You are on page 1of 21

Pendidikan Agama Hindu

BAB VI
_________________________________________

KERUKUNAN HIDUP
UMAT BERGAMA

KOMPETENSI DASAR
Memahami hakikat kerukunan hidup umat bergama

INDIKATOR PEMBELAJARAN
(1) Menjelaskan pengertian dari kerukunan umat beragama, (2) menjelaskan
rahmat Agama untuk umat manusia, (3) menjelaskan hakikat kebersamaan
antar umat beragama, (4) menjelaskan implementasi kerukunan hidup umat
beragama pada kehidupan sehari-hari.

6.1 Pendahuluan
Agama merupakan suatu cara atau jalan umat manusia untuk meyakini kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1945 menyatakan
bahwa “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” (ayat 1) dan “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk Agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut Agamanya dan kepercayaannya” (ayat 2). Ajaran Agama
mengatur tentang kewajiban umat untuk menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya. Berdasarkan hal tersebut maka negara memberikan kebebasan penuh kepada
warga negara untuk memilih Agama berdasarkan kepercayaannya masing-masing.

Kerukunan Hindup Umat Beragama 125


Pendidikan Agama Hindu

Ajaran Agama mulai berkembang dan bertambah dari masa ke masa, dari
munculnya Agama Hindu sebagai agama yang tertua, hingga munculnya agama-agama
lainnya seperti Agama Budha, Islam, Kristen Katolik, dan Kristen Protestan, yang
merupakan wujud dari kebebasan warga negara untuk memeluk Agama sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing.
Ajaran Agama yang beragam sering menimbulkan konflik antar umat beragama
karena beberapa oknum umat beragama masih sulit menerima paham dari Agama lain.
Hal inilah yang terjadi sampai sekarang, meskipun undang-undang sudah mengatur
tentang kerukunan umat beragama, namun masih ada saja oknum yang beraliran radikal
yang tidak bisa menerima perbedaan keyakinan antar umat beragama. Konflik yang
timbul ke permukaan tidak hanya muncul sebagai konflik biasa, namun sudah sampai
menimbulkan korban jiwa.
Pengetahuan Agama yang dangkal dan kurangnya pemahaman spiritual dapat
menimbulkan penyimpangan-penyimpangan ajaran Agama yang kemudian dapat
menimbulkan radikalisme dan konflik berkepanjangan. Agar hal tersebut tidak terjadi,
maka perlu meningkatkan pengetahuan dan pengamalan tentang ajaran Agama,
khususnya kerukunan hidup beragama dan dapat menjalin hubungan yang harmonis
antar umat beragama dan intern umat beragama.
Kerukunan umat beragama di Indonesia sangatlah di perlukan, mengingat negara
Indonesia adalah negara yang majemuk. Jika kerukunan antar umat beragama terwujud
maka kesatuan dan keutuhan Negara Republik Indonesia dapat terjaga dan begitu pula
sebaliknya jika kerukunan antar umat beragama tidak dapat terwujud maka perselisihan
akan sangat mudah terjadi.

6.2. Pengertian Kerukunan Umat Beragama

Kerukunan umat beragama adalah hubungan antar sesama umat beragama yang
dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai
dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara. Kerukunan umat beragama berarti antara pemeluk-pemeluk
agama yang berbeda bersedia secara sadar hidup rukun dan damai. Hidup rukun dan
damai dilandasi oleh toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling
menghargai dalam kesetaraan dan bekerja sama dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Hidup rukun artinya hidup artinya hidup bersama dalam masyarakat secara damai,
saling menghormati dan saling bergotong royong. Manusia ditakdirkan oleh Tuhan
Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi
sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial manusia, manusia memerlukan
kerjasama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan
material, kebutuhan spiritual, maupun kebutuhan akan rasa aman.
Kerukunan Hindup Umat Beragama 126
Pendidikan Agama Hindu

Kitab suci Weda memerintahkan manusia untuk selalu menjalankan Tri Hita
Karana, yaitu selalu berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, hidup rukun dengan alam
lingkungan, serta hidup rukun dengan sesama umat manusia. Setiap umat manusia
dalam menjalin hubungan dengan umat manusia lainnya diperintahkan untuk selalu
hidup rukun tanpa memandang ras, kebangsaan, suku, agama, orang asing, pribumi
maupun pendatang. Umat Hindu selalu membina kerukunan antar umat agama dengan
memanjatkan doa.

Samjnanam nah svebhih, Samjnanam aranebhih,


Samjnanam asvina yunam, Ihasmasu ni ‘acchalam
(Atharva Veda VII. 52.1)

Artinya, semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang yang
dikenal dengan akrab, semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-
orang asing, semoga Engkau memberkahi kami dengan keserasian (k erukunan/
keharmonisan).

Janam bibhrati bahudha vivacasam , Nanadharmanam prthivi yathaukasam,


Sahasram dhara dravinasya me duham, Dhruveva dhenur anapasphuranti
(Atharva Veda XII. I. 45)

Artinya, semua orang berbicara dengan bahasa yang berbeda-beda, dan memeluk
Agama (kepercayaan) yang berbeda-beda, sehingga Bumi Pertiwi bagaikan sebuah
keluarga yang memikul beban. Semoga ia melimpahkan kemakmuran kepada kita dan
menumbuhkan penghormatan diantara kita, seperti seekor sapi betina kepada anak-
anaknya.
Umat hindu juga selalu berdoa untuk keselamatan makhluk hidup, seperti bait
kelima Puja Tri Sandhya yang wajib dilantunkan tiga kali dalam sehari yaitu

Om Ksamasva mam mahadewa, Sarwaprani hitangkara,


Mam moca sarwa papebyah, Palayaswa sadasiwa

Artinya, Hyang Widhi ampunilah hamba, semoga semua makhluk hidup memperoleh
keselamatan, bebaskan hamba dari segala dosa dan lindungilah hamba.
Demikian juga di dalam ajaran Hindu kita meyakini kitab suci Weda sebagai
himpunan wahyu Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) sehingga ajaran Weda diyakini
dan menjadi pedoman bagi umat Hindu dalam hidupnya. Agama dipandang dapat
meringankan beban hidup dengan jalan mensyukuri berbagai nikmat yang dikaruniai
oleh Tuhan.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama ini, baik di tingkat daerah, provinsi,
maupun negara merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi
Kerukunan Hindup Umat Beragama 127
Pendidikan Agama Hindu

