You are on page 1of 27

PERTANGGUNGJAWABAN PRODUSEN VAKSIN COVID-19 ATAS KEJADIAN

IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) YANG TIDAK DIINGINKAN DAN


MERUGIKAN KONSUMEN

Oleh:

FACHRUZAR, S.H.
20040020035

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
JANUARI 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum wr.wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat illahirabbi, yang atas perkenannya penulis diberi

kesehatan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Alhamdulillah

Wa Syukurillah, tiada kata yang patut terucap selain ungkapan puji dan syukur kehadirat

Allah SWT, karena dengan hidayah dan Kuasa-Nya mengizinkan penulis untuk

menyelesaikan makalah ini dalam keadaan sehat walafiat, baik dalam melakukan penelitian

untuk memperoleh data yang dibutuhkan maupun pada waktu melakukan penulisan makalah

ini, sehingga penulisan makalah dengan judul “PERTANGGUNGJAWABAN

PRODUSEN VAKSIN COVID-19 ATAS KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI

(KIPI) YANG TIDAK DIINGINKAN DAN MERUGIKAN KONSUMEN”, pada

akhirnya dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis berterimakasih kepada semua pihak yang

secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dalam penyelesaian makalah ini.

Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah semata, sehingga penulis sangat menyadari

apabila di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan sangat jauh dari kata

sempurna. Dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan makalah ini.

i
ii

Semoga makalah sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para

pembaca sekalian. Aamiin yaa robbal'aalamiin.

Wassalamu"alaikum wr.wb.

Bandung, Januari, 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

A. PENDAHULUAN...............................................................................................................1

B. Identifikasi Masalah:...........................................................................................................4

C. Pembahasan.........................................................................................................................4

1. Perlindungan hukum bagi konsumen vaksin covid-19 atas kejadian ikutan pasca

imunisasi (KIPI) yang tidak diinginkan dan merugikan.......................................................4

2. Pertanggungjawaban Produsen Vaksin Covid-19 Atas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

(Kipi) Yang Tidak Diinginkan Dan Merugikan Konsumen................................................10

D. Kesimpulan.......................................................................................................................19

iii
A. PENDAHULUAN

Pandemi COVID-19 adalah peristiwa menyebarnya Penyakit koronavirus

2019 (bahasa Inggris: coronavirus disease 2019, singkatan dari COVID-19) di

seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama

SARS-CoV-2. Wabah COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi

Hubei, Tiongkok pada tanggal 1 Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi

oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020. Hingga 17

September 2020, lebih dari 29.864.555 orang kasus telah dilaporkan lebih dari 210

negara dan wilayah seluruh dunia, mengakibatkan lebih dari 940.651 orang

meninggal dunia dan lebih dari 20.317.519 orang sembuh.1

Definisi COVID-19 atau juga disebut Coronavirus adalah suatu kelompok

virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis

coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari

batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome

(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru

yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19.2

1
Pandemi Covid 19, https://id.wikipedia.org/wiki/Pandemi_COVID-19, diakses pada
tanggal 21-01-2021 pukul 07.00 WIB
2
Pertanyaan dan Jawaban Terkait Coronavirus,
https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public, diakses pada
tanggal 21-01-2021 pukul 07.05 WIB

1
2

Pemerintah sudah berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya

Covid-19 melalui berbagai upaya seperti penyuluhan, membuat berbagai aturan yang

memperketat dan membatasi kegiatan-kegiatan masyarakat. Selain itu Pemerintah

juga sudah memulai program vaksinasi Covid-19. Sama seperti vaksinasi pada

umumnya, vaksin Covid-19 juga menimbulkan efek samping bagi tubuh. Suntik

vaksin Covid-19 akan menimbulkan sejumlah efek samping bagi tubuh. Namun, efek

samping vaksin Covid-19 tersebut hanya bersifat ringan dan sedang.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah merilis izin penggunaan

