Professional Documents
Culture Documents
Klimatologi Dan Lingkungan Ternak: Peni Patriani Harapin Hafid
Klimatologi Dan Lingkungan Ternak: Peni Patriani Harapin Hafid
net/publication/341078304
CITATIONS READS
4 14,114
4 authors, including:
Edhy Mirwandhono
University of Sumatera Utara
136 PUBLICATIONS 118 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Socialization of the Law Animal Livestock and Health Prevention of Productive Female Cattle Slaughter in Tebo District View project
All content following this page was uploaded by Peni Patriani on 01 May 2020.
Oleh :
PETERNAKAN
2019
2
PRAKATA
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyusun buku ajar ini. Buku ajar Klimatologi dan Lingkungan
Ternak ini disusun sebagai bahan pengajaran untuk mata kuliah Klimatologi dan Lingkungan Ternak
bagi mahasiswa S1 Peternakan. Buku ini didesain untuk membantu mahasiswa dan praktisi di dalam
pengelolaan dan pemeliharaan ternak melalui modifikasi lingkungan ternak dan memahami tentang
produktivitas ternak
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Pertanian
USU, Ketua Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian USU dan Staf Pengajar Fakultas
Peternakan Universitas Halu Oleo atas kerjasama yang baik selama ini, serta kepada semua pihak
yang telah membantu berupaya untuk menyempurnakan buku ajar ini sehingga dapat dimanfaaatkan
Semoga buku ajar ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca lainnya. Saran dan
3
DAFTAR ISI
Halaman
4
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 : Indeks suhu dan kelembaban relatif ternak sapi ..................................... 47
2 : Suhu dan Kelembaban yang nyaman bagi ayam .................................... 47
3 : Pengaruh kelembaban terhadap suhu yang dirasakan oleh ayam ........... 48
4 : Perbandingan suhu kritis pada ternak ..................................................... 53
5 : Respon ternak terhadap suhu tinggi ........................................................ 54
6 : Produksi panas dan temperatur lingkungan nyaman ayam tahun 2004 74
7 : Produksi panas sapi bobot 454.5 Kg ....................................................... 76
8 : Suhu dan kelembaban yang nyaman untuk ayam ................................... 102
5
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 : Variasi tahunan curah hujan di Kota Medan ........................................... 3
2 : Variasi suhu udara di Kota Palangkaraya ................................................ 4
3 : Modifikasi perkandangan kerbau Murrah ............................................... 6
4 : Rantai makanan dalam ekosistem. ........................................................... 15
5 : Jaring-jaring makanan dalam ekosistem .................................................. 16
6 : Aliran materi energi dalam ekosistem ..................................................... 17
7 : Perilaku merumput sapi Bali pada daerah iklim tropis ……………….. 25
6
BAB I. GAMBARAN DAN PERANAN KLIMATOLOGI
LINGKUNGAN TERNAK
A. Pendahuluan
Klimatologi merupakan cabang dari sains atmosfir yang merupakan sub bidang pada ilmu
Geografi fisik. Klimatologi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Klima yang berarti wilayah
atau zona dan Logia yang dapat diartikan sebagai Ilmu. Klimatologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang iklim dalam kaitanya dengan kondisi cuaca di suatu wilayah yang dirata-
ratakan selama periode yang panjang. Iklim sendiri merupakan peristiwa kompleks dan interaksi
antara berbagai komponen seperti air laut, atmosfer, geosfer, kriosfer dan biosfer (Hanum, 2013).
Klimatologi juga dapat diartikan suatu ilmu yang menunjukan gambaran tentang iklim dan cuaca
diberbagai tempat di bumi yang berbeda-beda serta hubunganya dengan manusia, tumbuhan dan
hewan dalam kehidupan sehari-hari. Cuaca sendiri merupakan seluruh kejadiandi atmosfer bumi
dalam jangka waktu yang pendek. Berbagai aspek cuaca biasanya diteliti oleh ahli klimatologi
untuk mengetahui sejauh mana tanda-tanda perubahan iklim.
Klimatologi memiliki manfaat dalam berbagai bidang diantaranya bidang pertanian,
peternakan, kehutanan, perhubungan, perdagangan dan pariwisata, ekonomi dan lain sebagainya.
Manfaat lain mempelajari klimatologi adalah untuk mengetahui penggolongan iklim dan
meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi cuaca atau iklim yang ekstrim. Dengan
mempelajari klimatologi kita dapat menguraikan dan menjabarkan iklim distribusi terhadap
ruang dan variasi terhadap waktu yang berinteraksi terhadap unsur lain dari berbagai lingkungan
alam dan aktivitas manusia.
Manusia sangat tergantung dengan iklim dan cuaca, begitupun ternak dan hijauan oleh
karena itu cuaca dan iklim merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Perbedaan iklim seperti
tropis dan sub tropis sangat berpengaruh terhadap kehidupan ternak maupun tubuhan sebagai
hijauan pakan ternak. Pengaruh iklim pada ternak contohnya pada penampilan produktivitas
ternak. Pengaruh tidak langsung pada ternak seperti ketersediaan hijauan dan berkaitan dengan
tingginya serat kasar. Penerapan klimatologi dalam bidang peternakan berhubungan dengan
adanya perencanaan dalam tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, pakan dan hijauan sehingga
manusia dapat memanipulasi pola pemeliharaan agar sesuai dengan kebutuhan guna
meningkatkan produktivitas dan produksi ternak.
7
B. Gambaran Klimatologi dan Lingkungan Ternak
Klimatologi peternakan merupakan ilmu yang mempelajari sifat iklim di suatu wilayah yang
berbeda-beda kaitanya dengan manusia, hewan/ternak dan tumbuhan sedangkan lingkungan
ternak merupakan semua faktor fisik, kimia, biologi, dan sosial yang ada di sekitar ternak. Faktor-
faktor tersebut di antaranya adalah iklim, tingkah laku ternak, penyebab penyakit, dan
pengelolaan ternak. Iklim sendiri merupakan rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang
cukup lama dan bersifat tetap. pemberian makan dan minum, pemeliharaan). Iklim merupakan
salah satu faktor pembatas dalam bidang peternakan yang penting untuk diperhatikan dalam
proses pertumbuhan dan produksi ternak maupun hijauan pakan ternak.
Unsur-unsur iklim terdiri dari radiasi sinar matahari, temperatur, kelembaban, curah hujan,
dan angin (Gunarsih, 2006). Iklim dibagi menjadi dua yaitu iklim makro dan iklim mikro. Iklim
makro adalah kondisi iklim di suatu tempat yang berpengaruh langsung disuatu bangunan/ruang
sedangkan iklim makro merupakan iklim pada suatu wilayah meliputi daerah yang lebih besar
serta berpengaruh terhadap iklim mikro. Salah satu faktor lingkungan yang cukup dominan dalam
mempengaruhi produktivitas ternak adalah iklim mikro. Iklim mikro yang tidak mendukung bagi
kehidupan ternak membuat potensi genetik seekor ternak tidak dapat ditampilkan secara optimal
(Yani dan Purwanto, 2006). Unsur-unsur iklim di Indonesia dapat kita ketahui melalui informasi
dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Unsur-unsur iklim sebagai berikut
yang terkait dengan bidang peternakan ialah sebagai berikut:
1) Curah Hujan
Tren curah hujan di Indonesia secara umum bernilai positif walaupun beberapa wilayah
bernilai negatif dengan besaran yang bervariasi (BMKG, 2018). Curah hujan memiliki peranan
yang penting bagi peternakan karena berkaitan dengan penyediaan air minum bagi ternak,
pengaturan sistem perkawinan dan pengadaan pakan/ hijauan ternak sepanjang tahun. Oleh
karena itu sebaiknya peternak mengetahui peta curah hujan agar dapat merencanakan
memanajeman peternakan yang dilakukan sebaik mungkin. Jumlah dan pola curah hujan adalah
faktor penting untuk produksi hijauan pakan ternak dan dapat dimanfaatkan untuk suplai
makanan bagin ternak. Kita dapat mengetahui informasi tentang curah hujan dari BMKG.
Sebagai contoh, curah hujan di kota medan :
8
Gambar 1. Variasi tahunan curah hujan di Kota Medan
2) Suhu/Temperatur
Secara umum suhu di Indonesia baik suhu minimum, rata-rata dan maksimum memiliki tren
yang bersifat positif dengan besaran yang bervariasi sekitar 0.03°C setiap tahunnya. Hal tersebut
dapat diartikan bahwa kenaikan suhu setiap tahun sebesar 0.03°C sehingga dalam 30 tahun
wilayah tersebut akan mengalami kenaikan sebesar 0,9°C (BMKG, 2018). Dengan mengetahui
suhu/temperatur disuatu wilayah maka peternak dapat menempatkan dan merencanakan jenis
ternak yang cocok untuk dipilih karena temperature/suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin
sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Sebagai contoh ternak lokal tahan terhadap
suhu yang panas sedangkan ternak yang berasal dari daerah sub tropis yang telah disilangkan
dengan ternak lokal dapat bertahan di wilayah bersuhu sedang. Temperatur dapat diukur dengan
menggunakan alat Termometer.
Kita dapat mengetahui informasi tentang curah hujan dari BMKG. Sebagai comtoh adanya
variasi suhu di Kota Palangkaraya dan sekitarnya: suhu harian tertinggi pada sekitar pukul 14.00
dan minimum pada sekitar pukul 06.00 waktu setempat, banyaknya pengaruh daratan perbedaan
antara suhu maksimum dan minimum memiliki rentang yang cukup besar (Wirjohamidjojo dan
Swarinoto, 2010).
9
Gambar 2. Variasi suhu udara di Kota Palangkaraya
3) Kelembaban Udara
Kelembaban merupakan jumlah uap air yang terkandung di udara. Banyaknya uap air di dalam
udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ketersediaan air dan sumber uap, suhu,
tekanan udara, dan angin (Hanum, 2013). Pada suhu udara yang tinggi kandungan uap air lebih
tinggi disbanding dengan suhu udara yang rendah. Kelembaban udara yang tinggi dapat
mempengaruhi kesehatan ternak yang berkaitan dengan fungsi pernafasan, pertumbuhan parasit
dan penyakit ternak yang dapat merugikan petani/ peternak. Kelembaban udara darat diukur
menggunakan alat Higrometer Digital
4) Kecepatan Angin
Angin merupakan pergerakan udara yang disebabkan oleh perbedaan suhu di suatu wilayah.
Angin dengan kecepatan normal dapat dimanfaatkan untuk membantu kesegaran ternak yaitu
dengan melepaskan panas temperature tubuhnya. Kecepatan angina dinyatakan dalam km/jam,
m/detik atau knot/ 1 knot setara 1.8 km/jam (Hanum, 2013). Angin biasanya diberi nama sesuai
dengan nama di wilayah dan ciri khasnya, misalnya angin Bahorok yang bertiup kecang, bersifat
panas dan kering yang bertiup pada musim kemarau selama berhari-hari di Sumatera Utara.
Kecepatan angina dapat diukur menggunakan alat Anemo Meter Digital.
5) Lama Penyinaran
Lama penyinaran matahari merupakan salah satu unsur dari klimatologi yang perlu dipantau
secara berkelanjutan karena dapat mengindikasikan terjadinya perubahan iklim. Lama
penyinaran matahari berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup, yaitu pada manusia,
10
hewan/.ternak, dan tumbuhan/hijauan (Hamdi, 2014). Penyinaran yang lebih lama akan memberi
kesempatan yang lebih besar pada hijauan pakan ternak untuk memanfaatkannya melalui proses
fotosintesis. Lama penyinaran matahari dapat diukur menggunakan alat campble stoke
11
Kesediaan pakan ternak terkait dengan iklim yaitu suhu, lingkungan, cahaya, curah hujan dan
panjang hari penyinaran mempengaruhi kualitas dan kuantitas hijaun pakan ternak.
Penyakit dan parasit yang menyerang ternak yang disebabkan oleh panas dan kelembaban
yang tinggi
Penanganan dan penyimpanan produk hasil ternak dan olahanya yaitu iklim tropis
memerlukan penanganan lebih intens karena di lingkungan tropis kerusakan bahan hasil
ternak/olahanya lebih cepat sehingga memerlukan biaya lebih tinggi.
Untuk mengatasi berbagai kendala terkait lingkungan, diperlukan suatu manipulasi lingkungan
yang berguna untuk meningkatkan produktivitas ternak itu sendiri. Manipulasi lingkungan dapat
berupa perbaikan dan manipulasi tatalaksana perkandangan, pakan, perkawinan.
Sebagai contoh pemeliharaan kerbau Murrah yang banyak diternakan di Indonesia terutama di
Medan, Sumatera Utara. Perbaikan manajeman pemeliharaan dengan cara perbaikan sistem
perkandangan/ pemilihan bahan serta bentuk kandang yang disesuaikan dengan temperatur,
manipulasi formulasi ransum dalam pakan, dan perkawinan sehinggan dapat meningkatkan
performa dan produksi susu kerbau murrah.
12
RANGKUMAN
Klimatologi merupakan cabang dari sains atmosfir yang merupakan sub bidang pada ilmu
Geografi fisik. Klimatologi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Klima yang berarti wilayah atau
zona dan Logia yang dapat diartikan sebagai Ilmu. Klimatologi merupakan ilmu yang mempelajari
tentang iklim dalam kaitanya dengan kondisi cuaca di suatu wilayah yang dirata-ratakan selama
periode yang panjang.
Klimatologi peternakan merupakan ilmu yang mempelajari sifat iklim di suatu wilayah yang
berbeda-beda kaitanya dengan manusia, hewan/ternak dan tumbuhan sedangkan lingkungan ternak
merupakan semua faktor fisik, kimia, biologi, dan sosial yang ada di sekitar ternak. Faktor-faktor
tersebut di antaranya adalah iklim, tingkah laku ternak, penyebab penyakit, dan pengelolaan ternak.
Iklim sendiri merupakan rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama dan bersifat
tetap. pemberian makan dan minum, pemeliharaan).
Unsur-unsur iklim terdiri dari radiasi sinar matahari, temperatur, kelembaban, curah hujan, dan
angin (Gunarsih, 2006). Iklim dibagi menjadi dua yaitu iklim makro dan iklim mikro. Iklim makro
adalah kondisi iklim di suatu tempat yang berpengaruh langsung disuatu bangunan/ruang sedangkan
iklim makro merupakan iklim pada suatu wilayah meliputi daerah yang lebih besar serta berpengaruh
terhadap iklim mikro. Peranan ilmu klimatologi lingkungan ternak adalah sebagai dasar untuk strategi
perencanaan, kebijakan dan pengambilan keputusan dalam usaha peternakan terkait dengan faktor
fisika lingkungan misalnya iklim, cuaca, kimia, biologi, sosial yang ada di sekitar ternak.
Iklim merupakan salah satu faktor dari lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap ternak.
Dalam perkembangbiakanya, iklim dalam lingkungan ternak ternyata memegang peranan yang sangat
penting yaitu terhadap hasil/produktivitas ternak itu sendiri. Untuk mengatasi berbagai kendala terkait
lingkungan, diperlukan suatu manipulasi lingkungan yang berguna untuk meningkatkan produktivitas
ternak itu sendiri. Manipulasi lingkungan dapat berupa perbaikan dan manipulasi tatalaksana
perkandangan, pakan, perkawinan
13
REVERENSI
[1] A.Yani dan B.P. Purwanto.2006.Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Respons Sapi Peranakan
Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan Untuk Meningkatkan Produktivitasnya
(Ulasan). Media Peternakan. Hal 35-46
[2] C.Hanum. 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press. Medan. Sumatera Utara
[3] Gunarsih, A.K. 2006. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi
Aksara, Jakarta.
4) Berikanlah contoh penangaruh langsung dan tidak langsung iklim terhadap ternak!
14
SESI PERKULIAHAN KE: I & II
Deskripsi Singkat :
Klimatologi merupakan cabang dari sains atmosfir yang merupakan sub bidang pada ilmu
Geografi fisik. Klimatologi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Klima yang berarti wilayah
atau zona dan Logia yang dapat diartikan sebagai Ilmu. Klimatologi peternakan merupakan ilmu
yang mempelajari sifat iklim di suatu wilayah yang berbeda-beda kaitanya dengan manusia,
hewan/ternak dan tumbuhan sedangkan lingkungan ternak merupakan semua faktor fisik, kimia,
biologi, dan sosial yang ada di sekitar ternak. Peranan ilmu klimatologi lingkungan ternak adalah
sebagai dasar untuk strategi perencanaan, kebijakan dan pengambilan keputusan dalam usaha
peternakan terkait dengan faktor fisika lingkungan misalnya iklim, cuaca, kimia, biologi, sosial
yang ada di sekitar ternak.
I. Bahan Bacaan :
A.Yani dan B.P. Purwanto.2006.Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Respons Sapi Peranakan Fries
Holland dan Modifikasi Lingkungan Untuk Meningkatkan Produktivitasnya (Ulasan).
Media Peternakan. Hal 35-46
Gunarsih, A.K. 2006. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara,
Jakarta.
15
BAB II. EKOSISTEM DALAM LINGKUNGAN TERNAK
A. Pendahuluan
Suatu sistem ekologi yang terbentuk dikarenakan hubungan timbal balik antara mahluk hidup
dan lingkunganya dapat diartikan dalam istilah ekosistem. Ekosistem juga dapat dikatakan
sebagai tatanan kesatuan antara berbagai unsur lingkungan hidup yang saling berkaitan,
mempengaruhi yang terbentuk dari komponen hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) sehingga
komponen tersebut memiliki peran masing-masing. Pada suatu ekosistem berbagai macam
mahluk hidup tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan lingkunganya. Di lingkunganya
mahluk hidup dapat beradaptasi dan dapat memberi pengaruh pada lingkunganya. Berdasarkan
UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Ekosistem
adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Karakteristik vegetasi dalam suatu ekosistem secara langsung akan mempengaruhi jumlah dan
keanekaragaman spesies hewan/ternak yang ada di sekitarnya (Sittadewi, 2008). Vegetasi sendiri
merupakan tumbuhan yang hidup dalam suatu ekosistem, contohnya beraneka tipe hutan, padang
rumput, kebun, dan tundra. Penyebaran spesies dalam suatu ekosistem ditentukan oleh tingkat
sumber daya yang ada dalam suatu lingkungan. Berbagai tipe ekosistem yang ada di bumi adalah
ekosistem aquatic/air, ekosistem terestrial/darat dan ekosistem buatan. Ekosistem aquatik terdiri
dari ekosistem air tawar, air laut, pantai, sungai, terumbu karang, dan laut dalam. Ekosistem
terrestrial/ darat terdiri dari hutan hujan tropis, padang rumput, gurun, sabana. hutan gugur, taiga,
tundra sedangkan ekosistem buatan terdiri dari hutan tanaman produksi, agroekosistem/sawah
tadah hujan, sawah irigasi, perkebunan sawit dan pemukiman.
Pengembangan sumber daya ternak harus memperhatikan kesesuaian ekosistem atau
lingkunganya. Peternakan dapat dianggap sebagai suatu usaha untuk membentuk ekosistem
buatan yang bertujuan untuk memproduksi bahan makanan bagi manusia. Produksi ternak yang
optimal salah satunya tergantung pada teknik beternak dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Peternakan merupakan ekosistem buatan yang memiliki hubungan yang saling mempengaruhi
antara mahluk hidup (manusia, ternak, tumbuhan mikroorganisme) dan lingunganya baik yang
menguntungkan maupun merugikan.
16
B. Komponen Ekosistem
Komponen ekosistem merupakan penyusun dalam ekosistem yang terbentuk. Komponen
ekosistem terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik. Kedua komponen tersebut saling
berinteraksi dalam lingkunganya.
1) Komponen Biotik
Komponen biotik merupakan organisme yang merupakan komponen dalam ekosistem baik itu
tumbuhan/hijaun pakan, hewan/ternak maupun pengurai. Komponen ini biasanya membentuk
suatu rantai makanan yang akan menjaga kesetabilan suatu ekosistem. Dilihat dari cara
mendapatkan makananya, komponen biotik dapat dibagi menjadi :
Produsen/Organisme Autrotof: mahluk hidup yang mampu membuat makananya sendiri
karena memiliki klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis contohnya hijauan pakan
ternak seperti rumput, legume, dan ramban.
Konsumen/Organisme Heterotof: mahluk hidup yang tidak dapat membuat makananya
sendiri dan tergantung pada organisme lain. Contohnya seperti herbifora : terak sapi,
kerbau, kelinci, domba, kambing; karnivora seperti harimau, elang, ular dan omnivora;
manusia.
Organisme Dekomposer/ Pengurai
Bertugas untuk menguraikan organisme yang mati yang nantinya menjadi zat unsur hara
tanah. Contohnya: bakteri, jamur, dan cacing tanah.
2) Komponen Abiotik
Komponen abiotik adalah semua faktor fisik dan kimia yang ada di lingkungan. Lingkungan
abiotik terdiri dari lingkungan air, udara dan tanah. Komponen abiotik sangat berpengaruh
dalam ekosistem, cekaman biotik seperti kekeringan, suhu yang terlalu tinggi dan terlalu
rendah, keasaman tahan dapat menurunkan hasil pertanian dunia hingga 50% (Wood 2005).
Hal tersebut berate dapat disimpulkan jika cekaman abiotik juga berpengaruh terhadap
produktivitas hijaun pakan dan ternak. Faktor abiotik yang berpengaruh dalam sebaran
mikroorganisme adalah :
Matahari
Sinar matahari merupakan sumber energi bagi mahluk hidup dan memiliki gelombang
elektromagnetik yang mengandung energi. Sinar matahari memiliki beragai panjang
gelombang yang berkisar 0,000.0001 mikrometer hingga 10.000.000 (1 mikrometer =
17
0,001 milimeter) dan hampir 99 terdapat gelombang ultraviolet (Hanum, 2013). Peranan
matahari dalam suatu ekosistem sendiri adalah sebagai sumber energi terbesar bagi mahluk
hidup, mediakan bahan organik bagi komponen biotik karena perkembangan organisme
membutuhkan energi kimia alam yang tersedia dengan adanya matahari yaitu memecah
senyawa kompleks dengan bantuan matahari, transver energi langsung ke
mikroorganisme, dan sebagai unsur yang vital bagi struktur trofik ekosistem yang
dibutuhkan tumbuhan dan hewan dalam rantai ekosistem. Contohnya rumput hijauan
pakan mampu mengubah zat anorganik menjadi zat organic melalui proses fotosintesis
menggunakan bantuan energi sinar matahari. Energi kimia yang ada dalam senyawa
organic hasil fotosintesis hijauan ternak sangat diperlukan sebagai energi kehidupan bagi
hewan/ternak. Manusia juga dapat memanfaatkan energi sinar matahari sebagai
pembangkit listrik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Air
Setiap sebagai sumber kehidupan mahluk hidup tak terkecuali tumbuhan dan hewan
membutuhkan air karena sebagian besar mahluk hidup terdiri dari 90% air. Air diperlukan
oleh hijauan/rumput sebagai proses fotosintesis, bagi ternak air juga berfungsi sebagai
pelarut zat makanan yang dimakan oleh ternak.
Suhu/temperatur
Fungsi suhu dalam suatu ekosistem salah satunya mempengaruhi kelembaban udara, selain
itu suhu juga dapat mempengaruhi laju fotosintesia oleh hijauan, mempengaruhi jenis-
jenis dan jumlah tanaman/hijauan dan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap cuaca
maupun iklim. Ternak ruminansia maupun non ruminansia membutuhkan energy untuk
regulasi atau pengaturan suhu tubuhnya.
Udara
Manfaat udara bagi ekosistem sangatlah erat kaitanya dengan kehidupan, sebagai contoh
baik ternak maupun tumbuhan memerlukan udara untuk bernafas, tanaman/hijauan juga
membutuhkan komponen udara untuk fotosintesis yaitu nitrogen dan karbondioksida,
menyaring sinar ultraviolet yang terpancar ke bumi, dan melindungi bumi dari kelebihan
panas cahaya matahari. Seluruh gas disekitar kita disebut udara, dan seluruh gas yang
menyelimuti bumi disebut atmosfer bumi (Hanum, 2013). Kandungan gas dalam udara
18
salah satunya adalah Nitrogen 78% dan Oksigen 21% dan sisanya adalah gas lain dalam
jumlah kecil namum tetap memiliki peran yang penting.
Tanah
Fungsi tanah adalah sebagai media untuk penanaman hijauan selain sebagai habitat bagi
ternak itu sendiri, selain hal tersebut tanah juga sebagai media untuk penyerapan air atau
sumber air tanah dan sebagai sumber hara yang sangat diperlukan oleh tanaman/hijauan
ternak. Di dalam tanah terdapat berbagai organisme seperti cacing tanah dan
mikroorganisme yang berperan dalam kesuburan tanah serta mempengaruhi
tumbuhan/hijauan. Aktivitas cacing tanah ini dapat mengubah struktur tanah, aliran air
tanah, pertumbuhan tanaman/hijauan, merupakan bio indikator bagi tanah yang sehat dan
menguntungkan bagi ekositem (Handayanto dan Kohiriyah, 2007).
Salinitas
Salinitas merupakan jumlah total/ gram dari material padat termasuk garam NaCl yang
terkandung dalam satu kilogram air laut (Masrur Islami, 2013). Salinitas juga merupakan
salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi kehidupan organisme lain dan dapat
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan, jumlah konsumsi pakan, nilai konversi pakan dan
daya kelangsungan hidup suatu organisme.
C. Keseimbangan Ekosistem
Keseimbangan ekosistem merupakan interaksi dari berbagai tingkat organisasi kehidupan
dan membentuk kehidupan yang harmonis dan seimbang. Keseimbangan ekosistem disebut
juga kondisi homeostatis. Ekosistem dapat dikatakan seimbang apabila komposisi antara
komponen-komponen yang ada/biotik dan abiotik dalam keadaan seimbang baik jumlahnya
maupun peranannya. Ekosistem seimbang juga dapat bertahan lama dalam waktu tertentu dan
berdampak pada keselaraasan dan kesejahteraan hidup antara manusia, tumbuhan/hijauan, dan
hewan/ternak.
