You are on page 1of 7

Epistemologi Santai;

EPISTEMOLOGI JEPANG MASA TOKUGAWA

• Abbas Hamami Mintaredja


Dosen Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada

" Pengetahuan m"erupakan kebutuhan kodrati manusia. Pengetahuan


selalu merupakan persepsi manusia tentang situasi dan keadaan seke-
liling manusia itu, atau dapat jugamerupakan pengalaman pribadi
manusia. Pengetahuan yang diperoleh pada saatnya akan direalisasikan
melalui tindakan atau tingkah laku (Abbas Hamami, 1980).

Mengetahui· adalah alat untuk endapan dan pengetahuan manusia yang


mempertahankan dirit sejauh ia mengatasi disadari secara kolektif oleh sekelompok
upaya mempertahankan diri semata-mata. manusia.
Oleh sebab itu pengetahuan adalah Epistemologi adalah eabang filsafat
hasil aktivitas manusia karena adanya yang berbiearatentang pengetahuan
hubungan antara subjek yang sadar dengan manUsia. Pengetahuan manusia mengenai
objek yang ingin dikenal (Abbas Hamami, organisasi konseptuaI manusia yang'setiap
1983). Dengan demikian pengetahuan saat mengusulkan perubahan dan perluasan
manusia yang telah terlembaga (dalam pengetahuan dirinya. Dengan demikian
institusi) yang direalisasikan dalam tin':' epistemologi adalah bidangfilsafat '. \IIJ)UIIl,.
dakan, seeara kumulatif akan berupa sebagaimana dikemukakan olehVeu_.~t
budaya. Dengan kata laint budaya adalah b~wa "epistemologi ita adalah peageta-

@ jurna/ fi/safat Mei'94


·huan tentang pengetahuan yang leita miliki (Ayn Rand~ 1979). Permasalahan -yang
tentang pengetahuan leita sendiri, bukanlah dihadapi adalah bagaimana bentuk
pengetahuan orang lain tentang pengeta- (wujud), struktur, serta karakteristik da.ri
huan kita atau pengetahuan yang . kita sistem epistemologi Jepang pada masa
milikl tentang penget~hutQl orang lain" Tokugawa itu ?
(Veuger,1970). Oleh karena itulah episte- Jepang sebagai sosok bangsa mem-
mologi yang juga disebut filsafat pengeta- punyai suatu sosok budaya yang merupa-
huan adalah suatu cabang filsafat yang kan aktualisasi dan realisasi dan pengeta-
mempelajari soal tentang watak, batas- huan yang dimilikinya, sehingga budaya
batas, dan berlakunya dari pengetahuan Jepang mempunyai corak yang spesivik.
(Niels Mulder, 1970). Atau lebih Juas Setiap budaya dibangun dari persepsi atau
seperti dikemukakan oleh Runes yang bahkan pengetahuan tentang realitas sosial
menyatakan epistemologi adalah "the dari kelompoknya (Berger, 1990). Menge-
branch ofphilosophy which investigates tahui adalah alat untuk mempertahankan
the origin, structure, methods, and diri, sejauh ia (manusia mengatasi upaya
validity ofknowledge" (Runes, 1975). mempertahankan diri semata-:-mata
Jepang adalah sosok b~ngsa di Asia (Habermas, 1990). Demikianjuga halnya
yang memiliki b~daya yang unik, memiliki bangsa Jepang, yang memiliki' peradaban
suatu pemikiran yang spE!sifik alau khas yang unik. Peradaban menyangkut kela-
yang berbeda dengan.bangsa lain di Asia. kuan - - untuk mengatasi dan memper-
Jepang pada masa TokugaYia, ,menurut tahailkan diri - - manusia individual
catatan sejarah menunjukkan situasi yang dalam kehidupan sehari-hari, karena
berbeda dengan masa-masa sebelum atau . keseluruhan dari kes'adaran kehidupan
sesudahnya (Bellah, 1992). Pada masa ini individual yang merupakan manifestasi
kaum .Samurai memegang peran yang peradaban (Daisaku Ikeda, 1976). Oi
penting dalam peta sejarah perkembangan dalam masyarakat· Jepang terdapat dua
·Jepang.Oleh karena hal yang demikian lingkup nilai yang satu dengan lainnya
itu" maka dapat dipastikan bahwa- pada salingmelingkupinya. Nilai pertama
. masa Tokugawa, Jepang memiliki suatu adalah nilai yang berupa keinginan yang
paDdangan dunia atau swltu filosofi terten- sangat kuat untuk belajar. Seseorang yang
tu. Jepang pada masa Tokugawa merupa- sungguh-sungguh terpelajar akanjuga
kanjaman Skolastik Jepang (Toynbee & menjadi seorang yang sungguh-sungguh
Dais,aku I~eda,1976). Bangsa Jepang setia dan patuh pada keluarga. Belajar
menguasai sumber-sumber daya spiritual (pengetahuan) hams direalisasikan dalam
yang dibutuhkan. Agama nenek moyang praktek kehidupan. Nilai yang kedua
mereka Shinto dan Budhisme, keduanya adalah nilai estetis emosional, yaitu nilai
menganjurkan kewajiban etik manusia yang cenderung merupakan tujuan dari-
'untuk bekerjasama dengan alam di luar pada dirinya sendiri. Nilai-nilai yang tak
manusia (Toynbee & Daisak'u Ikeda, berpusat pada tujuan kolektif tetapi pada
1976). Setiap filosofi menurut Arn Rand pengalaman-pribadi (Bellah, 1992).
selahi. mempunyai epistemologi yang khas Jepang1;li masa lampau telah menun-

