You are on page 1of 19

Jakarta, 2021 – Seiring berjalannya waktu, teknlogi yang dibuat oleh manusia

semakin berkembang. Salah satunya ialah Society 5.0 yang digagas oleh negara
Jepang. Konsep ini memungkinkan kita menggunakan ilmu pengetahuan yang
berbasis modern (AI, Robot, Iot) untuk kebutuhan manusia dengan tujuan agar
manusia dapat hidup dengan nyaman. Society 5.0 sendiri baru saja diresmikan 2
tahun yang lalu, pada 21 Januari 2019 dan dibuat sebagai resolusi atas resolusi
industri 4.0.

Konsep resolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 sebenarnya tidak memiliki perbedaan
yang jauh, akan tetapi konsep Society lebih focus pada konteks terhadap manusia.
Jika revolusi industri menggunakan AI, dan kecerdasan buatan sebagai komponen
utamanya sedangkan Society 5.0 menggunakan teknologi modern hanya saja
mengandalkan manusia sebagai komponen utamanya.

Konsep Society 5.0 merupakan penyempurnaan dari konsep-konsep yang ada


sebelumnya. Dimana seperti kita ketahui, Society 1.0 adalah pada saat manusia
masih berada di era berburu dan mengenal tulisan, Society 2.0 adalah era pertanian
dimana manusia sudah mengenal bercocok tanam, Society 3.0 : sudah memasuki
era industry yaitu Ketika manusia sudah mulai menggunakan mesin untuk
membantu aktivitas sehari-hari, Society 4.0: manusia sudah mengenal computer
hingga internet dan Society 5.0 era dimana semua teknologi adalah bagian dari
manusia itu sendiri, internet bukan hanya digunakan untuk sekedar berbagi
informasi melainkan untuk menjalani kehidupan.

Dalam Society 5.0 dimana komponen utamanya adalah manusia yang mampu
menciptakan nilai baru melalui perkembangan teknologi dapat meminimalisir adanya
kesenjangan pada manusia dan masalah ekonomi dikemudian hari. Memang
rasanya sulit dilakukan di negara berkembang seperti Indonesia, namun bukan
berarti tidak bisa dilakukan karena saat ini Negara Jepang sudah membuktikannya
sebagai Negara dengan teknologi yang paling maju.

https://onlinelearning.binus.ac.id/2021/04/19/mengenal-lebih-jauh-tentang-society-5-0/

Banyak tantangan dan perubahan yang harus dilakukan di era society 5.0 ini. Termasuk yang
harus dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai gerbang utama dalam mempersiapkan SDM
unggul.

Era super smart society (society 5.0) sendiri diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang pada tahun
2019, yang dibuat sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi industri 4.0, yang
menyebabkan ketidakpastian yang kompleks dan ambigu (VUCA). Dikhawatirkan invansi
tersebut dapat menggerus nilai-nilai karakter kemanusiaan yang dipertahankan selama ini.

Dalam menghadapi era society 5.0, dunia pendidikan berperan penting dalam meningkatkan
kualitas SDM. Selain pendidikan beberapa elemen dan pemangku kepentingan seperti
pemerintah, Organisasi Masyarakat (Ormas) dan seluruh masyarakat juga turut andil dalam
menyambut era society 5.0 mendatang.

“Untuk menghadapi era society 5.0 ini satuan pendidikan pun dibutuhkan adanya perubahan
paradigma pendidikan. Diantaranya pendidik meminimalkan peran sebagai learning material
provider, pendidik menjadi penginspirasi bagi tumbuhnya kreativitas peserta didik. Pendidik
berperan sebagai fasilitator, tutor, penginspirasi dan pembelajar sejati yang memotivasi peserta
didik untuk “Merdeka Belajar,” papar Dwi Nurani, S.KM, M.Si, Analis Pelaksanaan Kurikulum
Pendidikan Direktorat Sekolah Dasar pada saat mengisi seminar nasional “Menyiapkan
Pendidikan Profesional Di Era Society” pada Rabu, 03 Februari 2021.

Dwi Nurani menyampaikan merdeka belajar akan menciptakan pendidikan berkualitas bagi


seluruh rakyat Indonesia. Melalui peningkatan layanan dan akses pendidikan dasar salah
satunya adalah upaya pemenuhan maupun perbaikan infrastruktur dan platform teknologi di
sekolah dasar. Pendidikan nasional berbasis teknologi dan infrastruktur yang memadai
diharapkan dapat menciptakan sekolah dan ataupun kelas masa depan.

Merdeka belajar juga dapat dimaknai dengan kebijakan strategis baik pemerintah maupun
swasta dalam mendukung implementasi merdeka belajar, prosedur akreditasi yang dapat
beradaptasi, sesuai kebutuhan oraganisasi/lembaga/sekolah, serta pendanaan pendidikan yang
efektif dan akuntabel salahsatunya ditandai dengan otonomi satuan pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikan.

“Selain itu dalam melaksanakan merdeka belajar diperlukan manajemen tata kelola dari semua
unsur, baik pemerintah daerah, swasta (industri dll), kepala sekolah, guru dan masyarakat.
Melalui manajemen berbasis sekolah diperlukan jiwa kepemimpinan seorang kepala sekolah
yang berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolahnya. Untuk peningkatan sumber daya manusia, baik guru maupun kepala
sekolah, diperlukan pembinaan baik lokal maupun internasional yang berkelanjutan sehingga
mampu menjawab tantangan dunia industry atau menghadapi era revolusi industry 4.0 dan
society 5.0,” ujarnya.  

Dalam menghadapi era society ada dua hal yang harus dilakukan yaitu adaptasi dan
kompetensi. Beradaptasi dengan Society 5.0, Dwi Nurani menegaskan kita perlu mengetahui
perkembangan generasi (mengenal generasi). Istilah baby boomers yang dimaksud adalah tinggi
tingkat kelahiran dari beberapa generasi mulai dari generasi x sampai dengan generasi ⍺
dimana terjadi transformasi peradaban manusia.

“Untuk menjawab tantangan Revolusi industri 4.0 dan Society 5.0 dalam dunia pendidikan
diperlukan kecakapan hidup abad 21 atau lebih dikenal dengan istilah 4C (Creativity, Critical
Thingking, Communication, Collaboration). Diharapkan guru menjadi pribadi yang kreatif,
mampu mengajar, mendidik, menginspirasi serta menjadi suri teladan,” imbuh Dwi Nurani.

