya sejak kecil, yang juga
membuatnya menjadi sosok yang rendah hati dalam kehidupannya sehari-hari. Ia
menjalani hidupnya secara tenang dan bersahaja; terbiasa hidup sederhana, jujur,
dan tidak bermental pragmatis. Dalam menghadapi berbagai tantangan hidupnya,
ia selalu tenang bagikan telaga. Namun, di balik jiwanya yang “tenang bagaikan
telaga” itu, gelora jiwa pemberani Ki Hajar Dewantara sesungguhnya bagaikan
kisaran arus gelombang yang dahsyat dan terus bergerak menuju titik perubahan
mendasar bagi bangsanya. Gagasan – gagasan kritis – refleksifnya yang
mencerminkan gejolak perasaannya yang menolak segala bentuk kebijakan
penjajah yang merendahkan kemanusiaan bangsanya diungkapkannya dengan
cerdas melalui tulisan – tulisan yang diunggah di beberapa media cetak seperti:
Sedoyo Utomo (berbahasa jawa) di Yogyakarta, Midden Java (berbahasa
belanda) di Bandung, Oetoesan Hindia, Tjahaja Timoer dan Poesara. Kemudian
eksperesi prinsip hidup dan gemuruh jiwa pemberaninya itu yang tampak pada
kritik pedas dan cerdas kepada pemerintah kolonial melalui tulisan “Seandainya
Aku Seorang Belanda”, yang diunggah dalam media cetak de express milik
Douwes Dekker. Tulisannya itu bermuara pada kemelut politik yang antara lain,
menghantarnya berangkat ke Negeri Belanda untuk menjalani internering (hukum
buangan) pada Agustus 1913. (Samho, 2013, hlm. 32)
Kecuali itu, keaktifannya dalam mengungkapkan pemikiran-pemikiran
kritisnya dalam forum-forum diskusi di antara cerdik pandai dalam organisasi-
organisasi seperti Budi Utomo, Sarikat Islam, Indisch Partij mengeskperesikan
kualitas dirinya. Jiwa pemberani Ki Hajar Dewantara tercermin dalam prinisp
hidupnya, misalnya; Ia ingin tetap hidup di atas kaki sendiri, berjuang terus untuk
tanah air, walau menderita tak mau minta-minta. Prinsip demikian mencerminkan
jati diri pejuang sejati yang pemberani dan memang pantas dihormati dan
diteladani bangsa Indonesia dalam menghadapi krisis multidimensional dan krisis
kepemimpinan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini. (Samho,
2013, hlm. 33)
Ki Hajar Dewantara dimuliakan oleh hierarki masyarakat Indonesia bukan
disebabkan oleh gelar pendidikan yang ditemouhnya dan alasan genealogisnya,
tetapi karena keutuhan, kelengkapan, kepatuhan dan keteguhannya dalam
memperjuangkan rakyat Indonesia dari beragam kondisi tirani yang tidak humanis
serta upayanya dalam mencerdaskan bangsa yang bermartabat. Bagi para
sahabatnya, Ki Hajar Dewantara adalah pribadi yang pemberani sehingga layak
diteladani oleh bangsa Indonesia untuk menjadikan bangsa Indonesia yang otentik
dan berintegritas diri. (Samho, 2013, hlm. 33)
Pemimpin yang Berbela Rasa kepada yang Lemah
Seperti yang ditegaskan di atas bahwa implikasi pergantian nama yang
ditempuh Ki Hajar Dewantara dengan penuh kesadaran membuat diri nya lebih
merakyat. Ia menjadi dekat dengan rakyat, dapat dan bisa bergaul dengan
siapapun tanpa merasa perlu terhalang oleh status sosial yang pernah melekat pada
dirinya sebelumnya. Sejak kecil Ki Hadjar Dewantara sudah terbiasa hidup
sederhana, mandiri dan solider dengan sesamanya.
Kondisi ini kemudian menempa kepribadiannya menjadi pribadi yang
religius, rendah hati, dan berbela rasa. Ia suka menolong orang lain yang
mengalami kesusahan. Ia bukan hanya pribadi yang tergerak hatinya oleh rasa iba
dan belas kasihan kepada yang lemah, tetapi juga ramah dan suka mempelajari
hal-hal baru. Keramahan dan kerendahan hatinya, misalnya tampak dalam
sikapnya terhadap orang-orang yang berada disekitarnya. Ia mudah bergaul
dengan siapapun, termasuk dengan masyarakat biasa yang bukan berasal atau
tergolong keturunan ningrat. Pribadinya yang terbuka dan moderat itu kelak
membuatnya selalu berpihak kepada golongan yang direndahkan dan yang
menjadi korban ketidakadilan sistemik penjajah Belanda.
Ia sesungguhnya adalah pribadi yang sederhana dan berpotensi menjadi
pemimpin yang berjiwa besar. Masa kecilnya yang diajarkan mengenai
kereligiusan dan dididik untuk memahami soal-soal kesuasteraan, keagamaan, dan
budaya Jawa telah menoreh kesan mendalam dan menjadi materai abadi yang
menandai ranah afekif Ki Hajar Dewantara. Itulah yang membentuk jiwanya
begitu halus, lembut, peka, peduli dan bersedia terlibat untuk membantu
sesamanya yang tak berdaya, tapi tegas dan berwibawa.
Sejak kecil ia dilatih pula untuk senantiasa bersyukur, tekun berdoa, dan
membuatnya tidak melihat keterbatasan secara meteril dalam keluarganya sebagai
halangan untuk menolong sesama yang mengalami kesulitan.
Itulah kelak yang mengakar dalam jiwa kepemimpinannya, yakni bersolidaritas
aktif untuk peduli dan terlibat dalam mengeluarkan sesama manusia dari segala
himpitan beban kehidupan secara politis, ekonomis, sosial dan budaya agar tidak
terjebak dalam kondisi hidup yang dehumanistik. (Samho, 2013, hlm. 34)

Pemimpin yang berjiwa Pluralis


Bila kita cermati asas-asas ajaran yang menjadi landasan rambu – rambu
Perguruan Taman Siswa yang dikembangkannya, teranglah bahwa Ki Hajar
Dewantara adalah seorang pribadi berjiwa pluralis. Perjuangan dan cita-cita
pendidikannya bukan ditujukan kepada satu golongan saja, namun bagi seluruh
golongan Bumiputera di tanah Hindia. Perguruan Taman Siswa dalam aspek
kegiatannya mencerminkan rasa hormat pada fakta pluralitas dan keragaman
identitas. Wawassan tentang kebangsaan yang dikembangkan dan diajarkannya di
Perguruan Taman Siswa bertujuan untuk mencegah terjadinya friksi atau untuk
mengatasi pertentangan akibat perbedaan dan diskriminasi atas dasar apa pun.
(Samho, 2013, hlm. 35)
Jiwa Prularis Ki Hadjar Dewantara sudah terasah sejak ia kecil. Ia
bergabung dan bermain dengan rekan-rekannya yang berbeda baik suku, maupun
agama. Kelak jiwa yang terbuka untuk sesama dari semua lapisan dan golongan
serta identitas itu mulai terbentuk ketika ia bergabung dengan Indisch Partij,
yakni yang didirikan oleh Indo Eropa bernama E.F.E Douwes Dekker, atau
dengan nama lainnya Dr. Danudirdja Setyabudhi.
Dalam ajarannya tentang kebangsaan, yang menjadi perspektif dari
pemahaman kemanusiaan yang dikembangkannya, beliau memperteguh jiwa
pluralisnya. Ketika berhadapan atau terlibat di dalam simpang siurnya gerakan
kemerdekaan yang tidak selalu berdasarkan paham yang pluralistik (misalnya:
orientasi kedaerahan, keagamaan, keturunan, golongan ataupun ideologi). Ki
Hadjar Dewantara berusaha menanamkan spirit hormat pada pluralitas dengan
cara menumbuhkan wawasan kebangsaan yang pluralis. (Samho, 2013, hlm. 37)

Sang Nasionalis Sejati


Sebagai perintis kemerdekaan Indonesia yang terlibat aktif dalam
membidani strategi perjuangan bangsa Indonesia, Ki Hadjar Dewantara tidak
pernah berkompromi dengan pihak penjajah untuk sekadar mencari kenyamanan
hidup pribadi. Perjuangannya yang terekspresi dalam berbagai kegiatannya adalah
mewujudkan kemerdekaan bangsanya. Semangat demikian sungguh mencitraka
dirinya sebagai nasionalis sejati: pejuang kemerdekaan Indonesia yang memiliki
kepribadiaan yang tangguh dan selalu siap menghadapi segala kemugkinan baru
dalam arah perjuangan demi Indonesia merdeka pada masa penjajahan. (Samho,
2013)
Semangat dan kepribadiaannya yang tangguh itu ditunjukan Ki Hadjar
Dewantara ketika ia terpaksa keluar dari sekolah Dokter Jawa (STOVIA). Beliau
bersekolah dari 1905 - 1910 itu memberikan ilmu yang bermakna untuknya yang
utama pada perihal pengajaran bahasa Belanda. Harapan beliau setelah keluar dari
sekolah tersebuy yakni melanjutkan aktivitasnya dalam pergerakan perjuangan
seperti jurnalistik, organisasi politik yang kemudian dilanjurkan dengan
mendirikan lembaga pendidikan. Dalam ranah perjuangannya itu, ia menunjukan
kualitas dan otentisitas nasionalismenya sebagai aktivits, jurnalis dan politikus
yang tangguh. Gelora nasionalismenya itu membuatnya selalu mendahului
kepentingan rakat banyak karena beliau sangat mendahulukan kepentingan
bangsanya di atas kepentingan pribadinya. (Samho, 2013, hlm. 38)
Jiwa kebangsaan yang telah melekat semenjak beliau masih muda
membawa pengaruh dan tekad dalam dirinya guna mewujudkan konsep
pendidikan yang berlandaskan kebangsaan. Beraneka ragam lapisan kerap
menyepadankan Beliau dengan Rabindranath Tagore, yakni ahli pendidikan dan
sejarawan dunia yang terkanal sudah mensuskeskan dasar pendidikan India.
dikarenakan berkawan dan mempunyai ekualitas tujuan memperjuangkan
kemerdekaan bangsa dari keterbelakangan. Ki Hajar beserta Tagore memiliki
kesamaan dekat dengan rakyatn, mecintai kemerdekaan dan bangga akan budaya
bangsanya. (Rahardjo, 2020, hlm. 103)
Melalui berbagai media, Ki Hadjar Dewantara menyalurkan semangat
nasionalisme dan pemikiran kritisnya untuk mengunggah kesadaran generasi
muda di tanah jajahan Belanda pada masa itu agar mereka berani bangkit
membela hak – haknya dalam aksi yang nyata, dan tentu sambil berharap agar
pihak penjajah mengerti kondisi rakyat jajahannya. Lebih dari itu, gagasan-
gagasan yang dituangkannya dalam tulisannya, yang sarat dengan kritik dan
penolakan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial itu, sebetulnya
berupaya agar penjajah meringankan beban yang harus ditanggung rakyat jajahan.
(Samho, 2013, hlm. 39)
Tindakan Ki Hajar itu dilatarbelakangi kecintaanya kepada rakyat.
Ditentukannya pendidikan dan kebudayaan sebagai bentuk perjuangan yang tak
terhindar dari strategi untuk membebaskan diri dari kungkungan penjajah.
Sementara logika pemikirannya yaitu bila bangsa diberikan pendidikan yang
mumpuni maka pengetahuannya bertambah banyak sehingga harapan untuk
merdeka sudah pasti bertambah tinggi. (Rahardjo, 2020, hlm. 103)

