Professional Documents
Culture Documents
Teori Geometrik Perenc. Teknis Komplek Biara
Teori Geometrik Perenc. Teknis Komplek Biara
I. Standar Perencanaan
Dalam merencanakan jalan raya bentuk geometriknya harus ditentukan
sedemikian rupa sehingga jalan raya yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan
optimal kepada kegiatan lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Direktorat Jenderal Bina
Marga Departemen PU telah menetapkan peraturan “Perencanaan Geometrik Jalan
Raya“ No. 13/1970, sehingga semua perencanaan jalan di Indonesia harus berdasarkan
pada peraturan tersebut.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya :
1. Lalu lintas
Masalah – masalah yang menyangkut lalu lintas meliputi :
- Volume/jumlah lalu lintas
- Sifat dan komposisi lalu lintas
- Kecepatan rencana lalu lintas
2. Topografi
Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi jalan raya dan pada
umumnya mempengaruhi alinyemen sebagai standar perencanaan geometrik, seperti
jalan landai, jarak pendangan, penampang melintang dll. Untuk melihat klasifikasi
medan dan besarnya kelerengan melintang, maka dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Golongan Medan Lereng Melintang
- Pegunungan ( G ) >25 %
P
A
E
TC CT
R R
- Tc = R tan ½
- Ec = Tc tan ¼
- Lc = ( / 360) 2R = 0.017453 R
Walaupun bentuk ini tidak mempunyai lengkung peralihan (Ls) akan tetapi diperlukan
adanya lengkung peralihan fiktif (Ls’)
Ls’ = B ( em + E)
Dimana :
B = Lebar perkerasan ( m )
em = Kemiringan melintang maksimum relatif (super elevasi max pada tikungan
tersebut)
E = Kemiringan perkerasan pada jalan lurus
Spiral – Spiral
Syarat pemakaian :
- Bila bentuk S – C – S tidak bisa dipakai
- s = 0.5
yang dihitung jika memenuhi syarat diatas adalah :
Ls = (s . R) / 28.648
Tt = {( R + p ) tan 0.5 s } + k
Et = {( R + p ) sec 0.5 s } – R
P = p* . Ls
K = k* . Ls
3 4 5 6 7 8 10 12
Max %
Perkerasan jalan adalah lapis–lapis material yang dipilih dan dikerjakan menurut
peraturan tertentu sesuai dengan macam dan fungsinya untuk menyebarkan beban roda
kendaran sedemikian rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar sesuai daya
dukungnya.
Umumnya bagian – bagian perkerasan jalan terdiri dari :
1. Tanah dasar ( Sub Grade )
2. Lapis Pondasi Bawah ( Sub Base Course )
3. Lapis Pondasi Atas ( Base Course )
4. Lapis Permukaan
1. Tanah Dasar
Tanah dasar adalah permukaan tanah asli, permukaan tanah galian atau permukaan
tanah timbunan yang merupakan permukan dasar untuk perlerakn bagian – bagian
perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan dari konstruksi perkerasan jalan ini
tergantung dari sifat – sifatnya dan daya dukung dri tanah dasar.
2. Lapis Pondasi Bawah
Adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi dan tanah dasr.
Umumnya tanah setempat yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan
sebagai bahan dasar pondasi bawah. Campuran –campuran tanah setempat dengan
dengan kapur atau
3. Lapis Pondasi
Adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi
bawah. Bahan – bahan untuk lapis pondasi umumnya dibutuhkan keawetan dan
kekuatan tertentu agar mampu mendukung beban dari roda kendaraan. Bermacam –
macam bahan alam atau bahan setempat dapat digunakan sebagai bhn lapis pondasi,
antara lain: batu pecah, kerikil, pasir ataupn campuran – campuran daripadanya
dengan ataupun bahan stabilisasi ( aspal, kapur, PC ) yang masing – masing akan
bervariasi pula dari segi derajat kekuatannya.
4. Lapis Permukaan
Adalah bagian perkersan yang paling atas. Bahan – bahan untuk lapis permukaan
umumnya sama dengan bahan – bahan untuk lapis pondasi, hanya pada lapis
permukaan membutuhkan persyaratan mutu yang lebih tinggi serta panambahan
aspal agar lapisan tersebut dapat bersifat kedap air dan memberikan tegangan tarik
yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
BAB III
URAIAN TEKNIS PELAKSANAAN
Langkah awal untuk memulai pkerjaan jalan adalah melakukan survey kembali.
Hal ini untuk menentukan titik dasar atau menentukan ketinggian dari pekerjaan
selanjutnya. Kemudian dibuat BM ( Brench Mark ) dan CL ( Centre Line ). Apabila
telah selesai atau telah diketahui hal – hal yang perlu, maka pekerjaan baru dapat
dilanjutkan.
