You are on page 1of 17

TUGAS TERSTRUKTUR

STRATEGI DAN PENGATURAN PRODUKSI HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN PASIR UNTUK PRODUKSI


UMBI BENIH

Oleh:
1. Asep
2. Dede Yunita (A1L014073)
3. Vanisa
4. Tri Kurniasih (A1L014090)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan komoditas hortikultura

yang memiliki nilai ekonomi tinggi, tergolong tanaman semusim, banyak

dikonsumsi dan digemari oleh masyarakat. Komoditas bawang merah memiliki rasa

dan aroma yang khas, sehingga bagi orang tertentu dapat membangkitkan selera

makan. Bawang merah di Indonesia merupakan bagian penting untuk bahan rempah,

bumbu masakan, baik masakan rumah tangga, restoran, maupun industri makanan,

dan juga dimanfaatkan sebagai obat herbal.

Prosfek pengembangan bawang merah sangat baik yang ditandai dengan

meningkatnya konsumsi bawang merah per kapita/tahun dari tahun 2004 hingga

2008 mencapai 7,91% (Departemen Pertanian, 2009), dan konsumsi bawang merah

per kapita/tahun rata-rata 2,5 kg (Kementerian Pertanian, 2014). Hal ini akan

mengalami kenaikkan konsumsi bawang merah seiring dengan bertambahnya

jumlah penduduk (Anonim, 2013). Upaya yang dapat dilakukan untuk mencukupi

kebutuhan bawang merah dengan melakukan budidaya bawang merah pada lahan

sawah maupun lahan pasir pantai.

Potensi lahan pasir menurut laporan Bappeda DIY (2003) seluas 3.300 ha

yang menyebar di sepanjang pantai selatan Kabupaten Bantul (kecamatan Kretek,

Sanden dan Srandakan) dan kabupaten Kulonprogo (kecamatan Galur, Panjatan,

Wates dan Temon). Lahan pasir pantai memiliki beberapa kelebihan untuk lahan
pertanian yaitu luas, datar, jarang banjir, sinar matahari melimpah, dan kedalaman

air tanahnya dangkal (Anonim, 2002). Selain itu, untuk persiapan lahannya cukup

sederhana hanya dengan membuat bedengan tidak perlu dibuat paritparit yang

dalam, sehingga akan terjadi efisiensi biaya dari pengolahan tanah. Namun

demikian lahan pasir pantai merupakan lahan marjinal. Karakteristik tanah di lahan

Pasir Pantai Selatan Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 933

Banjarbaru, 20 Juli 2016.

B. Tujuan

1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Strategi dan

Pengaturan Produksi Tanaman Hortikultura.

2. Mengetahui cara budidaya bawang merah di lahan pasir untuk produksi umbi

benih.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman bawang merah termasuk salah satu di antara tiga anggota Allium

yang paling populer dan mempunyai nilai ekonomi tinggi di samping bawang putih

dan Bawang Bombay (Wibowo, 2006). Menurut Suriana (2011), klasifikasi

tanaman bawang merah adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae,

Divisi : Spermatopyhyta,

Kelas : Monocotyledoneae,

Ordo : Liliales,

Famili : Liliaceae,

Genus : Allium,

Spesies : Allium ascalonicum L. Gambar 1. Bawang merah


Sumber: Waluyo, 2015

Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni

sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan (Tim Bina Karya Tani, 2008). Bawang

merah merupakan terna rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai

15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim (Wibowo, 2006).

Tanaman bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh berumpun mirip seperti

rumput. Pada setiap rumpun tanaman berkembang anakan baru yang mencapai 10

hingga 15 anakan. Bagian tanaman bawang merah terdiri dari akar, cakram yang

berperan sebagai batang, umbi, daun dan bunga (Nazzaruddin, 2003). Bawang

merah adalah tanaman yang memiliki umbi berlapis, tanaman ini mempunyai akar
serabut dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi terbentuk dari pangkal

daun yang bersatu membentuk batang yang berubah bentuk dan membesar dan

membentuk umbi berlapis (Hervani et al., 2009).

Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan bawang merah adalah antara

300-2.500 mm per tahun. Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah

hujan yang tinggi, terutama daunnya mudah rusak sehingga dapat menghambat

pertumbuhannya dan umbinya mudah busuk (Tim Bina Karya Tani, 2008). Jenis

tanah yang baik untuk bertanam bawang merah adalah tanah liat yang mengandung

pasir, keadaan subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus).

