Professional Documents
Culture Documents
KEWENANGAN ABSOLUT
DALAM
SERTA
PERKARA AKTUAL
PERKARA
KHUSUS
DALAM UU Cerai Talak
PERADILAN
AGAMA Cerai Gugat
1. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1): Perempuan 16 tahun,
Laki-laki 19 tahun.
2. UU No. 16 Tahun 2019 Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1): Perempuan dan Laki-laki 19 tahun
3. Anak sebelum usia 19 tahun dilarang menikah, tanpa dispensasi kawin dari
Pengadilan. Tetapi Anak tidak dilarang KUHP melakukan zina, homoseksual,
biseksual, dll. ➔ Hal ini jadi KEWAJIBAN ORANG TUA/KELUARGA dalam
memberikan PERLINDNGAN Anak dari Pebuatan yang dilarang Agama atau
Adat istiadat setempat..
KETENTUAN PERKAWINAN ANAK SEBELUM & PASCA PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
(1) USIA KAWIN: WANITA 16 TH, PRIA 19 TH USIA KAWIN: WANITA - PRIA 19 TH
(2) Terjadi penyimpangan thd ayat (1) pasal inidapat Terjadi penyimpangan thd ayat (1) pasal inidapat
meminta dispensasi ke Pengadilan oleh kedua meminta dispensasi ke Pengadilan oleh kedua
Orang Tua Pria maupun Wanita Orang Tua Pria maupun Wanita dengan alasan
sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung
yang cukup.
(3) Ketentuan keadaan Orang Tua pada Pasal 6 ayat Pemberian dispensasi oleh Pengadilan wajib
(3) dan ayat (4) berlaku terhadap dispensasi mendengarkan pendapat kedua calon mempelai
kawin dengan tidak mengurangi Pasal 6 ayat (6)
MAHKAMAH
SYAR’IYAH
RUANG LINGKUP
WEWENANG MAHKAMAH ahkamah Syar’iyah berwenang
M
Suami: CERAI TALAK/ DOMISILI ISTERI; Pasal 66 (2), (3), (4) Asas Perlindungan Volunter / Semi
Iisteri di LN: SUAMI;
cerai dgn alasan ZINA S – I di LN: tempat Perkw/ PA
jo.P 128 (3) UU terhadap Isteri contentiosa
Jak Pst No.11/2006
Isteri: CERAI Domisili isteri Pasal 73 jo.P 128 (3) Asas Perlindungan contentiosa
GUGAT/cerai dgn UU No. 11/2006 terhadap Isteri
alasan ZINA
Ekonomi Syariah, wakaf, Domisili Tergugat/ Pasal 118 (1) HIR Actor Squitur Forum Rei contentiosa
zakat, wasiat, hibah, dll Sesuai Akad/ letak benda Sitai/Asas Actor Squitur
Forum Rei
Penetapan Ahli Waris KESEPAKATAN Ahli Pasal 118 (3) HIR jo. Actor Squitur Forum Rei Volunter
atau penetapan lainnya Sitai/Asas Actor Squitur
W/letak benda tak Pasal 142 (5) R.Bg Forum Rei Sitai
bergerak
RINCIAN RUANG LINGKUP
WEWENANG MAHKAMAH
SYAR’IYAH BIDANG JINAYAH
(HUKUM PIDANA): HUDUD
JENIS KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR’IYAH: HUKUM
JINAYAH dalam Qanun No. 10 Tahun 2002 Tentang
Peradilan Syari’at Islam Penjelasan Pasal 49 huruf c
1 jarimah hudud: 2. jarimah Qshash/Diyat:
a. zina, a. pembunuhan;
b. qazf, b. penganiayaan;
c. pencurian, 3. jarimah ta’zir:
d. perampokan, a. maisir/perjudian,
e. minuman keras dan napza,
b. penipuan,
f. murtad dan
c. pemalsuan,
g. pemberontakan (bughat);
d. khalwat
QANUN NO. 6 TAHUN 2014
TENTANG HUKUM JINAYAT
RUANG (1) Qanun ini mengatur c. khalwat;
tentang: d. Ikhtilath;
LINGKUP a. Pelaku Jarimah;
e. Zina;
KEWENANGAN b. Jarimah; dan f. Pelecehan seksual;
QANUN NO. 6 c. ‘Uqubat. g. Pemerkosaan;
TAHUN 2014: (2) Jarimah sebagaimana
h. Qadzaf;
dimaksud pada ayat (1)
HUKUM meliputi: i. Liwath; dan
JINAYAT, PASAL a. Khamar; j. Musahaqah.