Keseimbangan ekosistem dapat terganggu, terutama karena disebabkan oleh alam dan
perilaku manusia. Faktor pengganggu ekosistem adalah sebagai berikut :
1) Faktor Alam : Disebabkan karena bencana alam seperti gunung meletus, tsunami, gempa,
dan banjir.
19
2) Faktor Perilaku Manusia : perilaku manusia dapat mengganggu keseimbangan ekosistem
jika merusak lingkungan pada ekosistem alami maupun buatan. Contohnya Penebangan
hutan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem hutan dan merusaknya karena dapat
menyebabkan banjir dan erosi tanah. Penggunaan petisida
3) berlebihan dan membunuh organisme yang ada di ekosistem tersebut. Pembuangan sampah
sembarangan dan pencemaran tanah, air, udara juga dapat merusak lingkungan dam
mengganggu keseimbangan ekosistem.
D. Ketergantungan Ekosistem
Hubungan timbal balik dalam suatu ekosistem dan saling ketergantungan antara komposen
penyusunnya dapat terjadi. Ketergantungan tersebut, dapat berupa ketergantungan antar
komponen biotik dan biotik serta ketergantungan antar komponen biotik dan abiotik.
Hubungan antara komponen biotik dan abiotik misalnya hijauan pakan ternak akan tumbuh
dengan baik bila lingkunganya dapat memberikan unsur yang diperlukan hijauan tersebut
untuk tumbuh yaitu air, cahaya, unsur hara tanah, udara dan temperatur lingkungan.
Ketergantungan antar komponen biotik misalnya terbentuknya rantai makanan, jaring-jaring
makanan, piramida makanan yang dapat digambarkan juga dalam arus aliran energi ekosistem.
1) Rantai Makanan
Rantai makanan merupakaan proses makan dan dimakan yang melibatkan perpindahan
materi energi dengan tata urutan tertentu. Tumbuhan hijau sebagai produsen merupakan
trofi ke-I. Tingkat trofi ke-II biasanya diduduki oleh konsumen dari tumbuhan yaitu
konsumen primer misalnya hewan herbifora: kelinci, sapi, kerbau, kambing dan domba.
Tingkat trofi ke-III adalah hewan pemakan konsumen primer yang terdiri dari hewan
karnivora misalnya : harimau dan singa. Organisme yang menduduki tingkat trofi tertinggi
disebut konsumen puncak,setiap pertukaran energi sebagian akan hilang antara I tingkat
trofi ke tingkat lainya. Pada Rantai makanan yang ditunjukan pada Gambar 4 terjadi proses
makan dan dimakan dalam urutan yang kompleks yaitu : Rumput dimakan oleh kelinci,
kelinci dimakan oleh ular, selanjutnya ular dimakan oleh burung elang dan jika burung
elang mati maka akan diuraikan oleh jamur yang berperan sebagai decomposer menjadi
zat hara dan kembali dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh/berkembang. Dapat pula
dijelaskan :
20
Rumput merupakan produsen
Kelinci sebagai konsumen tingkat I (Herbifora)
Ular sebagai konsumen tingkat II (Karnivora)
Elang sebagai konsumen puncak
Jamur sebagai decomposer.
2) Jaring-jaring Makanan
Rantai makanan merupakan jarring-jaring makanan yang saling berhubungan dan lebih
komplesk dari rantai makanan sehingga membentuk seperti jarring-jaring. Hal tersebut
dapat terjadi karena mahluk hidup tidak hanya memakan satu jenis saja dari produsen.
Dalam suatu ekosistem terdapat beberapa rantai makanan yang saling berhubungan
membentuk jaring-jaring makanan seperti yang ditunjukan pada gambar 5. Jaring-jaring
makanan antara berbagai produsen (rumput dan pohon), konsumen tingkat I (kelinci, ulat,
kambing, belalang), konsumen tingkat II (burung, burung elang, buaya dan harimau) dan
pengurai oleh jamur/fungi sebagai dekomposer.
21
Gambar 5. Jaring-jaring makanan dalam ekosistem
3) Piramida makanan
Ekosistem dikatakan seimbang apabila jumlah produsen/hijauan/tumbuhan lebih banyak
dari konsumen tingkat I, jumlah konsument tingkat II lebih banyak dari jumlah konsumen
tingkat III dan seterusnya. Hal tersebut dikarenakan adanya energi yang hilang pada setiap
tingkatnya, jika digambarkan terbentuklah suatu piramida makanan.
4) Arus Energi/Aliran Energi Dalam Ekosistem
Aliran energi dapat diartikan sebagai energi bersumber dari matahari yang mengalir ke
komponen biotik dan tidak kembali lagi ke sumbernya/matahari. Energi/ matahari
dimanfaatkan oleh tumbuhan menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis kemudian
didistribusikan ke konsumen tingkat I (herbifora) melalui suatu siklus rantai makanan.
Konsumen tingkat II mendapatkan energi dari konsumen tingkat I dengan peristiwa makan
dan dimakan yang dilanjutkan dengan pengurai mendapatkan energi dari proses
22
penguraian jasad mati bersumber dari mahluk hidup. Aliran energi dapat dilihat pada
Gambar 6 sebagai berikut :
23
memanfaatan limbah pertanian berupa jerami padi dengan bantuan teknologi amoniasi, kerbau
juga menghasilkan feses sebagai limbah/kotoran dengan teknologi dapat dimanfaatkan
menjadi biogas sebagai sumber energi untuk kebutuhan memasak missal untuk keluarga petani
tersebut. Feses dari ternak kerbau juga dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi pupuk organik
untuk tanaman padi disawah atau tanaman pertanian lain yang akan menyuburkan tanaman
pangan yaitu beras. Jerami padi sebagai limbah dan limbah pertanian lain juga dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak kerbau dengan bantuan teknologi amoniasi maka jerami
yang memiliki kualitas rendah dan sulit dicerna oleh ternak dapat dimanfaatkan secara optimal
dan sebagai input produksi dari pemeliharaan kerbau.
Pengembangan peternakan dengan pendekatan agroekosistem sebagai solusi dalam
permasalahan yang ada di tingkat petani. Berbagai keterbatasan sumberdaya sebagai contoh
kelangkaan pupuk, kekurngan minyak, dan tingginya harga pakan dapat diatasi dengan
pemanfaatan sumberdaya yang ada secara optimal.
24
RANGKUMAN
Suatu sistem ekologi yang terbentuk dikarenakan hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan
lingkunganya dapat diartikan dalam istilah ekosistem. Ekosistem juga dapat dikatakan sebagai tatanan
kesatuan antara berbagai unsur lingkungan hidup yang saling berkaitan, mempengaruhi yang
terbentuk dari komponen hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) sehingga komponen tersebut memiliki
peran masing-masing. Komponen ekosistem merupakan penyusun dalam ekosistem yang terbentuk.
Komponen ekosistem terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik. Kedua komponen tersebut
saling berinteraksi dalam lingkunganya.
Keseimbangan ekosistem merupakan interaksi dari berbagai tingkat organisasi kehidupan dan
membentuk kehidupan yang harmonis dan seimbang. Keseimbangan ekosistem disebut juga kondisi
homeostatis. Ekosistem dapat dikatakan seimbang apabila komposisi antara komponen-komponen
yang ada/biotik dan abiotik dalam keadaan seimbang baik jumlahnya maupun peranannya.
Hubungan timbal balik dalam suatu ekosistem dan saling ketergantungan antara komposen
penyusunnya dapat terjadi. Ketergantungan tersebut, dapat berupa ketergantungan antar komponen
biotik dan biotik serta ketergantungan antar komponen biotik dan abiotik. Hubungan antara komponen
biotik dan abiotik misalnya hijauan pakan ternak akan tumbuh dengan baik bila lingkunganya dapat
memberikan unsur yang diperlukan hijauan tersebut untuk tumbuh yaitu air, cahaya, unsur hara tanah,
udara dan temperatur lingkungan. Ketergantungan atar komponen biotik misalnya terbentuknya rantai
makanan, jarring-jaring makanan, piramida makanan yang dapat digambarkan juga dalam arus aliran
energi ekosistem
Pengembangan peternakan dan hijauan pakan ternak didak dapat dipisahkan dengan campur
tangan manusia. Pendekatan untuk pengelolaan ternak terkait dengan pemanfaatan lahan dan hijauan
limbah pertanian sebagai pakan dapat dipadukan melalui agroekosistem. Agroekosistem sendiri
merupakan sistem pertanian dimana sub sisten dan bagian dari subsistem saling terkait di dalamnya.
Pertanian sendiri terdiri dari perkebunan, pertanian pangan, perikanan dan peternakan. Peternakan
merupakan bagian dari agroekosistem yang terpadu dengan bagian agroekosistem lainnya dan dapat
mendukung pemanfaatanya seperti limbah pertanian, kehutanan, perkebunan dan lahan yang digukan
secara optimal.
25
REVERENSI
[3] C.Hanum. 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press. Medan. Sumatera Utara
[5] Prasetyo dan Muryanto.2007.Sistem Usaha Tani Integrasi Tanaman Pangan Dengan
Kerbau Lumpur (Bubalus bubalus) di Kabupaten Brebes. J. sains Peternakan Vol.5 (2)
[6] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009. Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
26
SESI PERKULIAHAN KE: III
Deskripsi Singkat :
Suatu sistem ekologi yang terbentuk dikarenakan hubungan timbal balik antara mahluk hidup
dan lingkunganya dapat diartikan dalam istilah ekosistem. Komponen ekosistem terdiri dari
komponen biotik dan komponen abiotik. Kedua komponen tersebut saling berinteraksi dalam
lingkunganya. Hubungan timbal balik dalam suatu ekosistem dan saling ketergantungan antara
komposen penyusunnya dapat terjadi. Ketergantungan tersebut, dapat berupa ketergantungan
antar komponen biotik dan biotik serta ketergantungan antar komponen biotik dan abiotik.
Peternakan merupakan bagian dari agroekosistem yang terpadu dengan bagian agroekosistem
lainnya dan dapat mendukung pemanfaatanya seperti limbah pertanian, kehutanan, perkebunan
dan lahan yang digukan secara optimal
27
BAB III. KETERKAITAN IKLIM DAN LINGKUNGAN TERNAK
A. Pendahuluan
Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi kehidupan ternak hal tersebut dapat
ditunjukan dengan penampilan produktivitas ternak. Iklim makro merupakan rataan cuaca yang
menggambarkan suatu iklim di suatu wilayah dalam cakupan yang luas. Sedangkan iklim mikro
adalah situasi iklim di suatu wilayah dengan batasan ruang lingkup disekitar organisme. Pada
dasarnya faktor yang mempengaruhi performance pada ternak adalah genetik dan lingkungan.
Lingkungan yang dapat mempengaruhi performance merupakan salah satu faktor dalam
karakteristik dan sifat ternak. Faktor lain yang penting adalah lingkungan dalam usaha peternakan
dan lingkungan sosial yang banyak berorientasi pada alam, budaya dan adat istiadat setempat.
Manfaat mengetahui keterkaitan iklim terhadap lingkungan ternak sangatlah penting, dengan
mengetahuinya peternak dapat menentukan dan merancang struktur bangunan kandang yang
sesuai, jadwal pemupukan, jadwal penanaman hijauan ternak dan mengatur naungan/ pohon
sebagai perlindungan ternak terhadap panas matahari. Kondisi iklim mikro sangat berpengaruh
terhadap proses fisiologis ternak karena terkait langsung dengan atmosfir di lingkungan
peternakan. Unsur-unsur yang sangat berpengaruh meliputi sinar matahari, suhu udara, tanah,
kelembaban, kecepatan angin, dan curah hujan.
Iklim merupakan penentu ciri khas, karakteristik dan pola kehidupan pada ternak. Contohnya
pola kehidupan ternak pada iklim tropis berbeda dengan ternak yang hidup di daerah sub tropis.
Dengan mengetahui iklim di suatu wilayah dan pendekatan yang tepat tentang cara mengatasi
penyesuaian suhu tubuh ternak, penyesuaian pemberian pakan, perkandangan, pengaturan
perkawinan dan pemeliharaan diharapkan dapat menunjang performance ternak yang lebih
optimal. Iklim merupakan salah satu faktor dari lingkungan. Seperti yang telah diketahui bahwa
ternak dengan genetik yang baik tidak akan mengekspresikan potensi genetiknya tanpa didukung
oleh lingkungan yang menunjang kehidupanya. Lingkungan memiliki pengaruh lebih besar
daripada faktor genetik yang ada pada ternak itu sendiri sehingga kita perlu mempelajari kaitan
iklim dan lingkungan ternak terhadap produktivitas ternak.
28
Sistem penggolongan iklim matahari berdasarkan gerakan semu tahunan matahari antara
lintang 23½º LU-23 ½º LS (Hanum, 2013). Daerah yang terletak pada garis lintang tersebut
menerima intensitas penyinaran matahari yang maksimal. Pembagian iklim matahari adalah
sebagai berikut :
1) Iklim Daerah Tropis
Daerah tropis merupakan tempat yang hangat dan lembab dengan intensitas penyinaran yang
maksimal sepanjang tahun. Indonesia termasuk dalam tropis basah atau daerah hangat yang
lembab, karena memiliki curah hujan relatif tinggi, kelembaban tinggi, tempeatur diatas 18ºC-
38ºC. Jenis hutan yang ada di wilayah ilkim tropis adalah hutan hujan tropis, salah satu ciri
khas tumbuhan di daerah iklim tropis biasanya bersifat homogen, pohon-pohon berdaun lebat.
Fauna di daerah tropis cukup bervariasi seperti gajah, badak, harimau, orang utan, rusa,
reptile dan bermacam-macam ikan.
2) Daerah Iklim Sub Tropis
Daerah iklim subtropics biasanya ditandai dengan 4 musim yaitu musim semi, musim panas,
musim dingin dan musim gugur. Keempat musim tersebut memiliki karakteristik tesendiri
dengan suhu, kelembaban, dan kondisi mahluk hidup yang berbeda/heterogen (Hanum,
2013).
3) Daerah iklim sedang
Salah satu ciri-ciri daerah iklim sedang adalah adanya perubahan yang sering terjadi pada
arah angin, tekanan udara bahkan sering terjadi badai. Flora yang hidup di daerah iklim
sedang contohnya pohon oak, maple dan pinus sedangkan fauna nya tupai, burung, serangga
dan ular.
4) Daerah iklim dingin
Daerah beriklim dingin meliputi daerah kutub yang ditandai dengan lamanya musim dingin
dan musim panas berlangsung sangat singkat dan seluruh dataran dilapisi dengan es. Jenis
flora di daerah iklim dingin biasanya semak dan lumut. Daerah ini disebut juga daerah tundra.
Fauna yang tersebar di daerah ini seperti kelinci kutub, beruang kutub dan penguin. Jadi iklim
yang berbeda dapat mempengaruhi jenis dan karakterisik flora dan faunanya.
Cuaca dan iklim memiliki peranan yang besar bagi kehidupan seperti dalam bidang
pertanian, perhubungan, telekomunikasi, pariwisata dan industri. Dalam bidang pertanian
khususnya bidang peternakan iklim berguna untuk penentuan waktu tanam, jenis hijauan dan
29
jenis ternak yang akan dipelihara. Hewan dan manusia dapat memberi pengaruh
lingkungannya. Misalnya kerbau dan sapi yang merumput dan memiliki populasi berlebih
dapat merusak padang rumput sehingga padang rumput menjadi gundul seperti di daerah
sumba. Keterlibatan hewan dan manusia sangat berpengaruh terhadap lingkungan hidupnya,
sebagai contoh penebangan pohon yang tak terkendali dapat mempengaruhi keseimbangan
alam, manusia dapat mengusahakan penyebaran tumbuhan dan hewan ternak yang
dibudidaya dan manusia juga dapat melesarikan hewan dan memelihara ternak untuk tujuan
komersil.
30
Gambar 7. Perilaku merumput sapi Bali pada daerah iklim tropis
31
sifat tingkah laku yang ditujukan untuk mempertahankan hidupnya (Saiya, 2014). Iklim
dapat menyebabkan kondisi ternak stres dan kondisi tersebut dapat dilihat dari tingkah
lakunya. Faktor yang menyebabkan ternak mengalami stres contohnya cuaca, lingkungan,
pakan, bibit penyakit dan lain sebagainya.
Pengaruh iklim terhadap produksi ternak
Produksi ternak dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, pengelolaan, perkandangan,
pencegahan penyakit dan faktor lingkungan (Yani dan Purwanto, 2005). Sebagai contoh
sapi FH (berasal dari daerah beriklim sedang) jika akan dipelihara di daerah tropis maka
diperlukan modifikasi lingkungan mikro yang baik agar dapat mengurangi cekaman panas
sehingga produksi susu nya tetap tinggi. Pada ternak unggas pengaruh iklim secara
signifikan dapat berpengaruh terhadap laju metabolisme. Suhu yang tinggi juga
berpengaruh terhadap pola pakan dan aktivitas ternak ungags yaitu penurunan nafsu
makan dan terjadinya cekaman panas sedangkan suhu yang terlalu rendah ransum yang
dikonsumsi tidak digunakan untuk pertumbuhan dan produksi daging melainkan untuk
meningkatkan suhu tubuhnya. ketidaksesuaian antara iklim mikro terhadap broiler dapat
menyebabkan rendahnya pertambahan bobot badan pada ayam broiler (Rasyaf, 2004).
Modifikasi lingkungan mikro diperlukan agar produksi ternak tetap optimal.
2) Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh iklim tidak langsung terhadap ternak meliputi :
1) Ketersediaan pakan
Kualitas hijauan ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis hijauan, iklim,
jenis tanah dan pengolahanya. Hijauan pakan ternak yang ada di wilayah sub tropis belum
tentu dapat tumbuh den berproduksi baik di wilayah tropis dan sebaliknya. Pengaruh iklim
yang paling menentukan terjadap kualitas hijauan pakan ternak adalah curah hujan dan
temperatur udara. Kandungan nutrien dan produksi hijauan di wilayah tropis lebih rendah
dari hijauan yang tumbuh di daerah sub tropis.
32
sanitasi yang maksimal. Perubahan cuaca dapat mempengaruhi penyakit yang ditularkan
oleh vector melalui temperatur, curah hujan, kemarau dan banjir karena perkembangan
bibit penyakit dan parasite yang lebih cepat.
3) Penanganan hasil ternak
Hasil ternak di daerah tropis memerlukan penanganan, prosesing lebih yang lebih
komples karena kelembaban dan dan temperature yang cukup tinggi akan mempercepat
kerusakan hasil ternak seperti daging, susu dan telur.
2) Lingkungan Abiotik
Lingkungan abiotik merupakan klasifikasi unsur lingkungan yang tidak bernyawa dan dapat
bersifat fisik, kimia dan sosial di sekitar ternak melakukan aktivitas kehidupanya. Berbagai
macam lingkungan abiotik adalah tanah, air, suhu udara, temperature, kandang, nilai sosial
budaya dan agama. Unsur abiotik disekitar tenak dapat berpengaruh langsung maupun tidak
langsung, dan saling ketergantungan satu dan lainya.
4) Tanah
33
Ternak secara langsung dan tidak langsung sangat tergantung pada tanah yang
ditempatinya. Jenis lahan yang cocok untuk peternakan adalah lahan terbuka yang luas
dengan padang rumput yang subur.
5) Air
Kehidupan ternak sangat tergantung pada kualitas air yang digunakan. Penggunaan air
yang cukup dapat menunjang kualitas hidup ternak baik produksi maupun kesehatnya.
Air dalam tubuh ternak berfungsi untuk proses metabolisme sehingga dapat menunjang
kehidupan ternak.
6) Sinar matahari
Sinar matahar sebagai sumber kehidupan utama di bumi memiliki peranan yang sangat
penting bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Ternak memanfaatkan sinar matahari untuk
menghangatkan tubuh selain untuk menguatkan tulangnya. Hijauan memerlukan sinar
matahari untuk fotosintesis dan menghasilkan oksigen yang dibuat pada saat cahaya
matahari memisahkan air dari gas di dalam daun.
7) Musim
Musim sangat mempengaruhi kehidupan ternak dan hijauan. Pada musim penghujan
hijaun pakan ternak melimpah, sedangkan pada musim kemarau hijauan semakinsedikit
karena kekeringan. Beberapa peternak biasanya membuat silase pada musim penghujan
yang akan digunakan untuk musim kemarau. Musim hujan juga berpengaruh terhadap
kesehatan ternak, penyebaran penyakit dan parasite dapat terjadi dimusim hujan.
8) Sosial budaya
Pemeliharaan ternak perlu memperhatikan lingkungan sosial budaya karena dapat
menimbulkan konflik dengan masyarakat di sekitar kandang. Sebagai contoh suatu
daerah cocok untuk digunakan untuk pemelihaaan ternak babi, tetapi jika tidak sesuai
nilai sosial, budaya dan agama lingkungan sekitar kandang harus dipertimbangkan lagi
karena dapat menimbulkan konflik tertentu.
34
1) Adanya keanekaragaman hayati dan agroekosistem
Indonesia ternasuk wilayah tropika dengan potensi sumber daya alam dan plasma nutfah yang
melimpah. Berbagai macam komoditas pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan yang
diusahakan sebagai sumber pangan telah lama dilakukan oleh masyarakat. Keanekaragaman
hayati dengan kondisi geografi yang berbeda-beda sangat memungkinkan dibudidayakanya
aneka jenis tanaman, hijauan dan aneka ternak serta komoditas introduksi dari wilayah sub
tropis. Agroekosistem juga telah dikembangkan di Indonesia, berbagai komponen
agroekosistem seperti petani, lahan tanaman/hijauan, ternak, manajeman dan teknologi yang
digunakan terus dikembangkan.
2) Lahan pertanian-peternakan
Indonesia memiliki luas lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara
maksimal. Sebaran hutan, lahan pertanian, perkebunan dan peternakan tercukupi dengan
adanya sebaran sungai, rawa, danau, bendungan, dan curah hujan yang cukup tinggi
sepanjang tahun. Berbagai hal tersebut merupakan pendukung pengembangan kegiatan
pertanian dan peternakan.
35
Gambar 9. Pengembangan sapi potong di pedesaan
36
RANGKUMAN
Iklim merupakan penentu ciri khas, karakteristik dan pola kehidupan pada ternak. Contohnya
pola kehidupan ternak pada iklim tropis berbeda dengan ternak yang hidup di daerah sub tropis.
Dengan mengetahui iklim di suatu wilayah dan pendekatan yang tepat tentang cara mengatasi
penyesuaian suhu tubuh ternak, penyesuaian pemberian pakan, perkandangan, pengaturan
perkawinan dan pemeliharaan diharapkan dapat menunjang performance ternak yang lebih
optimal. Iklim merupakan salah satu faktor dari lingkungan. Seperti yang telah diketahui bahwa
ternak dengan genetik yang baik tidak akan mengekspresikan potensi genetiknya tanpa didukung
oleh lingkungan yang menunjang kehidupanya. Lingkungan memiliki pengaruh lebih besar
daripada faktor genetik yang ada pada ternak itu sendiri sehingga kita perlu mempelajari kaitan
iklim dan lingkungan ternak terhadap produktivitas ternak.
Cuaca dan iklim memiliki peranan yang besar bagi kehidupan seperti dalam bidang
pertanian, perhubungan, telekomunikasi, pariwisata dan industri. Dalam bidang pertanian
khususnya bidang peternakan iklim berguna untuk penentuan waktu tanam, jenis hijauan dan
jenis ternak yang akan dipelihara. Hewan dan manusia dapat memberi pengaruh lingkungannya.
Misalnya kerbau dan sapi yang merumput dan memiliki populasi berlebih dapat merusak padang
rumput sehingga padang rumput menjadi gundul seperti di daerah sumba. Keterlibatan hewan
dan manusia sangat berpengaruh terhadap lingkungan hidupnya, sebagai contoh penebangan
pohon yang tak terkendali dapat mempengaruhi keseimbangan alam, manusia dapat
mengusahakan penyebaran tumbuhan dan hewan ternak yang dibudidaya dan manusia juga dapat
melesarikan hewan dan memelihara ternak untuk tujuan komersil.
Iklim memberi pengaruh terhadap ternak misalnya dalam iklim yang berbeda hewan ternak
juga memiliki bentuk tubuh yang berbeda, warna dan jumlah bulu, kesehatan, dan reproduksi
juga berbeda. Suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap ternak terutama pada penggunaan
energi pakan, produksi panas tubuh dan pelepasan panas ke lingkunganya. Sinar matahari dan
pancaranya juga berpengaruh pada ternak, misalnya ternak dapat mengalami mutasi gen karena
radiasi kosmik dan juga kerusakan/pigmentasi sel kulit karena terkena radiasi panas matahari
yang disebabkan sinar ultraviolet
REVERENSI
37
[1] A.Yani dan B.P. Purwanto.2006.Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Respons Sapi Peranakan Fries
Holland dan Modifikasi Lingkungan Untuk Meningkatkan Produktivitasnya (Ulasan). Media
Peternakan. Hal 35-46
[2] C.Hanum. 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press. Medan. Sumatera Utara
[3] H.V. Saiya.2014.Respons Fisiologis Sapi Bali Terhadap Perubahan Cuaca di Kabupaten
Merauke Papua.J.Agricola. Vol.4(1)22-23
[4] M.Widyarti dan Y.Oktavia.2011.Analisis Iklim Mikro Kandang Domba Garut Sistem
Tertutup Milik Fakultas Peternakan IPB.J Keteknikan Pertanian. Bogor
[5[ Rasyaf. M, 2004.Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.Indonesia
[6] R. Setianah, S. Jayadi dan R.Herman.2004.Tingkah Laku Makan kambing Lokal Persilangan
yang Digembalakan di Lahan Gambut :Studi Kasus di Kalampangan Palangkaraya Kalimanta
Tengah. Media Peternakan. Vol 27. No.3. Hal :111-122
38
SESI PERKULIAHAN KE: IV
Deskripsi Singkat :
Iklim merupakan penentu ciri khas, karakteristik dan pola kehidupan pada ternak. Contohnya
pola kehidupan ternak pada iklim tropis berbeda dengan ternak yang hidup di daerah sub tropis.
