You are on page 1of 12

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROFUNGI ENDOFIT PADA SERASAH DAN DAUN

MANGROVE (RHIZOPORA SP.) DI PERAIRAN SEI LADI KOTA TANJUNGPINANG

Nuramalia,
Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji

Fadhliyah Idris, S.Pi., M.Si.


Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji

Ita Karlina, S.Pi., M.Si.


Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 di perairan Sei Ladi Kota
Tanjungpinang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis – jenis mikrofungi endofit pada
serasah dan daun mangrove (Rhizopora sp.) di perairan Sei Ladi Kota Tanjungpinang. Penentuan
stasiun pengambilan sampel dilakukan secara acak berdasarkan hulu, tengah, dan hilir. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan jarring dan di petik langsung dari pohonnya. Analisis
mikrofungi dilakukan dengan menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar) dan di identifikasi
menggunakan mikroskop binokular. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kuantitatif dan
disajikan dengan bentuk tabel dan grafik. Berdasarkan hasil analisis di tiga stasiun diketahui bahwa
jenis – jenis mikrofungi yang ditemukan adalah Aspergillus sp. (3), Mucor sp. (2), Penicillium sp.
(1), Trichoderma sp. (2), Rhizopus sp. (1).

Kata Kunci: Jenis mikrofungi endofit, Mangrove. Rhizhopora sp.


