Professional Documents
Culture Documents
Bab 6 Kerukunan
Bab 6 Kerukunan
BAB VI
_________________________________________
KERUKUNAN HIDUP
UMAT BERGAMA
KOMPETENSI DASAR
Memahami hakikat kerukunan hidup umat bergama
INDIKATOR PEMBELAJARAN
(1) Menjelaskan pengertian dari kerukunan umat beragama, (2) menjelaskan
rahmat Agama untuk umat manusia, (3) menjelaskan hakikat kebersamaan
antar umat beragama, (4) menjelaskan implementasi kerukunan hidup umat
beragama pada kehidupan sehari-hari.
6.1 Pendahuluan
Agama merupakan suatu cara atau jalan umat manusia untuk meyakini kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1945 menyatakan
bahwa “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” (ayat 1) dan “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk Agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut Agamanya dan kepercayaannya” (ayat 2). Ajaran Agama
mengatur tentang kewajiban umat untuk menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya. Berdasarkan hal tersebut maka negara memberikan kebebasan penuh kepada
warga negara untuk memilih Agama berdasarkan kepercayaannya masing-masing.
Ajaran Agama mulai berkembang dan bertambah dari masa ke masa, dari
munculnya Agama Hindu sebagai agama yang tertua, hingga munculnya agama-agama
lainnya seperti Agama Budha, Islam, Kristen Katolik, dan Kristen Protestan, yang
merupakan wujud dari kebebasan warga negara untuk memeluk Agama sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing.
Ajaran Agama yang beragam sering menimbulkan konflik antar umat beragama
karena beberapa oknum umat beragama masih sulit menerima paham dari Agama lain.
Hal inilah yang terjadi sampai sekarang, meskipun undang-undang sudah mengatur
tentang kerukunan umat beragama, namun masih ada saja oknum yang beraliran radikal
yang tidak bisa menerima perbedaan keyakinan antar umat beragama. Konflik yang
timbul ke permukaan tidak hanya muncul sebagai konflik biasa, namun sudah sampai
menimbulkan korban jiwa.
Pengetahuan Agama yang dangkal dan kurangnya pemahaman spiritual dapat
menimbulkan penyimpangan-penyimpangan ajaran Agama yang kemudian dapat
menimbulkan radikalisme dan konflik berkepanjangan. Agar hal tersebut tidak terjadi,
maka perlu meningkatkan pengetahuan dan pengamalan tentang ajaran Agama,
khususnya kerukunan hidup beragama dan dapat menjalin hubungan yang harmonis
antar umat beragama dan intern umat beragama.
Kerukunan umat beragama di Indonesia sangatlah di perlukan, mengingat negara
Indonesia adalah negara yang majemuk. Jika kerukunan antar umat beragama terwujud
maka kesatuan dan keutuhan Negara Republik Indonesia dapat terjaga dan begitu pula
sebaliknya jika kerukunan antar umat beragama tidak dapat terwujud maka perselisihan
akan sangat mudah terjadi.
Kerukunan umat beragama adalah hubungan antar sesama umat beragama yang
dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai
dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara. Kerukunan umat beragama berarti antara pemeluk-pemeluk
agama yang berbeda bersedia secara sadar hidup rukun dan damai. Hidup rukun dan
damai dilandasi oleh toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling
menghargai dalam kesetaraan dan bekerja sama dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Hidup rukun artinya hidup artinya hidup bersama dalam masyarakat secara damai,
saling menghormati dan saling bergotong royong. Manusia ditakdirkan oleh Tuhan
Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi
sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial manusia, manusia memerlukan
kerjasama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan
material, kebutuhan spiritual, maupun kebutuhan akan rasa aman.