@ jurnal filsafat Mei'94 20


jukkan diri sebagai bangsa yang memiliki kecenderungan yang asimilatif. ,Sejarah
bakat besar untuk menyerap dan mem- Jepang menunjukkan bahwa negeri itu
baurkan peradaban dari kebudayaan asing. telah menerima berbagai pengaruh, baik
Selama masa penyatu",! yang pertama di kultural maupun spiritual dari luar. Semua
Iaman Kuno, Jepang'mengambil Cina pengaruh itu tidak dapat menghilangkan
sebagai model bagi tatanan politik dan tradisi asli, tetapi memperkaya kehidupan
sosialnya, dan belajar teknik produksi dan spiritual Jepang (Djam'annuri,1981).
seni dari Cina dan Korea. Kebuday.aan di Pertemuan antara tradisi asli dengan
Iaman Asuka dan Tempyo --abad keenam pengllruh-pengaruh luar yang masuk
sampai kedelapan -- lebib banyak bersifat senantiasa dipadukan menjadi suatu bentuk
jiplakan, tetapi menjelang Jaman Heian tradisi baru yang jenisnya hampir serupa.
(794 - 1192) Jepang menggunakan apa Proses perpaduan yang terjadi bukanlah
yang telah dicemakannya dari para tetang- pertentangan atau kekacauan nilai, melain-
ganya untuk menciptakan sehuah budaya kan suatu kesinambungan. Dalam bidang
yang orisinil dan unik. Selama Jaman spiritual pertemuan antara tradisi asli
Kamakura (1192 - 1333) dan Muromachi , Jepang dengan p~ngarub dari luar telab
(1392 - 1573) sementara Jepang mengala- melahirkan suatu agama baru yaitu, Shin-
mi perang saudara yang memporakporan- to. Suatu contoh yang tampak yaitu,
dakan negeri, sekali lagi aros budaya yang datangnya agama Buddha di Jepang. Oi
utama meropakan basil penyerapan budaya tang~n bangsa Jepang agama yang berasal
yang didatangkan dari luar, tetapi di dari India dibuat menjadi asli Jepang,
bawah kehijaksanaan menutup diri ke- sehingga sangat berbeda dengan agama
S~og~nan Tokugawa selima Iaman Edo Buddha yang dilahirkan di tempat asalnya .
(1603 - 1868) Jepang sekali lagi kemhali dan tidak sarna pula dengan agama buddha
pada pembentukkan suatu kebudayaan yang berkembang di Cina. Perbedaan
Jepang yang mumi yang babkan merembes agama Shinto dengan agama Bud.~ha
ke tingkat kaum bawahan. Sesudah hampir-hampir tidak kelihatan lagi.
restorasi Meiji taboo 1868 Jepang memulai Pengaruh agama Buddha semakin kuat,
suatu kebijaksanaan modem yang pesat. sehingga upacara-upacara dan perayaan-
perayaan dalam agama Shinto, hiasan-
Peradaban Jepang hiasan dalam tempat suci bahkan p~tung­
Secara historis budaya bangsa Jepang patung dewa agama Shinto banyak dan
barn dikenal sejak abad keempat Masehi, sangat ditentukan oleh pendeta agama
pada saat mana Ko.nfusianisme mulai . Buddha. Di kalangan rakyat umum
masukke Jepang. Konfusianisme relatif alltara keduanya tetap ada semacam
mudah masuk ke Jepang, karena sifat dan .. pembagian tugas dan fungsi. Dewa-dewa
agama ini yang serba duniawi, sehingga agama Shlnto membimbing uru~-urusan
mudah bercampur dengan nilai-nilai tradi- ke duniaan, sementara per- soalan hidup
sional Jepang. (Djain'annuri,1981). kemudian menjadi tanggung jawab agama·
Pertumbuhan dan perkemhangan Buddha. Peristiwa-peristiwa kelahiran,
budaya dan agama Jepang memperlihatkan perkawinan, perayaan-perayaan musim,