3: b. Maisir;
BEBERAPA PENGERTIAN YANG TERKAIT
DENGAN HUKUM JINAYAT DI ACEH:
Pasal 1 angka 10:
• Mahkamah adalah Mahkamah Syar’iyah
Kabupaten/Kota, Mahkamah Syar’iyah Aceh dan
Mahkamah Agung.
Pasal 1 angka 11:
• Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota adalah
lembaga peradilan tingkat pertama.
BEBERAPA PENGERTIAN HUKUM JINAYAT ACEH
Pasal 1 angka 12:
• Mahkamah Syar’iyah Aceh adalah lembaga peradilan
tingkat banding.
Pasal 1 angka 13:
• Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut Mahkamah Agung adalah lembaga peradilan
tingkat kasasi dan peninjauan kembali.
Pasal 1 angka 14:
Hakim adalah hakim pada Mahkamah Syar’iyah
Kbupaten/Kota, Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Mahkamah
Agung
BEBERAPA PENGERTIAN HUKUM JINAYAT ACEH
Pasal 1 angka 15:
Hukum Jinayat adalah hukum yang mengatur
tentang Jarimah dan ‘Uqubat.
Jarimah
Pasal 1 angka 16:
Jarimah adalah perbuatan yang dilarang oleh
Syariat Islam yang dalam Qanun ini diancam
dengan ‘Uqubat Hudud dan/atau Ta’zir.
‘Uqubat
Pasal 1 angka 17:
‘Uqubat adalah hukuman yang dapat dijatuhkan
oleh hakim terhadap pelaku Jarimah.
Hudud
Pasal 1 angka 18:
Hudud adalah jenis ‘Uqubat yang bentuk dan
besarannya telah ditentukan di dalam Qanun
secara tegas.
Ta’zir
Pasal 1 angka 19:
Ta’zir adalah jenis ‘Uqubat yang telah ditentukan
dalam qanun yang bentuknya bersifat pilihan
dan besarannya dalam batas tertinggi dan/atau
terendah.
Restitusi
Pasal 1 angka 20:
Restitusi adalah sejumlah uang atau harta tertentu,
yang wajib dibayarkan oleh pelaku Jarimah,
keluarganya, atau pihak ketiga berdasarkan perintah
hakim kepada korban atau keluarganya, untuk
penderitaan, kehilangan harta tertentu, atau
penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
Khamar
DALAM
QANUN NO. 6
TAHUN 2014
Penyelenggaraan Hukum Jinayat berasaskan:
ASAS-ASAS a. keislaman;
HUKUM b. legalitas;
JINAYAH
c. keadilan dan keseimbangan;
dalam
QANUN No. d. kemaslahatan;
6 Tahun
e. perlindungan hak asasi manusia; dan
2014, Pasal2
f. pembelajaran kepada masyarakat (tadabbur).
ASAS “Yang dimaksud dengan “asas
KEISLAMAN keislaman” adalah ketentuan-ketentuan
mengenai jarimah dan ‘uqubah di dalam
QANUN NO. qanun ini harus berdasar kepada
6 TAHUN AlQur’an dan hadits, atau prinsip-prinsip
2014 yang diambil dari keduanya. Begitu juga
kesadaran untuk menjalankan dan
mematuhi qanun ini adalah
berhubungan dengan ketaatan keapda
kedua dalil (AlQur’an dan hadits)
tersebut.”
ASAS KETERPADUAN : Penjelasan Pasal 2 huruf
b
“Yang dimaksud dengan “asas legalitas” adalah tiada
suatu perbuatan dapat dijatuhi ‘uqubat kecuali atas
ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang telah ada sebelum perbuatan
dilakukan”.
ASAS KESEIMBANGAN : Penjelasan Pasal 2
huruf c
“Yang dimaksud dengan “asas keadilan dan
keseimbangan” adalah penetapan besaran ‘uqubat di
dalam qanun, dan setelah itu penjatuhannya oleh
hakim, haruslah memperhatikan keadilan dan
keseimbangan bagi tiga pihak:
a. Harkat dan martabat korban dalam bentuk hak untuk
memeproleh restitusi atas penderitaan dan kerugian
yang dia terima secara adil dan patut.
