You are on page 1of 9

MAKALAH

KESUSASTRAAN ZAMAN MODERN PERIODE AKHIR

Disusun oleh:
Eggi Rakasiwi
Suharyanto
Nurul Sujarwati

STBA JIA
BEKASI
2023
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas makalah Bungaku dengan materi Essei,
Catatan Harian, Catatan perjalanan, Hoogo, Kanbungaku, Kesusastraan Drama dan
Nyanyian ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen Anggiarini Arianto, S.S., M.Hum. pada mata kuliah Bungaku. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang sastra bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Anggiarini Arianto, S.S., M.Hum.,


selaku dosen mata kuliah Bungaku yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang Kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang Kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan Kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

2
BAB I
PEMBAHASAN

Bersamaan dengan terjadinya perubahan-perubahan yang dialami


Jepang dalam susunan masyarakat dan ekonominya pada saat perang dunia
pertama, kecenderungan berdemokrasi bertambah kuat, golongan proletar
bertambah besar sehingga pertentangan kelas masyarakat bertambah keras.
Dalam kesusastraan pun banyak terjadi gerakan-gerakan yang mencerminkan
perubahan-perubahan sebagai akibat dari perang dunia pertama itu. Yang
turut mengambil bagian dalam gerakan ini antara lain dari lapisan masyarakat
rendahan, masyarakat buruh dan lain-lain. Dalam kenyataan ada juga
pengarang yang memang lahir dari kalangan buruh sendiri.

A. KESUSASTRAAN PROLETAR

Untuk menginternasionalkan pandangan kaum buruh dibuat sebuah


majalah khusus Tanemakuhito yang isinya lebih ditekankan kepada cara
berpikir masyarakat buruh. Dengan terjadinya kebakaran besar yang
disebabkan oleh gempa bumi Kanto pada tahun Taishoo 12 (1923)
masyarakat menjadi panik dan cemas. Untuk memulihkan kembali keadaan
dan menenangkan masyarakat pemerintah menyetop untuk sementara
kesusastraan sosialis yang baru bertunas ini. Tetapi kemudian secara sedikit
demi sedikit kesusastraan sosialis mengumpulkan tenaganya kembali
sehingga menjadi satu grup sastra yang kuat.

PEMBENTUKAN ORGANISASI

Pada tahun Taishoo 12 (1924) diterbitkan sebuah majalah


Bungeisensen sebagai ganti dari majalah Tanemakuhito. Dengan terbitnya
majalah ini berarti wadah untuk menuangkan kesusastraan proletar sudah

3
terpenuhi. Pada tahun berikutnya dibentuk perserikatan sastra proletar Jepang.
Setelah itu, terjadi beberapa kali pembubaran dan penyatuan.

Pada tahun Shoowa 3 (1928) dibentuk perserikatan kesenian proletar


Jepang yang disebut NAPF (Nippon Artista Proleta Federacio) dengan Senki
sebagai majalahnya yang menjadi pusat kegiatan sastra aliran kiri. Majalah
Senki lebih cenderung kepada sosialis. Majalah Bungeisensen kemudian
diganti namanya menjadi Bunsen. Pertentangan yang terjadi antara aliran
Bunsen dan aliran Sekni berlangsung lama, kemudian pusat kekuatan gerakan
tersebut lambat-laun pindah kepada NAPF.

KARYA KESUSASTRAAN PROLETAR

Ahli teori pertama yang muncul dari kesusastraan proletar adalah


Hirabayashi Hatsunosuke dan Aono Suekichi. Kemudian, pembimbing utama
teori sastra Proletar adalah Kurahara Korehito. Karya dari Kurahara Korehito
mengenai proletarisme adalah Proletaria Realism-eno Michi (jalan menuju
realisme proletar).

Karya awal dari kesusastraan proletar antara lain Uzumakeru Karasu-


no Mure (gerombolan burung gagak) oleh Kuroshime Denji, Santoo
Senkyaku (penumpang kapal kelas tiga) oleh Maeda Koohiroichiroo dan
Seryooshitsu-nite (di kamar periksa) oleh Hirabayashi Taiko. Kemudian,
karya dari pengarang terkemuka kesusastraan proletar aliran Senki adalah
Kanikoosen (perahu kepiting) dan Tooseikatsusha (aktivis partai) oleh
Kobayashi Takiji dan Taiyoo-no Nai Machi (kota tanpa matahari) oleh
Tokunaga Sunao.

