You are on page 1of 19

PERCOBAAN V

PENGUKURAN KEBISINGAN

I. TUJUAN PRATIKUM

1. Untuk mengetahui intensitas kebisingan di suatu tempat kerja.


2. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran kebisingan.
3. Mahasiswa mampu menganalisis hasil pengukuran kebisingan.

II. WAKTU PELAKSANAAN PRAKTIKUM


1 x Pertemuan ( 1 x 160 menit x 2 sks)

III. TEORI DASAR

Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak, suara kita lebih kuat daripada
berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk
mengukur intensitas bunyi adalah decibel (dB). Skala decibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan
tingkat decibel berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume
suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan bias mengganggu karena frekuansi dan volumenya. Sebagai contoh suara berfrekuensi tinggi lebih
mengganggu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan
monitoring dengan bantuan alat :
1. Noise Level Meter dan Noise Analyzer (untuk mengidentifikasi paparan).
2. Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak
paparan pada pekerja.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter, sound level meter, octave
band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan
octave band analyzer sudah cukup banyak memberikan informasi.

Sound Level Meter (SLM)


Adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit
elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut
distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran
tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya.
Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan
yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi.
III. METODOLOGI
A. Alat
No Nama Alat Jumlah Kebutuhan

1 Sound Level Meter 1 Buah

2 Lembar Data 1 Buah

3 Alat Tulis 1 Buah

B. Bahan
No Nama Bahan Jumlah Kebutuhan

1 Suara pada suatu ruangan kerja Sesuai yang ditugaskan

2 Ruangan yang akan diukur Sesuai yang ditugaskan


kebisingannya

C. Cara Kerja
1. Persiapan Alat
a. Pasang baterai pada tempatnya
b. Tekan tombol power
2. Pengukuran
a. Pilih selector pada posisi :
 Fast untuk jenis kebisingan kontinyu
 Slow untuk jenis kebisingan impilsive/terputus – putus
b. Pilih selector range intensitas kebisingan
c. Tentukan lokasi pengukuran
3. Prosedur Pengukuran Pengambilan Sampel. Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua
cara :
1) Cara Sederhana
Cara sederhana harus dilakukan oleh 2 orang seorang untuk melihat waktu dan memberikan aba-aba
pembacaan tingkat kebisingan sesaat per lima detik dalam waktu 10 menit. Orang kedua memcatat
pembacaan tingkat kebisingan sesaat dari sound level meter (SLM). Dengan sebuah sound level
meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi sesaat dB(A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap
pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap lima detik.
2) Cara Langsung
Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5, yaitu Leq
dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh) menit. Dengan fasilitas
ini LAeq,T sudah didapat dibaca langsung pada sound level meter.

Gambar alat : Sound Level Meter


I.DAFTAR PERTANYAAN
1. Jelaskan Pembagian zona kebisingan oleh mentri kesehatan Republik Indonesia.
2. Terangkan Standar tingkat kebisingan di Indonesia.
3. Jelaskan apasaja penyakit akibat kerja yang diakibatkan oleh factor kebisingan atau suara.

V. DAFTAR PUSTAKA
Crocker, Malcolm J. (1998) Handbook of Acoustics. John Wiley and Sons, Inc.
Canada. Gabriel, J.F. (1996). Fisika Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
ISO 1996-1: 2003. (2003). Acoustics – Description, measurement and assesment of environmental noise –
Part 1 : Basic quantities and assesment procedures. Genève.
ISO 1996-2: 2007. (2007). Acoustics – Description, measurement and assesment of environmental noise –
Part 2 : Determination of environmental noise levels. Genève. Jacobesen, F dkk, (2008),
Fundamental of Acoustics and Noise Control, Departement of Electrical Engineering. Technical University
of Denmark. Denmark.
Kementrian Lingkungan Hidup. (2000). Kep48/MENLH/11/1996 tentang Kebisingan Lingkungan. Jakarta
PERCOBAAN VI
MENGGUNAKAN ALAT PEMADAM API RINGAN (APAR)