Dengan mengetahui iklim di suatu wilayah dan pendekatan yang tepat tentang cara mengatasi
penyesuaian suhu tubuh ternak, penyesuaian pemberian pakan, perkandangan, pengaturan
perkawinan dan pemeliharaan diharapkan dapat menunjang performance ternak yang lebih
optimal. Iklim merupakan salah satu faktor dari lingkungan. Seperti yang telah diketahui bahwa
ternak dengan genetik yang baik tidak akan mengekspresikan potensi genetiknya tanpa didukung
oleh lingkungan yang menunjang kehidupanya. Lingkungan memiliki pengaruh lebih besar
daripada faktor genetik yang ada pada ternak itu sendiri sehingga kita perlu mempelajari kaitan
iklim dan lingkungan ternak terhadap produktivitas ternak.
39
BAB IV. LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL PADA TERNAK
A. Pendahuluan
Peranan lingkungan eksternal dan internal pada ternak sangatlah penting karena performan
ternak terbentuk dengan adanya faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya/ fenotipe.
Dimana faktor yang paling dominan adalah lingkungan di sekitar ternak dibanding dengan genetik.
Ternak dengan mutu genetik yang unggul, jika lingkungan kurang optimal maka efek genetik tidak
akan muncul. Lingkungan ternak terbagi atas lingkungan internal/ internal environtment dan
lingkungan eksternal/ eksternal environtment.
Lingkungan merupakan kesempatan yang dimiliki suatu individu yang meliputi faktor
nongenetik antara lain pakan, suhu, penyakit dan tatalaksana. Interaksi antara faktor genetic dan
lingkungan dapat diartikan ternak dengan genotype tertentu lebih adaptif pada suatu lingkungan
dibanding dengan lingkungan yang lain (Moor et.all, 2006). Selain iklim, faktor lingkungan lainya
dapat dikendalikan oleh petani/peternak agar potensi genetik yang optimal dapat dicapai oleh
ternak. Modifikasi lingkungan yang tepat dapat memunculkan potensi genetik suatu ternak
sehingga produktivitas yang optimal dapat tercapai.
Lingkungan eksternal dibagi menjadi lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan
makro meliputi jagat raya, galaxy, stratosfer, ionosfer dan atmosfer sedangkana lingkungan mikro
meliputi lingkungan yang ada disekitar ternak yang berpengaruh baik langsung maupun tidak
langsung bagi kehidupan ternak. Lingkungan eksternal mikro juga terdiri dari komponen-
kompenen seperti : lingkungn fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan hayati, serta lingkungan
sosial. Komponen lingkungan tersebut memegang peranan yang penting bagi kehidupan ternak.
Lingkungan internal bagi ternak berhubungan dengan proses produksi dan fisiologis yang
melibatkan lingkungan eksternalnya. Ternak dapat berproduksi dengan baik jika lingkungan
eksternal dan internalnya optimal. Disinilah tugas petani/peternak membuat lingkungan eksternal
dan internal ternak sesuai untuk kehidupan ternak. Produktivitas ternak tampak pada penampilan
dan performance nya, sedangkan penampilan ternak berhubungan langsung pengaruh genetic dan
lingkungan secara bersama-sama. Mason dan Buvanendran (1982) dalam Anggraeni (2000) secara
garis besar membagi lingkungan menjadi dua yaitu lingkungan internal (fisiologis), yang
memberikan pengaruh pada setiap individu ternak dan lingkungan eksternal,
yang memberikan pengaruh pada keseluruhan ternak dalam suatu populasi ternak.
40
B. Lingkungan Eksternal Pada Ternak (makro dan mikro)
Lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan eksternal mikro dan eksternal makro. Lingkungan
eskternal makro ternak meliputi :
1) Jagat Raya
Jagad raya merupaka alam yang luas tanpa batas, dengan ukuran yang luas yang tidak seorangpun
tahu. Materi dalam jagad raya seperti galaksi, bintang, matahari, planet, satelit/bulan, nebula, meteor,
komet dan asteroid. Sebagai contoh : dalam sebuah galaksi Bimasakti terdapat bermilyar bintang salah
satunya adalah matahari. Matahari sangat berpengaruh dalam kehidupan di bumi, hamper seluruh
energi yang dibutuhkan oleh manusia, hewan/ternak, tumbuhan/hijauan berasal dari matahari.
2) Atmosfer
Lapisan satmosfer yang menyelimuti bumi memiliki peran yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup organisme baik hewan, tumbuhan manupun manusia (Hanum, 2013). Fungsi atmosfer
diantaranya adalah :
Melindungi mahluk hidup termasuk didalamnya manusia, ternak, tumbuhan dan hijauan dan
membantu suhu bumi tetap stabil dan melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet
Mengandung berbagai macam gas yang diperlukan oleh manusia, hewan/ternak,
tumbuhan/hijauan dan mahluk hidup lain misalnya oksigen, nitrogen dan karbondioksida
Dapat mempengaruhi unsur-unsur cuaca seperti angin, temperature, curah hujan, cahaya yang
secara langsung berpengaruh terhadap manusia, hewan/ternak dan tumbuhan/hijauan
Melindungi bumi dari bahaya benda angkasa yang jatuh
Lingkungan eksternal mikro merupakan merupakan Lingkungan disekitar ternak yang mengarah pada
kondisi ternak, Lingkungan mikro terdiri dari :
a) Lingkungan fisik
Lingkungan fisik terdiri dari suhu, curah hujan, kelembaban, angin, radiasi, dan sinar matahari.
Pengaruh lingkungan fisik sangatlah besar terhadap kondisi ternak karena proses fisiologis melibatkan
unsur-unsur fisik lingkungan tersebut. Unsur lingkungan fisik dapat saling berinteraksi, apabila salah
satu unsur tidak sesuai menyebabkan terganggunya produktivitas ternak dan hiijauan. Pengaruh
terhadap produktivitas ternak misalnya:
Temperatur :
Ternak yang hidup di daerah tropis kadang kepanasan, karena sumber panas yang didapat selain
dari sinar matahari juga dari pancaran panas tanah namun pantulan panas dari tanah
cepat menurun, karena matahari juga cepat tenggelam. Hal ini memberikan keuntungan
41
pada ternak untuk melepas panas tubuhnya dengan cara konduksi ke tanah yang sudah
dingin. Sebagai contoh : pada malam hari temperatur lingkungan lebih rendah dari
temperatur ideal sehingga ternak mengeluarkan energi untuk mempertahankan
termperatur tubuhnya. (Panjono et.all, 2009)
Curah Hujan
Curah hujan dapat berpengaruh pada kandang ternak, apabila curah hujan tinggi maka
kelembaban kandang meningkat dan menyebabkan berkembangnya bibit penyakit. Curah hujan
juga dibutuhkan bagi hijauan pakan ternak terutama meningkatkan produksi. Pada ternak, curah
hujan sangat berpengaruh, misalnya pada sapi musim hujan sangat berpengaruh pada kualitas
semen yang dihasilkan. Curah hujan yang tinggi berpengaruh terhadap tingginya motilitas dan
konsentrasi spermatozoa (Rezekitiani, 2018).
Kelembaban
Fisiologi ternak dapat dipengaruhi oleh kelembaban dan temperatur udara. Kelembaban
udara dapat mempengaruhi kecepatan kehilangan panas ternak. Suhu dan kelembaban
udara tinggi menyebabkan stress pada ternak sehingga suhu tubuh, pernafasan dan
denyut jantung meningkat, serta konsumsi pakan menurun, akhirnya menyebabkan
produktivitas ternak rendah. Temperatur di Indonesia berkisar 21.11°C-37.77°C dengan
kelembaban relatif 55-100 %
Angin
Angin dapat mempengaruhi unsur cuaca lain seperti suhu, kelembaban dan pergerakan awan
(Hanum, 2013) Arah datangnya angina berpengaruh terhadap uap air yang dibawa yang nantinya
terbentuklah awan dan dapat menyebabkan hujan. Angin juga meningkatkan meningkatkan
kelembaban udara dan menurunkan suhu udara. Angin melalui pergerakanya akan membawa
panas tubuh pada ternak, laju pergerakan angin berada di atas permukaan kulit sehingga terjadilah
pelepasan panas. Pelepasan panas pada tubuh ternak akan lebih cepat jika suhu udara sedang dan
kecepatan angin tinggi. Pada hijauan angin sangat membantu dalam proses penyebaran biji
tumbuhan, penyerbukan dan pembuahan sehingga proses regenerasi tanaman/hijauan dapat terus
berlangsung. Angin juga sebagai sarana penyebaran penyakit pada hewan/ternak dan
tanaman/tumbuhan.
Radiasi Matahari/ Cahaya matahari
Jika sinar matahari dimanfaatkan oleh tumbuhan/hijaun untuk fotosintesis, maka sinar matahari
secara fisiologis juga berpengaruh terhadap ternak. Sinar matahari dapat dimanfaatkan oleh
ternak untuk berjemur. Penjemuran yang dilakukan pada pukul 07.00-11.00 WIB dapat memberi
42
suasana lingkungan yang nyaman bagi sapi yang ditunjukan oleh frekuensi pulsus dan lama
ruminasi yang lebih baik daripada sapi tanpa penjemuran (Panjono et.all, 2009). Cahaya matahari
secara fisiologis mempengaruhi ternak, cahaya diterima oleh mata ternak kemudian disalurkan
ke hipotalamus yang dapat mensekresi hormon dan berfungsi melestarikan hormon lainya yang
dikeluarkan oleh target organ tubuh ternak.
b) Lingkungan Kimia
Lingkungan kimia merupakan unsur kimia dalam suatu lingkungan yang dapat berpengaruh
terhadap kehidupan ternak seperti pakan mengandung unsur kimia yang dibutuhkan ternak
yaitu energi, vitamin, protein dan mineral. Pada tumbuhan/hijauan Terbentuknya energi
kimia berupa karbohidrat, protein dan lemak dalam molekul pakan terjadi karena adanya
proses fotosintesis dengan bahan baku klorofil, CO2 yang diserap tanaman dari udara, air dan
mineral yang diserap oleh akar dari tanah serta cahaya matahari (Nuriyasa dan Puspany,
2017). Sumber energi ternak dari pakan yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein.
c) Lingkungan Hayati
Lingkungan hayati disebut juga lingkungan biotik. Lingkungan hayati berkenaan dengan mahluk
hidup di sekitar tempat tinggal. Unsur hayati dalam lingkungan dapat berupa manusia, hewan ternak,
tumbuhan/hijauan maupun organisme kecil. Unsur hayati yang menyusun lingkungan berdasarkan
kemampuanya dalam memperoleh makanan dibagi menjadi : organisme autotroph, heterotof dan
pengurai.
Organisme autotrop disebut juga produsen yang dapat menghasilkan makananya sendiri
contohnya hijauan pakan ternak/rumput. Organisme autrotof membuat makanan dengan
menyerap zat anorganik yang kemudian diubah menjadi senyawa organik melalui proses
fotosistensis. Ciri-ciri organisme autrotrof adalah memiliki klorofil dalam tubuhnya dan
mampu melakukan fotosintesis.
Organisme heterotof
Organisme heterotof disebut juga konsumen yang tidak bias membuat makanan sendiri
karena tidak dapat melalukan proses fotosintesis. Organisme heterotof mendapatkan
makanan dari organisme heterotof dengan cara memakanya. Organisme heterotof
digolongkan menjadi : herbifora/hewan pemakan hijauan contohnya sapi, ketbau, domba,
kambing. Karnivora adalah organisme pemakan daging contohnya harimau, singa dan
ular. Omnivora adalah organisme yamh memakan tumbuhan dan hewan contohnya
manusia dan monyet.
43
Pengurai/decomposer
Merupakan organisme yang dapat menguraikan sisa sisa jasad/mahluk hidup yang telah
mati. Pengurai merupakan organisme yang mengubah bahan organik dari organisme
yang sudah mati menjadi senyawa anorganik melalui proses dekomposisi. Contoh
organisme pengurai adalah cacing, jamur, ganggang dan bakteri. Proses dekomposisi
terjadi pada berbagai tipe diantaranya adalah :
Aerobik merupakan proses dekomposisi yang menggunakan oksigen sebagai penerima
oksidan. Anaerobik adalah proses dekomposisi tidak melibatkan oksigen. Fermentasi
yaitu dekomposisi an aerobic, komponen tersebut barada di suatu tempat dan berinteraksi
membentuk suatu kesatuan ekosistem yang sifatnya teratur
d) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial budaya merupakan lingkungan yang berkaitan dengan unsur sosial di sekitar
kandang. Unsur dari lingkunga social antara lain adalah :
Moral : merupakan unsur yang menyangkut norma dan aturan di masyarakat. Sebagai contoh
pembuatan kandang ternak mempertimbangkan norma di masyarakat yaitu jauh dari sarana dan
prasarana yang vital sehingga tidak mengganggu aktivitas masyarakat.
Hukum : merupakan norma yang menindak tegas pelaku pelanggaran dengan denda atau
Dengan memberi sanksi. Contohnya menaati undang-undang tentang peternakan dan kesehatan
hewan, tidak memotong ruminansia betina produktif kecuali dengan ketentuan yang ditetapkan
undang-undang, juka melanggar akan dikenakan sanksi atau denda.
Agama/Kepercayaan : merupakan hal yang terkait dengan norma agama di sekitar lingkungan.
Contohnya mendirikan peternakan babi sebaiknya jauh dari pemukiman penduduk yang
mayoritas beragama muslim
Adat daerah setempat : merupakan tradisi di sekitar lingkungan, sebagai contoh penyembelihan
ternak pada saat upacara adat setempat seperti upacara kelahiran, upacara kematian dan
pernikahan yang diharuskan memotong hewan ternak.
44
Mekanisme suhu tubuh ternak homeoterm yang merupakan keseimbangan dari panas yang diterima
dan dikeluarkan oleh tubuh, suhu normal tubuh akan berkurang jika meknisme termoregulasi bekerja
soptimal pada ternak yang telah dewasa.
Proses respirasi terjadi karena pertukaran gas melibatkan proses fisik dan kimia dalam tubuh ternak
dengan lingkungan di sekitarnya. Kecepatan rsepirasi dapat meningkat sejalan dengan meningkatnya
suhu lingkungan. Meningkatnya frekuensi respirasi menunjukkan meningkatnya mekanisme tubuh
untuk mempertahankan keseimbangan fisiologik dalam tubuh hewan. Kelembaban udara yang tinggi
dan suhu udara yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi.
Frekuensi denyut nadi pada ternak yang dapat dideteksi melalui denyut jantung yang merambat
melalui dinding rongga dada dan dinding nadi. Suhu yang tingga dapat meningkatkan denyut nadi,
peningkatan tersebut berhubungan dengan respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas
otot respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk mensuplai O2 dan nutrien
melalui peningkatan aliran darah dengan jalan peningkatan denyut nadi.
45
Suhu tubuh ternak dapat dipengaruhi oleh iklim, panjang hari, temperature lingkungan, dan
air yang diminum.
Proses respirasi pada ternak dipengaruhi oleh suhu udara/ lingkungan disekitar ternak
Frekuensi denyut jantung terkait dengan adanya suhu lingkungan
Proses pencernaan makanan berhubungan dengan temperature udara, air yang dikonsumsi
dan pencahayaan
Proses fotosintesis pada hijauan ternak tergantung dengan cahaya, udara, tanah dan ai
46
RANGKUMAN
Lingkungan eksternal dibagi menjadi lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro
meliputi jagat raya, galaxy, stratosfer, ionosfer dan atmosfer sedangkana lingkungan mikro
meliputi lingkungan yang ada disekitar ternak yang berpengaruh baik langsung maupun tidak
langsung bagi kehidupan ternak. Lingkungan eksternal mikro juga terdiri dari komponen-
kompenen seperti : lingkungn fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan hayati, serta lingkungan
sosial. Komponen lingkungan tersebut memegang peranan yang penting bagi kehidupan ternak.
Lingkungan internal bagi ternak berhubungan dengan proses produksi dan fisiologis yang
melibatkan lingkungan eksternalnya. Ternak dapat berproduksi dengan baik jika lingkungan
eksternal dan internalnya optimal. Disinilah tugas petani/peternak membuat lingkungan eksternal
dan internal ternak sesuai untuk kehidupan ternak. Produktivitas ternak tampak pada penampilan
dan performance nya, sedangkan penampilan ternak berhubungan langsung pengaruh genetic dan
lingkungan secara bersama-sama. Mason dan Buvanendran (1982) dalam Anggraeni (2000) secara
garis besar membagi lingkungan menjadi dua yaitu lingkungan internal (fisiologis), yang
memberikan pengaruh pada setiap individu ternak dan lingkungan eksternal, yang memberikan
pengaruh pada keseluruhan ternak dalam suatu populasi ternak.
47
REVERENSI
[1] Anggraeni A. 2000. Keragaan produksi susu sapi perah: Kajian pada faktor koreksi pengaruh
lingkungan internal. Wartazoa 9(2):41–49
[2] C.Hanum. 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press. Medan. Sumatera Utara
[3] H.Abqoriyah. 2016. Pengaruh Suhu Kandang Terhadap Kejadian Mastitis Subklinis dan
Bovine Tubercolosis Pada Sapi Perah di Bogor. Skripsi Fakultas Kedokterah Hewan. Bogor
[4] N.Rezekitiani.2018.Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kualitas Semen Sapi Pejantan : Studi
Kasus Di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan.
IPB. Bogor
[5] Mor S, Ravindra K, Dahiya R.P, Chandra. 2006. Leatchate characterization and Assessment
of Ground Water Pollution Near Municipal Solid Waste Landfill Site.University of
Herthfordshire Research Archive.
[6] Panjono, Budi Prasetyo Widyobroto, Bambang Suhartanto, dan Endang Baliarti. 2009.
Pengaruh Penjemuran Terhadap Kenyamanan dan Kinerja Produksi Sapi Peranakan Ongole.
Bulletin Peternakan. Vol.33(1) hal:17-22
[7] I.M. Nuriyasa dan E.Puspany. 2017. Diktat Kuliah Ilmu Lingkungan Ternak.Fakultas
Peternakan. Universitas Udayana. Bali
48
SESI PERKULIAHAN KE: V
Deskripsi Singkat :
Lingkungan eksternal dibagi menjadi lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan
makro meliputi jagat raya, galaxy, stratosfer, ionosfer dan atmosfer sedangkana lingkungan mikro
meliputi lingkungan yang ada disekitar ternak yang berpengaruh baik langsung maupun tidak
langsung bagi kehidupan ternak. Lingkungan eksternal mikro juga terdiri dari komponen-
kompenen seperti : lingkungn fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan hayati, serta lingkungan
sosial. Lingkungan internal bagi ternak berhubungan dengan proses produksi dan fungsi fisiologis
yang melibatkan lingkungan eksternalnya. Ternak dapat berproduksi dengan baik jika lingkungan
eksternal dan internalnya optimal. Disinilah tugas petani/peternak membuat lingkungan eksternal
dan internal ternak sesuai untuk kehidupan ternak. Produktivitas ternak tampak pada penampilan
dan performance nya, sedangkan penampilan ternak berhubungan langsung pengaruh genetic dan
lingkungan secara bersama-sama.
49
BAB V. CEKAMAN PANAS DAN CEKAMAN DINGIN PADA TERNAK
A. Pendahuluan
Perubahan temperatur lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan ternak seperti
terganggunya fisiologis tubuh ternak karena kepanasan dan kedinginan. Cekaman panas (heat
stress) dan cekaman dingin (cold stress) dapat terjadi karena perubahan lingkungan yang ekstrim.
Leeson dan summers (2001) menyatakan bahwa cekaman adalah kondisi dimana kesehatan
ternak terganggu karena adanya gangguan lingkungan terus menerus sehingga berakibat
terganggunya proses homeostatis ternak. Cekaman panas (heat stress) merupakan suatu kondisi
pada ternak saat mengalami kesulitan mempertahankan keseimbangan produksi dan pembuangan
panas tubuhnya. Untuk dapat berkembang dengan baik, ternak membutuhkan suhu lingkungan
yang optimal/ suhu nyaman (zone termo netral). Cekaman panas dapat disebabkan karena cuaca
yang ekstrim, yaitu temperature lingkungan yang terlalu dingin atau temperature yang teralalu
panas.
Cekaman panas (heat stress) dan cekaman dingin (cold stress) yang terjadi pada ternak dapat
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, faktor internal berhubungan dengan fisologis dan
kondisi tubuh, dan metabolisme ternak sedangkan faktor eksternal yaitu temperature, kecepatan
angin, dan kelembaban. Seperti yang kita telah ketahui bersama bahwa salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap produktivitas ternak yang optimal adalah kondisi lingkungan (terperatur
dan kelembaban). Stres panas dan dingin pada ternak dapat menurunkan produktivitas ternak oleh
karena itu diperlukan suatu kondisi lingkungan yang nyaman dengan suhu dan kelembaban yang
optimal agar ternak dapat memaksimalkan produktivitasnya secara optimal.
Cekaman dingin (cold stress) dapat terjadi apabila ternak berada dalam suatu kondisi
lingkungan yang sangat dingin. Produksi panas di tubuh ternak akan meningkat dan laju
metabolisme ternak juga mengalami peningkatan, jika keadaan ini terus menerus dan tidak
diimbangi dengan misalnya pakan yang berkualitas maka ternak dapat mengalami penurunan
energy metabolisnya dan pertahanan tubuh ternak terhadap tcekaman temperature yang dingin
semakin menurun. Dampak yang terjadi jika ternak terus mengalami cold stress adalah
produktivitasnya yang menurun, pertumbuhan ternak terganggu, dan ternak dengan mudah dapat
diserang oleh bibit penyakit.
50
B. Suhu Lingkungan Yang Nyaman Untuk Ternak (Thermoneutral Zone)
Ternak merupakan hewan homeothermik yang dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri untuk
mencapai keseimbangan sehingga suhu tubuh tetap konstan dan tidak terpengaruh terhadap suhu
lingkunganya. Ternak beradaptasi dengan lingkungan hidupnya tergantung dari ciri fungsional,
struktural dan behavioural yang mendukung daya hidupnya maupun proses reproduksinya
disuatu lingkungan (Nuriyasa dan Puspany, 2017). Perubahan lingkungan yang esktrim dapat
membuat ternak menjadi stress sebagai respon fisiologis dan tinglah lakunya. Segagai contoh
adalah peningkatan dan penurunan suhu lingkungan sehingga toleransi ternak menjadi rendah.
Thermoregulasi merupakan proses fisiologis dan kegiatan koordinasi untuk mempertahankan
suhu tubuh melawan suhu dingin atau panas. Mekanisme thermoregulasi terjadi dengan dengan
mengatur antara perolehan panas dan pelepasan panas.
Zona temperature netral atau zona termonetral merupakan zona yang relatif terbatas dari
temperatur lingkungan efektif dalam produksi panas minimal dari ternak. Zona temperature netral
disebut juga profil termonetral atau zona nyaman, pada zona ini perubahan produksi panas tidak
terjadi dan temperature tubuh di control oleh perubahan kecil dalam konduksi ternak melalui
variasi tubuh, aliran darah dari pusat perifer dan banyaknya pengeluaran keringat (Sturkie, 1981).
Jika temperature dibawah zona temperature netral ternak aka mengurangi jalur pengeluaran
panas pada temperature diatas ZTN ternak akan memaksmalkan pengeluran panas (Youself,
1984). Suhu yang nyaman bagi ternak/comfort zone bagi ternak tropic berkisar antara 10-27˚C
(Wiliamson dan Payne, 1968)
Pada sapi perah suhu nyaman relatif rendah karena lebih toleran terhadi leadap temperature
yang dingin seperti wilayah asalnya sehingga wilayah pemeliharaan sebaiknya sesuai dengan
kondisi wilayah asalnya. Iklim sangatlah berpengaruh terhadap sapi perah karena dapat
berpengaruh terhadap keseimbangan panas tubuh, keseimbangan air, keseimbangan energi dan
tingkah lakunya. Sapi perah memiliki daya tahan yang rendah terhadap panas, wilayah yang
sesuai untuk pemeliharaan sapi perah yaitu dengan temperature lingkungan 0-20ºC. Jika
temperature dibawah 0ºC maka sapi akan menurunkan produksinya. Pada daerah subtropis sapi
suhu kritis dapat menyebakan penurunan produksi susu, seperti sapi Holdstein dan Jersey 20-
25ºC, sapi Brown Swiss 30-32 ºC, dan Brahman adalah 38ºC (Sainsbury dan Sainsbury 1982).
Sapi Holstein memiliki suhu kritis 21 ºC, Brown Swiss dan Jerseys 24-27 ºC, dan untuk Brahman
32 ºC.
51
Bligh (1985) tentang perubahan produksi panas ternak di bagi menjadi beberapa wilayah suhu,
sehingga diketahui batas suhu yang nyaman untuk ternak ditunjukan olen batas suhu kritis
maksimum dan maksimum (Grafik 1). Suhu dan kelembaban memiliki hubungan erat yang
disebut juha THI (Temperature humadity index) yang dapat berpengaruh pada tingkat stress
ternak terhadap cekamanya. Sapi perah berada dalam kisaran yang nyaman jika THI dibawah 75
Jika nilai THI melebihi 72, maka sapi perah FH akan mengalami stres ringan (72≤THI≤79), stres
sedang (80≤THI≤ 89) dan stres berat ( 90≤ THI ≤ 97) (Wierema, 1990). Pada sapi perah
lingkungan dan suhu yang optimal untuk ternak berproduksi ialah 18.3˚C dan kelembabanya
55%.
Gambar 11. Produksi panas sapi perah pada beberapa suhu lingkungan
52
Tabel 1. Indeks suhu dan kelembaban relatif ternak sapi
Bangsa ungags termasuk ayam merupakan hewan homeotermik yang memiliki temperatur
stabil antara 40˚C-41˚C pada 2 minggu kehidupanya karena pada 0-5 hari ayam belum bias mengatur
sendiri panas stubuhnya sehingga membutuhkan indukan Brooder untuk menjaga temperature tubuh
yang sesuai dengan kebutuhanya. Temperatur udara dan kelembaban juga harus diperhatikan agar
ayam berproduksi secara optimal. Semakin tinggi tingkat kelembaban di kandang, maka suhu efektif
yang dirasakan ayam semakin tinggi.