pemerintah lainnya. Sesuai dengan tingkatannya, Forum Kerukunan Umat Beragama


dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Hubungan yang bersifat konsultatif bertugas
melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung
aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk
rekomendasi sebagai bahan kebijakan.
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan layaknya selalu mengupayakan persatuan
warga negaranya, yang termasuk di dalamnya adalah mewujudkan kerukunn umat
beragama. Adapun salah satu bukti adanya upaya yang dilakukan pemerintah untuk
menciptakan kerukunan antar umat beragama adalah adanya peraturan perundang-
undangan, di antaranya (Kemenkumham BPHN, 2011), sebagai berikut.
a. UU No. 1/PNPS/Tahun 1965 Tentang Pecegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama. UU No. 5 Tahun 1969 Tentang Pernyataan Berbagai Penetapan
Presiden dan Peraturan Presiden sebagai undang-undang.
b. Peraturan Bersama Menteri Agama Nomor 9 Tahun 2006 dn Menteri Dalam Negeri
Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelakanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil
Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Krukunan Umat Beragama dan Pendirian
Umat Beragama.
c. Keputusan Bersama Meneteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1979
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada
Lembaga Keagamaan di Indonesia.
d. Keptusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1/ BER/ Mdn-
Mag/ 1969 Tentang Pelaksanaan Aparatur Pemerintahan Dalam Menjamin
Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh
Pemeluknya.
e. Putuan MK No. 140/ PUU/ VII/ 2009 Tentang Judicial Review UU No. I/ PNS/
Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama
Terhadap UUD 1945.
f. UU No. 32/ 2004 jo UU No. 12/2008 Tentang PEMDA.
g. UU No. 39/ 1999 Tentang HAM.
h. UU No. 10/ 04/ Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
i. Deklarasi Umum HAM (DUHAM) PBB.
j. SKB (Mnag dan Mndagri) No. 1/ 1969 Tentang Pendirian Rumah Ibadah.
k. SKB No. 3/ 2008, KEP. 033/ A/ JA/ 6/ 2008 dan No. 199/ 2008, Tentang Pringatan
dan Perintah kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus jama’ah
Ahmaiyah Indonesia dan warga masyarakat, yang ditandatangani Menag, Jaksa
Agung Mendagri (9 Juni 2008).

Hubungan antar agama dapat ditinjau berdasarkan dua sudut pandang yang
berbeda. (1) Memberlakukan negara sebagai sebuah arena konstelasi intra dan intern
Kerukunan Hindup Umat Beragama 128
Pendidikan Agama Hindu

agama. Konsekuensinya, adalah kebijakan negara sebagai produk akhir untuk dapat
mnciptakan keteraturan alam penyelesaian masalah antar agama secara konstitusional
dengan tetap menjaga batas-batas kesusilaan, ketertiban, dan pengendalia tertentu. (2)
Negara sebagai aktor yang sama sekali terpisah dari pluralitas agama. Di sini, harus
terbentuk negara yang sekuler dan demokrasi konstitusional untuk mewujudkan cita-
cita bangsa.
Adapun kerukunan antar umat beragama dapat diwujudkan dengan beberapa cara,
yaitu (1) saling tenggang rasa, saling menghargai, dan toleransi antar umat beragama,
(2) tidak memaksakan keyakinan pada seseorang, (3) melaksanakan ibadah dan
kewajiban sesuai agamanya, (4) mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya
maupun peraturan Negara atau Pemerintah.
Menurut Prakoso (2011), terdapat tiga kunci kerukunan umat beragama yang
disebut trilogi kerukunan umat beragama, yaitu (1) Kerukunan intern umat beragama,
(2) Kerukunan antar umat beragama, dan (3) Kerukunan antar umat beragama dengan
pemerintah.
Di Indonesia terdapat 3 konsep kerukunan umat beragama yang dinamakan “Tri
Kerukunan Umat Beragama” yaitu (1) kerukunan intern umat beragama yaitu
kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut agama dalam satu agama itu sendiri,
(2) kerukunan antar umat beragama yaitu kerukunan yang terjalin antar masyarakat
yang memeluk agama yang berbeda, dan (3) kerukunan antar umat beragama dengan
pemerintah yaitu bentuk kerukunan semua umat-umat beragama dengan pemerintah.
Berdasarkan konsepsi mengenai kerukunan tersebut, semua umat beragama wajib
saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut,
dalam kehidupan masyarakat hendaknya dikembangkan sikap-sikap tersebut serta sikap
bekerjasama antar pemeluk agama yang berbeda-beda sehingga terpelihara kerukunan
umat beragama.

6.3 Agama Merupakan Rahmat Bagi Semua Umat Manusia


Semua umat beragama meyakini ajaran Agama yang dipeluknya itu berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian pula umat Hindu meyakini Kitab Suci Veda sebagai himpunan Wahyu
dari Tuhan Yang Maha Esa (Divine Origin) (Winawan, 2002: 61). Wahyu yang
diturunkan ke dalam kitab suci secara tidak langsung melalui orang-orang suci. Di
dalam Kitab Suci Veda ditemukan banyak sabda Tuhan Yang Maha Esa yang
mengamanatkan umat manusia untuk menumbuhkembangkan kerukunan umat
beragama, toleransi, solidaritas, dan penghargaan terhadap sesama manusia dengan
tidak membedakan tentang keimanan dan keyakinan yang dianutnya. Berikut adalah
sabda-sabda Tuhan yang berkaitan dengan konsepsi kerukunan.

Kerukunan Hindup Umat Beragama 129


Pendidikan Agama Hindu

Yo yo yam yam tanum bhaktah, Sraddhayarcitum icchati,


Tasya tasyacalam sraddham, Tam eva vidadhamy aham
(Bhagavad Gita VII. 21)

Artinya, para Dewa manapun dan dalam wujud apapun mereka ingin melakukan
pemujaan dengan penuh keyakinan, maka Aku memantapkan kepercayaanya kepada
para Dewa (yang mereka sembah).

Ye yatha mam prapadyante, Tams tathaiva bhajamy aham,


Mama vartmanuvartante, Manusyah partha sarvasah
(Bhagavad Gita IV. 11)

Artinya, wahai Arjuna, sejauh mana orang-orang menyerahkan dirinya kepada-Ku,


sejauh itu pula Aku memberikan berkah kepada mereka semua. Memang, dalam segala
hal umat manusia mengikuti jalan-Ku.
Kedua sloka diatas sesungguhnya Krishna berhasrat menanamkan rasa toleransi
diantara manusia di dunia ini dan berharap agar manusia berpegang teguh kepada
masing-masing kepercayaan demi kesejahteraan mereka sendiri.
Hal senada juga terdapat dalam kitab Atharvaveda yang memuat sabda-sabda
Tuhan sebagai berikut.

Say vo manaysi say vrta sam akutir namaysi


Ami ye vivrata sthana tan vaa say nnamayamasi
(Atharvaveda III.8.5)

Artinya, Aku satukan pikiran dan langkahmu untuk mewujudkan kerukunan di antara
umat. Aku bimbing mereka yang salah menuju jalan yang benar.

Yena deva na viyanti no ca vidviuate mithaa


Tat kaomo Brahma vo gahe sayjnana puruoebhyaa
(Atharvaveda III.30.4)

Artinya, Wahai umat manusia! Bersatulah dan rukunlah kamu seperti menyatunya para
Dewa. Aku telah anugrahkan hal yang sama kepadamu, oleh karena itu maka jagalah
persatuan di antara kamu.
Mantra veda ini merupakan petunjuk dari Tuhan kepada umat manusia untuk
membangun persatuan dengan sesama manusia. Persatuan merupakan usaha untuk
mewujudkan hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia sebagai kondisi
untuk mencapai hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Perpecahan dan permusuhan
dalam kehidupan dengan sesama manusia itu merupakan suatu kondisi yang akan
membuat orang jauh dari Tuhan. Dengan demikian berarti membangun persatuan yang
dinamis, humanis, dan produktif itu hendaknya diyakini sebagai wujud mengamalkan

Kerukunan Hindup Umat Beragama 130


Pendidikan Agama Hindu

ajaran Agama sebagaimana diajarkan dalam Mantra Veda tersebut. Pengertian


produktif dalam hal ini jangan diartikan sempit. Produktif bukan berarti hanya
menghasilkan benda-benda untuk memenuhi kebutuhan material dalam arti ekonomi.
Produktif dalam arti materi dan non-materi. Seperti moral yang semakin baik, mental
yang semakin tangguh, semakin bijaksana. Hubungan manusia dengan sesama manusia
atau warga bangsa hendaknya mengarah kepada kerukunan, persatuan dan persatuan
baik dalam cita-cita, pikiran maupun sikap dalam menghadapi masalah bangsa dan
negara menuju kebahagiaan perdamaian yang kekal.
Sabda Tuhan tentang kerukunan umat manusia juga terdapat dalam Rgveda.
Sabda-sabda tersebut dinyatakan seperti berikut.

