You are on page 1of 7

Hari ini sungguh hari yang menyebalkan bagi Lana, lagi dan lagi Mamanya selalu saja

cerewet menyuruhnya untuk segera mencari pekerjaan daripada luntang-lantung di rumah


katanya.
Ya selama hampir satu tahun ini Lana hanya di rumah setelah lulus kuliah dia belum
mendapatkan pekerjaan. Bukannya dia tidak berusaha, dia sudah berusaha namun tetapi
belum juga memperoleh pekerjaan. Mungkin belum rejekinya, dan Lana yakin rezeki itu
sudah ada yang mengaturnya. Tentu saja Tuhan Yang Maha Pengasih.

Hari ini agenda Lana tidak ada, ya jelas tidak lah dia saja menganggur. Sungguh
sebenarnya ia tidak ingin seperti ini, tapi ya mau bagaimana lagi bukan rezekinya.

"Hey Lana, kamu ini anak gadis masa jam segini baru bangun" ucap Mama Lana yang
sedang menyiapkan makanan dimeja makan.

Lana yang sedang berjalan menuruni tangga dirumahnya hanya diam malas menjawab
ucapan Mamanya. Ia sudah kebal plus bosan selalu mendengar ocehan itu yang hampir
setiap hari masuk ke gendang telinganya. Dia berjalan melewati Mamanya untuk mengambil
air dari kulkas.

"Kamu dengerin apa yang Mama bilang gak sih" ucap Sarah pada putrinya itu yang diam tak
menjawab.

"emmm" Lana hanya berdehem menanggapi itu, lalu ia berjalan duduk di meja makan.
Menarik kursi dan mendudukkan pantatnya di kursi itu sambil menghirup dalam-dalam
aroma masakan Mamanya yang begitu menggugah selera di pagi hari.
Langsung saja Lana membalikan piring yang tengkurap bersiap untuk makan, ia mengambil
nasi didepannya. Namun sebelum itu tangannya sudah dipukul terlebih dahulu oleh
Mamanya.

"Ihh, Mama kenapa sih. aku kan mau makan" kesal Lana pada Mamanya.

"Kamu ini anak cewek jorok bener, bangun tidur tuh cuci muka sikat gigi baru makan.
Bukanya bangun tidur langsung makan. Sana cuci muka dulu" keluh Sarah pada anak
gadisnya yang terlalu jorok menurutnya.

"Gak mau, aku laper" Lana malas melakukannya. Dia kembali akan mengambil makan tapi
lagi-lagi ibunya menepis tangannya. Dan Sarah menjauhkan makanan itu dari Lana.

"Mama apaan sih, nasinya deketin ke aku lagi nggak" Lana semakin kesal dengan sikap
ibunya saat ini. iya sih ibunya benar, tapi ia malas untuk cuci muka.

"Ibu gak akan kasih kamu makan, kalau kamu nggak cuci muka sama sikat gigi dulu" Sarah
masih bersikeras dengan pendiriannya.

"Yaudah, aku gak jadi makan. Ambil aja sana ambil" emosi Lana. Ia langsung bangkit dari
duduknya dan pergi berjalan kearah pintu depan.
"Mau kemana kamu? " Tanya Alan yang baru saja masuk kedalam rumah sehabis olahraga
pagi. Ia melihat adiknya yang tampak kesal berjalan melewati dirinya.

"Pergi" sahut Lana, tanpa melihat kakaknya, ia hanya berjalan menatap ke depan.

......

Di meja makan Sarah menghembuskan nafasnya, sambil memegangi dadanya mencoba


bersabar dengan sifat putrinya seperti itu. Aldi Ayah Lana baru saja datang kemeja makan
membawa tas kerja dan berpakaian rapi. Dahinya mengkerut, memperhatikan meja makan
yang belum ada orang. Padahal sepertinya tadi dia mendengar putri kesayangannya sudah
bangun. Tapi kenapa tidak ada di meja makan.

"kok masih sepi nih meja makan, perasaan tadi aku denger Lana sudah bangun. Kemana
dia? " Tanya Aldi Hutomo pada istrinya.

"Dia pergi, marah karena aku marahin " balas Sarah sambil mengambilkan Nasi untuk
suaminya yang sudah duduk.

"Ma, Lana kenapa tuh? " Tanya Alan Yang baru saja datang. Sehingga membuat Aldi belum
sempat bertanya kepada istrinya.

"Biasalah adik kamu" jawab Sarah tidak terlalu mau menanggapi. Ia juga segera duduk di
meja makan. Setelah mengambilkan semua hasil masakannya ke piring suaminya.

