You are on page 1of 41

Kegiatan bisnis dan Prinsip-prinsip

Perbankan
Irna Nurhayati
Departemen Hukum Bisnis
Fakultas Hukum UGM
MKN 2021
Materi
• Kegiatan usaha bank
• Hubungan bank dengan nasabah
• Prinsip-prinsip perbankan
Kegiatan usaha Bank Umum
• Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
• Memberikan kredit.
• Menerbitkan surat pengakuan utang.
• Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya
• Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
• Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain,
baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek
atau sarana lainnya.
• Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar
pihak ketiga.
• Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
• Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
• Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga
yang tidak tercatat di bursa efek.
• Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
• Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
• Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan lainnya:
• Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
• Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang
keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta
lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
• Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan
kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus
menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia, dan
• Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
Bank Umum dilarang:
• a. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf b dan huruf c;
• b. melakukan usaha perasuransian;
• c. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha dimaksud dalam Pasal 6
dan Pasal 7.
– Misalnya sebagai penjamin emisi efek (underwriter)
Kegiatan usaha BPR
• Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
• Memberikan kredit.
• Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip
Syariah,sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
• Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank
lain.
• Tiga sumber dana Bank:
– Sumber dana internal bank, e.g. pemegang saham
– Sumber external dari Lembaga non bank dan
Lembaga lainnya, e.g. dana pensiun, asuransi, Bank
Indonesia (untuk memperkuat koperasi/UMKM), etc.;
– Sumber dana external dari public dalam bentuk
simpanan giro, deposito berjangka, tabungan, bank
garansi, etc..
Hubungan bank dengan Nasabah
• Nasabah mungkin tidak bisa didefinisikan secara pasti, tetapi
kriteria pokok seseorang dianggap nasabah jika telah membuka
rekening di bank sehingga transaksi bisa dilangsungkan.
• Uniform Commercial Code Section 4-104(1)(e), Amerika Serikat,
mengatur bahwa, ”a customers as any person having an account
with a bank or for whom a bank has agreed to collect items and
includes a bank carrying an account with another bank”. (Robinson
vs Midland Bank Ltd)
• Agar bisa disebut nasabah, harus ada semacam rekening baik
simpanan atau giro, atau sejenisnya. (Great Western Railway Co v
London and County Banking Co Ltd (1901) AC 414, House of Lord)
Hubungan antara Bank dengan Nasabah di
antaranya:
• Hubungan Kontraktual (Debtor-Creditor
Relationship),
• Hubungan Kepercayaan (Fiduciary relation),
• Hubungan Prinsipal dan agen (Agent and
principle relation)
Hubungan kontraktual
• Keputusan Mahkamah Agung (MA) RI No 3139/K/Pdt/1987, dalam
perkara deposito antara Budi Santoso dengan Bank Pengembangan Asia,
yang menyatakan bahwa hubungan antara nasabah dengan bank adalah
berdasarkan suatu perjanjian.
• Dari kasus yang terjadi di Inggris, antara Robinson vs Midland Bank Ltd.
tahun 1925, menunjukkan bahwa hubungan antara bank dengan nasabah
adalah hubungan kontraktual, “The relationship of banker and costumer
does not come into existence unless both parties intend to enter it”, bahwa
hubungan antara nasabah dengan bank tidak ada, kecuali para pihak
“berkehendak” untuk mengadakannya.
Hubungan fiduciary
• Pada kenyataannya hubungan hukum antara bank dengan nasabah bukanlah hanya
sekedar hubungan antara debitur dengan kreditut, tetapi lebih dari itu, yaitu
fiduciary relationship.
• Istilah fidusia yang dalam bahasa Inggris disebut “fiduciary” berasal dari bahasa
Latin, yaitu “fiduciarius” dengan asal kata “fiducia” yang berarti kepercayaan (trust)
atau dengan kata kerja “fidere” yang berarti “mempercayai”.
• Sehingga istilah “fiduciary” diartikan, “memegang sesuatu dalam kepercayaan”
atau “seseorang memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk orang lain”.
• Dalam hubungan antara bank dan nasabah berarti bank adalah pemegang fidusia.
• Kepercayaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam hubungan antara
Bank dengan masyarakat. Hilangnya kepercayaan masyarakat kepada suatu bank
bukan saja dapat menganggu eksistensi bank tersebut, tetapi juga menimbulkan
efek berantai yang akan mempengaruhi kepentingan masyarakat dan
perekonomian secara luas (Efek Domino).
• Ketua Federal Reserve Board, Amerika Serikat, Allan Greenspan, menyatakan
bahwa, “Trust is a principle of central and importance to all effective financial
system”.
• Pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap bank telah menciptakan hubungan
kepercayaan antara bank dengan nasabah menjadi penting. Ini terjadi karena bank
memiliki status yang unik di tengah masyarakat—selain bank sebagai sandaran
kepercayaan ia juga menempati posisi khusus sebagai tempat yang aman (a place of
special safety and probity).
• Sebaliknya, masyarakat berada pada posisi yang lemah sekaligus dilematis.
Menyimpan uang di bawah bantal jelas tidak aman, sehingga mau tidak mau harus
juga dipercayakan kepada bank, sekalipun bila bank salah menggunakan uang
tersebut ia tetap tak bisa berbuat banyak. Menuntut bank dengan alasan
wanprestasi ataupun perbuatan melawan hukum misalnya, membutuhkan biaya
yang besar, sehingga menghambat masyarakat untuk melakukannya.
• Pada situasi ini masyarakat seakan tidak punya pilihan kecuali tetap berpasrah diri
saat menyerahkan simpanannya atas dasar rasa percaya. Bank secara tegas
menerima penyerahan tersebut. Hal inilah yang membuat lembaga perbankan
harus dikelola secara jujur dan hati-hati sehingga disebut lembaga kepercayaan—
trust, security atau guarantee. Oleh karena itu hubungannya diantara mereka
adalah hubungan kepercayaan.
• Suatu hubungan menjadi hubungan kepercayaan apabila
satu pihak secara nyata tergantung atau percaya pada
pihak lain, sehingga pihak tersebut berhak untuk yakin
kepada pemegang fidusia secara hukum tanpa perlu
membuktikan bahwa yang bersangkutan sebenarnya
memberikan kepercayaan kepada pemegang fidusia
Hubungan keagenan
• Agency adalah “Legal relationship under which one person (the agent) acts on behalf
of another (the principal). Black’s Law Dictionary, Agency adalah “fiduciary relationship
created by the express or implied contract or by law, in which one party (the agent)
may act on behalf of another party (the principal) and bind that other party by words
or actions”.
• Dalam hubungan ini nasabah memberikan bank kuasa untuk melakukan perbuatan
berkaitan dengan rekeningnya atau untuk mengijinkan orang lain melakukan hal
tersebut.
• Dalam kegiatan ini, bank berkedudukan sebagai penerima kuasa dan nasabah sebagai
pemberi kuasa. Kegiatan bank di bidang jasa perbankan tentang pemberian kuasa,
misalnya, berkaian dengan penerbitan dan pembayaran cek, kiriman uang, inkaso
(collection), penitipan, dan lain-lain.
Prinsip-prinsip Perbankan
• Prinsip kepercayaan (fiduciary principle)
• Prinsip kerahasiaan (confidential
principle/bank secrecy)
• Prinsip kehati-hatian (prudential principle)
• Prinsip mengenal nasabah (Know Your
Customer Principle).
Fiduciary principle
• Hubungan antara bank dan nasabah bukan sekedar hubungan debitur dan kreditur
semata.
• Mengingat status bank yang unik: sebagai “a place of special safety and probity”,
(keamanan dan kejujuran ), maka sifat hubungan hukum antara bank dengan nasabah
adalah hubungan “fiduciary” (kepercayaan). Oki “ kepercayaan “ mrpkn prinsip yg hrs
dipegang teguh dalam pengelolaan perbankan.
• Oleh karena itu jika hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana (misalnya
deposan) sekedar hubungan pimpinan-meminjam uang biasa seperti yang diatur di
dalam Pasal 1755 KUHPerdata dimana bank berkewajiban mengembalikan dana yang
diterima dari deposan pada saat tertentu sesuai dengan kesepakatan, hal tersebut di
dalam praktek perbankan dipandang terlalu sempit dan tidak mencerminkan kondisi
yang sebenarnya.