Sam gacchadhvham sam vadadhvam, Sam vo manamsi janatam,


Deva bhagam yatha purve, Samjanana upasate
(Rgveda X.191.2)

Artinya, wahai umat manusia hiduplah dalam harmoni dan kerukunan. Hendaklah
bersatu dan bekerja sama. Berbicaralah dengan satu bahasa dan ambillah keputusan
dengan satu pikiran, seperti orang-orang suci di masa lalu yang telah melaksanakan
kewajibanmu.

Samano mantra samitih samani, Samanam manah saha cittam esam,


Samanam mantra abhi mantraye vah, Samanena vo havisa juhomi
(Rgveda X.191.3.)

Artinya, wahai umat manusia! Pikirkanlah bersama. Bermusyawarahlah bersama.


Satukanlah hati dan pikiranmu satu dengan yang lain. Aku anugrahkan pikiran ide yang
sama dan fasilitas yang sama pula untuk kerukunan hidupmu.
Selanjutnya mantra berikut yang terdapat dalam Rgveda dapat memberikan
landasan yang kuat tentang awal suatu persatuan hidup bersama di bumi ini.

Samani va akutih, samana hrdayani vah,


Samanamastu vo mano, yatha vah susahasati
(Rgveda X.191.4)

Artinya, Wahai umat manusia semoga engkau maju dengan niat-niat yang sama.
Semoga hatimu (bathinmu) dan pikiranmu sama satu dengan yang lain, sehingga anda
bisa diorganisir (diatur) secara seragam.
Sesungguhnya banyak sekali konsep untuk mengajarkan persatuan antara sesama
manusia yang dinyatakan dalam ajaran Veda dan kitab-kitab Sastranya. Kalau kita
simak secara cermat bahwa keharmonisan dalam persatuan dengan sesama manusia itu
tidak begitu saja dapat dicapai dengan mudah. Sebagaimana diajarkan dalam Mantra

Kerukunan Hindup Umat Beragama 131


Pendidikan Agama Hindu

Atharavaveda dan Rgveda tersebut di atas. Kehidupan bersama yang harmonis,


humanis, dan dinamis itu hanya dapat diwujudkan kalau masing-masing individu dalam
kehidupan bersama itu menata diri untuk menjadikan diri sebagai manuisa yang ideal
struktural
Di samping sabda Tuhan Yang Maha Esa, banyak pula ajaran lainnya yang
bersumber pada kitab susastra Hindu yang menganjurkan untuk senantiasa hidup rukun
antar sesama manusia dan bahkan antara sesama ciptaan-Nya. Dalam doa puja umat
Hindu sehari-hari dipanjatkan pula mantram

Sarve bhavantu, sukhina sarve santu niramayah,


sarve bhadrani pasyantu makascid, duhkha bhag bhawet

Artinya, semoga semuanya memperoleh kebahagiaan, semua memperoleh


kedamaian, semoga tumbuh saling pengertian dan semoga semuanya bebas dari
penderitaan.
Pandangan ini dilandasi dengan ajaran kitab suci Veda yang menyatakan bahwa
“Semua makhluk sesungguhnya bersaudara” (vasudhaiva kutumbhakam). Kesadaran
untuk persaudaraan dan persatuan semesta ini menuntut kepada semua umat manusia
untuk senantiasa mengembangkan kerukunan hidup yang dinamis.
Dengan pandangan yang Advaitik (kesatuan), Agama Hindu memandang semua
manusia dan makhluk hidup lainnya adalah seperti dirinya sendiri, ia adalah saudara,
ibu, bapak, adik, kakak, nenek, dan kakek sendiri. Tidak ada yang lain. Hubungan antar
agama lebih lanjut di jelaskan dalam kitab suci Atharvaveda.

Janay bibhrati bahudha vivacasay, Nanadharmanay pathivi yathaikasam,


Sahasray dhara dravioasya me duhay, Dhraveva dhenuranapaspehuranti
(Atharvaveda XII.1.45)

Artinya, berikanlah penghargaan kepada bangsamu yang menggunakan berbagai


bahasa daerah, yang menganut kepercayaan (Agama) yang berbeda. Hargailah mereka
yang tinggal bersama dibumi pertiwi ini. Bumi yang memberikan keseimbangan
bagaikan sapi yang memberi susunya kepada umat manusia. Demikian ibu pertiwi
memberikan kebahagiaan yang melimpah kepada umatNya.
Kerukunan mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjalin persahabatan
baik antar umat beragama seperti yang dijelaskan dalam Yajur Veda

Mitrasya ma caksusa sarvani bhutani samiksantam, mitrasyaham caksusa sarvani,


bhutani samiksa, mitrasya caksusa samiksa mahe
(Yajur Veda, XXXVI.18)

Kerukunan Hindup Umat Beragama 132


Pendidikan Agama Hindu

Artinya, Semoga semua makhluk memandang kami dengan pandangan mata seorang
sahabat. Semoga kami memandang semua mahluk sebagai seorang sahabat. Semoga
kami saling memandang dengan penuh persahabatan.
Ajaran Agama Hindu menganjurkan agar setiap umatnya menjalin kehidupan
yang rukun baik dalam kehidupan intern umat beragama, kerukunan antar umat
beragama maupun kerukunan umat beragama dengan pemerintah, bukanlah saling
bermusuhan. Hal ini juga diatur dalam kitab suci Bhagawad Gita pada adhyaya XI sloka
55 sebagai berikut.

Mat-karma-krn mat-paramo, mad-bhaktah sanga-varjitah,


nirvairah sarva-bhutesu, yah sa mam eti pandava.
(Bhagawad Gita XI.55)

Artinya, Dia yang melakukan segala perbuatan hanya demi memuaskan Diri-Ku,
dia yang menjadi penyembah-Ku yang baik dan menjadikan Aku sebagai tujuan akhir
hidupnya, yang sudah membebaskan dirinya dari segala jenis keterikatan, dan tidak
bermusuhan dengan makhluk hidup manapun (diatas muka bumi ini), Wahai Putra
Maharaja Pandu, dia pasti dapat mencapai Diri-Ku.
Kerukunan umat beragama juga dapat terwujud jika kita tidak memilih-milih
teman dalam bergaul atau tidak membedakan antara satu dengan yang lainnya seperti
yang dijelaskan dalam Isa Upanisad (6), yaitu Yas tu sarvani bhutani atman
yevanupasyati sarva bhutesu catmanam tato na vijugupsate. Artinya, Dia yang melihat
semua mahluk pada dirinya (Atman) dan dirinya (Atman) sendiri pada semua mahluk,
Dia tidak lagi melihat adanya sesuatu perbedaaan dengan yang lain.
Kerukunan merupakan sumber kedamaian yang berhubungan antar manusia
dimana hal ini berkaiatan dengan tingkat toleransi dengan ssama. Damai merupakan hal
yang mampu membuat hidup selaras dan sejalan dengan diri sendiri yaitu atman atau
hati nurani yang selalu menyuarakan kebenaran. Konsep Hindu menyatakan bahwa
sebelum berdamai dengan orang lain dalam bingkai kerukunan, maka harus berdamai
dengan diri sendiri karena orang yang mampu berdamai dengan diri sendiri merupakan
orang yang mampu mengendalikan segala pikiran, tutur kata, dan perbuatan agar tidak
menyakiti atau merugikan orang lain. Orang yang berdamai merupakan orang yang
paling dicintai Tuhan karena berbudi luhur, seperti dimuat dalam Bhagavad Gita, yaitu

