You are on page 1of 8

PENGELOLAAN KONFLIK ORGANISASI Oleh : Miftakhul Anwar Widyaiswara BDK Surabaya Abstrak

Dalam organisasi konflik tidak dapat dihindari. Konflik dalam organisasi perlu dikelola akan
menjadikan organisasi itu dapat mencapai tujuannya. Makalah ini membahas tentang apakah konflik
dan sumber konflik didalam sebuah organisasi itu, bagaimanakah mengelola konflik itu, sehingga
konflik menjadikan organisasi lebih produktif dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi serta
konflik menurut perspektif Islam Tulisan ini menyimpulkan bahwa konflik adalah proses
pertentangan yang diekpresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai
objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik.
Sumber konflik di dalam pengelolaan organisasi karena aspek physikologis, karakter manusia,
perbedaan persepsi, perlakuan yang tidak manusiawi, ambiguitas yuridisial, perbedaan kepentingan.
Selain itu sumber konflik karena perbedaan tujuan, perlakuan yang tidak manusiawi. Konflik dapat
bersifat disfungsional yaitu konflik yang dapat menurunkan kinerja organisasi. Konflik yang dikelola
dengan baik akan menjadikan organisai itu lebih produktif dan efektif serta efisien untuk mencapai
tujuan organisasi. Ada lima cara mengelola konflik dalam organisasi, antara lain Integrating (Problem
solving). Dalam gaya ini, pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan
masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan, dan memilih solusi alternatif
pemecahan masalah. Obliging (smoothing). obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk
memuaskan pihak lain dari pada diri sendiri. Avoiding, Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan
untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk
konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Compromising, Gaya ini
menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara
kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Key Word: Konflik, Organisasi A. Pendahuluan
Organisasi menembus semua tingkat kehidupan manusia. Setiap hari manusia terlibat atau
berhubungan dengan organisasi. Kita hidup didalam atau dipengaruhi organisasi. Sebagian besar
waktu kita, kita habiskan sebagai anggota organisasi kerja, sekolah, sosial, negara dan organisasi
kemasarakatan seperti madrasah. Orang mendirikan organisasi karena alasan bahwa organisasi
dapat mencapai sesuatu yang 2 tidak dapat kita capai secara perorangan. Gibson at.al mengartikan
organisasi sebagai wadah yang memumingkan masyarakat at.al mengartikan organisasi sebagai
wadah yang memumingkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai
sendiri-sendiri1 . Keefektifan setiap organisasi sangat dipengaruhi oleh perilaku manusianya. Orang
adalah sumberdaya yang umum bagi semua organisasi. Tidak ada organisasi tanpa orang. Satu
prinsip yang penting dalam physokoogi adalah bahwa setiap orang berbeda-baeda. Setiap orang
mempunyai keunikan perspsi, kepribadiandan pengalaman hidup, perbedaan sikap, keyakinan, dan
tingkat cita-cita. Agar efektif para manajer organisasi harus memandang sikap pegawai atau
anggotanya sebagai perwujudan yang unik dariseluruh faktor keperilakuan itu. Didalam suatu
organisasi terdapat dua pengaruh yang timbul dari hubungan antara manajer dan anggota
organisasi, maksudnya terdapat interaksi dan reaksi timbal balik dari orang-orang yang ada dalam
suatu organisasi. Seorang manajer mempunyai misi atau tujuan yang ingin dicapainya, manajer akan
berusaha menterjemahkan misi tersebut dengan mendorong para pengikutnya hingga mencapai
tingkat prestasi yang cukup memuaskan (misi organisasi). Didalam mengelola dan mengembangkan
sebuah organisasi timbulnya konfliki tidak dapat dihindari. Memanajemeni konflik merupakan
urutan ke-7 dari 10 prioritas kegiatan seseorang manajer dalam menyusun perusahaannya2 . Konflik