I. TUJUAN PRATIKUM

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang APAR


2. Mahasiswa dapat mengoperasikan dan menggunakan APAR

II. WAKTU PELAKSANAAN PRAKTIKUM


1 x Pertemuan ( 1 x 160 menit x 2 sks)

III. TEORI DASAR

Apar atau alat pemadam api yang ringan merupakan alat pemadam kebakaran yang dapat dijinjing atau
dibawa, dioperasikan oleh satu orang. Apar mempunyai berat dari yang paling rendah 0,5 kg sampai yang paling
tinggi 16 kg yang dapat difungsikan dalam api awal atau kebakaran yang baru saja terjadi. Apar yang umum dipakai
atau digunakan adalah apar yang memiliki berat 9 kg. Selain digunakan untuk memadamkan api skala kecil apar juga
dapat digunakan untuk menyelamatkan diri dari kepungan api yang terjadi.

Ada beberapa jenis apar yang dapat digunakan,yaitu :

1. Apar jenis air


Efektif untuk digunakan jenis api kelas A,seperti: kayu,kertas,kain,karet,plastik,dll. Air merupakan salah
satu alat atau bahan pemadam api yang paling berguna sekaligus ekonomis, semua apar jenis air memiliki
aplikasi tipe jet yang mampu menghasilkan arus yang terkonsentrasi sehingga membuat operator mampu
melawan api dari jarak yang lebih jauh dari pada NOZZLE semprot biasa.

2. Apar jenis tepung kimia


Efektif untuk digunakan jenis api kelas A,seperti: kayu,kertas,kain,karet,plastik,dll. Dan api kelas
B,seperti: bensin,gas,oli,cat,solvents,methanol,propane,dan lain-lain.
3. Apar jenis busa
Alat pemadam ini cocok digunakan melawan api kelas A dan B, memiliki kemampuan untuk mengurangi
resiko menyalakan api setelah padam. Setelah padam busa secara efektif menghilangkan uap bersamaan
dengan pendinginan api.

4. Apar jenis CO2 (carbon dioksida)


Alat pemadam api berbahan CO2 sangat cocok untuk peralatan berlistrik dan api kelas B. Kemampuan
yang tinggi tidak dapat merusak serta efektif dan bersih yang sangat dikenal luas. CO2 memiliki sifat
non-konduktif dan anti statis, karena gas ini tidak berbahaya untuk peralatan dan bahan yang halus dan
sangat ideal untuk lingkungan kantor yang modern.

5. Apar jenis HALLON


Efektif untuk api kelas A dan api kelas C (panel listrik,gardu listrik). Alat pemadam yang otomatis yang
berisi clean agent halotronim I. Kapasitas unit ini 2kg dan 5kg dan tidak mengandung CFC.

IV. METODOLOGI

A. Alat
No Nama Alat Jumlah Kebutuhan

1 Tong Kecil 2 Buah

2 Korek Api 1 Buah

3 Gayung 1 Buah

4 Karung Basah/Handuk Basah 2 Buah

5 APAR 4 Buah

B. Bahan
No Nama Bahan Jumlah Kebutuhan

1 Kayu Kering 20 buah

2 Solar 5 Liter

3 Air 2 Ember Besar

C. Cara kerja

1. Pastikan adanya sumber api


2. Ambil APAR lalu buka pin pada bagian atas
3. Angkat, APAR kemudian arahkan selang APAR ke api dengan jarak 3-1 meter
4. Lalu tekan bagian paling atas agar APAR mengeluarkan tepung kimianya
5. Semprot atau tekan terus sampai api benar benar padam
6. Setelah padam pastikan tidak ada sumber panas yang akan menimbulkan api baru
7. Setelah itu ganti APAR dengan yang baru atau bisa dengan isi ulang.

