You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK (CKD)

(Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat)

Disusun Oleh:

Dwi Fitriyani

(2011090)

Nama Pembimbing :

Ns. Yarwin Yari, M.Biomed., M.Kep.

Ns. Hardin La Rimba, M.Biomed.

Ns. Fendy Yesayas, M. Kep

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

STIKES RS HUSADA JAKARTA

2023
1
LAPORAN PENDAHULUAN

CKD

1. Pengertian CKD

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018).

Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan masalah kesehatan
yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang semakin meningkat, pengobatan
pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat
mahal Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan
ini sering juga disebut sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi
ginjal. Terapi pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara
kedua jenis tersebut. yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita
gagal ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018)

Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan
gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada
pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan
memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan rawat
jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona, 2016).

2. Etiologi

Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi glomerulus atau yang
disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut
Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik ginjal dan
kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis pada arteri renalis yang
besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada
satu atau lebih artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu
suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan oleh
penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran
darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal dari
kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau
yang lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga
dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga
2
terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga
terjadi nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada
dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.

5.Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam ginjal dan organ lain, serta
tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

3. Patofisiologi

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari nefron. Kerusakan
nefron merangsang kompensasi netron yang masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan
dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih
utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.

Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute untuk tiap nefron
sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan Terjadi
ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan
urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :

a. Stadium I

Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin
serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.

b. Stadium II

Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak
dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai
meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat
disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin

c. Stadium III

Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur atau hanya tinggal
200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate) hanya 10% dari keadaan
normal Kreatinin serum dan BUN akan meningkat Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih
parah karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Urin menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang
dari 500 cc/hari.

3
4.Pathway

4
5.Tanda dan Gejala

Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):

(1) Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga 25% dari
normal.

(2) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nokturia, GFR 10% hingga
25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
(3) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis,
kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum
kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.

6. Manifestasi Klinis

Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik:

a Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurunhingga 25% dari
normal

b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR 10% hingga
25% dari normal, kadarcreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.

c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindromuremik (lemah, latergi. anoreksia, mual,
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang kejang sampai koma), yang ditandai dengan

d. GFR kurang dari 5-10ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi
perubahan biokimia dan gejala yang komplek.

e Gejala komplikasi nya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofirenal, payah jantung asidosis
metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,khlorida) (Nurarif dan Kusuma,
2015).

7.Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi,
yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti
hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan
cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan
perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
5
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan untuk
menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari
tubuh.Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%)
sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan
terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi

sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin
dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan
ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan,
darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan
setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan membrane
peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan
dan disaring oleh mesin dialisis.

2)Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian
mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan
pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari apakah ada
perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada
infusiensi coroner.

4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium Bikarbonat dapat
diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena
perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake garam
dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.

6) Transplantasi ginjal

6
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh faal ginjal
diganti oleh ginjal yang baru.

Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta
merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta, 2012).
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,
pekerjaan orang tua.
2) Keluhan utama

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada
waktu melakukan aktivitas dan koma.
3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama pasien sakit, bagaimana
penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak,
apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.

4) Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau


samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
5) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina), hipertensi, nadi kuat,
edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning, kecenderungan perdarahan.

6) Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan, menolak, ansietas, takut,
marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

7) Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut), abdomen kembung,
diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
8) Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeriulu
hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic,
distensi abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi
gusi, perdarahan gusi/lidah

9) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada
telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental,
7
contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku
rapuh dan tipis

10) Nyeri/kenyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhatihati/distraksi, gelisah.

11) Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak, takipnea, dyspnea,
peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer (edema paru).

12) Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal,
petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi

13) Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas 14) Interaksi social Kesulitan menentukan kondisi, contoh
tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

15) Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter,
kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan,
penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari
orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI,
2016):
1) Hipervolemia

2) Defisit nutrisi
3) Nausea

4) Gangguan integritas kulit/jaringan

5) Gangguan pertukaran gas

6) Intoleransi aktivitas

7) Resiko penurunan curah jantung

8) Perfusi perifer tidak efektif

9) Nyeri akut

8
3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik


(sumber: SIKI, 2018)
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 3x8 Observasi:
jam maka hipervolemia 1. Periksa tanda dan gejala
hipervolemia (edema, dispnea,
meningkat dengan kriteria
suara napas tambahan)
hasil: 2. Monitor intake dan output cairan
1. Asupan cairan 3. Monitor jumlah dan warna urin
meningkat Terapeutik
2. Haluaran urin meningkat 4. Batasi asupan cairan dan garam
3. Edema menurun 5. Tinggikan kepala tempat tidur
4. Tekanan darah membaik Edukasi
5. Turgor kulit membaik 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian continuous
renal replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pemenuhan 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien 2. Identifikasi makanan yang disukai
tercukupi dengan kriteria 3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
hasil:
Terapeutik
1. intake nutrisi tercukupi 5. Lakukan oral hygiene sebelum
2. asupan makanan dan makan, jika perlu
cairan tercukupi 6. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
7. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi

9
8. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori

Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
11. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
3. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka nausea membaik 1. Identifikasi pengalaman mual
dengan kriteria hasil: 2. Monitor mual (mis. Frekuensi,
1. Nafsu makan membaik durasi, dan tingkat keparahan)
2. Keluhan mual menurun Terapeutik
3. Pucat membaik
3. Kendalikan faktor lingkungan
4. Takikardia membaik penyebab (mis. Bau tak sedap,
(60-100 kali/menit) suara, dan rangsangan visual
yang tidak menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan keadaan
penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan tidur
cukup
6. Anjurkan sering
membersihkan mulut, kecuali
jika merangsang mual
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian antiemetik,
jika perlu
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
integritas kulit keperawatan selama 3x8 Obsevasi
jam diharapkan integritas 1. Identifikasi penyebab gangguan
kulit dapat terjaga dengan integritas kulit (mis. Perubahan
kriteria hasil: sirkulasi, perubahan status nutrisi)
1. Integritas kulit yang baik Terapeutik
bisa dipertahankan 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
2. Perfusi jaringan baik baring
3. Mampu melindungi kulit 3. Lakukan pemijataan pada area
dan mempertahankan tulang, jika perlu
kelembaban kulit 4. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
5. Bersihkan perineal dengan air
10 hangat
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. Lotion atau serum)
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
8. Anjurkan minum air yang cukup
9. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem

5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi


pertukaran gas keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pertukaran 1. Monitor frekuensi, irama,
gas tidak terganggu dengak kedalaman dan upaya napas
kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
3. Monitor saturasi oksigen
1. Tanda-tanda vital dalam
4. Auskultasi bunyi napas
rentang normal
Terapeutik
2. Tidak terdapat otot bantu
5. Atur interval pemantauan
napas
respirasi sesuai kondisi pasien
3. Memlihara kebersihan
6. Bersihkan sekret pada mulut dan
paru dan bebas dari
hidung, jika perlu
tanda-tanda distress
7. Berikan oksigen tambahan, jika
pernapasan
perlu
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
10. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen

11
6. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
Aktivitas keperawatan selama 3x8 Observasi
jam toleransi aktivitas 1. Monitor kelelahan fisik
meningkat dengan kriteria 2. Monitor pola dan jam tidur
hasil: Terapeutik
1. Keluhan lelah menurun 3. Lakukan latihan rentang gerak
2. Saturasi oksigen dalam pasif/aktif
rentang normal (95%- 4. Libatkan keluarga dalam
100%) melakukan aktifitas, jika perlu
3. Frekuensi nadi dalam Edukasi
rentang normal (60-100 5. Anjurkan melakukan aktifitas
kali/menit) secara bertahap
4. Dispnea saat 6. Anjurkan keluarga untuk
beraktifitas dan setelah memberikan penguatan positif
beraktifitas menurun Kolaborasi
(16-20 kali/menit)
7. Kolaborasi dengan ahli gizi

Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

7. Resiko Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung


penurunan curah keperawatan selama 3x8 Observasi:
jantung jam diharapkan penurunan 1. Identifikasi tanda dan gejala
primer penurunan curah jantung
curah jantung meningkat
(mis. Dispnea, kelelahan)
dengan kriteria hasil: 2. Monitor tekanan darah
1. Kekuatan nadi perifer 3. Monitor saturasi oksigen
meningkat Terapeutik:
2. Tekanan darah membaik 4. Posisikan semi-fowler atau
100-130/60-90 mmHg fowler
3. Lelah menurun 5. Berikan terapi oksigen
Edukasi
4. Dispnea menurun 6. Ajarkan teknik relaksasi napas
dengan frekuensi 16-24 dalam
x/menit 7. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
toleransi
Kolaborasi
8. kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu

12
8. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
tidak efektif perawatan selama 3x8 jam Observasi
maka perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
Nadi perifer, edema, pengisian
meningkat dengan kriteria
kapiler, warna, suhu)
hasil: 2. Monitor perubahan kulit
1. denyut nadi perifer 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri
meningkat atau bengkak
2. Warna kulit pucat 4. Identifikasi faktor
menurun risiko gangguan
3. Kelemahan otot sirkulasi
menurun Terapeutik
4. Pengisian kapiler 5. Hindari pemasangan infus atau
membaik pengambilan darah di area
5. Akral membaik keterbatasan perfusi
6. Turgor kulit membaik 6. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti merokok
10.Anjurkan berolahraga rutin
11.Anjurkan mengecek air mandi

Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
untun menghindari kulit terbakar
12.Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
13.Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

13
9. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka tautan nyeri 1. Identifikasi factor pencetus dan
meningkat dengan kriteria pereda nyeri
hasil: 2. Monitor kualitas nyeri
1. Melaporkan nyeri 3. Monitor lokasi dan penyebaran
terkontrol meningkat nyeri
2. Kemampuan mengenali 4. Monitor intensitas nyeri
onset nyeri meningkat dengan menggunakan skala
3. Kemampuan 5. Monitor durasi dan frekuensi
menggunakan teknik nyeri
nonfarmakologis Teraupetik
meningkat 6. Ajarkan Teknik
4. Keluhan nyeri nonfarmakologis untuk
penggunaan analgesik mengurangi rasa nyeri
menurun 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Meringis menurun Edukasi
6. Frekuensi nadi 8. Anjurkan memonitor nyeri
membaik secara mandiri
7. Pola nafas membaik 9. Anjurkan menggunakan
8. Tekanan darah analgetik secara tepat
membaik Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat
analgetik

4. Perencanaan
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga, dan orang terdekat
pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami
pasien. Tahap perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai alat
komunikasi antar sesama perawat dan tim kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan
keperawatan bagi pasien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan
yang ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah membuat orioritas urutan
diagnoa keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi, dan merumuskan
intervensi keperawatan (Asmadi, 2008).

14
5. Implementasi
Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap operasional yang harus diperhatikan oleh
perawat dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu sebagai berikut :

1) Tahap Prainteraksi

Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan
professional pada diri sendiri, memahami rencana keperawatan yang baik, menguasai keterampilan
teknis keperawatan, memahami rasional ilmiah dan tindakan yang akan dilakukan, mengetahui
sumber daya yang diperlukan, memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan
keperawatan, memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan dan
penampilan perawat harus meyakinkan

2) Tahap Perkenalan
Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama, umur, alamat pasien,
menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat,
memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya tentang tindakan
yang akan dilakukan

3) Tahap Kerja
yang sudah direncanakan, halhal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah
energy pasien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien
terhadap tindakan yang telah diberikan.

4) Tahap Terminasi
Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah dilakukan tindakan oleh
perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien dan puji atas kerjasama pasien, kontrak waktu
selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan pasein dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum
menginggalkan pasien, lakukan pendokumentasian

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon pasien pada tindakan keperawatan
yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat
dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

15
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah teratasi, masalah
teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul masalah baru.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan.
Jakarta: ECG
Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria
Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik dengan Hemodialisa di
16
RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma Thesis Univesitas Andalas
KEMENKES (2018). Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal Dengan CERDIK dan PATUH.
Diakses pada tanggal 07 Desember 2018 dari www.depkes.go.id

Kinta, (2012). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik.
Scribd.

Diakses pada 30 November 2018 Kozier, Barbara (2010). Fundamentals of Canadian Nursing:
Concepts, Process and Practice, edisi2. Pearson Education Canada
Long, Barbara C. (1996). Perawatan medikal bedah:suatu pendekatan proses keperawatan. Mosby
Company
Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2011). Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika

Nurarif & Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Dan NANDA NIC-
NOC Jilid 2 Medaction
Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Dan NANDA
NIC-NOC Jilid 2 Medaction

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keprawatan, Edisi
1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

Purwaningsih, Wahyu & Karlina, Ina. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

RISKESDAS (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Diakses pada 2 desember 2018. dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general-/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
Smeltzer & Bare. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing volume 1). Philladelphia:
Lippincott Williams 7 Wilkins.
Toto, Abdul.(2015). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan. Jakarta : Trans Info Media
World Health Organization, (2013) The WOrld Organization Quality of Life. diakses pada tanggal 2
Desember 2018. Dari http://www.whoqoi.breff.org

Yuliana, Lina. (2013). Karya Tulis Ilmiah Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge
Planning Pasien Di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Diakses pada tanggal 02 Desember
2018

17

You might also like