selalu timbul di tempat kerja, dan itu tidak bisa dihindarkan. Namun pemimpin harus mengelolanya
secara luwes agar irama kerja sehari-hari tidak terganggu. Para pemimpin politik menggunakan
minimal 25% waktunya untuk menghadapi dan memanajemeni konflik3 . 1 Gibson. James L,
Ivancevich, John M. Dan, Donelly, James H, organisation (Jakarta:Banurupa Aksara, 1995), Hal6 2
Alice pescuric dalam Wirawan, Konflik dan Manajemen konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian,
Salemba humanika, Jakarta (2010,1) 3Wirawan, Konflik dan Manajemen konflik Teori, Aplikasi, dan
Penelitian, Salemba humanika, Jakarta (2010,1) 3 Konflik merupakan sesuatu hal yang wajar dalam
kehidupan bermasyarakat dan tidak ada satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik
baik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat yang lain. Konflik ini akan hilang jika
masyarakat juga hilang. Menurut Yusuf kallah dalam Surwandoko, secara normatif adanya konflik
dalam masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat masih hidup, tumbuh dan berkembang. Konflik
itu lahir bersamama dengan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu,
semakin plural sebuah masyarakat maka potensi konfliknya juga semakin besar. Dalam kaca mata
ini, sesunggunya konflik sudah merupakan bagian integral dari masyarakat itu sendiri4 . Pendapat
yang sama dikemukakan Gibson at.al. konflik tidak dapat dihindarkan dan tidak dapat dicegah, dan
konflik dapat bersifat didtruktif dan bersifat konstruktif5 . Gibson menambahkan bahwa Konflik
dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat
kompleksitas organisasi tersebut. Konflik tersebut mungkin tidak membawa “kamatian” bagi
organisasi, tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan, jika konflik tersebut
dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat
diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi6 Tulisan ini akan membahas tentang
1.apakah konflik dan sumber konflik didalam sebuah organisasi itu, 2.bagaimanakah mengelolah
atau memenej konflik itu, sehingga konflik menjadikan organisasi lebih produktif dan efektif untuk
mencapai tujuan organisasi dan 3. bagaimana konflik menurut perspektif Islam ? B. Pengertian
Konflik Istilah konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Dari bahasa
latin diadopsi kedalam bahasa inggris, conflict yang kemudian 44 Surwandoko, 2013, Manajemen
konflik separatisme: Dinamika Negosiasi dalam Penyelesaian konflik mindanao 5 Gibson. James L,
Ivancevich, John M. Dan, Donelly, James H, organisation (Jakarta:Banurupa Aksara, 1995), Hal268 6
Gibson. James L, Ivancevich, John M. Dan, Donelly, James H, organisation (Jakarta:Banurupa Aksara,
1995), Hal268 4 diadopsi kedalam bahasa indonesia, konflik. Para pakar telah mengemukakan
berbagai definisi mengenai konfik. Beberapa pengertian apa konflik itu diantaranya, Konflik dapat
diartikan sebagai suana batin yang berisi kegelisahan karena pertentangan dua kepentingan atau
lebih, yang mendorong seseorang berbuat suatu kegiatan yang saling bertentangan pada waktu yang
bersamaan7 . Inti konflik adalah suatu interaksi pertentangan atau antagonistik dua pihak atau
lebih8 . Menurut Danil Dana mendifinisikan konflik “a condition between or among wokers whose
jobs are independent, whose who fell angry, who perceive the other(s) as being at fault, and who act
in a ways that cause a business problem9 . Menurut caplow konflik”...a strugle over values, status,
power and scarce resources in which the aim of the conflicting parties not only to gain advantages
but also to subjugate their visual10 Pandangan yang senada juga dikemukakan oleh James F. Stonner
yang mengatakan konflik itu adalah”....disagreemment about allocation of scarce resources or
clashes regarding goals, values and so on. Can occur on interpersonal or organasational level11.