Pemimpin yang idealis: Tidak Opotunis dan Tidak Pragmatis


Keseriusan Ki Hadjar Dewantara untuk berjuang melalui jalur pendidikan
memang menyita waktu, tenaga dan pikirannya. Walaupun demikian, beliau tak
meninggalkan ranah politik dan jurnalistik. Kedua ranah tersebut masih
digelutinya sebagai kepentingan dan penopang utama guna membangun rasa sadar
generasi muda Indonesia tentang pentingnya pendidikan. Maka dari pada itu
beliau senantiasa aktif dalam tiga bidang tersebut secara stimultan. (Samho, 2013,
hlm. 46)
Ki Hadjar Dewantara tampaknya sadar betul bahwa ketiga bidang itu perlu
diintegrasikan supaya kokoh sebagai sarana menuju kemerdekaan itulah yang
membuatna secara mantap meyakini bahwa pendidikan adalah kunci dasar untuk
membuka kebuntuan menuju kemerdekaan. Aktivitas dalam dunia pendidikan
akan membangun kesadaran dan memperluas wawasan pengetahuan generaso
muda Indonesia akan identitas dirinya sebagai bangsa. Artinya, bidang pendidikan
membuat generasi muda memiliki kapabilitas dalam bidang politik dan jurnalistik
serta memiliki kesadaran akan pentingnya mencapai kemerdekaan bangsanya.
(Samho, 2013, hlm. 46)
Sementara bidang politik dan juranlistik adalah medan di mana idealisme
pendidikan itu didaratkan dalam praksis perjuangan menuju kemerdekaan. Di
alam kemerdekaan itulah kesadaran semua kalangan yang memihak pada
kebenaran dan keadilan diyakini dapat terakomodasi dalam praksis kehidupan.
Kemerdekaan adalah alam di mana seseorang dapat menegakan hak-haknya
dengan mengekspresikan dirinya secara bertanggung jawab kepada Tuhan dan
sesama. (Samho, 2013, hlm. 46)

Pecinta Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara merupakan salah satu dari sekian pemimpin dan
pejuang sejati pergerakan kemerdekaan Indonesia, ia adalah orang yang optimistis
tentang pendidikan sebagai tokoh yang esensial dan fundamental akan
perjuangananya terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia. Optimisme demikian
sebetulnya selalu relevan untuk konteks segala jaman. (Samho, 2013, hlm. 48)
Bila menelusuri catatan sejarah seputar kehidupan Ki Hajar Dewantara,
dapat ditemukan bahwasannya beliau merupakan figur pendidik sejati karena ia
tekun belajar dan telah jatuh hati dengan dunia pendidikan mulai semasa kecilnya.
Kecintaanya pada dunia pendidikan menjadika beliau senantiasa teguh dalam
belajar dan sekolah. Ekonomi yang terbatas menekan kehidupan keluarganya,
tetapi sedari kecil beliau tak menghambat untuk berjaya dan meningkatkan hidup,
bersekolah dan belajar. Ia bahkan selalu bersemangat untuk belajar dan rajin ke
sekolah. (Samho, 2013, hlm. 48)