Sementara itu di abad 21 kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh siswa ini adalah memiliki
kemampuan 6 Literasi Dasar (literasi numerasi, literasi sains, literasi informasi, literasi finansial,
literasi budaya dan kewarganegaraan). Tidak hanya literasi dasar namun juga memiliki
kompetensi lainnya yaitu mampu berpikir kritis, bernalar, kretatif, berkomunikasi, kolaborasi serta
memiliki kemampuan problem solving. Dan yang terpenting memiliki perilaku (karakter) yang
mencerminkan profil pelajar pancasila  seperti rasa ingin tahu, inisiatif, kegigihan, mudah
beradaptasi memiliki jiwa kepemimpinan, memiliki kepedulian sosial dan budaya.

Menghasilkan SDM unggul dengan beradaptasi di era society 5.0. Dwi Nurani mengingatkan,
peserta diidk harus diimbangi dengan penguatan profil pelajar pancasila. Dimana penguatan nilai
pancasila terhadap peserta didik ini dapat dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler, kegiatan ko
kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan lingkungan sekolah, pemberdayaan budaya
masyarakat.

Pendidik Profesional Era Society

Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan
permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi industri
4.0 seperti Internet on Things (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan
buatan), Big Data (data dalam jumlah besar), dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia. Society 5.0 juga dapat diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat
pada manusia dan berbasis teknologi.

Terjadi perubahan pendidikan di abad 20 dan 21. Pada 20 th Century Education pendidikan fokus
pada anak informasi yang bersumber dari buku. Serta cenderung berfokus pada wilayah lokal
dan nasional. Sementara era 21th Century Education, fokus pada segala usia, setiap anak
merupakan di komunitas pembelajar, pembelajaran diperoleh dari berbagai macam sumber
bukan hanya dari buku saja, tetapi bias dari internet, bernagai macam p

http://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/menyiapkan-pendidik-profesional-di-era-society-50

SEVIMA.COM – Saat ini dunia pendidikan sedang mengalami masalah yang serius.

Dengan perubahan Iptek yang sangat cepat dan kompleks, menuntut untuk lebih

mempersiapkan secara matang dalam menghadapi perubahan dunia yang serba

cepat ini. Belum lama ini Society 5.0 sedang hangat-hangatnya diperbincangkan.

Apa Itu Era Society 5.0?


Dilansir dari laman ditpsd.kemdikbud.go.id, era super smart society (society 5.0)

sendiri diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang pada tahun 2019, yang dibuat

sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi industri 4.0, yang

menyebabkan ketidakpastian yang kompleks dan ambigu (VUCA). Dikhawatirkan

invansi tersebut dapat menggerus nilai-nilai karakter kemanusiaan yang

dipertahankan selama ini.

Baca juga : 5 Infrastruktur yang Harus Disiapkan Untuk Digitalisasi Perguruan

Tinggi

Peran Dunia Pendidikan di Era Society 5.0


Dalam menghadapi era society 5.0, dunia pendidikan berperan penting dalam

meningkatkan kualitas SDM. Selain pendidikan beberapa elemen dan pemangku


kepentingan seperti pemerintah, Organisasi Masyarakat (Ormas) dan seluruh

masyarakat juga turut andil dalam menyambut era society 5.0 mendatang.

Untuk menjawab tantangan Revolusi industri 4.0 dan Society 5.0 dalam dunia

pendidikan diperlukan kecakapan hidup abad 21 atau lebih dikenal dengan istilah 4C

(Creativity, Critical Thingking, Communication, Collaboration).

Sementara itu di abad 21 kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh pelajar adalah

memiliki kemampuan 6 Literasi Dasar (literasi numerasi, literasi sains, literasi

informasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewarganegaraan).

Tidak hanya literasi dasar namun juga memiliki kompetensi lainnya yaitu mampu

berpikir kritis, bernalar, kretatif, berkomunikasi, kolaborasi serta memiliki

kemampuan problem solving. Dan yang terpenting memiliki perilaku (karakter) yang

mencerminkan profil pelajar pancasila seperti rasa ingin tahu, inisiatif, kegigihan,

mudah beradaptasi memiliki jiwa kepemimpinan, memiliki kepedulian sosial dan

budaya.

Pendidik Profesional Era Society


Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan

permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era

Revolusi industri 4.0 seperti Internet on Things (internet untuk segala sesuatu),

Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Big Data (data dalam jumlah besar), dan

robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0 juga dapat diartikan

sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis

teknologi.
Terjadi perubahan pendidikan di abad 20 dan 21. Pada 20th Century Education

pendidikan fokus pada anak informasi yang bersumber dari buku. Serta cenderung

berfokus pada wilayah lokal dan nasional. Sementara era 21th Century Education,

fokus pada segala usia, setiap anak merupakan di komunitas pembelajar,

pembelajaran diperoleh dari berbagai macam sumber bukan hanya dari buku saja,

tetapi bias dari internet, berbagai macam platform teknologi & informasi serta

perkembangan kurikulum secara global, Di indonesia dimaknai dengan merdeka

belajar.

Baca juga : Digitalisasi Kegiatan Belajar Mengajar dengan SEVIMA EdLink

Peran Pendidik Era Society 5.0


Sebagai Pendidik di era society 5.0, para pendidik harus memiliki keterampilan

dibidang digital dan berpikir kreatif. Menurut Zulfikar Alimuddin, Director of Hafecs

(Highly Functioning Education Consulting Services) menilai di era masyarakat 5.0

(society 5.0) pendidik dituntut untuk lebih inovatif dan dinamis dalam mengajar di

kelas (Alimuddin, 2019).

Oleh karena itu ada tiga hal yang harus dimanfaatkan pendidik di era society 5.0.

diantaranya Internet of things pada dunia Pendidikan (IoT), Virtual/Augmented reality

dalam dunia pendidikan, Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam dunia

pendidikan untuk mengetahui serta mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang

dibutuhkan oleh pelajar.

10 Kemampuan yang Relevan dalam Menghadapi


Society 5.0
Berdasarkan riset World Economic Forum (WEF) 2020, terdapat 10 kemampuan

utama yang paling dibutuhkan untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0, yaitu

bisa memecahkan masalah yang komplek, berpikir kritis, kreatif, kemampuan

memanajemen manusia, bisa berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan

emosional, kemampuan menilai dan mengambil keputusan, berorientasi

mengedepankan pelayanan, kemampuan negosiasi, serta fleksibilitas kognitif. 10

Kemampuan ini juga relevan dalam menghadapi Society 5.0.

Konsep Pembelajaran Dalam Menghadapi Society


5.0
Untuk memberi ruang kepada perserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan

dan kreativitas. Pendidik boleh memilih berbagai model pembelajaran seperti

discoverey learning, project based learning, problem based learning, dan inquiry

learning. Dari berbagai model tersebut mendorong perseta didik untuk membangun

kreativitas serta berpikir kritis.