meningkatkan pengambilan nutrien
I. PENDAHULUAN tumbuhan (Chanway, 1996), dapat
meningkatkan pertumbuhan (Ting et al.,
Perairan Sei Ladi Kelurahan 2008), berpotensi memberikan resistensi
Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang pada tumbuhan melawan infeksi patogen
Kota Provinsi Kepulauan Riau memiliki (Ting et al., 2007), dan sebagai sumber
kawasan hutan mangrove yang cukup luas. metabolit sekunder (Strobel and Daesy
Salah satu jenis mangrove yang memiliki 2003).
pola sebaran yang cukup tinggi adalah jenis Serasah dan daun sebagai bahan
Rhizophora sp. dengan nilai 660 ind/ha dan organik menjadi zat penyubur mangrove
memiliki persentase kerapatan relatif sebesar (Rhizophora sp.), dengan proses dekomposisi
43% (Ichsan, 2015). Berdasarkan penelitian pada serasah dan daun yang tidak terlepas
tersebut, terlihat bahwa Mangrove jenis dari peranan jamur (mikrofungi) yang
Rhizophora sp. memiliki peranan tingkat membantu proses dekomposisi. Dengan
kesuburan yang tinggi pada area mangrove demikian perlu diketahui jenis-jenis
dalam komunitasnya. mikrofungi yang ada pada serasah dan daun
Serasah daun mangrove yang gugur mangrove (Rhizophora sp.) yang hidup di
merupakan sumber bahan organik penting perairan Sei Ladi.
dalam rantai makanan dan produksi serasah Tujuan yang ingin dicapai dalam
cukup baik yang mengalami dekomposisi penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis
merupakan salah satu sumber masukan mikrofungi yang terdapat pada serasah dan
nutrien dan unsur hara bagi perairan dan daun mangrove (Rhizophora sp.) di Perairan
organisme disekitarnya. Daun merupakan Sei Ladi.
salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari Manfaat dari penelitian ini adalah
ranting, biasanya berwarna hijau dan memberikan informasi dasar tentang
terutama berfungsi sebagai penangkap energi pengenalan jenis-jenis mikrofungi pada
cahaya matahari untuk berfotosintesis. Pada serasah dan daun mangrove (Rhizophora sp.)
penelitian ini digunakan serasah dan daun untuk dilakukan penelitian lanjut mengenai
mangrove (Rhizopora sp.) potensi pembangunan dan pemanfaatannya
Mikrofungi di ekosistem perairan oleh mahasiswa ataupun akademisi.
berperan sebagai dekomposer atau pengurai
bahan organik yang berasal dari mahkluk II. TINJAUAN PUSTAKA
hidup yang telah mati (Wong et.al., 1998).
Umumnya mikrofungi memiliki hifa yang A. Ekosistem Mangrove
berfungsi untuk menyerap nutrien dari Hutan mangrove merupakan
lingkungan serta membentuk struktur untuk komunitas vegetasi pantai tropis, yang
reproduksi, nutrien yang diserapnya tersebut didominasi oleh beberapa spesies pohon
berupa bahan organik, sehingga mangrove yang mampu tumbuh dan
mikroorganisme dekomposer ini berfungsi berkembang pada daerah pasang surut pantai
dalam regenerasi material yang terurai serta berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya
berperan dalam siklus karbon, nitrogen dan tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal
fosfat di lingkungan perairan danau, sungai, yang cukup mendapat aliran air dan
ataupun perairan tawar lainnya (Sigee, 2004). terlindung dari gelombang besar dan arus
Mikrofungi terbagi dua bagian yaitu pasang surut yang kuat. Karena itu hutan
epifit dan Endofit. Epifit adalah mikroba mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai
yang hidup di permukaan tumbuhan. teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah
Mikroba ini dapat sepenuhnya mandiri pantai yang terlindung (Bengen, 2001).
karena berperan sebagai penyedia hara bagi Ekosistem mangrove merupakan
kehidupannya. Sedangkan Endofit adalah ekosistem yang kompleks terdiri dari flora
mikroba yang berada di dalam jaringan dan fauna dearah pantai selain menyediakan
tumbuhan hidup tanpa merugikan tumbuhan keanekaragaman hayati (biodiversity),
inangnnya (Fisher and Pertini, 1987). ekosistem mangrove juga sebagai plasma
Perhatian terhadap endofit telah meningkat nutfah (genetic pool) dan menunjang
dalam beberapa tahun terakhir karena endofit keselurahan sistem kehidupan disekitarnya
mempunyai beberapa fungsi, seperti (Muhaerin, 2008). Menurut Wiharyanto
(2007), hutan mangrove memiliki nilai 30 m. Jika tumbuh di pantai berpasir atau