Kerukunan Hindup Umat Beragama 126
Pendidikan Agama Hindu
Kitab suci Weda memerintahkan manusia untuk selalu menjalankan Tri Hita
Karana, yaitu selalu berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, hidup rukun dengan alam
lingkungan, serta hidup rukun dengan sesama umat manusia. Setiap umat manusia
dalam menjalin hubungan dengan umat manusia lainnya diperintahkan untuk selalu
hidup rukun tanpa memandang ras, kebangsaan, suku, agama, orang asing, pribumi
maupun pendatang. Umat Hindu selalu membina kerukunan antar umat agama dengan
memanjatkan doa.
Artinya, semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang yang
dikenal dengan akrab, semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-
orang asing, semoga Engkau memberkahi kami dengan keserasian (k erukunan/
keharmonisan).
Artinya, semua orang berbicara dengan bahasa yang berbeda-beda, dan memeluk
Agama (kepercayaan) yang berbeda-beda, sehingga Bumi Pertiwi bagaikan sebuah
keluarga yang memikul beban. Semoga ia melimpahkan kemakmuran kepada kita dan
menumbuhkan penghormatan diantara kita, seperti seekor sapi betina kepada anak-
anaknya.
Umat hindu juga selalu berdoa untuk keselamatan makhluk hidup, seperti bait
kelima Puja Tri Sandhya yang wajib dilantunkan tiga kali dalam sehari yaitu
Artinya, Hyang Widhi ampunilah hamba, semoga semua makhluk hidup memperoleh
keselamatan, bebaskan hamba dari segala dosa dan lindungilah hamba.
Demikian juga di dalam ajaran Hindu kita meyakini kitab suci Weda sebagai
himpunan wahyu Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) sehingga ajaran Weda diyakini
dan menjadi pedoman bagi umat Hindu dalam hidupnya. Agama dipandang dapat
meringankan beban hidup dengan jalan mensyukuri berbagai nikmat yang dikaruniai
oleh Tuhan.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama ini, baik di tingkat daerah, provinsi,
maupun negara merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi
Kerukunan Hindup Umat Beragama 127
Pendidikan Agama Hindu
Hubungan antar agama dapat ditinjau berdasarkan dua sudut pandang yang
berbeda. (1) Memberlakukan negara sebagai sebuah arena konstelasi intra dan intern
Kerukunan Hindup Umat Beragama 128
Pendidikan Agama Hindu
agama. Konsekuensinya, adalah kebijakan negara sebagai produk akhir untuk dapat
mnciptakan keteraturan alam penyelesaian masalah antar agama secara konstitusional
dengan tetap menjaga batas-batas kesusilaan, ketertiban, dan pengendalia tertentu. (2)
Negara sebagai aktor yang sama sekali terpisah dari pluralitas agama. Di sini, harus
terbentuk negara yang sekuler dan demokrasi konstitusional untuk mewujudkan cita-
cita bangsa.
Adapun kerukunan antar umat beragama dapat diwujudkan dengan beberapa cara,
yaitu (1) saling tenggang rasa, saling menghargai, dan toleransi antar umat beragama,
(2) tidak memaksakan keyakinan pada seseorang, (3) melaksanakan ibadah dan
kewajiban sesuai agamanya, (4) mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya
maupun peraturan Negara atau Pemerintah.
Menurut Prakoso (2011), terdapat tiga kunci kerukunan umat beragama yang
disebut trilogi kerukunan umat beragama, yaitu (1) Kerukunan intern umat beragama,
(2) Kerukunan antar umat beragama, dan (3) Kerukunan antar umat beragama dengan
pemerintah.
Di Indonesia terdapat 3 konsep kerukunan umat beragama yang dinamakan “Tri
Kerukunan Umat Beragama” yaitu (1) kerukunan intern umat beragama yaitu
kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut agama dalam satu agama itu sendiri,
(2) kerukunan antar umat beragama yaitu kerukunan yang terjalin antar masyarakat
yang memeluk agama yang berbeda, dan (3) kerukunan antar umat beragama dengan
pemerintah yaitu bentuk kerukunan semua umat-umat beragama dengan pemerintah.