Uddhared atmanatmanam, Natmanam avasadayet,


Atmaiva hy atmano bandhur, Atmaiva ripur atmnah
(Bhagavad Gita VI.5)

Kerukunan Hindup Umat Beragama 133


Pendidikan Agama Hindu

Artinya, setiap orang hendaknya menyelamatkan sang dirinya melalui dirinya sendiri ,
dan hendaknya ia tidak membuat dirinya merosot dalam kejatuhan. Oleh karena diri
sendiri adalah sahabat terbaik bagi sang diri dan diri sendiri adalah musuh sendiri bagi
sang sendiri.
bandhur atmatmanas tasya, yenatmaivatmana jitah,
anatmanas tu satrutve, vartetatmaiva satru-vat
(Bhagavad Gita VI.6)

Artinya, Bagi mereka yang sudah menaklukan dirinya sendiri, maka dirinya menjadi
sahabat yang paling setia. Bagi mereka yang belum menaklukan dirinya sendiri melalui
diri sendiri, maka dirinya menjadi musuh sangat berbahaya bagi dirinya sendiri.

Tesan jnani nitya-yukta, Eka-bhaktir visisyate,


Prito hi jnanino ‘tyartham, Aham sa ca mama priyah
(Bhagavad Gita VII.17)

Artinya, di antara keempat jenis orang-orang tersebut., orang bijaksana terpelajar


yang senantiasa dengan tulus ikhlas berbhakti tunggal hanya kepada-Ku adalah yang
paling baik. Sebab, orang bijaksana terpelajar yang memiliki kecerdasan rohani seperti
ini sangat mengasihi Aku dan karenanya Aku pun sangat mengasihinya.
Berdasarkan sloka di atas sudah jelas bahwa jiwa adalah teman sekaligus dapat
menjadi musuh. Orang yang terbiasa tidak berdamai dengan dirinya dan merasa
hidupnya sudah berezeki, sesungguhnya yang ada adalah ilusi dari rezeki, seperti
perasaan telah berkuasa tetapi takut kehilangan kekuasaan.
Membina kerukunan di antara sesama umat beragama menurut Hindu merupakan
pembinaan kerukunan dengan orang-orang terjauh. Hal pertama yang harus dilakukan
adalah rukun dengan keluarga dan orang terdekat seperti ayah, ibu, saudara, sahabat,
dan anak-anak, seperti yang dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut

devan bhavayatanena, te deva bhavayantu vah,


parasparam bhavayantah, sreyah param avapsyatha
(Bhagavad Gita III.11)

Artinya, Puaskanlah para Dewa melalui perbuatan-perbuatan dalam persembahan


suci ini, maka para Dewa akan menganugerahkan segala kesejahteraan kepadamu.
Dengan memberikan kepuasan satu sama lain seperti itu maka engkaua akan mencapai
kemuliaan paling utama.
Sloka di atas menjelaskan bahwa cara membina kerukunan adalah dengan saling
memberikan hal-hal yang positif seperti cinta, senyuman, memberi maaf, memberi
sedekah atau dana punia. Jika semua itu dapat dilakukan maka kerukunan yang
mendamaikan akan menjadi kenyataan yaitu “Moksartham Jagadhita Ya Caiti Dharma”

Kerukunan Hindup Umat Beragama 134


Pendidikan Agama Hindu

yang berarti hidup bahagia di dunia dan akhirat. Hidup bahagia di dunia hanya mungkin
dicapai dengan kerukunan dan toleransi yang tinggi terhadap sesama, dan hidup bahagia
di akhirat hanya dapat dicapai jika dapat berdamai dengan diri sendiri, seperti yang
dijelaskan dalam Bhagavad Gita.

nadatte kasyacit papam, na caiva sukrtam vibhuh,


ajnanenavrtam jnanam, tena muhyanti jantavah
(Bhagavad Gita V.15)

Artinya, Tuhan Yang Maha Esa sama sekali tidak campur tangan pada perbuatan-
perbuatan saleh yang dilakukan oleh makhluk hidup atau pun perbuatan-perbuatan tidak
baik yang dilakukan oleh makhluk hidup, melainkan kebodohanlah yang menutupi
pengetahuan makhluk hidup, dan itulah yang menyebabkan mereka semua
terbingungkan.
Berdasarkan sloka di atas maka hendaknya saling memberi kebaikan tanpa
membeda-bedakan dan tanpa pamrih hendaknya ditegakkan dan diamalkan. Saling
memberi kebaikan merupakan kebajikan paling utama.
Hinduisme tidak menganggap sebagai panggilan untuk membawa manusia kepada
suatu kepercayaan. Sebab yang diperhitungkan adalah perbuatan dan bukan
kepercayaan. Dalam kejamakan, kepentingan dalam satu dunia yang sedang dilanda
kebingungan, mudah sekali etika pribadi yang tidak memiliki cukup pertahanan diri
untuk terseret dalam arus provokasi yang justru tidak akan pernah memberikan
keuntungan bagi siapapun, hanya kehancuran yang akan menimpanya.
Dalam usaha meningkatkan kerukunan antar umat beragama ini, dikutip
pernyataan Svami Vivekananda pada penutupan sidang parlemen Agama sedunia, 102
tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 27 September 1893 di Chicago, karena
pernyataan yang disampaikan pemikir Hindu tersebut senantiasa relevan dengan situasi
saat ini. Pada waktu sampai pada akhir pidatonya, Svami Vivekananda melihat bahwa
sukses besar dari Parlemen Agama-Agama ini membuktikan kepada dunia: kesucian
hati, kemurnian dan kebaikan hati, bukan milik eksklusif perorangan lagi. “Setiap
sistem telah melahirkan orang-orang yang memiliki karakter mulia”, beliau juga
menegaskan “Jika seseorang secara eksklusif memimpikan kelangsungan agama dan
kehancuran lainnya, dari lubuk hati yang paling dalam saya menaruh kasihan kepadanya
dan akan menunjukkan kepadanya melalui sebuah spanduk setiap agama akan segera
ditulis, walaupun akan sedikit ditentang. Saling menolong dan tidak bermusuhan,
Berbaur dan tidak menghancurkan, harmoni, damai, serta tidak berselisih, merupakan
landasan kerukunan. Pernyataan Svami Vivekananda dapat dijadikan acuan dalam
meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama untuk bersama-sama membangun
masa depan bersama.