Pendidik Sejati
Dapat dicermati bahwa keterlibatan Ki Hadjar Dewantara dalam seluruh
derap langkah perjuangannya menuju Indonesia merdeka, dikarenakan
keyakinannya bahwa dunia pendidikan adalah jalur yang mendasar untuk
membangun bangsanya. Dengan demikian beliau berusaha menumbuhkan
kesadaran generasi muda bahwasannya bangsa lain tak lebih tinggi martabat atau
derajatnya dari bangsa Indonesia.
Serta mengingatkan kepada generasi muda Indonesia bahwa bangsa lain
memang ada yang lebih maju dalam pendidikan, ekonomi dan kedaulatan politik
daripada bangsa Indonesia. Maka, Ki Hadjar Dewantara mengajak generasi muda
Indonesia untuk maju bersama sebagai bangsa dalam mengangkat martabat
kebangsaan dan bersama-sama pula menegakkan hak-hak kemanusiaan. (Samho,
2013, hlm. 54)
4.1.4 Impelentasi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel
dalam Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Ajaran mengenai Fatwa atau Semboyan beliau dalam buku Ki Hajar
Dewantara “Pemikiran dan Perjuangannya” ini bermula diinformasikan oleh
sesepuh Tamansiswa dan warisan leluhur nenek moyang. (Wiryopranoto, Herlina,
Marihandono, Tangkilisan, 2017). Ngandel bermakna yakin pada penguasa Tuhan
dan juga kekuatan akan diri, ini sesuai dengan ajaran yang diterapkan dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan termasuk bila dikaitkan dengan
Ideologi Negara Indoneia yakni Sila Pertama pada Pancasila, telah ditetapkannya
ketuhanan yang maha esa, itu artinya tuhan berada diatas segala galanya dalam
hidup kita, dan seluruh warga negara Indonesia harus memiliki keyakinan dalam
menganut agama dan kepercayaannya masing masing.
Dalam perencanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentunya
para guru senantiasa tidak boleh menghiraukan sila ini dalam kegiatan belajar
mengajar, yang dimulai dengan berdoa dan senantiasa mengingatkan akan kuasa
tuhan dan contoh kebaikan yang harus dilaukan oleh peserta didik yang dikaitkan
dalam setiap pembelajaran, Namun apakah semua guru sudah menerapkan sila
pertama ini dalam setiap kegiatan pembelajaran? Ataukah terkadang lupa bahkan
terlewat begitu saja karena dianggap hal yang biasa dan tidak begitu penting? Bila
ada yang beranggapan begitu, ini merupakan sebuah kesalahan yang besar dan
fatal, karena sejatinya sebagai manusia Indonesia yang mempunyai dan
mempercayai Tuhan, kita akan hampa bila hidup tidak membutuhkan Tuhan Yang
Maha Esa.
Maka sudah seharusnya seorang Pendidik jangan menghiraukan kegiatan
berdoa saat memulai dan mengakhiri pembelajaran, dengan begitu para peserta
didik dapat mengingat selalu pada Tuhannya pada setiap saat. Kemudian Kandel
berarti Tebal, tebal disni artinya kuat badan tubuh lahir dan batinnya, meskipun
banyak ujian yang menerpa hidupnya peserta didik maupun seorang Pendidik
harus senantiasa kuat menghadapi segala rintangan yang akan di hadapi
dikemudian hari. Maka sudah sepatunya dalam pembelajaran Guru PKn
menceritakan pengalaman berharga yang baik untuk diceritakan pada peserta
didik sebagai inspirasi dan motivasi dalam menjalani hidup di dunia ini.
Agar peserta didik kuat dan tidak salah arah dalam menghadang segala
rintangan di depan. Kemudian Kendel, yang berarti berani, menghindari rasa takut
atau prasangka buruk. Seorang Guru PKn dalam pembelajaran harus senantiasa
memberikan pesan positif kepada peserta didik agar senantiasa memiliki
keberanian dalam mencoba suatu hal, tentunya hal yang positif. Seperti
menggapai cita cita, belajar maupun mengikuti ajang perlombaan agar dapat
meningkatkan segala bentuk prestasi di masa muda. Menjadi seoarang Guru PKn
dalam pembelajaran harus senantiasa menyemangati peserta didik untuk tidak
berprasangka buruk pada Tuhan maupun sesama Manusia.
Guru PKn harus senantiasa memberikan semangat yang positif pada
peserta didik dalam menjalani kehidupan dunia ini, karena penguatan dari gurulah
yang sangat berarti dan dibutuhkan oleh para peserta didik. Jangan sampai ada
kata kata atau perbuatan yang menyakiti hati peserta didik, semestinya senantiasa
diingatkan agar selalu semangat dan tak kehilangan arah dari jalan Tuhan yang
Maha Esa dan bensyukur atas semua nikmat yang sudah Tuhan yang maha Esa
berikan, sehingga peserta didik meyakini bahwa rencana dan ketetapan Tuhan
bagi hidup kita adalah yang terbaik.
Dengan begitu peserta didik akan senantiasa menerima setiap keputusan
Tuhan dalam Hidup mereka tanpa berburuk sangka ataupun menyalahkan Tuhan.
Guru PKn dalam pembelajaran mesti mengingatkan pada peserta didik bahwa
jalan yang akan dihadapi, ujian dan cobaan setiap manusia ini sangatlah berbeda-
beda maka dengan itu janganlah lari atau menjauh dari Tuhan yang maha esa
namun sebagai manusia atau pribadi yang yakin akan tuhan yakni selalu kuat
dalam menjalani segala hidup yang ditentukan oleh tuhan. Kemudian Bandel,
Bandel disini berarti tahan, tawakal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Tawakkal merupakan meyerahkan diri pada ketetapan Allah dengan hati penuh
keyakinan pada Allah. Itu bermakna Guru mesti memberikan contoh tawakal yang
terbaik untuk para peserta didiknya dalam setiap pembelajaran.
Mengajar merupakan perubatan yang bertautan dengan mengintegrasikan
secara menyeluruh dari beragam komponen kemampuan. Diantaranya berupa
pengetahuan, keterampilan, sikap dan juga nilai. (Solihatin, 2012, hlm. 55). Cogan
dalam Somantri (2001) mengutarakan bahwa PKn adalah pembelajaran
menyeluruh guna membentuk kepribadian diri menjadi manusia yang cerdas dan
baik untuk dirinya dan negaranya. Sementara, Kosasih Djahiri (2006)
mengemukakakan pembelajaran PKn sebagai usaha menjadi warga negara yang
baik dengan merencanakan pendidikan yang terprogram dan prosedur untuk
memanusiakan manusia menjadi berbudaya dan saling memberdayakan manusia
yang lainnya terhadap pribadi dan lingkungan sekitarnya. (Winarno, 2019, hlm.
71) Sebagai seorang calon Guru tentunya perlu dipahami dengan maksud dan
pengertian serta fungsi perencanaan dalam pembelajaran. Berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Indonesia Perencanaan memiliki arti cara atau langkah, pembuatan,
programatik. Maka dari itu perencanaan dimaknai sebagai sebuah proses
merangkai rencana, model, bentuk, pola, konstruksi, atau yang patut dilakukan.
Perencanaan merupakan suatu upaya untuk mewujudkan kegiatan dapat berjalan
dengan baik, juga beragam tindakan yang antisipatif agar mengurangi
kesenjangan yang terjadi sampai aktivitas tersebut dapat menggapai tujuan yang
sudah di tentukan (uno, 2008, hlm. 2)
Cunningham (Hamzah, 2008, hlm. 1) mengemukakan bahwasannya
perencanaan adalah menyaring serta mengonfrotasikan wawasan, kenyataan,
pandangan dan perkiraan bagi masa mendatang tentang maksud membayangkan
serta merumuskan tujuan yang diinginkan, rangkaian kegiatan diperlukan, dan
juga tindakan terbatas dapat disetujui untuk dipergunakan sebagai penyelesaian.
Sedangkan Terry (Abdul majid, 2016, hlm. 17) mengemukakan perencanaan yaitu
menentukan kegiatan yang patut dilakukan oleh tiap kelompok guna menggapai
tujuan yang diinginkan.
Perencanaan merampung aktivitas dalam mengambil putusan. Maka
daripada itu, perlu adanya kekuatan untuk melaksanakan gambaran yang
memandang futuristik guna menginterpretasikan suatu perangai bagi masa depan.
Dengan itu, perencanaan bertautan dengan penetapan yang akan dilaksanakan.
Perencanaan lebih dahulu dari pelaksanaan, mengingat perencanaan adalah suatu
upaya dalam menentukan suatu hal dan menandai syarat apa yang dibutuhkan
secara efektif dan efisien. Bertumpu pada pemahaman tersebut, oleh karena nya
perencanaan memuat 6 poin atau ide pokok yaitu:
1. Persiapan rencana dengan menyertakan ketetapan mengenai keadaan suatu
masa depan.
2. Keadaan masa yang akan datang itu dapat diperbandingkan dengan keadaan
saat ini, sampai ditemukan ada atau tidaknya kesenjangan.
3. Untuk menangkup kesenjangan, sepatutnya diperlukan kiat daya - upaya.
4. Upaya yang dilaksanakan untuk menangkup ketimpangan, bisa dilakukan
dengan beragam pilihan yang dijalani.
5. Pilihan tersebut mesti telampau bagus, bermakud agar memiliki efektivitas
dan efisiensi yang tinggi juga wajib dilaksanakan.
6. Pilhan yang ditetapkan harus terperinci sampai jadi acuan ketika mengambil
putusan bila nanti dilakukan.
Maka dari itu Perencanaan pembelajaran menyandang spesifik diantaranya
(1) Buah pemikiran sebab perencanaan tersusun dengan pertimbangan yang dapat
menunjang kegiatan pembelajaran. (2) Perencanaan Pembelajaran tersusun untuk
memperbaiki perilaku siswa agar tercapainya tujuan pembelajaran. (3)
Perencanaan Pembelajaran berisi rencana kegiatan yang patut dilakukan guna
tercapainya harapan dan sebagai pedoman yang dibutuhkan.
Dalam perencanaan pembelajaran terdapat beberapa dimensi yaitu:
Signifikasi, Feasibilitas, Relevansi, Kejelasan, Kecermatan, atau
Partisimoniusness, kemampuan beradaptasi, periode, kepengawasan/kontrol, atau
pemantauan, serta isi dari perencanaan. Prinsip -Prinsip yang harus diketahui
Guru dalam mengajar ialah dengan atas dasar pada pengalaman yang telah
dipunyai, pengetahuan dan keterampilan saat mengajar mesti bersifat
memudahkan dan menyenagkan, mengajar juga perlu mengamati variasi tiap
individu peserta didik, kesiapsiagaan ketika belajar yang dilandaskan saat
mengajar, tujuannya agar dipahami oleh peserta didik, serta mengajar perlu
menyertakan tonggak psikologi mengenai pembelajaran. Manfaat perencanaan
pembelajaran yakni sebagai sarana guna membangun, memanifestasikan pola,
model dan menginterprestasi daya upaya pembelajaran supaya tercapainya tujuan
pembelajaran dengan efektif dan efisien.
4.1.5 Implementasi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel
Bandel dalam Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Sebagaimana kita ketahui bahwa Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran di sekolah serta mata kuliah di
perguruan tinggi yang patut beradaptasi dengan tuntutan zaman atas dasar
kepentingan dan ultimatum masyarakat yang dinamis. Ultimatum dan tantangan
masyarakat yang sering dan senantiasa silih berganti mempunyai tautan
fungsional saling aktif dengan zona sekitarnya, yang pada periodenya
mempengaruhi pada hidup bangsa dalam kedudukan yang lebih luas. (Sapriya dan
Winaputra Hlm. 2). Misi PKN adalah mengembangkan kecerdasan warga negara
dalam tiga fungsi pokok diantaranya civic intellegence, civic responsibility, civic
participation. Kecerdikan individu yang dioptimalkan guna membangun rakyat
yang baik tidaklah dalam dimensi substansial dan intelektual belaka namun juga
dalam perspektif spiritual, emosional dan sosial hingga berunsurkan multifaset.
Cogan (1998) berhasil menjumpai delapan karakteristik yang patut warga negara
miliki sebab bertambahnya tantangan yang mesti dihadapi di masa depan.
Karakteristik warga negara tersebut diantaranya:
(1) Berkemampuan berinterkasi juga menghadapi permasalahan sebagai
penduduk dunia
(2) Berkemampuan bekolaborasi antar sesama dan mengusung tanggung jawab
mengenai posisi atau kedudukan maupun kewajiban dalam masyarakat
(3) Berkemampuan untuk paham, saling terima dan menghargai perbedaan
budaya
(4) Berkemampuan mempunyai pikiran kritis dan sistematis
(5) Berkemampuan menangani masalah dengan cara damai tanpa kekerasan
(6) Berkemauan memperbaiki kultur hidup dan makanan pokok guna menjaga
lingkungan.
(7) Mempunyai sensibilitas untuk menegakkan hak asasi manusia diantaranya hak
wanita, etnis minoritas, dan yang lainnya.
(8) Berkemampuan berpartisipasi atau kontribusi pada bidang politik dalam
jangkauan pemerintahan daerah, pusat, dan dunia global.
Atas pemahaman itu bisa diambil kesimpulan bahwasannya, cara menjadi bangsa
yang baik harus mampu memenuhi semua karakteristik tersebut. Dengan
pendidikan kewarganegaraan diharapkan seorang guru dapat menjadi pendidik
yang paham dan mampu menerapkan ajaran yang sesuai dengan visi misi PKn
serta mengikuti dinamika perubahan zaman tanpa menghilangkan sifat asli atau
tujuan dari ajaran PKN tersebut. Kemudian Fatwa Pendidikan Ki Hajar
Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel merupakan suatu hal yang dapat di
implementasikan karena ada hubungannya dalam pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Kewaraganegaraan di kelas. Dapat kita ketahui bersama bahwa
konsep pendidikan dari tokoh pendidkan Ki Hajar Dewantara merupakan suatu
hal yang tidak asing kita dengar salah satunya adalah Trilogi pendidikan yang
dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara yakni Ing Ngarso Sun Tuludo, Ing Madyo
Mabngun Karso, Tut Wuri Handayani. Semboyan yang menjadikan kaidah atau
prinsip dasar dalam kepemimpinan dan jalannya pendidikan Indonesia mengapa
demikian disebabkan oleh:

Pertama : Ing Ngarsa Sung Tuluda. Bermakna, saat berada didepan memberikan
suri teladan, yang berarti pemimpin patut sebagai contoh untuk bawahannya

Kedua : Ing Madya Mangun Karsa. Bermakna, saat berada ditengah


menumbuhkan keinginan atau tekad. Seorang pemimpin wajib berjuang sama –
sama dengan bawahannya

Ketiga : Tut Wuri Handayani. Bermakna, saat berada dibelakang memberi


motivasi atau semangat. Ada kalanya seorang pemimpin melepaskan bawahannya
untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri.