Pengaruh temperatur dan kelembaban dapat membuat ayam tidak nyaman, perubahan yingkah
laku ayam juga dapat mengalami perubahan misalnya saat temperature di dalam kandang terlalu
53
dingin metabolisme akan meningkat untuk mengahsilkan panas tubuh. Pada anak ayam dapat dilihat
anak ayam yang berkerumun dibawah indukan/ brooder.
Saat suhu kandang terlalu panas, konsumsi air minum biasanya meningkat dan nafsu makan juga
mengalami penurunan sehingga dapat menyebabkan feses benjadi lebih encer, produktivitas
mengalami penurunan karena gangguan metabolisme tubuh dan nutrisi yang tidak terpenuhi.
54
berasal dari pusat termosensor (Youself, 1984). Kemudian dari sensor, dibawa oleh saraf aferen ke
pusat kontrol termoregulasi dalam hipotalamus. Aktivasi efektor dapat bervariasi tergantung
kecepatan produksi panas atau kehilangan panas. Umpan balik ke sistem kontrol oleh sistem saraf
atau aliran darah, terjadi dengan adanya modifikasi masukan reseptor (Sturkie, 1981). Sebagai contoh
: sapi perah yang tersebar di Indonesia sebagian merupakan sapi FH dari eropa yang memiliki iklim
sedang dengan temperature 13-25˚C sehingga memiliki kepekaan lebih terhadap suhu lingkungan,
jika sapi tersebut ditempatkan pada lingkungan yang panas maka dapat mengalami cekaman panas
dan berakibat menurunkan produktivitasnya.
Suhu dan kelembaban harian di Indonesia berkisar antara 24-34˚C dan kelembabanya 60-90%
(Yani dan Purwanto, 2005) pada suhu dan kelembaban tersebut sangat mempengaruhi produksi sapi
FH. Pada suhu dan kelembaban tersebut, proses penguapan pada tubuh sapi FH dapat terhambat
sehingga cekaman panas dapat terjadi. Akibat dari cekaman panas akan mengakibatkan sapi FH
mengalami penurunan nafsu makan, meningkatnya konsumsi air minum, penurunan metabolisme dan
kenaikan katabolisme, bertambahnya pelepasan panas melalui penguapan, konsentrasi hormone tubuh
menurun, peningkatan temperature tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowl, 1972).
Reaksi ternak besar seperti sapi terhadap perubahan suhu yang dilihat dari respon pernafasan dan
denyut jantung. Peningkatan denyut jantung tersebut merupakan respon tubuh ternak untuk
meyebarkan panas yang diterima kedalam organ-organ yang lebih dingin. Selain hal tersebut
pernapasan pada ternak juga merupakan respon tubuh untuk membuang atau mengganti panas dengan
udara di sekitar ternak. Jika respon tersebut tidak bisa mengurangi tambahan panas dari luar tubuh
ternak, maka akan meningkatkan temperature tubuh ternak sehingga mengalami cekaman panas.
Cekaman panas yang terjadi terus-menerus akan mengakibatkan penurunan konsumsi pakan,
peningkatan konsumsi air minum, aktivitas pernafasan meningkat diikuti dengan peningkatan
ekskresi urin dan keringat. Jika ternak dibiarkan dalam kondisi tersebut maka dapat terjadi asidosis
atau penurunan pH darah dan penurunan asupan bahan kering yang mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan bobot sapi, penurunan produksi susu serta terganggunya kesehatan dan reproduksinya.
Cekaman panas (Heat stress) merupakan kondisi dimana ternak tidak dapat mempertahankan
keseimbangan produksi dan pembuangan panas tubuhnya. Keseimbangan tersebut dapat dipengaruhi
oleh lingkungan dan aktivitas ternknya. Ternak yang mengalami stress dapat diamati dengan ciri-ciri
: gelisah, dengan frekuensi pernafasan lebih cepat dan mengeluarkan banyak keringat, pertumbuhan
55
ternak terganggu, konsumsi air minu meningkat, mudah terserang bibit penyakit atau mudah sakit,
jika sampai batas toleransi ternak tersebut dapat mengalami kematian.
Strategi pengurangan stress pada ternak dapat diusahakan dengan penanganan yang efektif
dengan cara memodifikasi lingkungan ternak sehingga ternak menjadi lebih nyaman, sehat, dan
produktif. Upaya yang dilakukan oleh peternaka dapat dilakukan memalui berbagai cara, antara lain
adalah memodifiksi lingkungan mikronya. Misalnya : dengan membuat berbagai tipe model kandang,
menanam tanaman pelindung di sekitar kandang, perbaikan pakan/ ransum dengan keseimbangan
protein, energi, mineral dan vitamin, perbaikan mutu genetik ternak dengan menghasilkan ternak yang
tahan panas, penyemprotan air dan penggunaan kipas angin atau kombinasi keduannya.
56
bergerombol, metabolisme terganggu, pertumbuhan dan reproduksi terganggu, dan jumlah kematian
yang meningkat. Cold stress dapat dicegah dengan kandang yang hangat untuk melindungi yang baru
lahir dan memberikan pakan yang seimbang dalam kebutuhan nutrisinya.
Penurunan suhu lingkungan dapat meningkatkan konsumsi ransum hal tersebut terkait dengan
proses penyeimbangan suhu tubuh ternak. Pada unggas, suhu lingkungan yang rendah akan
mempengaruhi konsumsi ransum, jika kondisi suhu udara rendah unggas akan mengkonsumsi ransum
lebih banyak untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap seimbang dengan lingkungan.
Temperatur udara yang rendah, membuat ternak melepaskan panas tubuh lebih mudah dan
mengakibatkan ternak membutuhkan energy yang lebih tinggi untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
Pola konsumsi energi dalam ransum yang tinggi dapat membantu ternak dalam proses metabolisme
ternak berlangsung lebih cepat dan lebih baik dan diimbangi dengan produksi panas yang
dihasilkanya. Saat temperatur udara rendah, otak akan merespon dengan meningkatkan metabolisme
untuk menghasilkan panas. Sebagai contoh : pada ayam, jika dibandingkan dengan ayam dewasa efek
temperatur dingin lebih berpengaruh pada masa awal pemeliharaan/brooding karena sistem
termoregulasi belum optimal hal tersebut ditandai dengan adanya anak ayam yang bergerombol
dibawah indukan/pemanas/brooding. Suhu yang dingin dapat disebabkan oleh kurang tinggi suhu
brooding/pemanasnya, lantai kandang/ litter basah dan menyebabkan dingin. Solusinya antara lain
mengatur kepadatan kandang, pemberian vitamin dan elektrolit dan membuka dan menutup tirai
kandang.
57
akhirnya mengalami cekaman panas sehingga produksi maksimal tidak tercapai (Suherman el all,
2013). Pada suhu kritis dan cekaman panas diperlukan energi tambahan untuk meningkatkan
pembuangan panas melalui penguapan kulit dan pernafasan sehingga berakibat menurunya produksi.
Suhu dan kelembaban udara berpengaruh langsung terhadap perubahan fisiologis ternak, pada suhu
dan kelembaban yang tinggi dapat terjadi proses produksi panas metabolis dan perolehan dari
lingkungan dengan pembuangan panas dalam kaitanya mempertahankan tingkat suhu yang normal.
Semakin suhu lingkungan diatas thermoneutral zone, perolehan panas semakin banyak disbanding
panas yang dibebaskan sebagai akibat meningkatnya suhu tubuh (Suherman et all, 2013). Peningkatan
tubuh menyebabkan ternak berusaha untuk mengeluarkan panas dengan cara radiasi, konduksi, dan
evaporasi yang dapat mengakibatkan konsumsi air meningkat namun menurunkan konsumsi pakan
dan energi yang digunakan untuk pengaturan suhu tubuh juga meningkat.
Suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap ternak terkait produktivitas dan
menyebabkan perubahan keseimbangan panas, keseimbangan air, keseimbangan energinya. Sudono
et all (2003) bahwa penampilan produksi pada ternak masih cukup baik meski suhu lingkungan
meningkat 21,1˚C dan suhu kritisnya 27˚C. Apabila temperatur udara meningkat, diatas suhu
thermonetral sapi akan mulai menderita suhu kritis atau mengalami cekaman sehingga mekanisme
thermoregulasi mulai terjadi, hal ini apat dilihat dari meningkatnya frekuensi pernafasan, denyut
jantung dan keringat/ penguapan air melalui kulit tubuhnya. Suhu udara 26˚C dengan kelembaban
udara 86% dan suhu udara 25˚C dan kelembaban udara 88% pada sapi perah mulai terjadi suhu kritis
(Suherman et all, 2013) suhu kritis dengan indikator suhu kulit mulai terjadi pada suhu udara 31˚C
dengan kelembaban udara 86%. Kelembaban lingkungan yang terlalu tinggi akan menyebabkan
penyakit saluran pernafasan. Webster dan Wilson (1980) bahwa suhu lingkungan dapat berada di atas
atau bawah comfort zone (Tabel 3) ternak dapat mengalami cekaman panas juga terjadi daya tahan
ternak terhadap peningkatan panas menurun dan ternak akan mengeluarkan keringat lenih banyak
dikulit tubuhnya sehingga suhu tubuhpun tinggi.
58
Tabel 4. Perbandingan suhu kritis pada ternak
Suhu Kritis
Ternak
Batas atas Batas bawah
Sapi jantan yang dicukur 26 18
Sapi perah kondisi buruk 27 17
Sapi jersey kondisi baik 27 4
Sapi sahiwal 32 10
Kemampuan ternak untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh pengaruh panas lingkungan
disebut juga daya tahan panas. Kesanggupan tersebut merupakan aktivitas ternak yang ditempatkan
di daerah dengan cekaman yang panas. Pengaruh lingkungan terhadap fisiologis ternak merupakan
aktivitas fisiologis organ bagian dalam yang berperan dalam kehidupan ternak yang berpengaruh
terhadap produktivitasnya.
Respon ternak terhadap suhu yang tinggi dapat dilihat dari : 1) suhu kulit berkeringat, untuk
mengantisipasi suhu lingkungan yang tinggi pengeluaran panas dilakukan melalui konduksi dan
radiasi sehingga suhu kulit meningkat 2) berkeringat : pusat pengaturan panas memacu kelenjar
keringat untuk mengekskresi keluarnya kerluarnya keringat, semakin banyak keringat yang
dikeluarkan maka ternak semakin tidak tahan terhadap cekaman panas 3) peningkatan frekuensi
respirasi: respirasi pada ternak dapat menjadi media untuk pembuangan panas. Jika penguapan
melalui keringat belum dapat memperbaiki suhu tubuh, selanjutnya ternak meningkatkan penguapan
air dari saluran pernafasan dan rongga mulut dengan meningkatkan laju pernafasan (Webster dan
Wilson, 1980). 4) Peningkatan denyut jantung sapi yang normal berkisar 50-60 kali per menit. Sapi
dengan suhu lingkungan netral 15 ˚C memiliki denyut jantung 64 kali per menit dan saat mengalami
cekaman pada suhu 30˚C denyut jantung 67 kali per menit (Purwant, 2013). 5) peningkatan suhu
tubuh : jika aktivitas jantung meningkat, produksi panas juga meningkat sehingga ternak mendapat
panas bukan hanya dari lingkungan melainkan juga dari dalam tubuhnya. Secara berurutan respon
ternak terhadap suhu tinggi seperti pada Tabel 5
59
Tabel 5. Respon ternak terhadap suhu tinggi
temperatur lingkungan˚C
Parameter
Netral (15˚C) Cekaman (30˚C)
Pernafasan (kali/menit) 31 75
Denyut jantung (kali/menit) 64.0 67.0
Suhu rektal (˚C) 38.8 39.8
Temperatur dalam tubuh
Peningkatan Temperatur
tubuh 38.0-39.3˚C
Sumber : Purwanto (1993)
60
saat kondisi cekaman dingin yan tinggi dan berlangsung lama, ternak juga akan mengalami penurunan
suhu tubuhnya. Penurunan suhu tubuh jika melewati batas kritis bawah akan menyebabkan kematian
pada ternak.
Ternak homeoterm yang tahan terhadap temperatur dingin dapat menyeimbangkan suhu
tubuhnya sampai titik beku namun, harus dijaga agar suhu tubuh tidak turun lebih rendah lagi yang
mengakibatkan kematian hewan/ternak. Keseimbangan suhu tubuh pada cekaman dingin sangat
tergantung pada kandungan kadar air tubuh ternak. Air dalam tubuh ternak berguna sebagai
pengangkut bahan makanan dan penyangga perubahan suhu lingkungan dan mendinginkan tubuh
melalui penguapan karena proses penguapan air tubuh memerlukan energi panas tinggi (Nuriyasa,
2017).
61
RANGKUMAN
Cekaman panas (heat stress) dan cekaman dingin (cold stress) yang terjadi pada ternak dapat
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, faktor internal berhubungan dengan fisologis dan
kondisi tubuh, dan metabolisme ternak sedangkan faktor eksternal yaitu temperature, kecepatan
angin, dan kelembaban. Seperti yang kita telah ketahui bersama bahwa salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap produktivitas ternak yang optimal adalah kondisi lingkungan (terperatur
dan kelembaban). Stres panas dan dingin pada ternak dapat menurunkan produktivitas ternak oleh
karena itu diperlukan suatu kondisi lingkungan yang nyaman dengan suhu dan kelembaban yang
optimal agar ternak dapat memaksimalkan produktivitasnya secara optimal.
Cekaman dingin (cold stress) dapat terjadi apabila ternak berada dalam suatu kondisi
lingkungan yang sangat dingin. Produksi panas di tubuh ternak akan meningkat dan laju
metabolisme ternak juga mengalami peningkatan, jika keadaan ini terus menerus dan tidak
diimbangi dengan misalnya pakan yang berkualitas maka ternak dapat mengalami penurunan
energy metabolisnya dan pertahanan tubuh ternak terhadap tcekaman temperature yang dingin
semakin menurun. Dampak yang terjadi jika ternak terus mengalami cold stress adalah
produktivitasnya yang menurun, pertumbuhan ternak terganggu, dan ternak dengan mudah dapat
diserang oleh bibit penyakit.
Zona temperature netral atau zona termonetral merupakan zona yang relatif terbatas dari
temperatur lingkungan efektif dalam produksi panas minimal dari ternak. Zona temperature netral
disebut juga profil termonetral atau zona nyaman, pada zona ini perubahan produksi panas tidak
terjadi dan temperature tubuh di control oleh perubahan kecil dalam konduksi ternak melalui
variasi tubuh, aliran darah dari pusat perifer dan banyaknya pengeluaran keringat (Sturkie, 1981).
Jika temperature dibawah zona temperature netral ternak aka mengurangi jalur pengeluaran
panas pada temperature diatas ZTN ternak akan memaksmalkan pengeluran panas (Youself,
1984)
62
REVERENSI
[1] A.Yani dan B.P. Purwanto.2006.Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Respons Sapi Peranakan
Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan Untuk Meningkatkan Produktivitasnya (Ulasan).
Media Peternakan. Hal 35-46
[2] A.Suherman, B.P. Purwanto, W. Manalu4 , I.G. Permana.2013. Model Penentuan Suhu Kritis
Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan Produksi Dan Manajemen Pakan. Jurnal Sain
Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2.
[3] Bligh J.1985.Temperature Regulation in Youself MK Stress Physiology livestock. Basic
Principles.Vol I.Florida CRC press
[4] Esmay, M. L., Dixon, J. R., 1986. Environmental Control for Agricultural Buildings.
Connecticut: AVI Publishing Company Inc.
[5] Leeson, S and J.D Summers.2001.Nutrition of the chiken. 4th Edition.University Book Guelph,
Ontario : Canada
[6] I.M. Nuriyasa dan E. Puspany .2017. Ilmu Lingkungan Ternak. Diktat Kuliah. Fakultas
Peternakan Universitas Udayana. Bali
[7] Purwanto, B.P., F. Nakamasu, and S. Yamamoto. 1993b . Effect of environmental
temperatures on heat production in dairy heifers differing in feed intake level. AJAS. 6 : 275-
279
[8] R.E. McDowell.1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climates Cornell
University, Ithaca, New York, USA
[9] Ross Broiler Manajeman Manual.2009.www.aviagen.com.info@viagen.com
[10] Tyler, H. D., M. E. Ensminger. 2006. Dairy Cattle Science. Pearson Prentice Hall
[11] Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
[12] Sturkie, P.D. 1981. Basic Physiology. Springer-Verlag New York, Inc. USA.
[13] Williamson, G. and W.J.A. Payne, 1968, An Introduction to Animal Husbandry in the Tropics,
Longmans. London, p. 271
[14] Webster, C.C. & Wilson, P.N. (1980) Agriculture in the Tropics. Longman, London, UK.
Google Scholar
[15] Yousef, M.K. 1985. Stress Physiology in Livestock. Vol. 1 : Basic Principles. CRC Press, Inc.
Boca Raton, Florida.
63
SESI PERKULIAHAN KE: VII
Deskripsi Singkat :
Perubahan temperatur lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan ternak seperti
terganggunya fisiologis tubuh ternak karena kepanasan dan kedinginan. Cekaman panas (heat
stress) dan cekaman dingin (cold stress) dapat terjadi karena perubahan lingkungan yang ekstrim.
Leeson dan summers (2001) menyatakan bahwa cekaman adalah kondisi dimana kesehatan
ternak terganggu karena adanya gangguan lingkungan terus menerus sehingga berakibat
terganggunya proses homeostatis ternak. Cekaman panas (heat stress) merupakan suatu kondisi
pada ternak saat mengalami kesulitan mempertahankan keseimbangan produksi dan pembuangan
panas tubuhnya. Untuk dapat berkembang dengan baik, ternak membutuhkan suhu lingkungan
yang optimal/ suhu nyaman (zone termo netral). Cekaman panas dapat disebabkan karena cuaca
yang ekstrim, yaitu temperature lingkungan yang terlalu dingin atau temperature yang teralalu
panas.
64
BAB VI. PEMBAGIAN WILAYAH, VARIASI SUHU DAN JENIS TERNAK
BERDASARKAN KEMAMPUAN ADAPTASINYA
A. Pendahuluan
Pembagian zona wilayah di bumi menggambarkan sebaran daratan dan lautan yang dikaitkan
dengan sinar matahari dan garis lintangnya yang kita kenal seperti zona kutub, zona sub-tropis dan
zona tropis. Pembagian daerah iklim berdasarkan garis lintang antara lain adalah: 1). Zona/daerah
iklim tropis/zona tropis: daerah iklim tropis terletak antara 0° - 23½° LU dan 0° - 23½° LS matahari
bersinar cukup terik di siang hari. Jenis iklim tropis ini dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim
penghujan. Pada zona iklim tropis ini memiliki beberapa ciri khas, diantaranya suhu udara rata-rata
harian yang tinggi karena letak matahari selalu vertikal, amplitude suhu rataan tahunan kecil 1-5˚C,
tekanan udara relatif rendah berubah secara perlahan dan teratur dan memiliki curah hujan yang
tinggi. 2) Zona iklim sub-tropis terletak antara 23½° - 40° LU dan 23½° - 40° LS. Ciri daerah sub
tropis antara lain: merupakan daerah peralihan antara iklim tropis dan iklim sedang, terdapat empat
musin (musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin) pada saat musim panas tidak
sepanas di daerah tropis, suhu sepanjang tahun tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, daerah
iklim mediterania merupakan daerah subtropis yang musim hujan jatuh pada musim dingin dan
musim panas biasanya kering sedangkan daerah iklim tiongkok hujan jatuh pada saat musim panas
dan musim dinginnya kering. 3) Zona iklim dingin disebut juga zona kutub yang terbagi menjadi dua
yaitu iklim tundra dan iklim es. Iklim tundra memiliki ciri khas seperti: musim dingin berlangsung
lama dengan udara yang kering, musim panas udara terasa sejuk namun berlangsung singkat, tanah
membeku sepanjang tahun jika musim dingin tiba, vegetasi berupa lumut dan semak-semak, pada
musim panas biasanya terbentuk rawa yang berasal dari es yang mencair. Sebaran wilayahnya
meliputi Greendland, pulau-pulau di utara Kanada, Amerika Utara, dan pantai utara Siberia.
Iklim akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dan organisme lainya termasuk
ternak. Benyamin (1997) iklim dapat mempengaruhi jenis tanaman, hewan dan mahluk hidup lain
yang di budidayakan pada suatu wilayah yang berkaitan dengan ilmu klimatologi. Sebaran hewan
termasuk ternak di muka bumi didasarkan oleh faktor klimatik dan biotik yang berbeda-beda antara
wilayah yang satu dengan wilayah yang lainya. Seperti di ketahui setiap mahluk hidup termasuk
hewan ternak memiliki kemampuan yang berbeda dalam adaptasinya.
B. Adaptasi Ternak
65
Adaptasi pada ternak merupakan kemampuan ternak menyesuaikan diri terhadap kondisi
lingkunganya. Konsep adaptasi pada ternak terhadap lingkungan terkait perubahan genetik dan
fisiologi karena rangsangan eksternal maupun internal. Nuriyasa (2017) adaptasi genetik sebagai hasil
dari seleksi alam dan manusia sedangkan adaptasi fisiologis adalah kemampuan penyatuan panas
fisiologi di dalam tubuhnya terhadap kondisi lingkungan luar dan bahan pakan untuk keperluan
hidupnya. Terdapat 3 pengertian adaptasi yaitu adaptasi biologi, adaptasi genetic dan adaptasi
fisiologi (Nuriyasa, 2017).
Adaptasi biologi merupakan hasil penyesiuaian diri terhadap kondisi biologi ternak dengan
perubahan yang khas misalnya perubahan anatomi tubuh, perubahan biokimia dan perubahan pola
pakan serta hubungan sosial ternak. Adaptasi genetik merupakan keberhasilan proses adaptasi yang
berhubungan dengan genetiknya/sifat keturunanya baik terseleksi secara alami maupun oleh manusia.
Adaptasi fisiologi dapat diartikan penyesuaian diri ternak terhadap lingkungan menyangut proses
fisiologis di dalam tubuhnya.
Aklimatisasi atau disebut juga aclimatitation merupakan hasil dari penyesuaian diri dalam jangka
waktu yang lama tehadak perubahan iklim sehingga ternak memiliki daya adaptasi lebih tinggi dari
sebelumnya. Aklimatisasi biasanya penyesuian fisiologis terhadap lingkungan yang baru
dimasukinya. Hal tersebut tergantung hewan atau ternak untuk mengatur morfologi, tingkah laku,
metabolismenya untuk penyesuaian diri terhadap lingkungan barunya. Aklimasi merupakan
penyesuaian fisiologis dan perilaku hewan/ternak sebagai suatu reaksi terhadap perubahan
lingkunganya atau penyeseuaian terhadap rangsangan satu unsur iklim yang biasanya dilakukan pada
kandang fisiologis (Nuriyasa,2017). Aklimatisasi ada 2 macam yaitu aklimatisasi terhadap dingin dan
aklimatisasi terhadap panas. Aklimatisasi dingin dapat menyebabkan meningkatnya konsumsi ransum
dan energy basal karena cekaman dingin dapat menurunkan bobot badan, perubahan kerja enzim dan
hormon. Penurunan bobot badan dapat terjadi karena pembakaran yang berlebihan. Aklimatisasi
panas terjadi jika ternak dipelihara cukup lama dalam keadaan panas terjadilah perubahan fisiologis
yaitu suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung meningkat. Batas-batas kemampuan ternak dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungan disajikan pada Gambar 13
66
Ternak masih dapat bertahan hidup
Termo Netral
Nyaman
Daerah antara zona A” dan A adalah daerah nyaman (comfort zone) digambarkan bahwa ternak
dapat tumbuh, berproduksi dan bereproduksi secara optimum. Produksi panas seimbang dengan
produksi panas yang hilang sehingga panas dalam tubuh tidak berlebihan atau kekurangan. Fungsi
fisiologis ternak juga berjalan optimal, zona nyaman ini sangat sulit untuk ditemukan kecuali di kamar
fisiologis/ growth chamber dimana suhu udara dan unsur iklim dapat diatur. Zona B” dan B adalah
daerah suhu netral/ zone of thermoneutraly. Ternak dapat tumbuh, berproduksi dan bereproduksi
dengan baik. Suhu tubuh, produksi panas, fungsi fisiologis, hormonal dan enzim normal. Titik B
merupakan batas suhu kritis ke suhu yang lenih rendah sedangkan titik B” merupakan batas suhu kritis
ke perubahan suhu yang lebih tinggi. Dibawah titik B merupakan suhu diman aternak sudah mulai
terkena cekaman dingin sedangkan suhu di titik B” ternak mulai terkena cekaman panas. Zona C dan
C” adalah zona penyesuaian diri terhadap cekaman dingin dan cekaman panas/ zone of homeothermy
ternak masih mampu bertahan walaupun terkena cekaman panas ataupun dingin. Apabila penurunan
suhu dibawah titik C maka suhu tubuh dan produksi panasnya akan turun dan ternak dapat pingsan
dikarenakan pengaruh suhu yang amat rendah. Penyesusaian diri dari ternak terhadap cekaman panas
dan dingin sampai titik C”. Zona D dan D” ternak masih bertahan hidup meski pada daerah D dan C
dan D”- C” ternak sudah mulai pingsan. Pada titik D penurunan suhu menyebabkan ternak mati karena
67
efek suhu dingin/ hipotermia, jika peningkatanya di suhu D” ternak juga dapat mengalami kematian
karna temperature tinggi/ hipertermia.
Habituasi umum merupakan hilangnya respon dari seluruh bagian tubuh secara perlahan yang
diakibatkan oleh adanya rangsangang berulang sedangkan habituasi khusus adalah menurunya respon
dari salah satu bagian tubuh karena rangsangan tertentu pada bagian tersebut secara berulang. Ternak
yang hidup di suatu tempat yang baru akan berusaha menyesuaikan diri terhadap lingkunganya.