Kerukunan Hindup Umat Beragama 135


Pendidikan Agama Hindu

Apabila kerukunan hidup bergama di Indonesia tercapai tentu waga asing percaya
dan senang berkunjung ke Indonesia. Ibarat suatu rumah tangga yang cekcok selalu,
tentu tetangga akan tidak tenang. Atas dasar pemikiran ini diingat kembali Pancasila da
UUD 1945 pasal 29 yang mengatur tentang toleransi umat bergama. Oleh karena hidup
di Republik ini harus mengakui, menghormati, dan melaksanakan segala perundang-
undangan yang berlaku.
Ketaatan pada negara, berarti cinta kasih kepada negara, seperti cerita
Kumbakarna sebagai berikut: Pada waktu Rawana menyekap Dewi Sinta, Kumbakarna
menasehati kakaknya tetapi apa yang terjadi, Kumbakarna dimarahi dan itendang oleh
Rawana. Kejadian ini sangat menyedihkan bagi Kumbakarna, dan dia meramal bahwa
negara Alengka pasti akan hancur karena Rawana memusuhi kebenaran. Ramalan
Kumbakarna ternyata benar,
Alengka pun hancur. Kehancuran ini menyebabkan Rawana bingung, terpaksa
mengirim utusan kepada adiknya Kumbakarna yang sedang bertapa. Setelah utusan tiba
menyampaikan pada Rawana, Kumbakarna menjawab sebagai berikut: sampaikan juga
pesanku bahwa aku mau berperang, tetapi bukan membela Rawana, aku membela
negaraku dan rakyat Alengka yang tercinta. Cinta seperti inilah harus diwujudkan.
Ajaran Agama Hindu disebut sebagai Dharma Negara, dalam Catur Guru, Negara dan
pemerintahannya sebagai Guru Wisesa artinya tidak boleh melanggar segala
perundang-undangan, segala peraturan, baik formal maupun non formal. Kerukunan
dalam kehidupan beragama dapat dicapai dengan menanaman rasa persaudaraan yang
tulus dengan semua umat beragama dan tidak memandang ras, suku, bangsa, jenis
kelamin, dan sebagainya. Ajaran Agama Hindu tidak membenarkan adanya sikap
membedak-bedakan karena hal tersebut akan membuat hubungan dengan umat
beragama tidak harmonis.

6.4 Hakikat Kebersamaan dalam Pluralitas Beragama


Keberagaman dalam pluralitas beragama tidak jauh berbeda dengan sloka-sloka
yang telah diungkakan diatas. Agama Hindu tidak pernah ada anggapan lain terhaadap
suku, agama, yang berbeda di Indonesia baahkan di dunia kaarena dipengaruhi oleh
Ajaran Tat Twam Asi, bahwa atman yang ada pada masing-masing makhluk bersumber
pada Tuhan Yang Maha Esa (Paramaaatman). Menyakiti orang lain berarti menyakiti
diri sendiri. Ajaran Agama Hindu menganggap orang ang mencapai sorga adalah siapa
saja yang tidak terikat terhadap obyek-obyek duniawi dan memiliki karma sesuai
dengan Ajaran Agama, mempunyai Sraddha yang kuat terhadap Tuhan.
Perang/konflik antar umat beragama adalah hasil dari fanatisme yang
membenarkan pembunuhan dari orang-orang yang berbeda kepercayaannya hampir
tidak dikenal di dalam budaya Hindu. Hinduisme tidak pernah menganjurkan hukuman

Kerukunan Hindup Umat Beragama 136


Pendidikan Agama Hindu

terhadap mereka yang tidak memiliki kepercayaan yang sama. Hinduisme sanggup
mempersatukan bersama di dalam kedamaian berbagai kelompok manusia. Toleransi
agama adalah salah satu tema dari Maklumat Asoka

“Raja yang dicintai oleh Dewata menghargai setiap bentuk dari keimanan
Agama, tetapi menganggap tiada satupun pemberian atau kehormatan yang
melebihi dari penambahan sari Agamakarena inilah akarnya untuk
menghormati keimanan seseorang tidak pernah menghina keimanan orang
lain”

Artinya, siapapun bertindak berlainan, berarti melukai Agamanya sendiri, sedangkan


dia sendiri berbuat kesalahan terhadap orang lain.
Semua susastra dari semua bentuk Agama akan berada di bawah perlindungan
saya” (The Twelfth Rock Edict). Penguasa Hindu dan Budha di India bertindak dengan
menggunakan azas ini dan sebagai akibatnya yang di hukum karena alasan-alasan
Agama dan pelarian dari berbagai Agama menemui tempat perlindungan di India,
Yahudi, Kristiani dan Parsi di beri kebebasan mutlak untuk mengembangkan
kepercayaan Yuan Chwang melaporkan bahwa di dalam festival besar prayaga
(makakumbhamela), raja Harsa pada hari pertama arca Budha, dan arca Dewa Surya
yang merupakan Ista Devata ayahnda Raja, diresmikannya pada hari kedua serta arca
Siva pada hari yang ketiga. Prasasti Kottayam si Sthanuravi (abad IX M) dan prasasti
Cochin dari Vijayaragadeva menjelaskan bukti-bukti bahwa raja-raja Hindu bukan saja
mentolerir Kristiani tetapi juga memberi konsesi khusus kepada seorang guru besar dai
kepercayan tersebut. Seorang pangeran Hindu dari Mysore menyampaikan sumbangan
untuk pembangunan kembali Gereja Kristiani di negaranya.
Demikian pula di Indonesia ada masa kejayaan Majaapahit di temukan betapa
kerukunan hidup beragama telah dapat diwujudkan, sasanti Bhinneka Tunggal Ika yang
kini menjadi lambang Negara tersurat dalam pita yang dibawa oleh burung Garuda
Pancasila merupakan produk dari Kerajaan Nasional ini. Pada zaman Majapahit Agama
Hindu dan Budha berkembang dengan berbagai sekta dari kedua agama tersebut yang
mendapat tempat di hati sang Raja. Di Bali hubungan antar umat beragama telah
berjalan harmonis sejak masa Kerajaan Hindu di masa lalu. Pada masa Kerajaan Hindu
di Bali di jumpai komunitas Islam hampir tersebar di delapan Kerajaan Bali saat itu dan
di beri tugas sebagai sah bandar, sbagai pemelihara gajah atau kuda-kuda kerajaan dan
profesi lainnya.
Hubungan yang harmonis antar umat beragama yang di wariskan hingga kini
berupa kearifan-kearifan yang perlu dilestarikan. kearifan masa lalu, ketika kerajaan
Hindu di Bali bersentuhan dan mengenal Agama lain, pada masyarakat Bali muncul
rasa persaudaraan yang tulus. Mereka hingga kini dengan tulus menyebutkan umat
beragama islam sebagai “Nyaman Tiang Selam” (saudara saya beragama islam)
Kerukunan Hindup Umat Beragama 137
Pendidikan Agama Hindu