Sebaiknya tanah juga harus memiliki sirkulasi udara, dan tata air dalam tanah yang

baik (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Benih bawang merah berkualitas masih menjadi barang langka dan belum

memenuhi kebutuhan petani. Hal tersebut terjadi karena sedikitnya penangkar

benih bawang merah dan minimnya pengetahuan tentang teknologi produksi umbi

benih bawang merah di kalangan petani. Benih varietas unggul bawang merah

diperlukan sebagai syarat utama untuk mengawali produksi komoditas tersebut agar

dapat memperoleh hasil yang tinggi dan berkualitas baik. Menurut Mariawan

(2015), ketersediaan benih bermutu merupakan salah satu masalah besar dalam

mencapai peningkatan produksi pertanian. Benih memiliki peranan yang strategis

dalam meningkatkan produksi dan nilai tambah produk pertanian. Benih bermutu

akan berpengaruh terhadap produktivitas, mutu hasil dan efisiensi produk agribisnis

tanaman.
Musim tanam raya bawang merah, petani sering mengalami kekurangan

benih umbi bawang merah. Tahun 2009 kebutuhan benih bawang merah di

Indonesia mencapai 120.020 ton, namun benih bawang merah yang tersedia sampai

Agustus 2009 hanya 16,47% atau 19.770 ton. Kekurangan benih bawang merah

disebabkan beberapa faktor antara lain: (1) petani tidak menyediakan atau

mempersiapkan lahan khusus produksi benih, tetapi benih digunakan dari hasil

panen umbi konsumsi, (2) penyusutan bobot umbi dan penurunan kualitas umbi

selama penyimpanan mencapai 31,44-58,36% (Djafar et al.,2004).


III. PEMBAHASAN

A. Budidaya Bawang Merah di Lahan Pasir

Daerah pantai, yang sering disebut sebagai wilayah pesisir merupakan

daerah yang sangat rawan, karena daerah ini merupakan daerah yang berada

diperbatasan antara pengaruh daratan dan lautan. Mengingat posisi

geografisnya, daerah pantai merupakan daerah penghubung antara daratan dan

lautan sangat strategis sebagai usaha pengembangan sektor pertanian spesifik

lokasi (Juarini, 2002).

Lahan pasir pantai memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lahan

pertanian untuk meningkatkan produktivitas bawang merah. Lahan pasir pantai

memiliki karakterisitik tanah yang didominasi oleh fraksi pasir, porositas tinggi,

kandungan liat dan bahan organiknya rendah, sehingga kemampuan tanah

dalam menyimpan air menjadi rendah. Selain itu, sifat tanah berpasir yang

mudah meloloskan air ke bawah akan mempengaruhi efisiensi penggunaan

pupuk. Menurut Gunawan Budiyanto (2009), ketidakcukupan kandungan

mineral liat dan bahan organik menyebabkan tanah pasir tidak mampu

mengikat air dan kapasitasnya dalam menyimpan kation menjadi rendah.

Upaya untuk mengatasi lahan marginal agar dapat dikondisikan sebagai

lahan pertanian yang subur memerlukan motivasi, pemodalan dan teknologi

spesifik. Penerapan teknologi pengelolaan lahan pasir pantai ameliorasi

dengan bahan ameliorant pupuk kandang, zeolit, lempung dan pupuk organik
tanah sebagai syarat tumbuhnya tanaman untuk berproduksi secara optimal

(Lestari, 2002 dan Sudiharjo , 2004).

Tanaman bawang merah merupakan tanaman semusim, yang memiliki

umbi berlapis, berakar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga.

Tanaman bawang merah (Allium cepa L. var. ascalonicum (L.) Back.), family

Alliaceae adalah spesies dengan nilai ekonomi yang penting, yang

dibudidayakan secara luas di seluruh dunia khususnya di benua Asia dan Eropa

(Adelia N.R., 2014). Bawang merah merupakan jenis sayuran yang banyak

digemari, oleh masyarakat Indonesia, terutama sebagai bumbu penyedap

masakan, dan juga sering digunakan sebagai bahan obat- obatan untuk penyakit

tertentu (Samadi dan Bambang, 2005).