Gambar : Alat Pemadaman Api Ringan ( APAR )

V. DAFTAR PERTANYAAN
1. Jelaskan Cara Penyimpanan APAR.
2. Jelaskan bagaimana cara membedakan APAR yang masih dalam kondisi baik dan APAR yang tidak
dalam kondisi baik.
3. Terangkan Jenis-Jenis APAR beserta Kegunaannya.
4. Informasi apa yang terdapat pada APAR

VI. DAFTAR PUSTAKA

Saputra. Eka.2019, Teknik Cara Menggunakan Alat Pemadaman Api Ringan (APAR), Apical.
Firdin L.2019. Analisis Penerapan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Pekalongan.Jurnal kesehatan
masyarakat (e- jurnal).

PERCOBAAN VII
PENGUKURAN SUHU KERJA

I. TUJUAN PRATIKUM

1. Mahasiswa dapat menguasai prosedur dan trampil dalam melakukan pengukuran suhu di lingkungan
kerja.
2. Mahasiswa dapat mempersiapkan perlengkapan pengukuran suhu/temperature tempat kerja.

II. WAKTU PELAKSANAAN PRAKTIKUM


1 x Pertemuan ( 1 x 160 menit x 2 sks)

III. TEORI DASAR


Di lingkungan kerja, banyak keadaan yang menyebabkan ketidaknyamanan salah satunya adalah
karena temperature panas atau dingin, beberapa kondisi dapat berupa kondisi yang sangat ekstrem yang dapat
menyebabkan heat atau cold stress pada pekerja atau gangguan kesehatan lain yang disebabkan oleh temperature
ekstrem.
1. Suhu Ekstrem Panas
Tekanan Panas yang melebihi kemampuan adaptasi, dapat menimbulkan heat cramp, heat exhaustion, dan
heat stroke, kelainan kulit dilingkungan kerja, tekanan panas (heat stress) dapat timbul akibat pajanan
suhu ekstrem panas yang bersumber dari peralatan maupun dari lokasi kerja tertentu. Terjadinya tekanan
panas, dipengaruhi oleh suhu di lingkungan kerja, metabolism tubuh, aktivitas fisik dan beban kerja, serta
kecepatan angin dan kelembaban. Contoh peralatan kerja yang dapat mengeluarkan suhu ekstrem panas
adalah tempat pembakaran (furnance), dapur atau tempat pemanasan (boiler), atau mesin lainnya.
Sedangkan lokasi kerja yang dapat menimbulkan suhu ekstrem panas antara lain adalah dapur, dekat boiler
atau peralatan yang lain yang menimbulkan panas, serta tempat terbuka terkena paparan sinar matahari
atau tempat kerja dekat pantai seperti area pengangkutan barang di pelabuhan dan lain-lain.

2. Suhu Ekstrem Dingin


Paparan suhu ekstrem dingin di lingkungan kerja, dapat menimbulkan frostbite yang ditandai dengan
bagian tubuh mati rasa diujung jari atau daun telinga, serta gejala hipotermia yaitu suhu tubuh dibawah
35oC dan dapat mengancam jiwa. Suhu ekstrem dingin dapat terjadi di dalam dan diluar ruangan, dapat
menimbulkan tekanan dingin (cold stress). Besar resiko terjadinya tekanan dingin dipengaruhi oleh 4
faktor :
a. Temperature dingin
b. Kedinginan angin (wind chill)
c. Kelembaban
d. Kedinginan air
Keempat faktor ini baik secara sendiri maupun bersama-sama dapat menyebabkan panas tubuh keluar
secara berlebihan. Kedinginan agin merupakan factor yang sangat penting dalam meningkatkan resiko
cold injury karena meningkatkan efek dari tekanan dingin. Kedinginan angina adalah perpaduan dari factor
temperature dan kecepatan angina. Pekerja yang beresiko terpapar bahaya suhu ekstrem adalah penyelam,
pekerja cold storage, di ruang panel yang menggunakan alat elektronik dalam suhu ekstrem dingin,
pemotong dan pengemas daging atau makanan laut yang dibekukan, pekerja kontruksi, petani, nelayan,
penebang pohon, pekerja tambang minyak.