Baca juga : 10 Digitalisasi yang Harus Dilakukan Perguruan Tinggi di Era

Disruptif

Pembelajaran di Era Revolusi 4.0 dalam Menghadapi


Society 5.0
Pembelajaran di era revolusi 4.0 dalam menghadapi Society 5.0 apalagi dimasa

pandemi Covid-19 dapat menerapkan hybrid/blended learning. Dikti juga

memberikan berbagai dukungan kepada dunia pendidikan dengan menyediakan

platform untuk pembelajaran daring, seperti:

 bekerjasama dengan provider telekomunikasi untuk mengupayakan biaya internet


terjangkau,
 memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan program pengakuan kredit
antara universitas melalui pembelajaran daring.
 Dikti juga terus memberikan pelatihan kepada dosen agar mampu menciptakan
materi pembelajaran daring secara berkelanjutan

Bagi kampus Anda yang menginginkan pembelajaran yang tepat dengan hybrid

learning. EdLink bisa menjadi salah satu solusi yang tepat dalam kegiatan belajar

mengajar Anda. Disini Anda akan menemukan kemudahan dan keefektifan selama

proses belajar. edlink.id

https://sevima.com/perguruan-tinggi-menghadapi-era-society-5-0/

Sumber Referensi Artikel:

– http://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/menyiapkan-pendidik-profesional-

di-era-society-50

– https://smol.id/2019/12/17/memajukan-inovasi-pembelajaran-di-era-society-5-

0/

– http://new.widyamataram.ac.id/content/news/menghadapi-era-society-50-

perguruan-tinggi-harus-ambil-peran

Jauh sebelum terjadinya revolusi industri kita mengenal istilah pra revolusi, di mana seluruh
kegiatan dilakukan secara manual dengan tangan manusia tanpa bantuan mesin. Baru sekitar
abad ke 17 sampai awal abad ke 18 revolusi industri dimulai dengan kemunculan Revolusi
Industry 1.0 (mulai hadirnya pabrik-pabrik dan penemuan tenaga uap oleh ilmuwan). Kemudian
Revolusi Industri 2.0 pada sekitar pertengahan abad 18 (adanya pemanfaatan tenaga listrik,
hadirnya produksi mobil) dan Revolusi Industri 3.0 sejak tahun 1960 (ledakan informasi digital,
komputer, dan smartphone).
Revolusi Industri 4.0 merupakan salah satu pelaksanaan proyeksi teknologi modern Jerman
2020 yang diimplementasikan melalui peningkatan teknologi manufaktur, penciptaan kerangka
kebijakan srategis, dan lain sebagainya. Ditandai dengan kehadiran robot, artificial intelligence,
machine learning, biotechnology, blockchain, internet of things (IoT),serta driverless vehicle.
Bidang pendidikan sangat berkaitan dengan Revolusi Industri 4.0 yang dapat dimanfaatkan
untuk mendukung pola belajar dan pola berpikir serta mengembangkan inovasi kreatif dan
inovatif dari peserta didik, guna mencetak generasi penerus bangsa yang unggul dan mampu
bersaing.
Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0
Ahli teori pendidikan sering menyebut Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 untuk
menggambarkan berbagai cara mengintegritaskan teknologi cyber baik secara fisik maupun non
fisik dalam pembelajaran. Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 adalah fenomena yang
merespons kebutuhan revolusi industri dengan penyesuaian kurikulum baru sesuai situasi saat
ini. Kurikulum tersebut mampu membuka jendela dunia melalui genggaman contohnya
memanfaatkan internet of things (IOT). Di sisi lain pengajar juga memperoleh lebih banyak
referensi dan metode pengajaran.
Akan tetapi hal ini tidak luput dari tantangan bagi para pengajar untuk mengimplementasikannya.
Dikutip dari Kompasiana (2019) setidaknya ada 4 kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh
pengajar. Pertama keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Merupakan kemampuan
memahami suatu masalah, mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sehingga dapat
dielaborasi dan memunculkan berbagai perspektif untuk menyelesaikan masalah. Pengajar
diharapkan mampu meramu pembelajaran dan mengekspor kompetensi ini kepada peserta
didik. Kedua Keterampilan komunikasi dan kolaborasi. Keterampilan ini tidak luput dari
kemampuan berbasis teknologi informasi, sehingga pengajar dapat menerapkan kolaborasi
dalam proses pengajaran.
Ketiga, kemampuan berpikir kreatif dan inovatif. Diharapkan ide-ide baru dapat diterapkan
pengajar dalam proses pembelajaran sehingga memacu siswa untuk beripikir kreatif dan inovatif.
Misalnya dalam mengerjakan tugas dengan memanfaatkan teknologi dan informasi. Keempat,
literasi teknologi dan informasi. Pengajar diharapkan mampu memperoleh banyak referensi
dalam pemanfaatan teknologi dan informasi guna menunjang proses belajar mengajar.
Bagi perguruan tinggi, Revolusi Industri 4.0 diharapkan mampu mewujudkan pendidikan cerdas
melalui peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan, perluasan akses dan relevansi dalam
mewujudkan kelas dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut interaksi pembelajaran dilakukan
melalui blended learning (melalui kolaborasi), project based-learning (melalui publikasi), flipped
classroom (melalui interaksi publik dan interaksi digital).
Virus Corona/Covid 19 dan Pelayanan Bidang Pendidikan Era 4.0
Covid-19 yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang
menular ke manusia. Virus ini menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini
disebut Covid-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan,
pneumonia akut, sampai kematian. Indonesia saat ini tengah menghadapi hari-hari melawan
covid-19, bahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri
PAN-RB) telah mengeluarkan surat edaran baru yang pada intinya menyatakan perpanjangan
masa bekerja dari rumah (Work From Home) dan penyesuaian sistem kerja.
Akan tetapi Menteri PAN-RB menegaskan hal ini bukan berarti pelayanan publik ditiadakan, baik
pelayanan publik terkait ruang lingkup barang, jasa maupun administrasi. Hal tersebut
ditekankan secara langsung oleh yang bersangkutan pada saat mengumumkan adanya surat
edaran terbaru yang menyatakan perlunya penyesuaian sistem kerja dan mengimplementasikan
protokol pencegahan Covid-19. Pelayanan dapat dilakukan melalui daring (online) atau jika
terdapat pelayanan manual harus mengimplementasikan mengukur suhu pengguna layanan,
menyediakan tempat cuci tangan/handsanitizer dan menjaga jarak.
Hal tersebut juga berlaku bagi pendidikan. Dengan dihapuskannya Ujian Nasional, belajar di
rumah melalui aplikasi tertentu, kuliah daring, bimbingan dan seminar daring merupakan contoh
pelayanan bidang pendidikan yang mempercepat penerapan Pendidikan era Revolusi 4.0.
Bagaimana tidak baik pengajar maupun peserta didik dipacu untuk memahami setidaknya
penggunaan teknologi digital. Di sisi lain peserta didik juga dipaksa untuk mengeksplor teknologi
dan informasi dan menyalurkan kreatifitasnya melalui inovasi-inovasi dalam tugas-tugas yang
diberikan.
Kesempatan Kolaborasi di Tengah Wabah Covid-19
Tentu penyesuaian diperlukan dalam menerapkan Pendidikan era Revolusi 4.0. Akan tetapi tidak
dapat dipungkiri adanya wabah Covid-19 menjadi salah satu pendorong penerapan sistem ini. Di
sisi lain selain dituntut memahami teknologi dan informasi serta cara mengimplementasikannya,
tentu terdapat permasalahan yang timbul yaitu terkait sarana prasarana yang memadai.
Misalnya peserta didik dari keluarga yang kurang mampu tidak memiliki laptop/smartphone.
Maka kebijakan sudah seharusnya memperhatikan hal tersebut. Pihak sekolah memiliki Surat
Keputusan (SK) peserta didik kurang mampu dan melakukan pendampingan belajar bagi
mereka yang telah didata dengan memperoleh subsidi silang atau pemecahan masalah lainnya.
Selain itu pemerintah harus memastikan bahwa setidaknya internet tersedia di daerah
pendidikan agar menghindari pula alasan untuk pulang ke masing-masing kampung halaman
dikarenakan menghindari penyebaran Covid-19.
Di balik hal tersebut peserta didik dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dan memanfaatkan
Pendidikan era Revolusi 4.0 dengan menerapkan internet of things (IoT). Sehingga dapat
mengembangkan kreatifitas dan inovasinya melalui tugas bersama (kolaborasi), tugas individu
maupun project tertentu yang bermanfaat di tengah situasi wabah ini. Contoh kolaborasi
misalnya yang telah dilakukan mahasiswa Jurusan Kimia Universitas Lampung dengan membuat
cairan hand sanitizer dengan memanfaatkan alat dan bahan yang tersedia, ataupun
penggalangan dana bersama untuk membeli Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas kesehatan.
Tugas individu dengan membuat poster/video tentang himbaun pencegahan Covid-19, atau
mengerjakan tugas sesuai kurikulum pendidikan dengan memanfaatkan teknologi dan informasi
sehingga memiliki banyak referensi dan dapat memanfaatkan teknologi digital. Project tertentu
misalnya mengembangkan kemampuan dalam membuat aplikasi tertentu guna membantu
sistem pelayanan publik daring, tanpa mengharuskan pengguna layanan pergi ke lokasi
pelayanan. Hal tersebut mungkin saja dapat dilakukan, sebagai contoh Online Single Submision
(OSS) yang diterapkan di DPMPTSP. Bukan tidak mungkin peserta didik dapat mewujudkan
aplikasi daring yang memudahkan proses penyelenggaraan pelayanan publik.
Pada akhirnya, di tengah merebaknya wabah Covid-19, Pendidikan era Revolusi Industri 4.0
dapat diterapkan dengan penyesuaian tertentu tanpa mennyampingkan hal-hal yang perlu
diperhatikan lebih teknis, misalnya dampak dan kelemahannya. Di sisi lain tuntutan peran
peserta didik diharapkan mampu membawa perubahan positif di tengah situasi melalui
pemahaman yang diberikan oleh pengajar. Sudah saatnya kita berkolaborasi dalam mewujudkan
"kesempatan" mengabdi di tengah adanya pandemi ini.

