You are on page 1of 11

BAB 2

METODE PENGUMPULAN DATA

2.1 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu menggabungkan sumber

data sekunder dan data primer. Data primer yaitu data yang didapatkan langsung

di lapangan dan data sekunder yaitu dari beberapa peneliti terdahulu.

Metode pengumpulan data yang dilakukan ada 2 cara, yaitu berupa studi

pustaka berupa data literatur atau referensi terkait dengan judul penelitian (data

sekunder) dan tahap selanjutnya studi lapangan dengan pengamatan langsung di

lapangan (data primer).

2.1.1 Data primer

Lokasi pengambilan data lapangan berada di daerah Wonorejo, Kecamatan

Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Timur. Lokasi pengamatan

seluas 2 x 2 km. Dilakukan pengamatan geologi di 9 titik lokasi pengamatan, serta

mendata nilai-nilai sesuai aspek alami dan aspek manusia sesuai dengan

ketentuan.

2.1.2 Data sekunder

Data sekunder dalam penyusunan naskah seminar ini diambil dari berbagai

referensi seperti peneliti terdahulu, jurnal-jurnal yang membahas gerakan massa

ataupun tentang manajemen bencana longsor dan data yang mendukung lainnya

15
16

dalam pembuatan naskah seminar ini, seperti geologi regional, peta RBI dan lain-

lain.

2.2 Teknik Pengolahan Data

Pada Gambar 2.1 terdapat skema dari alur penelitian. Dari skema alur

penelitian dapat dilihat teknik pengumpulan sampai dengan pengolahan data

lapangan dan data penunjang lainnya. Metode penelitian yang dilakukan oleh

penyusun ada 2 cara, yaitu berupa studi pustaka berupa data literatur atau referensi

terkait dengan judul penelitian dan tahap selanjutnya studi lapangan dengan

pengamatan langsung dan pengambilan data di lapangan.

Pada tahap pendahuluan terdapat beberapa proses yaitu penentuan judul,

studi literatur, pembuatan proposal seminar, persiapan alat dan bahan untuk

pengambilan data di lapangan. Tahap pengambilan data lapangan yaitu deskripsi

lokasi pengamatan, pengamatan geomorfologi pada daerah sekitar, dan penentuan

nilai dari aspek-aspek indikator yang ada sesuai keadaan lapangan.

Tahap pengolahan data terdiri dari perhitungan nilai aspek alami dan aspek

manusia, pengolahan dan pembuatan peta rawan bencana longsor, serta

pembuatan naskah seminar. Hasil dari pengolahan data yaitu peta rawan bencana

gerakan massa, managemen pra bencana daerah rawan gerakan massa serta

rekayasa batuan/tanah sehingga dapat mengurangi dan meminimalisir terjadinya

gerakan massa, dan naskah seminar. Setelah semuanya selesai lanjut pada tahap

penarikan kesimpulan.
17

Metode penelitian ini cukup sederhana namun sudah sangat tepat

digunakan dalam menentukan daerah rawan gerakan massa. Selain mengambil

data geologi seperti kemiringan lereng, penggunaaan lahan, metode penelitian ini

juga mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 22 tahun 2007

tentang pedoman penataan ruang rawan bencana longsor.

Tahap Pendahluan  Penentuan Judul


 Studi literatur
 Pembuatan proposal
seminar
 Persiapan alat dan
bahan

Tahap Pengambilan  Deskripsi lokasi


Data Lapangan pengamatan
 Pengamatan aspek
geomorfologi
 Penentuan nilai
indikator

Tahap Pengolahan Data  Perhitungan nilai aspek


alami
 Perhitungan nilai aspek
manusia
 Pengolahan data rawan
bencana

Hasil Pengolahan Data  Data rawan bencana


 Peta zona rawan
 Rekayasa mitigasi
bencana

Kesimpulan

Gambar 2.1 Skema alur penelitian


18

2.2.1 Pembobotan data

Pada aspek alami, indikator tersebut memiliki bobot 30% untuk kemiringan

lereng, 15% untuk kondisi tanah, 20% untuk batuan penyusun lereng, 15% untuk

curah hujan, 7% untuk tata air lereng, 3% untuk kegempaan, dan 10% untuk

vegetasi, sedangkan pada aspek manusia indikatornya memiliki bobot 10% untuk

pola tanam, 20% untuk penggalian dan pemotongan lereng, 10% untuk

pencetakan kolam, 10% untuk drainase, 20% untuk pembangunan konstruksi,

20% untuk kepadatan penduduk, dan 10% untuk usaha mitigasi (PERMEN PU

Nomor 22, 2007).