Faktor lingkungan yang memberi pengaruh terhdap proses penyesuaian diri seperti suhu udara,
kelembaban udara, radiasi matahari, kecepatan angin, letak lintang dan relief bumi akan berpengaruh
terhadap keseimbangan produksi panas pada tubuh ternak. Adaptasi pada lingkungan panas secara
fisik dapat memperlebar pembuluh darah sehingga suplay darah meningkat ke permukaan dan panas
yang hilang juga akan meningkat. Misalnya pada ternak yang memiliki kelenjar keringat
menghilangkan panas dalam bentuk uap air akan sangat efektif. Suhu udara yang panas pengaturan
secara kimiawi tergantung dari konsumsi pakan sehingga ternak akan mengurangi konsumsi pakanya
agar produksi panas tubuh juga menurun. Adapun adaptasi yang dilakukan oleh berbagai jenis ternak
:
1. Sapi
Produksi panas pada sapi memiliki hubungan yang sangat erat dengan suhu lingkungan
disekitarnya. Temperatur tubuh dan frekuensi nafas dapat meningkat pada temperature udara
yang tinggi. Ternak biasanya makan di malam hari agar terhindar dari bertambahnya produksi
panas.
Gambar 14.Ternak berjemur di pagi hari untuk menghangatkan tubuhnya
68
2. Kambing dan Domba
Aklimatisasi pada kaambing dan domba hamper sama dengan ternak sapi, setelah pada kondisi
akut terlampaui ternak akan mengkonsumsi pakanya dalam jumlah yang normal. Meningkatnya
suhu lingkungan jika hamper sama sepertu suhu tubuh ternak domba dan kambing akan
melakukan pengurangan panas melalui saluran pernafasanya dengan jalan terengah-engah dan
membuka mulutnya sehingga mempercepat frekuensi pernafasan.
3. Unggas
Unggas beradaptasi terhadap suhu panas dengan cara meningkatkan suhu tubuhnya yang
kemudian diikuti oleh peningkatan frekuensi nafas. Kondisi adaptasi, metabolisme tubuh unggas
akan berkurang, dalam jangka panjang cara penguapan adalah melalui saluran pernafasan
Berbagai contoh adaptasi pada ternak pada lingkungan tempat hidupnya adalah sebagai berikut :
a. Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi merupakan penyesuaian bentuk tubuh atau bagian tubuh hewan/ternak
terhadap lingkunganya. Sebagai contoh yang digunakan untuk beradaptasi adalah paruh unggas,
bentuk kaki, bentuk kepala, bentuk ekor maupun bentuk bagian tubuh yang lainya. Bentuk tubuh
tersebut memiliki fungsi misalnya untuk mempermudah ternak mendapatkan pakan yang
dibutuhkan. Adaptasi morfologi juga dapat dibagi 2 yakni : adaptasi morfologi karena
makanannya dan adaptasi morfologi karena tempat tinggalnya. Adaptasi morfologi yang
diebabkan oleh makananya contohnya perbedaan dalam pengambilan pakan, berbedaan jenis
ternak yang satu dengan yang lain, sedangkan adaptasi morfologi karena habitat karena adanya
perbedaan habitat diantara hewan/ternak maupun tumbuhan. Contoh adaptasi morfologi :
Bentuk kaki dan cakar yang adaptif berfungsi sebagai tipe perenang, pemanjat, pejalan dan
pencengkeram. Misalnya pada tipe perenang morfologi kakinya berselaput missal bebek, itik
dan mentok
Tipe pejalan memiliki kaki yang panjang dan tegak. Sebagai contoh : kaki ayam dan burung
unta
Tipe kaki pencengkeram bentuknya kaki pendek dan kekar serta memiliki serta berkuku
runcing misalnya : burung elang dan burung hantu.
Bentuk paruh pemakan biji memiliki paruh pendek dan kuat misalnya burung merpati
b. Adaptasi Fisiologi
69
Adaptasi fisologi adalah penyesuaian fungsi alat-alat tubuh hewan/ternak terhadap
lingkunganya. Adaptasi fisiologis tidak dapat terlihat karena adaptasi fungsi sifatya tidak dapat
dilihat namun dapat dirasakan. Sebagai contoh : fungsi dari organ dalam dari tubuh makhluk
hidup, seperti jantung yang disesuaikan dengan perubahan suhu udara yang terkadang terjadi
secara ekstrim. Herbifora/ pemamah biak dengan pakan yang mengandung selusosa yang tinggi
(rumput dan daun) untuk mempermudah proses pencernaan maka fungsi organ akan beradaptasi
dengan menghasilkan enzim selusosi sehingga pencernaan dapat berjalan dengan baik.
c. Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku tidak bersifat alami namun terjadi karena pembaawaan diri yaitu tingkah
laku pada mahluk hidup agar menyesuaikan diri dengan lingkunganya. Contoh : kerbau
berkubang di lumpur untuk melunakan kulit dan mengurangi keadaan panasnya dari sengatan
terik matahari, ayam jantan berkokok di pagi hari sebagai tanda hari esok pagi.
70
merupakan faktor pengontrol sebaran vegetasi dengan posisi lintang, ketinggian tempat dan
topografinya (Utoyo, 2009).
Kelembaban Udara
Tingkat kelembaban udara sangat berpengaruh terhadap ssebaran hijauan di muka bumi. Ada
sebagian yang dapat tumbuh di iklim kering namun sebagian dapat beradaptasi dengan
lingkungan berkadar air tinggi
Angin
Angin memindahkan uap air atau awan dari suatu wilayah ke wilayah lainya sehingga dapat
mendistribusikan uap air ke wilayah lain dan sangat berguna bagi kehidupan di bumi. Anginnjuga
dapat membantu penyerbukan hijauan tanaman/tumbuhan.
Curah Hujan
Air menjadi pola penyebaran dan kerapatan mahluk hidup antar wilayah, tergantung pada pola
curah hujan. Wilayah dengan pola curah hujan yang tinggi merupakan wilayah yang banyak
dihuni oleh bermacam-macam spesies lebih banyak daripada wilayah dengan curah hujan yang
rendah. Pola curah hujan dapat membentuk karakteristik tumbuhan/hijauan dan hewan/ternak
2) Faktor Edafik
Tanah merupakan media bagi tanaman/ hijauan untuk tumbuh dan berproduksi dan kesuburan
tanah dalam hal ini saangat berpengaruh pada pertumbuhan. Tanah yang subur memiliki
kandungan humus, bahan organik, unsur hara, tekstur tanah, dan adanya air yang cukup. Tanah
yang subur merupakan media yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan/hijauan.
3) Faktor Fisiografi
Ketinggian tempat dan bentuk wilayah berhubungan erat dengan pola persebaran hewan/ternak
dan tumbuhan. Adanya gradien thermometrik, di mana suhu udara akan mengalami penurunan
sekitar 0,5˚ C–0,6˚ C setiap wilayah naik 100 meter dari permukaan laut. Penurunan temperatur
udara tesebut memberi pengaruh sangat besar bagi persebaran /ternak dan tumbuhan/hijauan
karena bermacam-macam hewan/ternak dan tumbuhan/hijauan memiliki adaptasi yang berbeda
terhadap suhu lingkunganya.
4) Faktor Biotik
Faktor biotik yang salah satunya adalah manusia yang sangat berperan terhadan persebaran
hewan/ternak dan tumbuhan/hijauan baik dalam hal melestarikan maupun mengubah pola tatanan
71
hewan dan tumbuhan dalam lingkunganya. Sebagai contoh : manusia dapan mengubah hutan
menjadi areal pertanian, peternakan dan lahan rumput gajah, perubahan fungsi lahan tersebut
dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem alami dalam kurun waktu yang cukup lama.
Pola persebaran hewan/ternak berbeda dengan pola persebaran tumbuhan/hijauan. Pola sebaran
tumbuhan terikat pada lingkungan habitatnya maka pola sebaan hewan lebih aktif. Sebagai contoh :
jika habitat yang ditempatinya sudah tidak susuai untuk kelangsungan hidupnya maka hewan biasanya
melakukan migrasi ke wilayah yang baru yang dirasa memberi keuntungan. Secara umum wilayah
persebaran hewan di bumi dapat dikelompokan menjadi 7 (Utoyo, 2009) yaitu :
Region Paleartik : Wilayah Eropa, Jepang, Mediterania, Rusia beberapa jenis hewan yang
berasal dari wilayah paleartik seperti kelinci, tikus dan spesies anjing dan telah menyebar ke
kawasan lainya
Region Neartik : Wilayah Greendland, Amerika Utara dan Mexico hewan asal pada wilayah ini
seperti kalkun liar, kura-kura, kelinci dan ular.
Region Neotropik : Wilayah Amerika Tengah, kepualan Hindia Baeat dan Amerika Selatan,
hewan asal yang dari wilayah ini seperti unta khas negeri Bolovia, kera, reptile dan hewan
vertebrata.
Region Ethiopia : Wilayah benua Afrika ebelah selatan pegunungan Atlat dan gurun Sahara.
Hewan asal pada wilayah ini seperti gajah, mamalia, zebra, singa, harimao, kelinci dan kijang
Region Oriental : Wilayah Indonesia, Indochina, dan Malaysia hewan asal yang mendiami
wilayah ini adalah beruang, banteng, badak bercula satu, orang utan, ikan, dan gabon.
Region Australia : Wilayah papua, Australia dan Tasmania hewan asal dari wilayah ini
cendrawasih, kakatua, kasuari, kadal, ular dan harimau
Region Selandia Baru : Wilayah terdiri dari Selandia Baru asal ternak mdari wilayah ini meliputi
burung kiwi dan sphenodon/ampibhi purba.
Persebaran ternak sebagai contoh ternak sapi dikelompokan menurut jenisnya setelah ternak sapi
tersebut mengalami domestikasi. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke
Eropa, Afrika, dan Asia. Jenis bangsa sapi di dunia berbeda baik morfologi/bentuk, warna maupun
ketahanan adaptasi terhadap iklim. Jenis sebaran sapi dengan melihat bangsa-bangsa atau asal usul
domestikasinya antara lain :
72
Bos Sodaicus : Merupakan sapi asli dari Indonesia jenisnya meliputi Sapi Bali, Sapi Madura,
Sapi Jawa, Sapi Sumatera dan lainya.
Bos Indiscus/ Sapi Zebu : berasal dari India jenisnya sapi Onggole, Hissar, Red Shindi,
Sahiwal, Mysore dll. Ciri khas sapi jenis zebu terletak pada gumba nya yang tinggi, telinganya
terkulai, bergelambir, lambat dewasa, tahan panas dan mudah untuk adaptasi (Sampurna,
2016)
Bos Taurus/sapi eropa dengan ciri tidak memiliki gumba dengan tanduk tumbuh kolateral
misalnya sapi Holstein, Jersey, Briwn Swiss, Simental, Hereford, Guernsey dll. Sapi ini tidak
tahan terhadap panas.
mengatur proses
Panas dari Lingkungan Kulit (Sensor panas )
mekanisme yang
terjadi di dalam
Diterima Susunan Syaraf Pusat tubuh
dalam tubuh 73
Tingkah Laku
Berendam dalam kubangan Respon cepat Respon Lambat
Menjauhi sumber panas
Berlindung dibawah pohon
Mempercepat frekuensi
Perubahan metabolisme
pernafasan/ panting
tubuh
Perubahan enzim-enzim
Perubahan sekresi
Meningkatkan peredaran darah Pelepasan panas : Konduksi, Konveksi kelenjar endokrin.
Pada ternak perubahan lingkungan berupa panas yang diterima akan menyebabkan ternak merespon
cepat maupun lambat. Daya tahan panas pada ternak misalnya bangsa sapi pesisir, bangsa sapi
peranakan onggole dan bangsa sapi simental berbeda (Nawaan, 2006) karena perbedaan respon ternak
sapi terhadap suhu lingkungan dapat disebabkan oleh perbedaan kemampuan ternak dalam melepas
panas tubuhnya. Perubahan/ respon tersebut merupakan mekanisme ternak untuk mempertahankan
diri dari lingkunganya demi tercapainya keseimbangan energi, kimia tubuh dan peredaran darah
dalam tubuh ternak (Nuriyasa, 2017).
Respon secara cepat yaitu:
Perubahan tingkah laku
Perubahan pernafasan
Perubahan denyut nadi
Sedangkan respon lambat diantaranya adalah :
Perubahan enzim-enzim
Perubahan sekresi kelenjar endokrin.
Perubahan metabolisme tubuh
Ternak yang mengalami beban panas akan merespon dengan berteduh dibawah pohon, Pada ternak
kerbau, beban panas dari lingkungan akan di respon dengan cara merendam dalam tempat kubangan.
74
Cekaman panas pada broiler pada masa prestater ditandai dengan tingkah laku anak ayam yang
menyebar menjauhi sumber panas. Ternak yang merasakan beban panas berlebih secara cepat akan
mempercepat pernafasannya. Hal seperti ini dapat terlihap pada ayam yang terengah-engah/panting
tujuan melepaskan kelebihan beban panas yang ada dalam tubuh. Peningkatan denyut nadi merupakan
respon yang cepat yang bertujuan untuk meningkatkanperedaran darah ditubuhnyadan permukaan
kulit. Beban panas yang tertahan di dalam tubuh ternak secara cepat dapat dikeluarkan dari tubuh ke
lingkungan sekitar dengan cara konduksi dan konveksi. Setelah sampai dipermukaan tubuh, panas
tubuh akan dilepaskan ke lingkungan dengan cara pancaran/radiasi dengan cara konveksi melalui
gerakan udara yang menyentuh permukaan kulit ternak (Nuriyasa, 2017).
Kondisi cekaman panas yang berlangsung lama menyebabkan perubahan sekresi hormon, system
pembentukan ensim dan metabolis memaupun katabolisme. Perubahan yang terjadi pada respon cepat
dan lambat bertujuan mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh ternak. Keberhasilan ternak
untuk menyeimbangan energi kimia dan peredaran darah di dalam tubuhnya dapat dikatakan ternak
tersebut telah berhasil menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi lingkungan (Nuriyasa, 2017).
75
RANGKUMAN
Iklim akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dan organisme lainya termasuk
ternak. Benyamin (1997) iklim dapat mempengaruhi jenis tanaman, hewan dan mahluk hidup lain
yang di budidayakan pada suatu wilayah yang berkaitan dengan ilmu klimatologi. Sebaran hewan
termasuk ternak di muka bumi didasarkan oleh faktor klimatik dan biotik yang berbeda-beda antara
wilayah yang satu dengan wilayah yang lainya. Seperti di ketahui setiap mahluk hidup termasuk
hewan ternak memiliki kemampuan yang berbeda dalam adaptasinya.
Adaptasi pada ternak merupakan kemampuan ternak menyesuaikan diri terhadap kondisi
lingkunganya. Konsep adaptasi pada ternak terhadap lingkungan terkait perubahan genetik dan
fisiologi karena rangsangan eksternal maupun internal. Nuriyasa (2017) adaptasi genetik sebagai hasil
dari seleksi alam dan manusia sedangkan adaptasi fisiologis adalah kemampuan penyatuan panas
fisiologi di dalam tubuhnya terhadap kondisi lingkungan luar dan bahan pakan untuk keperluan
hidupnya.
Aklimatisasi atau disebut juga aclimatitation merupakan hasil dari penyesuaian diri dalam jangka
waktu yang lama tehadak perubahan iklim sehingga ternak memiliki daya adaptasi lebih tinggi dari
sebelumnya. Aklimatisasi biasanya penyesuian fisiologis terhadap lingkungan yang baru
dimasukinya. Hal tersebut tergantung hewan atau ternak untuk mengatur morfologi, tingkah laku,
metabolismenya untuk penyesuaian diri terhadap lingkungan barunya. Aklimasi merupakan
penyesuaian fisiologis dan perilaku hewan/ternak sebagai suatu reaksi terhadap perubahan
lingkunganya atau penyeseuaian terhadap rangsangan satu unsur iklim yang biasanya dilakukan pada
kandang fisiologis (Nuriyasa,2017).
76
REVERENSI
77
SESI PERKULIAHAN KE: VIII
Deskripsi Singkat :
Daerah iklim berdasarkan garis lintang antara lain adalah: 1). Zona/daerah iklim tropis/zona tropis:
daerah iklim tropis terletak antara 0° - 23½° LU dan 0° - 23½° LS matahari bersinar cukup terik di
siang hari. Jenis iklim tropis ini dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim penghujan. Pada zona
iklim tropis ini memiliki beberapa ciri khas, diantaranya suhu udara rata-rata harian yang tinggi karena
letak matahari selalu vertikal, amplitude suhu rataan tahunan kecil 1-5˚C, tekanan udara relatif rendah
berubah secara perlahan dan teratur dan memiliki curah hujan yang tinggi. 2) Zona iklim sub-tropis
terletak antara 23½° - 40° LU dan 23½° - 40° LS. Ciri daerah sub tropis antara lain: merupakan daerah
peralihan antara iklim tropis dan iklim sedang, terdapat empat musin (musim semi, musim panas,
musim gugur dan musim dingin) pada saat musim panas tidak sepanas di daerah tropis, suhu
sepanjang tahun tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, daerah iklim mediterania merupakan
daerah subtropis yang musim hujan jatuh pada musim dingin dan musim panas biasanya kering
sedangkan daerah iklim tiongkok hujan jatuh pada saat musim panas dan musim dinginnya kering. 3)
Zona iklim dingin disebut juga zona kutub yang terbagi menjadi dua yaitu iklim tundra dan iklim es
78
BAB VII. PRODUKSI PANAS, MATERI SUMBER PANAS DAN CARA
PERPINDAHANYA TERHADAP KEHIDUPAN TERNAK
A. Pendahuluan
Energi panas dapat dihasilkan oleh ternak dengan cara merubah energi kimia yang ada dalam
pakan menjadi energy daya kerja (Nuriyasa, 2017). Selain produksi panas yang ada dalam tubuhnya
ternak juga menerima beban panas dari lingkungan hidupnya. Panas yang dihasilkan oleh tubuh ternak
dapat dihitung dengan mengetahui konsumsi oksigen karena konsumsi oksigen sangat terkait dengan
tingkat pembakaran/metabolisme pada tubuh ternak. Semakin tinggi konsumsi oksigen, semakin
tinggi pula pembakaran zat makanan dalam tubuh ternak dan semakin tinggi produksi panas
metabolisme pada ternak.
Produksi panas metabolis dihasilkan dari energi kimia yang terkandung dalam bahan pakan yang
ditransver menjadi energi panas. West (2003) Peningkatan beban panas disebabkan oleh kombinasi
suhu udara, kelembaban, angin, dan radiasi matahari dapat meningkatkan temperatur dan respirasi
pada tubuh ternak serta mengurangi konsumsi pakan dan produksi susu. Produksi panas tubuh juga
tergantung pada pelepasan panas tubuh ternak kelingkungan tempat hidupnya. Pada proses pelepasan
panas tubuh ke lingkungan dapat terjadi melalui beberapa proses seperti konfeksi, konduksi, evaporasi
dan radiasi. Permukaan kulit hewan/ternak berguna untuk melepas panas dengan proses konveksi,
radiasi dan evaporasi (Berman, 2003).
Produksi panas minimum ternak yang sehat dapat dicapai saat ternak tidak diberi pakan dan
sedikit aktifitas pada lingkungan thermoneutral (Lawrence dan Fowler, 2002). Panas tubuh dapat
dihasilkan dari reaksi biokimia pada saluran pencernaan. Jika lingkungan tempat tinggalnya dingin
maka panas tersebut digunakan oleh ternak untuk pemeliharaan temperatur tubuh sebaliknya pada
lingkungan yang panas, produksi panas harus dikeluarkan dari tubuh ternak dengan jalan konveksi.
Selain tingkat konsumsi pakan, jenis bahan pakan yang dicerna juga dapat berpengaruh terhadap
produksi panas pada tubuh ternak. Bahan pakan dari nabati menghasilkan panas lebih endah dari
bahan pakan hewani, meningkatnya kinerja mikroorganisme rumen akan dapan meningkatkan
produksi panas (Nuriyasa, 2017). Purwanto et all (1993) produksi panas pada sapi laktasi dan kering
kandang/ tidak memproduksi susu mencapai titik maksimum 3 jam setelah makan. Selain hal tersebut
produksi panas juga dipengaruhi oleh tingkah laku ternak, jumlah dan jenis pakan yang dikonsumsi,
suhu lingkungan, laktasi, pertumbuhan ternak dan kebuntingan.
79
B. Produksi Panas Pada Ternak
Jumlah panas yang dihasilkan tergantung dari ukuran ternak, ternak dengan ukuran tubuh besar
menghasilkan panas lebih kecil per satuan berat badan yang sama dibandingkan dengan ternak
berukuran lebih kecil. Faktor yang mempengaruhi produksi panas metabolis diantaranya:
1. Produksi panas basal/ basal heat production yaitu digunakan untuk mempertahankan proses yang
terjadi dalam tubuh seperti suhu tubuh bagian dalam, kerja jantung dan paru-paru. Peningkatan
produksi panas dapat melampaui laju metaboisme basal seperti : latihan fisik, menggigil, demam,
penyakit, meningkatnya sekresi tiroksin, dan meningkatnya laju metabolisme.
2. Produsi panas dari pencernaan yang tergantung dari system percernaan dan kualitas serta kuantitas
makanan
3. Produksi panas dari otot contohnya seperti aktivitas ternak pada saat berjalan dan merumput
4. Produksi panas proses reproduksi dan pertumbuhan
Sebagai contoh rentang produksi panas tubuh ternak unggas (ayam broiler) dan kalkulasi temperatur
yang nyaman untuk ternak ayam tahun 2004 dapat dilihat pada table dibawah ini :
Tabel 6. Produksi panas dan temperatur lingkungan nyaman ayam tahun 2004
Produksi panas pada unggas/ ayam tahun 2004 hasil penelitian oleh Gous dan Moris (2005) didapat
bahwa produksi panas tubuh tertinggi pada ayam umur 42 hari dan terendah umur 7 hari pada ayam
jantan 1785 kj/hari dan pada ayam betina 1840 kj/hari. Temperatur yang nyaman pada unggas/
khususnya ayam jantan dan betina 7 hari pada saat temperaturnya 29ºC. Contoh selanjutnya adalah
produksi panas pada sapi dengan bobot 454.5 Kg yang dapat dilihat pada tabel.
80
Tabel 7. Produksi panas sapi bobot 454.5 Kg
Panas Sensibel
Suhu (˚C) Panas Laten (W) Total panas (W)
(W)
4.44 278.4 766.6 1045.0
10.00 322.4 674.0 996.4
15.56 392.7 556.8 949.5
21.11 410.3 498.2 908.5
26.67 556.8 293.1 849.9
29.44 634.6 197.8 832.4
32.22 732.5 93.7 826.2
Sumber : Esmay dan Dixon (1986)
Pada ternak sapi dengan bobot 454.5 Kg total panas yang dihasilkan tertinggi pada suhu 4.44ºC dan
terendah 32.22ºC. Hal tersebut berate semakin rendah suhu semakin kecil panas yang dihasilkan dan
semakin rendah temperatur semakin besar panas yang dihasilkan.
Suhu tubuh hewan yang hidup pada kisaran suhu 0ºC sampai dengan 50ºC sehingga dapat dikatakan
hewan dapat bertahan hidup pada suhu yang ekstrim. Berdasarkan perubahan temperatur tubuhnya
hewan dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Hewan Ektotermi : hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring perunahan suhu
lingkunganya, hewan ektotermi memperoleh sumber panas dari sumber eksternal. Contoh hewan
ektotermi ialah : ikan, ampibhi, ular dan kadal
Hewan Endotermi : hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan walaupun suhu lingkungan
mengalami perubahan. Sumber panas dari metabolisme tubuhnya sehingga dapat
mempertahankan suhu tubuhnya terhadap lingkungan. Contohnya burung dan mamalia/sapi
kerbau, kambing dan domba. Jika lingkungan memilihi suhu yang rendah hewan/ternak endoterm
menghasilkan panas yang cukup untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Jika lingkungan panas
hewan endoterm juga memiliki kemampuan untuk menurunkan suhu/mendinginkan tubuh
sehingga hewan ini mampu bertahan pada panas yang berlebih.
82
4) Evaporasi
Evaporasi merupakan perubahan benda dari bentuk cair ke gas. Misalnya pada saat ternak
sapi berkeringat. Beberapa point penting dari evaporasi meliputi :
Evaporasi adalah suatu cara yang sangat penting untuk melepaskan panas tubuh ternak
Hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat pembuangan panas dapat melalui
pernafasan yaitu panting/terengah-engah contohnya hewan anjing
Peningkatan temperatur tubuh maka tubuh akan berkeringat melalui pori-pori kulit,
selanjutnya keringat dapat menyerap panas dari tubuh ternak menjadi uap setelah
keringat menguap dan kering makan turunlah temperatur tubuh ternak tersebut.
83
RANGKUMAN
Produksi panas minimum ternak yang sehat dapat dicapai saat ternak tidak diberi pakan dan
sedikit aktifitas pada lingkungan thermoneutral (Lawrence dan Fowler, 2002). Panas tubuh dapat
dihasilkan dari reaksi biokimia pada saluran pencernaan. Jika lingkungan tempat tinggalnya dingin
maka panas tersebut digunakan oleh ternak untuk pemeliharaan temperatur tubuh sebaliknya pada
lingkungan yang panas, produksi panas harus dikeluarkan dari tubuh ternak dengan jalan konveksi.
Selain tingkat konsumsi pakan, jenis bahan pakan yang dicerna juga dapat berpengaruh terhadap
produksi panas pada tubuh ternak. Bahan pakan dari nabati menghasilkan panas lebih endah dari
bahan pakan hewani, meningkatnya kinerja mikroorganisme rumen akan dapan meningkatkan
produksi panas (Nuriyasa, 2017). Purwanto et all (1993) produksi panas pada sapi laktasi dan kering
kandang/ tidak memproduksi susu mencapai titik maksimum 3 jam setelah makan. Selain hal tersebut
produksi panas juga dipengaruhi oleh tingkah laku ternak, jumlah dan jenis pakan yang dikonsumsi,
suhu lingkungan, laktasi, pertumbuhan ternak dan kebuntingan.