darurat vaksin Covid-19 alias izin Emergency Use Authorization atau EUA atas

vaksin Covid-19 buatan Sinovac, China dan Bio Farma. Vaksin Covid-19 asal China

Sinovac kini bernama CoronaVac. Pasca mengantongi izin darurat EUA ini , vaksin

Covid-19 Sinovac atau CoronaVac ini bisa beredar dan digunakan. Secara

keseluruhan, vaksin Covid-19 ConanaVac aman digunakan dengan efek samping

adalah ringan dan sedang. "Efek samping yang timbul berupa nyeri, iritasi,

pembengkakan. Adapun efek sistemik berupa nyeri otot, fatigue dan demam.3

Efek samping tersebut diistilahkan dengan istilah kejadian ikutan pasca-

imunisasi (KIPI). Negara akan bertanggung jawab jika ada kejadian ikutan pasca-

imunisasi (KIPI) atau efek samping yang dialami oleh penerima vaksin Covid-19. Hal

tersebut ditegaskan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Beliau mengatakan,


3
Titis Nurdiana, Vaksinasi Covid-19 sudah bergulir, kenali efek samping yang
mungkin terjadi, https://regional.kontan.co.id/news/vaksinasi-covid-19-sudah-
bergulir-kenali-efek-samping-yang-mungkin-terjadi?page=all, diakses pada tanggal
21-01-2021, Pukul 09.17 WIB.
3

pemerintah sudah menyiapkan komite di tingkat nasional dan daerah untuk

menangani KIPI. "Sudah ada komite daerah dan komite nasional untuk menangani

KIPI. Kita akan mengikuti prosedurnya," kata Budi dalam rapat kerja bersama

Komisi IX DPR, Kamis (14/1/2021).4

Dengan adanya tanggung jawab negara terhadap KIPI, lantas apakah

Produsen vaksin Covid-19 dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas kejadian ikutan

pasca imunisasi (kipi) yang tidak diinginkan dan merugikan konsumen? Salah satu

produsen Vaksin Covid-19 yang menolak pertanggung jawaban adalah Pfizer-

BioNtech. Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan sampai saat ini

pemerintah Indonesia belum mendapat komitmen pembelian vaksin Corona COVID-

19 buatan Pfizer-BioNTech. Pasalnya, kata Honesti, pihak Pfizer-BioNTech meminta

dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum apabila terjadi masalah dalam proses

vaksinasi, sehingga sampai saat ini masih dalam proses negosiasi.5

B. Identifikasi Masalah:

Berdasarkan uraian diatas

4
Barratut Taqiyyah Rafie, Jika ada efek samping serius vaksin Covid-19, bagaimana
tanggung jawab negara?, https://nasional.kontan.co.id/news/jika-ada-efek-samping-
serius-vaksin-covid-19-bagaimana-tanggung-jawab-negara, diakses pada tanggal 21-
01-2021, Pukul 09.22 WIB.
5
Achmad Reyhan Dwianto, Bio Farma Sebut Pfizer Ogah Dituntut Bila Vaksin
Corona Buatannya Bermasalah, https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-
5331199/bio-farma-sebut-pfizer-ogah-dituntut-bila-vaksin-corona-buatannya-
bermasalah, diakses pada tanggal 21-01-2021, Pukul 09.29 WIB.
4

1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi konsumen vaksin covid-19 atas

kejadian ikutan pasca imunisasi (kipi) yang tidak diinginkan dan merugikan?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban produsen vaksin covid-19 atas kejadian

ikutan pasca imunisasi (kipi) yang tidak diinginkan dan merugikan konsumen

C. Pembahasan

1. Perlindungan hukum bagi konsumen vaksin covid-19 atas kejadian ikutan

pasca imunisasi (KIPI) yang tidak diinginkan dan merugikan

Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk

hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Barang adalah setiap benda baik

berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat

dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,

dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Jasa adalah setiap layanan

yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk

dimanfaatkan oleh konsumen.

Perlindungan konsumen bertujuan :


5

1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengancara menghindarkannya dari

ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian

hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam

berusaha;

6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha

produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen.

Hak konsumen adalah :

1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa;

2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
6

3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa;

4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan;

5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut;

6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen adalah :

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;


7

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut.

Dalam masyarakat yang demokratis hubungan secara privat sebagaiman digambarkan

di atas merupakan dasar pemikiran yang lebih sesuai dengan kebebasan individual.