"Kamu nih, jangan terlalu buru-buru dia soal pekerjaan. Nanti juga dapet kok" Aldi
menasehati istrinya yang menurutnya terus saja mendesak putri mereka untuk segera
mendapat pekerjaan.

"Ya.. " hanya itu saja dari Sarah, menurutnya nasehat suaminya cukup dijawab seperti itu.
Jika ia terus saja membela diri atau menjawab, suaminya semakin tidak bisa berhenti untuk
membela Alana.

°°°°°

Alana saat ini berada di kamar indekost temanya yang bernama Riri. Padahal saat ini sudah
sore hari menjelang waktu magrib, Lana masih santai rebahan saja di kasur sambil
menscroll halaman Instagram melihat beberapa postingan dari teman-temanya yang
sepertinya sedang begitu enjoy dalam pekerjaan mereka. Sungguh ia iri dengan semua itu,
dengan mereka yang bisa menikmati hasil dari pekerjaan mereka yang mereka gunakan
untuk membeli sesuatu atau berjalan-jalan keliling Indonesia atau bahkan keluar negeri.

"Enak ya jadi mereka, Lulus kuliah langsung bisa kerja dan menikmati hasil mereka. Lah
gue masih gini aja, gak ada perubahan" ucap Lana merasa iri dengan teman-temannya.
"Sabar, Lo sendiri kan yang bilang kalau semua itu butuh kesabaran dan rezeki udah ada
yang ngatur. Sudah dibagi masing-masing rezeki itu secara rata oleh Tuhan. Tinggal tunggu
aja" Riri mencoba memberi masukan pada Lana.
"Heran deh gue, kenapa Lo malahan yang putus asa begini, padahal dulu Lo yang sering
bilang ke gue kaya gitu" lanjut Riri lagi sambil ikut merebahkan dirinya di kasur sebelah
Lana.

"Gue udah sumpek soalnya begini terus, Mama gue terus-terusan nyeramahin gue buat
cepet cari kerja. Kan sumpek telinga gue denger itu itu terus yang diomongin"

"Ya, namanya juga orang tua udah dengerin aja. Lo masih mending ada yang nyeramahin
lah gue" ucap Riri.

Riri adalah Teman kuliah Lana walaupun teman kuliah dan baru beberapa tahun berteman
mereka sudah seperti seorang sahabat yang berteman lama. Lana begitu nyaman saat
menceritakan segala sesuatu yang menyangkut hal pribadinya. Riri bisa bilang begitu
kepada Lana karena dia sedari kecil hanya tinggal bersama neneknya dan beberapa
sepupunya serta keluarga pamannya kedua orang tuanya bercerai saat ia masih kecil dan
keduanya hidup di kota lain bersama keluarga baru mereka. Riri adalah orang yang pintar
saat sekolah maupun kuliah sehingga saat ini ia sudah bekerja disalah satu perusahaan
BUMN.

"Lo ada lowongan gak sih buat gue? " Tanya Lana menyampingkan tubuhnya kearah Riri.

"Gue belum ada info, dan di perusahaan gue juga belum ada" jawab Riri sambil mencoba
mengingat-ingat barang kali ada lowongan yang pernah ditawarkan ke dia dulu. Bisa jadi
membuka lowongan lagi.

"Oh iya, Lo kenal Siska kan? " ucap Riri lagi saat ia seakan mengingat sesuatu.

"Siska siapa? " Lana lupa Siska siapa yang dimaksud Riri.

"Siska sepupu gue sekaligus teman kita, yang sering pulang telat juga sama kita saat kuliah"
Riri berusaha mengingatkan Lana pada sosok teman mereka dulu.

"ya gue inget sekarang, yang tinggi putih itukan" jawab Lana

"Iya, diakan kerja jadi asisten seorang artis blasteran Amerika. Dia mau berhenti jadi asisten
alasannya udah gak betah kerja sama tuh artis. Dia bisa resign dengan syarat harus dapet
pengganti dia. Kamu aja yang jadi penggantinya, yang penting kamu kerja dulu"

"Boleh juga sih, tapi gimana ya.. " Lana mencoba memikirkan kembali, apa ia harus
menerima pekerjaan itu.
"Yaudah deh gue mau gantiin dia, daripada gue nganggur begini. Kena omel nyokap gue
terus, gue mau deh" ucap Lana pada akhirnya setelah ia sedikit berpikir tadi.

"Nah gitu, gue hubungi Siska dulu" Lana langsung mencari nomer Siska di ponselnya.