Ternak dalam kehidupanya dipengaruhi oleh lingkungan baik lingkungan fisik, lingkungan
biologi maupun lingkungan sosial. Ternak juga mempertahankan diri dari lingkungan yang
mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara memproduksi panas. Panas
yang diproduksi oleh ternak menggantikan panas yang hilang untuk menyesuaikan tubuhnya. Ternak
dalam melepaskan panas untuk menyesuaikan kondisi tubuh dan lingkunganya . Interaksi panas
hewan/ternak dengan lingkunganya yang menguntungkan untuk mengatur suhu tubuh dengan
meningkatkan/menurunkan dati tubuh dan memperoleh panas dapat melalui konduksi, konveksi,
radiasi, evaporasi dan metabolisme
84
REVERENSI
[1] Berman.2003. Effects of Body Surface Area Estimates on Predicted Energy Requirements and
Heat Stress.J. of Dairy Sci. Vol.86(11)
[2] Esmay, M.L. and Dixon, J.E. 1986.Environmental control for agricultural buildings. control
for agricultural buildings.Dep. Agric. Engineering, Michigan State Univ. East Lansing. USA
[3] Lawrence, T. L. J., V. R. Fowler. 2002. Growth of farm animals. CABI Publishing.
[4] Gous. R.M. and T.R Morris.2005. Nutritional interventions in alleviating the effects of
temperatures in broiler production. World's Poultry Science Journal.Vol 61(3)
[5] Nuriyasa dan E. Puspany .2017. Ilmu Lingkungan Ternak. Diktat Kuliah. Fakultas Peternakan
Universitas Udayana. Bali
[6] Purwanto, B.P., F. Nakamasu, and S. Yamamoto. 1993. Effect of environmental temperatures
on heat production in dairy heifers differing in feed intake level. AJAS. 6 : 275- 279
[7] West.2003. Effect of Heat Stress on Production in Dairy Cattle.J. of Dairi Sci.Vol 86(6)
85
SESI PERKULIAHAN KE: IX
Deskripsi Singkat :
Energi panas dapat dihasilkan oleh ternak dengan cara merubah energi kimia yang ada dalam
pakan menjadi energy daya kerja (Nuriyasa, 2017). Selain produksi panas yang ada dalam
tubuhnya ternak juga menerima beban panas dari lingkungan hidupnya. Panas yang dihasilkan
oleh tubuh ternak dapat dihitung dengan mengetahui konsumsi oksigen karena konsumsi oksigen
sangat terkait dengan tingkat pembakaran/metabolisme pada tubuh ternak. Produksi panas
metabolis dihasilkan dari energi kimia yang terkandung dalam bahan pakan yang ditransver
menjadi energi panas. West (2003) Peningkatan beban panas disebabkan oleh kombinasi suhu
udara, kelembaban, angin, dan radiasi matahari dapat meningkatkan temperatur dan respirasi
pada tubuh ternak serta mengurangi konsumsi pakan dan produksi susu. Produksi panas tubuh
juga tergantung pada pelepasan panas tubuh ternak kelingkungan tempat hidupnya. Pada proses
pelepasan panas tubuh ke lingkungan dapat terjadi melalui beberapa proses seperti konfeksi,
konduksi, evaporasi dan radiasi. Permukaan kulit hewan/ternak berguna untuk melepas panas
dengan proses konveksi, radiasi dan evaporasi (Berman, 2003).
86
BAB VIII. PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAH LAKU, SISTEM
SYARAF DAN PRODUKSI TERNAK
A. Pendahuluan
Masing-masing ternak memiliki kondisi yang cocok dengan lingkungan terkait temperatur dan
kelembaban udara, namun hal tersebut akan menjadi masalah jika kondisi lingkungan tidak
mendukung kehidupanya maka akan mengakibatkan ternak mengalami stress yang dapat dilihat dari
tingkah laku pada ternak itu sendiri. Stress pada ternak dapat disebabkan dari faktor eksternal dan
faktor internal. Penyebab stress pada faktor internal meliputi penyakit, vaksinasi dan penyapihan
sedangkan pada faktor eksternal yaitu cuaca, hijauan pakan dan lingkungan yang ditempatinya. Stress
dapat menyebabkan tingkah laku yang abnormal/anomaly pada ternak yang diakibatkan pada tekanan
disekitar ternak. Beberapa anomali pada tingkah laku ternak contohnya : ternak sapi suka menendang
karena mendapatkan tekanan oleh penggembala, stress akibat kekurangan pakan sehingga ternak
memakan benda yang bukan bahan makanan/pica terkadang memakan kayu atau perlengkapan
kandangnya sendiri. Sohail et.all (2010) Suhu lingkungan yang tinggi akan mempengaruhi akan
berpengaruh terhadap tingkah laku ternak, fungsi beberapa organ tubuh seperti jantung, alat
pernafasan, dan secara tidak langsung mempengaruhi peningkatan hormon kortisol, menurunkan
hormon adrenalin dan tiroksin dalam darah.
Ketika temperatur lingkungan terlalu tinggi ternak dapat mengalami stress, ketika ternak
menderita stress maka system neurogenik langsung diaktifkan (Virden dan Kidd, 2009) yang
selanjutnya ditandai dengan peningkatan tekanan darah, otot, sensivitas syaraf, gula darah dan
respirasi jika upaya tersebut gagal maka tubuh akan mengaktifkan hypothalamic-pituitary-adrenal
cortical system (Tamzil, 2014). Ketika sistem ini diaktifkan hipotalamus akan menghasilkan
corticotrophin releasing factor yang akan merangsang pituitary untuk pelepasan adreno kortikotropik
hormone (ACTH). Menurut Virden dan Kidd (2009) kortisol adalah kortikosteroid yang paling utama
pada mamalia, sedangkan kortikosteron adalah kortikosteroid utama pada bangsa burung,
Kehadirannya dapat mengganggu fungsi kekebalan tubuh dan jaringan limfoid. Kekebalan ternak
yang terganggu dapat mengakibatkan ternak mudah terserang penyakit yang disebabkan virus,
bakteri, tungau yang selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan dan produksi ternak
87
B. Pengaruh Lingkungan Terhadap Tingkah Laku Ternak
Tingkah laku ternak merupakan suatu bentuk aktivitas pada ternak yang melibatkan fungsi
fisiologisnya dari paduan antara aktivitas keturunanya dan pengalaman individu dalam menghadapi
obyek dilingkungan tempat tinggalnya. Fungsi tingkah laku pada ternak sendiri merupakan cara
ternak untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan keadaan di lingkunganya baik itu secara eksternal
maupun internal. Tingkah laku ternak dapat dibagi menjadi 2 yaitu tabiat makan ternak dan hubungan
sosial ternak (Nuriyasa dan Puspany, 2017). Tingkah laku ternak sendiri dipengaruhi oleh sifat genetik
dan lingkungan. Pengaruh lingkungan pada tingkah laku ternak contohnya : suatu ternak mendapat
cekaman panas atau kebisingan dilingkungan tempat hidupnya dapat memicu sifat agonistik ternak.
Tingkah laku ternak yang menyimpang dapat menurunkan produktivitas ternak. Penyimpangan
tingkah laku menyebabkan pemborosan penggunaan energi yang dikonsumsi ternak. Energi yang
semestinya dipergunakan untuk produksi akan dipergunakan untuk pola tingkah laku yang
menyimpang tersebut. Kebanyakan ternak, terutama unggas mempunyai tingkah laku agonistik
seperti tabiat saling mematuk, mengancam, mengindar dan berkelahi (Nuriyasa dan Puspany, 2017).
Ternak yang hidup di lingkungan dengan berkelompok akan saling berinteraksi satu sama lain
sampai akhirnya terbentuk rangking order. Ternak yang kuat akan lebih berkuasa dari ternak yang
lemah. Ternak juga memiliki kitingkah laku yang berkaitan dengan aktivitas pada waktu makan.
Jumlah konsumsi ransum yang dimakan oleh seekor ternak dapat ditentukan oleh faktor antara lain :
jenis ternak, umur ternak, aktivitas ternak, jenis kelamin ternak, suhu lingkungan , kandungan energi
ransum dan kesehatan ternak (Nuriyasa dan Puspany, 2017).
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkah laku aktivitas makan contohnya jika
kondisi lingkungan sangat dingin, sehingga ternak mengalami hipotermia ternak akan berusaha untuk
mengkonsumsi ransum lebih banyak dari pada saat kondisi lingkungan nyaman. Konsumsi ransum
yang lebih banyak bertujuan untuk menghasilkan energy yang ada dalam tubuh ternak tersebut.
Ternak yang mengalami cekaman dingin membutuhkan energy lebih banyak, yang nanyinya sebagian
energi dalam tubuh diubah dalam bentuk panas agar bias mengimbangi kondisi lingkungan yang
dingin. Energi yang dihasilkan juga tergantung dari kandungan nutrisi dan energi dalam ransum.
Ransum dengan kandungan energy tinggi akan dikonsumsi lebih sedikit daripada ransum dengan
kandungan energy yang rendah. Pada ternak yang sakit konsumsi pakan juga lenih rendah karena
disebabkan gangguan metabolisme yang menyebabkan nafsu makan ternak turun.
88
Ternak yang stress merupakan suatu tanda bahwa ternak tersebut memiliki respon terhadap
tekanan lingkungan disekitarnya. Perubahan tingkah laku seperti keinginan mematuk, bertarung dan
menyerang merupakan respon ternak terhadap tekanan yang ada dilingkungan sekitarnya. Perubahan
fisiologi seperti peningkatan denyut jantung, sirkulasi darah yang akan mempengaruhi peredaran
darah ke seluruh tubuh ternak. Cekaman yang terjadi dilingkungan dan merubah tingkah laku ternak
biasanya disebabkan oleh faktor cuaca/iklim yaitu jika terjadi perubahan dari temperatur panas ke
temperatur dingin atau sebaliknya secara cepat. Contohnya, Jika temperatur terlalu panas ternak akan
menampakan tingkah lakunya seperti saling mematuk aayam dalam kandang, berkelahi, kelaparan
dan kehausan.
Pergerakan udara dan angin juga sangat berpengaruh terhadap pola pakan pada ternak serta
hubungan social antar ternak dalam kandang. Kepadatan kandang yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan suhu dan kelembaban kandang mengalami peningkatan yang dapat mengganggu
kesehatan ternak. Angin sangat berpengaruh terhadap pelepasan panas dalam tubuh ternak ke
lingkungan dengan cara konduksi, evaporasi dan konveksi. Semakin tinggi kecepatan angin dalam
kandang semakin mudah ternak melepaskan panas tubuhnya kelingkungan tempat tinggalnya. Pada
kandang dengan kecepatan angin nyang rendah dapat membuat ternak kurang nyaman sehingga
ternak dapat mengalami cekaman panas.
Lingkungan sangat berpengaruh dalam kehidupan ternak tak terkecuali pada fungsi organ-organ
tubuh ternak. Lingkungan yang memberi kenyamanan pada ternak akan menghasilkan produksi yang
optimal dan pertumbuhan ternak yang maksimal. Sebaliknya jika lingkungan terlalu panas atau dingin
akan dapat dirasakan oleh ternak dalam suatu cekaman. Cekaman panas maupun cekaman dingin
dapat membuat ternak menjadi stress. Setiap respon biologis maupun ancaman dari lingkungan (suhu,
kelemaban, panas matahari) dapat menggangu homeostatis.
Adanya faktor iklim seperti temperatur, angin dan kelembaban akan diterima oleh reseptor untuk
mengirimkan informasi ke hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat koordinasi tubuh ternak.
Hipotalamus akan memberi perintah melalui eferen untuk menghasilkan respon. Respon tersebut akan
dikeluarkan sebagai umpan balik negatif dari lingkunganya, dan proses ini terus berjalan sampai
terjadi keseimbangan dalam tubuh ternak. Apabila terjadi keadaan peningkatan melebihi batas normal
maka akan terjadi umpan balik negatif sehingga keadaan tubuh tetaplah normal.
89
Jika suhu tubuh melebihi temperatur normal pada ternak, informasi akan dikirim ke hipotalamus.
Hipotalamus melali system syaraf akan memberi perintah ke kelenjar keringat untuk mensekresikan
pengeluaran panas, pada keadaan ini uap air yang membawa panas dari tubuh menuju ke permukaan
kulit sehingga terjadi evaporasi. Hipotalamus mengirim perintah ke otot agar mengurangi
gerak/aktivitas untuk mengurangi produksi panas tubuh. Hipotalamus juga memberi perintah ke otot-
otot kulit arterior untuk relaksasi diikuti pembesaran arteri kemudian darah akan menuju ke kulit
sehingga pengeluaran panas terjadi melalui konduksi dan radiasi panas ke lingkunganya dan hal ini
terjadi sampai tubuh dalam kondisi yang normal (Yulianti, 2015)
Temperatur tubuh yang dibawah normal maka otomatis informasi akan dikirim ke hipotalamus.
Hipotalamus melalui system syaraf akan memberi perintah kepada kelenjar keringat untuk
mengurangi pengeluaran uap air/ mengurangi evaporasi. Hipotalamus juga mengirimkan informasi
ke otot untuk melakukan aktivitas seperti menggigil sehingga panas yang dihasilkan jauh lebih
banyak. Hipotalamus juga mengirim perintah ke otot kulit agar dinding anteriol mengerut, keadaan
ini menyebabkan penyempitan arteri dan sedikit darah yang menuju kulit, sehingga mengurangi
terjadinya pengeluaran panas melalui radiasi dan konduksi. Proses ini terus berlangsung sampai suhu
tubuh kembali dalam kisaran normal (Yulianti, 2015)
Suhu tubuh yang mengalami penurunan maka pituitary maka akan mensyekresikan hormon
tyroid untuk meningkakan panas metabolisme. Produksi panas metabolis akan diatur oleh
hipotalamus dalam kisaran yang normal. Hipotalamus akan merangsang syaraf tak sadar dan syaraf
tak sadar agar memnuat suhu tubuh normal kembali. Pada system syaraf tak sadar akan merangsang
peningkatan aktivitas otot dalam mengahsilkan panas, sedangkan pada system syaraf sadar akan
memicu untuk mencari sinar matahari atau sumber panas lainya. Apabila suhu tubuh meningkat maka
mekanisme pendinginan terjadi. Pituitari akan mensekresikan hormon tiroid untuk mengurangi panas
metabolis. Pengurangan panas metabolis akan diatur oleh hipotalamus yang merangsang syaraf sadar
dan syaraf tidak sadar. Syaraf tak sadar akan merangsang untuk berkeringat sedangkan syaraf sadar
akan merangsang ternak agar melakukan sedikit aktivitas. Suhu tubuh ternak yang terlalu panas maka
keringat mneguap dan otot relaksasi, kapiler darah membesar. Panas yang hilang dari tubuh dan suhu
akan menurun kembali normal. Panas yang diterima oleh: saraf di kulit dan tubuh, darah yang
mengalir melalui otak dan hipotalamus akan merangsang kembali kulit dan kelenjar keringat sampai
kondisi suhu tubuh normal. Semua mekanisme ini dikordinasi oleh hipotalamus. Suhu tubuh yang di
bawah kisaran normal akan merangsang penurunan pelepasan panas dari tubuh ke
90
lingkungan. Dingin akan diterima oleh syaraf kulit dan tubuh, serta darah yang mengalir melalui otak
dan hipotalamus. Keadaan ini akan menyebabkan perilaku respon seperti gemetar dan mendari
sumber panas, selain itu suhu yang terlalu dingin menyebabkan bulunya berdiri tegak, Kejadian
tersebut akan menyebabkan peningkatan panas tubuh dan temperatur kembali dalam kisaran normal.
Prosen tersebut dinamakan homeostatis (Yulianti, 2015)
91
Radiasi sinar matahari terutama penyinaran juga berpengaruh pada kualitas hijauan pakan
ternak (rumput dan legume).
92
diperuhi oleh musim (Mariana et.al, 2016) Suhu lingkungan yang tinggi pada musim kemarau
menyebabkan perubahan fisiologis pada sapi perah (Purwanto et al, 1993). Musim kemarau dengan
temperatur yang tinggi menyebabkan cekaman panas pada sapi perah semakin lama, sehingga dapat
berpengaruh terhadap respon fisiologis yang berimbas pada penurunan produksi dan kualitas susu.
93
RANGKUMAN
Ketika temperatur lingkungan terlalu tinggi ternak dapat mengalami stress, ketika ternak
menderita stress maka system neurogenik langsung diaktifkan (Virden dan Kidd, 2009) yang
selanjutnya ditandai dengan peningkatan tekanan darah, otot, sensivitas syaraf, gula darah dan
respirasi jika upaya tersebut gagal maka tubuh akan mengaktifkan hypothalamic-pituitary-adrenal
cortical system (Tamzil, 2014). Ketika sistem ini diaktifkan hipotalamus akan menghasilkan
corticotrophin releasing factor yang akan merangsang pituitary untuk pelepasan adreno kortikotropik
hormone (ACTH). Menurut Virden dan Kidd (2009) kortisol adalah kortikosteroid yang paling utama
pada mamalia, sedangkan kortikosteron adalah kortikosteroid utama pada bangsa burung,
Kehadirannya dapat mengganggu fungsi kekebalan tubuh dan jaringan limfoid. Kekebalan ternak
yang terganggu dapat mengakibatkan ternak mudah terserang penyakit yang disebabkan virus,
bakteri, tungau yang selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan dan produksi ternak.
susu dapat turun selama ternak mengalami cekaman dan stress panas. Pengaruh stress ternak
terhadap produksi susu dapat disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan unyuk
maintance/mempertahankan hidupnya untuk menghilanhkan kelebihan beban panas, mengurangi laju
metabolisme tubuh dan menurunkan konsumsi pakan. Penurunan produksi susu yang pada ternak
perah yang menderita stress terjadi dapat terjadi karena pengurangan pertumbuhan kelenjar-kelenjar
mamae yang pada awalnya mengurangi pertumbuhan fetus dan plasenta (Anderson, et al. 1985).
94
REFERENSI
[1] Sohail MU, Ijaz A, Yousaf MS, Ashraf K, Zaneb H, Aleem M, Rehman H. 2010. Alleviation
of cyclic heat stress in broilers by dietary supplementation of mannanoligosaccharide and
Lactobacillus-based probiotic: Dynamics of cortisol, thyroid hormones, cholesterol, C-
reactive protein, and humoral immunity. Poult Sci. 89
[2] Virden WS, Kidd MT. 2009. Physiological stress in broilers: ramifications on nutrient
digestibility and responses. J Appl Poult Res. 18:338-347.
[3] M.H. Tamzil.2014. Stres Panas Pada Unggas: Metabolisme, Akibat dan Upaya
Penanggulangannya.Wartazoa. Vol 24 (2)
[4] N. Yuliani. 2015.Menangani Stress Panas Pada usaha Sapi Potong. Animal Husbandry
Universitas. Lampung.http://niayulianty.blogspot.com/2015/01/menangani-stres-panas-pada-
usaha sapi. Html
[5] Nuriyasa dan E. Puspany .2017. Ilmu Lingkungan Ternak. Diktat Kuliah. Fakultas Peternakan
Universitas Udayana. Bali
[6] Anggraeni.A.2003. Keragaan Produksi Susu Sapi Perah kajian Pada Faktor Koreksi Pengaruh
Lingkungan Internal.Wartazoa Vol 14 (1)
[7] A.Yani dan B.P. Purwanto.2006.Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Respons Sapi Peranakan
Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan Untuk Meningkatkan Produktivitasnya (Ulasan).
Media Peternakan. Hal 35-46
[8] E.Mariana, D.N. Hadi, N.Q.Agustin.2016. Respon Fisiologis dan Kualitas Susu Sapi Perah
Friesian Holstein pada Musim Kemarau Panjang di Dataran Tinggi. J. Agripet.Vol 16(2)
[9] A. Yani dan B.P.Purwanto.1993. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi
Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya
(ULASAN). Media Peternakan Vol 29(1)
[10] T.A. Ferris, I.L. Mao, C.R. Anderson.1985. Selecting for Lactation Curve and Milk Yield in
Dairy Cattle. J of. Dairy.Sci Vol 68(6)
5. Faktor lingkungan apa saja yang berperan penting dalam produksi ternak
95
I. Kemampuan Akhir yang Diharapkan :
a. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku ternak
b. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengaruh lingkungan terhadap sistem syaraf
c. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengaruh lingkungan terhadap produksi susu
Deskripsi Singkat :
Tingkah laku ternak merupakan suatu bentuk aktivitas pada ternak yang melibatkan fungsi
fisiologisnya dari paduan antara aktivitas keturunanya dan pengalaman individu dalam
menghadapi obyek dilingkungan tempat tinggalnya. Fungsi tingkah laku pada ternak sendiri
merupakan cara ternak untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan keadaan di lingkunganya
baik itu secara eksternal maupun internal. Lingkungan sangat berpengaruh dalam kehidupan
ternak tak terkecuali pada fungsi organ-organ tubuh ternak. Lingkungan yang memberi
kenyamanan pada ternak akan menghasilkan produksi yang optimal dan pertumbuhan ternak
yang maksimal. Sebaliknya jika lingkungan terlalu panas atau dingin akan dapat dirasakan oleh
ternak dalam suatu cekaman. Cekaman panas maupun cekaman dingin dapat membuat ternak
menjadi stress. Setiap respon biologis maupun ancaman dari lingkungan (suhu, kelemaban,
panas matahari) dapat menggangu homeostatis. Faktor lingkungan dapat memberi pengaruh
cukup besar terhadap tingkat produksi. Faktor yang paling berpengaruh pada produksi adalah
temperatur dan kelembaban.
Bahan Bacaan :
[1] Sohail MU, Ijaz A, Yousaf MS, Ashraf K, Zaneb H, Aleem M, Rehman H. 2010. Alleviation
of cyclic heat stress in broilers by dietary supplementation of mannanoligosaccharide and
Lactobacillus-based probiotic: Dynamics of cortisol, thyroid hormones, cholesterol, C-
reactive protein, and humoral immunity. Poult Sci. 89:1934-1938.
[2] Virden WS, Kidd MT. 2009. Physiological stress in broilers: ramifications on nutrient
digestibility and responses. J Appl Poult Res. 18:338-347.
[3] M.H. Tamzil.2014. Stres Panas Pada Unggas: Metabolisme, Akibat dan Upaya
Penanggulangannya.Wartazoa. Vol 24 (2)
[4] N. Yuliani. 2015.Menangani Stress Panas Pada usaha Sapi Potong. Animal Husbandry
Universitas
[5] Nuriyasa dan E. Puspany .2017. Ilmu Lingkungan Ternak. Diktat Kuliah. Fakultas Peternakan
Universitas Udayana. Bali
II. Bacaan Tambahan
Nuriyasa dan E. Puspany .2017. Ilmu Lingkungan Ternak. Diktat Kuliah. Fakultas Peternakan
Universitas Udayana. Bali
III. Pertanyaan Soal dan Tugas
Carilah Journal yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku, produksi
dan sistem syaraf, diskusikan dengan teman-temanmu.
96
IX. PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP TERNAK POTONG
A. Pendahuluan
Betapapun superiornya genetik ternak tidak akan mampu memberikan hasil yang optimal jika
dipelihara pada daerah yang tidak sesuai lingkungannya. Hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh
lingkungan terhadap performans ternak. Faktor-faktor lingkungan seperti pakan, kandang, suhu,
kelembaban, angin, radiasi, tekanan udara dan curah hujan dapat secara langsung dan tidak langsung
mempengaruhi produksi ternak. Keadaan ini merupakan kendala yang sangat serius bagi daerah
tropik seperti Indonesia utamanya terhadap upaya pengembangan produksi peternakan.
Bagi ternak potong ruminansia tingginya suhu lingkungan merupakan pengaruh langsung yang
dapat mengakibatkan cekaman panas pada ternak dan secara tidak langsung mempengaruhi kualitas,
kuantitas dan kontinyuitas hijauan pakan ternak. Suhu tinggi akan mempengaruhi temperatur dan
metabolisme sehingga akan terjadi akumulasi panas yang berlebihan dalam tubuh. Akibatnya
konsumsi air akan meningkat sedangkan menurunnya konsumsi pakan yang akhirnya akan
menurunkan bobot badan.
Dibandingkan dengan ternak homoiterm lainnya kambing lebih adaptabel terhasdap kondisi
lingkungan tinggi. Hal ini disebabkan permukaan tubuhnya kecil, folikel rambut lebih sedikit per unit
permukaan tubuh, kulit lebih tipis, rapat dan elastis, lemak subcutan lebih sedikit dan mempunyai
panas metabolik lebih rendah. Kisaran suhu tubuh kambing lebih tinggi (36,7 - 40,7oC) dibandingkan
ternak lainnya. Namun demikian jika tubuh ternak mengalami cekaman panas yang berkepanjangan
dengan suhu lingkungan yang tidak sesuai dengan keadaan normal dapat menimbulkan gejala yang
tidak normal pula). Keadaan ini akan mempengaruhi aspek fisiologis ternak potong yang akhirnya
akan menurunkan performansnya.
97
yang selalu berkaitan erat dengan kelembaban yang nyaman (comfort zone), dengan batas maksimum
dan minimum temperatur dan kelembaban lingkungan berada pada thermoneutral zone.
Di luar kondisi ini kambing perah akan mengalami stress. Stress yang banyak terjadi adalah stress
panas. Hal ini disebabkan Temperature Humidity Index (THI) berada di atas THI normal. Induk
kambing perah yang berada pada THI kritis, akan mengalami penurunan dan komposisi susu. Itu
berarti, induk kambing perah laktasi yang mengalami cekaman panas (stres panas), akan mengalami
gangguan fisiologis dan produktivitas. Lingkungan ternak adalah keseluruhan dari kondisi eksternal
ternak yang memberikan efek terhadap perkembangan, respon, dan pertumbuhan ternak. Secara
harfiah, lingkungan dapat dipisahkan kedalam beberapa faktor yakni, fisik, sosial, panas. Faktor fisik
antara lain, ruang, tekanan, dan peralatan (perkandangan). Faktor sosial antara lain, jumlah ternak
yang di pelihara dalam kandang dan tingkah lakunya. Sedangkan faktor panas antara lain, temperatur
udara, kelembaban relatif, perpindahan udara, dan radiasi. Lingkungan yang mempengaruhi
produktivitas ternak potong dapat diklasifikasikan dalam dua komponen, yaitu :
(1) Abiotik : semua faktor fisik dan kimia
(2) Biotik : semua interaksi di antara (perwujudan) makanan, air, predator, penyakit serta interaksi
sosial dan seksual.