Dalam hubungan perjanjian selama memenuhi syarat sah sebagaimana diatur dalam

Pasal 1320 KUHPerdata, mestinya tidak diperlukan hukum perlindungan konsumen.

Akan tetapi di lain pihak ternyata bahwa menggunakan dasar KUHPerdata akan

memakan waktu lama dan berinplikasi pada biaya, saat konsumen harus menggugat

produsen.

Hal itu berbeda apabila menggunakan hukum konsumen karena UUPK menggunakan

prinsip yang berbeda dengan KUHPerdata dalam prosedur pembuktian. 6

Pasal 19 UUPK (Pasal 19 ayat (1) UUPK) menyatakan, pelaku usaha bertanggung

jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian

konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

Ganti rugi tersebut dapat berupa :

• pengembalian uang atau

6
Toto Tohir Suriaatmadja, DASAR-DASAR TANGGUNG JAWAB PRODUSEN
DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN, Jurnal Repertorium, Vol 5 No
1, 2018, hlm. 5-6.
8

• penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau

• perawatan kesehatan dan/atau

• pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (Pasal 19 ayat (2) UUPK ).

Masyarakat yang merasa dirugikan dapat melakukan upaya hukum agar haknya

sebagai konsumen tidak hilang, upaya hukum yang dapat dilakukan yaitu:7

a. Upaya hukum di luar pengadilan

1) Melalui Upaya Perdamaian Penyelesaian sengketa secara damai adalah

penyelesaian sengketa antara para pihak, dengan atau tanpa kuasa/pendamping bagi

masing-masing pihak melalui cara-cara damai. Perundingan dilakukan secara

musyawarah dan/atau mufakat antara para pihak bersangkutan. Penyelesaian sengketa

dengan cara ini juga disebut penyelesaian secara kekeluargaan.

2) Melalui Badan Sengketa Penyelesaian Konsumen (BPSK) Penyelesaian sengketa

konsumen diluar pengadilan dapat dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang dikenal

dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang dibentuk dan diatur

dalam UUPK, dimana tugas utamanya adalah menyelesaikan sengketa atau

perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha. Mengikuti ketentuan Pasal 23 UUPK,

7
Diana Yunizar, Suradi, Dewi Hendrawati, Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen Yang Dirugikan Akibat Beredarnya Vaksin Palsu Di Kota Semarang
(Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen), Diponegoro Law Journal, Vol 6 No 2, 2017, hlm. 10.
9

penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK ini dapat ditempuh jika penyelesaian

secara damai diluar proses pengadilan tidak berhasil, baik karena produsen menolak

atau tidak memberi tanggapan maupun jika tidak tercapai kesepakatan. Jika

penyelesaian dipilih melalui BPSK dan BPSK ini tidak berhasil menyelesaikan

sengketa, maka sengketa masih dapat diserahkan kepada Pengadilan.

Berdasarkan Pasal 45 UUPK ayat (1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat

menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan

peradilan umum. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:

a. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b. sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;

c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,

yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya

menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah

untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan

sesuai dengan anggaran dasarnya;

d. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi

atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban

yang tidak sedikit.


10

2. Pertanggungjawaban Produsen Vaksin Covid-19 Atas Kejadian Ikutan Pasca

Imunisasi (Kipi) Yang Tidak Diinginkan Dan Merugikan Konsumen

Semua produk barang dan/atau jasa, apalagi produk obat dan makanan yang

siap dikonsumsi oleh konsumen harus dipastikan bahwa saat pra-pasar sebelum

mendapatkan izin edar produk obat dan makanan tersebut mempunyai nilai manfaat

bukan membawa malapetakan bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Karenanya di

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

(UUPK) tidak hanya mengatur kewajiban barang dan/atau jasa yang dipasarkan wajib

mengandung asas manfaat tapi juga berasaskan keadilan, keseimbangan, kemanan

dan keselamatan konsumen, serta berkepastian hukum.

Atas dasar kehati-hatian itu dalam pasal 8 ayat (1) huruf a UUPK mengatur

larangan bagi pelaku usaha, baik itu perusahaan, korporasi, koperasi, BUMN,

importir, pedagang, distributor dan lain-lain, dilarang memproduksi dan/atau

memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai

dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangn.