°°°°°
Riri menghubungi Siska pada akhirnya untuk menanyakan apakah masih membutuhkan
pengganti dirinya bekerja sebagai asisten artis.

"Halo Sis" ucap Riri saat panggilan sudah diangkat seorang yang diseberang sana.

"Iya halo Ri, kenapa? " jawab Siska.

"Kamu waktu itu pernah bilang sama aku, kamu lagi nyari pengganti kamu buat jadi asisten
artis kan? Udah ada gantinya belum? " ucap Riri dengan lembut.

"Belum Ri, susah. .gue nyari orang dari waktu itu belum dapet-dapet. Lo ada kandidat? "
balas Siska sedih karena belum mendapat penggantinya.

"bagus kalau belum ada, aku ada kandidat buat gantiin kamu " ucap Riri.

"Wah serius Lo, siapa? " Siska terdengar bahagia mendengar itu, karena dia bisa terbebas
dari artisnya.

"Lana, Alana temen kita kuliah dulu" balas Riri.

"Waah itu serius Lana mau jadi asisten artis" Siska seperti tidak yakin jika Lana mau jadi
asisten. Dia saja berasal dari keluarga berkecukupan, masa mau jadi asisten.

"Lo ngeremehin gue, " sahut Lana yang memang sedari tadi di samping Riri mendengarkan
obrolan mereka berdua.

"Eh, Lo ada di deket Riri. Sorry, gue kira lo gak mau soalnya lo kan berkecukupan" Siska
merasa tidak enak dengan ucapannya barusan yang didengar Lana.

"Gue mah, bukan tipe orang yang minta sama orang tua terus" ucap Lana lalu menjauhkan
dirinya dari ponsel Riri.

"Sorry, " ucap Siska menyesal.

"Halo Sis, gimana? " tanya Riri


"Yaudah besok gue bilang sama tuh orang, kalau gue udah dapet yang gantiin gue" Ucap
Siska pada akhirnya.

"Oke ya terimakasih "

"Iya sama-sama, bilangin ke Lana gue minta maaf ya" Ucap Siska lalu mematikan
ponselnya.

…………………………

Lana baru saja sampai dirumahnya pukul 08.00 WIB. Lebih tepatnya ia pulang sehabis isak.
Ia sholat isak dulu di indekost Riri.

"Jam segini pasti udah selesai makan malam, bagus deh gue bisa langsung naik ke kamar"
pikir Lana dalam hati saat ia membuka pintu rumahnya yang tidak terkunci.

Dengan perlahan Lana membuka pintu, berjalan menuju arah tangga seraya mengendap-
endap seperti sedang perang saja. Ruang tengah yang gabung satu dengan ruang makan
tampak sepi. Mungkin mereka semua sedang di kamarnya masing-masing.
Baru saja akan melangkahkan kaki naik ke atas. Mamanya keluar dari kamar, kamar orang
tua Alana kebetulan memang ada dilantai satu sementara lantai atas hanya ada kamar
anak-anaknya serta ruang bersantai yang menjurus ke balkon. Lana memang berasal dari
keluarga berkecukupan tapi tidak terlalu kaya dan tidak terlalu miskin. Papanya adalah
seorang pegawai Negeri serta memiliki kantor Yang bergerak di bidang minyak. Sementara
ibunya hanya ibu rumah tangga saja, alasannya dulu Aldi menyuruh istrinya untuk berhenti
bekerja dan menjadi ibu rumah tangga lebih baik. Cukup dia saja yang bekerja, toh
penghasilan dirinya masih mencukupi untuk membiayai istri dan anak-anaknya.

"Darimana saja kamu? " Tanya Mama Lana yang kebetulan baru saja keluar dari kamar dan
tentu saja ia segera menanyai putrinya itu yang sedari pagi tidak pulang atau bahkan tidak
menampakkan batang hidungnya sama sekali.

"Dari main" jawab Lana seadanya.

"Kemana? " Sarah sungguh ingin tahu kemana putrinya pergi.

"Mama kepo sih" ucap Lana tak suka mamanya terlalu ikut campur.

"Kamu nih, ditanya orang tua jawabnya begitu" ucap Sarah sambil memukul tubuh Lana.

"apaan sih mama, main pukul-pukul aku. Udah ah aku capek, mau ke kamar" Lana langsung
berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Dia sudah tidak ingin mendengar ocehan ibunya
lebih lama lagi.

°°°°°
Siska tampak sedang berbicara dengan manager Alvin serta Presdir tempat agensi Alvin
berada tak lupa juga ada Alvin disitu yang duduk dengan cuek sambil menyilang kan
kakinya.