demikian pula untuk umat beragama lainnya. Implikasi selanjutnya adalah hari-hari
raya mereka, semuanya disebut dengan Galungan, seperti Galungan China untuk
menyebut hari Imlek, Galungan Kristen untuk menyebutkan hari raya Natal, dan
Galungan Selam untuk menyebutkan Idul Fitri. Kearifan tidak hanya terlihat dalam
perilaku dan pergaulan sehari-hari, tetapi juga dalam hal pelaksanaan upacara agama.
Kearifan pelaksanaan upacara di Kabupaten Karangasem, saudara-saudara umat Islam
bisa mngunjungi dan membantu suksesnya sebuah uacara agama yang dilaksanakan
oleh umat Hindu, namun dalam penyiapan hidangan, umat Hindu sangat menyadari apa
yang harus dilakukan dan yang mana tidak boleh atau mrupakan pantangan. Masyarakat
mengenal jenis hidangan yang disebut “Selaman” (makanan khas Islam) misalnya tidak
menggunakan daging babi, tetapi khusus kambing dan bahkan ketika mulai kambing di
sembelih, mmasak dan menyajikannya pun di serahkan sepenuhnya pada saudara-
saudara yang beragama Islam untuk melayani mereka yang beragama Islam atau umat
Hindu yang berpantang makan daging babi.
Umat Hindu sendiri terdapat berbagai variasi dalam penyajian makanan dalam
rangkaian upacara Agama misalnya berpantang makan makanan dari daging
(vegetarian) disebut “Tan mangan sarwa mambekan”, kepadanya disiapkan makanan
berupa kacang goreng, bawang goreng, dan saur kelapa atau sambal, kadang-kadang
juga telur rebus. Umat yang tidak boleh memakan makanan dari daging babi, umumnya
disebut “Suci”, seperti untuk para pandita Hindu, juga ada “pemijian”, yang boleh
menikmati makanan dari daging babi, tetapi harus dipisahkan tersendiri, yakni tidak
boleh diajak makan bersama dalam tradisi “magibungan” (makan bersama duduk
bersila melingkar antara 4 sampai 8 orang dalam sikap yang tertib sesuai aturan), di
Kabupaten Karangasem, Klungkung, Bangli. Tradisi tersebut masih lestari
menunjukkan telah ditanamkannya sikap toleransi yang sejati, yakni menghargai
adanya perbedaan-perbedaan diantara anggota masyarakat.
Galungan dan Kuningan, seperti halnya hari Raya Idul Fitri dan Natal disambut
dengan meriah, sikap umat Hindu dengan kegembiraan menyambut hari kemenangan
tersebut. Upacara Galungan dan Kuningan merupakan kelanjutan tradisi perayaan
Durga Puja dan Vijaya Dasami di India yang telah dipribumikan oleh misionaris Hindu
di masa silam. Berbeda halnya dengan Hari Raya Nyepi, tepatnya hari raya
memperingati pergantian Tahun Baru Saka yang justru dengan pelaksanaan Tapa, Brata
atau Meditasi dan berbagai pantangan, seperti Upawasa (tidak menikmati makanan dan
minuman), Mona Brata (tidak berbicara) dan Catur Brata Nyepi (empat jenis
pantangan), yaitu (1) Amati Geni (tidak memasak dan tidak menggunakan api untuk
memasak atau menerangi), (2) Amati Karya (tidak boleh bekerja), (3) Amati Lelungaan
(tidak boleh berpergian/meninggalkan rumah), dan (4) Amati Lelanguan (tidak boleh
menikmati hiburan atau kesenangan duniawi).

Kerukunan Hindup Umat Beragama 138


Pendidikan Agama Hindu

Ketika hari raya Nyepi, Bali yang merupakan mayoritas Hindu akan terlihat
seperti mati sesaat, karena tidak ada aktivitas di dalam rumah dan jalan raya. Umat
Hindu menyepikan diri, duduk hening, bermeditasi atau membaca buku-buku Agama,
tidak seperti hari sebelumnya. Satu hari sebelum hari Raya Nyepi disebut Hari “Bhuta
Yadnya” atau “Pangrupukan”, ogoh-ogoh sebagai perwujudan Bhuta Kala diusung
untuk diberikan sajian, supaya tidak mengganggu ketentraman masyarakat. Lalu, jika
seandainya hari raya Nyepi yang identik dengan kesunyian berbarengan dengan hari
raya umat lain maka muncul kearifan dari pemuka umat beragama yaitu Pemerintah
Daerah Bali bersama Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bali
menjadi mediator. Begitu pula jika hari Raya Idul Fitri yang berbarengan dengan hari
raya Nyepi, maka kegiatan seperti Takbiran, Taraweh dikalangan Umat Islam dibatasi
dengan hanya dilakukan di seputaran Masjid dan loudspeaker diarahkan kedalam
Masjid dan volumenya diperkecil. Umat Islam akan Salat hanya pada Masjid terdekat
saja. Kesepakatan ini telah diwarisi dan merupakan tradisi yang sangta perlu untuk tetap
dilestarikan, mengingat pluralisme agama dan kekhasan daerah di Indonesia merupakan
realitas yang mesti dihargai seperti kita menghormati dan menjunjung tinggi agama
yang dianut. Semoga kearifan-kearifan budaya ini tumbuh dan berkembang terus di
bumi nusantara guna mencegah disintegrasi.
Kerukunan hidup beragama dalam Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
serta menjunjung tinggi nilai Sila pertama, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan tugas dan kewajiban bersama. Pemerintah telah menetapkan Tri Kerukunan
Hidup Beragama, yang menjadi tugas pada Departemen Agama selaku membina dan
mengawasi. Tri Kerukunan Umat Beragama meliputi (1) kerukunan intern umat
beragama, (2) kerukunan antar umat beragama, dan (3) erukunan antara umat beragama
dengan Pemerintah.
Kerukunan akan dapat dicapai kalau ada kerukunan dalam pikiran, perkataan dan
perbuatan disertai kesadaran yang tinggi dan ketulusan hati nurani (Winawan, 2002:
66). Mengendalikan diri untuk tidak berpikir yang buruk, tidak berkata yang kasar, dan
tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama, seperti yang di
jelaskan dalam Atharva Veda, sebagai berikut

Satyam brhad rtam ugram, diksa tapo brahma yajna prthivim dharayanti
sa no bhutasya bhany asya patynyurumlokam
(Atharva Veda XII.1.1)

Artinya, Sesungguhnya tegaknya dunia ini disangga oleh Satyam (kebenaran Tuhan),
Rtam (hukum-Nya yang abadi), Diksa (penyucian diri), Tapa (pengendalian diri),
Brahma (doa pujaan) dan Yajna (persembahan suci).

Kerukunan Hindup Umat Beragama 139


Pendidikan Agama Hindu

6.5 Implementasi Kerukunan Hidup Umat Beragama dalam Kehidupan


Sehari-hari
Kerukunan adalah hal yang paling penting untuk menciptakan kehidupan yang
harmonis, damai dan tentram. Ajaran Hindu selalu menuntun dan melatih pemeluknya
untuk selalu mengimplementasikan kerukunan tersebut. Adapun implementasi
kerukunan hidup umat beragama dalam kehidupan sehari-hari disajikan pada bagian
berikut.