Manakala aturan itu dilanggar, maka diancam dengan sanksi ancaman pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak 2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah) seperti diatur di Pasal 62 ayat (1) UUPK. Apalagi jika dampak

negatifnya bersifat massif.


11

Tentu harapan kita bahwa obat atau vaksin Covid-19 yang sedang dalam penelitian

itu nantinya tidak berdampak negatif bagi konsumenya.8

Apa pun jenis dan nama vaksin impor itu manakala akan di pasarkan di Indonesia,

wajib memenuhi persyaratan normatif yang diatur dalam pasal 8 ayat (1) selain wajib

memenuhi standar pada huruf a UUPK yang tersebut di atas, juga wajib menjauhi

larangan-larangan antara lain yang disebutkan pada pasal dan ayat yang sama pada

huruf d, e, f, g dan h,: bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau

memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

– tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana

dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

– tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,

atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan

barang dan/atau jasa tersebut;

– tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau

promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

– tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/

pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

8
Muhammad Said Sutomo, Perlindungan Konsumen Pra-Pasar Obat atau Vaksin
Covid-19, http://ylpkjatim.or.id/perlindungan-konsumen-pra-pasar-obat-atau-vaksin-
covid-19/, diakses pada tanggal 21-01-2021 Pukul 13.10 WIB.
12

– tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan

“halal” yang dicantumkan dalam label;

Berdasarkan larangan-larangan normatif di atas yang wajib ditaati oleh para

pelaku usaha termasuk BUMN menjadikan warning bagi regulator dalam hal ini

pemerintah maupun lembaga independen BPOM agar benar-benar mengawasi pra-

pasar atau pra-edar obat atau vaksin Covid-19 baik yang diproduksi dalam negeri

maupun impor. Karena manakala sudah beredar ternyata ada dampak negatif bagi

konsumen yang mengkonsumsinya, sehingga menimbulkan kerugian material dan

immaterial maka seorang konsumen, sekelompok konsumen, Lembaga Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) semacam YLKI, dan instansi pemerintah

dapat melakukan gugatan sebagaimana diatur di pasal 46 UUPK. Memang harus

diakui bahwa pengawasan pada tahapan pra-pasar atau pra-edar terhadap obat dan

makanan selama ini masih lemah, kalau tidak boleh dikatakan sangat lemah.9

Dalam Pasal 19 UUPK diatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa

yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang

atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau

9
Ibid
13

perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah

tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih

lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila

pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan

konsumen.

Perlu diperhatikan bahwa Pengembangan vaksin, peningkatan skala, dan

komersialisasi adalah usaha yang panjang, mahal, dan berisiko yang membutuhkan

perencanaan awal yang substansial dan tidak menawarkan jaminan keberhasilan.

Mencegah pandemi corona adalah target yang sangat penuh tantangan dan butuh

kesiapsiagaan, termasuk untuk pengembangan vaksin. Perhatian yang tidak memadai

telah diberikan pada tantangan, pelajaran yang dipetik, dan solusi potensial untuk

mendukung dan mempertahankan keterlibatan industri vaksin dalam pengembangan

vaksin untuk Covid-19.10

10
John Billington, et al, Developing Vaccines for SARS-CoV-2 and Future Epidemics
and Pandemics: Applying Lessons from Past Outbreaks, Health Security Volume 18,
Number 3, 2020 Mary Ann Liebert, Inc., hlm. 241
14

Pengembangan vaksin melibatkan investasi yang besar dan risiko kegagalan

yang tinggi. Program Pengembangan vaksin dari penemuan hingga lisensi dapat

merugikan perusahaan hingga satu miliar dolar, Pengembangan tersebut juga

memakan waktu lebih dari satu dekade, dan rata-rata memiliki 94% kemungkinan

gagal. pemegang saham mungkin tidak selalu menyetujui investasi yang diperlukan,

karena Risiko bisnis pengembangan vaksin Penyakit Infeksi Menular cenderung lebih

besar daripada laba atas investasi. Perusahaan memiliki kapasitas tetapi cenderung

disesuaikan dengan kapasitas yang mereka butuhkan untuk mendukung portofolio in-

line mereka dan jalur pipa mereka, berjalan dengan kapasitas di seluruh rantai nilai.