Faktor lingkungan abiotik adalah faktor yang paling berperan dalam menyebabkan stres fisiologis.
Komponen lingkungan abiotik utama yang pengeruhnya nyata terhadap ternak adalah temperature,
kelembaban, curah hujan, angin dan radiasi matahari.
1. Temperatur
Zona panas-netral didefinisikan sebagai rentangan suhu sekitar yang mencakup produksi panas
metabolik seekor ternak dan yang dalam waktu singkat tidak tergantung pada suhu sekitar. Suhu kritis
atas (SKA), suhu di atas zona panas-netral, merupakan suhu yang mengharuskan ternak untuk
mengeluarkan panas tubuhnya secara mencolok demi mempertahankan keseimbangan panas tubuh.
Keadaan itu didefinisikan sebagai suhu di atas pengaturan panas penguapan yang diperlukan untuk
menjaga keseimbangan panas. Suhu kritis bawah (SKB) adalah suhu yang lebih rendah dimana ternak
harus meningkatkan kecepatan produksi panas metabolik dengan cara mengigil dan/atau pengeluaran
panas tanpa proses mengigil untuk mempertahankan keseimbangan panas.
Apabila dihadapkan pada cekaman panas, prioritas tingkah laku kambing PE akan berubah dari
kegiatan merumput dan mengkonsumsi pakan untuk menghindari kondisi yang tidak menyenangkan.
Konsekuensi yang cepat adalah mengurangi konsumsi pakan dan energi metabolis yang tersedia.
98
Gangguan lain terhadap keseimbangan energi berasal dari perubahan fisiologis, endokrin dan
pencernaan yang selanjutnya menurunkan energi yang tersedia, dan sebagai konsekuensinya
menurunkan produksi ternak.
Kulit sangat berperan dalam mempertahankan keseimbangan panas. Kulit tidak hanya memiliki
sensor panas berkerapatan tinggi tetapi juga diperlukan untuk mengatur suhu kulit dan kecepatan
aliran panas dari tubuh melalui mekanisme vasomotor tepi.
Suhu rektal kambing pada kondisi normal adalah 38,5 - 40° C dengan rataan 39,4 ° C atau antara
38,5 dan 39,7° C dengan rataan 39,1°. Kambing sudah menunjukkan penurunan konsumsi pakan pada
suhu 35°C. Dimana penurunan konsumsi pakan akan berakibat pada penurunan konsumsi energi, dan
energi yang rendah inilah yang menjadi faktor utama yang mengakibatkan rendahnya kemampuan
berproduksi susu ternak perah di daerah-daerah tropis.
2. Kelembaban
Tingkat kelembaban dari lingkungan mempunyai dampak yang signifikan terhadap pada rata-rata
panas yang hilang dari ternak, terutama pada suhu lingkungan yang tinggi. Dalam suhu psikometris
hal tersebut memungkinkan penggambaran dari rasio kelembaban, derajat kejenuhan, atau
kelembaban absolut. Ketika lingkungan dan memberikan pengaruh terhadap suhu sekeliling dari
tubuh ternak, evaporasi hanyalah nilai rata-rata dari panas yang hilang. Jika lingkungan tersebut
seharusnya manjadi jenuh, kemudian sesuai dengan hukum fisika terhadap transfer panas tidak akan
menyebabkan hilangnya panas.
Kelembaban nisbi suatu wilayah adalah penentu utama bagi tipe ruminansia kecil yang sesuai
dengan wilayah tersebut. Kambing cenderung untuk hidup lebih baik pada iklim yang lebih kering
sedangkan kambing yang dipelihara di wilayah basah cenderung lebih mudah mati karena infeksi
parasit atau oleh penyakit lain daripada yang dipelihara di wilayah kering.
3. Sinar Matahari
Unsur-unsur iklim lainnya yang diduga mempunyai aspek terhadap kemampuan berproduksi susu
kambing perah adalah radiasi matahari dan kecepatan pergerakan angin. Radiasi matahari yang
langsung dan secara terus menerus disiang hari, bagaimanapun akan mempengaruhi suhu tubuh
kambing perah dan ternak-ternak lainnya. Sedangkan kecepatan pergerakan angin lebih berperan
99
terhadap penguapan air tubuh di dalam pengaturan suhu tubuh. Suhu udara yang tinggi dengan
kelembaban udara yang tinggi akan dapat meningkatkan derajat penguapan air tubuh bila disertai
dengan pergerakan angin yang lebih cepat. Sebaliknya dalam keadaan suhu dan kelembaban udara
yang tinggi tanpa disertai dengan pengerahan angin yang lebih cepat akan berakibat pada derajat
penguapan air tubuh yang tidak berjalan sempurna lagi.
Pakan dan iklim adalah faktor-faktor yang paling dominan dari pengaruh lingkungan terhadap
produksi. Faktor iklim yang terpenting adalah suhu dan kelembaban, tetapi angin dan sinar matahari
mempengaruhi kombinasi suhu dan kelembaban yang dibutuhkan untuk produksi yang optimum.
Ternak yang dipelihara dengan cara ditambatkan biasanya terkena sinar matahari langsung, dan
tampaknya menderita karena cekaman panas.
Ciri ternak tropis adalah berbulu tipis yang berarti rendahnya perlindungan terhadap panas.
Namun, bulu yang menutupi tubuh kambing tropis memberikan perlindungan yang memadai terhadap
pengaruh langsung sinar matahari, dan memberikan manfaat untuk pengaturan panas oleh ternak yang
berjemur di panas matahari. Pancaran sinar matahari sampai kira-kira 800 kkal/m2 jam memberikan
beban panas terbesar yang diterima oleh permukaan tubuh ternak, dimana permukaannya tertutupi
oleh bulu. Sebagian energi dipantulkan sebagai pancaran gelombang pendek.
4. Produksi panas
Penerimaan beban panas yang hebat seperti itu, hipertermia dapat menaikkan suhu yang masih
dapat diterima oleh tubuh yang hanya dapat dihindari dengan penguapan air. Pengeluaran keringat ke
permukaan tubuh oleh ternak yang menerima panas lingkungan dalam jumlah besar adalah cara yang
tidak efisien untuk mengurangi beban panas tubuh. Perlu diingat bahwa ruminansia kecil sedikit
berkeringat kecuali pada skrotum ternakjantan. Bulu memberikan perlindungan fisik dari pancaran
sinar matahari langsung dan tak langsung serta pengaruh suhu udara efektif yang tinggi.
100
a. Penggunaan bahan bangunan kandang yang tidak memantulkan panas.
b. Pengaturan ventilasi kandang yang sesempurna mungkin.
c. Menempatkan bangunan kandang pada tempat- tempat yang lebih tinggi, agar angin dengan
leluasa dapat keluar masuk kandang.
d. Menanam pohon-pohon penenduh disekitar kandang, akan tetapi penanaman pohon-pohon itu
harus diatur seclemikian rupa agar jangan menghalangi pergerakan angin dari luar clan dalam
kandang.
101
RANGKUMAN
1) Betapapun superiornya genetik ternak tidak akan mampu memberikan hasil yang optimal jika
dipelihara pada daerah yang tidak sesuai lingkungannya. Hal ini menunjukkan betapa besar
pengaruh lingkungan terhadap performans ternak.
2) Lingkungan yang mempengaruhi produktivitas ternak potong dapat diklasifikasikan dalam dua
komponen, yaitu :
(1) Abiotik : semua faktor fisik dan kimia
(2) Biotik : semua interaksi di antara (perwujudan) makanan, air, predasi, penyakit serta interaksi
sosial dan seksual.
REFERENSI
[1] Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animal. Lea and Fabinge. Philadelpia.
[2] Hafid, H. dan Adawiah. 2000. Tinjauan aspek fisiologis ternak kambing pada suhu
lingkungan tinggi. Warta Wiptek. Volume Juni 2000. ISSN No.0854-0667.
[3] Williamson, G., and W.A.J. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis.
Terjemahan I.B. Djagra. UGM Press, Yogyakarta.
[4] Yousef, M.K., 1985. Stress Physiology in Livestock. Vol.I. Basic Principles. CRC Press. Inc.,
Boca Raton. Florida.
102
SESI PERKULIAHAN KE: XII
Deskripsi Singkat :
3) Betapapun superiornya genetik ternak tidak akan mampu memberikan hasil yang optimal jika
dipelihara pada daerah yang tidak sesuai lingkungannya. Hal ini menunjukkan betapa besar
pengaruh lingkungan terhadap performans ternak.
4) Lingkungan yang mempengaruhi produktivitas ternak potong dapat diklasifikasikan dalam dua
komponen, yaitu : Abiotik : semua faktor fisik dan kimia, Biotik : semua interaksi di antara
(perwujudan) makanan, air, predasi, penyakit serta interaksi sosial dan seksual.
Hafid, H. dan Adawiah. 2000. Tinjauan aspek fisiologis ternak kambing pada suhu lingkungan
tinggi. Warta Wiptek. Volume Juni 2000. ISSN No.0854-0667.
Williamson, G., and W.A.J. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Terjemahan
I.B. Djagra. UGM Press, Yogyakarta.
Yousef, M.K., 1985. Stress Physiology in Livestock. Vol.I. Basic Principles. CRC Press. Inc.,
Boca Raton. Florida.
I. Bacaan Tambahan
Hafid, H. dan Adawiah. 2000. Tinjauan aspek fisiologis ternak kambing pada suhu lingkungan
tinggi. Warta Wiptek. Volume Juni 2000. ISSN No.0854-0667.
103
BAB IX. PENGARUH IKLIM TROPIS TERHADAP TERNAK
RUMINANSIA DAN NON RUMINANSIA
A. Pendahuluan
Iklim merupaka faktor yang sangat penting dan berpengaruh baik langsung maupun tak langsung
bagi kehidupan ternak. Pengaruh iklim tropis terhadap ternak ruminansia dan non ruminansia
memiliki potensi dan tantangan tersendiri di wilayah tropika karena potensi lingkungan tropis dengan
musim yang beragam dapat berpengaruh terhadap prosuksi ternak ruminansia dan non ruminansia
yang sepanjang tahun. Komponen iklim yang memberikan dampak besar meliputi intensitas matahari,
suhu dan kelembaban dan curah hujan sepanjang tahun. Berbagai macam tantangan pada peternakan
di wilayah tropika untuk memajukan dan mengembangkannya membutuhkan usaha yang maksimal.
Berdasarkan gambaran curah hujan, menurut Mohr (1933) daerah di Indonesia dibagi menjadi
beberapa kelompok antara lain : 1) daerah basah dengan kriteria setiap bulan memiliki curah hujan
60 mm, 2) daerah agak basah yang memiliki periode kering yang lemah dan terdapat 1 bulan kering,
3) daerah agak kering jika terdapat bulan kering 3-4 bulan setiap tahunnya, 4) daerah kering
merupakan daerah yang memiliki bulan kering selama 6 bulan, 5) daerah sangat kering jika
kekeringanya sepanjang tahun dan memiliki kekeringan yang parah. Ternak sangat tergantung dengan
iklim, diantaranya dapat mempengaruhu morfologi ternak, perlindungan tubuh misalnya bulu, warna,
kesehatan dan produksinya. Provinsi Sumatera Utara termasuk kedalam daerah beriklim tropis dengan
tinggi curah hujan (Hanum, 2013).
Suhu/temperatur lingkungan juga sangat berpengaruh bagi ternak sebagai contoh ternak
memperoleh energinya dari pakan yang dimakan, produksi panas dan disipasi panas dalan tubuh
ternak ke lingkungan hidupnya. Pengaruh dari penyinaran matahari terhadap ternak dapat
berpengaruh antara lain dapat menimbulkan gangguan seperti mutasi generic karena radiasi matahari
secara intens dan kerusakan oleh sel kulit seperti kulit yang terbakar. Perubahan akan terjadi sejalan
dengan perubahan iklim dan memiliki dampak yang nyata untuk ternak seperti penyakit ternak.
Penularan dan penyebaran bibit penyakit dapat ditularkan melalui serangga, hewan pengerat dan
mikroorganisme lain yang sangat sensitif terhadap pengaruh musim. Penyakit ternak yang muncul
pada musim panas maupun musim dingin perlu diwaspadai guna pencegahan penyakit tersebut
muncul. Sistem produksi dan reproduksi juga perlu diperhatikan baik pada ternak ruminansia maupun
non ruminansia
104
B. Pengaruh Lingkungan Terhadap Ternak Ruminansia
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada ternak seperti pakan, pengelolaan
perkandangan, penyakit dan iklim baik iklim mirkro maupun iklim makro yang memberi pengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap produktivitas ternak. Iklim sangat berpengaruh pada ternak
ruminansia baik faktor reproduksi, produksi, konsumsi pakan maupun penyakit. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Rezekitiani (2018) bahwa faktor iklim seperti curah hujan, memberi
pengaruh terhadap kualitas semen. Curah hujan yang tinggi berpengaruh terhadap tingginya
motilitas/daya gerak sperma pada sapi juga berpengaruh terhadap tingginya volume semen.
Pada musim hujan, presentase laktasi pada sapi juga lebih baik dibanding musim kemarau yang
berkemungkinan terjadinya gangguan reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi susu
akibat dari kondisi iklim tetapi produksi susu pada musim hujan tidak berbeda nyata disbanding
musim kemarau (Pasaribu, 2015). Untuk memperoleh produktivitas yang optimal, maka pemeliharaan
ternak ruminansia harus memperhatikan iklim dilingkungan tempat hidupnya meliputi :
1) Temperatur/suhu lingkungan
Temperatur sangat berpengaruh terhadap kehidupan ternak, temperatur yang tinggi dapat
menyebabkan cekaman panas dan temperatur lingkungan yang terlalu rendah juga menyebabkan
cekaman dingin. Temperatur yang optimal bagi tubuh ternak juga berpengaruh terhadap
optimalnya produktivitas ternak. Beberapa contoh pengaruh temperatur yang terlampau panas
terhadap ternak :
Temperatur yang tinggi akan menurunkan konsumsi pakan, sebaliknya temperatur dingin
akan meningkkatkan nafsu makan
Temperatur panas akan meningkatkan konsumsi air minum sedangkan temperatur dingin
ternak berusaha mengurangi konsumsi air minum
Temperatur yang panas ternak akan mengurangi gerakan tubuhnya
Temperatur yang panas akan mempengaruhi pertumbuhan ternak lebih lambat
Temperatur yang panas dapat menurunkan produktivitas ternak perah/susu
Temperatur yang panas membuat ternak berkeringat sehingga memacu hilangnya zat-zat
makanan yang dikonsumsi ternak
Temperatur yang tinggi juga meningkatkan frekuensi pernafasan ternak ruminansia
Temperatur yang panas akan mengganggu hormone-hormon reproduksi dan perkembangan
sel telur ataupun sperma terganggu
105
Temperatur panas menurunkan daya tahan ternak terhadap penyakit.
2) Kelembaban udara
Kelembaban udara sangat berpengaruh terhadap kehidupan ternak. Kelembaban udara dalam
lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan ternak. Kelembaban yang tinggi biasanya ditandai
dengan peningkatan frekuensi pernafasan ternak. Di Indonesia kelembaban udara relatif dapat
mencapai 80% biasanya kelembaban tertinggi terjadi di dataran tinggi. Kelembaban udara yang
terlampau tinggi juga dapat menyebabkan stress pada ternak, yang ditandai dengan meningkatnya
suhu tubuh, diikuti respirasi dan denyut jantung sebaliknya konsumsi pakan menurun sehingga
berpengaruh dalam produktivitas ternak
3) Curah Hujan
Secara tidak langsung dapat nerpngaruh yakni pada kualitas hijauan pakan ternak. Pada saat
musim penghujan produksi hijauan meningkat dan pada musim kemarai produksi hijauan
menurun. Curah hujan yang tinggi pada musim hujan memang memberi keuntungan yaitu
pertumbuhan pakan ternak yang optimal, namun yang perlu diwaspadai adalah penyebaran bibit
penyakit. Peternak juga harus memperhatikan, pada musim hujan sebaiknya hijauan tidak
langsung diberikan pada ternak ruminansia namun harus dikeringkan terlebih dahulu karena dapat
menyebabkan kembung/bloat pada ternak. Curah hujan yang tinggi juga berpengaruh pada
kelembaban di kandang sehingga bakteri mudah berkembang peternak harus memastikan kondisi
kandang selalu kering agar ternak nyaman.
4) Angin
Kecepatan angin sangat penting bagi transver panas ternak terutama melalui proses konveksi dan
evaporasi. Kecepatan angina dalam kandang juga harus diatur dan disesuaikan dengan jumlah
ternak yang ada dalam kandang agar terhindar dari panas dan kelembaban yang tinggi. Pada
hijauan pakan ternak, angin sebagai media untuk penyebarab benih rumput ataupun hijauan
tanaman lain.
5) Radiasi matahari/sinar matahari
Sinar matahari yang ukup sangat dibutuhkan oleh ternak dan hijauan pakan ternak. Hijauan pakan
ternak membutuhkan sinar matahari untuk fotosintesis, sedangkan ternak untuk berjemur
menghangatkan tubuhnya dipagi hari, menguatkan tulang dan memperoleh vitamin D. Sinar
matahari dengan intensitas yang cukup memang diperlukan, namun jika berlebih dapat
menyebabkan cekaman panas/ stress pada ternak. Dalam kandang, intensitas matahari juga harus
106
diperhatikan agar cahaya masuk cukup ke dalam kandang. Diluar kandang, untuk menghindari
dampak dari paparan sinar matahari berlebih sebaiknya ditanam sejumlah pohon sebagai naungan
atau peneduh disekitar kandang sehingga udara lebih sejuk dan sinar matahari yang terik disiang
hari tidak langsung masuk dan memberi panas ke kandang.
Sumber : Ros Manual Management 2009, ISA Brown Manual Management 2007
Untuk unggas sebagai contoh ayam jika kondisi temperatur kandang terlampau dingin ayam akan
tampak bergerombol disekitar indukan untuk menghangatkan tubuhnya dan sebaliknya jika suhu
terlalu hangat ayam akan menyebar dan menjauhi sumber panas. Jika bulu telah tumbuh dengan
sempurna, maka unggas akan terlindungi dari suhu yang terlalu dingin, sedangkan untuk
mempertahankan tubuh dari cekaman panas ayam akan bernafas terengah-engah/ panting dengan
menurunkan kedua sayap dan berusaha mencari tempat yang jauh dari sumber panas. Sebagai upaya
untuk peningkatan produktivitas jika temperatur tinggi misalnya melalui seleksi dan system
perkawinan silang, manipulasi iklim mikro, perbaikan tatalaksana pemeliharaan, dan manipulasi
pakan. Suhu ruang 32˚C dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, efisiensi
penggunaan ransum dan dapat meningkatkan lemak abdomen dibanding suhu ruang 24˚C (Kusnadi,
107
2006) suplementasi vitamin C 250 ppm dapat digunakan untuk mengatasicekaman panas pada
ayambroiler.
Kelembaban udara yang tinggi dapat menyebabkan naiknya suhu tubuh ayam, peningkatan laju
metabolisme dapat disebabkan karena beertambahnya energi basal. Jika suhu lingkungan diatas suhu
normal, produksi panas ayam akan mengalami peningkatan karena ayam dapat mengontrol hilangnya
panas menggunakan menguapkan air dari pori keringat kemudian respirasi mengalami peningkatan
dengan disertai panting/ terengah-engah.
Pada ayam petelur, cahaya akan diteruskan melalui syaraf mata memalui hipotalamus anterior
yang nantinya adanya pelepasan kelenjar hipofise untuk menghasilkan hormone gonadrotropin.
Gonadotropin dapat merangsang ovarium dan organ reproduksi lainya sehingga pematangan folikel
telur, perekbangan bulu dan jengger dapat terjadi pada ayam petelur. Unggas adalah hewan yang
sangat mudah stress, pemberian cahaya yang gelap akan menghambat pelepasan hormone
kortikosteroid seehingga dapat beristirahat dan mengurangi stress.
Kecepatan angin yang ada didalam kandang, sangat terkait dengan kepadatan kandang. Semakin
padat kondisi kandang, maka kecepatan angina pun kecil dan dapat meningkatkan suhu dalam
lingkunganya sehingga terjadilah cekaman panas. Kecepatan angina dalam kandang dapat diatasi
dengan menggunakan blower/kipas sehingga jika temperatur udara tinggi ternak tetap merasa
nyaman.
108
RANGKUMAN
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada ternak seperti pakan, pengelolaan
perkandangan, penyakit dan iklim baik iklim mirkro maupun iklim makro yang memberi pengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap produktivitas ternak. Iklim sangat berpengaruh pada ternak
ruminansia baik faktor reproduksi, produksi, konsumsi pakan maupun penyakit. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Rezekitiani (2018) bahwa faktor iklim seperti curah hujan, memberi
pengaruh terhadap kualitas semen. Curah hujan yang tinggi berpengaruh terhadap tingginya
motilitas/daya gerak sperma pada sapi juga berpengaruh terhadap tingginya volume semen. Pengaruh
lingkungan khusunya yang terkait dengan iklim pada ternak non ruminansia seperti temperatur/suhu,
kelembaban, cahaya matahari dan angin. Pada ternak non ruminansia dibutuhkan pengaturan iklim
mikroklimat yang mendukung kehidupanya.
Sebagai upaya untuk peningkatan produktivitas jika temperatur tinggi misalnya melalui seleksi
dan system perkawinan silang, manipulasi iklim mikro, perbaikan tatalaksana pemeliharaan, dan
manipulasi pakan. Suhu ruang 32˚C dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan,
efisiensi penggunaan ransum dan dapat meningkatkan lemak abdomen dibanding suhu ruang 24˚C
(Kusnadi, 2006) suplementasi vitamin C 250 ppm dapat digunakan untuk mengatasicekaman panas
pada ayambroiler.
Kecepatan angin yang ada didalam kandang, sangat terkait dengan kepadatan kandang. Semakin
padat kondisi kandang, maka kecepatan angina pun kecil dan dapat meningkatkan suhu dalam
lingkunganya sehingga terjadilah cekaman panas. Kecepatan angina dalam kandang dapat diatasi
dengan menggunakan blower/kipas sehingga jika temperatur udara tinggi ternak tetap merasa
nyaman.
109
REVERENSI
[1] N. Rezekitiani.2018.Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kualitas Semen Sapi Jantan : Studi
Kasus di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan.
IPB. Bogor
[2] D.T. Pasaribu. 2015. Produksi Susu Sapi FH Pada Musim Hujan dan Kemarau di Sekitar
Garis Lintang 0º Dataran Rendah Kampar. Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor
[5] Kusnadi. 2006. Suplementasi Vitamin C sebagai Penangkal Cekaman Panas pada Ayam broiler.
J.ITV 11(4)
[6] C.Hanum. 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press. Medan. Sumatera Utara
110
SESI PERKULIAHAN KE: XIII sd XIV
Deskripsi Singkat :
Iklim merupaka faktor yang sangat penting dan berpengaruh baik langsung maupun tak
langsung bagi kehidupan ternak. Pengaruh iklim tropis terhadap ternak ruminansia dan non
ruminansia memiliki potensi dan tantangan tersendiri di wilayah tropika karena potensi
lingkungan tropis dengan musim yang beragam dapat berpengaruh terhadap prosuksi ternak
ruminansia dan non ruminansia yang sepanjang tahun. Komponen iklim yang memberikan
dampak besar meliputi intensitas matahari, suhu dan kelembaban dan curah hujan sepanjang
tahun. Berbagai macam tantangan pada peternakan di wilayah tropika untuk memajukan dan
mengembangkannya membutuhkan usaha yang maksimal
II. Bahan Bacaan :
N. Rezekitiani.2018.Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kualitas Semen Sapi Jantan : Studi
Kasus di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan.
IPB. Bogor
D.T. Pasaribu. 2015. Produksi Susu Sapi FH Pada Musim Hujan dan Kemarau di Sekitar
Garis Lintang 0º Dataran Rendah Kampar. Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor
Kusnadi. 2006. Suplementasi Vitamin C sebagai Penangkal Cekaman Panas pada Ayam broiler.
J.ITV 11(4)
111
BAB X. MODIFIKASI LINGKUNGAN DAN PAKAN TERNAK
A. Pendahuluan
Sebagaimana telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, produktivitas ternak ternak sangat
tergantung pada kondisi lingkungan ternak diperlihara. Pada kondisi lingkungan ekstrim pada
kebanyakan daerah di Indonesia yang beriklim tropis, membutuhkan kreativitas tersendiri dalam
memacu produktivitas yang tinggi. Kreativitas yang dimaksud adalah upaya membuat nyaman atau
rekayasa agar kehidupan ternak lebih nyaman (homeostatis) dengan mengupayakan minimalnya
kejadian cekaman (stress) akibat suhu lingkungan yang tinggi dan berupaya untuk memformulasi
pakan agar memenuhi kebutuhan gizi ternak dalam 24 jam pemeliharaan.
Beberapa tolok ukur yang terlihat pada ternak yang mengalami stress lingkungan adalah cepatnya
denyut jantung, laju respirasi cepat, tekanan darah relative tinggi dan suhu tubuh ternak lebih tinggi.
Hal ini merupakan upaya adaptasi alamiah ternak dalam kondisi stress panas dengan mempercepat
denyut jantung agar peredaran darah meningkat sehingga panas tubuh cepat sampai ke permukaan
ternak, dan kemudian di lepas ke lingkungan (penguapan). Keadaan sebaliknya akan terjadi pada
ternak yang mengalami stress karena suhu dingin. Dalam keadaan stress dingin ternak berusaha
mempertahankan panas tubuhnya. Respirasi juga akan meningkat pada saat ternak mengalami stress
karena suhu panas. Melalui respirasi ternak akan melepaskan panas tubuh dengan cara penguapan
air tubuhb melalui saluran pernafasan (panting). Peningkatan tekanan darah pada kondisi stress
panas bertujuan mempercepat peredaran darah. Suhu tubuh ternak senantiasa dipertahankan tetap
normal walaupun kondisi lingkungan cenderung berfluktuasi khususnya pada golongan hewan
homeoterm. Pada stress panas yang lebih lama akan mengakibatkan suhu tubuh ternak mengalami
sedikit peningkatan suhu tubuh. Hal yang sama juga terjadi bila stress dingin terus berlanjut. Kondisi
ini akan sangat berpengaruh terhadap roduktivitas ternak.