6.5.1 Tat Twam Asi


Hubungan antar manusia dalam ajaran Hindu di Bali tertuang dalam filosofi Tat
Twam Asi sebagai dasar hukum. Secara harfiah Tat artinya itu, Twam artinya engkau
dan Asi artinya adalah (Dalam kehidupan sehari-hari hendaknya manusia berpedoman
kepada ajaran Tat Twam Asi. Tat Twam Asi menjadi landasan etik dan moral bagi umat
Hindu di dalam menjalani hidupnya sehingga dapat melaksanakan kewajiban di dunia
ini dengan harmonis dan terhindar dari perbuatan yang kurang baik yang dapat
menyinggung perasaan bahkan dapat menyakiti hati orang lain yang menimbulkan rasa
benci dann iri hati. Ajaran Tat Twam Asi diharapkan dapat menumbuhkan sikap
tenggang rasa yang dapat menuntun sikap dan prilaku manusia untuk tidak
melaksanakan perbuatan yang dapat menimbulkan sakit hati sehingga terjadi
perpecahan dan permusuhan. Amalkanlah ajaran Tat Twam Asi dalam kehidupan
sehari-hari sehingga kerukunan dapat terwujud. Jika kerukunan dapat terwujud maka
kehidupan akan menjadi tentram dan damai.
Untuk memperoleh gambaran lebih lanjut di bawah ini disajikan dua buah sloka
Kerukunan yang terdapat dalam Kitab Suci Agama Hindu.
1. Apabila tidak ada orang yang ksamawan, sabar, tahan uji, Bagaikan Ibu Pertiwi
niscaya tidak ada kepastian persahabatan, Melainkanjiwa murka menyelubungi
sekalian makhluk. Karenanya pasti bertengkar satu sama lainnya (Sarasamuscaya,
94).
2. Dengan ini pujalah dewata, Semoga dewata memberkati engkau, Dengan saling
menghormati begini, Engkau mencapai kebajikan tertinggi (Bhagawadgita, III.2).

Berdasarkan dua kutipan sloka yang terdapat dalam Kitab Suci tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa semua manusia mengharapkan adanya penyesuaian pikiran
dan tujuan untuk mencapai hidup bersama yang bahagia. Hal tersebut sekaligus untuk
mengantisipasi sikap-sikap yang negatif yang sering muncul dalam masyarakat yang
majemuk seperti misalnya sikap fanatisme berlebihan yaitu sikap yang meyakini
kebenaran mutlak yang ada pada Agama yang dipeluknya. Penganut sikap fanatisme
berlebihan ini menganggap rendah Agama lain namun sensitif terhadap Agamanya

Kerukunan Hindup Umat Beragama 140


Pendidikan Agama Hindu

sendiri. Sikap semacam ini banyak menimbulkan ketegangan, pertengkaran dan


permusuhan antar Agama sehingga kerukunan tidak dapat terwujud.

6.5.2 Tri Kaya Parisudha


Kata Tri Kaya Parisudha terdiri dari tiga kata yaitu tri artinya tiga, kaya artinya
perilaku, parisudha artinya semuanya suci. Sehingga Tri Kaya Parisudha dapat diartikan
sebagai perilaku yang suci. Adapun bagian-bagian Tri Kaya Parisudha adalah (1)
Manacika, yaitu berpikir yang suci, baik dan benar, (2) Wacika, yaitu berkata yang suci,
baik dan benar, dan (3) Kayika, yaitu berbuat yang suci, baik dan benar.
Selalu mengingat dan mengamalkan Tri Kaya Prisudha niscaya kerukunan antar
umat beragama akan senantiasa terjaga oleh umat Hindu. Ajaran Tri Kaya Parisudha
merupakan suatu etika sopan santun dan budi pekerti yang luhur, yang berawal dari
pikiran, perkataan, dan perbuatan baik yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari
untuk menghindari adanya rasa kurang menghormati harkat dan martabat manusia yang
dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam yang berkepanjangan di antara sesama
manusia.
Kesalahan dalam berpikir dapat menimbulkan perkataan dan perbuatan yang
buruk. Berkatalah yang baik dan benar agar tidak menyinggung perasaan orang lain
yang dapat menimbulkan amarah dan permusuhan. Oleh karena itu setiap manusia
hendaknya selalu berupaya agar dapat berkata yang baik dapat menimbulkan rasa
simpati setiap manusia, begitu pula dengan berkata dan berbuat yang baik dan benar.
Oleh karena itu, ajaran Tri Kaya Parisudha perlu diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari agar tercipta kerukunan hidup antar umat beragama. Rasa simpati manusia
dapat mewujudkan kerukunan dalam kehidupan.
Dalam ungkapan Sarasamuscaya manusia hendaknya dapat berbuat dan
bertingkah laku untuk menyenangkan orang lain (Angawe sukaning wong len) sehingga
akan terwujud kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.

6.5.3 Tri Hita Karana


Istilah Tri Hita Karana terdiri dari tiga kata yaitu Tri artinya tiga, Hita artinya
kebahagiaan, dan Karana artinya penyebab. Sehingga secara harfiah Tri Hita Karana
dapat diartikan tiga penyebab kebahagiaan. Adapun bagian-bagian Tri Hita Karana,
adalah (1) Prahyangan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa, (2) Pawongan, yaitu membina hubungan yang harmonis
antara sesama manusia sehingga tercipta keselarasan, keserasian dan keseimbangan, (3)
Palemahan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam
lingkungannya.

Kerukunan Hindup Umat Beragama 141


Pendidikan Agama Hindu

Secara keseluruhan Tri Hita Karana merupakan tiga unsur keseimbangan


hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan
manusia dengan alam lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan,
kerukunan dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Ketiga unsur tersebut tidak dapat
dipisah-pisahkan karena merupakan penyebab, dimana satu dengan yang lainnya selalu
berjalan secara bersamaan dalam kehidupan manusia. Manusia senantiasa ingat akan
kebesaran dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa taqwa kepada Tuhan,
senantiasa mohon keselamatan dan senantiasa pula tidak lupa memohon ampun atas
segala kesalahan yang diperbuat baik kesalahan dalam berpikir, berkata maupun
kesalahan dalam perbuatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain atau berhubungan sesama
manusia dengan mengembangkan sikap saling asah, saling asih dan saling asuh
sehingga tercipta kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang. Konsep ini sesuai
dengan sloka yang terdapat dalam Kekawin Ramayana “Prihen temen dharma
dumeranang sarat, Saraga Sang Sadhu sireka tutana, Tan harta tan kama pidonya tan
yasa, Ya sakti Sang Sajjana dharma raksaka”. Manusia senantiasa berhubungan dengan
alam lingkungannya dengan maksud untuk melestarikannya demi tercapainya
kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan
kebahagiaan yang kekal baik di dunia maupun di akhirat kemudian hari. Merusak alam
lingkungan sama artinya merusak kehidupan manusia itu sendiri karena segala
kebutuhan manusia terdapat dalam lingkungan alam itu sendiri, baik binatang maupun
tumbuh-tumbuhan dan segala sesuatu yang terpendam di dalam alam semesta sebagai
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

6.5.4 Karma Phala


Karma Phala terdiri dari kata Karma yang berarti perbuatan, dan Phala yang
berarti hasil. Jadi Karma phala adalah hasil perbuatan. Karma phala merupakan suatu
hukum sebab akibat umat Hindu. Umat Hindu sangat meyakini akan kebenaran hukum
ini. Apapun yang dilakukan sengaja maupun tidak sengaja akan menimbulkan dampak.
Segala sebab yang berupa perbuatan akan membawa akibat hasil perbuatan. Segala
karma (perbuatan) akan mengakibatkan karma phala (hasil atau phala perbuatan). Ini
merupakan dalil yang logis, yaitu setiap sebab pasti menimbulkan akibat dan setiap
akibat yang ada pasti ada penyebabnya. Antara sebab dan akibat tidak dapat dipisahkan
satu sama lainnya, diibaratkan diri kita dengan bayangannya, bayangan akan selalu
mengikuti kemanapun kita akan pergi.
Perbuatan yang baik yang dilakukan akan mendatangkan hasil yang baik,
demikian juga perbuatan yang buruk pasti akan mendatangkan hasil yang buruk pula.
Batu dengan batu bila digosok-gosok menimbulkan akibat yaitu panas. Hukum ini

Kerukunan Hindup Umat Beragama 142


Pendidikan Agama Hindu

berlaku pada semua makhluk hidup, lebih-lebih pada kehidupan manusia sebagai
makhluk utama tidak perlu disangsikan lagi dampak yang akan ditimbulkannya, hanya
waktu untuk menerima hasil perbuatan berbeda-beda, ada yang cepat dan ada pula yang
lambat, dan bahkan bisa pula diterima dalam penjelmaan berikutnya. Oleh karena itu,
berlandaskan pada keyakinan tersebut, dalam memupuk kerukunan hidup beragama
senantiasa berbuat baik berlandaskan dharma.