• Mengapa demikian? Karena dalam praktik, bank dapat menggunakan
dana simpanan nasabah tersebut sedemikian rupa atas dasar kepercayaan
(fiduciary principle) untuk tujuan dan dengan cara yang dapat menjamin
kepastian bahwa jika sewaktu-waktu diminta nasabah bank mampu
mengembalikan dana tersebut.
• Secara normatif “fiduciary relation“ dapat dipahami melalui penjelasan
Pasal 29 UU No.7 Thn 1992 jo UU No.10 Thn 98 (UU Perbankan): “bank
terutama bekerja dengan dana masyarakat yang disimpan pada bank atas
dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan
memelihara kepercayaan masyarakat padanya”.
• Fiduciary Relation juga dapat dipahami dari Pasal 8 UU
Perbankan : “dalam pemberian kredit bank kepada
nasabah, bank harus sampai pada tingkat kepercayaan
kepada calon nasabah, berdasarkan analisis atas itikad
baik bahwa yang bersangkutan akan mampu melunasi
utangnya atau mengembalikan kredit sesuai dengan
perjanjian”.
Confidential principle
• Prinsip rahasia bank menjadi sangat penting dijaga dalam
industri perbankan karena prinsip tersebut merupakan jiwa
dari industri perbankan. Stabilitas sistem keuangan akan
dapat goyah , jika bank tidak menganut prinsip kerahasiaan.
• Apabila nasabah dan simpanannya di bank dg mudah
dibocorkan keluar, akan dapat mengancam perekonomian
dan sistem perbankan nasional. Kepercayaan masyarakat
akan goyah, rush, dapat menular ke industri bank yang lain.
• Pembatasan dari kata “confidential” tidak jelas
• See Perpu No.23 of 64, UU No.14 of 67, UU No.7 of 92
jo UU No.10 of 98.
• Lingkup kerahasiaan terlalu luas, covering “keadaan
keuangan nasabah dan hal-hal lain dari nasabah yg
harus dirahasiakan menurut kelaziman dlm dunia
perbankan” (blanket norm).
• Lingkup kerahasiaan dalam UU No. 10 Th 1998 diubah
menjadi “nasabah penyimpan dana dan simpanannya“.
• Bank confidentiality in Law No.10 of 98 : “segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya”
• “Segala sesuatu yg berhubungan“ dan “keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya“ menyisakan problem mengingat tidak ada
standard atau criteria pada hal ini dalam praktis
• Ada dua aspects, subjective – (the customer) dan objective – (customer’s
saving)
• UU No.10 Th 1998 mengakomodasi kepentingan umum “kepentingan
umum“ dpt dijadikan alasan atau dasar hukum untuk menerobos prinsip
rahasia bank.
• Jadi UU No.10 Th 1998 mengatur dan menerapkan kerahasiaan bank yang
sifatnya relatif.
• UU No. 10 Th 1998 mengubah scope dari
kerahasiaan bank sebagaimana diatur dalam
Pasal 40:
1. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dana
dan simpanannya kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,
Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak
terafiliasi”.
• Rahasia bank menurut UU No.10/1998: segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
• “Segala sesuatu yg berhubungan“ dan “keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya“ masih menyisakan perdebatan karena tidak
ada kriteria standar mengenai hal ini di dalam praktik.
• Difinisi tsb mengandung: unsur subyektif – diri nasabah penyimpan dan
unsur obyektif – simpanan nasabah.
• Menjadi pertanyaan: Apakah dg demikian berarti: nama nasabah, alamat,
nomor rekening, nomor mobil, hobi, keluarga nasabah, dsb harus
dirahasiakan?
• UU No. 10 Th 1998 mengatur 7 tipe dari
“kepentingan umum” sebagai basis untuk
menerobos kerahasiaan bank:
(1) kepentingan pajak;
(2) Kepentingan penagihan piutang bank terutama piutang bank milik negara;
(3) kepentingan peradilan perkara pidana;
(4) Kepentingan dalam sengketa perdata antara bank dg nasabah;
(5) Kepentingan informasi antar bank;
6) kepentingan ahli waris;
(7) Kepentingan nasabah sendiri dengan persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah
(Art 41 – 44 A UUPerbankan).