ASAS KESEIMBANGAN : Penjelasan Pasal 2
huruf c
b. Harkat dan martabat pelaku kajahatan dalam bentuk
penjatuhan ‘uqubat secara adil, sehingga terlindungi
dari kezaliman, serta adanya pemulihan nama baik
dan ganti rugi sekiranya ada kekeliruan dalam
penangkapan dan atau penahanan; serta
c. Perlindungan masyarakat secara umum, sehingga
tercipta keamanan, ketertiban, kenyamanan serta
kesetiakawanan social (takaful, symbiosis) di antara
mereka.
ASAS KEMASLAHATAN : Penjelasan Pasal 2
huruf d
“Yang dimaksud dengan “asas kemaslahatan” adalah
ketentuan dalam qanun ini bertujuan untuk
mewujudkan sebagian dari lima perlindungan yang
menajdi tujuan diturunkannya syariat yaitu,
perlindungan agama, nyawa, akal, keturunan dan harta.
Perbuatan yang merugikan, baik untuk orang lain atau
untuk diri sendiri akan dilarang oleh Qanun dan akan
diancam dengan ‘uqubat”.
ASAS PERLINDUNGAN: Penjelasan Pasal 2
huruf e
“Yang dimaksud dengan “asas perlindungan hak asasi
manusia” adalah adanya jaminan bahwa rumusan
jarimah dan ‘uqubatnya akan sejalan dengan upaya
melindungi dan menghormati fitrah, harkat dan
marabat kemanusiaan, sesuai dengan pemahaman
masyarakat muslim Idnonesia tentang HAM”.
ASAS PEMBELAJARAN KEPADA MASYARAKAT
(TADABBUR) : Penjelasan Pasal 2 huruf f
“Yang dimaksud dengan “ asas pembelajaran kepada
masyarakat (tadabbur)” adalah semua isi qanun baik
rumusan jarimah, jenis, bentuk serta besaran ‘uqubat,
diupayakan dengan rumusan yang mudah difahami sehingga
mengandung unsur Pendidikan agar masyarakat mematuhi
hukum, mengetahui perbuatan-perbuatan yang dilarang dan
meyakinimya sebagai perbuatan buruk yang harus dihindari,
mengetahui ‘uqubat yang akan dia derita kalau larangan tiu
dilanggar, serta memahami adanya perlindungan yang
seimbang bagi koban, pelaku jarimah dan masyarakat”.
JENIS-JENIS ‘UQUBAT
JENIS-JENIS ‘UQUBAT: Pasal 4
(1) ‘Uqubat (2) ‘’Uqubat Hudud sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dimaksud dalam berbentuk cambuk.
Pasal 3 ayat (1) (3) ‘Uqubat Ta’zir sebagaimana
huruf c terdiri dimaksud pada ayat (1) huruf b
dari: terdiri dari:
a. Hudud; dan a. ‘Uqubat Ta’zir utama; dan
b. Ta’zir. b. ‘Uqubat Ta’zir tambahan.
JENIS-JENIS ‘UQUBAT: Pasal 4
(4) ‘Uqubat Ta’zir
(5) ‘Uqubat Ta’zir Tambahan sebagaimana
utama dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri dari:
sebagaimana a. pembinaan oleh negara;
dimaksud pada b. Restitusi oleh orang tua/wali;
ayat (3) huruf a c. pengembalian kepada orang tua/wali;
terdiri dari:
d. pemutusan perkawinan;
a. cambuk;
e. pencabutan izin dan pencabutan hak;
b. denda;
f. perampasan barang-barang tertentu; dan
c. penjara; dan
g. kerja sosial.
d. restitusi.
JENIS-JENIS ‘UQUBAT: Pasal 4
•Pasal 33:
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja
melakukan Jarimah Zina, diancam
dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 100
(seratus) kali.
‘UQUBAT ZINA: Pasal 33
(2) Setiap Orang yang mengulangi perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam
dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 100 (seratus)
kali dan dapat ditambah dengan ‘Uqubat
Ta’zir denda paling banyak 120 (seratus dua
puluh) gram emas murni atau ‘Uqubat Ta’zir
penjara paling lama 12 (dua belas) bulan.
‘UQUBAT ZINA: Pasal 33
(3) Setiap Orang dan/atau Badan Usaha yang dengan
sengaja menyediakan fasilitas atau mempromosikan
Jarimah Zina, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir
cambuk paling banyak 100 (seratus) kali dan/atau
denda paling banyak 1000 (seribu) gram emas
murni dan/atau penjara paling banyak 100 (seratus)
bulan.