Benih bawang merah berkualitas masih menjadi barang langka dan

belum memenuhi kebutuhan petani. Hal tersebut terjadi karena sedikitnya

penangkar benih bawang merah dan minimnya pengetahuan tentang teknologi

produksi umbi benih bawang merah di kalangan petani. Benih varietas unggul

bawang merah diperlukan sebagai syarat utama untuk mengawali produksi

komoditas tersebut agar dapat memperoleh hasil yang tinggi dan berkualitas

baik. Menurut Mariawan (2015), ketersediaan benih bermutu merupakan salah

satu masalah besar dalam mencapai peningkatan produksi pertanian. Benih

memiliki peranan yang strategis dalam meningkatkan produksi dan nilai

tambah produk pertanian. Benih bermutu akan berpengaruh terhadap

produktivitas, mutu hasil dan efisiensi produk agribisnis tanaman.


B. Teknologi Produksi Umbi Benih Bawang Merah di Lahan Pasir

Menurut Adiningrat (2008), dalam mengembangkan suatu industri

perbenihan terdapat 6 langkah utama yang secara seksama perlu dilakukan dan

dilalui secara utuh untuk membedakannya dari usaha perdagangan benih,

yaitu : pengembangan sistem produksi, pengembangan sistem pemasaran,

pengembangan sistem distribusi, pengendalian kualitas dan pengendalian pasar.

Menurut Mariawan (2015), Peran benih sebagai sarana produksi tidak dapat

digantikan oleh sarana lain, sehingga upaya pengembangan sangat ditentukan

oleh mutu benihnya. Upaya untuk meningkatkan ketersediaan benih bawang

merah perlu dilakukan dengan cara meningkatkan ketersediaan benih sumber

dan memperbaiki penerapan teknologi produksinya. Dalam budidaya bawang

merah, bagian yang sangat menarik perhatian adalah bagian umbi, karena

bagian ini memiliki banyak kegunaan dan bernilai ekonomis. Untuk

menghasilkan bawang merah secara optimal dengan kualitas yang baik, maka

diperlukan teknik budidaya yang tepat. Salah satu usaha yang dapat dilakukan

yaitu dengan memodifikasi lingkungan tempat tanaman ini tumbuh.

Produksi umbi benih bawang merah dapat dilakukan dengan budidaya

bawang merah di lahan pasir. Budidaya bawang merah di lahan pasir dengan

memodifikasi lingkungan tumbuh dengan menerapkan teknologi ameliorasi.

Teknologi ameliorasi merupakan upaya pengelolaan lahan pasir dengan

menggunakan bahan ameliorant seperti pupuk kandang, zeloit, lempung dan

pupuk organik, yang bertujuan untuk membuat tanah sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman untuk berproduksi secara optimal (Setyono dan Suradal,

2006).

Produksi umbi benih bawang merah dapat dilakukan dengan

mengembangkan umbi mini bawang merah. Umbi mini merupakan umbi yang

memiliki ukuran 2-3 gram yang dihasilkkan dari perbanyakan TSS (True

Shallot Seed). Teknik perduksi umbi mini untuk umbi benih sebaga berikut

(Prayudi et al., 2014):

1. Persiapan Lahan dan naungan

Budidaya bawang merah di lahan pasir pantai dilakukan dengan

persiapan lahan seperti membersihkan lahan dan membuat bedengan

dengan lebar 1,2 m, panjang bedengan di sesuaikan dengan kondisi lahan,

tinggi bedengan 30 cm dan jarak antar bedengan 1 m. penerapan teknologi

ameliorasi pada budidaya di lahan pasir dilakukan dengan media pada

bagian atas bedengan dikeruk sedalam 20 cm dan diganti dengan kompos

pupuk kandang dan campuran arang sekam, serta tanah dengan

perbandingan 1:1:1 dalam volume. Pada bedengan dibuat larikan awal

dengan jarak awal dari tepi bedengan 10 cm dan jarak antar larik dalam

bedengan 10 cm ( 10 larikan/m2).

Bedengan-bedengan yang sudah dibuat diberi naungan denga atap

plastik dengan ketinggian tiang bambu 2 m dan 1,5 m (atap miring).

Naungan ini berfungsi untuk melingdungi tanaman dari percikan air hujan

dan sinar matahari langsung.


Gambar 2. Jenis-jenis naungan: (a) naungan semi permanen, (b) naungan
buka tutup, (c) naungan net house
Sumber: (Prayudi et al., 2014).