@ j~rna/ li/safat Me;'94 21


dan kemenangan dalam perang terma- nya pun lahimya Shinto baru yang berco-
suk dalam persoalan-persoalan yang diuros rak: Budhisme dan Konfusianisme. .
oleh agama Shinto, tetapi hal-hal yang Pada akhir masa Tokugawa muneul
menyangkut perluasan ajaran, organisasi rasa tidak puas terhadap pemerintah.
kependetaan, dan upacara,:~upaearakema- Agama Buddha memperoleh kesan buruk,
tian menjadi tugas dan iabggung jawab dan perasaan anti Buddha semakin men-
agama Buddha (Djam' annuri, 1981, ingkat, akibatnya banyak: kelenteng-kelen-
dengan mengutip-dari William K. Bunce teng ditutup dan pendetanya. diharuskan
dalam Religion in J~ 1956). meninggalkannya. Namun di pihak lain
Pada masa Tokugawa (1603 - 1868) bermuneulan lembaga keagamaan yang
rakyat Jepang menikmati masa yang penuh baru. Agama-gama yang bam ini adatah
dengan ketentraman dan kedamaian. agama kuno Jepang, yang telah mendapat-
Sungguh pun demikian dalam bidang kan reformasi pada jaman pertengahan
agama tidak menampakkan adanya kema- Tokugawa. Agama ini adalah agama
juan yang berarti. Agama Buddha pada Shinto, yang pada saatnya nanti mengil-
waktu itu dijadikan satu-satunya agama hami reformasi Meiji di Jaman Modem.
yang diakui oleh negara. Pemerintah
melakukan pengawasan terhadap agama Filsafat Umum J~pang
tersebut dan mempergunakannya, baik Filsafat Jepang secara eksplisit tidak
untuk· tujuan memelihara tatatertib sosial mooeul ke permukaan, tetapi melekat pada
mau pun mengatur kehidupan spiritual budaya Jepang yang sampai kini masih
bangsa. Setiap penduduk diharuskan terpelihara dengan baik. Lain dari pada itu
meneatatkan diri di kelenteng-kelenteng. juga filsafat Jepang tersirat di dalam religi
Kebijaksanaan tersebut dimaksudkan Jepang yaitu Shintoisme, Budhisme, dan
selain untuk memantau perkembangan Konfusianisme. Dalam religi nasional
agama Buddha, juga dimaksudkan untuk Jepang dan religi keluarga, semua trad;si
sensus penduduk.. Kegiatan-kegiatan dari religi-religi besar terwakili dan ber-
seperti perkawinan, perpindahan kerja, baur hampir tanpa dapat dipilah lagi.
perjalanan, kelahiran"dan kematianjuga Konfusianisme dan Shintoisme meminjam
harus dilapotkan di kelenteng. Dengan dan mengambil metafisika dan psikologi
demikian di samping tugas keagarnaan, Budhisme; Budhisme dan Shintoisme telah
kelenteng juga menjalankan tugas pemerin- meminjam etika Konfusianisme; sedangkan
tahan (Djam'annuri, 1981). Konfusianisme dan ~udhisme telah sepe-
Pada pertengahan Jaman T~kugawa nuhnya di Jepangkan (Bellah, 1992).
muneul aliran "Fukko Shinto" atau dise- Apabila diperhatikan pernyataan di
but juga "Reformasi Shinto". Tujuan atas, maka sesungguhnya bilamana hendak
utama dari reformasi Shinto adaIah meneli- memabami filsafat Jepang secara menda-
ti kembali agama Shinto yang asti. Namun lam, maka konsekuensi logisnya adalab
dalam penelitian tersebut, pada umumnya harns memahami pul~ filsafat Konfusian-
digunakan metode dan cara berpikir dari isme dan filsafat Budhisme. Hal ini di-
Budhisme dan Konfusianisme, maka" hasil- karenakan adanya suatu keterikatan