Berdasarkan konsepsi mengenai kerukunan tersebut, semua umat beragama wajib
saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut,
dalam kehidupan masyarakat hendaknya dikembangkan sikap-sikap tersebut serta sikap
bekerjasama antar pemeluk agama yang berbeda-beda sehingga terpelihara kerukunan
umat beragama.
Artinya, para Dewa manapun dan dalam wujud apapun mereka ingin melakukan
pemujaan dengan penuh keyakinan, maka Aku memantapkan kepercayaanya kepada
para Dewa (yang mereka sembah).
Artinya, Aku satukan pikiran dan langkahmu untuk mewujudkan kerukunan di antara
umat. Aku bimbing mereka yang salah menuju jalan yang benar.
Artinya, Wahai umat manusia! Bersatulah dan rukunlah kamu seperti menyatunya para
Dewa. Aku telah anugrahkan hal yang sama kepadamu, oleh karena itu maka jagalah
persatuan di antara kamu.
Mantra veda ini merupakan petunjuk dari Tuhan kepada umat manusia untuk
membangun persatuan dengan sesama manusia. Persatuan merupakan usaha untuk
mewujudkan hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia sebagai kondisi
untuk mencapai hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Perpecahan dan permusuhan
dalam kehidupan dengan sesama manusia itu merupakan suatu kondisi yang akan
membuat orang jauh dari Tuhan. Dengan demikian berarti membangun persatuan yang
dinamis, humanis, dan produktif itu hendaknya diyakini sebagai wujud mengamalkan
Artinya, wahai umat manusia hiduplah dalam harmoni dan kerukunan. Hendaklah
bersatu dan bekerja sama. Berbicaralah dengan satu bahasa dan ambillah keputusan
dengan satu pikiran, seperti orang-orang suci di masa lalu yang telah melaksanakan
kewajibanmu.
Artinya, Wahai umat manusia semoga engkau maju dengan niat-niat yang sama.
Semoga hatimu (bathinmu) dan pikiranmu sama satu dengan yang lain, sehingga anda
bisa diorganisir (diatur) secara seragam.
Sesungguhnya banyak sekali konsep untuk mengajarkan persatuan antara sesama
manusia yang dinyatakan dalam ajaran Veda dan kitab-kitab Sastranya. Kalau kita
simak secara cermat bahwa keharmonisan dalam persatuan dengan sesama manusia itu
tidak begitu saja dapat dicapai dengan mudah. Sebagaimana diajarkan dalam Mantra
Artinya, Semoga semua makhluk memandang kami dengan pandangan mata seorang
sahabat. Semoga kami memandang semua mahluk sebagai seorang sahabat. Semoga
kami saling memandang dengan penuh persahabatan.
Ajaran Agama Hindu menganjurkan agar setiap umatnya menjalin kehidupan
yang rukun baik dalam kehidupan intern umat beragama, kerukunan antar umat
beragama maupun kerukunan umat beragama dengan pemerintah, bukanlah saling
bermusuhan. Hal ini juga diatur dalam kitab suci Bhagawad Gita pada adhyaya XI sloka
55 sebagai berikut.
Artinya, Dia yang melakukan segala perbuatan hanya demi memuaskan Diri-Ku,
dia yang menjadi penyembah-Ku yang baik dan menjadikan Aku sebagai tujuan akhir
hidupnya, yang sudah membebaskan dirinya dari segala jenis keterikatan, dan tidak
bermusuhan dengan makhluk hidup manapun (diatas muka bumi ini), Wahai Putra
Maharaja Pandu, dia pasti dapat mencapai Diri-Ku.
Kerukunan umat beragama juga dapat terwujud jika kita tidak memilih-milih
teman dalam bergaul atau tidak membedakan antara satu dengan yang lainnya seperti
yang dijelaskan dalam Isa Upanisad (6), yaitu Yas tu sarvani bhutani atman
yevanupasyati sarva bhutesu catmanam tato na vijugupsate. Artinya, Dia yang melihat
semua mahluk pada dirinya (Atman) dan dirinya (Atman) sendiri pada semua mahluk,
Dia tidak lagi melihat adanya sesuatu perbedaaan dengan yang lain.