ekologis dan ekonomis. Nilai ekologis antara terumbu karang, tanaman akan tumbuh
lain sebagai penyedia nutrien, tempat kerdil, rendah, dan batang tanaman sering
pemijahan (spawning grounds), tempat kali bengkok (Arief, 2003).
pengasuhan (nursery grounds), dan tempat Hutan mangrove terdiri atas
mencari makan (feeding grounds) bagi biota berbagai jenis vegetasi. Beberapa jenis yang
laut tertentu. Ekosistem ini pada kawasan dikenal antara lain Tajang Wedok (R.
tertentu bersifat open acces sehingga apiculata) atau bakau putih atau bakau gede,
meningkatnya eksploitasi oleh manusia akan Tajang Lanang (R. mucronata) atau bakau
menurunkan kualitas dan kuantitasnya. hitam atau bakau leutik dan (R. stylosa. sp)
Sedangkan nilai ekonomis adalah sebagai (Arief, 2003).
penyedia bahan dasar untuk keperluan rumah Noor (2006) dalam kegiatan
tangga dan industri, seperti kayu bakar, “Wetland International Program” yang
arang, kertas yang dalam konteks ekonomi melakukan identifikasi jenis-jenis mangrove
mengandung nilai komersial tinggi. di Indonesia mengemukakan bahwa telah
Mangrove adalah sekumpulan berhasil di jumpai 3 jenis mangrove pada
tumbuhan-tumbuhan Dicotyledoneae dan kelompok Rhizophora sp. yakni R.
Monocotyledoneae terdiri atas jenis apicullata, R. mucronata, dan R. stylosa.
tumbuhan yang mempunyai hubungan Dari 3 jenis mangrove yang di
taksonomi sampai dengan taksa kelas identifikasi Noor (2006), dalam “Wetland
(unrelated families) tetapi mempunyai International Indonesia Program” telah
persamaan adaptasi morfologi dan fisiologi melakukan identifikasi jenis-jenis mangrove
terhadap habitat yang di pengaruhi oleh di Indonesia yang berhasil dijumpai 3 jenis
pasang surut (Kepmen LH No. 201 Tahun mangrove pada kelompok Rhizophora sp.
2004). antara lain :
Mangrove merupakan tumbuhan a. R. Apicullata
yang kaya akan senyawa bioaktif. Senyawa 1. Pohon dengan ketinggian 30 m
bioaktif yang terdapat dalam bagian-bagian dengan diameter batang mencapai
mangrove tidak selalu berasal dari tanaman 50 m.
mangrove itu sendiri, tetapi dapat berasal dari 2. Memiliki akar yang khas hingga
organisme lain yang mengsintesis bioaktif mencapai ketinggian 5 m, dan
tersebut di dalam bagian mangrove. kadang-kadang memiliki akar udara
Berdasarkan asumsi ini maka dapat diduga yang keluar dari cabang.
bahwa kemungkinan terdapat jamur atau 3. Kulit kayu berwarna abu-abu tua
bakteri endofit yang mendiami tumbuhan dan berubah-ubah.
tersebut dan berperan sebagai penghasil 4. Kulit berwarna hijau tua dengan
bioaktif yang sebenarnya (Dwilestari, dkk. hijau muda pada bagian tengah dan
2015). kemerahan pada bagian bawah.
Tumbuhan bakau secara turun 5. Gagang daun panjangnya 17-35 mm
temurun dimanfaatkan oleh masyarakat dengan warna kemerahan, unit dan
sebagai bahan berkhasiat obat. Beberapa letaknya sederhana dan berlawanan.
ilmuan mengatakan bioaktivitas yang Berbentuk elips menyempit, ujung
terdapat dalam bagian-bagian tumbuhan meruncing , ukuran 7-19x3,5-8 cm.
bakau tidak selalu berasal dari tumbuhan 6. Biseksual, kepala bunga kekuningan
bakau itu sendiri, namun dapat berasal dari yang terletak pada gagang
organisme lain yang hidup di bagian dari berukuran <14 mm yang terletak
tumbuhan bakau dan organisme ini bisa pada ketiak daun.
mensintesis senyawa bioaktif yang dapat 7. Daun mahkota berwarna kuning-
bersifat sebagai antibakteri (Liwang, dkk. putih, tidak ada rambut, panjangnya
2013). 9-11 mm. Kelopak bunga berwarna
Pada umumnya, vegetasi yang kuning kecoklatan, melengkung,
tumbuh di kawasan mangrove mempunyai benang sari berukuran 11-12 mm
variasi yang seragam, yakni terdiri atas satu tidak bertangkai.
strata yang berupa pohon-pohon berbatang 8. Buah kasar berbentuk bulat
lurus dengan tinggi pohon mencapai 20 m – melonjong hingga seperti buah pir,
berwarna coklat, dengan panjang 2- 5. Daun mahkota berwarna putih,
3,5 cm, berisi satu biji fertil, terdapat rambut berukuran 8 mm.
hipokotil silindris, berbintil, Kelopak bunga berwarna kuning
berwarna hijau jingga. hijau berukuran 13-19 mm. Benang
9. Leher kotilodon berwarna merah sari dan tangkai putik berukuran 4-6
jika sudah matang. mm.
10. Panjang hipokotil dengan ukuran 6. Buah berbentuk buah pir berwarna