Di tempat kerja, upaya perbaikan lingkungan kerja untuk pencegahan penyakit dilaksanakan dengan program
hygiene industry yang bertujuan memberikan lingkungan kerja yang sehat, selamat dan nyaman bagi semua pekerja
dengan cara menjaga pajanan hazard tetap aman di bawah nilai ambang batas yang telah di tentukan.

IV. METODOLOGI
A. Alat
No Nama Alat Jumlah Kebutuhan

1 Thermal Environment Monitor 1 Buah

2 Lembar Data 1 Buah

3 Alat Tulis 2 Buah

B. Bahan
No Nama Bahan Jumlah Kebutuhan

1 Panas/temperaturnya pada suatu Sesuai yang ditugaskan


ruangan kerja

2 Ruangan yang akan diukur Sesuai yang ditugaskan


panas/temperaturenya

C. Cara Kerja
1. Persiapan Alat
2. Tekan tombol enter I/O untuk menyalakan alat.
3. Selama alat menyala, perhatikan layar untuk melihat daya batrai.
4. Jika daya batrai sudah menunjukkan 6.4 Volt atau kurang, ganti atau lakukan pengisian ulang baterai
tergantung dari type baterai yang diperlukan oleh alat.
5. Lakukan kalibrasi alat dengan membuka sensor 1 dan menyamakan nilai pada kalibrator dengan nilai
yang tertera pada hasil kalibrasi. Kemudian pasang kembali sensor 1.
6. Lakukan setting pengukuran sesuai kebutuhan.
7. Pastikan sumbu bola basah bersih. Jika tidak, gantilah sumbu tersebut.
8. Buka penutup reservoir da nisi dengan air suling atau anir de-ionized, yang perlu diperhatikan bahwa
dalam pengisian air, tidak boleh terlalu penuh dan tidak boleh terlalu sedikit, cukup setengah dari
reservoir.
9. Tutup kembali reservoir.
10. Letakkan instrument di area kerja dengan ketinggian 1 meter dari permukaan lantai.
11. Biarkan 10 menit untuk sensor menstabilkan suhu lingkungan sekitar.
12. Tekan RUN / STOP untuk memulai pengumpulan data.
13. Gunakan tombol panah untuk menampilkan pengukuran yang diinginkan.
14. Setelah pengukuran selesai lakukan download data dengan mengirim data ke QSPII
15. Cetak data dengan computer yang menggunakan program seperti windows HyperTermal.

Gambar : Thermal Environment Monitor.

IV DAFTAR PERTANYAAN
1. Jelaskan kenapa temperature/suhu lingkungan kerja harus diperhatikan.
2. Gangguan kesehatan apa yang disebabkan oleh temperature ekstrem
3. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit akibat temperature ekstrem.

II. DAFTAR PUSTAKA


American Conference of Governmental Industrial Hygienist. www.acgih.org/tlv-beiguidelines.
Kurnawijaya, L. Meily.2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press).
Has Environment Manual Book, 2011. Jakarta. PT Has Environmental
PERCOBAAN VIII

ANALISA KUALITAS LIMBAH CAIR / SUNGAI

I. TUJUAN PRATIKUM
1. Menganalisa kualitas limbah cair sebelum dan sesudah pengolahan.
2. Mampu menggunakan alat pengukuran kualitas limbah cair.
3. Menganalisa efektifitas unit pengolahan berdasarkan lama pengolahan (detention time).
4. Membandingkan kesesuaian kualitas limbah cair hasil pengolahan dengan baku mutu yang
berlaku.