@ jurnal filsafat Me;'94 22


epistemologis dan'metafisis serta etis dari Konsep .Epistemologi Masa Tokugawa
Shintoisme dengan Konfusianisme dan Sebagaimana dikemukakan di atas
Budhisme. bahwa pada masa Tokugawa Budbisme
Filsafat yang .J~~rkandung dalam menjadi agama resmi. negara - - walau-
budaya Jepang tercermin dalam etika pun dapat dipahami bahwa Budhisme di
Jepang, yang sejak awal Jepang sampai Jepang merupakan sintesa dari Konfu-
kini masih tetap terpelihara dengan baik. sianisme dengan Shintoisme - - sehingga
Suatu nilai etis yang tetap terpeIihara itu implikasinya S6mua filosofi yang berkem-
adalab sikap setia dan patub terhadap bang pun tidak lepas. dari filsafat Bud-
keluarga. Dalam hal bangsa Jepang, hisme. Budhisme yang menganut "ke
kesetiaan terhadap suatu ketuarga atau kinian dan di sini" mempunyai sifat
kelompok ke dalam mana mereka tergo- pragmatis. Epistemologi Budhisme adalah
long (dalam masalah perasaan bersalah), epistemologi santai (Daisaku Ikeda dan
akan menimbulkan kesadaran berdosa yang Arnold Toynbee, 1987). Santai kerap
dalam. Bangsa Jepang juga memelihara diartikan kebenaran yang tiga. Menurut
keseimbangan psikologis antara dua faktor, teori ini, manusia dapat memahami hakikat
yakni pada keadaan di mana pihak lain benda dan fenomena bila manusia menga-
bersalah, keleng':lhan diri sendiri juga mati sifat dan aspek mereka dari tiga
masuk .pertimbangan untuk menyelesaikan sudut pandang yaitu Ke, Ku dan ehu.
perselisihan (Eiichiro Ishida, 1974). Dari ketiganya ini Ke atau Ketai adalah
Filsafat uinum yang tercermin dalam ropa fenomena benda sebagai yang tampak
religi Jepang mau pun budaya' Jepang, pada manusia. Sifat fisik hadan dan alam
tampak dipengaruhi secara mendasar dari semesta sendiri senantiasa berubah. Badan
filsafat Konfusianisme dan Budhisme, manusia misalnya mengalami metabolisme
yang sifat.dasamya adalab "this worldly" dan berfungsi secara dinamis. Aspek
yaitu "kekinian dan di sini". Oleh karena lahiriah benda dihayati oleh pikiran manu-
itu, sifat filsafat Jepang menurut kategori sia sebagai bayangan. Tetapi bayangan-
filsafat dewasa ini, termasuk filsafat bayangan itu sendiri senan tiasa berubah.
pragmatis. Hal ini memang tampak pada Ku atau Kutai adalab bal yang
setiap perbuatan yang sifatnya religius, menunjukkan ciri khas. benda dan fenome-
mau pun yang berupa budaya. na. Kutai dapat juga didefinisikan bukan
Filsafat umum pada masa Tokugawa sebagai sesuatu yang ada mau pun sesuahi
tidak jauh berbeda dengan filsafat yang yang tiada, karena di dalamnya ada hal-hal
berkembang di Je-pang. Namun karena yang memungkinkan perubaban menjadi
pad.a masa Tokugawa agama yang meru- berbagai macam fenomena. Hakikat dan
pakan agama negara adalah Budhisme, Ku dari sudut pandangan Buddhis tidaklah
dengan demikian akan tampak sifat filsafat sarna, tetapi Ku amat penting adanya bagi
Budhisme dalam semna tindakandan suatu pengetahuan yang benar tentan'g
tingkah laku yang berkembang dalam hakikat benda.
masyarakat. ehu atau Chutai, hakikat mutakhir,
merangkum Ketai mau pun Kutai.