‘UQUBAT ZINA PEDOPHILIA: Pasal 34
• Pasal 34
Setiap Orang dewasa yang melakukan Zina dengan
anak, selain diancam dengan ‘Uqubat Hudud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1)
DAPAT DITAMBAH dengan ‘UQUBAT TA’ZIR CAMBUK
paling banyak 100 (seratus) kali atau DENDA paling
banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau
PENJARA paling lama 100 (seratus) bulan.
‘UQUBAT ZINA: INCEST / MAHRAM
• Pasal 35
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Zina
dengan orang yang berhubungan Mahram dengannya, selain
diancam dengan ‘Uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (1) dapat ditambah dengan ‘UQUBAT TA’ZIR DENDA
paling banyak 100 (seratus) gram emas murni atau ‘uqubat
Ta’zir PENJARA paling lama 10 (sepuluh) bulan.
PEREMPUAN
HAMIL DI LUAR
NIKAH: TIDAK • Pasal 36
DAPAT DITUDUH Perempuan yang hamil di luar nikah tidak
dapat dituduh telah melakukan JARIMAH
ZINA ZINA tanpa dukungan alat bukti yang
(PERLINDUNGAN cukup.
TERHADAP
PEREMPUAN
DIPERKOSA)
KETENTUAN • Pasal 72
JARIMAH YANG • “Dalam hal ada perbuatan Jarimah
DIATUR KUHP sebagaimana diatur dalam qanun ini dan
diatur juga dalam Kitab Undang-Undang
LUAR KUHP: Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan
BERLAKU ATURAN pidana di luar KUHP, yang berlaku adalah
JARIMAH DALAM aturan Jarimah dalam Qanun ini”.
QANUN: PASAL 72
KEWENANGAN ISBAT
KESAKSIAN RUKYAT HILAL
KEWENANGAN ISBAT KESAKSIAN RUKYAT HILAL
HUKUM ACARA
MAHKAMAH SYAR’IYAH
DI PROVINSI ACEH
DARUSSALAM
SUMBER HUKUM ACARA
MAHKAMAH SYAR’IYAH
Hukum Acara yang
Hukum Acara yang berlaku
berlaku pada
pada PERADILAN UMUM
PERADILAN AGAMA
Pasal 60:
“Penetapan atau putusan Pengadilan hanya
sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum”
TANGGUNG JAWAB HAKIM
Pasal 60A UU No. 50 (2) Penetapan dan
Tahun 2009: Putusan Pengadilan
(1)Dalam memeriksa dan harus memuat
memutus perkara pertimbangan
Hakim harus hukum Hakim yang
bertanggung-jawab
atas penetapan dan didasarkan pada
putusan yang alasan dan dasar
dibautnya. hukum yang tepat
dan benar.
BANTUAN HKUM & PRODEO
• Pasal 60B UU No. 50 Tahun 2009: • Pasal 60C:
(1) Setiap orang berhak mendapat (1) Pada setiap PA dibentuk POS
bantuan hukum. BANTUAN HUKUM UNTUK
(2) Negara menanggung biaya PENCARI KEADILAN yang tidak
perkara bagi orang yang tidak mampu dalam memperolh
mampu. bantuan hukum.
(3) Pihak yang tidak mampu harus (2) Bantuan hukum diberikan
melampirkan surat keterangan secara Cuma-Cuma smpai
tidak mampu dari Kleurahan perkara memperoleh kekuatan
tempat domisili ybs. hukum tetap.
BANDING
• Pasal 61:
• Atas penetapan dan putusan PA dapat
dimintakan banding oleh pihak yang
berperkara, kecuali apabila undang-undang
menentukan lain.
• Penetapan yang dapat dimintakan banding
adalah penetapan “permohonan cerai talak”
yang diajukan oleh suami.
MUATAN PUTUSAN & PENETAPAN
• Pasal 62:
(1) Segala penetapan dan putusan Pengadilan selain harus
memuat alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga harus memuat
Pasal-Pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan
dasar untuk mengadili.
(2) Tiap penetapan dan putusan Pengadilan ditandatangani oleh
Ketua dan Hakim-Hakim yang memutus serta Panitera yang
ikut bersidang pada waktu penetapan dan putusan itu
diucapkan.
(3) Berita Acara tentang pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua
dan Panitera yang bersidang.