Pengajaran keteladanan yang diamanatkan oleh Ki Hajar Dewantara ini


memiliki makna bahwa andilnya seorang pemimpin patut mempunya ketiga sikap
itu guna menjadi fugur yang baik untuk bawahannya. Makna Ing Ngarso Sun
Tuludo bermakna pemimpin yang berada didepan, harus memiliki kemampuan
dalam bertingkah laku dan baik dalam bersikap dan bertindak agar menjadi
seseorang yang dijadikan panutan. Ing Madyo Mbangun Karso maknanya
bahwasannya pemimpin walaupun dipusat sibuknya mesti memiliki kemampuan
dalam memajukan dan atau menyerukan semangat bawahannya termasuk dirinya.
Serta mampu menyuguhkan inovasi dan kreativitas di dalam pekerjaannya dengan
samembuat keadaan yang lebih tenang dan mendukung. Tut Wuri Handayani
bermakna pemimpin patut memberi dukungan moral dan semangat
dibelakangnya.

Guru merupakan seorang pembina yang patut menjadi teladan bagi seluruh
muridnya, bukan berarti berkaitan oleh figur pemimpin yang selalu menjaga
wibawanya untuk dipandang terbaik, keras dan penuh aturan di hadapan
bawahannya. Maksud dari teladannya seorang Guru yakni terkait pada
perbuatannya. Perangai seorang Guru kelak nantinya sebagai alat pengutaraan
amanat yang ampuh untuk anak didiknya. Perilaku tersebut yang kelak menjadi
teladan bagi kehidupan sosial. Diantaranya pada saat berinterkasi, ketika
menjalani kesehariannya, juga kepedulian pada lingkungan sosialnya. Kemudian
caranya dalam menangani suatu masalah dan pada saat dilahairkan oleh kondisi
yang lain. Profesionalismenya harus diyakinkan dengan mengabdi dan
kedudukannya yang dengan yakin dan sungguh dalam ajaran kebaikan dan

faedahnya. Maka daripada itu Guru akan mendidik dengan perbuatan silih asih.
Seorang Guru juga mesti profesional dalam berhubungan sosial agar keteladanan
Guru berbuah baik terhadap jiwa, sikap dan perilakunya serta berprinsip untuk
jadi baik dan menjadi lebih baik

Dengan itu sebagai seorang guru, seorang pemimpin di dalam kelas dan
memimpin peserta didik yang berberda – beda karakter dan budayanya tidak bisa
memperlakukannya secara sama, sebagai seorang Guru yaitu mengawasi anak
didik bilamana bebruat hal yang membahayakan peserta didik tersebut, namun
kita sebagai seorang guru juga harus terlebih dahulu menjadi figure di dalam
sudut pandang peserta didik. Fatwa pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel
Kendel Bandel ini merupakan suatu hal yang seharusnya dapat di impelemtasikan
dalam pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan karena seorang pendidik harus
dapat menjadi sosok yang percaya diri, tahan uji, percaya kepada tuhan, dan kuat
mental dalam menghadapi hidup serta ujian yang datang menghampiri.
Setiap masalah yang terjadi harus diyakini akan ada jalan keluarnya, tak
dapat kita pungkiri bila permasalahan silih berganti dalam kehidupan kita di
dunia. Begitu pula halnya bila seorang guru dapat mengimplementasikan ajaran ki
hajar dewantara di dalam kelas, maka seorang murid pun akan meniru dan
melaksanakan apa yang diajarkan, dilihat dan di laksanakan oleh Gurunya. Begitu
pula seorang Guru senantiasa tulus dan ikhlas dalam melaksanakan kewajibannya
sebagai seorang pendidik.
Seorang Guru yang baik tak pernah lelah dan lekang oleh waktu, pendidik
harus berjuang demi keberhasilan dan kebaikan sang peserta didik. Peserta didik
pun akan merasakan ketulusan dari cara guru tersebut mengajar. Guru
seyogyianya dapat membuat peserta didiknya menjadi teratik dalam mengikuti
proses belajar – mengajar berlangsung agar terdapat interaksi dari peserta didik
dan pembelajaran tersebut tidak terjadi secara sepihak. Hal ini menjadi suatu
tuntutan agar guru mampu memahami bagaimana cara belajar peserta didiknya
serta mengemas pembelajaran tersebut menjadi menarik. Menurut narasumber
salah satu Guru PKn yang peniliti wawancarai di Sekolah Menengah Atas Taman
Siswa menyatakan seorang pendidik itu jangan lemah, cengeng melainkan haru
stegas dan sabar dalam menghadapi rintangan ke depan, harus tabah dan kerja
keras dalam mecapai sesuatu yang baik.
Berjuang bagi peserta didik adalah kemuliaan. Seorang Guru yang baik
adalah tanpa pamrih walaupun hidupnya enak tidak enak tetapi harus tetap bisa
bertahan hidup. Dan inilah yang dimaksud Fatwa Pendidikan Ngandel Kandel
Kendel Bandel menurut Ki Hajar Dewantara yang harus terus menerus di terapkan
dan ditanamkan dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

4.1.6 Implementasi Fatwa Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel


Bandel dalam Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Berbicara mengenai penilaian dalam Pendidikan Kewarganegaraan
sangatlah luas dan mendalam tidak hanya berdasarkan nilai ujian yang bagus
namun juga kepribadian siswa yang baik atau moral. Salah satu tujuan pendidikan
kewarganegaraan yaitu menanamkan perilaku dan kebiasaan kebiasaan yang baik
untuk peserta didik sesuai dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila. Maka ini
berhubungan pada keterampilan kewarganegaraan yaitu berkaitan dengan
kecakapan dan kemampuan intelektual, sosial, dan psikomotorik. Diantaranya
meliputi kecakapan mengenai bahasa dan simbol dengan perasaan dari bangsa
lain. Kapabilitas intelektual merupakan modal utama bagi terbentuknya
warganegara yang berpengetahuan luas, tanggung jawab dan berhasil yaitu andil
dalam mengkritisi, mengingat, menguraikan, menerangkan dan mengkaji,
menyelidiki, mengoreksi, mengambil keputusan dan memperteguh sikap atau
pendapat mengenai persoalan publik (Sapriya dan Udinwinaputra hlm 33).
Kepribadian kewarganegaraan berhubungan erat antar sifat pokok
karakter individu ataupun karakter publik warganegara. Keterampilan warga
negara tumbuh sedikit demi sedikit sebagai hasil pengalaman hidup individu di
lingkungan sekitarnya. Sifat karakter personal diantaranya bertanggung jawab,
bermoral, ketaatan, juga menghormati derajat atau harga diri tiap orang.
Sementara sifat karakter publik diantaranya rasa peduli sebagai individu, tata
krama, patuh pada hukum, critical thinking, pendengar yang baik,
bermusyawarah. Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu rencana
interdisipliner, multidisipliner dan multidimensional yang perlu pendekatan
organisasi yang sifatnya terpadu, maka dalam konteks inilah, ajaran nilai, moral
dan budi pekerti mendapati tempat yang spesifik kerika proses pembelajaran di
kelas. Selain itu, substansi nilai, moral, dan budi pekerti yang menjadi harapan
dari warga negara, untuk senantiasa menjadi pioner ketika saat proses dan
penilaian pembelajaran.
Hal tersebut atas dasar pada peninjauan bahwasanya pembelajaran tentang
topik/tema apa saja alhasil patut menopang terwujudnya partisipan bangsa yang
paripurna terhadap rasio dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang demokratis bahkan juga dalam kehidupan masyarakat global.
Hal ini sejalan dengan Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel
Kendel Bandel bila di tanamkan secara berkelanjutan dalam penilaian
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Umumnya definisi penilaian adalah proses terstruktur melingkupi
kumpulan berbagai informasi (angka, deskripsi, verbal), telaah, dan interprestasi
laporan atau fakta untuk mengambil putusan. Oleh karenanya penilaian
pendidikan kewarganegaraan dapat diuraikan sebagai rangkaian kumpulan yang
berisi telaah dan interprestasi atas informasi yang dilaksanakan oleh tiap Guru
PKn dengan maksud untuk laporan evaluasi hasil belajar dan memperbaharui
kekurangan saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung
Dapat disimpulkan, rangkaian dari penilaian meliputi langkah sebagai
berikut.
1. Menyampaikan silabus yang termuat rencana juga barometer semester baru
2. Meningkatkan indikator pencapaian kompetensi dasar serta menentukan
teknik penilaian yang tepat ketika menyusun silabus mata pelajaran.
3. Membuat instrumen beserta kaidah penilaian yang selaras dengan bentuk dan
teknik yang ditentukan.
4. Mempraktikan ujian, observasi, tugas, dan ragam variasi lain yang
dibutuhkan.
5. Mengadaptasi hasil dari penilaian untuk diketahui progres hasil dari
pembelajaran dan kesukaran belajar peserta didik.
6. Menyerahkan hasil pekerjaan peserta didik yang telah diperiksa disertai
koreksi dan saran yang baik.
7. Menggunakan hasil dari penilaian untuk perbaikan dalam belajar selanjutnya.
8. Memberitahukan hasil dari penilaian mata pelajaran tiap akhir semster pada
kepala sekolah satuan pendidikan dengan berbentuk satu nilai prestasi belajar
peserta didik beserta deskripsi ringkas sebagai kompetensi yang utuh.

Oleh karena itu penilaian dalam pembelajaran Pendidikan


Kewarganegaraan mempunyai kekhasan mengenai personalitas bidang studi PKn.
Identitas PKn yakni pendididikan berbasik nilai (Winaputra & Budimansyah,
2007). Ialah mata pelajaran bagi Indivdu beserta kewarganegaraan yang bertujuan
meningkatkan pemahaman dan penegtahuan peserta didik akan kesadaran dirinya
berkenaan dengan status, hak dan kewajiban sebagai warga negara beserta
pengembangan kapabilitas individu sebagai manusia seutuhnya.

Mata pelajaran PKn mengemban tugas guna mendidk nilai karakter


kewarganegaraan. Matlamat dari PKn yaitu memanifestasikan personalitas
individu ideal, maksudnya yakni bangsa yang mempunyai semangat kebangsaan,
demokratis dan melaksanakan kewajiban sebagai warga masyarakat dan warga
negara yang baik, bertepatan pada norma dan nilai luhur yang ada didalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dengan itu bagian penilaian mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan guru pendidikan
kewarganegaraan untuk memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran
lain dan sumber lain yang signifikan. Menurut Permendiknas No. 20 tahun 2007
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilaksanakan
berdasarkan:

a. Pemantauan pada perbaikan perilaku dan tindakan untuk menilai


perkembangan afeksi dan pribadian peserta didik
b. Melakukan ujian, ulangan, atau penugasan untuk menaksir aspek
kognitif anak didik.