2. Pemupukan

Pupuk dasar diberikan pada saat pengolahan tanah atau pembuatan

bedengan. Pupuk yang diberikan berupa pupuk kandang 5 ton/ha dan SP36

dengan dosis 200 kg/ha. Sebelum digunakan pupuk kandang dicampur

dengan Trichoderma harzianum dan Plant Growth Promoting

Rhizocbacteria (PGPR). Pemberian Trichoderma harzianum berfungsi

sebagai jamur antagonis terhadap jamur penyebab penyakit layu,

sedangankan PGPR akan berasosiasi dengan perakaran tanaman dan

memberikan manfaat yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

3. Penanaman

Benih TSS disebar merata pada larikan bedengan dengan kerapatan

2-4 g/m2, dengan jarak antar larikan 10 cm. Lubang larikan kemudian

ditutup dengan media persemaian bagian atas atau menggunakan arang

sekam. Bedengan kemudian ditutup dengan daun pisang selama 4-7 hari

dimana benih sudah mulai tumbuh.

Menjaga ketersedian umbi benih bawang merah pada saat

penanaman diperlukan persiapan waktu untuk memproduksi umbi.

Misalnya bawang merah varietas tiron dengan umur panen 80 hari dan
masa dormansi 60 hari, maka apabila benih akan digunakan untuk

menanam di bulan Maret maka bulan Oktober sudah harus menanam untuk

memenuhi kebutuhan benih saat tanam. Bawang merah baik di tanam pada

musim kemarau, tetapi bulan Oktober biasanya sudah memasuki musim

hujan, maka dipilih varietas tiron. Menurut Keputusan Menteri Pertanian

(2002), bawang merah varietas tiron cocok untuk ditanam pada ketinggian

0 – 100 meter di atas permukaan laut dan lahan berpasir serta dapat

dikembangkan pada musim penghujan.

4. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pda pagi dan sore dengan sprayer

atau gembor bertekanan rendah. Penyiraman dilakukan sampai tanaman

siap panen dengan memperhatikan kondisi pertanaman. Pada saat turun

hujan juga dilakukan penyiraman untuk membilas sisa embun yang

tertinggal di pertanaman. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari

infeksi jamur patogen pada pertanaman.

5. Pengendalian gulma, penyakit dan hama

Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan

mencabut gulma secara hati-hati. Pengendalian terhadap hama dilakukan

dengan pengendalian ramah lingkungan seperti pemasangan perangkap

kuning dan feromon exi. Perangkap dipasang segera setelah tanam

sebanyak 40 perangkap/ha. Perangkap kuning tidak bersifat spesifik

seperti feromon sex, namun efektif untuk mengendalikan ngengat ulat

penggorok daun (Liriomyza sinesis). Jika populasi hama sangat banyak


dapat digunakan perangkap lampu. Pengendalian patogen dapat

menggunakan agensia hayati seperti Trichoderma harzianum. Penggunaan

agensia hayati sebaiknya dilakukan secara rutin dengan penyemprotan

seminggu sekali dengan konsentrasi 10 ml formulasi/ 1 liter air bersih

dengan dosis 500 liter/ha.

6. Panen

Pemanenan umbi mini dilakukan setelah tanaman berumur 85-90

hari setelah tanam dan disesuaikan dengan kondisi fisik tanaman di

lapangan. Tanaman dibongkar, dibersihkan dan diproses sebagai umbi

benih dengan masa dormansi 2 bulan sebelum siap ditanam kembali.

Adapun ciri –ciri umum tanaman bawang merah siap panen adalah: 60% -

70% daun sudah terkulai dan daun menguning, umbi atas sudah kelihatan

penuh atau padat berisi, tersembul sebagian diatas tanah dan warna kulit

umbi mengkilap (Mariawan, 2015).

7. Processing benih

Teknik processing umbi mini menjadi benih, sama dengan teknik

processing benih umbi pada umumnya. Umbi hasil panenan diikat seberat

1-1,5 kg, kemudian dilayukan dengan dijemur selama 2-3 hari dibawah

terik matahari dengan posisi daun di atas. Kemudian dilakukan

pengeringan 7-14 hari di tempat pengeringan hingga mencapai 25-40%

atau sampai kering askip, dengan posisi umbi dan daun dibolak-balik.

Selanjutnya benih disortasi dan disimpan di para-para atau gudang


penyimpanan benih, untuk menghindari serangan hama gudang dan jamur

patogen dapat digunakan fungsida atau teknik pengasapan pada benih.

Umbi bawang merah yang dihasilkan untuk konsumsi dan digunakan

kembali sebagai umbi bibit yaitu dibedakan dengan adanya rouging.

Rouging ini sangat penting untuk memurnikan suatu varietas dari jenis lain.