KASASI
• Pasal 63: Atas penetapan dan putusan PA dapat dimintakan
kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berperkara.
• Pasal 64: Penetapan dan putusan Pengadilan yang
dimintakan banding atau kasasi pelaksanaannnya ditunda
demi hukum, kecuali apabila dalam amarnya menyatakan
penetapan atau putusan tersebut dapat dijalankan terlebih
dahulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi.
ASAS PERDAMAIAN
• Pasal 65:
“Perceraian hanya dapat dilakukan di sidang
Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak”.
PERSONALITAS
ASAS
KEISLAMAN
Dasar hukum : Pasal 1 angka 1, Pasal 2, Pasal 49,
Pasal 50 ayat (2), Pasal 66, Pasal 73 UU Peradilan
Agama.
ASAS
Penjelasan Pasal 49:
PERSONALITAS
Asas Personalitas Keislaman:
KEISLAMAN
“Yang dimaksud dengan “antara orang-orang
yang beragama Islam” adalah ORANG (orang
Islam dan orang bukan Islam) atau BADAN
HUKUM yang menundukkan diri secara sukareka
kepada HUKUM ISLAM mengenai ha-hal yang
menjadi kewenangan Pasal 49.”
PENERAPAN
ASAS Asas Personalitas Keislaman berlaku dalam
kasus sebagai berikut:
PERSONALITAS
1. Sengketa bidang perkawinan yang
KEISLAMAN: perkawinannya tercatat di KUA,
PERKAWINAN meskipun SALAH SATU PIHAK (suami
atau isteri) atau KEDUA BELAH PIHAK
(Mahkamah (suami atau isteri) KELUAR DARI dari
AGAMA ISLAM;
Agung RI)
Pertama: berdasarkan hasil diskusi saya
dengan Hakim Agung, Dr. Mukti Arto, bahwa
suami isteri yang kedua-duanya berpindah
PENJELASAN agama, mereka seharusnya mengajukan
PENERAPAN permohonan penetapan perkawinan ke
Pengadilan yang berwenang; peneapan
ASAS Pnegadilan didaftarkan ke Kantor Catatan
PERSONALITAS Sipil atau KUA untuk mencatatkan
perkawinan mereka yang telah berpindah
BIDANG agama;
PERKAWINAN Kedua: karena hukum perkawinan yang
berlaku di PA dan PN adalah berbeda
2. Sengketa bidang KEWARISAN
Penerapan ASAS PEWARISNYABERAGAMA ISLAM, walaupun
PERSONALITAS sebagian atau seluruh ahli waris non-Islam;
KEISLAMAN: 3. Sengketa bidang Ekonomi Syariah dimana
nasabahnya non-Muslim;
KEWARISAN
4. Sengketa bidang wakaf walaupun para pihak
(Mahkamah atau salah satu pihak beragama non-Muslim;
Agung RI) 5. Sengketa bidang hibah dan wasiat yang
dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Dalam semua sengketa tersebut di atas meskipun
sebagian atau seluruh subyek hukumnya bukan
beragama Islam, tetapi diselesaikan oleh PERADILAN
AGAMA.
a. A dan B menikah secara Islam di KUA, B
Contoh Kasus murtad, A mengajukan perceraian, maka
perceraiannya menjadi wewenang
ASAS Peradilan Agama. A B murtad menjadi
PERSONALITAS kewenangan PA (saya tidak setuju).
Hasil diskusi saya (Neng Djubaedah) dengan
KEISLAMAN: Hakim Agung (Dr. Mukti Arto): suami isteri
PERKAWINAN yang berpindang agama kedua-duanya
hendaknya mengajukan PERMOHONAN
Mahkamah PENCATATAN PERKAWINAN KE
Agung R I PENGADILAN.
Contoh Kasus
ASAS
PERSONALITAS b. A beragama non-Islam melakukan
KEISLAMAN: transaksi ba’i murabahah dengan
TRANSAKSI Bank Muamalat, ketika terjadi
Mahkamah sengketa merupakan kewenangan
Agung R I PA.
c. A beragama Islam mempunyai anak B.
Contoh Kasus (i) A menghibahkan sebidang tanah
ASAS kepada B, B murtad,
PERSONALITAS (ii) A mewakafkan seluruh harta
kekayaannya, termasuk bidang tanah
KEISLAMAN: yang telah dihibahkan kepada B, kepada
sebuah yayasan.