Atas dasar petunjuk tersebut telah diketahui bahwasannya penilaian PKn


mempriorotaskan kepada penilaian karakterk peserta didik. Penilaian tersebut
dilaksanakan guna meninjau perbaikan dari tingkah laku untuk meningkatkan
afeksi dan personalitasnya. Sementara dalam menaksir aspek kognitif dapat
dilaksanakan dengan melaksanakan ujian atau ulangan dan pemberian tugas
diantaranya : Ragam Penilian, Penilian Non Tes, Penilaian Kinerja. Sedangkan
menurut Trespeces (1999), performance asssesment yakni beraneka rupa tugas
dan kondisi peserta turut mendemonstrasikan interprestasi dan implementasi
pengetahuan secara mendalam, serta keterampilan dalam beragam macam situasi
guna mengevaluasi penilaian kinerja sudah berkualitas baik atau tidak, maka
daripada itu terdapat tujuh kriteria sudah diterima atau berkualitas baik, yang
dikemukakan oleh Popham (1995) yaitu :

1. Generability bermakna apakah kinerja peserta tes dalam melakukan tugas


yang diberikan sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas – tugas
lain?
2. Authenticity bermakna apakah tugas yang diberikan sudah serupa dengan apa
yang sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari – hari?
3. Multiple Foci bermakna apakah tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah
mengukur lebih dari satu kemampuan yang diinginkan ?
4. Teachability bermakna tugas yang diberikan berupa tugas yang hasilnya
semakin baik karena adanya usaha guru mengajar dikelas?
5. Fairness artinya bermakna tugas yang diberikan sudah adil untuk semua
peserta tes
6. Feasibility bermakna apakah tugas yang diberikan dalam penilaian kinerja
memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat seperti faktor biaya,
waktu dan peralatannya?
7. Scorability bermakna apakah tugas yang diberikan dapat diskor dengan akurat
dan reable?

2. Penilian Projek

Dalam penilaian ini penugasan seyogyianya daoat diselesaikan dalam jangka


waktu yang telah ditetapkan. Yakni dapat berupa suatu penelusuran atau
eksplorasi mulai dari pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian, hingga
tahap penyajian data.

Kemudian hasil belajar bisa dinilai saat peserta didik sedang mempraktikkan
progres projeknya seperti :

a. Merencanakan investigasi
b. Bekerja dalam tim
c. Arahan diri

Selain itu dapat diketahui hasil nilai pada produk suatu projek, seperti :

a. Mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi


b. Menganalisis data
c. Mengkomunikasikan hasil

Penilaian projek bisa dimanfaatkan guna mengetahui upaya peserta didik saat
mengkomunikasikan temuannya secara tepat dalam hal mempresentasikan
hasilnya melalui laporan tertulis. Dalam perencanaan penilaian projek ada tiga hal
yang senatiasa diperhatikan:

1. Daya pengelolaan, peserta didik diberikan peluang untuk menentukan topik


yang tak terlalu luas hingga informasi yang diperoleh lebih mendalam, juga
diberikan kebebasan kurun waktu untuk pengumpulan data.
2. Relevansi pengetahuan dan keterampilan pada pembelajaran
berkesinambungan dengan tugas proyek supaya dapat dijadikan sumber bukti.
3. Keaslian, meninjau sumber data dapat diperoleh hingga data lebih absah.
4. Penilaian sikap.

Selanjutnya Penilaian sikap, objek sikap dinilai dalam proses pembelajaran yakni:

1. Sikap terhadap materi pelajaran

Peserta didik seyogyianya bersikap positif pada materi pelajaran. Dengan begitu
peserta didik akan memumbuhkan minat belajar, serta lebih mudah dalam
menangkap materi pelajaran.

2. Sikap terhadap guru atau pengajar

Peserta didik seyogyianya bersikap positif pada guru. Peserta didik tak memiliki
sikap positif pada guru akan condong menghiraukan hal yang diajarkan oleh
gurunya.

3. Sikap terhadap proses pembelajaran

Peserta didik juga seyogyianya bersikap positif saat proses pembelajaran


berlangsung. Diantaranya meliputi suasana pembelajaran, strategi, metodelogi,
dan teknik pembelajaran yang dilakukan Guru.

Sikap berhubungan erat antara nilai dan norma yang berkaitan dengan
suatu materi pelajaran dalam konteks PKn, telah melebar objek sikap yang
menjadi isi dalam standar isi baik distandar kompetensi maupun kompetensi
dasar. Dengan itu pembelajaran PKn yang khas akan penilaian kepribadian,
terlihar jelas bahwasannya teknik penilaian yang berdampingan dengan
karakteristik tersebut yaitu teknik penilaian sikap.

Demikian haknya dirasakan jitu sebab sejalan dengan ide pokok PKn
yang diharapkan dapat memabngun karakter warga negara ideal (BSNP, 2006).
Walaupun demikia mengembangkan sikap tak bisa dipisahkan dari dimensi
kognitif, afektif, dan psikomotorik, Menurut (Branson, 1998;1999) PKn
dinyatakan dengan pengetahuan kewarganegaraan, sikap atau kepribadian warga
negara dan keterampilan warga negara. Diukur dengan aspek kognitif yang diapat
dilaksanakan melalui cara memberikan ulangan dan penugasan.

Selanjutnya susunan instrumen penilaian berdasarkan atas indikator


pencapaian tujuan hasil belajar dibuat mandiri oleh Guru. Kemudian setelah
indikator diuraikan maka dapat dipilih instrumen penilaiannya. Pemilihan
instrumen penilaian harus sesuai atas karakteristik dimensi yang ada pada
kompetensi dasar dan juga indikator, apabila kompetensi dasarnya menitiberatkan
pada aspek pengetahuan kewarganegaraan maka instrumen penilainnya yaitu yang
dapat mengukur pengetahuan kewarganegaraan peserta didik. Namun bilamana
kompetensi dasar menitikberatkan pada kecakapan kewarganegaraan maka
instrumen penilainnya yakni mengukur kecakapan kewarganegaraan peserta didik.

4. Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio merupakan pendekatan mutakhir yang pada saat ini sering
dikenalkan para ahli pendidikan untuk dilakukan disekolah.

Tujuan penilaian portofolio diantaranya:

1. Menghargai tumbuh kembang yang dialami siswa


2. Mendokumentasikan progres pembelajaran yang berlangsung
3. Mengapresiasi hasil kerja siswa yang terbaik
4. Meningkatkan efektifitas proses pembelajaran
5. Membina pertumbuhan konsep diri yang positif kepada siswa

Beberapa hal yang patut diperhatikan ketika mendesain penilaian portofolio:


1. Menmilih tujuan untuk meninjau proses atu mengevaluasi hasil akhir.
2. Isi portofolio harus seelaras dengan tujuan yang akan dinilai.
3. Guru harus menentukan seleksi terhadap hasil kerja siswa
4. Membedakan portofolio individual dan kelompok.
5. Penilaian Hasil Kerja

Penilaian ini merupakan menilai keterampilan siswa dalam membuat suatu produk
benda tertentu dan kualitas dari produk tersebut.

Dalam membuat suatu hasil karya terdapat tiga tahap yang harus dilalui yakni:

1. Tahap perencanaan
2. Tahap produksi
3. Dan tahap akhir

Penilaian hasil kerja biasanya digunakan guru untuk:

1. Menilai penguasaan keterampilan siswa sebelum mempelajari keterampilan.


2. Menilai tingkat kompetensi yang telah dimiliki siswa pada akhir jenjang.
3. Dan menilai keterampilan siswa yang memasuki institusi pendidikan kejuruan.

4.2 Pembahasan
Di dalam bagian pembahasan ini, terdapat pemaparan mengenai implikasi apa
saja yang bisa di berikan oleh Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara untuk
menerapkan ajaran dan fatwa pendidikan beliau dalam pembelajaran PKN di
kelas.