Kerukunan merupakan sumber kedamaian yang berhubungan antar manusia
dimana hal ini berkaiatan dengan tingkat toleransi dengan ssama. Damai merupakan hal
yang mampu membuat hidup selaras dan sejalan dengan diri sendiri yaitu atman atau
hati nurani yang selalu menyuarakan kebenaran. Konsep Hindu menyatakan bahwa
sebelum berdamai dengan orang lain dalam bingkai kerukunan, maka harus berdamai
dengan diri sendiri karena orang yang mampu berdamai dengan diri sendiri merupakan
orang yang mampu mengendalikan segala pikiran, tutur kata, dan perbuatan agar tidak
menyakiti atau merugikan orang lain. Orang yang berdamai merupakan orang yang
paling dicintai Tuhan karena berbudi luhur, seperti dimuat dalam Bhagavad Gita, yaitu
Artinya, setiap orang hendaknya menyelamatkan sang dirinya melalui dirinya sendiri ,
dan hendaknya ia tidak membuat dirinya merosot dalam kejatuhan. Oleh karena diri
sendiri adalah sahabat terbaik bagi sang diri dan diri sendiri adalah musuh sendiri bagi
sang sendiri.
bandhur atmatmanas tasya, yenatmaivatmana jitah,
anatmanas tu satrutve, vartetatmaiva satru-vat
(Bhagavad Gita VI.6)
Artinya, Bagi mereka yang sudah menaklukan dirinya sendiri, maka dirinya menjadi
sahabat yang paling setia. Bagi mereka yang belum menaklukan dirinya sendiri melalui
diri sendiri, maka dirinya menjadi musuh sangat berbahaya bagi dirinya sendiri.
yang berarti hidup bahagia di dunia dan akhirat. Hidup bahagia di dunia hanya mungkin
dicapai dengan kerukunan dan toleransi yang tinggi terhadap sesama, dan hidup bahagia
di akhirat hanya dapat dicapai jika dapat berdamai dengan diri sendiri, seperti yang
dijelaskan dalam Bhagavad Gita.
Artinya, Tuhan Yang Maha Esa sama sekali tidak campur tangan pada perbuatan-
perbuatan saleh yang dilakukan oleh makhluk hidup atau pun perbuatan-perbuatan tidak
baik yang dilakukan oleh makhluk hidup, melainkan kebodohanlah yang menutupi
pengetahuan makhluk hidup, dan itulah yang menyebabkan mereka semua
terbingungkan.
Berdasarkan sloka di atas maka hendaknya saling memberi kebaikan tanpa
membeda-bedakan dan tanpa pamrih hendaknya ditegakkan dan diamalkan. Saling
memberi kebaikan merupakan kebajikan paling utama.
Hinduisme tidak menganggap sebagai panggilan untuk membawa manusia kepada
suatu kepercayaan. Sebab yang diperhitungkan adalah perbuatan dan bukan
kepercayaan. Dalam kejamakan, kepentingan dalam satu dunia yang sedang dilanda
kebingungan, mudah sekali etika pribadi yang tidak memiliki cukup pertahanan diri
untuk terseret dalam arus provokasi yang justru tidak akan pernah memberikan
keuntungan bagi siapapun, hanya kehancuran yang akan menimpanya.