Begitu juga dengan pendapat Rafek Beekum yang mendifinisikan konflik “...intentional or perceived
interference of one individual or groups in the goal achievement efforts of anothers individual or
groups.12 Dari beberapa definisi konflik, dapat disimpulkan konflik adalah proses pertentangan yang
diekpresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik,
menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. C. Sumber
Konflik 7 Kurniawan, didin & Machali, Imam, 2013, Manajemen Pendidikan Konsep & Prinsip
Pengelolaan Pendidikan, Ar-ruzz Media, Jogjakarta 8 Kurniawan, didin & Machali, Imam, 2013,
Manajemen Pendidikan Konsep & Prinsip Pengelolaan Pendidikan, Ar-ruzz Media, Jogjakarta 9 Dana,
Danil, 2001, Conflict resolution: mediation toolsfor evereday worklife, Newyork: Mcgraw Hill. 10
Caplow Theodone,1971, Elementery Sociology, New Jersey,Prenstile Hall, hal 669 11 James F. Stoner
et al., 1995, management, 6th Edition, New Jerse; Prentice Hall, p539 12 Islamic Training Foundation,
http://www.islamist.org./, 13hb: Mac 2006 5 Konflik sering kali merupakan salah satu strategi para
pemimpin untuk melakukan perubahan. Jika tidak dapat dilakukan secara damai, perubahan
diupayakan dengan menciptakan konflik. Pemimpin menggunakan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan konflik untuk menggerakkan perubahan. Akan tetapi, konflik dapat terjadi secara
alami karena adanya kondisi objektif yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Berikut adalah
kondisi objektif yang bisa menimbulkan konflik. 1. Keterbatasan Sumber Manusia selalu mengalami
keterbatasan sumber-sumber yang diperlukannya untuk mendukung kehidupannya. Keterbatasan
itu menimbulkan terjadinya kompetisi di antara manusia untuk mendapatkan sumber yang
diperlukannya dan hal ini sering kali menimbulkan konflik. Dalam suatu organisasi, sumber-sumber
yang dimaksud bisa berupa anggaran, fasilitas kerja, jabatan, kesempatan untuk berkarier, dan
sebagainya. Dalam masyarakat, konflik karena keterbatasan sumber penghidupan sering terjadi.
Sebagai contoh, konflik antara para preman dan pengangguran karena berebutan lahanparkir di
Jakarta sering terjadi. Di beberapa daerah, terjadi konflik antara anggota masyarakat dengan
perusahaan perkebunan mengenai tanah pertanian. Dalam dunia politik, terjadi konflik di antara
partaipartai politik untuk memperebutkan kursi anggota legislatif dan eksekutif yang terbatas
jumlahnya. 2. Tujuan Yang Berbeda Konflik dapat terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik
mempunyai tujuan yang berbeda13. Sebagai contoh, konflik hubungan industrial di perusahaan.
Perusahaan bertujuan memproduksi barang atau memberikan jasa pelayanan dengan biaya
serendah mungkin. Hal ini berarti bahwa perusahaan akan memberikan upah buruh serendah
mungkin. Sebaliknya, para buruh menginginkan bekerja seminimal mungkin dengan upah dan
jaminan sosial sebaik mungkin. Perbedaan tujuan ini sering menimbulkan konflik dalam bentuk
pemogokan buruh. 13 Hocker, J.I dan WW. Wilmot, 1995, Interpersonal conflict, 2nd ed. Dubuque,
IO; Wm.C Browm Publisher 6 Konflik bisa juga terjadi karena tujuan pihak yang terlibat konflik sama,
tetapi cara untuk mencapainya berbeda. Hal seperti ini banyak terjadi dalam dunia politik dan bisnis.
Sebagai contoh, dalam suatu partai politik terjadi konflik antara faksi radikal dan faksi moderat
mengenai cara mencapai tujuan partai. Faksi radikal menginginkan bahwa tujuan dicapai melalui
revolusi, sedangkan faksi moderat menginginkan bahwa tujuan dicapai melalui perubahan gradual
(bertahap) atau evolusi. 3. Saling Tergantung Atau Interdependensi Tugas Konflik terjadi karena
pihak-pihak yang terlibat konflik memiliki tugas yang tergantung satu sama lain. Sebagai contoh,
aktivitas pihak yang satu tergantung pada aktivitas atau keputusan pihak lainnya (lihat figur 1).