Setiap indikator diberi bobot penilaian tingkat kerawanan 3 (tiga) apabila

dinilai dapat memberi dampak besar terhadap terjadinya longsor, 2 (dua) apabila

dinilai dapat memberi dampak sedang terhadap terjadinya longsor, 1 (satu) apabila

dinilai kurang memberi dampak terhadap terjadinya longsor, dapat dilihat pada

Tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.1 Kriteria dan indikator kerawanan aspek fisik alami


(PERMEN PU Nomor 22, 2007)
A1 : Kriteria Aspek Fisik Alami
Bobot Sensitivitas Bobot
No. Indikator Indikator Tingkat Verifer Penilaian
(%) Kerawanan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
− Lereng relatif cembung dengan
Tinggi kemiringan lebih curam dari 40% 3
− Lereng relatif landai dengan
1 Kemiringan 30 % Sedang kemiringan antara 36% -40% 2
lereng Rendah − Lereng dengan kemiringan 30%-35% 1
19

− Lereng tersusun dari tanah penutup


tebal (>2m), bersifat gembur dan
mudah lolos air, misalnya
tanah−tanah residual, yang umumnya
2 Kondisi 15 % Tinggi menumpang di atas batuan dasarnya 3
tanah (misal andesit, breksi andesit, tuf,
napal, dan batulempung) yang lebih
kompak (padat) dan kedap.
− Lereng tersusun oleh tanah penutup
Sedang tebal (<2m), bersifat gembur dan 2
mudah lolos air, serta terdapat bidang
kontras di lapisan bawahnya.
− Lereng tersusun dari tanah penutup
Rendah tebal (2m), bersifat padat dan tidak 1
mudah lolos air, tetapi terdapat
bidang kontras di lapisan bawahnya.
− Lereng yang tersusun oleh batuan
dengan bidang diskontinuitas atau
struktur retakan/ kekar pada batuan
tersebut.
− Lereng yang tersusun oleh perlapisan
batuan miring ke arah luar lereng
Tinggi (perlapisan batuan miring searah 3
kemiringan lereng), misalnya
perlapisan batu lempung, batulanau,
serpih, napal dan tuf
3 Batuan 20 % − Lereng tersusun dari batuan dengan
penyusun Sedang bidang diskontinuitas atau ada 2
lereng struktur retakan/kekar, tapi perlapisan
tidak miring kearah luar lereng
− Lereng tidak tersusun oleh batuan
Rendah dengan bidang diskontinuitas atau ada 1
struktur retakan/sesar.
− Curah hujan yang tinggi (dapat
mencapai 100 mm/hari atau 70
mm/jam) dengan curah hujan tahunan
Tinggi lebih dari 2.500 mm. 3
− Curah hujan kurang dari 70 mm/jam,
tetapi berlangsung terus-menerus
selama lebih dari dua jam hingga
4 Curah hujan 15% beberapa hari.
− Curah hujan sedang (berkisar 30-
Sedang 70mm/jam), berlangsung tidak lebih 2
dari 2 jam dan hujan tidak setiap hari
(100-2.500 mm).
− Curah hujan rendah (kurang dari
Rendah 30mm/jam), berlangsung tidak lebih 1
dari 1 jam dan hujan tidak setiap hari
20

(kurang dari 1.000 mm).


− Sering muncul rembesan−rembesan
air atau mata air pada lereng, terutama
ada bidang kontak antara batuan
Tinggi kedap dengan lapisan tanah yang 3
permeabel.
− Jarang muncul rembesan−rembesan
5 Tata air 7% air atau mata air pada lereng atau
lereng Sedang bidang kontak antara batuan kedap 2
dengan lapisan tanah yang permeabel.
− Tidak terdapat rembesan-rembesan air
Rendah atau mata air pada lereng atau bidang 1
kontak antara batuan kedap dengan
lapisan tanah yang permeabel.
− Lereng pada daerah rawan gempa
Tinggi sering pula rawan terhadap gerakan 3
6 Kegempaan 3% tanah.
− Frekuensi gempa jarang terjadi (1−2 2
Sedang kali per tahun).
Rendah − Lereng tidak termasuk daerah rawan 1
gempa.
− Alang-alang, rumput-rumputan, 3
Tinggi tumbuhan semak, tumbuhan perdu
Sedang − Tumbuhan berdaun jarum seperti 2
cemara, pinus.
− Tumbuhan berakar tunjang yang
7 Vegetasi 10 % perakarannya menyebar seperti jati,
Rendah kemiri, kosambi, laban, dlingsem, 1
mindi, johar, bungur, banyan,
ma−honi, renghas, soNomorkeling,
trengguli, tayuman, asam jawa dan
pilang.
Jumlah 100%
Bobot