4.2.1 Relevansi Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel


Kendel Bandel dalam Pembelajaran PKN
Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara ini memberikan peneliti inspirasi
dalam menulis skripsi dikarenakan sangat berbanding lurus dalam paradigma
pendidikan kewarganegaraan yakni bertujuan pada usaha perkembangan
pengetahuan kewarganegaraan, nilai, sikap kewarganegaraan dan keterampilan
kewarganegaraan. Serta bertepatan dengan tujuan pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang tak dapat terlepas dari fungsi dan tujuan pendidikan
nasional yang tercantum dalam pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Masa Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Maka dengan itu Guru PKN
harus dapat mencerminkan Kompetensinya semkasimal mungkin demi terciptanya
keberhasilan perserta didik dalam pembelajaran di kelas. Apa saja kekurangan
dari Guru Pendidikan Kewarganegaraan? Menurut Suwarma, (dalam winarno
2007 hlm 55) beberapa penelitian mengungkapkan kekurangan Guru PKN pada
saat pembelajaran meliputi:
a. Tak berperan sebagai fasilitator, melainkan cenderung menempatkan dirinya
sebagai satu satunya sumber belajar
b. Lebih banyak berposisi sebagai penyaji materi pembelajaran dan belum
melakukan tindakan sebagai pembelajar
c. Belum melaksanakan pengelolaan kelas dengan ideal, melainkan cenderung
berposisi sebagai pemberi informasi yang diperoleh dari buku
d. Belum berkecimpung secara nyata dan berencana dalam membangun kekuatan
berpikir dan teknik nilai anak didik
e. Lebih banyak banyak memposisikan dirinya untuk mengajar saja hingga
belum sepenuhnya beperilaku sebagai panutan
f. Belum secara jitu memberi kelugasan memotivasi untuk anak didik pasa saat
pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, hendaknya guru PKn tak menempatkan hal
berikut sebagai kekurangan yang di anggap biasa, justru menjadi sebuah
perbaikan dan semangat untuk meningkatkan kemampuan pedagodiknya.
Kelemahan tersebut diidentifikasi untuk dicarikan penyelesainnya oleh guru PKn.
Dengan hal ini peneliti mempunyai pandangan apabila dari diri sendiri
menerapkan dedikasi yang tinggi dalam menjalani segala sesuatu pasti tidak
lekang oleh ujian dari Tuhan yang Maha Esa, maka sangat erat hubungannya
dengan fatwa pendidikan yang sedang peneliti lakukan yaitu Ngandel Kandel
Kendel Bandel yakni sebagai seorang guru harus mempunyai kemauan yang
tinggi dalam menghadapi perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, tanpa
menghilangkan jati diri budaya bangsa kita.
Dengan itu kita sebagai calon pendidik dalam mengatasi takk perlu ragu
karena setiap masalah pasti akan menemukan jalan keluarnya. Hal ini sangat
relevan dalam fatwa pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel
Bandel. Seorang Guru PKn harus senantiasa ngandel atau pebuh percaya diri
tanpa adanya keraguan pada Tuhan yang Maha Esa dalam menjalani setiap hal
termasuk dalam mengajar dan mendidik. Kemudian Kandel yakni tebal atau kuat
dalam meraih impian dan mempunyai harapan serta memberikan pengetahuan
untuk persiapan hidup di dunia dan kebaikan di akhirat.
Kemudian Kendel yakni berani dan patriotik, sebagi seorang Guru PKn
harus mempunyai jiwa tersebut dalam diri karena sesuai dengan harapan atau
kompetensi profil guru PKn dalam pembelajaran khususnya dalam hal membina
kepribadian peserta dididk yang baik, harus senantiasa menjadi teladan dalam
membina ketakwaan, sopan santun, kedisiplinan, serta kesehatan siswa.
Selanjutnya adalah Bandel mungkin yang kita ketahui kata yang bemakna negatif
namun Bandel disini bermakna positif yang berarti Tahan Ujian dan Cobaan yang
sedang dan akan menghamipiri tanpa mengeluh atau berputus asa dalam
menjalani kehidupan. Maka sudah seharsnya Guru PKn masa kini yakni
berdedikasi dan berwawsan luas yakni mereka yang mempunyai itikad nyata dan
mau mengabdi secara utuh kepada bangsa dan negara. Kemudian berkenan
memberikan bimbingan pada anak didik untuk menentukan materi pembelajaran
yang memuat sumber pengetahuan yang seyogyianya bisa siswa kembangkan
untuk pengambilan putusan yang baik sebagai pilihan yang dilaksanakan. Apabila
seluruh Guru PKn sudah menerapkan capaian tersebut alhasil peserta didik tidak
lagi memiliki sifat cuek, melainkan mempunyai tekad dan bertanggung jawab
untuk hidup di masa yang akan datang.

4.2.2 Implementasi Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel


Kendel Bandel dalam Perencanaan Pembelajaran PKN
Umunya pembelajaran dapat dimaknai proses perbaikan tingkah laku yang
disebabkan oleh interaksi individu berdasarkan pada pengalaman dirinya. Proses
perbaikan perilaku tersebut tak mesti terjadi begitu saja, melainkan adapula yang
sengaja dirancang dan ada juga yang terjadi sendirinya dikarena proses
kedewasaan. Proses yang sengaja dirancang agar terjadinya suatu perubahan
tingkah laku dimaknai dengan proses belajar. Proses ini adalah suatu kegiatan
psikis/mental yang secara langsung terjadi saat berinterkasi aktif dengan
lingkungan yang mewujudkan perubahan yang telihat berkelanjutan.
Belajar merupakan suatu proses ekslusif terjadi pada tiap manusia seumur
hidupnya. Cogan dalam Sumantri (2001) mengemukakan pembelajaran PKn
adalah pendidikan yang di tempuh dengan cara mendidik secara menyeluruh demi
membentuk kepribadian personal guna menjadi warga negara yang mengetahui
hak dan kewajibannya. Hal ini berkaitan pada PKn Indonesia, Kosasih Djahiri
(2006) mengemukakan pembelajaran PKn yakni rangkaian pendidikan secara
terprogram dan sesuai prosedural berdaya upaya memanusiakan manusia,
melestarikan kebudayaan serta berdaya manusia dalam diri dan lingkungannya
guna menjadi warga negara yang diharapkan oleh NKRI.
Demikian hal tersebut mempunyai kesesuaian dengan Semboyan
Pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu Trilogi Pendidikan “Ing Ngarso Sung
Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” yang menjadi
semboyan dalam pendidikan di Indonesia. Maka dari itu Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) menjadi parameter yang mendukung dan menolong guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran secara sistematis. Atas dasar RPP
seorang Guru didambakan dapat mengaktualkan pembelajaran secara
programatik. Selayaknya RPP patut memiliki daya muat yang berkualitas. Tanpa
persiapan perencanaan yang baik, capaian belajar akan sukar mencapai target
secara optimal. Dengan itu, kepiawaian dalam merancang RPP adalah tindakan
yang utama wajib untuk pendidik miliki, juga merupakan sebuah pedoman ketika
akan mengajar.
Seperti hasil penelitian yang peneliti lakukan melalaui tahap wawancara
dengan salah satu Staf Kurikulum Dinas Pendidikan Jawa Barat yang
mengemukakan bahwa konsep pendidikan Ki Hajar dewantara merupakan ruh
dari semboyan pendidikan Indonesia dan saat ini yang sedang di kembangkan
oleh kementrian pendidikan kebudayaan adalah kurikulum merdeka serta profil
pelajar pancasila. Menurut narasumber yang peneliti wawancarai ajaran Ki Hajar
Dewantara ini tidak lapuk oleh hujan dan panas yang berarti update, menyangsang
hakikat manusia serta relevan dengan pembelajaran masa kini. Kemudian menurut
Bapak Drs. H. Arief Achmad Msp., M.Pd mengemukakan bahwa masyarakat
Indonesia ini mayoritas masyarakat pendengar, jadi bagaimana sebisa mungkin
seorang guru menyiapkan perencanaan pembelajaran guna mendidik dan
membiasakan peserta didik untuk meningkatkan literasinya dalam kehidupan
sehari – harinya agar tidak mudah termakan oleh hoax atau berita yang tidak
terbukti kebenarannya. Dan kurikulum merdeka sangat berperan bagi guru dalam
merencanakan rancangan pembelajaran yakni bertepatan terhadap kebutuhan dan
kondisi peserta didik masa sekarang ini dan masa depan. Jangan sampai sebuah
RPP menjadi distorsi RPP yang baik harus sesuai dengan realisasinya dalam
pelaksanaan pembelajaran.

4.2.3 Implementasi Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel


Kendel Bandel dalam Pelaksanaan Pembelajaran PKN
PKN di Indonesia berawal dari nama civics dalam buku Manusia dan
Masyarakat baru Indonesia Civics 1967. Menurut (Supardo. Dkk.) dikemukakan
kesamaan antara istilah Jerman staatsburgerkunde, dan istilah Inggris Civics atau
dengan istilah Indonesia “Kewarganegaraan” Bahan pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan 1959 tersebut istilah Kewarganegaraan yang berdasar atas usul
Menteri Kehakiman pada waktu itu yakni Mr. Sahardjo dan berubah menjadi
Kewargaan Negara yang berlaku sampai dengan diberlakukannya kurikulum
1968.
Pendidikan Kewarganegaan Negara berdasarkan kurikulum 1968 ada
didalam Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila yang diterapkan di SD maupun di
SMP pada tahun 1975, Kemudian nama PKn diubah menjadi Pendidikan Moral
Pancasila (PMP) sebagai nama mata pelajaran untuk PKn yang bertujuan
membangun warga negara Pancasilais yang beriman dan bertakwa pada Tuhan
Yang Maha Esa. Kemudian daripada itu kurikulum berganti pada tahun 1984
menjadi kurikulum tahun 1984 sebagai penyempurnaan terhadap kurikulum 1975
dan yang terakhir 1994 sebagai kelanjutan dari kurikulum tahun 1984. (Abdul
Aziz Wahab, Sapriya, 2011, hlm. 307)
Definisi atau konsep mengenai Civic Education di Indonesia tak dapat
dipungkiri adanya andil dari perkembangan Civics atau Ilmu Kewarganegaraan di
Amerika Serikat sebagai negara asal muasal pelajaran Civics dan Civic Education.
Tujuannya yakni membangun warga negara yang mengetahui sejarah bangsanya
dengan baik dam memiliki jiwa patriotisme.
Proses perubahan ke arah demokrasi dan pematangan sebagai warga
negara yang berdaulat dan memiliki tekad bulat dalam menentukan jati diri masih
harus digarap dan diperbaiki melalui perkembangan konsep “baru” Pendidikan
Kewarganegaraan dalam kurikulum untuk masa mendatang. (Abdul Aziz Wahab,
Sapriya, 2011, hlm. 308). Maka dengan itu implementasi dari interaksi belajar
mengajar sebagai suatu progres cakupannya luas. Tiap - tiap komponen memiliki
perbedaan dalam hal penerapan. Diantaranya dengan pengorganisasian materi,
penataan kelas yang baik dengan cara Guru menjelaskan materi pelajaran dengan
metode studi kasus dan siswa akan aktif saat pembelajaran berlangsung,
Kemudian di akhiri dengan Penutup yaitu Guru menyimpulkan hasil studi kasus
dan para siswa dari setiap kelompok mempresentasikan pemecahan masalah yang
di pilih berserta alasannya (Solihatin, 2012, hlm. 26).
Berkaitan dengan Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel
Kendel Bandel, sanagat sesuai dengan dimensi pembelajaran PKN serta
pengembangan konsep nilai, norma dan moral dikarenakan istilah tersebut adalah
terminonologi yang mesti dimengerti secara tepat. Baik dalam tataran teoritis
maupun praksis operasionalis bahkan praktik. (Sapriya, 2009, hlm. 18).
Sebagaimana diketahui bahwa target studi civics yakni warga negara yang
berhubungan antar organisasi masyarakat, lingkungn sosial, peekonomian, agama,
budaya dan negara. (Sumantri, 1976, hlm. 25) Diantaranya yaitu:
a. Perilaku
b. Kemajuan dalam berfikir
c. Potensi yang melekat pada diri warga negara
d. Hak dan kewajiban
e. Impian positif dan harapan di masa depan
f. Mengimplementasikan semangat kebangsaan
g. Berusaha, berkegiatan, berpartisipasi, bertanggung jawab.
Maka dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
diperlukan strategi pembelajaran agar proses pembelajaran berjalan dengan
efektif. Hal ini dikarenakan demi menjawab tantangan dinamika perubahan
zaman. Terlebih lagi ada Kurikulum Merdeka yang sedang di sosialiasikan serta
dilaksanakan oleh sekolah yang siap untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
Menurut Peneliti Model VCT (Value Clarification Technique) sesuai bila
di terapkan sebagai salah satu strategi guru dalam setiap pembelajaran di kelas
berkaitan dengan fatwa pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel
Bandel. Peranan Guru sebagai model yang akan memberikan sikap teladan pada
siswa ketika belajar, dan untuk fasiltator yang akan memberi kemudahan pada
siswa ketika belajar haruslah mendapatkan porsi yang selayak – layaknya.
Saat upaya mengembangkan dan melaksanakan VCT – Games, kaidah
yang patut digenggam sebaiknya tetap bertumpu kepada ciri khas karakter
masyarakat bangsa Indonesia yang dikemukakan oleh Kosasih (1992) sebagai
berikut :
a. Pengajaran atau pendidikan nilai di Indonesia berpola tak hanya ditargetkan
sebagai proses, namun dilakukan sebagai internasliasasi dan personalisasi
seluruh target nilai juga moral
b. Pendidikan nilai moral didalam masyarakat Indonesia tak Value free (bebas
nlai) tetapi Values Based (berdasarkan nilai-nilai) utamanya dalam konstelasi
nilai moral dan norma bangsa yakni: Pancasila, perangkat hukum nasional,
agama dan budaya bangsa.
c. Berdasarkan nilai tersebut, dengan riil dan ultimatum kewajiban pengajaran
atau pendidikan tidak hanya dari keperluan pendekatan kognitif, namun juga
secara kukuh diaplikasikan pendekatan affective (afektual moral development)
sebagai tuntutan agama.
Bila model VCT digunakan pendidik dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dikelas yang di tambahkan oleh ajaran/fatwa penddikan Ki
Hajar Dewantara Ngandel Kandel Kendel Bandel dihendaki supaya terjadi
perubahan sikap dan perilaku yang atas dasar tuntutan moral nilai pancasila, untuk
dipahami dan diterapkan. Pengaktualannya berawal dengan tambahan stimulus
yang didalamnya terdapat permasalahan nilai moral yang merisaukan konsistensi
didalam proses kognitif peserta didik. Selanjutnya peserta didik dilibatkan dalam
menelusuri masalah, membincangkan masalah didalam kelompok kecil atau kelas
dengan mendapati bimbingan oleh guru yang pada akhirnya siswa berusaha untuk
mengemukakan pandangannya.
Adapun langkah dalam model pembelajaran VCT Games digambarkan sebagai
berikut.
Badan 4.2.3
Model VCT-Games dalam Pembelajaran