II. WAKTU PELAKSANAAN PRAKTIKUM


1 x Pertemuan ( 1 x 160 menit x 2 sks)

III. TEORI DASAR

Tujuan utama sistem pengelolaan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan pencemar
baik senyawa organik maupun senyawa anorganik. Di dalam metoda pengolahannya umumnya
dilakukan secara kimia untuk menghilangkan senyawa anorganik, sedangkan untuk penghilangan
bahan pencemar organik biasanya dilakukan dengan proses biologis atau kimia. Dengan demikan,
dalam penentuan jenis dan tahapan pengeolahan limbah perlu diketahui terlebih dahulu
karakteristik limbah cair yang akan diolah dan kualitas limbah cair hasil olahan yang diharapkan.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan menguji dan menganalisa limbah cair sebelum dan sesudah
pengolahan.
Limbah cair yang telah diolah pada unit IPAL harus dianalisa kualitas fisik, kimia maupun
biologisnya untuk mengetahui efesiensi dan efektifitas unit IPAL yang digunakan. Pengujian
kualitas limbah cair ini juga bertujuan untuk memastikan limbah yang dialirkan ke badan air sudah
aman dan sesuai dengan baku mutu yang berlaku. Selain itu, pengujian kualitas limbah cair ini
dapat dijadikan bahan evaluasi untuk memperbaiki unit IPAL yang ada.

Membandingkan kesesuaian kualitas limbah cair hasil pengolahan dengan baku mutu yang
berlaku.
TOTAL DISSOLVED SOLID (TDS)

TDS yaitu terlarutnya zat padat berupa ion maupun koloid dalam air (Situmorang, 2007). Menurut
Boyd (1988), residu merupakan 29 kandungan total dalam suatu bahan yang terlarut dan tersuspensi
dalam air. Selama penentuan residu, ion bikarbonat yang ada di perairan telah mengalami
transformasi menjadi karbondioksida, hal ini menyebabkan karbondioksida dan gas-gas lain yang
menghilang pada saat pemanasan tidak termasuk dalam nilai padatan total. Klasifikasi padatan yang
berada di perairan berdasarkan ukuran diameter pertikelnya, ditunjukan pada tabel berikut : Tabel 2.1.
Klasifikasi padatan di dalam perairan berdasarkan ukuran diameter Partikelnya (Effendi, 2003) Total
padatan terlarut adalah konsentrasi jumlah ion kation dan ion anion dalam air. Maka, analisa total
padatan terlarut dapat digunakan sebagai pengukuran kualitatif terhadap jumlah ion terlarut, namun
tidak dapat digunakan untuk menjelaskan sifat dan hubungan ion, serta tidak dapat digunakan sebagai
pegujian kualitas air secara spesifik maka dari itu analisa TDS digunakan sebagai indikator untuk
menentukan kualitas umum dari air. Semua kation dan anion dalam air termasuk padatan terlarut total
(Sari, 2015). Menurut Slamet (1994), TDS biasanya terdiri dari zat organik, garam anorganik, serta
gas terlarut. Apabila nilai TDS bertambah maka kesadahan air pun juga bertambah. Nilai TDS
dipengaruhi adanya bahan anorganik yang berupa ion dalam perairan.

TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS)

Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan total
yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari
ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida,
sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan
penyaringan.
Prinsip analisa TSS dapat dilakukan sebagai berikut : Contoh uji yang telah homogen
disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan
dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC.
Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika padatan
tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan, diameter pori-pori
saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume contoh uji. Untuk memperoleh estimasi
TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total.

TSS (mg/L) = (A-B) X 1000 / V


Keterangan:
A = berat kertas saring + residu kering (mg) B
= berat kertas saring (mg)
V = volume (mL)

SUHU
Pengukuran suhu menggunakan termometer.Merupakan parameter yang sangat penting
dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air
untuk berbagai aktivitas sehari – hari. Naiknya suhu atau temperatur air akan menimbulkan akibat
berikut :
 Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air.

 Meningkatkan kecepatan reaksi kimia.

 Mengganggu kehidupan organisme air.