Tabel 2.2 Kriteria dan indikator aspek aktivitas manusia


(PERMEN PU Nomor 22, 2007)
A2 : Kriteria Aspek Aktivitas Manusia
Bobot Sensitivitas Bobot
No. Indikator Indikator Tingkat Verifer Penilaian
(%) Kerawanan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
− Lereng ditanami dengan pola
tanam yang tidak tepat dan
Tinggi sangat sensitif, misalnya 3
ditanami tanaman berakar
21

1 Pola tanam 10 % serabut, dimanfaatkan sebagai


sawah/ladang dan hutan pinus.
− Lereng ditanami dengan pola
tanah yang tidak tepat dan tidak
intensif, misalnya ditanami
Sedang tanaman berakar serabut, 2
dimanfaatkan sebagai sawah/
ladang dan hutan pinus.
− Lereng ditanami dengan pola
Rendah tanam yang teratur dan tepat 1
serta tidak intensif, misal pohon
kayu berakar tunjang.
− Intensitas penggalian atau
pemotongan lereng tinggi, misal
untuk jalan atau bangunan dan
20 % Tinggi penambangan, tanpa 3
memperhatikan struktur
perlapisan tanah/batuan pada
lereng dan tanpa perhitungan
2 Penggalian & analisis kestabilan lereng
pemotongan − Intensitas penggalian atau
lereng pemotongan lereng rendah misal
untuk jalan, bangunan, atau
20 % Sedang penambangan, serta 2
memperhatikan struktur
perlapisan tanah/batuan pada
lereng dan perhitungan analisis
kestabilan lereng.
Rendah − Tidak melakukan penggalian/ 1
pemotongan lereng.
− Dilakukan pencetakkan kolam
Tinggi yang dapat mengakibatkan 3
merembesnya air kolam ke
dalam lereng.
− Dilakukan pencetakkan kolam
3 Pencetakan 10 % Sedang tetapi terdapat perembesan air, 2
kolam air kolam ke dalam lereng.
− Tidak melakukan pencetakan
Rendah kolam. 1
− Sistem drainase tidak memadai,
Tinggi tidak ada usaha−usaha untuk 3
memperbaiki.
Sedang − Sistem drainase agak memadai
4 Drainase 10 % dan terdapat usaha−usaha untuk 2
memperbaiki drainase
− Sistem drainase memadai, ada
Rendah usaha-usaha untuk memelihara 1
saluran drainase.
22

− Dilakukan pembangunan
Tinggi konstruksi dengan beban yang 3
terlalu besar dan melampaui daya
dukung.
− Dilakukan pembangunan 2
Sedang konstruksi dan beban yang tidak
5 Pembangunan 20 % terlalu besar, tetapi belum
konstruksi melampaui daya dukung tanah.
− Dilakukan pembangunan
konstruksi dan beban yang masih
Rendah sedikit, dan belum melampaui 1
daya dukung tanah, atau tidak
ada pembangunan konstruksi.
Tinggi − Kepadatan penduduk tinggi (>50 3
Jiwa/ha).
Sedang − Kepadatan penduduk sedang(20− 2
6 Kepadatan 20 % 50 Jiwa/ha).
penduduk − Kepadatan penduduk rendah
Rendah (<20 Jiwa/ha). 1
− Tidak ada usaha mitigasi
Tinggi bencana oleh pemerintah atau 3
masyarakat
− Terdapat usaha mitigasi bencana
Sedang oleh pemerintah atau masyarakat, 2
7 Usaha 10 % tapi belum terkoordinasi dan
mitigasi melembaga dengan baik.
− Terdapat usaha mitigasi bencana
alam oleh pemerintah atau
Rendah masyarakat, yang sudah 1
terorganisasi dan terkoordinasi
dengan baik.
Jumlah Bobot 100%

Penilaian terhadap bobot tertimbang setiap indikator berdasarkan aspek

fisik alami dan aspek aktivitas manusia dilakukan melalui perkalian antara bobot

indikator dengan bobot penilaian. Penilaian terhadap tingkat kerawanan zona

berpotensi longsor berdasarkan aspek fisik alami dan aspek aktivitas manusia

dilakukan melalui penjumlahan nilai bobot tertimbang dari 7 (tujuh) indikator

pada aspek fisik alami dan aspek aktivitas manusia.