MENDESAIN Transaksi
PENGAJARAN CAPAIAN NILAI
SATUAN
PROGRAM/SATPEL

KEMAMPUAN SISWA

- Melingkupi seluruh
LAPORAN kemampuan afeksi dan
STIMULUS logika / daya nalar
Condition Stimulus - Baik dialog internal diri
ataupun dengan kemampuan
siswa lain, guru fakta atau
dengan fakta/konsep
Condition Respon

PERBAIKAN TINGKAH LAKU / SISTEM NILAI


DAN KONSISTENSI TERHADAP SUATU
NILAI – MORAL / NORMA

TUJUAN UNTUK:

a. Berbuat / Beperan, meliputi:


Tindakan mengajar
Praktik implementasi di kelas/sekolah pembukuan dalam
kehidupan sehari – hari
b. Menjalar pada keluarga, kelompok/masyarakat

Condition Consequences
Hilda Taba yang terkenal dengan model VCT melalui value inquiry question
menjelaskan bahwa model VCT dapat membina sikap, nilai melalui serangkaian
pertanyaan yang sudah dipersipakan secara teliri, terarah dan bertahap sesuai
dengan target nilai yang dikehendaki, tujuan dari materi pelajaran. Adapun
langkah-langkah yang diusulkan Hilda Taba dalam (Solihatin, 2012, hlm. 120)
sebagaimana dikutip oleh A. Gani Wahid (1984), adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan program pelajaran dengan kompleks
2. Menentukan capaian nilai yang ideal sesuai pada topik/ tema materi pelajaran
3. Pembukaan
4. Mengatur stimulus dan permasalahan
5. Mengklasifikasi dan mengklarifikasi
6. Menganalisa kasus
7. Menentukan posisi dan alasannya
8. Menerapkan kasus analogi diri sendiri
9. Memantapkan nilai atau posisi
10. Merepetisi langkah e samai i
11. Menyimpulkan dan mengarahkan
12. Menindak lanjuti

Sedangkan menurut Kohlber sebagaimana yang dikutip oeh Moedhadjir (1985),


bahwa melalui penyajian pola sejumlah cerita yang mengandung konflik nilai
controversial issues dan pancingan – pancingan pertanyaan. Siswa dicoba terlibat
dalam suasana cerita dan di dorong untuk menjelaskan perasaan dan nilai dirinya,
serta mengambil keputusan dengan argumentasi yang kuat. Kosasih (1995),
menggolongkan sebagai model VCT-Games dalam tiga bagian 1) daftar, yang
terdiri atas daftar baik - buruk, daftar tingkat urutan, daftar skala sikap, daftar
gejala kontinu, daftar gejala sikap atau perbuatan, 2) menganalisis, terdiri atas
keteladanan, teknik laporan, tanya jawab nilai, analisis nilai, inquiry nilai, 3)
permainan games, terdiri atas permainan andai - andai, permainan pecahan kartu
segi empat, permainan bank data dan jurnal harian, permainan kartu keyakinan,
permainan mendengar dan menyimak orang lain. Penggunaan dari masing-masing
terlampau kebutuhan tujuan pengajaran dalam bobot taksonomi serta materi yang
akan diajarkan. Dapat digunakan secara terpadu atau terpisah. Namun tidak semua
harus digunakan, karena perlu bertepatan melalui tingkat kesukarannya,
kemampuan siswa, serta lingkungan area pembelajaran tempat di laksanakan.
Model VCT dapat dipandang dari progres kegiatan belajar peserta didik yang
terjadi. Kosasih (1992) mengemukakan diantaranya sebagai berikut
1. Rangkaian kegiatan belajar peserta didik yang mengklarifikasi, yakni peserta
didik dengan beragam potensinya menelusuri dan meninjau ketetapan nilai
dan norma yang diungkapkan.
2. Rangkaian kegiatan belajar siswa memiliki sifat sprituali dan penilaian
menurut kata hati (Valuing)
3. Bersamaan dengan proses Valuing juga terjadinya rangkaian pelaksanaan diri
atau ikut serta.