HIBAH
(iii) Jika B bersengketa dengan A mengenai
Mahkamah wakaf tersebut, maka pembatalan
Agung R I wakaf menjadi wewenang Peradilan
Agama.
Contoh Kasus
ASAS • Perlawanan terhadap:
PERSONALITAS (i) sita eksekusi dan/atau
KEISLAMAN:SITA (ii) gugatan pembatalan lelang atas objek
EKSEKUSU sengketa yang merupakan kelanjutan
Mahkamah pelaksanaan eksekusi dari seluruh perkara
Agung R I yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
(iii) harus diselesaikan oleh Pengadilan Agama
walaupun yang bersengketa ada yang
beragama selain Islam.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA
PERADILAN AGAMA YANG
TERPENTING
• ASAS KETUHANAN: BISMILLAHI-RRAHMANI-
RRAHIM, DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
• ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN
• ASAS RATIO DECIDENDI: MEMUAT ALASAN,
PASAL-PASAL DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN/ HUKUM TIDAK
TERTULIS
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA:
1. ASAS KETUHANAN: BISMILLAHI-RRAHMANI-RRAHIM, DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
2. ASAS HAKIM TIDAK BOLEH MENOLAK PERKARA
Pasal 22 AB jo. Pasal 56 UU No. 7 Tahun 1989:
(1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus
suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau
kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutusnya.
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tidak
menutup kemungkinan usaha penyelesaian perkara secara damai.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA:
PERADILAN
AGAMA DAN
MAHKAMAH
SYARIAH
A. PENGADILAN AGAMA :
SUBYEK 1. Berlaku untuk Rakyat Pencari Keadilan yang
HUKUM: beragama Islam menegnai PERKARA
TERTENTU (PASAL 49, PASAL 50, PASAL 50,
PERADILAN PASAL 52A)
AGAMA 2. Otang atau Badan Hukum yang dengan
sendirinya menundukkan diri dengan
SUKARELA kepada HUKUM ISLAM mengenai
HAL-HAL yang menjadi KEWENANGAN
PERADILAN AGAMA.
B. SUBYEK HUKUM “Qanun ini berlaku untuk: C. Setiap ORANG beragama
BUKAN ISLAM yang
PELAKU A. Setiap ORANG beragama
MELAKUKAN PERBUATAN
ISLAM yang melakukan
JARIMAH/JINAYAH: Jarimah di Aceh; JARIMAH DI ACEH yang
QANUN NO. 6 TIDAK DIATUR DALAM
B. Setiap ORANG beragama Kitab Undang-Undang
TAHUN 2014, BUKAN ISLAM yang Hukum Pidana (KUHP)
PASAL 5: melakukan Jarimah di atau ketentuan pidana di
Aceh BERSAMA-SAMA luar KUHP, TETAPI
DENGAN ORANG ISLAM DIATUR DALAM QANUN
dan memilih serta ini; dan
menundukkan diri secara
D. Badan Usaha yang
sukarela pada Hukum
menjalankan kegiatan
Jinayat;
usaha di Aceh.”
B. MAHKAMAH SYAR’IYYAH KABUPATEN/KOTA;
BANDING MAHKAMAH SYAR’IYYAH ACEH;
KASASI MAHKAMAH AGUNG: SEBAGAI
PENGADILAN KHUSUS:
B. SUBYEK 1. Pengertian ORANG, BADAN USAHA, ANAK
HUKUM (Qanun No. 6 Tahun 2014):
MAHKAMAH a. Setiap Orang adalah orang perseorangan
SYAR’IYYAH (Pasal 1 angka 38).
b. Badan Usaha adalah Badan Usaha yang
berbadan hukum dan bukan berbadan
hukum (Pasal 1 angka 38).
c. Anak adalah orang yang belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
menikah (Pasal 1 angka 38).
2. Kewenangan yang menyangkut
Kewenangan eradilan Agama
berlaku bagi Mahkamah Syar’iyah
SUBYEK di Aceh:
HUKUM (i) Rakyat Pencasi Keadilan yang
MAHKAMAH beragama Islam;
SYAR’IYYAH:
(ii) Orang atau Badan Hukum yang
dengan sendirinyamenundukkan
diri dengan sukarela kepad
Hukum Islam mengenai hal-hal
yang menajdi Kewenangan
Peradialn Agama
3. Kewenangan yang menyangkut
MAHKAMAH Kewenangan Perdailan Umum yang
SYAR’IYYAH: berlaku bagi Mahkamah Syar’iyah di
Aceh:
(i) Orang Islam
(ii) Orang Bukan Islam yang melakukan
jarimah di Aceh
(iii) Badan Usaha yang melakukan
kegiatan usaha di Aceh.