Dengan demikian, perusahaan yang memproduksi vaksin corona harus mengalihkan

sumber daya dari lini bisnis inti. Pengembangan vaksin seringkali membutuhkan

waktu selama bertahun-tahun, pengembangan vaksin cenderung tidak memiliki pasar

komersial dan mungkin saja dibutuhkan dalam persediaan terbatas dan selama

periode terbatas waktu.

Menyeimbangkan Hak dan Kesehatan Masyarakat dalam Darurat Nasional

COVID-19 adalah suatu isu yang harus dipecahkan. Mewajibkan semua masyarakat

di suatu negara untuk mengikuti vaksin tanpa diketahui efek samping lebih lanjut

berpotensi melanggar hak masyarakat. Efek samping suatu vaksin yang tidak

ditemukan saat uji klinis belum tentu berarti bahwa vaksin tersebut bebas dari

kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Untuk mencapai keseimbangan yang cermat

antara kesehatan masyarakat dan hak individu memerlukan kepatuhan pada 6 prinsip
15

utama: (1) intervensi harus berdasarkan bukti dan didasarkan pada pengetahuan

ilmiah, bukan pertimbangan politik; (2) petugas kesehatan harus membuat penilaian

risiko individual menunjukkan risiko yang signifikan terhadap publik; (3) tindakan

koersif harus proporsional dengan ancaman dihadapi; (4) harus ada pilihan alternatif

yang tidak begitu membatasi yang bertujuan bagi kesehatan masyarakat; (5) individu

yang tunduk pada perampasan kebebasan harus diberikan proses yang semestinya,

termasuk dengar pendapat yang tidak memihak; dan (6) pemerintah harus

memastikan perlakuan yang adil dan setara, menghindari stigma atau diskriminasi

terhadap individu atau kelompok.

Banyak negara maju bersedia mengambil risiko dan memberi ganti rugi

kepada pembuat vaksin, untuk memastikan mereka mendapatkan bagian dari pasokan

yang terbatas. Pemerintah Inggris dan Australia telah setuju untuk memberikan ganti

rugi hukum kepada Pfizer.11

Sebagai perbandingan di Amerika Serikat, Penyusun Undang-Undang Vaksin

mempertimbangkan pembuatan NVICP (National Vaccine Injury Compensation

Program) di antara komponen paling penting dari Undang-Undang Vaksin. NVICP

dimaksudkan untuk “Memberikan penggantian untuk berbagai perawatan medis dan

rehabilitasi untuk mereka yang terluka oleh vaksin. NVICP adalah reaksi terhadap

ancaman kembar litigasi terhadap produsen vaksin dan kompensasi yang sangat tidak

11
Mia Chitra Dinisari, Jika Vaksin Covid-19 Picu Efek Samping, Siapa yang Bertanggung Jawab?,
https://lifestyle.bisnis.com/read/20201227/106/1335628/jika-vaksin-covid-19-picu-efek-samping-
siapa-yang-bertanggung-jawab, diakses pada tanggal 21-01-2021 Pukul 14.15 WIB.
16

memadai kepada para korban yang bersama-sama mempertaruhkan kelangsungan

hidup program vaksin. NVICP dianggap sebagai rezim administratif tanpa kesalahan,

yang berarti bahwa penggugat tidak harus membuktikan bahwa vaksin menyebabkan

cedera selama cedera terjadi dalam batas waktu tertentu. Dalam interval waktu

tertentu, administrator program akan menganggap bahwa vaksin menyebabkan

cedera, bahkan jika pada kesempatan yang jarang terjadi, bukan itu yang terjadi.

Komite menginginkan agar Program memberikan kompensasi kepada anak-anak

yang menderita efek samping akibat vaksinasi "Dengan cepat, mudah, dan dengan

kepastian dan kemurahan hati."12

Kebutuhan terhadap vaksin Covid-19 yang tidak sebanding dengan produksi

vaksin Covid-19 mengakibatkan negara-negara berlomba-lomba mengamankan

vaksin untuk negaranya. Negara yang berhasil menjalankan program vaksinasi

terhadap minimal 80% warga negaranya maka dapat dipastikan akan tercapai herd

immunity di dalam masyarakat tersebut.