@ jumal filsafat Mei'94 23


Dengan kata lain, ehu meropakan hakikat bab); Nyoze-en (kaitan); Nyoze-ka (mbat);
jiwa yang diwujudkan dalam aneka bentuk Nyoze-h6 (pembalasan); dan Nyoze-
dan menentukan sifat-sifat dan ciri-eiri yang homimatsu-kukyoto (kesungguhan semua
mendasar. Chutai bersifat langgeng, tetapi fenomena dari awal sampai akhir). Ke atau
dia menampakkan dirinY,",iifebagai Ketai
,,,:;.'1
Ketai mengaktualisasi dalam Nyoze-s6
dan Kutai, tanpa Ketai daD Kutai, Chutai yang berarti benar atau nyata atau yang
tidak ada. menyatakan bentuk alau wujud kehidupan,
Ke, Ku, dan ehu adalah suatu dan Ku atau Kutai beraktualisasi dalam
hakikat, dan bentuk sejati dari semua Nyoze-Sh6 yang berarti alam yang sejak
benda adalah basil dari ketiga cara yang awal mula melekat pada kehiduapan t dan
dipakai hakikat tunggaI ini untuk mewu- pada manusia menyatakan naluri t pikiran,
judkan dirinya. Budhisme mengajarkan kebijakan, dan semangat. Dan ebu atau
bahwa bila manusia hendak menelaah dan Cbutai terjabarkan dalam Nyoze-tai,
sudut pandang ini, terbukalah ke- Nyoze-sb, dan Nyoze-Sh6 yang menyata-
·mungkinan untuk menghayatinya tanpa kan kesatuan terpadu dari kehidupan yang
salah apa sebenamya benda itu. Segala yang merangkum jasmani dan rohani.
jenis hidup, di samping memiliki ciri-ciri Ketiga uosur ini membentuk kenyataan
sendiri, berubah dari saat ke saat dalam kehidupan. Budhisme mengajarkan bahwa
hubungannya dengan duma luar Budhisme kehidupan harus diamati dari tiga sudut
membagi kehidupan menjadi sepuluh pandang yaitu bentuk, oaluri dan .kesatuan..
tingkat tergantung pada kondisi emosional Nyoze-s6, Nyoze-Sh6, dan Nyoze~tai
yang subjektif. Budhisme juga menjelaskan adalab sifat sejati dari jiwa hidup. Dengan
hubungan-hubungan dengan dunia luar, demikian Jii-Nyoze sesuai dengan Ke,
perubahan fisik (atau ciri-ciri), dan gerak Ku, dan Chu dari epistemologi Santai
darisetiap gejala hidup. Penjelasan-penje- yaitu bentuk sejati dari kekuatankehidupan
lasan ini dibuat dari pelbagai titik penga- sebagai suatu kemanunggalan.
malan yang strategis dan memperla1c9kan Apabila di analisis lebih mendalam,
semua gerakan kehidupan dalam penger- sesungguhnya teori epistemologi Santai
tian hukum yang disebut Jti-Nyoze atau sebagaimana yang dikemukakan diatas
Sepuluh Ta~ap Kehidupan (Jigoku = dalam filsafat Barat dikenal teori Plato,
neraka; Gaku = nafsu serakah; Chikusho yaitu objek indra yang selalu mengalami
= kebinatangan; Shura = nafsu amarah; perubahan, sedangkan·objek pik:irao atau
Nin = ketenangan; Ten = lu~pan pera- intuisi bersifat tetap. Keduanya meropakan
saan; Shoman = b~rilmu; Engaku = satu kesatuan dari hal yang nyata. Pena-
beriman;Bosatsu = Bodhisatwa;dan laran dan intuisi saling melengkapi dalam
Butsu = alam Buddha (Daisaku Ikeda dan arti penalaran mensyaratkan adanya fungsi
Arnold Toynbee, 1987). lti-nyoze digam- intqisi, sedangkan intuisi dikoreksi dan
barkan terdiri dari unsur-unsur Nyo.s6 dijelaskan oleli penalaran. Penggunaan
(bentuk); Nyoze Sh6 (naluri); Nyoze-tai penalaran secara berulang-ulang dapat
(kemanunggalan); Nyoze-riki (keku8saan); mengatur dan menjelaskan kebijakan yang
Nyoze-sa (pengaruh); Nyoze-in (musa- diperoleh melalui intuisi. Kalan penalaran