Dalam usaha meningkatkan kerukunan antar umat beragama ini, dikutip
pernyataan Svami Vivekananda pada penutupan sidang parlemen Agama sedunia, 102
tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 27 September 1893 di Chicago, karena
pernyataan yang disampaikan pemikir Hindu tersebut senantiasa relevan dengan situasi
saat ini. Pada waktu sampai pada akhir pidatonya, Svami Vivekananda melihat bahwa
sukses besar dari Parlemen Agama-Agama ini membuktikan kepada dunia: kesucian
hati, kemurnian dan kebaikan hati, bukan milik eksklusif perorangan lagi. “Setiap
sistem telah melahirkan orang-orang yang memiliki karakter mulia”, beliau juga
menegaskan “Jika seseorang secara eksklusif memimpikan kelangsungan agama dan
kehancuran lainnya, dari lubuk hati yang paling dalam saya menaruh kasihan kepadanya
dan akan menunjukkan kepadanya melalui sebuah spanduk setiap agama akan segera
ditulis, walaupun akan sedikit ditentang. Saling menolong dan tidak bermusuhan,
Berbaur dan tidak menghancurkan, harmoni, damai, serta tidak berselisih, merupakan
landasan kerukunan. Pernyataan Svami Vivekananda dapat dijadikan acuan dalam
meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama untuk bersama-sama membangun
masa depan bersama.
Apabila kerukunan hidup bergama di Indonesia tercapai tentu waga asing percaya
dan senang berkunjung ke Indonesia. Ibarat suatu rumah tangga yang cekcok selalu,
tentu tetangga akan tidak tenang. Atas dasar pemikiran ini diingat kembali Pancasila da
UUD 1945 pasal 29 yang mengatur tentang toleransi umat bergama. Oleh karena hidup
di Republik ini harus mengakui, menghormati, dan melaksanakan segala perundang-
undangan yang berlaku.
Ketaatan pada negara, berarti cinta kasih kepada negara, seperti cerita
Kumbakarna sebagai berikut: Pada waktu Rawana menyekap Dewi Sinta, Kumbakarna
menasehati kakaknya tetapi apa yang terjadi, Kumbakarna dimarahi dan itendang oleh
Rawana. Kejadian ini sangat menyedihkan bagi Kumbakarna, dan dia meramal bahwa
negara Alengka pasti akan hancur karena Rawana memusuhi kebenaran. Ramalan
Kumbakarna ternyata benar,
Alengka pun hancur. Kehancuran ini menyebabkan Rawana bingung, terpaksa
mengirim utusan kepada adiknya Kumbakarna yang sedang bertapa. Setelah utusan tiba
menyampaikan pada Rawana, Kumbakarna menjawab sebagai berikut: sampaikan juga
pesanku bahwa aku mau berperang, tetapi bukan membela Rawana, aku membela
negaraku dan rakyat Alengka yang tercinta. Cinta seperti inilah harus diwujudkan.
Ajaran Agama Hindu disebut sebagai Dharma Negara, dalam Catur Guru, Negara dan
pemerintahannya sebagai Guru Wisesa artinya tidak boleh melanggar segala
perundang-undangan, segala peraturan, baik formal maupun non formal. Kerukunan
dalam kehidupan beragama dapat dicapai dengan menanaman rasa persaudaraan yang
tulus dengan semua umat beragama dan tidak memandang ras, suku, bangsa, jenis
kelamin, dan sebagainya. Ajaran Agama Hindu tidak membenarkan adanya sikap
membedak-bedakan karena hal tersebut akan membuat hubungan dengan umat
beragama tidak harmonis.
terhadap mereka yang tidak memiliki kepercayaan yang sama. Hinduisme sanggup
mempersatukan bersama di dalam kedamaian berbagai kelompok manusia. Toleransi
agama adalah salah satu tema dari Maklumat Asoka
“Raja yang dicintai oleh Dewata menghargai setiap bentuk dari keimanan
Agama, tetapi menganggap tiada satupun pemberian atau kehormatan yang
melebihi dari penambahan sari Agamakarena inilah akarnya untuk
menghormati keimanan seseorang tidak pernah menghina keimanan orang
lain”
demikian pula untuk umat beragama lainnya. Implikasi selanjutnya adalah hari-hari
raya mereka, semuanya disebut dengan Galungan, seperti Galungan China untuk
menyebut hari Imlek, Galungan Kristen untuk menyebutkan hari raya Natal, dan
Galungan Selam untuk menyebutkan Idul Fitri. Kearifan tidak hanya terlihat dalam
perilaku dan pergaulan sehari-hari, tetapi juga dalam hal pelaksanaan upacara agama.