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan
laut (altitude), waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta kedalaman. Perubahan suhu
mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan
peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, volatilisasi, dekomposisi bahan organik oleh mikroba,
serta menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (gas O 2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya).
Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 oC – 30 oC.

pH
Keasaman air diukur dengan Indikator universal.Keasaman ditetapkan berdasarkan
tinggi- rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi
dalam air. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme. Ph
normal untuk kehidupan air 6 – 8.

I. METODOLOGI
a. Alat
a. Termometer Raksa skala hingga 110 0C
b. pH Meter
c. Gelas ukur
d. Pipet
e. Turbiditymeter
f. Kertas saring
g. Cawan
h. Corong
i. Erlenmeyer
j. Oven
k. Gelas ukur
l. Timbangan digital
m. Penjepit kayu
n. kertas saring 934-AHTM circle 90 mm
o. Desikator

b. Bahan
1. Sampel limbah cair
2. Sampel air sungai

c. Cara Kerja
Penetapan Suhu Limbah
1 Penetapan contoh uji air permukaan
a. Termometer langsung dicelupkan ke dalam contoh uji dan biarkan 2 menit sampai dengan 5 menit
sampai termometer menunjukkan nilai yang stabil
b. Catat pembacaan skala termometer tanpa mengangkat lebih dahulu termometer dari air
2 Penetapan contoh uji air pada kedalaman tertentu
a. Pasang termometer pada alat pengambil contoh uji
b. Masukkan alat pengambil contoh uji ke dalam air pada kedalaman tertentu untuk mengambil contoh
uji
c. Tarik alat pengambil contoh uji sampai ke permukaan
d. Catat skala yang ditunjukkan termometer sebelum contoh air dikeluarkan dari alat pengambil contoh
Pengukuran TDS (Total Dissolved Suspended)

Pada peraian sungai dilakukan dengan menggunakan alat TDS meter. Tahap penggunaannya yaitu dengan
menekan tombol power untuk menyalakan alat, kemudian dibilas alat meggunakan akuades dan
dikeringkan menggunakan tisu. Selanjutnya alat dimasukkan ke dalam sampel sampai batas elektroda lalu
ditekan tombol CAL/MEAS untuk pengukuran TDS terhadap sampel. Dibiarkan beberapa saat hingga
nilai pengukuran TDS yang didapat stabil, kemudian dicatat hasilnya. Dilakukan pengulangan 3 kali pada
setiap sampel.

Pengukuran TSS ( Total Suspended Solid )

Analisa zat padat tersuspensi dapat dilakukan dengan cara yakni kertas saring 934-AHTM circle 90 mm
yang telah dibilas dengan akuades dan dipanaskan dalam oven semala 1 jam, kemudian didinginkan dalam
desikator selama 15 menit dan ditimbang dengan cepat. Sampel air yang telah dikocok merata, diambil
sebanyak 100 mL lalu divakum dengan alat penyaring yang telah dilapisi menggunakan kertas saring 934-
AHTM circle 90 mm tersebut. Kemudian kertas saring diambil dan dikeringkan kedalam oven dengan suhu
105º C selama 1 jam setelah itu didesikator selama 15 menit lalu ditimbang dengan cepat. Kemudian nilai
TSS dapat dihitung menggunakan rumus (Standar Nasional Indonesia, No. 06-6989-26 Tahun 2005)
Pengukuran pH

pH (Derajat Keasaman) Pengukuran pH yang dilakukan menggunakan pH meter,


pertama yakni ujung pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dahulu menggunakan akuades
dan bersihkan dengan tisue secara perlahan. Kemudian pH meter dimasukkan kedalam
sampel air dan tunggu beberapa menit sampai nilainya stabil, kemudian dicatat hasilnya

PERCOBAAN IX
PENATAAN PERALATAN DILABORATORIUM
I. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengurangi hambatan dalam upaya melaksanakan suatu pekerjaan yang menjadi


tanggung jawabnya.
2. Memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna/pekerja/operator.
3. Memaksimalkan penggunaan peralatan.
4. Memberikan hasil yang maksimal dengan pendanaan yang minimal.
5. Mempermudah pengawasan.