• Putusan MK yang berdampak pada pasal tertentu
dalam UU Perbankan, Put MK No. 64/PUU-X/2012---
Pasal 41, bahwa terhadap pengecualian terhadap
kerahasiaan bank perlu ditambahkan “dan
kepentingan peradilan mengenai harta bersama
dalam perkara perceraian”
Prudential principle
• Dalam UU No. 10/1998 tidak disebutkan secara tegas mengenai
pengertian dari prinsip kehati-hatian, Pasal 2 UU No. 10 Th 1998
menyebutkan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian, definisi prinsip kehati-hatian dari berbagai sumber dapat
disimpulkan yaitu pengendalian risiko melalui penerapan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten.
• Dalam bahasa Inggris “Prudence is carefulness, precaution attentiveness
and good judgement, as applied to action or conduct, that degree of care
required by the exigencies or circumstances under which it is to be
exercised (Black’s Law Dictionary).
Pasal 2 :
• “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.”
• Saat ini bagi calon pemohon fasilitas kredit apabila usahanya dapat
menimbulkan dampak negatif maka bank mensyaratkan agar
dalam penjelasan umum undang-undang tersebut menyatakan
bahwa prinsip kehati-hatian harus dipegang teguh, khusus
kegiatan menyalurkan dana masyarakat berupa kredit
disempurnakan dengan peningkatan peranan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL).
• Bank berusaha bahwa pemberian kredit tersebut tidak
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan karena apabila
ternyata di kemudian hari atas proyek yang dibiayai dengan kredit
tersebut menimbulkan pencemaran maka bank dapat dituntut
oleh pihak tercemar berdasarkan UU No. 23 Th. 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, oleh sebab itu bank harus hati-hati
dalam pemberian kredit.
• Pasal 8 UU No.7/1992:
• “Dalam memberikan kredit, Bank umum wajib mempunyai
keyakinan atas atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk
melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.”
• Pasal 8 UU No.10/1998: “Dalam memberikan
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad
dan kemampuan seta kesanggupan nasabah
debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai
dengan yang diperjanjikan.
Art 11:
• Pasal ini mengatur mengenai bank dalam memberikan
kredit, pemberian jaminan,penempatan investasi surat
berharga atau hal lain yang serupa untuk debitur
kelompok atau perusahaan dalam kelompok bank
tersebut ataupun yang tidak pada kelompok tersebut
harus membatasi jumlahnya.
• Kredit: penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga (Art 1.11 Banking Law).
• BI menetapkan ketentuan mengenai BMPK atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi
srt berharga atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank
kepada peminjam atau sekelompok peminjam, termasuk perusahaan
kelompok yg sama dg bank ybs (Art 11 Banking Law).
Art 16-28:
• Beberapa pasal ini mengatur perizinan, bentuk hukum dan
kepemilikan bank bahwa dalam mendirikan bank harus diatur
secara tegas mengenai kepemilikan bank mengingat bisnis
perbankan mengandung prinsip kepercayaan yang diberikan
nasabah kepada bank tersebut, oleh sebab itu bagi mereka yang
pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan dilarang
mendirikan atau turut mendirikan bank. Hal ini diatur dalam SKBI
No: 27/118/KEP/DIR dan SEBI No: 27/4/UPPB tanggal 25 Januari
1995 yang mengatur orang-orang yang digolongkan dalam Daftar
Orang Tercela (DOT)
Art 29 sec (3):
• Pasal ini mengatur kewajiban bank untuk menjaga tingkat kesehatannya dan wajib
melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Penjabaran dari ketentuan
ini adalah bahwa bank dalam menjalankan usaha memiki kewajiban-kewajiban
untuk mempertahankan atau mencapai ratio-ratio yang dapat mencerminkan
kondisi bank tersebut antara lain Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu ratio
kecukupan modal minimal 8% apabila suatu bank tidak mencapai CAR 80% maka
dapat dipastikan kondisi bank tidak sehat. Terhadap bank-bank yang tidak sehat
Bank Indonesia akan melakukan pengawasan secara khusus sekaligus mencarikan
solusinya sehingga kondisi tidak sehat menjadi sehat seandainya tidak dapat sehat,
maka bank tersebut akan dilikuidasi.