Tanpa bekerja sama antara Pekerja A, Pekerja B serta Pekerja C akan terlibat konflik dalam
melaksanakan tugasnya masing-masing. Besar kecilnya saling tergantung tugas Pekerja A, Pekerja B
serta Pekerja C sehingga mereka harus bekerja sama dalam melaksanakan tugasnya. Figure 1. Irisan
menunjukkan ketergantungan Jika saling ketergantungan tinggi, maka biaya resolusi konflik akan
tinggi. Jika saling ketergantungan rendah, maka biaya resolusi akan rendah. Jika tidak ada
ketergantungan, maka konflik tidak akan terjadi. Jadi, konflik terjadi di antara 7 pihak yang saling
membutuhkan saling berhubungan dan tidak bisa meninggalkan satu sama lain tanpa konsekuensi
negatif. 4. Diferensiasi Organisasi Salah satu penyebab terjadinya konflik dalam organisasi adalah
pembagian tugas dalam birokrasi organisasi dan spesialisasi tenaga kerja pelaksananya. Berbagai
unit kerja dalam birokrasi organisasi berbeda formalitas strukturnya (formalitas tinggi versus
formalitas rendah); ada unit kerja yang berorientasi pada tugas dan ada yang berorientasi pada
hubungan; dan orientasi pada waktu penyelasaian tugas (jangka pendek dan jangka panjang).
Sebagai contoh, unit kerja pemasaran lebih beroientasi pada waktu jangka pendek, lebih formal
dalam struktur organisasi, dan lebih fokus pada hubungan interpersonal jika dibandingkan dengan
unit kerja penelitian dan pengembangan. Perbedaan itu dapat menimbulkan konflik karena
perbedaan pola pikir, perbedaan perilaku, dan perbedaan pendapat mengenai sesuatu. 5.
Ambiguitas Yurisdiksi Pembagian tugas yang tidak definitif akan menimbulkan ketidakjelasan
cakupan tugas dan wewenang unit kerja dalam organisasi. Dalam waktu yang bersamaan, ada
kecenderungan pada unit kerja untuk menambah dan memperluas tugas dan wewenangnya.
Keadaan ini sering menimbulkan konflik antar unit kerja atau antar pejabat unit kerja. Konflik jenis
ini banyak terjadi pada organisasi yang baru terbentuk, di mana struktur organisasi dan pembagian
tugas belum jelas. 6. Sistem Imbalan Yang Tidak Layak Di perusahaan, konflik antara karyawan dan
manajemen perusahaan sering terjadi, di mana manajemen perusahaan menggunakan sistem
imbalan yang dianggap tidak adil atau tidak layak oleh karyawan. Hal ini akan memicu konflik dalam
bentuk pemogokan yang merugikan karyawan (tidak mendapat upah), merugikan perusahaan (tidak
melakukan produksi), merugikan konsumen (tidak mendapatkan produk yang diperlukan), dan
merugikan pemerintah (tidak mendapatkan pajak). 8 7. Komunikasi Yang Tidak Baik Komunikasi yang
tidak baik sering kali menimbulkan konflik dalam organisasi. Faktor komunikasi yang menyebabkan
konflik, misalnya distorsi, informasi yang tidak tersedia dengan bebas, dan penggunaan bahasa yang
tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang melakukan komunikasi. Demikian juga, perilaku komunikasi
yang berbeda sering kali menyinggung orang lain, baik disengaja maupun tidak disengaja. Dan bisa
menjadi penyebab timbulnya konflik. Sebagai contoh, gaya bicara atau budaya komunikasi suatu
kelompok masyarakat tertentu sering kali bisa menyinggung perasaan orang yang tidak
memahaminya. 8. Beragam Karakteristik Sistem Sosial Di Indonesia, konflik dalam masyarakat sering
terjadi karena anggotanya mempunyai karakteristik yang beragam: suku, agama, dan ideologi.