6.5.5Ahimsa
Secara etimologi, ahimsa berarti tidak membunuh, tidak menyakiti makhluk hidup
lainnya. “Ahimsa parama dharmah” yang berarti tidak menyakiti adalah kebajikan yang
utama atau dharma tertinggi. Hendaknya setiap perjuangan membela kebenaran tidak
dengan perusakan-perusakan, karena sifat merusak, menjarah, memaksakan,
mengancam, menteror, membakar dan lain sebagainya sangat bertentangan dengan
ahimsa karma, termasuk menyakiti hati umat lain dengan niat yang tidak baik, atau
dengan berkata-kata kasar, pedas dan mengumpat.
Keutamaan ahimsa karena nilainya yang begitu tinggi sebagaimana yang
diungkapkan dengan kalimat-kalimat lainnya, Ahimsaayah paro dharmah, ahimsaa
laksano dharmah, ahimsaa parama tapa, ahimsaa parama satya. Maksudnya, Ahimsa
adalah kebajikan tertinggi, perbuatan dharma, pengendalian diri tertinggi dan kebenaran
tertinggi). Ahimsa adalah perjuangan tanpa kekerasan, termasuk tanpa menentang
hukum alam. Jadi Ahimsa, mengandung pengertian tidak melakukan kekerasan dalam
bentuk tidak membunuh makhluk hidup apapun, Ahimsa juga dimaksudkan tidak
melakukan kekerasan agar tidak menyakiti hati orang lain sehingga dapat menciptakan
kehidupan yang rukun antar umat beragama.

6.5.6 Susila
Susila merupakan salah satu bagian dari Tiga Kerangka Agama Hindu. Susila
berarti perilaku atau tingkah laku yang baik. Setiap perbuatan yang dilaksanakan harus
berlandaskan akan dharma, karena dengan berlandaskan dharma perbuatan yang
dilakukan akan berdampak positif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Susila juga
mengajarkan untuk selalu berbuat baik bagi sesama umat beragama maupun intern umat
beragama, karena dengan hal tersebut maka kerukunan hidup umat beragama akan
terwujud maupun terlaksana dengan baik.

6.5.7 Asih
Asih merupakan bagian dari Tri Parartha. Tri Parartha terdiri dari dua kata yaitu
Tri dan Parartha. “Tri” berarti tiga dan “Parartha” berarti kesempurnaan, kebahagiaan.
Jadi, Tri Parartha berarti tiga perihal atau tiga hal yang menyebabkan terwujudnya

Kerukunan Hindup Umat Beragama 143


Pendidikan Agama Hindu

kesempurnaan, kebahagian, keselamatan, dan kebahagian orang lain. Ajaran Asih


menanamkan rasa welas asih dan kasih sayang kepada makhluk ciptaan Tuhan,
memperlakukan makhluk ciptaan Tuhan dengan penuh kasih sayang, menghindari
permusuhan, menjaga dan merawat makhluk ciptaan Tuhan. Ajaran asih yang selalu
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari akan menyebabkan kerukunan hidup umat
beragama menjadi tentram dan harmonis.

6.5.8 Catur Paramitha


Catur Paramitha terdiri dari dua kata, yaitu Catur dan Paramitha. “Catur” berarti
empat, dan “Paramitha” berarti perbuatan yang mulia. Jadi, Catur Paramitha merupakan
empat perbuatan yang mulia dan luhur untuk mencapai kesempurnaan hidup. Ajaran
Catur Paramitha terdiri dari Maitri, Karuna, Muditha, dan Upeksa. Maitri berarti suka
bersahabat. Ajaran Maitri mengajarkan untuk selalu bersikap tidak membeda-bedakan
orang lain, menghindari kebencian, menjunjung sikap kekeluargaan, dan selalu ingin
menyenangkan orang lain. Karuna berarti suka menolong. Ajaran Karuna mengajarkan
untuk selalu bersikap welas asih, suka membantu, suka memaafkan, dan bisa berbagi
dengan orang lain. Muditha berarti simpatik atau toleransi. Ajaran Muditha
mengajarkan untuk selalu menjaga perasaan orang lain, selalu simpati terhadap orang
lain, dan peduli terhadap kesusahan orang lain. Ajaran terakhir dari Catur Paramitha
yaitu Upeksa yang berarti tidak suka mencampuri urusan orang lain. Ajaran Upeksa
mengajarkan untuk selalu bijaksana dalam melihat suatu permasalahan, tidak suka
mencampuri urusan orang lain, dan tidak suka memfitnah orang lain. Ajaran Catur
Paramitha mengajarkan umatnya untuk selalu berbuat yang baik berlandaskan dharma
sehingga dengan selalu mengamalkan ajaran Catur Paramitha maka kerukunan dan
kesempurnaan hidup akan tercapai.

Kerukunan Hindup Umat Beragama 144


Pendidikan Agama Hindu

RANGKUMAN

▪ Kerukunan umat beragama adalah hubungan antar sesama umat beragama yang
dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling
menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama
dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.
▪ Semua umat beragama meyakini ajaran Agama yang dipeluknya itu berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula umat Hindu meyakini Kitab Suci Veda
sebagai himpunan Wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa (Divine Origin). Di dalam
Kitab Suci Veda kita menemukan banyak sabda Tuhan Yang Maha Esa yang
mengamanatkan umat manusia untuk menumbuhkembangkan kerukunan umat
beragama, toleransi, solidaritas, dan penghargaan terhadap sesama manusia
dengan tidak membedakan tentang keimanan dan keyakinan yang dianutnya.
▪ Kerukunan hidup beragama dalam Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
serta menjunjung tinggi nilai Sila pertama, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan tugas dan kewajiban kita bersama. Pemerintah telah menetapkan Tri
Kerukunan Hidup Beragama, yang menjadi tugas pada Departemen Agama
selaku membina dan mengawasi. Tri Kerukunan Umat Beragama meliputi:
Kerukunan intern umat beragama, Kerukunan antar umat beragama, dan
Kerukunan antara umat beragama dengan Pemerintah.
▪ Kerukunan akan dapat dapat dicapai kalau ada kerukunan dalam pikiran,
perkataan dan perbuatan disertai kesadaran yang tinggi dan ketulusan hati nurani.
▪ Kerukunan adalah hal yang paling penting untuk menciptakan kehidupan yang
harmonis, damai dan tentram. Ajaran hindu selalu menuntun dan melatih
pemeluknya untuk selalu mengimplementasikan kerukunan tersebut. Adapun
implementasi kerukunan hidup umat beragama dalam kehidupan sehari-hari
adalah Tat Twam Asi, Tri Kaya Parisudha, Tri Hita Karana, Karma Phala,
Ahimsa, Susila, Asih, dan Catur Paramitha.

Kerukunan Hindup Umat Beragama 145

You might also like