https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--pendidikan-era-revolusi-industri-40-di-

tengah-covid-19

Saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0. Terlepas dari mau atau tidak, bahkan
siap atau tidak, perkembangan teknologi yang serba canggih telah mengantarkan masyarakat
dunia pada titik ini. Revolusi industri 4.0 sebenarnya bukan dimulai baru-baru ini, tetapi telah
berjalan sejak 2011. Hampir seluruh negara di dunia ini menyambutnya dengan gegap gempita,
tetapi ada pula yang hanya dengan persiapan seadanya. Lantas, apa sebenarnya revolusi
industri 4.0 itu?

Pengertian dan sejarah revolusi industri 4.0


Revolusi industri 4.0 merupakan perubahan fundamental di bidang industri yang telah memasuki
era baru. Gelombang keempat dari perjalanan dan perkembangan revolusi industri. Sebab itulah
disebut dengan revolusi industri 4.0.

Secara sederhana, revolusi industri 4.0 dapat dipahami sebagai perkembangan teknologi pabrik
yang mengarah pada otomasi dan pertukaran data terkini secara mudah dan cepat yang
mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala (internet of things), komputasi awan (cloud
computing), dan komputasi kognitif. Otomasi sendiri merupakan sebuah teknik penggunaan
mesin yang disertai dengan teknologi dan sistem kontrol guna mengoptimalkan produksi dan
pengiriman barang serta jasa. Dalam teknik ini, peran tenaga kerja manusia tak lagi
mendominasi, karena kerja mesin-mesin robotik mampu bekerja lebih cepat dengan hasil yang
lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas.

Di era revolusi industri 4.0, akan banyak bermunculan pabrik cerdas berstruktur modular dengan
sistem siber-fisik yang mengawasi proses produksi fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara
virtual, dan membuat atau mengambil keputusan yang tidak tersentralisasi. Bagaimana bisa?
Teknologi internet untuk segala (internet of things) memungkinkan siber-fisik saling
berkomunikasi dan bekerja sama dengan manusia secara sinergis. Sementara komputasi
awan (cloud computing) memungkinkan layanan internal dan lintas organisasi atau perusahaan
tersedia dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam rantai nilai.

Sejarah transformasi revolusi industri

Istilah revolusi industri 4.0 pertama kali dicetuskan oleh Jerman melalui proyek strategis
teknologi canggih yang memprioritaskan komputerisasi pada seluruh pabrik yang ada di negara
tersebut. Seolah ingin memantapkan, revolusi industri 4.0 dibahas kembali pada tahun 2011
dalam acara Hannover Fair, Jerman. Seolah menjadi isu strategis, revolusi industri 4.0 dijadikan
sebagai tema utama pada pertemuan ekonomi internasional World Economic Forum (WEF) di
Davos, Swiss pada tahun 2016. Transformasi di bidang industri ini mendapat sambutan positif
terutama dari negara-negara yang memang memiliki kesiapan untuk mengadopsinya, seperti
Jerman, Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Cina, Korea, India, dan juga Vietnam.