"Kamu serius sudah menemukan penggantimu? " Tanya Bram Manager Alvin.

"Iya sudah, jadi saya sudah boleh resign kan" Siska berhati-hati dalam bicara.

"Saya harap pengganti kamu adalah orang yang bekerja dengan bagus mengerti" ucap
Presdir HK.

"I.. iya pak" jawab Siska sambil mengangguk.

"Kalau begitu sekarang kamu boleh permisi, dan jangan lupa besok ajak pengganti kamu
kekantor ini"

"Siapa pak, kalau begitu saya pergi dulu" Siska lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan.

Saat Siska sudah pergi Manager serta Presdir HK melihat kearah Alvin mereka seakan
berkata kau puas. Mereka berdua sangat kesal serta jengkel terhadap Alvin karena selalu
berganti-ganti asisten. Ia selalu kasar dengan asistennya sehingga membuat mereka semua
yang telah bekerja sama dengan Alvin merasa tidak kuat lagi untuk meneruskan pekerjaan
mereka terhitung sudah 10 orang dalam sebulan ini Alvin berganti asisten. Tapi, mau
bagaimana lagi HK Entertainment sebagian besar sahamnya milik orang tua Alvin mereka
yang bekerja disitu ya terpaksa harus melakukannya demi sang artis.

"Apa, ada Yang Salah" Alvin yang sedari tadi ditatap dengan penuh kekesalan langsung
menyolot tak suka.

"Kamu bisa nggak sih bersikap lebih baik kepada orang yang bekerja denganmu" Bram
membuka suaranya, jujur ia sudah lelah menjadi manager Alvin yang selalu saja membuat
masalah dan mengatur jadwalnya sendiri. Padahal ia sudah menandatangani kontrak
dengan berbagai brand serta acara TV tapi jika itu tidak sesuai dengan keinginan Alvin
dengan seenak nya sendiri ia membatalkan kontrak tersebut. Sebelumnya Bram berdiskusi
dulu dengan Alvin masalah kontrak pekerjaan dan pria itu setuju tetapi saat sudah acara jika
tidak sesuai dengan hatinya ia langsung membatalkannya sepihak. Kerap kali Bram yang
selalu dimarahi oleh pihak acara menuduh dirinya tidak niat untuk mengisi acara mereka.

…………………………

Alvin memasuki rumahnya yang super duper megah bak istana para raja. Baru saja ia
memasuki rumah semua pelayan berseragam yang bekerja di rumahnya menyambut
kehadirannya. Mereka berbaris di kanan dan kiri memberi hormat saat tuan muda mereka
baru saja kembali.
"Tuan ingin makan apa? " tanya salah satu Pria bisa dilihat dari pakaiannya yang berjas
sendiri sepertinya Pria itu adalah ketua pelayan di rumah Alvin. Dia berjalan disaat Alvin
juga berjalan membuntuti si majikan.

"Buatkan makanan apa saja yang penting enak" Alvin berjalan menuju Ruang Makan
melewati ruangan yang begitu luasnya.

"Papa tuan tadi kesini" ucap Pria berjas itu berjalan di samping Alvin.

"Dia sudah pulang dari Amerika? " Alvin menoleh ke samping melihat orang
kepercayaannya itu.

"Iya tuan, katanya tadi beliau baru pulang dari Amerika terus kesini"

"Dia datang bersama siapa? "

"Bersama non Maura" balas orang kepercayaan Alvin. Maura adalah adik Alvin dari ibu
tirinya. Mereka berdua satu ayah tapi beda ibu, ibu Alvin sudah lama meninggal sedari Alvin
kecil mungkin kira-kira umur 3 tahun. Sehingga ayahnya memutuskan menikah lagi. Dari
pernikahan kedua ayahnya itulah Lahir Maura dan Morgan. Morgan kakak dari Maura. Alvin
dan Morgan memiliki selisih umur 4 tahun. Mereka bertiga walaupun bersaudara tetapi tidak
terlalu dekat karena Alvin lah yang menjaga jarak dari mereka berdua. Entahlah kenapa
begitu, hanya Alvin yang tahu.

"Suruh pelayan siapkan air panas untukku" perintah Alvin pada kepercayaannya tersebut.
Alvin kini menikmati makan malamnya yang bisa dibilang begitu terlambat. Karena saat ini
sudah begitu malam.

Sementara Rudi orang kepercayaan Alvin segera berlari mencari salah satu pelayan untuk
menyiapkan air panas untuk tuan mereka.

°°°
T.B.C

You might also like