II WAKTU PELAKSANAAN PRAKTIKUM


1 x Pertemuan ( 1 x 160 menit x 2 sks)

III TEORI DASAR

Penataan alat-alat merupakan sebagian kecil dari fungsi Pengelolaan


Laboratorium. Untuk dapat memahami penataan alat dilaboratorium, kita perlu
memahami fungsi dan struktur labaratorium, serta berbagai aspek terkait dengan
pengelolaan laboratorium. Dalam hal ini, sistem pengelolaan laboratarium disuatu
lembaga yang dijadikan sebagai sumber pembelajaran.
Penataan ( ordering ) alat dimaksudkan dengan Proses pengaturan alat di
laboratorium agar tertata dengan baik. Dalam menata alat tersebut berkaitan erat
dengan keteraturan dalam penyimpanan ( storing ) maupun kemudahan dalam
pemeliharaan (maintenance). Keteraturan penyimpanan dan pemeliharaan alat itu,
tentu memerlukan cara tertentu agar petugas laboratorium (teknisi dan juru
laboratorium) dengan mudah dan cepat dalam pengambilan alat untuk keperluan
laboratorium, juga ada kemudahan dalam memelihara kualitas dan kuantitasnya.
Dengan demikian penataan alat laboratorium bertujuan agar alat-alat tersebut tersusun
secara teratur, indah dipandang (estetis) mudah dan aman dalam pengambilan dalam
arti tidak terhalangi atau mengganggu peralatan lain, terpelihara indetitas atau
menggangu perakatan lain, terpelihara identitas dan presisi alat, serta terkontrol
jumlahnya dari kehilangan. Untuk memahami tentang penatan peralatan laboratorium
dengan baik diharapkan terlebih dahulu mempelajari bagian pengenalan dan
penggunaan alat laboratorium1.

Dalam bagian ini hanya diperkenalkan beberapa contoh alat secara


terbatas untuk kepentingan pembahasan tentang penataannya. Di laboratorium terdapat

1
berbagai macam fasilitas umum laboratorium maupun peralatan. Pada bagian ini
pembahasan akan difokuskan pada penataan alat. Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan di dalam penataan alat terutama cara penyimpanannya,

III. METODOLOGI
A. Alat
No Nama Alat Jumlah Kebutuhan

1 Lembar Data 1 Buah

2 Alat Tulis 1 Buah

B Bahan
No Nama Bahan Jumlah Kebutuhan

1 Fasilitas yang ada di Laboratorium Sesuai yang ditugaskan

2 Katalog peralatan dan bahan yang ada Sesuai yang ditugaskan


di laboratorium

3 MSDS

C Cara Kerja
1. Amati, perhatikan dan catat cara penataan alat terutama cara penyimpanannya , yang
terdiri atas :
a. Fungsi Alat
b. Kualitas alat
c. Keperangkatan.
d. Nilai atau harga alat.
e. Kuantitas alat termasuk kelengkapannya.
f. Sifat alat termasuk kepekaan terhadap lingkungan.
g. Bahan dasar penyusunan alat.
h. Bentuk dan ukuran alat.
i. Bobot atau berat alat.

2. Kemudian catat dan amati pertimbangan penataan alat yang meliputi :


a. Jenis alat ( Elektrik / non elektrik : alat/ perkakas )
b. Tingkat resiko ( Timbangan analitik- mekanik yang mudah rusak, alat gelas yang
mudah pecah, alat listrik yang menggunakan daya cukup tinggi).
c. Sifat alat (mikroskop, alat yang mudah terbakar, alat bahan besi yang mudah
berkarat).
d. Kecanggihan alat.
e. Kualitas alat.
f. Jumlah alat yang tersedia.
g. Bahan penyusun alat.
h. Bentuk dan ukuran alat.

You might also like