Secara historis, revolusi industri gelombang pertama terjadi sejak abad ke-17 dan berkembang
hingga memasuki gelombang keempat pada abad ini.

 Revolusi industri pertama

Berdasarkan catatan sejarah yang ada, revolusi industri pertama terjadi pada kisaran tahun
1750-1830. Pada gelombang pertama ini, revolusi industri ditandai dengan adanya penemuan
mesin uap dan kereta api. Mesin uap digunakan untuk menggantikan tenaga manusia dan
hewan dalam proses produksi.

 Revolusi industri kedua

Revolusi industri kedua terjadi pada rentang tahun 1870-1900 yang ditandai dengan adanya
penemuan listrik, alat komunikasi, minyak, dan bahan-bahan kimia. Berbagai penemuan tersebut
mendukung pelaksanaan konsep produksi massal.

 Revolusi industri ketiga

Revolusi industri gelombang ketiga terjadi mulai tahun 1960 hingga saat ini yang ditandai
dengan adanya penemuan komputer, telepon genggam atau ponsel, dan internet. Penemuan-
penemuan tersebut tentu saja bermanfaat untuk melakukan otomasi proses produksi dalam
kegiatan produksi.

 Revolusi industri keempat

Dikenal dengan istilah revolusi industri 4.0, di mana era baru ini ditandai dengan berintegrasinya
beberapa teknologi sekaligus yaitu biologi, fisika, dan digital. Perpaduan teknologi ini
memungkinkan pelaksanaan proses produksi menjadi lebih mudah dan cepat serta produktif.

Ciri-ciri revolusi industri 4.0

Meski bertopang pada revolusi industri ketiga, namun revolusi industri 4.0 bukanlah
perpanjangan atau kelanjutan dari revolusi industri gelombang ketiga yang dikenal dengan
revolusi digital. Revolusi industri 4.0 memiliki ciri tersendiri yang membedakan dengan revolusi
industri sebelumnya.

 Di setiap era revolusi, industri membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk
berkembang. Contohnya saja, pada era revolusi gelombang ketiga di mana komputer
ditemukan yang awalnya berbasis analog berkembang menjadi digital. Namun,
perubahan akan perkembangan teknologi tersebut membutuhkan waktu yang cukup
lama. Kini, di era revolusi industri 4.0, teknologi berkembang demikian cepat sehingga
memungkinkan terciptanya inovasi-inovasi baru yang penyebarannya jauh lebih cepat
dibandingkan dengan era sebelumnya. Bahkan kecepatan terobosan baru di era ini
terjadi dalam skala eksponensial, bukan lagi linear.
 Teknologi yang berkembang pesat menciptakan platform yang mampu mengintegrasikan
beberapa bidang ilmu sehingga memungkinkan proses produksi berjalan lebih efektif dan
efisien dengan biaya produksi yang lebih rendah dan produktivitas lebih tinggi. Tak
hanya itu, transformasi industri juga berpengaruh positif pada seluruh sistem produksi,
manajemen, dan tata kelola organisasi atau perusahaan.
 Revolusi industri 4.0 terjadi secara global sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan industri di hampir seluruh negara di dunia.

Keunggulan dan kelemahan revolusi industri 4.0

Revolusi industri 4.0 digadang-gadang mampu memberikan manfaat pada peningkatan


produktivitas di berbagai industri seperti petrokimia, otomotif, semen, makanan dan minuman,
serta yang lainnya. Tak heran jika gelombang revolusi industri 4.0 ini dinilai lebih unggul
dibanding sebelumnya. Beberapa keunggulannya antara lain sebagai berikut:

 Mampu meningkatkan kualitas hidup

Seiring dengan peningkatan produktivitas, revolusi industri 4.0 mampu meningkatkan kualitas
hidup masyarakat dunia. Peningkatan produktivitas dapat menaikkan rata-rata pendapatan per
kapita di dunia. Artinya, tingkat kesejahteraan masyarakat juga akan mengalami kenaikan
sehingga kemampuan masyarakat untuk mengakses kesehatan akan semakin baik. Secara lebih
lanjut, hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya usia harapan hidup.

 Teknologi dalam genggaman

Revolusi industri 4.0 yang mencakup internet untuk segala saat ini telah terwujud dalam sebuah
ponsel pintar (smartphone). Sebuah smartphone dapat dipasangi dengan berbagai aplikasi yang
memungkinkan pengguna untuk mengelola investasi, mengatur keuangan, mengakses
multimedia, memesan taksi, ojek, bahkan makanan, membeli tiket pesawat, mengatur
perjalanan, main game, dan lain sebagainya. Semua itu bisa dilakukan dengan mudah dan cepat
melalui satu perangkat teknologi saja, sebab seluruh data untuk mengakses berbagai hal
tersebut telah tersimpan di awan (cloud computing). Kini ponsel tak hanya sekadar berfungsi
sebagai perangkat komunikasi dan mengirim pesan singkat saja, tetapi sudah mencakup
berbagai kebutuhan. Tak heran jika kecanggihan dan kemudahan teknologi seolah berada
dalam genggaman.

Meski dianggap mampu memberikan manfaat besar bagi peradaban manusia, namun revolusi
industri 4.0 tetap saja memiliki celah yang menjadi kelemahannya. Berikut beberapa kelemahan
atau sisi negatif dari revolusi industri gelombang keempat ini:

 Mempersempit lapangan kerja

Revolusi industri 4.0 mengintegrasikan teknik otomasi, komputer, dan jaringan internet untuk
meningkatkan produktivitas di bidang industri. Artinya, proses produksi dalam industri lebih
banyak dijalankan oleh mesin-mesin atau robot yang dinilai lebih produktif dan murah.
Contohnya saja dalam industri makanan di Jepang, banyak pengusaha yang menggunakan
robot untuk memproduksi sushi dengan berbagai topping. Tak hanya itu, bahkan banyak
restoran yang menggunakan robot untuk melayani para pelanggannya. Dengan demikian,
tenaga kerja manusia harus bersaing dengan robot, sehingga lapangan kerja untuk tenaga kerja
manusia semakin sempit.

 Hilangnya privasi

Penyebaran data pribadi dalam bentuk digital yang semakin mudah menyebabkan hilangnya
privasi. Pengguna aplikasi smartphone tak lagi memiliki tempat yang aman untuk menyimpan
data pribadinya.