Hal ini juga disetujui oleh narasumber yang diwawancarai oleh peneliti, ia
mengemukakan pendapat dari pakar nilai dan moral yakni Hilda Taba. Menurut
narasumber dalam penelitian ini guru merupakan fasilitator maka trilogi
pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara ini sangatlah penting
bagi pendidikan Indonesia karena peran sekolah, orang tua dan pemerintah
seyogyianya berkontribusi secara nyata dalam memperjuangkan kecerdasan hidup
bangsa. Walaupun di Indonesia terdapar beragam macam adat istiadat dan budaya
yang majemuk maka Warga Negara Indonesia tetap harus berpikir universal tanpa
menghilangkan Agama, nilai dan moral sangat berpengaruh besar dalam
kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Strategi Taba untuk mendorong siswa
berpikir fokus pada guru sebagai mediator. Ketika menggunakan pendekatan
Taba, Guru memimpin diskusi tetapi tetap mendoorng siswa untuk berbagi
pendapat dan menghubungkan ide - ide mereka sendiri dengan ide teman -
temannya di kelas. Guru tidak boleh menilai siswa berdasarkan jawaban mereka
dan tidak bisa setuju atau tidak setuju dengan jawaban mereka, Frasa seperti “Itu
tidak cukup seperti yang ada di dalam pikiran saya.” Tidak dapat diterima ketika
menggunakan pendekatan Taba. Bahkan ungkapan – ungkapan positif seperti
“Benar” atau “Sekarang Anda Berpikir.” Terlalu menghakimi. Bersamaan dengan
umpan balik verbal, guru harus menghindari memberikan isyarat nonverbal
seperti tersenyum selama respons siswa tertentu dan menggaruk kepalanya selama
respons siswa lain. Peran Guru dalam diskusi adalah untuk mendorong siswa
untuk memperluas ide teman sekelas mereka atau meminta siswa untuk
mengklarifikasi ide mereka sendiri.
Narasumber juga merekomendasikan untuk melakukan Pendekatan spiral
dalam mengaktualisasikan Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ngandel
Kandel Kendel Bandel karena pendekatan tersebut adalah teknik yang sering
digunakan dalam pendidikan di mana fokus awal pengajaran adalah fakta-fakta
dasar dari suatu subjek, dengan rincian lebih lanjut diperkenalkan saat
pembelajaran berlangsung. Instruksi baik fakta dasar awal dan hubungan dengan
detail selanjutnya ditekankan di seluruh untuk membantu masuk ke dalam memori
jangka panjang. Guru dapat menciptakan hasil belajar dengan tingkat
kompleksitas yang meningkat. Di kelas awal, seorang pelajar mungkin hanya
menunjukkan 'pemahaman dasar' dari suatu konsep. Pada literasi kedua,
pembelajar mungkin perlu 'menganalisis' atau 'mengkritik'. Dalam peninjauan
kembali berulang terakhir, peserta didik dapat 'menciptakan' sesuatu yang baru
berdasarkan pembelajaran sebelumnya.
Desain kurikulum spiral didasarkan pada ilmu kognitif dan pembelajaran
berbasis otak. Ini mendorong penguatan pelajaran sebelumnya yang mengarah
pada retensi keterampilan kunci untuk peluang belajar di masa depan.
Pembelajaran spiral memungkinkan siswa untuk kembali dan melihat materi
pelajaran sebelumnya. Ini mirip dengan menambahkan detail baru dengan
pengetahuan lama. Penting untuk diingat bahwa pendekatan spiral untuk
pendidikan berbeda dari mengulang konten dan keterampilan yang sama berulang-
ulang. Spiral berarti diperkenalkan pada pengetahuan dasar dan kemudian secara
bertahap membangun pengetahuan dan mempelajari ide-ide yang lebih kompleks.
Kurikulum spiral adalah kurikulum di mana topik yang sama diajarkan dari waktu
ke waktu, tetapi dengan kompleksitas yang meningkat. Ketika pembelajar terlibat
kembali dengan suatu konsep berulang kali, mereka mengingat pengetahuan
sebelumnya dalam ingatan mereka dan membangunnya. Pendekatan spiral untuk
mengajar berfokus pada sifat pemahaman yang terbuka. Ini menunjukkan bahwa
belajar tidak pernah berakhir dan merupakan proses seumur hidup. Meskipun
demikian, pendekatan kurikulum spiral secara luas dianggap sebagai pendekatan
yang tepat yang mengarah pada pembelajaran jangka panjang bagi siswa.
Beberapa keterbatasan kurikulum spiral termasuk risiko bahwa kurikulum
menjadi terlalu padat dan kaku dan bahwa guru harus mengajarkan kembali
konsep-konsep yang terlupakan atau tidak diajarkan dengan cukup baik saat
terakhir kali konsep itu diajarkan.
Kemudian Selanjutnya adalah Pendekatan Perluasan Komunitas melalui
pengembangan Masyarakat karena Perkembangan suatu masyarakat berdasarkan
pada idealisme bahwasannya tiap orang wajib serta mampu dalam bertanggung
jawab merumuskan kebutuhan, berupaya mencari kesejahteraan, mengelola
sumber daya dan menggapai tujuan hidup secara mandiri. Pengembangan
masyarakat ditujukan unntuk membentuk Supportive Communities, yakni berupa
tatanan masyarakat yang berkehidupan atas dasar pada pengembangan dan
pembagian sumber daya dengan adil dengan adanya interaksi sosial, berpartisipasi
dan usaha saling mendorong antara satu sama lain. Salah satunya dengan cara
melanjutkan pendidikan yang baik dengan bersungguh – sungguh sampai berhasil
walaupun pernah gagal jangan pernah berhenti dalam mencoba dan berusaha.
Narasumber juga tak lupa mengingatkan bahwa sebagai seorang pendidik harus
senantiasa "Berpikir secara global, bertindak secara lokal" bermakna kita
seyogyianya berpikir secara mendunia atau global. Sementara bertindak lokal
artinya bertingkah laku sesuai dengan kultur lokal daerah atau nasional.

Bersikap transparan pada kemajuan zaman, tetapi juga menjunjung tinggi


nilai kebudyaaan daerah. Contohnya warga negara Indonesia dapat menelusuri
dan menerima pengetahuan tentang kebudayaan negara lain, namun hanya sebatas
pengetahuan yang bersifat positif yang dapat membangun saja, bukan mengikuti
unsur lain yang besifat negatif. Sebab besar kemungkinan tidak bertepatan
terhadap nilai kultur Indonesia. Tiap orang dapat memperoleh pengalaman dan
pemahaman dari budaya, suku bangsa, ataupun negara lain, tetapi aktualisasinya
tetap mencermati nilai kebudayaan lokal Indonesia. Maka daripada itu Metode
Keluarga, peran orang tua juga menjadi modal utama dan berpengaruh besar
dalam menunjang pelaksanaan pembelajaran Agama, Nilai dan Moral bukan
hanya diperkuat di sekolah saja melainkan dari rumah juga. Narasumber juga
mengatakan bahwa konsep manajemen sangat harus dicermati oleh Guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran diantaranya tahap perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atau pengendalian.

4.2.4 Implementasi Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam Penilaian


Pembelajaran PKN
Umunya penilaian diartikan sebagai rangkaian terstruktur mencakup
pengumpulan informasi diantaranya angka, deskripsi, verbal, analisis,
interprestasi infromasi untuk pengambilan keputusan. Penilaian pendidikan yakni
rangkaian dari dikumpulkannya dan diolahnya informasi untuk menetapkan
capaian hasil belajar peserta didik menurut permendiknas No 20 Tahun 2007.
Kemudian penilaian dalam PKn dilakukan dengan akumulasi, analisis, dan
interpretasi informasi yang dilaksanakan oleh Guru PKn untuk menetapkan
capaian hasil belajar peserta didik terhadap mata pelajaran PKn yang bertujuan
dapat dipraktikan sebagai laporan perkembangan hasil belajar dan perbaikan
progres pembelajaran PKn (Winarno, 2019, hlm. 218).
Pada kenyataannya, penilaian merupakan rangkaian dari dikumpulkannya
dan diolahanya suatu informasi. Didalam pendidikan, penilaian bermakna progres
kumpulan dan pengolahan informasi dalam menetapkan capaian hasil belajar
peserta didik. Sementara ulangan, dapat diartikan sebagai penilaian yang spesifik
dalam menguraikan pembelajaran yang berhubungan pada rangkaian
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menimbang capaian kompetensi.
Maka dari pada itu dalam permendiknas nomor 20/2008 mengenai standar
penilaian dinyatakan bahwasannya ulangan merupakan progres yang dilaksanakan
guna menimbang capaian kompetensi peserta didik secara kontinu dalam kegiatan
pembelajaran, untuk meninjau perkembangan, melakukan pembenahan dalam
pembelajaran, dan menentapkan keberhasilan belajar peserta didik. (Sapriya,
2009, hlm. 241).
Penilaian bidang studi PKn yakni rangkaian untuk memperoleh informasi
mengenai prestasi maupun performa peserta didik dalam bidang studi PKn.
Kemudian hasil penilaian diterapkan guna melaksanakan evaluasi terhadap
ketuntasan belajar peserta didik dan efektivitas proses pembelajaran. Pusat
penilaian PKn berfokus pada berhasilnya peserta didik dalam pembelajaran
sehingga tercapainya standar kompetensi PKn yang ditetapkan dalam
Permendiknas Nomor 27/I2005 mengenai Standar Isi (SI). Pada tingkatan mata
pelajaran, kompetensi yang seyogyianya diperoleh berupa Standar Kompetensi
(SK) mata pelajaran yang berikutnya diuraikan dalam Kompetensi Dasar (KD).
Untuk jenjang satuan pendidikan, kompetensi yang patut dicapai oleh
peserta didik yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagaimana tertera
dalam Permendiknas Nomor 23/2006. (Abdul Aziz Wahab, Sapriya, 2011, hlm.
351). Jadi penilaian adalah rangkaian aktivitas untuk menerima, mengkaji, dan
menguraikan data mengenai proses serta keberhasilan belajar peserta didik yang
dilaksanakan secara terstruktur dan berkelanjutan, hingga menjadi informasi yang
berfaedah dalam mengambil keputusan.
Menurut (Solihatin, 2012, hlm. 220) Ada beberapa tolak ukur atau hal apa
saja yang patut dicermati dalam penilaian diantaranya :
a. Penilian bisa dilaksanakan melalui tes dan nontes
b. Penilaian harus melingkupi tiga aspek kemampuan, yakni: pengetahuan, sikap
dan keterampilan
c. Menentukan beragam cara penilaian saat berlangsungnya kegiatan
pembelajaran, seperti melalui observasi, mendengarkan, mengajukan
pertanyaan, mengamati hasil kerja siswa, dan memberikan tes.
d. Memilih alat dan bentuk penilaian menurut rumusan indikator hasil belajar
e. Berpacu pada tujuan dan fungsi penilaian: sebagai feedback, laporan pada
orang tua, serta memberi informasi mengenai minat belajar siswa.
f. Alat penilaian patut meningkatkan kemampuan daya nalar dan kreativitas
peserta didik, contohnya dalam bentuk uraian tes tertulis, tes kinerja, hasil
karya siswa (Produk), proyek, dan portofolio
g. Berpedoman pada kaidah diferensiasi atau pluralitas kemampuan peserta didik
h. Tak bersifat diskriminasi, tetapi menerapkan keadilan bagi semua peserta
didik.

Benang merahnya penilaian dalam pembelajaran PKn mempunyai ciri


khas tentang karakteristik mata pelajaran PKn. Dapat diketahui bidang studi PKn
di sekolah yakni dimensi kurikuler pendidikan kewarganegaraan. Salah satu
diantara kekhasan PKn yaitu Value Based Education (Winaputra &Budimansyah,
2007). PKn adalah kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan personalitas.
Yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan peserta didik
mengenai status, hak dan kewajiban dalam hidup bermsyarakat, berbangsa dan
bernegara serta pengembangan kualitas diri sebagai manusia. Kesadaran akan
pengetahuan diantaranya adalah wawasan kebangsaan, patriotisme, menjunjung
hak asasi manusia, bersatu dalam kemajemukan bangsa, melestarikan lingkungan
hidup, kesetaraan gender, demokratisasi, bertanggung jawab sosial, Taat pada
hukum, sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dalam (Winarno, 2019, hlm. 219).
Hal ini sangat relevan bila Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara
dikembangkan dalam penilaian pembelajaran PKn karena, Guru tak perlu risau
bila masih ada anak didik apabila nilai dalam aspek kognitifnya kurang di atas rata
– rata karena kepribadian serta keterampilan yang baik adalah modal utama dalam
menentukan nilai PKn peserta didik. Jadi seorang Guru tidak bisa menilai atau
memperlakukan peserta didik secara sama, maka dari itu dalam merealisasikan
fatwa dan ajaran Ki Hajar Dewantara ini seorang Guru harus memperlakukan
peserta didik berimbang dengan setiap kemampuan dirinya.

You might also like