4. Kewenangan yang menyangkut
kewenangan PERADILAN UMUM berlaku di
Mahkamah Syar’iyah, berdasarkan:
PASAL 66: (2) Permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi “tempat kediaman termohon”, kecuali termohon “dengan
CERAI TALAK sengaja” meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan
bersama “tanpa izin pemohon”.
(3) Termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan
diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tepat
kediaman Pemohon.
(4) Termohon dan Pemohon bertempat kediaman di LN, permohonan
diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meiputi
tempat perkawinan dilangsungkan atau PA Jakarta Pusat.
(5) Permohonan penguasaan ANAK, NAFKAH ANAK, NAFKAH ISTERI
dan HARTA BERSAMA SUAMI ISTERI dapat DIAJUKAN BERSAMA-
SAMA dengan permohonan cerai talak atau SETELAH IKRAR TALAK
ducapkan.
PEMERIKSAAN CERAI TALAK
• Pasal 68:
(1)Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh
Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 hari setelah berkas
atau surat permohonan cerai talak diaftarkan di
Kepaniteraan.
(2)Pemeriksaan permohonan cerai talak dlakukan “dalam
sidang tertutup”.
Pasal 70:
PENETAPAN • Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak
PRNGADILAN mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, maka
Pengadilan “menetapkan” bahwa permohonan dikabulkan.
ATAS • Terhadap “penetapan” ISTERI dapat mengajukan banding.
• Setelah penetapan memperoleh kekuatan hukum tetap, Pengadilan
PERMOHONAN menentukan “hari sidang pemyaksian ikrar talak”, dengan memanggil
CERAI TALAK: suami dan isteri atau wakilnya untuk menghadiri sidang.
• Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam
PASAL 70 suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucapkan ikrar
talak yang dihadiri isteri atau kuasanya.
• Jika isteri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak
datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami
atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya isteri atau
wakilnya.
• Jika suami dalam tenggang waktu 6 bulan sejak ditetapkan hari sidang
penyaksian ikrar talak, tidakdatang menghadap sendiri atau tidak
mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau
patut maka “gugurlah” kekuatan penetapan tersebut dan “perceraian
tidak dapat diajukan lagi” berdasarkan ‘alasan yang sama”
SETELAH IKRAR
• Pasal 71:
TALAK (1) Panitera mencatat segala hal-ihwal yang
DIUCAPKAN: terjadi dalam sidang ikrar talak.
PENETAPAN (2) Hakim membuat penetapan yang isinya
menyatakan bahwa “perkawinan putus
TIDAK DAPAT sejak ikrar talak diucapkan” dan
BANDING & “penetapan tidak dapat dimintakan
banding atau kasasi”.
KASASI
Cerrai Gugat
CERAI GUGAT
PASAL 73 – Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989: yurisdiksi (wilayah
PASAL 86 hukum): Tempat Kediaman Penggugat, kecuali
penggugat dengan sengaja meninggalkan temapt
kediaman tanpa izin Tergugat (Nusyuz)
• Pasal 73:
CERAI (1) Gugatan perceraian dilakukan oleh isteri atau
GUGAT: kuasanya kepada Pengadian yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman
PASAL 73 Penggugat, kecuali apabila Penggugat dengan
sengaja meninggalkan tempat kediaman
bersama tanpa izin Tenggugat.
(2) Penggugat di LN: PA tempat kediaman
Tergugat.
(3) Penggugat dan Terggat di LN: di aerah hukum
perkawinan dilangsungkan / PA Jakarta Pusat.
• Pasal 74:
ALASAN “Untuk memperoeh putusan perceraian,
sebagai bukti Penggugat cukup
PERCERAIAN: menyampaikan “salinan putusan
TERGUGAT Pengadilan” yang berwenang dan
memutus perkara disertai keterangan
DIPENJARA bahwa “putusan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap”.
• Pasal 75: Hakim dapat
ALASAN memerintahkan Tergugat
untuk memeriksakan diri
PERCERAIAN: kepada dokter.