Terlepas dari sisi positif maupun negatifnya, gelombang revolusi industri 4.0 telah terjadi di
tengah-tengah masyarakat dunia, sehingga tak mungkin untuk menunda, menolak, atau bahkan
menghindarinya. Sebab itu, meningkatkan kualitas diri menjadi penting agar tidak gagap dalam
menghadapi revolusi industri 4.0.

https://www.simulasikredit.com/apa-itu-revolusi-industri-4-0/

Munculnya virus Corona telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia


sendiri. Dilansir melalui Warldometer, terhitung 48.589.395 positif, 34.792.699
sembuh, dan 1.233.216 hingga Kamis malam (Worldometer, 05/11/2020). Virus
ini menyebar dengan begitu cepat dan hal ini berdampak kepada semua sektor
terutama sektor pendidikan.
Kondisi yang mencekam hadir dan membawa masyarakat tidak mempunyai pilihan
lain selain terus bergerak dan melanjutkan hidup. Dibalik kondisi yang sangat
mengecam ini, ada tantangan yang seharusnya dilewati. Meneropong dari kondisi
tersebut, khususnya untuk dunia pendidikan prosesnya harus tetap berjalan
meskipun dalam kondisi COVID-19. Oleh karena itu, Kemendikbud menyatakan
bahwa untuk belajar yang tadinya dilakukan di sekolah mau tidak mau harus
dilakukan dari rumah  atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) guna memutus mata
rantai COVID-19.
Kondisi ini bisa dapat menguntungkan dan bisa juga menjadi tantangan untuk
pendidikan di era 4.0 sendiri.
Pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paidagogia yang berarti pergaulan dengan
anak-anak. Pedagogos adalah seorang nelayan atau bujang dalam zaman Yunani
kuno yang pekerjaannya menjemput dan mengantar anak-anak ke dan dari sekolah.
Istilah lain berasal dari kata paedos yang berarti membimbing atau memimpin.
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 3, dinyatakan bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara” (Kristiawan dkk, 2017).
Selain itu, menurut Mahfud Junaedi dalam bukunya, Paradigma Baru Filsafat
Pendidikan Islam (2019), istilah Revolusi Industri 4.0 berasal pada Hanover Fair di
Jerman pada tahun 2011. Istilah ini dimaksudkan sebagai strategi untuk memitigasi
persaingan yang semakin meningkat dengan luar negeri dan untuk membedakan
industri-industri di Jerman dan Uni Eropa dengan pasar internasional lainnya.
Sebagai proses sejarah kemajuan teknologi manusia, 4.0 pada dasarnya merupakan
perkembangan lebih lanjut dari revolusi-revolusi industri sebelumnya (Junaedi,
2019).
Era Revolusi Industri 4.0 mendapatkan respons cepat di seluruh dunia, termasuk di
Indonesia. Pendidikan 4.0 merupakan istilah umum yang digunakan oleh para ahli
teori pendidikan untuk menggambarkan berbagai cara untuk mengintegrasikan
teknologi baik secara fisik maupun tidak ke dalam pembelajaran.
Di awal abad ini, pendidikan mulai berbenah diri untuk meningkatkan kualitas
melalui Revolusi Industri 4.0. Telah banyak pelatihan yang membahas pendidikan
4.0. Namun, dalam implementasinya masih banyak guru yang kesulitan dalam
mengoperasikan teknologi guna menunjang pembelajaran. Seharusnya, pendidikan
4.0 ini memerlukan tenaga pendidikan yang mengupdate dirinya baik ekonomi,
perkembangan pendidikan 4.0, maupun perkembangan teknologi.

Pandemi COVID-19 dapat menguntungkan pendidikan 4.0 untuk pendidik maupun


peserta didik yang telah mengerti dengan teknologi digital, sehingga dapat
memudahkan mereka ke fase transformasi dari konversional menjadi daring.
Namun, hal ini bisa juga menjadi tantangan besar bagi yang sama sekali belum
mengetahui teknologi digital.
Kita sendiri mungkin baru menyadati betapa pentingnya penerapan teknologi
dalam pendidikan, terutama di tengah pandemi.
Dalam pendidikan 4.0, dibutuhkan keselarasan antara manusia dan teknologi
informasi dalam rangka menemukan solusi yang dapat digunakan dalam
memecahkan berbagai persoalan yang timbul, serta dapat menciptakan peluang
yang kreatif dan inovatif untuk memperbaiki sektor kehidupan. Hal seperti inilah
yang mengharuskan guru untuk mau tidak mau mempelajari teknologi guna
mentransferkan ilmunya melalui Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara online.
Tidak hanya pendidik, peserta didik pun diharuskan untuk dapat memahami
penggunaan teknologi yang tidak hanya sosial media saja, tetapi juga semua aspek
yang menunjang keberlangsungan KBM.
Setelah hampir 8 bulan pembelajaran 4.0 berbasis online berlangsung, hal ini telah
membuat sebagian besar masyarakat sadar akan satu hal penting, yaitu sebaik
apapun teknologi, tidak bisa menggantikan peran seorang guru. Mungkin dahulu
murid merindukan libur karena merasa jenuh berada di kelas dari pagi sampai sore
hari. Namun, kali ini mereka pasti jauh lebih merindukan kebersamaan dengan
guru dan teman-temannya saat di dalam kelas. Dari sini dapat disimpulkan bahwa,
peran guru tidak dapat tergantikan oleh apapun karena teknologi yang saat ini kita
nikmati hanya untuk mempermudah kegiatan, bukan menggantikan peran dari
seorang guru.
Adanya pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa pendidikan 4.0 kurang optimal
karena adanya ketidakberartian teknologi tanpa adanya peran guru. Tanpa guru,
siswa akan cepat merasakan bosan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu
pendidikan 4.0 ini, hendaknya guru harus mampu bersinergi dengan teknologi
demi mewujudkan pendidikan yang optimal.
Agar bisa menjadi bangsa Indonesia yang maju, kita harus mampu beradaptasi
dengan segala perubahan yang ada. SDM yang berkualitas menjadi sesuatu hal
yang penting dan menjadi perhatian bersama dalam upaya menciptakan NKRI ini
menjadi bangsa yang maju, karena kreativitas dan inovasi menjadi faktor penentu
suatu keberhasilan di era 4.0 terlebih saat pandemi COVID-19. Sangat
disayangkan, apabila generasi milenial jika hanya bertindak sebagai pengguna
yang pasif. Selain menjadi pengguna, generasi milenial harus mampu menjadi
pemimpin dalam menghasilkan kreativitas dan inovasi, memiliki wawasan yang
lebih luas dalam perkembangan teknologi, dan mengasah kemampuannya dalam
menyosong era 4.0 ini. Dengan berpikir kritis dan tidak terjerumus ke dalam hal
yang negatif dapat dilakukan mahasiswa untuk ikut berperan dalam era revolusi
industri 4.0 ini.
Selain itu, generasi muda saat ini merupakan aset bangsa. Sudah sepatutnya, jika
generasi muda diberikan kebebasan dalam berpikir, karena mereka harus mampu
mengembangkan pola pikir dan kreativitas untuk menjadi generasi yang
bermanfaat bagi bangsa maupun negara. Dan juga, tentunya generasi muda
tentunya harus mampu melatih pola pikir dan harus bisa memilah informasi yang
benar maupun informasi yang salah, yang semakin mudah tersebar di era pesatnya
pertumbuhan teknologi sekarang ini.
Tentang Penulis:
Latwarningrum Alfiani Yulita
Lahir di Bogor dan dibesarkan di Ngawi, Jawa Timur. Orang- orang sering
memanggil Latwa atau Alfi. Anak pertama dari pasangan Suwarno dan Sri
Mulatsih. Saya memulai pendidikan di TK Al-Mukminun Ngrambe (2005), SDIT
Al-Mukminun (2011) dan SMPIT Al-Mukminun (2014) yang merupakan satu
yayasan. Lalu melanjutkan di MAN 4 Ngrambe yang sekarang lebih dikenal
dengan MAN 4 Ngawi (2017). Dan sekarang, saya melanjutkan pendidikan di UIN
Walisongo Semarang Prodi Pendidikan Agama Islam Semester 7. Semoga Allah
Swt. melancarkan segala urusan saya dan teman-teman semua. Aamiin ya
mujibassailiin. Motto hidup “Kecerdasan bukanlah penentu kesuksesan, namun
kerja keraslah penentu kesuksesan yang sebenarnya”.
Artikel ini bersumber dari https://suarakebebasan.id/tantangan-pendidikan-era-
revolusi-industri-4-0-di-tengah-pandemi-covid-19/
Perguruan Tinggi (PT) harus mengambil peran dalam menyiapkan lulusannya agar
kompeten dan mampu memasuki lapangan kerja yang dibutuhkan dunia saat ini. Bidang
pendidikan harus direvolusi dan berorientasi pada pembelajaran yang lebih modern.
Demikian disampaikan oleh Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec, Rektor Universitas
Widya Mataram (UWM) Yogyakarta sebagai narasumber dalam Webinar Nasional
Kampus Merdeka-Merdeka Belajar yang digelar Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad
Dahlan Lamongan melalui Zoom Video Conference pada Rabu (25/11/2020) dan diikuti
peserta tak kurang dari 430 orang.