Dari sekian banyak factor lingkungan yang berpengaruh produktivitas ternak, faktor pakan
merupakan factor yang sangat dominan. Secara umumnya pengaruh pakan terhadap produktivitas
bisa mencapai 70-80% keberhasilan usaha peternakan. Kuantitas, kualitas dan kontinyuitas pakan
sangat penting untuk diperhatikan karena sangat mempengaruhi produktivitas ternak terutama
terhadap pertumbuhan, kemampuan produksi dan reproduksi ternak. makanan yang diberikan pada
ternak.
112
Dalam kontek pakan ternak, factor kualitas pakan yang perlu mendapat perhatian adalah
imbangan energi protein ransum. Penyimpangan imbangan energi protein dari kebutuhan optimal
akan menurunkan tingkat efisiensi produksi. Imbangan lebih tinggi dari kebutuhan optimal
menyebabkan tidak tersedia cukup asam-asam amino untuk proses pembentukan jaringan daging
(anabolisme) dan kelebihan kandungan energi akan disimpan dalan bentuk lemak. Sebaliknya
imbangan lebih renadah dari kebutuhan optimal menyebabkan tidak ada energi yang cukup untuk
memetabolisme kandungan protein tinggi pada ransum sehingga kelebihan asam amino akan
disekresikan melalui urine.
Air dikonsumsi ternak bertujuan untuk melunakkan makanan sebelum dicerna dan membantu
ternak dalam hal pengaturan panas tubuh. Mikroba yang ada di luar tubuh ternak berkaitan dengan
kesehatan ternak. Mikroba bersifat patogen menyebabkan ternak sakit, metabolisme terganggu
kemudian berujung pada penurunan produksi bahkan mortalitas. Keberadaan mikroba di dalam
rumen justru dapat membantu pencernaan ternak ruminansia. Interaksi antara individu ternak dalam
satu kelompok atau kandang (hubungan sosial) mempengaruhi status sosial (hirarki), tingkah laku
(behavior) serta tabiat makan ternak. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap hubungan sosial
ternak antara lain: kepadatan ternak dalam kandang, kontruksi kandang, ventilasi kandang
(pergerakan udara) serta kemampuan lingkungan kandang dapat meredam radiasi matahari. Faktor
fisiko termal yang mempengaruhi adalah unsur-unsur cuaca seperti suhu dan kelembaban udara,
kecepatan angin dan curah hujan (presipitasi). Unsur-unsur cuaca ini saling berinteraksi yang
menghasilkan panas lingkungan.
Bagi peternak, usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalkan cekaman adalah dengan
melakukan rekayasa lingkungan.
113
a. Penggunaan bahan bangunan kandang yang tidak memantulkan panas.
b. Pengaturan ventilasi kandang yang sesempurna mungkin.
c. Menempatkan bangunan kandang pada tempat- tempat yang lebih tinggi, agar angin dengan leluasa
dapat keluar masuk kandang.
d. Menanam pohon-pohon penenduh disekitar kandang, akan tetapi penanaman pohon-pohon itu
harus diatur seclemikian rupa agar jangan menghalangi pergerakan angin dari luar clan dalam
kandang.
2. Penyusunan Ransum dengan Gizi dan Energi Berimbang
Kambing perah dikarenakan kemampuan berproduksi susunya yang relaif tinggi, mempunyai
kemampuan mengkonsumsi bahan kering yang relatif tinggi . Oleh karena itu konsumsi energy
merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kemampuan berproduksi kambing perah.
Ransum kambing perah sebagimana juga ransum ternak lainnya terdiri dari hijauan clan
konventrat . Kualitas pakan konsentrat harus disusun berclasarkan pada kualitas hijauan yang
diberikan. Untuk produksi susu kambing perah yang maksimal, kankungan kepekatan energi dari
pakan konsentrat yang harus diberikan adalah kira-kira 0,80 Feed Unit per kg bahan kering.
3. Pengaturan Pemberian Pakan
Suhu udara dimalam hari umunya relatif lebih renclah clibanding dengan suhu udara di siang
hari. Dalam hal ini pemberian pakan di siang hari disediakan sebatas kemampuan konsumsi
kambing perah itu sendiri, akan tetapi kekurangan konsumsi pakan pada siang hari itu diusahakan
supaya dapat dipenuhi pada malam hari. Hal ini dapat dilaksanakan dengan penyediaan pakan yang
cukup clan pemasangan penerangan di malam hari
4. Penanaman Pohon-Pohon Peneduh di Padang Penggembalaan
Aspek penanaman pohon-pohon peneduh di padang-padang penggembalaan terhadap
kemampuan berproduksi susu kambing perah yang digembalakan, belum banyak diteliti . Namun
demikian sekedar bahan perbandingan dapat diutarakan manfaat tempat berteduh pada sapi daging
yang digembalakan. Penggunaan tempat berteduh pada musim panas akan meningkatkan
kecepatan pertumbuhan sapi-sapi Hereford dan Angus dewasa maupun anak-anak sapi yang
sedang menyusu. Kelembaban pertumbuhan terutama disebabkan oleh turunnya konsumsi pakan
pada suhu udara yang tinggi. Oleh karena itu Findley dalam kesimpulannya yang dilaporkan oleh
Williamson dan Payne. (1993) menyarankan, agar disediakan pasture pada malam hari pada saat
114
udara relatif rendah, sehingga garzing intake dapat dipertahankan dan pertumbuhan tidak
terganggu.
115
UMMB merupakan pakan suplemen (tambahan) bagi ternak ruminansia, dengan bentuk padat
yang kaya dengan zat-zat nutrisi. Bahan pembuatan UMMB adalah urea, molases, mineral dan
bahan-bahan lainnya yang memiliki kandungan protein dan mineral yang sesuai kebutuhan
ternak. UMMB dapat dibuat berbentuk kotak persegi empat, berbentuk bulat (berbentuk
mangkuk) atau bentuk-bentuk lainnya sesuai bentuk cetakan yang digunakan dalam proses
pemadatan. Oleh karena bahan pakan ini berbentuk padatan dan keras, maka untuk
mengkonsumsinya ternak akan menjilati UMMB tersebut, sehingga ternak memperoleh zat-zat
makanan secara perlahan.
f) Penggunaan Limbah Pertanian dan Perkebunan
Penggunaan limbah pertanian berupa jerami padi, kedele, jagung, kacang tanah, kacang hijau,
dan sejenisnya. Sedangkan limbah hasil perkebunan dapat berupa pucuk tebu, pod kakao, daun-
daunan hasil pemangkasan kebun, dan sebagainya.
RANGKUMAN
116
REFERENSI
[1] Adawiah dan H. Hafid. 2000. Tinjauan aspek fisiologis ternak kambing pada suhu
lingkungan tinggi. Warta Wiptek. Volume Juni 2000. ISSN No.0854-0667.
[2] Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animal. Lea and Fabinge. Philadelpia.
[3] Hafid, H., R. Aka., Rahman, S. Rahadi. A.A. Anas. 2009. Upaya peningkatan produktivitas
sapi bali melalui pemberian complete feed berbasis limbah pertanian dan perikanan. Laporan
Kemajuan Insentif Riset Unggulan Strategi Nasional. Lembaga Penelitian Universitas
Haluoleo, Kendari.
[4] Williamson, G., and W.A.J. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis.
Terjemahan I.B. Djagra. UGM Press, Yogyakarta.
[5] Yousef, M.K., 1985. Stress Physiology in Livestock. Vol.I. Basic Principles. CRC Press. Inc.,
Boca Raton. Florida.
1. Jelaskan berbagai alternatif rekayasa lingkungan yang bisa dilakukan di daerah tropis Indonesia.
2. Jelaskan Aplikasi Teknologi Pakan yang bisa dilakukan untuk memperbaiki produktivitas ternak
117
SESI PERKULIAHAN KE: XV & XI
Deskripsi Singkat :
Dalam mempertahankan kemampuan berproduksi susu kambing perah di daerah iklim tropis,
perlu dilakukan tindakan-tindakan penanggulangan, agar pengaruh iklim tersebut baik secara
langsung maupun secara tidak langsung dapat dihindari maupun dicegah semaksimal mungkin.
Modifikasi lingkungan ternak dipelukan agar produktivitas ternak optimal
II. Bahan Bacaan :
Adawiah dan H. Hafid. 2000. Tinjauan aspek fisiologis ternak kambing pada suhu lingkungan
tinggi. Warta Wiptek. Volume Juni 2000. ISSN No.0854-0667.
Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animal. Lea and Fabinge. Philadelpia.
Hafid, H., R. Aka., Rahman, S. Rahadi. A.A. Anas. 2009. Upaya peningkatan produktivitas sapi
bali melalui pemberian complete feed berbasis limbah pertanian dan perikanan. Laporan
Kemajuan Insentif Riset Unggulan Strategi Nasional. Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo,
Kendari.
Williamson, G., and W.A.J. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Terjemahan
I.B. Djagra. UGM Press, Yogyakarta.
Yousef, M.K., 1985. Stress Physiology in Livestock. Vol.I. Basic Principles. CRC Press. Inc.,
Boca Raton. Florida.
Hafid, H. dan Adawiah. 2000. Tinjauan aspek fisiologis ternak kambing pada suhu lingkungan
tinggi. Warta Wiptek. Volume Juni 2000. ISSN No.0854-0667.
118
DAFTAR PUSTAKA
A.Yani dan B.P. Purwanto.2006.Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Respons Sapi Peranakan Fries
Holland dan Modifikasi Lingkungan Untuk Meningkatkan Produktivitasnya (Ulasan). Media
Peternakan. Hal 35-46
Gunarsih, A.K. 2006. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara,
Jakarta.
Prasetyo dan Muryanto.2007.Sistem Usaha Tani Integrasi Tanaman Pangan Dengan Kerbau Lumpur
(Bubalus bubalus) di Kabupaten Brebes. J. sains Peternakan Vol.5 (2)
M.Widyarti dan Y.Oktavia.2011.Analisis Iklim Mikro Kandang Domba Garut Sistem Tertutup Milik
Fakultas Peternakan IPB.J Keteknikan Pertanian. Bogor
119
Rasyaf. M, 2004.Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.Indonesia
R. Setianah, S. Jayadi dan R.Herman.2004.Tingkah Laku Makan kambing Lokal Persilangan yang
Digembalakan di Lahan Gambut :Studi Kasus di Kalampangan Palangkaraya Kalimanta Tengah.
Media Peternakan. Vol 27. No.3. Hal :111-122
Anggraeni A. 2000. Keragaan produksi susu sapi perah: Kajian pada faktor koreksi pengaruh
lingkungan internal. Wartazoa 9(2):41–49 C.Hanum. 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press.
Medan. Sumatera Utara
Abqoriyah. 2016. Pengaruh Suhu Kandang Terhadap Kejadian Mastitis Subklinis dan Bovine Pada
Sapi Perah di Bogor. Skripsi Fakultas Kedokterah Hewan. Bogor
N.Rezekitiani.2018.Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kualitas Semen Sapi Pejantan : Studi Kasus
Di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor
Mor S, Ravindra K, Dahiya R.P, Chandra. 2006. Leatchate characterization and Assessment of
Ground Water Pollution Near Municipal Solid Waste Landfill Site.University of Herthfordshire
Research Archive.
Panjono, Budi Prasetyo Widyobroto, Bambang Suhartanto, dan Endang Baliarti. 2009. Pengaruh
Penjemuran Terhadap Kenyamanan dan Kinerja Produksi Sapi Peranakan Ongole. Bulletin
Peternakan. Vol.33(1) hal:17-22
I.M. Nuriyasa dan E.Puspany. 2017. Diktat Kuliah Ilmu Lingkungan Ternak.Fakultas Peternakan.
Universitas Udayana. Bali
A.Suherman, B.P. Purwanto, W. Manalu4 , I.G. Permana.2013. Model Penentuan Suhu Kritis Pada
Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan Produksi Dan Manajemen Pakan. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia Vol. 8, No 2.
Esmay, M. L., Dixon, J. R., 1986. Environmental Control for Agricultural Buildings. Connecticut:
AVI Publishing Company Inc.
Leeson, S and J.D Summers.2001.Nutrition of the chiken. 4th Edition.University Book Guelph,
Ontario : Canada
I.M. Nuriyasa dan E. Puspany .2017. Ilmu Lingkungan Ternak. Diktat Kuliah. Fakultas Peternakan
Universitas Udayana. Bali
120
Purwanto, B.P., F. Nakamasu, and S. Yamamoto. 1993b . Effect of environmental temperatures on
heat production in dairy heifers differing in feed intake level. AJAS. 6 : 275- 279
R.E. McDowell.1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climates Cornell University,
Ithaca, New York, USA
Tyler, H. D., M. E. Ensminger. 2006. Dairy Cattle Science. Pearson Prentice Hall
Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
Sturkie, P.D. 1981. Basic Physiology. Springer-Verlag New York, Inc. USA.
Williamson, G. and W.J.A. Payne, 1968, An Introduction to Animal Husbandry in the Tropics,
Longmans. London, p. 271
Webster, C.C. & Wilson, P.N. (1980) Agriculture in the Tropics. Longman, London, UK. Google
Scholar
B. Utoyo. 2009. Geografi Membuka Cakrawala Dunia. Departemen Pendidikan Nasional. Pusat
Perbukuan : Jakarta
Sampurna.2016. Ilmu Peternakan Ternak Besar. File Pendidikan. Fakultas Kedokteran
Hewan.Universitas Udayana
Nawaam.2006. Daya Tahan Panas Pada Sapi Peranakan Simental, Peranakan Ongole dan Sapi
Pesisir.Universitas Andalas. Jurnal Peternakan Indonesia. Vol 11(2)
Berman.2003. Effects of Body Surface Area Estimates on Predicted Energy Requirements and Heat
Stress.J. of Dairy Sci. Vol.86(11)
Esmay, M.L. and Dixon, J.E. 1986.Environmental control for agricultural buildings. control for
agricultural buildings.Dep. Agric. Engineering, Michigan State Univ. East Lansing. USA
Lawrence, T. L. J., V. R. Fowler. 2002. Growth of farm animals. CABI Publishing.
Gous. R.M. and T.R Morris.2005. Nutritional interventions in alleviating the effects of temperatures
in broiler production. World's Poultry Science Journal.Vol 61(3)
Purwanto, B.P., F. Nakamasu, and S. Yamamoto. 1993. Effect of environmental temperatures on
heat production in dairy heifers differing in feed intake level. AJAS. 6 : 275- 279
West.2003. Effect of Heat Stress on Production in Dairy Cattle.J. of Dairi Sci.Vol 86(6)
Sohail MU, Ijaz A, Yousaf MS, Ashraf K, Zaneb H, Aleem M, Rehman H. 2010. Alleviation of
cyclic heat stress in broilers by dietary supplementation of mannanoligosaccharide and
121
Lactobacillus-based probiotic: Dynamics of cortisol, thyroid hormones, cholesterol, C-reactive
protein, and humoral immunity. Poult Sci. 89
Virden WS, Kidd MT. 2009. Physiological stress in broilers: ramifications on nutrient digestibility
and responses. J Appl Poult Res. 18:338-347.
M.H. Tamzil.2014. Stres Panas Pada Unggas: Metabolisme, Akibat dan Upaya
Penanggulangannya.Wartazoa. Vol 24 (2)
N. Yuliani. 2015.Menangani Stress Panas Pada usaha Sapi Potong. Animal Husbandry Universitas.
Lampung.http://niayulianty.blogspot.com/2015/01/menangani-stres-panas-pada-usaha sapi. Html
E.Mariana, D.N. Hadi, N.Q.Agustin.2016. Respon Fisiologis dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian
Holstein pada Musim Kemarau Panjang di Dataran Tinggi. J. Agripet.Vol 16(2)
T.A. Ferris, I.L. Mao, C.R. Anderson.1985. Selecting for Lactation Curve and Milk Yield in Dairy
Cattle. J of. Dairy.Sci Vol 68(6)
Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animal. Lea and Fabinge. Philadelpia.
Williamson, G., and W.A.J. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Terjemahan I.B.
Djagra. UGM Press, Yogyakarta.
Yousef, M.K., 1985. Stress Physiology in Livestock. Vol.I. Basic Principles. CRC Press. Inc., Boca
Raton. Florida.
Berman.2003. Effects of Body Surface Area Estimates on Predicted Energy Requirements and Heat
Stress.J. of Dairy Sci. Vol.86 (11)
Esmay, M.L. and Dixon, J.E. 1986.Environmental control for agricultural buildings. control for
agricultural buildings.Dep. Agric. Engineering, Michigan State Univ. East Lansing. USA
Gous. R.M. and T.R Morris.2005. Nutritional interventions in alleviating the effects of temperatures
in broiler production. World's Poultry Science Journal.Vol 61(3)
West.2003. Effect of Heat Stress on Production in Dairy Cattle.J. of Dairi Sci.Vol 86 (6)
Sohail MU, Ijaz A, Yousaf MS, Ashraf K, Zaneb H, Aleem M, Rehman H. 2010. Alleviation of
cyclic heat stress in broilers by dietary supplementation of mannanoligosaccharide and
Lactobacillus-based probiotic: Dynamics of cortisol, thyroid hormones, cholesterol, C-reactive
protein, and humoral immunity. Poult Sci. 89
122
Virden WS, Kidd MT. 2009. Physiological stress in broilers: ramifications on nutrient digestibility
and responses. J Appl Poult Res. 18:338-347.
M.H. Tamzil.2014. Stres Panas Pada Unggas: Metabolisme, Akibat dan Upaya
Penanggulangannya.Wartazoa. Vol 24 (2)
Yuliani. 2015.Menangani Stress Panas Pada usaha Sapi Potong. Animal Husbandry Universitas.
Lampung.http://niayulianty.blogspot.com/2015/01/menangani-stres-panas-pada-usaha sapi. Html
Anggraeni.A.2003. Keragaan Produksi Susu Sapi Perah kajian Pada Faktor Koreksi Pengaruh
Lingkungan Internal.Wartazoa Vol 14 (1)
E.Mariana, D.N. Hadi, N.Q.Agustin.2016. Respon Fisiologis dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian
Holstein pada Musim Kemarau Panjang di Dataran Tinggi. J. Agripet.Vol 16(2)
A. Ferris, I.L. Mao, C.R. Anderson.1985. Selecting for Lactation Curve and Milk Yield in Dairy
Cattle. J of. Dairy.Sci Vol 68(6)
Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animal. Lea and Fabinge. Philadelpia.
Hafid, H. dan Adawiah. 2000. Tinjauan aspek fisiologis ternak kambing pada suhu lingkungan
tinggi. Warta Wiptek. Volume Juni 2000. ISSN No.0854-0667.
Williamson, G., and W.A.J. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Terjemahan I.B.
Djagra. UGM Press, Yogyakarta.
N. Rezekitiani.2018.Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kualitas Semen Sapi Jantan : Studi Kasus di
Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor
D.T. Pasaribu. 2015. Produksi Susu Sapi FH Pada Musim Hujan dan Kemarau di Sekitar Garis
Lintang 0º Dataran Rendah Kampar. Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor
Kusnadi. 2006. Suplementasi Vitamin C sebagai Penangkal Cekaman Panas pada Ayam broiler. J.ITV
11(4)
Adawiah dan H. Hafid. 2000. Tinjauan aspek fisiologis ternak kambing pada suhu lingkungan
tinggi. Warta Wiptek. Volume Juni 2000. ISSN No.0854-0667.
123
Hafid, H., R. Aka., Rahman, S. Rahadi. A.A. Anas. 2009. Upaya peningkatan produktivitas sapi bali
melalui pemberian complete feed berbasis limbah pertanian dan perikanan. Laporan Kemajuan
Insentif Riset Unggulan Strategi Nasional. Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo, Kendari.
Williamson, G., and W.A.J. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Terjemahan I.B.
Djagra. UGM Press, Yogyakarta.
Yousef, M.K., 1985. Stress Physiology in Livestock. Vol.I. Basic Principles. CRC Press. Inc., Boca
Raton. Florida.
124
GLOSARIUM
1. Angin merupakan udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi
2. Awan adalah tetesan air yang tergantung di atmosfir
3. Barometer ialah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan
4. Biosfer adalah tempat mahluk hidup, ternak dan lingkuganya
5. Bumi adalah planet tempat tinggak kita
6. Cuaca adalah keadaan fisik pada atmosfer pada suatu tempat dan dalam waktu singkat
7. Curah hujan ialah jatuhnya partikel air yang mencapai ke bumi
8. Fotosintesis ialah proses pembuatan energy pada tumbuhan
9. Hidrosfer ialah lapisan air yang menyelimuti bumi
10. Hujan adalah proses kondensasi uap air menjadi butir air
11. Iklim ialah keadaan cuaca dalam waktu yang panjang
12. Kelembaban adalah konsentrasi uap air
13. Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari keadaan cuaca secara umum
14. Konduksi ialah perpindahan panas melalui suayu media
15. Konveksi ialah proses perpindahan panas oleh gerak masa fluida dari 1 tempat ke tempat
lain
16. Panas adalah energy yang diterima oleh suatu nenda hingga suhunya berubah
17. Radiasi ialah pancaran energi matahari yang dalam proses thermonuklir
18. Respirasi ialah pernafasan mahluk hidup
19. Subtropis adalah wilayah bumi yang berada di utara atau selatan setelah wilayah tropis
20. Suhu adalah derajat panas suatu benda
21. Tekanan udara adalah berat kolom udara dari permukaan tanah terhadap puncak
atmosfer/satuan luas
22. Tropika adalah iklim di bumi yang berada dekat equator
125
DAFTAR INDEKS
126
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
Peni Patriani S.Pt, MP Lahir di Banyumas-Jawa Tengah, 17 Januari 1984. Pendidikan S1 di Universitas Jenderal
Soedirman dan S2 di Pascasarjana Universitas Jenderal Soedirman. Penulis pernah berkontribusi di Dinas
Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tebo- Jambi dari tahun 2013 sebagai Petugas Pembibitan
Ternak, Tahun 2014 Sebagai Petugas Pendamping Teknologi Peternakan dan Petugas Statistik Peternakan
Kabupaten Tebo sampai 2018. Pada Tahun 2018 Penulis menjadi staf pengajar di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara yang aktif mengikuti pertemuan Ilmiah Nasional untuk mendiseminasikan hasil
penelitian dan gagasan ilmiah untuk pengembangan peternakan di Indonesia
Prof. Dr .Ir. H. Ha ra pi n Ha fi d, M.Si l a hi r di Gowa Sul a wes i Sel a ta n pa da ta ngga l 11 mei 1967. Pendi di ka n S1 di
Uni vers i ta s Ha s a nuddi n ta hun 1991, S2 di Progra m Pa s ca s a rja na IPB ta hun 1998 da n S3 di Sekol a h Pa s ca s a rja na
ta hun 2005. Penul i s a da l a h Guru Bes a r di Jurus a n Peterna ka n Fa kul ta s Peterna ka n Uni vers i ta s Ha l u Ol eo
Sul a wes i s eja k 2007. Pa da Ta hun 2003 penul i s meneri ma pi a ga m pengha rga a n Sa tya l a nca na Ka rya Penga bdi a n
X ta hun da n ta hun 2013 meneri ma pi a ga m pengha rga a n Sa tya l a nca na Ka rya Penga bdi a n XX ta hun da ri Pres i den
Republ i k Indones i a . Pa da Ta hun 2013 meneri ma Pi a ga m Pengha rga a n ADRI Sa tya Tri da rma Penga bdi a n 24
Ta hun da ri Perkumpul a n Ahl i da n Dos en Republ i k Indones i a . Penul i s a kti f mengi kuti Pertemua n Il mi a h
Na s i ona l untuk Mendi s emi na s i ka n ha s i l penel i ti a n da n ga ga s a n i l mi a h untuk pengemba nga n peterna ka n di
Indones i a
Prof. Dr. Ir. H. Ha s nudi , MS l a hi r di Ba ndung-Ja wa Ba ra t, 29 Mei 1960. Pendi di ka n S1 di Fa kul ta s Peterna ka n IPB
ta hun 1979, S2 Progra m Pa s ca s a rja na IPB ta hun 1987 da n S3 di Sekol a h Pa s ca s a rja na IPB ta hun 1997. Penul i s
a da l a h Guru Bes a r di Fa kul ta s Perta ni a n, Progra m Studi Peterna ka n Uni vers i ta s Suma tera Uta ra . Pa da ta hun
2005 penul i s memperol eh Pengha rga a n Sa tya l a nca na Ka rya Sa tya X ta hun, ta hun 2010 penul i s memperol eh
Pi a ga m Pengha rga a n Sa tya l a nca na Ka rya Sa tya XX da n pa da ta hun 2018 penul i s memperol eh Pi a ga m
Pengha rga a n Sa tya l a nca na Ka rya Sa tya XXX da ri Pres i da n Republ i k Indones i a . Pa da ta hun 2018 penul i s
meneri ma Sertfi ka t Sura t Penca ta ta n Ci pta a n da ri Di rjen Keka ya a n Intel ektua l Kementeri a n Hukum da n Ha m
a ta s buku Pokok-Pokok pi ki ra n da n Ka ji a n Aktua l Dewa n Ri s et Da era h Suma tera Uta ra . Penul i s a kti f mengi kuti
pertemua n i l mi a h Na s i ona l Untuk Mendi s emi na s i ka n ha s i l penel i ti a n da n ga ga s a n i l mi a h untuk
pengemba nga n peterna ka n di Indones i a
Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si lahir pada tanggal 25 September 1967. Pendidikan S1 tahun di
Fakultas Peternakan IPB dan S2 Program Pascasarjana IPB . Selain sebagai staf pengajar di Program
Studi Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Penulis juga menjabat sebagai
Sekretaris Program Studi Peternakan sampai kini. Penulis aktif mengikuti pertemuan ilmiah
nasional dan internasional untuk mendiseminasikan hasil penelitian dan gagasan ilmiah bagi
pengembangan peternakan di Indonesia
127