18-38 cm dan diameter 1-2 cm, cokelat, berisi 1 biji fertil.
tergenang pada saat pasang normal. 7. Hipokotil silindris, berbintil agak
11. Tidak menyukai substrat yang lebih halus. Leher kotilodon berwarna
keras yang bercampur dengan pasir. kuning kehijauan ketika matang.
b. R. Muronata Hipokotil berukuran 20-35 cm
1. Tinggi pohon mencapai 27 m, jarang (kadang sampai 50 cm) dan
melebihi 30 m. Berdiameter sampai diameter 1,5-2,0 cm.
70 cm. 8. Tumbuh pada habitat yang beragam
2. Kulit kayu berwarna gelap hingga di daerah pasang surut : lumpur,
hitam dan terdapat celah. pasir dan batu.
3. Memiliki akar tunjang dan akar B. Serasah Dan Daun Mangrove
udara yang tumbuh dari Menurut Bengen (2004), tumbuhan
percabangan bagian bawah. mangrove sebagaimana tumbuhan lainnya
4. Daun berekulit, gagang daun mengkonversi cahaya matahari dan zat hara
berwarna hijau, panjang daun 2,5– menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik)
5,5 cm. Pinak daun terletak pada melalui proses fotosintesis. Mangrove
pangkal gagang daun berukuran sumber makanan potensial dalam berbagai
5,5–8,5 cm. Unit dan memanjang bentuk, bagi semua biota yang hidup di
dengan ujung meruncing berukuran ekosistem mangrove. Berbeda dengan
11–23 x 5–13 cm. ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar
5. Gagang kepala bunga seperti gagak, dari rantai makanan di ekosistem mangrove
bersifat biseksual, masing-masing bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri,
menempel pada gagang individu tetapi serasah yang berasal dari tumbuhan
yang panjangnya 2,5-5 cm, terletak mangrove (daun, ranting, buah, batang, dan
diketiak daun. sebagainya).
6. Daun mahkota berwarna putih, Serasah yang gugur merupakan
terdapat rambut 9 mm. Kelopak sumber bahan organik penting dalam rantai
bunga berwarna kuning pucat makanan (food chain) di dalam lingkungan
dengan panjang 13-19 mm. perairan. Hal ini menjadikan mangrove
7. Benang sari berjumlah 9 tidak memegang peranan penting dan tidak dapat
bertangkai. digantikan oleh hutan maupun ekosistem lain
8. Lebih toleran terhadap substrat dalam produktivitas primer perairan pantai.
yang lebih keras dan berpasir. Keberadaan mangrove dengan produksi
c. R. Stylosa serasahnya baik yang mengalami
1. Daun berkulit, berbintik teratur dekomposisi maupun dikonsumsi langsung
dilapisan bawah, gagang daun merupakan salah satu sumber masukan
berwarna hijau dengan panjang nutrien dan unsur hara bagi perairan dan
gagang 1-3,5 cm, panjang pinak organisme sekitarnya.
daun 4-6 cm. Sebagian serasah mangrove
2. Unit, letak sederhana dan didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi
berlawanan. zat hara terlarut yang dapat langsung
3. Bentuk daun elips, lebar, ujung dimanfaatkan oleh fitoplankton, alga,
meruncing. ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri
4. Gagang kepala bunga seperti cagak, dalam proses fotosintesis, sebagian lagi
biseksual, masing-masing sebagai partikel serasah (detritus)
menempel pada gagang individu dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting
yang panjangnya 2,5-5 cm, terletak sebagai makanannya (Bengen, 2004).
di ketiak daun.
Proses dekomposisi dimulai dengan III. METODE PENELITIAN
kolonisasi bahan organik mati oleh fungi
yang mampu mengautolisis jaringan mati A. Waktu dan Tempat Penelitian
melalui mekanisme enzimatik. Proses Penelitian ini dilaksanakan pada
dekomposisi oleh fungi sangat dipengaruhi bulan November 2016. Penelitian ini
oleh kondisi lingkungan misalnya air, dilaksanakan di perairan Sei Ladi Kota
keasaman, suhu, oksigen, substrat dan Tanjungpinang. Isolasi dan identifikasi jenis
inhibitor (Dix and Webster, 1995 dalam jamur dilakukan di Laboratorium Ilmu
Kurniawan, 2009). Kelautan dan Perikanan Fakultas Ilmu
Menurut Tournas et al.( 2001) jamur Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim
dapat menyebabkan berbagai tingkat Raja Ali Haji. Peta lokasi penelitian dapat di
dekomposisi bahan makanan. Jamur dapat lihat pada Gambar.
tumbuh di hasil-hasil pertanian sebelum
dipanen, hasil panen yang ssedang disimpan
maupun bahan makanan yang telah di olah.
Makanan yang mengalami dekomposisi oleh
jamur dapat menjadi berbau busuk dan
bernoda dengan warna tertentu.