KYC principle
• Prinsip KYC adalah prinsip yg diterapkan bank untuk mencermati dan mengetahui
identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah, termasuk pelaporan
transaksi yang diduga mencurigakan (suspisius transaction)
• Tujuan:
• Mengenal profil dan karakter transaksi nasabah sehingga secara dini bank dapat
mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan tsb;
• Meminimalisasi operasional risk, legal risk, concentration risk dan reputation risk.
• Transaksi keuangan yang mencurigakan:
• Transaksi keuangan yang menyimpan dari profil, karakteristik atau kebiasaan pola
transaksi dari nasabah yang bersangkutan (UU Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal
1 angka 7.
• Prinsip KYC mulai digalakkan untuk diterapkan dalam
industri perbankan, semenjak lahirnya UU No. 15 Tahun
2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003
(selanjutnya disebut ”UU TPPU”).
• Saat ini ada semacam paradigma baru dari masyarakat
perbankan internasional untuk tidak melakukan transaksi
dengan menggunakan fasilitas perbankan yang tidak atau
belum memiliki ketentuan KYC atau belum menerapkan
ketentuan KYC.
• Prinsip KYC adalah prinsip yang diterapkan bank untuk
mencermati, dan mengetahui identitas nasabah,
memantau kegiatan transaksi nasabah, termasuk
pelaporan jika terdapat transaksi yang di duga
mencurigakan. Tujuan penerapan KYC adalah untuk
mengenal profil dan karakter transaksi nasabah
sehingga secara dini bank dapat mengidentifikasikan
tarnsaksi yang diduga mencurigakan tersebut, untuk
meminimalisasi: operasional risk, legal risk,
concentration risk dan reputasional risk.
• Basel Committee on Banking Supervision Consultative
Document: Customer Due Deligence (CDD) for Banks,
menyebutkan bahwa saat ini pengawas bank di hampir
seluruh dunia menyadari pentingnya due deligence
terhadap nasabah baru dan nasabah yang telah ada
pada banknya, agar menghindari banknya digunakan
sebagai sarana tindak kejahatan.
• Basel Committee mengembangkan rekomendasi yang
memberikan basic framework untuk bank.
Rekomendasi inilah yang selanjutnya dikembangkan
sebagai Know Your Costumer (KYC) Principles
• Berdasarkan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 5/32/DPNP
Tanggal 4 Desember 2003 kepada Semua Bank Umum di Indonesia perihal
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/29/DPNP perihal
Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, selanjutnya
disebut ”SEBI No.5/2003, pada Bab III huruf A Angka 1 dan 2, huruf B
angka 2 dan huruf C, diatur tentang prosedur penerimaan nasabah
sebagai berikut.
1. Prosedur Penerimaan Nasabah Perorangan
2. Prosedur Penerimaan Nasabah Perusahaan
3. Prosedur Identifikasi dan Verifikasi
4. Prosedur Persetujuan Penerimaan Calon Nasabah
5. Beneficial Owner
• Beberapa Pasal di dalam ”UUTPPU” dan peraturan perundangan
yang terkait mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan apa
yang dimaksud dengan transaksi mencurigakan itu, yang dalam
rangka penerapan prinsip KYC harus diteliti, dicermati dan
dilaporkan oleh Bank kepada Bank Indonesia dan/atau PPATK.
• Pasal-pasal di dalam ”UU TPPU” tersebut adalah Pasal 1 angka 7,
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 13 beserta penjelasannya, Pasal 14
dan Pasal 17 dengan Penjelasannya pada ayat (1) dan (4).
• Pasal-pasal yang berkaitan dengan Penerapan Prinsip KYC di
dalam PBI No.5/2003 tersebut adalah Pasal 14, Pasal 17 dan Pasal
18 ayat (1) dan (1a)

You might also like