Webinar nasional yang bertema Menakar Kesiapan SDM Indonesia dalam Menghadapi


Society 5.0 itu juga menghadirkan narasumber lain diantaranya Prof. Dr. Aris Junaidi
(Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswa Dirjen Kemendikbud), Budiman Sudjatmiko
M.Sc., M.Phil. (Founder Inovator 4.0 Indonesia dan Penulis Buku Anak-anak Revolusi),
dan Diah Puspitasari, S.Sos (Pegiat Kesetaraan Gender dan Penggagas Kampus
Ramah Perempuan).

Rektor UWM tersebut mengatakan, berdasarkan riset World Economic Forum (WEF)


2020, terdapat 10 kemampuan utama yang paling dibutuhkan untuk menghadapi era
Revolusi Industri 4.0, yaitu bisa memecahkan masalah yang komplek, berpikir kritis,
kreatif, kemampuan memanajemen manusia, bisa berkoordinasi dengan orang lain,
kecerdasan emosional, kemampuan menilai dan mengambil keputusan, berorientasi
mengedepankan pelayanan, kemampuan negosiasi, serta fleksibilitas kognitif. 10
Kemampuan ini juga relevan dalam menghadapi Society 5.0.

“Society 5.0 dibuat sebagai solusi dari Revolusi 4.0 yang ditakutkan akan mendegradasi
umat manusia dan karakter manusia. Di era Society 5.0 ini nilai karakter harus
dikembangkan, empati dan toleransi harus dipupuk seiring dengan perkembangan
kompetensi yang berfikir kritis, inovatif, dan kreatif. Society 5.0 bertujuan untuk
mengintegrasikan ruang maya dan ruang fisik menjadi satu sehingga semua hal menjadi
mudah dengan dilengkapi artificial intelegent,” terang Prof. Edy Wakil Ketua Majelis
Diklitbang PP Muhammadiyah itu.

Menurut Anggota Parampara Praja Pemda DIY itu, pada Era Society 5.0 pekerjaan dan
aktivitas manusia akan difokuskan pada Human-Centered yang berbasis pada teknologi.
Namun, jika manusia tidak mengikuti perkembangan teknologi dan pengetahuan maka
Society 5.0 masih sama saja dengan era disrupsi yang seperti pisau bermata dua. Pada
satu sisi dapat menghilangkan lapangan kerja yang telah ada, namun juga mampu
menciptakan lapangan kerja baru.

Langkah yang seharusnya dilakukan dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia selain memperkuat kualitas pendidikan dan kompetensi bagi mahasiswa,
campur tangan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Dalam menyiapkan SDM unggul
dan bersaing di era Society 5.0 akan sulit jika hanya mengandalkan lembaga pendidikan
saja. Elemen masyarakat dan pemangku kepentingan harus terlibat didalamnya mulai
dari pemerintah pusat dan daerah, organisasi nirlaba, dan masyarakat.

“SDM Indonesia harus meningkatkan kualitasnya dan selalu untuk melakukan inovasi-
inovasi sehingga melahirkan berbagai kreasi yang memberikan kontribusi bagi
kemajuan lingkungan dan masyarakat umumnya. Saat ini inovasi adalah suatu
keniscayaan, sehingga sering dikumandangkan adagium innovate or die,” tegas Ketua
Forum Rektor Indonesia (FRI) periode 2008-2009 itu.

Sementara itu, Prof. Aris menyampaikan, Society 5.0 merupakan A New


Humanism yang menawarkan model baru untuk pemecahan persoalan sosial untuk
mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Era Society 5.0 dan pandemi Covid-
19 juga menjadi tantangan bagi dunia pendidikan untuk bisa bertahan, sehingga dari
pemerintah sendiri memunculkan berbagai strategi dan metode sebagai respon atas
kondisi itu.

“Mahasiswa abad 21 harus dibekali dengan keahlian-keahlian tertentu yang terpilah


menjadi 3 bagian yakni literasi dasar, kompetensi, dan karakter yang seluruhnya terdiri
dari 16 keahlian,” sebut Prof. Aris. Menurutnya, program Merdeka Belajar, Kampus
Merdeka salah satunya memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk menambah
keterampilan melalui 8 aktivitas.