Menurut (Iriani et al (2010), rouging adalah kegiatan membersihkan

rerumputan dan gulma di lahan pertanaman dan menyeleksi tanaman yang

sakit, tanaman tipe simpan dan varietas lain kegiatan rouging dilakukan

bersamaan dengan penyiangan dan pemupukan.


IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Umbi benih bawang merang diproduksi dari umbi mini hasil perbanyakan

benih TSS dengan budidaya bawang merah di lahan pasir menggunakan

teknologi ameliorasi.

2. Teknik produksi umbi mini untuk umbi benih bawang merah meliputi

persiapan lahan dan naungan, pemupukan, penanaman, penyiraman,

pengendalian gulma, hama dan penyakit, pemanenan, processing benih.

B. Saran

Sebaiknya budidaya bawang merah di lahan pasir untuk produksi umbi benih

tetap dikembangkan mengingat semakin sempitnya lahan pertanian dan untuk

memenuhi kebutuhan benih bawang merah yang memiliki kualitas tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

Adelia, Annisa N.R. 2014. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak
Rebung dan Tauge Terhadap Pertumbuhan Tunas dan Hasil Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.,). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Yogyakarta. hal 44.
Adiningrat, E.A. 2008. Permasalahan dalam Membangun Industri Perbenihan.
BPTP, Jakarta.
Anonim., 2002 Aplikasi Unit Percontohan Agribisnis Terpadu di Lahan Pasir
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai.Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Propinsi DIY dengan Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta. 118 h.
BAPPEDA-Propinsi DIY. 2003. Rencana Strategis Daerah (RENSTRADA)
Propinsi DIY Tahun 2004-2008. Perda Propinsi DIY Nomor 6 Tahun 2003.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Departemen Pertanian. 2009. Statistik Pertanian 2009. Pusat data dan informasi
Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.
Djafar T. F., S. Rahayu, Murwati, dan R. Hendrata. 2004. Karakteristik Umbi
Bawang Merah Tiron Selama Penyimpanan Hasil Pengembangan Lahan
Pasir Pantai Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pros. Seminar teknologi
pertanian untuk mendukung agribisnis dalam pengembangan ekonomi
wilayah dan ketahanan pangan, Yogyakarta.
Gunawan Budiyanto. 2009. Bahan Organik dan Pengelolaan Nitrogen Lahan Pasir.
Unpad Press. Bandung. 192 h.
Iriani, Endang, Sodiq Jauhari dan Cahyati Setiani. 2010. Pendampingan Inovasi
Teknologi Pemurnian Bawang Merah di Lahan Sub Optimal ( Lahan Pasir)
di Kabupaten Purworejo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa
Tengah.
Juarini. 2002. Perilaku Petani Terhadap Resiko Usahatani di Lahan Pantai
Kabupaten Kabupaten Kulonprogo. Jurnal Agroekonomi 9(2).
Kementerian Pertanian, 2014. Statistik Pertanian 2014. Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta.
Mariawan, I Made, Ichwan S. Madauna dan Adrianton. 2015. Perbaikan Teknologi
Produksi Benih Bawang Merah (Allium Cepa L.) Melalui Pengaturan Jarak
Tanam Dan Pemupukan Kalium. e-J. Agrotekbis. 3(2) : 149-157.
Lestari Sb. 2002. Proposal Penelitian Dampak Penyuluhan Terhadap
Pemberdayaan Wanit Kabupaten Bantul. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Prayudi, Bambang et al.2014.Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal True
Shallot Seed (TSS).
Samadi, Budi dan Bambang Cahyono. 2005. Bawang Merah Intensifikasi Usaha
Tani. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. hal 10.
Setyono, Budi dan Suradal.2006.Kelayakan Usaha Tani Bawnag Merah di Lahan
Pasir dengan Teknologi Ameliorasi di Kabupaten Bantul Provini Daerah
Istimewa Yogyakarta.Laporan Penelitian, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian, Yogyakarta.
Sudiharjo. 2004. Budidaya Bawang Merah dan cabai Merah di Lahan Pasir. BPTP
Yogyakarta.
Waluyo, Nurmalita.2015.Bawang Merah yang dirilis oleh Balai Peneltian Tanaman
Sayuran.(On-line) diakses dari
http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita-terbaru/365-
bawang-merah-yang-dirilis-oleh-balai-penelitian-tanaman-sayuran.html
pada tanggal 30 Mei 2015.

You might also like