Kearifan pelaksanaan upacara di Kabupaten Karangasem, saudara-saudara umat Islam
bisa mngunjungi dan membantu suksesnya sebuah uacara agama yang dilaksanakan
oleh umat Hindu, namun dalam penyiapan hidangan, umat Hindu sangat menyadari apa
yang harus dilakukan dan yang mana tidak boleh atau mrupakan pantangan. Masyarakat
mengenal jenis hidangan yang disebut “Selaman” (makanan khas Islam) misalnya tidak
menggunakan daging babi, tetapi khusus kambing dan bahkan ketika mulai kambing di
sembelih, mmasak dan menyajikannya pun di serahkan sepenuhnya pada saudara-
saudara yang beragama Islam untuk melayani mereka yang beragama Islam atau umat
Hindu yang berpantang makan daging babi.
Umat Hindu sendiri terdapat berbagai variasi dalam penyajian makanan dalam
rangkaian upacara Agama misalnya berpantang makan makanan dari daging
(vegetarian) disebut “Tan mangan sarwa mambekan”, kepadanya disiapkan makanan
berupa kacang goreng, bawang goreng, dan saur kelapa atau sambal, kadang-kadang
juga telur rebus. Umat yang tidak boleh memakan makanan dari daging babi, umumnya
disebut “Suci”, seperti untuk para pandita Hindu, juga ada “pemijian”, yang boleh
menikmati makanan dari daging babi, tetapi harus dipisahkan tersendiri, yakni tidak
boleh diajak makan bersama dalam tradisi “magibungan” (makan bersama duduk
bersila melingkar antara 4 sampai 8 orang dalam sikap yang tertib sesuai aturan), di
Kabupaten Karangasem, Klungkung, Bangli. Tradisi tersebut masih lestari
menunjukkan telah ditanamkannya sikap toleransi yang sejati, yakni menghargai
adanya perbedaan-perbedaan diantara anggota masyarakat.
Galungan dan Kuningan, seperti halnya hari Raya Idul Fitri dan Natal disambut
dengan meriah, sikap umat Hindu dengan kegembiraan menyambut hari kemenangan
tersebut. Upacara Galungan dan Kuningan merupakan kelanjutan tradisi perayaan
Durga Puja dan Vijaya Dasami di India yang telah dipribumikan oleh misionaris Hindu
di masa silam. Berbeda halnya dengan Hari Raya Nyepi, tepatnya hari raya
memperingati pergantian Tahun Baru Saka yang justru dengan pelaksanaan Tapa, Brata
atau Meditasi dan berbagai pantangan, seperti Upawasa (tidak menikmati makanan dan
minuman), Mona Brata (tidak berbicara) dan Catur Brata Nyepi (empat jenis
pantangan), yaitu (1) Amati Geni (tidak memasak dan tidak menggunakan api untuk
memasak atau menerangi), (2) Amati Karya (tidak boleh bekerja), (3) Amati Lelungaan
(tidak boleh berpergian/meninggalkan rumah), dan (4) Amati Lelanguan (tidak boleh
menikmati hiburan atau kesenangan duniawi).