@ jumal filsafat Me;'94 .24


pada umumnya mengambil pendekatan DAFTAR PUSTAKA
analitis dan memecahkan obje'k yang Abbas Hamami M, 1980, Struktur
comit menjadi bagian-bagian pokok yang Epistemologi Indonesia,PPPT
DGM.
sederhana. Intuisi ~angkap objek secara
Abbas Hamami M., 1983, Epistemologi,
utuh dan menemb~~ langsung ke sifat
Yayasan Penerbit Fakultas Filsa-
dasar objek itu. Meskipun keduanya fat UGM, Yogyakarta.
mungkin seolah-olah saling bertentangan, Bellah, Robert N. 1992, Terj., Religi
namun sesungguhnya keduanya itu meru- Tokugawa; Akar-akar Budaya
pakan aspek kebijakan manusia yang saling Jepang, Judul asli "Tokugawa
berhubungan erat dan keduanya mem- Religion; The Values of Pre-
punyai efek meningkatkan kemampuan Industrial Japan", Gramedia,
Jakarta.
sifat dasar manusia.
Berger, Peter L.dan Thomas Luckmann,
1990, Terj., Tafsir Sosial atas
Kesimpulan Kenyataan,· Risalah tentang
Berdasarkan pembahasan di atas, maka Sosiologi Pengetahuan, Judul asli
dapat disimptilkan: tfThe Sosial Construction of reali-
I. Filsafat Jepang pada umumnya tampak ty", LP3ES, Jakarta
pada tradisi religi yang sampai kini Daisaku Ikeda, 1988, Terj., Buddhisme;
masih terpelihara, yaitu agama Shinto Falsafah Hidup, judul asli
yang dilhami oleh Buddhisme dan "Buddhism; The living Philoso-
Konfusianisme. Selainitu juga phy", Indira, Jakarta.
tampakpada budaya Jepang. Djam'annuri, 1981, Agama Jepang, PT
2. Pada masa Tokugawa, Jepang di Bagus Arafah, Yogyakarta
d.ominasi oleh paham Budhisme Eiichiro Ishida, 1986, Terj., Manusia dan
yang ditetapkan sebagai agama resmi
Kebudayaan Jepang, judul asli
"Japanese' Culture; A Study of
negara. Namun demikian Shintoisme
Origins and Characteristics", PT
sebagai agama asli bangsa Jepang
Dian Rakyat, Jakarta
tetap dilaksanakan upacaranya dalam
Mulder,N ,.1970, Epistemologi Riset
keluarga. Lapangan, Seri Penerbitan Sos-
3. Filsafat umum Jepang pada masa Pol UGM
Tokugawa di warnai 'oleh ·filsafat Rand, Ayn, 1970, Introduction to Objec-
Budhisme, yang bersifat ke kinian tivist Epistemology, The New
dan di sini. Library, London
4. Epistemologi Jepang pada ma~a Toku- Runes, D.D., 1975, Dictionary of Phi-
Ogawa bersifat pragmatis dengan losophy, Littlefield, Totowa
landaSan epistemologi Budhisme yang Toynbee, Arnold and Daisaku Ikeda,
dikenal dengan epistemologi Santai 1987, Terj., Perjuangkan Hidup,
yaitu Ke, Ku, dan Chu. Pemikiran judul asli, " Choose Life,PT
yang demikian ini dalam tradisi filsa- Indira, Jakarta
fat Barat, hampir sarna dengan Veuger, Jaques, 1970, Epistemologi,·
Bagian Umum, Tanpa Penerbit
fi lsafat Plato atau filsafat Spinoza
(Diktat), Yogyakarta
pada Jaman Modem.

@ jurnal filsafat Mei'94 25

You might also like