Karakteristik ini sering diikuti dengan pola hidup yang ekseklusif satu sama lain yang sering
menimbulkan konflik. Sebagai contoh, konflik yang terjadi antara suku Dayak dan suku Madura di
Kalimantan pada awal tahun 2002 berlatar belakang perbedaan etnis dan pola kehidupan. Konflik ini
juga berlatar belakang kecemburuan ekonomi dan perilaku yang eksklusif. Contoh lainnya adalah
konflik sosial yang terjadi di Maluku dan Sulawesi karena dipicu oleh perbedaan agama, sedangkan
konflik para politisi sebagian besar terjadi karena perbedaan ideologi dan tujuan. 9. Pribadi Orang
Ada orang yang memiliki sifat kepribadian yang mudah menimbulkan konflik, seperti selalu curiga
dan berpikiran negatif kepada orang lain, egois, sombong, merasa selalu paling benar, kurang dapat
mengendalikan emosinya, dan ingin menang sendiri. Sifat-sifat seperti ini mudah untuk menyulut
konflik jika berinteraksi dengan orang lain. Ada orang yang tidak dapat membedakan posisinya
sebagai pejabat dalam organisasi dengan posisinya sebagai individu atau pribadi. Keadaan ini
menimbulkan konflik interes (conflict of interest), 9 10. Jenis Konflik Berdasarkan fungsinya
Robbins14 membagi konflik menjadi dua macam, yaitu Konflik fungsional (Fungtional Conflict) atau
konflik konstruktif (konflik produktif) dani konflik disfungsional (dysfungtional conflict) atau konflik
destruktif (konflik kontraproduktif). 1. Konflik konstruktif Konflik konstruktif adalah konflik yang
prosesnya mengarah kepada mencari solusi mengenai substansi konflik. Konflik jenis ini membangun
sesuatu yang baru atau mempererat hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik; ataupun mereka
memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik secara flexibel
menggunakan voting untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Dalam
konflik konstruktif terjadi siklus konflik konstruktif [figur 10], yaitu siklus di mana pihak-pihak yang
terlibat konflik sadar akan terjadimya konflik dan merespon konflik secara positif untuk
menyelesaikan konflik secara give and take. Kedua belah pihak berupaya berkompromi atau
berkolaborasi sehingga tercipta win dan win solution yang memuaskan kedua belah pihak yang
terlibat konflik. Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik merupakan interaksi membangun dan
makin mendekatkan jarak interaksi sosial di antara mereka dan membantu pihak-pihak yang terlibat
konflik untuk mencapai objektif mereka. Di samping itu, konflik jenis ini memungkinkan interaksi
konflik yang keras kembali normal dan sehat. Akhir dari konflik konstruktif antara lain win dan win
solution, solusi kolaborasi atau kompromi, serta meningkatkan perkembangan dan kesehatan
organisasi. 2. Konflik destruktif Dalam konflik destruktif, pihak-pihak yang terlibat konflik tidak
fleksibel atau kaku karena tujuan konflik didefinisikan secara sempit yaitu untuk mengalahkan 14
Stepen Robbins, Organizational behavior, Conceps, Controversies, and Application (USA;Prentice-
Hall International Editions, 1996, hal 430 10 satu sama lain. Interaksi konflik berlarut-larut, siklus
konflik tidak terkontrol karena menghindari isu konflik yang sesungguhnya. Interaksi pihak-pihak
yang terlibat konflik membentuk spiral yang panjang yang makin lama makin menjauhkan jarak
pihak-pihak yang terlibat konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan teknik manajemen
konflik kompetisi, ancaman, konfrontasi,kekuatan, agresi, dan sedikit sekali menggunakan negoisasi
untuk menciptakan win & win solution.Konflik jenis ini merusak kehidupan dan menurunkan
kesehatan organisasi. Konflik destruktif sulit diselesaikan karena pihak-pihak yang terlibat konflik
berupaya saling menyelamatkan muka mereka. Upaya menyelamatkan muka membuat konflik