Ketika hari raya Nyepi, Bali yang merupakan mayoritas Hindu akan terlihat
seperti mati sesaat, karena tidak ada aktivitas di dalam rumah dan jalan raya. Umat
Hindu menyepikan diri, duduk hening, bermeditasi atau membaca buku-buku Agama,
tidak seperti hari sebelumnya. Satu hari sebelum hari Raya Nyepi disebut Hari “Bhuta
Yadnya” atau “Pangrupukan”, ogoh-ogoh sebagai perwujudan Bhuta Kala diusung
untuk diberikan sajian, supaya tidak mengganggu ketentraman masyarakat. Lalu, jika
seandainya hari raya Nyepi yang identik dengan kesunyian berbarengan dengan hari
raya umat lain maka muncul kearifan dari pemuka umat beragama yaitu Pemerintah
Daerah Bali bersama Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bali
menjadi mediator. Begitu pula jika hari Raya Idul Fitri yang berbarengan dengan hari
raya Nyepi, maka kegiatan seperti Takbiran, Taraweh dikalangan Umat Islam dibatasi
dengan hanya dilakukan di seputaran Masjid dan loudspeaker diarahkan kedalam
Masjid dan volumenya diperkecil. Umat Islam akan Salat hanya pada Masjid terdekat
saja. Kesepakatan ini telah diwarisi dan merupakan tradisi yang sangta perlu untuk tetap
dilestarikan, mengingat pluralisme agama dan kekhasan daerah di Indonesia merupakan
realitas yang mesti dihargai seperti kita menghormati dan menjunjung tinggi agama
yang dianut. Semoga kearifan-kearifan budaya ini tumbuh dan berkembang terus di
bumi nusantara guna mencegah disintegrasi.
Kerukunan hidup beragama dalam Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
serta menjunjung tinggi nilai Sila pertama, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan tugas dan kewajiban bersama. Pemerintah telah menetapkan Tri Kerukunan
Hidup Beragama, yang menjadi tugas pada Departemen Agama selaku membina dan
mengawasi. Tri Kerukunan Umat Beragama meliputi (1) kerukunan intern umat
beragama, (2) kerukunan antar umat beragama, dan (3) erukunan antara umat beragama
dengan Pemerintah.
Kerukunan akan dapat dicapai kalau ada kerukunan dalam pikiran, perkataan dan
perbuatan disertai kesadaran yang tinggi dan ketulusan hati nurani (Winawan, 2002:
66). Mengendalikan diri untuk tidak berpikir yang buruk, tidak berkata yang kasar, dan
tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama, seperti yang di
jelaskan dalam Atharva Veda, sebagai berikut
Satyam brhad rtam ugram, diksa tapo brahma yajna prthivim dharayanti
sa no bhutasya bhany asya patynyurumlokam
(Atharva Veda XII.1.1)
Artinya, Sesungguhnya tegaknya dunia ini disangga oleh Satyam (kebenaran Tuhan),
Rtam (hukum-Nya yang abadi), Diksa (penyucian diri), Tapa (pengendalian diri),
Brahma (doa pujaan) dan Yajna (persembahan suci).
Berdasarkan dua kutipan sloka yang terdapat dalam Kitab Suci tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa semua manusia mengharapkan adanya penyesuaian pikiran
dan tujuan untuk mencapai hidup bersama yang bahagia. Hal tersebut sekaligus untuk
mengantisipasi sikap-sikap yang negatif yang sering muncul dalam masyarakat yang
majemuk seperti misalnya sikap fanatisme berlebihan yaitu sikap yang meyakini
kebenaran mutlak yang ada pada Agama yang dipeluknya. Penganut sikap fanatisme
berlebihan ini menganggap rendah Agama lain namun sensitif terhadap Agamanya
berlaku pada semua makhluk hidup, lebih-lebih pada kehidupan manusia sebagai
makhluk utama tidak perlu disangsikan lagi dampak yang akan ditimbulkannya, hanya
waktu untuk menerima hasil perbuatan berbeda-beda, ada yang cepat dan ada pula yang
lambat, dan bahkan bisa pula diterima dalam penjelmaan berikutnya. Oleh karena itu,
berlandaskan pada keyakinan tersebut, dalam memupuk kerukunan hidup beragama
senantiasa berbuat baik berlandaskan dharma.
6.5.5Ahimsa
Secara etimologi, ahimsa berarti tidak membunuh, tidak menyakiti makhluk hidup
lainnya. “Ahimsa parama dharmah” yang berarti tidak menyakiti adalah kebajikan yang
utama atau dharma tertinggi. Hendaknya setiap perjuangan membela kebenaran tidak
dengan perusakan-perusakan, karena sifat merusak, menjarah, memaksakan,
mengancam, menteror, membakar dan lain sebagainya sangat bertentangan dengan
ahimsa karma, termasuk menyakiti hati umat lain dengan niat yang tidak baik, atau
dengan berkata-kata kasar, pedas dan mengumpat.