C. Jenis Mikrofungi Pada Serasah


Dan Daun Mangrove
Jenis mikrofungi yang terdapat pada
serasah dan daun mangrove di tampilkan
pada Tabel.
Tabel. Jenis Mikrofungi Pada Serasah Dan
Daun Mangrove Gambar. Peta Lokasi Penelitian
Jenis Jenis Mikrofungi Referensi
Mangrove yang
Didapat
B. Persiapan Penelitian
Avicennia Aspergillus niger Suciatmih Penelitian ini merupakan penelitian
alba (2015) eksplorasi laboratorium dengan cara
Guignardia mengisolasi jamur dari serasah dan daun
endophyllicola mangrove (Rhizophora sp.) yang dimulai dari
Talaromyces
leycettanus pengumpulan serasah daun mangrove dengan
Avicennia Talaromyces menggunakan jaring dan daun mangrove
marina leycettanus yang diambil dengan cara dipetik. Sampel
Trichoderma yang diambil pada penelitian ini yaitu pada 3
harzianum
Bruguiera sp. Trichoderma titik berdasarkan bagian hulu, tengah, dan
harzianum hilir.
Guignardia
endophyllicola 1. Objek Penelitian
Colletotrichum sp.
Ceriops sp. Aspergillus sp. Objek yang digunakan dalam
Colletotrichum sp. penelitian ini adalah dari serasah dan daun
Sonneratia sp. Aspergillus mangrove (Rhizophora sp.) yang terdapat di
fumigatus perairan Sei Ladi Kota Tanjungpinang.
Colletotrichum sp.
Fusarium sp.
Guignardia C. Prosedur penelitian
endophyllicola 1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Talaromyces Semua peralatan yang akan
leycettanus
Avicennia Aspergillus sp. Yunasfi dan digunakan akan disterilkan terlebih dahulu.
marina Suryanto Peralatan yang terbuat dari gelas, disterilkan
Penicillium sp. (2008) dalam oven pada suhu 160˚C - 180˚C selama
Fusarium sp. 2 jam. Sedangkan alat – alat yang tidak tahan
Curvularia lunata
pada pemanasan dengan suhu tinggi,
Trichoderma sp.
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121˚C
dengan tekanan 15 psi (per square inchi)
selama 15 menit. Jarum ose disterilkan D. Isolasi Mikrofungi dari Serasah
dengan cara pemanasan langsung hingga Daun Mngrove Rhizophora sp.
memijar. Sebelum potongan serasah dan daun
di tanam pada media PDA (Potato Dextrose
2. Pengambilan Sampel Agar), serasah dan daun dicuci terlebih
Pengambilan sampel dilakukan di dahulu menggunakan air bersih. Kemudian
lapangan menggunakan jaring yang diikatkan lakukan sterilisasi permukaan serasah dan
pada cabang-cabang pohon dibawah pohon daun dengan cara merendam serasah dan
mangrove (Rhizophora sp.) dengan posisi daun dalam larutan alkohol 70 % selama ± 2
terbentang sehingga serasah daun akan menit, kemudian rendam pada larutan NaOCl
tertampung pada jaring tersebut. Sebelum 1 % selama ± 2 menit. Keringkan dengan tisu
pengambilan sampel, jaring tersebut diikat steril dan daun dibilas dengan aquades steril
terlebih dahulu dan dibiarkan selama 1 selama ± 1 menit. Potong serasah dan daun
minggu. Serasah daun yang gugur dan jatuh menjadi dua bagian kemudian tanam pada
ke dalam jaring di ambil, kemudian media PDA (Potato Dextrose Agar) dengan
dimasukkan kedalam kantong sampel. Daun proses pertumbuhan jamur (fungi) selama ±
mangrove diambil dengan cara dipetik 24 - 48 jam.
langsung dari pohonnya, dan pengambilan Pengamatan dilakukan setiap hari
sampel serasah bersamaan dengan setelah potongan daun di tanam, sampai
pengambilan sampel daun mangrove. jamur (fungi) sudah tampak tumbuh dengan
Kantong sampel serasah daun akan dipisah perbedaan warna. Lakukan pemisahan
dengan kantong sampel daun mangrove konsorsium ke media PDA (Potato Dextrose
dengan masing-masing kantong sampel berisi Agar) yang baru sesuai dengan warna yang
1 helai daun. Kemudian kantong sampel tumbuh. Kemudian pindahkan
tersebut disimpan di dalam ice box agar menggunakan jarum ose dengan
sampel tersebut tidak terkontaminasi oleh penggoresan berbentuk pola zig zag.
bakteri-bakteri yg ada di sekitarnya. Selanjutnya jamur di isolasi dan di murnikan
Kemudian sampel yang disimpan di ice box pada media PDA (Potato Dextrose Agar)
dibawa ke laboratorium FIKP UMRAH baru.
untuk dianalisis.
1. Pemurnian Jamur
3. Pembuatan Media Pemurnian jamur menggunakan
Cara pembuatan media PDA (Potato media PDA (Potato Dextrose Agar). Jamur
Dextrose Agar) adalah sebagai berikut : yang tumbuh dimurnikan dengan
1. Siapkan bahan PDA sebanyak 39 gr pemindahan dari medium yang lama ke
dan larutkan dalam 1000 mL medium yang baru. Kemudian diinkubasi
akuades steril. selama 24-48 jam pada suhu 25˚C dan
2. Masukkan bahan tersebut ke dalam lakukan pengamatan terhadap bentuk dan
labu erlenmeyer kemudian warna koloni yang tumbuh pada media PDA
dipanaskan dan di aduk sampai (Potato Dextrose Agar). Setiap koloni yang
homogen. tumbuh berbeda bentuk atau berbeda warna
3. Masukan bahan ke dalam autoklaf akan disubkultur lagi pada media PDA
selama 15 menit pada suhu 121˚C (Potato Dextrose Agar) yang baru hingga
dengan tekanan 15 psi. benar – benar didapat 1 isolat jamur.
4. Tambahkan Tetracyclin sebagai
antibakteri pada media, kemudian 2. Identifikasi Isolat Jamur
larutan PDA dituangkan ke dalam Jamur yang telah diinkubasi akan
cawan petri dengan ketebalan ± 5 ml diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri
dengan kondisi tertutup, dan makroskopisnya dengan pengamatan secara
diamkan sampai membeku. langsung, melihat bentuk dan warna koloni
Penggunaan antibakteri 1 kapsul jamur. Sedangkan pengamatan ciri-ciri
untuk 1L media. mikroskopis dengan menggunakan
5. Sebelum digunakan, media mikroskopis binokular adalah sebagai
disimpan selama 24 jam dalam suhu berikut :
kamar.
1. Ambil spora atau konidia dari
biakan murni jamur menggunakan
jarum ose.
2. Letakkan inokulum jamur di atas
obyek glass.
3. Kemudian obyek glass ditutup
dengan cover glass dan tekan
perlahan.
4. Morfologi jamur yang terbentuk di
amati dengan menggunakan
mikroskopis binokular dengan
perbesaran 400x, kemudian preparat
jamur diidentifikasi dengan
menggunakan Jurnal Suciatmih,
2015.