berlangsung lama, menghabiskan sumber-sumber pribadi dan organisasi, serta menurunkan
produktivitas pribadi dan organisasi. Tabel 1 mengemukakan perbedaan karakteristik dari kedua
jenis konflik tersebut. Tabel 1. Karakteristik konflik konstruktif dan konflik destruktif Konflik
Konstruktif Konflik destruktif  Berusaha menyelesaikan perbedaan mengenai substansi konflik 
Berhasil mendefinisikan dan mengklarifikasikan permasalahan konflik  Komunikasi dan negoisasi
intensif untuk menjelaskan masing-masing  Berupaya mengendalikan emosi, marah  kekhawatiran
dan stres  Negoisasi give and take  Spiral konflik mengerucut ke arah kompromi atau kolaborasi 
Polarisasi perbedaan  Berkurangnya kerjasama  Konflik tidak berpusat pada substansi konflik 
menjelaskan posisi masing-masing  Terjadi spiral konflik yang makin membesar dan meninggi 
Perilaku merendahkan lawan konflik  Perilaku mengancam  Perilaku konfrontasi dan mengancam 
Ketegangan, kekhawatiran, stres, dan agresi  Negoisasi minimal  Gaya manajemen konflik
kompetensi  Mengalami krisis 11  Berusaha mencari win & win solution yang memuaskan kedua
belah pihak yang terlibat konflik  Menginginkan win & lose solution  Merusak hubungan 
Menyelamatkan muka 11. Mengelola Konflik Dalam Organisasi Konflik merupakan suatu yang tidak
dapat dihindarkan dalam kehidupan organisasi, bahkan konflik selalu hadir dalam setiap hubungan
kerja antar-individu dan kelompok. Konflik dapat berdampak positif ataupun negatif bergantung
pada pendekatan manajemen yang dilakukan. Konflik yang terjadi dalam organisasi harus dikelola
sehingga menjadi potensi bagi kemajuan dan produktivitas organisasi. Terdapat lima metode yang
lazim digunakan dalam rangka mengelola/menyelesaikan konflik. Para ahli berlainan dalam
menggunakan istilah konflik, tetapi pada prinsipnya pengertian sama. Peg Pickering menggunakan
istilah kolaborasi/kerjasama, mengikuti kemauan orang lain, mendominasi (menonjolkan kemauan
sendiri), menghindar, dan kompromi15. Sedangkan, Tampubolon menggunakan istilah membantu,
menghindar, menggabungkan, mendominasi, dan kecurigaan16. Hendricks menggunakan istilah
mempersatukan (integrating), kerelaan untuk membantu, mendominasi (dominating), menghindar
(avoiding), dan kompromis (compromising) 17. Kurniadi menggunakan istilah asserting,
accomodating, compromising, problem solving, dan avoiding18 . Kreitner dan Kinicki menggunakan
istilah integrating, obliging, dominating, avoiding, 15 Peg Pickering, How to Manage Conflict, kiat
Menangani konflik. Marsi Maris (Penerjemah), Jakarta Esensi, 2006, hal 37-43 16 Manahan P,
Tampubolon, Perilaku keargonisasian (Orgazation Behaviour), jakarta Ghalia Indonesia, 2004), hal
62-63 17 William Hendricks, Bagaimana Mengelolah Konflik, Jakarta, Bumi Aksara, 2006, hal 48- 51.
18 Tedi kurniadi dan Ade Melani, “Interpersonal Conflict and its Managementin Information System
Development”, makalah tidak dipublikasikan 12 dan compromising19 . Integrating (Problem solving).
Dalam gaya ini, pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah
yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan, dan memilih solusi alternatif pemecahan
masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham
(misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk pemecahan masalah yang terjadi karena sistem nilai
yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian
masalah. Obliging (smoothing). Sesuai dengan posisinya dalam gambar di atas, seseorang yang
bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain dari pada diri
sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan) karena berupaya mengurangi perbedaan-
perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat.