Dari aliran Bunsen terdapat karya Sementodaru-no Naka-no Tegami


(surat di dalam tong semen) dan Umi-ni Ikuru Hitobito umumnya isi dari
karya-karya tersebut adalah kebaikan-kebaikan politik penguasa saja dan
pada banyak karya hanya memuat ideologi kelas masyarakat yang ditulis
secara terang-terangan. Penulis-penulis yang setuju dengan cara berpikir
sastra aliran kiri ini disebut “Doohansha Sakka” (penulis pendamping).
4
KESUSASTRAAN TENKOO

Pada tahun Shoowa 6 (1931) terjadi peristiwa Manchuria dan sejak itu
sastra aliran kiri mendapat penindasan yang semakin diperbesar sehingga
akhirnya hancur. Pada tahun Shoowa 9 (1934) organisasi sastra proletar bubar
dan bagian-bagian yang berbau cara berpikir sastra aliran kiri dikikis habis.
Sebagai penggantinya muncul “sastra Tenkoo” (sastra peralihan).

Pengarang-pengarang dari sastra Tenko antara lain Murayama


Tomoyoshi, Nakano Shigeharu, Shimaki Kensaku dan Tokunaga Sunao.
Pengarang-pengarang yang masih mengikuti sastra aliran kiri yang sudah
dikikis habis itu antara lain Miyamoto Yuriko. Perjalanan mereka tidaklah
mudah karena hidup di bawah perkembangan fasisme

B. ALIRAN SENI SASTRA MODERN


KESUSASTRAAN NEOSENSUALIS

Berlainan dengan kesusastraan proletar yang mengutamakan


perubahan di dalam masyarakat, kesusastraan neosensualis mengutamakan
perubahan dalam teknik sastra dan penyampaiannya. Kedua aliran sastra
tersebut merupakan kesusastraan baru yang hidup antara akhir zaman
Taishoo (zaman Taishoo: 1912-1925) sampai awal zaman Shoowa (zaman
Shoowa: 1926 – sekarang).

Kikuchi Hiroshi penerbit majalah Bungeishunjuu didukung oleh


pemuda-pemuda sezaman dengannya, pemuda-pemuda ini kemudian menjadi
perintis pada penerbitan majalah Bungeijidai pada tahun Taishoo 13 (1924).
Golongan perintis tersebut dipengaruhi oleh aliran Futurisme dan
Ekspresionisme yang berkembang di Eropa sesudah perang dunia pertama.

Kesusastraan tradisional yang sudah ada sejak dulu dengan berani


disingkirkannya dan mereka mencoba mengungkapkan sesuatu yang baru
dalam melukiskan ide-ide secara intelektual. Sebagai akibatnya, fragmen-
5
fragmen nyata yang ditangkap dengan perasaan dan dikarang kembali dengan
menggunakan rasio, menjadi suatu pekerjaan berbahaya yang seolah-olah
mengundang kehancuran manusia. Mereka mengambil bermacam-macam
ragam teknik pengungkapan antara lain dari Paul Morand, James Joyce atau
Marcel Proust.

YOKOMITSU TOSHIKAZU

Yokomitsu Toshikazu adalah ahli teori yang menjadi pelopor aliran


neosensualis. Hasil karyanya juga merupakan tempat mempraktekkan teori-
teori neosensualis secara gamblang. Ia menulis Nichirin, Napoleon-to
Tamushi (serangga sawah dan Napoleon) dan Shanghai. Pada karya-karya
berikutnya, Kikai (mesin), Monshoo, Ryooshuu (kesan perjalanan) dan lain-
lain tampak adanya perubahan dalam gaya penulisan.

Ryoshuu tidak selesai ditulisnya walaupun penulisannya dilanjutkan


sampai setelah selesai perang dunia II. Di dalamnya ia berusaha
menggambarkan nasib pemikiran orang Jepang yang ditekan terus menerus
oleh perbedaan peradaban modern antara Timur dan Barat.

KAWABATA YASUNARI

Kawabata Yasunari banyak menulis cerpen. Ciri-ciri khas novelnya


banyak menuangkan perasaan anak yatim yang dialaminya sendiri. Ia lebih
kaya dalam lirik jika dibandingkan dengan Yokomitsu Toshikazu. Di dalam
kemurnian lirik tersebut mengalir alam tak berperasaan dan kenihilan dan ia
juga mempunyai kelebihan dalam melukiskan seorang gadis. Karya-karyanya
antara lain Juurokusai-no Nikki (catatan harian ketika berusia 16 tahun), Izu-
no Odoriko (penandak Izu); Asakusa Kurenaidan (wanita di Asakusa), Kinjuu
(binatang), Yukiguni (negeri salju).