23

Penetapan kawasan rawan bencana longsor dan zona berpotensi longsor

didasarkan pada hasil pengkajian terhadap daerah yang diindikasikan berpotensi

longsor atau lokasi yang diperkirakan akan terjadi longsor akibat proses alami.

Pada tahap berikutnya dalam menetapkan tingkat kerawanan dan tingkat risikonya

di samping kajian fisik alami yang lebih detail, juga dilakukan kajian berdasarkan

aspek aktivitas manusianya. Kawasan rawan bencana longsor dibedakan atas

zona-zona berdasarkan karakter dan kondisinya, Zona berpotensi longsor adalah

daerah/kawasan yang rawan terhadap bencana longsor dengan kondisi terrain dan

kondisi geologi yang sangat peka terhadap gangguan luar, baik yang bersifat

alami maupun aktivitas manusia sebagai faktor pemicu gerakan tanah, sehingga

berpotensi terjadinya longsor. Tipe zona berpotensi longsor terbagi menjadi 3,

yaitu:

a. Zona Tipe A adalah zona berpotensi longsor pada daerah lereng gunung,

lereng pegunungan, lereng bukit, lereng perbukitan, dan tebing sungai dengan

kemiringan lereng lebih dari 40%, dengan ketinggian di atas 2.000 mdpl.

b. Zona Tipe B adalah zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki

pegunungan, kaki bukit, kaki perbukitan, dan tebing sungai dengan

kemiringan lereng berkisar antara 21-40%, dengan ketinggian 500-2.000 m di

atas permukaan laut.

c. Zona Tipe C adalah zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi,

dataran rendah, dataran, tebing sungai, atau lembah sungai dengan

kemiringan lereng berkisar antara 0-20%, dengan ketinggian 0-500 m di atas

permukaan laut.
24

Kriteria tingkat kerawanan zona berpotensi longsor berdasarkan aspek

fisik alami dan aspek aktivitas manusia melalui pengkelasan bobot tertimbang:

1. Zona berpontensi longsor dengan tingkat kerawanan tinggi: total nilai

bobot tertimbang 2,40 - 3,00.

2. Zona berpontensi longsor dengan tingkat kerawanan sedang: total nilai

bobot tertimbang 1,70 - 2,39.

3. Zona berpontensi longsor dengan tingkat kerawanan rendah: total nilai

bobot tertimbang 1,00 - 1,69.

2.2.2 Alat-alat yang digunakan

Peralatan dan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian berguna

sabagai penunjang dalam pengambilan data di lapangan dan pengolahan data, alat

dan bahan sebagai berikut:

1. GPS merk Garmin 62Csx, untuk mengetahui dan menentukan lokasi atau titik

pengamatan.

2. Rol meter 20 m, untuk mengukur dimensi longsoran jika memungkinkan.

3. Peta topografi, untuk mengetahui titik dan batas-batas daerah penelitian.

4. Plastik sampel, untuk wadah sampel batuan jika diperlukan.

5. Loupe perbersaran 10x dan 20x, untuk pendeskripsian batuan.

6. Kamera handphone merk Samsung A70, untuk dokumentasi dan bukti foto

lapangan.

7. Kompas geologi merk Brunton, untuk mengukur arah singkapan, slope dan

data lainnya.
25

8. Buku lapangan dan alat tulis, untuk mencatat data yang didapat dilapangan.

9. Palu geologi merk Estwing, untuk memecahkan batuan guna deskripsi.

10. HCL, untuk mengetahui kandungan tertentu dalam batuan.

11. Tas ransel, sebagai wadah peralatan lapangan.

12. Alat-alat penunjang pekerjaan lapangan lainnya seperti motor, sepatu

lapangan, dan lain-lain.

13. Laptop dan software Corel Draw X7, Arc Gis 10.4.1, Global Mapper 16.0,

Microsoft Office Word dan Microsoft Office Excel, untuk menyusun dan

mengolah data.

You might also like