Keutamaan ahimsa karena nilainya yang begitu tinggi sebagaimana yang
diungkapkan dengan kalimat-kalimat lainnya, Ahimsaayah paro dharmah, ahimsaa
laksano dharmah, ahimsaa parama tapa, ahimsaa parama satya. Maksudnya, Ahimsa
adalah kebajikan tertinggi, perbuatan dharma, pengendalian diri tertinggi dan kebenaran
tertinggi). Ahimsa adalah perjuangan tanpa kekerasan, termasuk tanpa menentang
hukum alam. Jadi Ahimsa, mengandung pengertian tidak melakukan kekerasan dalam
bentuk tidak membunuh makhluk hidup apapun, Ahimsa juga dimaksudkan tidak
melakukan kekerasan agar tidak menyakiti hati orang lain sehingga dapat menciptakan
kehidupan yang rukun antar umat beragama.
6.5.6 Susila
Susila merupakan salah satu bagian dari Tiga Kerangka Agama Hindu. Susila
berarti perilaku atau tingkah laku yang baik. Setiap perbuatan yang dilaksanakan harus
berlandaskan akan dharma, karena dengan berlandaskan dharma perbuatan yang
dilakukan akan berdampak positif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Susila juga
mengajarkan untuk selalu berbuat baik bagi sesama umat beragama maupun intern umat
beragama, karena dengan hal tersebut maka kerukunan hidup umat beragama akan
terwujud maupun terlaksana dengan baik.
6.5.7 Asih
Asih merupakan bagian dari Tri Parartha. Tri Parartha terdiri dari dua kata yaitu
Tri dan Parartha. “Tri” berarti tiga dan “Parartha” berarti kesempurnaan, kebahagiaan.
Jadi, Tri Parartha berarti tiga perihal atau tiga hal yang menyebabkan terwujudnya
RANGKUMAN
▪ Kerukunan umat beragama adalah hubungan antar sesama umat beragama yang
dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling
menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama
dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.
▪ Semua umat beragama meyakini ajaran Agama yang dipeluknya itu berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula umat Hindu meyakini Kitab Suci Veda
sebagai himpunan Wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa (Divine Origin). Di dalam
Kitab Suci Veda kita menemukan banyak sabda Tuhan Yang Maha Esa yang
mengamanatkan umat manusia untuk menumbuhkembangkan kerukunan umat
beragama, toleransi, solidaritas, dan penghargaan terhadap sesama manusia
dengan tidak membedakan tentang keimanan dan keyakinan yang dianutnya.
▪ Kerukunan hidup beragama dalam Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
serta menjunjung tinggi nilai Sila pertama, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan tugas dan kewajiban kita bersama. Pemerintah telah menetapkan Tri
Kerukunan Hidup Beragama, yang menjadi tugas pada Departemen Agama
selaku membina dan mengawasi. Tri Kerukunan Umat Beragama meliputi:
Kerukunan intern umat beragama, Kerukunan antar umat beragama, dan
Kerukunan antara umat beragama dengan Pemerintah.
▪ Kerukunan akan dapat dapat dicapai kalau ada kerukunan dalam pikiran,
perkataan dan perbuatan disertai kesadaran yang tinggi dan ketulusan hati nurani.
▪ Kerukunan adalah hal yang paling penting untuk menciptakan kehidupan yang
harmonis, damai dan tentram. Ajaran hindu selalu menuntun dan melatih
pemeluknya untuk selalu mengimplementasikan kerukunan tersebut. Adapun
implementasi kerukunan hidup umat beragama dalam kehidupan sehari-hari
adalah Tat Twam Asi, Tri Kaya Parisudha, Tri Hita Karana, Karma Phala,
Ahimsa, Susila, Asih, dan Catur Paramitha.