Untuk memenuhi kuota vaksin Covid-19, negara-negara mencoba untuk

memberikan keringanan bagi produsen vaksin Covid-19. Karena itulah ada klausul

eksonerasi yang membebaskan produsen vaksin Covid-19 atas KIPI yang belum

diketahui dan merugikan konsumen. Hal ini dianggap wajar karena penelitian vaksin

belumlah selesai dan vaksin diproduksi dalam jumlah yang sangat banyak dan tidak

menutup kemungkinan ada cacat produksi yang dapat mengakibatkan kerugian.


12
Mary S. Holland, Liability for Vaccine Injury: The United States, the European Union, and the
Developing World, Emory Law Journal, Volume 67, Issue 3, 2017, hlm. 425-426.
17

Apabila negara bersikukuh untuk meminta pertanggungjawaban produsen

vaksin Covid-19 maka produsen tersebut dapat menolak untuk memasok sejumlah

vaksin kepada negara tersebut dan lebih memilih negara lain yang lebih memberikan

keringanan bagi produsen vaksin Covid-19.

Di Indonesia sendiri, aturan mengenai KIPI diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2020 (selanjutnya disebut

Permenkes vaksin) Tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dalam Pasal 1 Angka 5, Kejadian

Ikutan Pasca Vaksinasi (KIPI) COVID-19 adalah kejadian medik yang diduga

berhubungan dengan Vaksinasi COVID-19.

Berdasarkan Pasal 4 Permenkes vaksin, Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19

bertujuan untuk:

a. mengurangi transmisi/penularan COVID-19;

b. menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19;

c. mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd imunity); dan

d. melindungi masyarakat dari COVID-19 agar tetap produktif secara sosial dan

ekonomi.

Kriteria Vaksin COVID-19 yang digunakan untuk pelayanan vaksinasi

COVID-19 harus telah mendapat persetujuan penggunaan pada masa darurat


18

(emergency use authorization) atau penerbitan nomor izin edar (NIE) dari Badan

Pengawas Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 28 Permenkes vaksin mengatur mengenai pemantauan dan

penanggulangan kejadian ikutan pasca vaksinasi covid-19 yaitu:

(1) Dalam hal terjadi Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 pada seseorang

yang mendapatkan Vaksinasi COVID-19 dilakukan pencatatan dan pelaporan serta

investigasi.

(2) Berdasarkan hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

kajian etiologi lapangan oleh Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dan kajian kausalitas oleh Komite Nasional

Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang ditetapkan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Terhadap kasus Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID19 sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengobatan dan perawatan sesuai dengan indikasi

medis dan protokol pengobatan.

(4) Dalam hal hasil kajian kausalitas terdapat dugaan dipengaruhi oleh produk Vaksin

COVID-19, Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan sampling dan pengujian

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


19

Dalam ketentuan diatas tidak diatur mengenai tanggung jawab produsen

vaksin apabila terjadi KIPI, hanya diatur bahwa Terhadap kasus Kejadian Ikutan

Pasca Vaksinasi COVID19 dilakukan pengobatan dan perawatan sesuai dengan

indikasi medis dan protokol pengobatan. Negara akan bertanggung jawab jika ada

kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) atau efek samping yang dialami oleh

penerima vaksin Covid-19. Hal tersebut ditegaskan Menteri Kesehatan Budi Gunadi

Sadikin.13

D. Kesimpulan

Berdasarkan Pasal 45 UUPK ayat (1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat

menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan

peradilan umum. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui

pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa.