VI. HASIL DAN


PEMBAHASAN

A. Hasil
Pada dasarnya tubuh atau tallus
mikrofungi terdiri dari dua bagian yaitu
miselium dan spora (sel resiten, istirahat atau
dorman). Miselium merupakan kumpulan
hifa. Hifa adalah suatu struktur fungus
berbentuk tabung menyerupai seuntai benang
pangjang yang terbentuk dari pertumbuhan
spora atau konidia. Kumpulan hifa yang
bercabang-cabang tersebut membentuk suatu
jala yang umumnya berwarna putih, dan
disebut sebagai miselium (Gandjar et al.,
2006). Jenis-jenis jamur yang bersifat
asosiatif dalam proses degradasi serasah
mangrove adalah Aspergillus, Trichoderma,
Penicillium, Paecilomyces, Gliocladium,
Gonatobotryum dan Syncephalastrum
(Affandi et al., 2001).
Beberapa jenis mikrofungi yang
ditemukan terdapat 9 genus dari potongan
serasah dan daun mangrove jenis Rhizophora
sp. di Perairan Sei Ladi Kota Tanjungpinang
di tampilkan pada Tabel.
Tabel. Jenis-jenis mikrofungi endofit pada
serasah dan daun mangrove
(Rhizopora sp.)
Stasiun Jenis Mikrofungi Pada
(ST) Serasah
Daun

ST.I Rhizopus sp. Aspergillus sp.


Aspergillus sp. Mucor sp.
ST.II Mucor sp. Trichoderma sp.
Aspergillus sp.
ST.III Penicillium sp. Trichoderma sp.
1. Aspergillus sp.
Koloni pada agar tumbuh dengan cepat dengan miselium yang berada di dalam agar,
dibaliknya biasanya tanpa warna, konidiofor halus, bersepta, kepala konidia hitam, bulat. Konidia
bulat, halus, berdiameter 3,5-5,0 µm kemudian berwarna. Morfologi Aspergillus sp. Disajikan
pada Gambar.

(a) (b)
Gambar. Aspergilus sp. (a) Dokumentasi penelitian (b) Penelitian Suciatmih (2015).

2. Mucor sp.
Kumpulan miselium tertutup, berwarna abu-abu. Sporangia berdiameter 100-300 μm
berwarna cokelat atau hitam. Spora bulat, berdiameter 5-8 μm. Morfologi Mucor sp. Disajikan pada
Gambar.

(a) (b)
Gambar. Mucor sp. (a) Dokumentasi Penelitian (b) Penelitian Suciatmih (2015).

3. Penicilium sp.
Koloni pada agar dapat mencapai diameter 2-2,5 cm dengan tipe mengkerut secara radial,
seperti beludru, pertama berwarna hijau kebiruan kemudian hijau abu-abu. Baliknya berwarna
kuning pucat, konidofor 50-20 µm, lebar 2,2-3 µm, semua metula membawa pialid 6-10 (8-11 x 2-
2,8 µm). Konidia terbentuk dalam kolom-kolom, berbentuk bulat hingga semibulat, berdinding
halus kadang-kadang sedikit kasar, berwarna hialin hingga kehijauan dan berdiameter 2,5-3,0 µm.
Pembentukan konidia sangat cepat pada suhu 30˚C di daerah tropis. Morfologi Penicillium sp.
Disajikan pada Gambar.

(a) (b)
Gambar. Penicillium sp. (a) Dokumentasi Penelitian (b) Penelitian Suciatmih (2015).
4. Rizhopus sp.
Stolon dan sporangiophores panjangnya kurang dari 150 µm, sporangia hitam diameter 50
µm – 100 µm, spora sebagian berbentuk globose sebagian lebih oval, panjang 5-6 µm. Morfologi
Rhizopus sp. Disajikan pada Gambar.

(a) (b)
Gambar. Rhizopus sp. (a) Dokumentasi Penelitian (b) Penelitian Suciatmih (2015).

5. Trichoderma sp.
Koloni pada agar tumbuh dengan cepat memproduksi miselium berwarna putih. Konidiofor
berbentuk verticil dengan pialid, pada lateral panjang konidiofor 5-7 µm dan lebar 2,5-3,5 µm.
Konidia elips sampai silindris, smooth, 3-4,8 x 1,9-2,8 µm. Morfologi Trichoderma sp. Disajikan
pada Gambar.