1. Galian – Cut
Tanah galian yang akan digunakan untuk timbunan pertama harus dibersihkan
dari tumbuh – tumbuhan dan lapisan humus. Dapat atau tidaknya material ini
dipakai untuk timbunan dilakukan dengan pengetesan di laboratorium. Teknis
penggaliannya adalah sebagai berikut : Setiap akn berhenti pakerjaan, diusahakan
agar apabila turun hujan , air tidak akan tergenang. Setelah sampai pada
permukaan yang dikehendaki ( Sub Grade ) dilakukan pengecekan elevasi dan
dipadatkan, kemudian di test oleh Soil Material Enginer ( Sub Grade Preparation )
dan kemudin dapat di teruskan ke lapisan Sub Grade.
2. Timbunan – Fill Embarkment
Materialnya dapat dipakai dari hasil galian ( Cut ) yang termasuk dalam
rencana ( Common Excavation ), atau material / bahan galian yang didatangkan dari
luar daerah pekerjaan ( Borrow Excavation ). Dapat tidaknya material ini dipakai
untuk badab jalan / Embarkment harus di test di laboratorium atau mendapat
persetujuan dari Soil Material Engineer. Sebelum dilakukan penimbunan harus
dibuat profil ( Patok – patok, ketinggian, kemiringan 0 dari daerah yang akn
dikerjakan.
Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
Setelah diketahui dengan pasti daerah yang akan dikerjakan serta siap segala
peralatannya, maka dapat dilakukan pekrjaan :
Cleraing And Grubbing
Yaitu pekerjaan pemotongan pohon – pohon besar dan kecil.
Top Soil and Stripping
Yaitu pembuangan humus dan lapisan atas akar kayu, biasanya setebal 10 – 30 cm
Compaction Of Fondation Of Embarkment
Pemadatan tanah dasar sebelum dilakukan penimbunan. Lapisan ini perlu di
test ( Density test of proof rooling test ), kemudian dilakukan penimbunan.
Penimbunan dilkukan lapisan demi lapisan ( Layer by Layer ) setebal + 20 cm dan
dipadatkan. Alat yang digunakan untuk memadtkan dapat digunakan Motor Grader
dan Buldozer. Untuk pemadatan digunakan Road Roller, Tandem Roller, Mac
Adam Roller, Tire Roller Sheep, Foot Roller atu Fibrating Roller. Memilih atau
menentukan pemakaian alat dengan melihat medan atau lapangan kerja , jenis dan
keadaan material. Setelah ketinggian yang diperlukan cukup, maka pekerjaan
selanjutnya dapat diteruskan. Untuk penentuan ketinggian ini dilakukan oleh
Surveyor sedangkan pengetesan di laboratorium ( Soil Material Engineer ), setelah
itu diteruskan pekerjan selanjutnya.
B. Sub base
Sesudah lapisan Sub Grade betul – betul telah memenuhi syarat elevasi dan
kepadatan, kita memulai pekerjaan Sub Base Course.
Pertama–tama ditentukan patok – patok untuk mencapai ketebalan yang
dikehendaki. Diperlukan minimal 5 titik menurut potongan melintang dan dengan jarak
maksimum 25 meter menurut potongan memanjang. Setelah selesai pemasangan patok
– patok untuk menentukan ketinggian / tebalnya, maka material Sub Base dapat
didatangkan ke lapangan. Pemasangan patok harus cukup kuat dan dilindungi oleh
material Sub Base tersebut. Sebagai toleransi ketinggian untuk mencapai ketinggian
yang diinginkan, maka setelah di padatkan di lebihkan + 15 % dari yang kita perlukan.
C. Base Course
Seperti pada pekerjan Sub Base Course, pekerjaan Base Course pada prinsipnya
sama saja, yaitu :
- Permukaan Sub Base Course harus telah rata dan padat.
- Dipasang patok – patok untuk pedoman ketinggiannya (Dalam arah melintang 5
patok dan dalam arah memanjang dengan jarak maksimum setiap 25 meter).
- Toleransi ketinggian diambil + 1 cm, dilebihkan dari tinggi yang diperlukan.
- Semua material tersedia di lapangan kerja dengan volume yang diperlukan.
D. Priming
Apabila pekerjaan priming ini akan dilaksanakan, base course nya harus
memenuhi syarat yang dikehendaki, baik ketinggian maupun kepadatannya. Perlu dijaga
hal sebagai berikut : permukaan harus bersih dari kotoran sert kering. Alat untuk
membersihkan adalah kompresor, sapu lidi dan karung goni, power blow. Pemakiannya
dilihat dari kotoran yang melekat pada Base Course tersebut. Setelah ini selesai baru
dipersiapkan alat – alat untuk priming berupa distribusi aspal. Langkah selanjutnya
adalah penyemprotan ( Priming ) dengan aspal ( MC 70 ).
Temperatur
Pen aspal
°F °C
Untuk mengetahui jumlah aspl yang diperlukan, disediakan alat – alat yang bekerja
dengan sistim timbangan atau meteran. Setiap alat tersebut harus diperiksa agar
kecepatan pengaliran atau jumlah aspal tetap dalam batas – batas spesifikasi.
g. Mixer
Mixer atu Pugmil merupakan tempat pengadukan dari material – material campuran.
Pintu yang ada dibawah mixer harus terkunci dengan rapat selama proses
pencampuran berlangsung. Pintu ini baru dibuka setelah dicapai homogenitas
didalam mixer. Untuk aspal minyak biasanya diambil 30 detik.