Yukiguni adalah karya sastra yang mendapat penghargaan tinggi di


seluruh dunia. Dalam novel Yukiguni ia menggambarkan kehidupan nyata
dari gadis di negeri salju (daerah yang penuh salju di Jepang) melalui tokoh

6
utama yang diciptakannya sebagai gambaran sesungguhnya. Perpaduan jiwa
yang sangat halus dilukiskan dengan latar belakang pemandangan negeri salju
yang mengandung bermacam-macam pengertian.

Yukiguni adalah karya sastra yang mendapat penghargaan tinggi di seluruh


dunia. Dalam novel Yukiguni ia menggambarkan kehidupan nyata dari gadis
di negeri salju (daerah yang penuh salju di Jepang) melalui tokoh utama yang
diciptakannya sebagai gambaran sesungguhnya. Perpaduan jiwa yang sangat
halus dilukiskan dengan latar belakang pemandangan negeri salju yang
mengandung bermacam-macam pengertian.

Pengarang-pengarang neosensualis lain antara lain adalah Nakagawa


Yoichi, Kataoka Teppei, dan Kon Tookoo, Nakagawa juga aktif di bidang
teori sastra.

ALIRAN SENI BARU

Pengarang-pengarang yang berasal dari majalah Bungeijidai dan


generasi muda yang banyak mendapat pengaruh kesusastraan neosensualis
membentuk Aliran Seni Baru untuk melawan sastra aliran kiri. Ryuutan Jiyuu
menggambarkan secara gamblang kebobrokan kehidupan kota.

Aliran seni baru tidak dapat bertahan dalam waktu yang lama karena
terlampau memikirkan hal-hal yang sepele yang tidak penting. Namun, anak
cabang dari aliran ini antara lain dipelopori oleh Hori Tatsuo, Abe Tomoji,
Kamura Isota, Kajii Motojiroo, dan Ibuse Masuji masih menghasilkan karya-
karya yang baik.

KESUSASTRAAN NEOPSIKOLOGIS

Suatu aliran sastra yang menarik perhatian yang timbul sesudah aliran
seni baru adalah Aliran Neopsikologis. Aliran ini dipelopori oleh Hori Tatsuo
dan Itoo Hitoshi, dan timbul oleh karena dipengaruhi sastra Barat. Bersamaan
dengan masuknya pemikiran-pemikiran James Joyce dan Marcel Proust dan
lain-lain di Jepang, Hori Tatsuo dan Itoo Hitoshi jelas memakai cara berpikir
7
dari kedua pujangga Barat ini. Selain itu, Yokomitsu Toshikazu dan
Kawabata Yasunari juga menggunakan cara ini. Karya Hori Tatsuo yang
berjudul Seikazoku (keluarga suci) membentangkan cara berpikir sebagai
akibat daripada cara hidup baru. Karyanya yang lain terkenal adalah Kaze
Tachinu (angin datang).

Sastra Barat yang lain juga ikut masuk dan dalam waktu yang singkat
telah memperkaya khasanah sastra Jepang. Salah satu diantaranya adalah
tentang kebiasaan hidup, yang ditulis oleh Funabashi Seiichi dalam bukunya
yang berjudul Daiwingu.

KAMURA ISOTA & KAJII MOTOJIROO

Kamura Isota adalah seorang pengarang “Novel Aku” (Novel tentang


pribadi pengarang sendiri). Ia menulis buku yang berjudul Gooku (susah) dan
Tojoo (di tengah jalan) yang berlatar belakang kesusahan-kesusahannya
dalam menempuh hidup.

Seorang pengarang lain bernama Kajii Motojiroo juga meninggalkan


beberapa hasil karyanya yang terkenal karena bahasanya yang puitis dan
harmonis dan perasaannya yang halus yang dapat dirasakan dalam cara
penguraiannya tentang keputusasaan dan kelelahan berpikir kaum
cendekiawan. Karyanya yang terkenal adalah Remon (jeruk). Kemudian,
pengarang Ibuse Masuji mengeluarkan buku Sanshoo Uo (ikan) dan Yane-no
Ue-no Sawan.

KRITIKUS KOBAYASHI HIDEO

Kobayashi Hideo memulai aktivitasnya sebagai seorang kritikus


dengan menulis sebuah buku yang berjudul Samazamanaru Ishoo (berbagai
macam usaha). Ia disamping berani mengkritik karya-karya sastrawan
berhaluan kiri, juga memberikan kritiknya mengenai kekurangan-kekurangan
8
yang ada di dalam kesusastraan Jepang. Kritiknya didasarkan pada
modernisasi dalam kesusastraan yang timbul di Perancis. Dengan cara ini ia
telah mempertinggi nilai kritik pada umumnya dalam kesusastraan. Karyanya
antara lain berjudul Shishoosetsuron (tentang novel Aku).

You might also like