(a) (b)
Gambar. Trichoderma sp. (a) Dokumentasi Penelitian (b) Penelitian Suciatmih (2015).
1. Persentase Total Jenis terdapat 9 genus mikrofungi, Aspergilus sp.
Mikrofungi pada Serasah Daun (3), Mucor sp. (2), Penicilium sp. (1),
Mangrove (Rhizopora sp.) Rhizopus sp. (1), Trichoderma sp. (2).
Persentasi total jenis mikrofungi Dari lima spesies yang ditemukan
pada serasah mangrove (Rhizopora sp.) seperti Aspergilus sp., Mucor sp.,
ditampilkan pada Gambar. Penicillium sp., Rhizopus sp., Trichoderma
sp. menunjukkan bahwa mikrofungi yang
terisolasi dari serasah didominasi Aspergillus
sp. dan daun didominasi oleh Trichoderma
20% Aspergillus sp.
sp.
40% Mucor sp.
Hasil yang didapat menunjukkan
20% Penicillium sp. bahwa mikrofungi yang mendominasi
Rhizopus sp. disebabkan oleh waktu pertumbuhan
20% mikrofungi. Karena dari hasil penelitian
mikrofungi (Aspergillus sp. dan Trichoderma
sp.) pertumbuhannya lebih cepat
Gambar. Persentase Total Jenis dibandingkan dengan jenis lainnya. Proses
Mikrofungi Pada Serasah Daun pertumbuhan jenis Aspergillus sp. dan
Mangrove (Rhizopora sp.) Trichoderma sp. berkisar antara 3-4 hari,
rata-rata pertumbuhan berhasil tumbuh
Persentase total jumlah mikrofungi sampai 1 warna dan dapat diidentifikasi.
yang di dapat dari daun mangrove Sedangkan pada jenis Mucor sp., Penicillium
(Rhizhopora sp.) adalah Aspergilus sp. 40%, sp., Rhizopus sp. proses pertumbuhan sangat
Mucor sp. 20%, Penicilium sp. 20%, lambat berkisar antara 5-7 hari bahkan lebih
Rhizopus sp. 20%. dan terkadang gagal tumbuh dan tidak dapat
diidentifikasi.
2. Persentase Total Jenis Menurut Fisher dan Binkley (2000),
Mikrofungi pada Daun faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan
Mangrove (Rhizopora sp.) populasi (population density) dan
Persentase total jenis mikrofungi keanekaragaman jenis (species diversity)
pada daun mangrove Rhizopora sp. organisme tanah, adalah pasokan oksigen,
ditampilkan pada Gambar. kelembaban, suhu tanah, kandungan unsur
hara dan jumlah bahanbahan organik tanah.
Habitat yang berkaitan dengan
tumbuhan merupakan lingkungan yang
25% Aspergillus sp. dinamis, menyebabkan banyak faktor yang
50% Mucor sp. dapat mempengaruhi komposisi jamur
25% Trichoderma sp. endofit. Keberadaan jamur endofit pada
tumbuhan tampaknya dipengaruhi oleh faktor
ekologi dan fisiologi tumbuhan (Khan et al.
2010), seperti lokasi geografis (Okane et al.
1998, Collado et al. 1999); dan umur serta
Gambar. Persentase Total Jenis Mikrofungi
Pada Daun Mangrove (Rhizopora sp.) spesifikasi jaringan inang (Khan et al. 2010;
Mahesh et al. 2005; Okane et al. 1998) dalam
Persentase total jumlah mikrofungi
Suciatmih, 2015.
yang di dapat dari daun mangrove
(Rhizhopora sp.) adalah Aspergilus sp. 25%,
Mucor sp. 25%, Trichoderma sp. 50%. Hasil V. PENUTUP
persentase di atas didapat dari jumlah jenis
mikrofungi yang di input dari Microsoft A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
Office Exel.
dilakukan pada potongan serasah daun
mangrove jenis Rhizopora sp. dengan
B. Pembahasan
perbedaan warna daun di Perairan Sei Ladi
Berdasarkan hasil isolasi
Kota Tanjungpinang ditemukan beberapa
mikrofungi endofit pada potongan serasah
dan daun mangrove jenis Rhizopora .sp jenis mikrofungi, yaitu Aspergilus sp., Mucor
sp., Penicilium sp., Rhizopus sp., Ichsan Yudy, 2015. Kelimpahan dan Pola Sebaran
Mangrove Perairan Sungai Ladi Kelurahan
Trichoderma sp.
Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang
Kota Kota Tanjungpinang. Jurusan Ilmu
B. Saran Kelautan. Fakultas Ilmu kelautan dan
Berdasarkan hasil penelitian Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali
Haji.
diharapkan kepada seluruh mahasiswa
Kepmen LH No. 201 Tahun. 2004. Pedoman penentuan
ataupun akademisi agar dapat menindak kriteria kerusakan ekosistem mangrove.
lanjuti penelitian ini guna untuk mengetahui Khan R, Shahzad S, Choundhary MI, Khan SA, Ahmad
potensi dan pemanfaatan jenis mikrofungi A. 2010. ‘Communities of endophytic fungi in
medicinal plant Withania somnifera’.
yang di dapat dari serasah daun mangrove
Pakistan J Bot 42 (2): 1281-1287.
jenis Rhizopora sp. Lebih melengkapi alat Kurniawan. 2009. Keanekaragaman jenis fungi pada
dan bahan yang akan digunakan dalam serasah daun Avicennia marina yang
penelitinan dan juga memperbanyak buku mengalami dekomposisi pada berbagai
tingkat salinitas. Fakultas Tarbiyah IAIN
identifikasi sehingga hasil yang di dapat lebih