Kekuatan 19 Robert Kreimer dan Angelo kinicki, Orgazation Behaviou, chicago: Inwin, 1995, Hal 284-
285 13 strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerja sama. Kelemahannya,
penyelesaian bersifat sementara dan tidak Dominating (Forcing). Orientasi pada diri sendiri yang
tinggi dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain mendorong seseorang untuk
menggunakan taktik “saya menang,kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena
menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok di gunakan jika cara-
cara yang tidak populer hendak diterpkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan
tidak terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Akan tetapi, gaya ini
tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat.
Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering
menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang
terlibat. Avoiding. Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang
sepele atau remeh atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar
daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi
situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations). Kelemahannya, penyelesaian
masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah. Compromising. Gaya ini
menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara
kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Gaya ini merupakan pendekatan saling memberi
dan menerima (give-and-take approach) menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang
memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negoisasi kontrak
antara buruh dan majikan. Kekuatan utama kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan
tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Namun, penyelesaian konflik kadang bersifat sementara
dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah. Menurut Veithzal Rivai, terdapat
tiga penyelesaian konflik yang sering 14 digunakan, yaitu dominasi atau penekanan, kompromi, dan
pemecahan masalah integratif20 . 1. Dominasi atau penekanan Dominasi dan penekanan dapat
dilakukan dengan beberapa cara berikut.  Kekerasan [forcing] yang bersifat penekanan otokratik 
Penenangan [smoothing] merupakan cara yang lebih diplomatis  penghindaran [avoidance] :
manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas  Aturan mayoritas [majority fule],
mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara
[voting] melalui prosedur yang adil 2. Kompromi Penyelesaikan konflik melalui jalan tengah yang
dapat diterima pihak yang bertikai. Bentuk-bentuk kompromi adalah sebagai berikut: :  Pemisahan
(separation): pihak-pihak yang sedang bertikai dipisahkan sampai mereka mencapai tujuan 
Perwasitan (arbitrasi): pihak ketiga (biasanya manajer) diminta memberikan pendapat  Kembali
kepada peraturan-peraturan yang berlaku: kemacetan dikembalikan pada ketentuan-ketentuan
tertulis yang berlaku dan menyetujui bahwa peraturan-peraturan yang memutuskan penyelesaian
konflik  penyuapan (bribing): salah satu pihak menerima kompensasi dalam pertukaran untuk
tercapainya penyesaian konflik. 3. Pemecahan masalah integratif (secar menyeluru). Konflik antar
kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah. Disamping penekanan konflik atau pencarian
kompromi, kedua belah pihak secara terbuka mencoba menemukan penyelesaian yang dapat
diterima semua pihak. Dalam hal 20 Vithzal Rifai, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan dari Teori ke Praktik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal515 15 ini, manajer
perlu mendorong bawahannya bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melakukan
pertukaran gagasan secara bebas, dan menekankan usahausaha pencarian penyelesaian optimum
agar tercapai penyelesaian integratif. Ada tiga macam metode penyelesaian integratif, yaitu sebagai
berikut.  Konsesus: kedua belah pihak bertemu bersama untuk mencari penyelesaian terbaik
masalah mereka dan bukan mencari kemenangan satu pihak  Konfrontasi: kedua belah pihak
menyatakan pendapatnya secara langsung satu sama lain, dan dengan kepemimpinan yang terampil
serta kesediaan untuk menerima penyelesaian, suatu penyelesaian konflik yang rasional sering dapat
ditemukan  Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi. Dapat juga menjadi metode penyelesaian
konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama. Bila dengan metode-metode tersebut konflik masih
belum dapat diselesaikan, manajer bisa menggunakan tenaga eksternal sebagai penengah atau
mediator. Hal ini karena manajemen tidak selamanya dapat menggunakan kekuasaan untuk
memaksakan atau mengatasi konflik yang ada. 12. Konflik Dalam Perspektif Islam Allah menciptakan
manusia dengan sifat dan karakter yang berbeda. Karena karakter yang berbeda ini, maka konflik
antar manusia tidak bisa dihindarkan. Oleh karena itu islam tidak menafikan timbulnya konflik dalam
kehidupan berorganisasi. Ini karena perbedaan pendapat dalam cara berfikir, menilai, menafsir dan
menghukum merupakan sifat manusia yang berlaku dalam pelbagai situasi. Manusia juga merupakan
makhluk Allah mempunyai sifat tersendiri dan berlainan diantara satu sama lain. Keadaan ini tentu
sukar sekali untuk mewujudkan satu kehidupan dan hubungan kemanusiaan yang berdasarkan satu
pendapat dan keinginan. Firman Allah S.W.T: “ Dan katakanlah Tuhanmu (wahai Muhammad)
menghendaki tentulah Dia menjadikan umat islam semuanya menurut agama yang satu (tetapi Dia
tidak berbuat 16 demikian) dan karena itulah mereka terus menerus perselisihan” (Surah Hud:118)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaaNya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesunngunya pada yang demikian
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui” (Surat al-Rum:22) Dalam ayat ini
menunjukkan bahwa konflik tidak dapat dielakkan karena Allah menciptakan manusia dengan umat
yang berbeda-beda dan perbedaan ini menjadikan setiap manusia berlainan antara satu sama lain
dari segi kemauan, persepsi, pemikiran, pandangan, pribadi dan pemahaman. 13. Kesimpulan Konflik
adalah proses pertentangan yang diekpresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung
mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan
keluaran konflik. Munculnya konflik didalam pengelolaan sebuah organisasi tidak dapat dihindarkan
atau dihilangkan. Konflik yang timbul didalam sebuah organisasi dapat bersifat fungsional yaitu
konflik yang dapat menimbulkan inspirasi dan inovasi pada kinerja organisasi. Konflik juga dapat
bersifat disfungsional yaitu konflik yang dapat menurunkan kinerja organisasi. Konflik yang dikelola
dengan baik akan menjadikan organisai itu lebih produktif dan efektif serta efisien untuk mencapai
tujuan organisasi. Sumber konflik di dalam pengelolaan organisasi karena aspek physikologis,
karakter manusia, perbedaan persepsi, perlakuan yang tidak manusiawi, ambiguitas yuridisial,
perbedaan kepentingan. Selain itu sumber konflik karena perbedaan tujuan, perlakuan yang tidak
manusiawi. Ada lima cara mengelolah konflik dalam organisasi, antara lain Integrating 17 (Problem
solving). Dalam gaya ini, pihak-pihak yang berkepentingan secara bersamasama mengidentifikasikan
masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan, dan memilih solusi alternatif
pemecahan masalah. Obliging (smoothing). obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk
memuaskan pihak lain dari pada diri sendiri. Avoiding. Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan
untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk
konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Compromising. Gaya ini
menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara
kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. A. Saran Perlunya pertimbangan-pertimbangan
dalam penyelesaian konflik di tengah-tengah masyarakat atau individu diperlukan sebuah
pendekatan hukum yang berdampak terhadap penyelesaian secara professional dan proporsional
sesuai dengna kebutuhan dan harapan secara bersama DAFTAR PUSTAKA Gibson, James L. et al.,
Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa oleh Adriani. Binarupa Aksara: Jakarta, 1977.
Kurniawan, didin & Machali, Imam, 2013, Manajemen Pendidikan Konsep & Prinsip Pengelolaan
Pendidikan, Ar-ruzz Media, Jogjakarta Hocker, J.I dan WW. Wilmot, 1995, Interpersonal conflict, 2nd
ed. Dubuque, IO; Wm.C Browm Publisher Surwandoko, 2013, Manajemen konflik separatisme:
Dinamika Negosiasi dalam Penyelesaian konflik mindanao, jusuf Kalla School of goverment,
Jogjakarta Stepen Robbins, 1996, Organizational behavior, Conceps, Controversi

You might also like