Menghadapi society 5.0 dan pandemi Covid-19, lanjut Prof Aris, Dikti juga memberikan
berbagai dukungan kepada dunia pendidikan dengan menyediakan platform untuk
pembelajaran daring, bekerjasama dengan provider telekomunikasi untuk
mengupayakan biaya internet terjangkau, memberikan kesempatan untuk
menyelenggarakan program pengakuan kredit antara universitas melalui pembelajaran
daring. Dikti juga terus memberikan pelatihan kepada dosen agar mampu menciptakan
materi pembelajaran daring secara berkelanjutan. Di samping itu dukungan dikti juga
dengan memanfaatkan Massive Open Online Course/MOOC’s internasional.

Sumber: http://new.widyamataram.ac.id/content/news/menghadapi-era-society-50-
perguruan-tinggi-harus-ambil-peran#.X747h80zbIU

Kampus Merdeka dalam


Menyongsong Society 5.0
Oleh Neni Herlina
12 February 2021
https://dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/kabar/kampus-merdeka-dalam-
menyongsong-society-5-0/

Jakarta – Dalam menyongsong era society 5.0, perguruan tinggi dituntut


untuk siap diri dalam merombak pola pendidikan yang sudah dilaksanakan
dengan kompetensi yang sangat baku agar pendidikan terus berkembang.
Perguruan tinggi harus berani memasuki zona tidak nyaman dengan
kompetensi yang belum diketahui. Hal tersebut diungkapkan Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam pada Talkshow bertajuk “Kampus
Merdeka dalam Menyongsong Society 5.0 – Quo Vadis?”, yang
diselenggarakan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Kamis (11/02).
“Memasuki society 5.0 kita dihadapkan dengan masa yang cepat berubah
dan serba tidak pasti yang ditandai dengan hilangnya pekerjaan dan
kompetensi lama yang sudah dipersiapkan oleh perguruan tinggi.
McKinsey memprediksi dalam 10 tahun kedepan ada 23 juta lapangan
pekerjaan di Indonesia yang akan digantikan dengan otomasi, yang lebih
banyak berasal dari lulusan perguruan tinggi sementara pekerjaan yang
akan dimasuki hilang dalam waktu yang semakin lama semakin cepat,”
kata Nizam.

Nizam menambahkan akibat dari dunia yang semakin cepat berubah, tidak
ada pilihan lain selain selalu belajar dan selalu siap beradaptasi dengan
melakukan inovasi yang akan berpotensi melahirkan pekerjaan baru yang
semakin banyak namun sebagian besar dari pekerjaan tersebut masih
belum tersedia saat ini. Di sisi lain, dampak positif revolusi industri ke-4
yang ditandai dengan industri digital melahirkan kekuatan pada setiap
individu untuk bisa diberdayakan oleh teknologi dan mengakses pasar
dunia.

“Adanya kreativitas mahasiswa dalam kemampuan bertransformasi di


industri ke-4 membuat Indonesia bisa melakukan lompatan besar dengan
melahirkan milenial yang siap membangun Indonesia dan menghasilkan
Indonesia maju, Indonesia jaya, dan Indonesia sejahtera,” pungkasnya.

Melalui program Kampus Merdeka,


mahasiswa diberikan kebebasan belajar dengan tetap menanamkan
karakter Pancasila, sehingga dapat membentuk mahasiswa menjadi
pembelajar mandiri, berwawasan global, adaptif, kreatif, dan memiliki
kemampuan dalam memecahkan masalah yang kompleks di era society
5.0.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia,


Heru Dewanto mengungkapkan bahwa society 5.0 dapat mengatasi
permasalahan dunia sehingga perlu dipertahankan karena adanya
teknologi industri. Selain itu, adanya industri ini memberikan ruang
imajinasi bagi akademisi dalam membayangkan harapan masyarakat untuk
ke depannya dan mendorong perubahan sosial dengan membentuk
peradaban yang memerlukan pengetahuan dan pemahaman untuk
mencapai inovasi, sehingga dituntut untuk mengetahui kondisi sebenarnya
pada industri saat ini yang menjadi elemen dasar dalam membuat
kebijakan teknologi.

Sementara itu, Anggota Lembaga Pengembangan Jasa Kontruksi, Agus


Taufik Mulyono menyebut adanya permasalahan di masyarakat dalam
mencapai society 5.0, yaitu membangun manusia yang memiliki integritas
pada standar minded, sehingga kampus mengajarkan dalam memberikan
kepastian tetapi tidak nyata. Di sisi lain, pekerjaan mengajarkan kenyataan
namun belum pasti sehingga melalui Merdeka Belajar Kampus Merdeka
kita dapat membantu mahasiswa mengetahui keadaan yang sebenarnya.
(YH/DZI/FH/DH/NH/DON/FAN/RAH)

Menyiapkan Pendidik Profesional Di Era Society 5.0, 03 febuari 2021. Direktorat sekolah dasar,

Admin sevima, Perguruan Tinggi Menghadapi Era Society 5.0, 17 mei 2021,
Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 di Tengah Covid-19, Shintya gugah asih theffidy, 31/03/2020,

Tantangan Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 di Tengah Pandemi COVID-19, latwarningrum
Alfiani Yulita, 6 November 2020,

Kampus Merdeka dalam Menyongsong Society 5.0Oleh Neni Herlina


12 February 2021

References
Admin Sevima. 17. Perguruan Tinggi Menghadapi Era Society 5.0. Mei 2021. Accessed Oktober 2021,
02. https://sevima.com/perguruan-tinggi-menghadapi-era-society-5-0/.

Direktorat Sekolah Dasar. 2021. Menyiapkan Pendidik Profesional Di Era Society 5.0. Febuari 03.
Accessed Oktober 02, 2021. http://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/menyiapkan-
pendidik-profesional-di-era-society-50.

Herlina, Neni. 2021. Kampus Merdeka dalam menyongsong society 5.0. Febuari 12. Accessed
Oktober 02, 2021. https://dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/kabar/kampus-merdeka-dalam-
menyongsong-society-5-0/.

Theffidy, Shintya Gugah Asih. 2021. Pendidikan Era Revolusi industri 4.0 di tengah covid-19. Maret
03. Accessed Oktober 02, 2021. https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--pendidikan-era-
revolusi-industri-40-di-tengah-covid-19.

Yulita, Latwarningrum Alfiani. 2021. Tantangan Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 di tengah
pandemi covid-19. November 06. Accessed Oktober 02, 2021.
https://suarakebebasan.id/tantangan-pendidikan-era-revolusi-industri-4-0-di-tengah-
pandemi-covid-19/.

You might also like