Umumnya Produsen Vaksin Covid-19 tidak ingin bertanggung jawab Atas

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Kipi) Yang Tidak Diinginkan Dan Merugikan

Konsumen tidak bertanggung jawab. Dan Produsen vaksin tersebut menginginkan

bahwa Negara yang harus bertanggung jawab Atas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

13
Kontan, Negara Akan Bertanggung Jawab Jika Ada Efek Samping Serius Vaksin Covid-19!,
https://newssetup.kontan.co.id/news/negara-akan-bertanggung-jawab-jika-ada-efek-samping-serius-
vaksin-covid-19, diakses pada tanggal 21-01-2021 Pukul 15.00 WIB
20

(Kipi) Yang Tidak Diinginkan Dan Merugikan Konsumen. Hal ini disebabkan karena

pengembangan vaksin yang dipercepat dan perlu diperhatikan bahwa pengembangan

vaksin biasanya membutuhkan waktu hingga satu dekade. Beberapa efek samping

juga hanya dapat ditemukan setelah vaksinasi skala besar. Ditambah lagi jumlah

permintaan terhadap vaksin yang meningkat dan jumlah produksi vaksin yang

terbatas sehingga produsen vaksin enggan untuk bertanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal
21

Diana Yunizar, Suradi, Dewi Hendrawati, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen

Yang Dirugikan Akibat Beredarnya Vaksin Palsu Di Kota Semarang (Tinjauan

Yuridis Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen), Diponegoro Law Journal, Vol 6 No 2, 2017

John Billington, et al, Developing Vaccines for SARS-CoV-2 and Future Epidemics

and Pandemics: Applying Lessons from Past Outbreaks, Health Security

Volume 18, Number 3, 2020 Mary Ann Liebert, Inc.

Toto Tohir Suriaatmadja, DASAR-DASAR TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN, Jurnal Repertorium, Vol

5 No 1, 2018

Internet

Achmad Reyhan Dwianto, Bio Farma Sebut Pfizer Ogah Dituntut Bila Vaksin

Corona Buatannya Bermasalah, https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-

5331199/bio-farma-sebut-pfizer-ogah-dituntut-bila-vaksin-corona-buatannya-

bermasalah, diakses pada tanggal 21-01-2021, Pukul 09.29 WIB.

Barratut Taqiyyah Rafie, Jika ada efek samping serius vaksin Covid-19, bagaimana

tanggung jawab negara?, https://nasional.kontan.co.id/news/jika-ada-efek-

samping-serius-vaksin-covid-19-bagaimana-tanggung-jawab-negara, diakses

pada tanggal 21-01-2021, Pukul 09.22 WIB.

Mia Chitra Dinisari, Jika Vaksin Covid-19 Picu Efek Samping, Siapa yang

Bertanggung Jawab?,
22

https://lifestyle.bisnis.com/read/20201227/106/1335628/jika-vaksin-covid-19-

picu-efek-samping-siapa-yang-bertanggung-jawab, diakses pada tanggal 21-01-

2021 Pukul 14.15 WIB.

Muhammad Said Sutomo, Perlindungan Konsumen Pra-Pasar Obat atau Vaksin

Covid-19, http://ylpkjatim.or.id/perlindungan-konsumen-pra-pasar-obat-atau-

vaksin-covid-19/, diakses pada tanggal 21-01-2021 Pukul 13.10 WIB.

Pandemi Covid 19, https://id.wikipedia.org/wiki/Pandemi_COVID-19, diakses pada

tanggal 21-01-2021 pukul 07.00 WIB

Pertanyaan dan Jawaban Terkait Coronavirus,

https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public, diakses

pada tanggal 21-01-2021 pukul 07.05 WIB

Titis Nurdiana, Vaksinasi Covid-19 sudah bergulir, kenali efek samping yang

mungkin terjadi, https://regional.kontan.co.id/news/vaksinasi-covid-19-sudah-

bergulir-kenali-efek-samping-yang-mungkin-terjadi?page=all, diakses pada

tanggal 21-01-2021, Pukul 09.17 WIB.

Mary S. Holland, Liability for Vaccine Injury: The United States, the European

Union, and the Developing World, Emory Law Journal, Volume 67, Issue 3,

2017, hlm. 425-426.

Kontan, Negara Akan Bertanggung Jawab Jika Ada Efek Samping Serius Vaksin

Covid-19!, https://newssetup.kontan.co.id/news/negara-akan-bertanggung-jawab-
23

jika-ada-efek-samping-serius-vaksin-covid-19, diakses pada tanggal 21-01-2021

Pukul 15.00 WIB

You might also like