STS Jambi.
akurat. Liwang Firdy, dkk. 2014. Uji aktivitas antibakteri jamur
endofit akar bakau Avvicennia marina
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli: Fakultas Kedoktersan
DAFTAR PUSTAKA Universitas Sam Ratulangi Manado.
Muhaerin. M. 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem
Affandi, M., Ni’matuzahroh, dan A. Suprianto. 2001. Mangrove Untuk Pengelolaan Ekowisata Di
Diversitas dan visualisissi karakter jamur Estuari Perancak, Jembrana, Bali.Skripsi,
yang berasosiasi dengan proses degradasi Departemen Manajemen Sumberdaya
serasah di lingkungan mangrove. Jurnal Perairan FakultasPerikanan dan Ilmu
Penelitian Medika Eksakta 2(1):40-53. Kelautan. Istitut Pertanian Bogor.
Arief. 2003. Isolasi dan identifikasi jamur kayu dari Noor. 2006. Panduan jenis – jenis mangrove di
hutan pendidikan dan latihan Tabo – Tabo Indonesia. Wetland indonesia. Programme.
Kecamatan Bugoro Kabupaten Pangkep. Oxforamnovid: bogor.
Jurnal perennial 3 no. 2:49-54. Okane I, Nakagiri A, Ito T. 1998. Endiphytic fungi in
Bengen, D. G. 2004. Pedoman teknis: Pengenalan dan leaves of ericaceous plant. Canadian J Bot 76
pengelolaan ekosistem mangrove. PKSPL- (4): 657-663.
IPB. Bogor. Sigee DC. Freshwater Microbiology; Biodiversity and
Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Dynamic Interaction of Microorganism in the
Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Freshwater Environment. John Wiley & Sons
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester,
Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. West Sussex PO 19 8SQ. England. 371-399
Chanway CP. 1996. Endophytes they’re not just fungi. p, 2004.
Canadian J Bot 74:321-322. Strobel G, Daisy B. 2003. Bioprospecting for microbial
Collado J, Plant G, Conzalez I, Pelaez F. 1999. endophytes and their natural products.
‘Geographical and seasonal influences on Microb Mol Biol Rev: 491-502.
the distribution of fungal endophytes in Suciatmih. 2015. Diversitas Jamur Endofit Pada
Quercus ilex’. New Phytol 144: 525-532. Tumbuhan Mangrove Di Pantai Sampiran
Dwilestari, dkk. 2015. Uji efek antibakteri jamur endofit Dan Pulau Bunaken, Sulawesi Utara. Bidang
pada daun mangrove Sonneratia alba Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi,
terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
dan Escherichia coli: Fakultas Kedoktersan (LIPI).
Universitas Sam Ratulangi Manado. Ting ASY, Meon S, Kadir J, Radu S, Singh G. 2007.
Fisher PJ, Pertini O. 1987. Location of fungal endophytes Field evaluation of non-pathogenic Fusarium
in tissues of Suaeda fruiticosa: apreliminary oxyaporum isolates UPM31P1 and
study. Trans Br Mycol Soc 89: 246-249. UPM39B3 for the control fusarium wilt in
Fisher, R. F., dan D. Binkley. 2000. Ecology and pisang berangan (Musa,AAA). Proceeding of
Management of Forest Soil. Third Edition. the international Symposium on Recent
John Wiley and Sons, Inc. New York, Advances in Banana Crop Protection and
Chichester, Weinheim, Brisbane, Singapore, Improved Livelihoods, September, ISHS
Toronto. Acta Horticulture. Pp. 139-144.
Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. Mikologi Dasar Ting ASY, Meon S, Kadir J, Radu S, Singh G. 2008.
dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Endophytic microorganisme as potensial
Jakarta. 238p, 2006. growth promoters of banana. Biocontrol 53 :
Gandjar Indrawati, dkk. 1999. Pengenalan Kapang 541-555.
Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor Tournas, V., ME. Stack, P. B. Misilivec, and H.A. Koch,
Indonesia. 2001. Yeast, Molds, and Mycrotoxin,
Washington, D.C.: U.S. Food & Drug
Administration. Center for Safety & Applied
Nutrition.
Wiharyanto, Dhimas, 2007, Kajian Pengembangan
Ekowisata Mangrove di Kawasan Konservasi
Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan
Kalimantan Timur Tesis, Sekolah Pasca
Sarjana Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut
Pertanian Bogor.
Wong MKM. et al. Role of fungi in freshwater
ecosystem. Department of Ecology and
Biodiversity of Hong Kong, Pokfulam Road,
Hong Kong. Biodiversity and Conservation 7,
1187-1206, 1998.
Yunasfi, dan D. Suryanto. 2008. Jenis-Jenis Fungi Yang
Terlibat Dalam Proses Dekomposisi Serasah
Daun Avicennia Marina Pada Berbagai
Tingkat Salinitas. Biologi FMIPA USU.
Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian
USU.

You might also like