• “Apabila gugatan perceraian
TERGUGAT didasarkan atas alasan
bahwa tergugat mendapat
BERPENYAKIT Cacat Badan aatau Penyakit
dengan akibat tidak dapat
BERAKIBAT menjalankan kewajiban
sebagai suami, maka Hakim
TIDAK DAPAT dapat memerintahkan
tergugat untuk
MENJALANKAN memeriksakan diri ke
KEWAJIBAN dokter”
• Pasal 76: SYIQAQ (2) Pengadilan setelah
(1) Gugatan perceraian mendengar
didasarkan alasan keterangan saksi
syiqaq, untuk tentang sifat
mendapatkan putusan persengketaan
perceraian harus antara suamiisteri
didengar keterangan dapat mengangkat
PENYELESAIAN saksi-saksi yang berasal seorang atau lebih
dari keluarga
SYIQAQ dari keluarga atau
orang-orang yang masing-masing
dekat dengan suami- pihak ataupun
isteri. (SAKSI orang lain untuk
KELUARGA/ ORANG menjadi hakim.
DEKAT) (HAKAMAIN)
PERCERAIAN
GUGUR:
SUAMI ISTERI
MENINGGAL
Pasal 79: Gugatan perceraian
“gugur” apabila suami atau
PERCERAIAN isteri meninggal sebelum
GUGUR: adanya putusan Pengadilan”
SUAMI
ISTERI
MENINGGAL Berpebgaruh terhadap
KEWARISAN.
PEMERIKSAAN
CERAI GUGAT
PEMERIKSAAN CERAI GUGAT
• Pasal 80:
(1) Pemeriksaan oleh Majelis hakim, setelah 30 hari setelah berkas
gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan;
(2) SIDANG TERTUTUP.
• Pasal 81:
(1) Putusan Pengadilan: SIDANG TERBUKA;
(2) suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya
“terhitung” sejak Putusan Pengadilan memperoleh kekuatan
hukum tetap.
PEMERIKSAAN CERAI GUGAT: PASAL 82
• Pasal 82:
(1) sidang pertama: perdamaian;
(2) dalam sidang perdamaian: Suami isteri harus hadir, kecuali salah
satu bertempat kediaman di LN, dapat diwakili.
(3) Suami isteri di LN, Penggugat dalam sidang perdamaian HARUS
MENGHADAP SECARA PRIBADI.
(4) Selama perkara belum diputus, usaha mendamaikan dapat
diusahakan pada setiap sidang.
SETELAH PERDAMAIAN:
NE BIS IN IDEM
SETELAH PERDAMAIAN: NE BIS IN IDEM: PASAL
83
•Pasal 83:
“Apabila tercapai perdamaian, maka tidak
dapat diajukan gugatan perceraian Baru
berdasarkan alasan yang ada dan setelah
diketahui oleh Penggugat sebelum
perdamaian tercapai.
CERAI
DENGAN ALASAN ZINA
CERAI DENGAN 1. Pasal 87 UU No. 7 Tahun 1989
ALASAN ZINA: 2. Pasal 88 UU No. 7 Tahun 1989
PASAL 87, PASAL 88,
3. Pasal 127 KHI: SUMPAH LI’AN
(Pasa; 125, Pasa; 162 KHI)
KOMPILASI HUKUM
ISLAM: PASAL 127
QANUN NO. 6
TAHUN 2014: PASAL
59 – PASAL 62
Pasal 87 UU No. 7 Tahun 1989:
• (1) Apabila permohonan atau gugatan cerai
diajukan atas alasan salah satu pihak melakukan
zina, sedangkan pemohon atau penggugat tidak
PERKARA dapat melengkapi bukti-bukti, dan tegugat atau
termohon menyanggah alasan tersebut, dan
CERAI Hakim berpendapat bahwa permohonan atau
gugatan itu bukan tiada pembuktian sama
DENGAN sekali, serta upaya peneguhan alat bukti tidak
mungkin lagi diperoleh baik dari pemohon atau
ALASAN ZINA perggugat maupun dari termohon atau tergugat,
maka Hakim karena jabatannya dapat menyuruh
pemohon atau penggugat untuk bersumpah.
(2)Pihak termohon atau tergugat diberi
kesempatan pula untuk meneguhkan
sanggahannya.
1. Apabila 4. dan Hakim berpendapat
UNSUR- permohonan atau bahwa permohonan atau
gugatan cerai
UNSUR diajukan atas
gugatan itu bukan tiada
pembuktian sama sekali,
alasan salah satu
PERKARA pihak melakukan 5. serta upaya peneguhan
zina, alat bukti tidak mungkin
CERAI 2. sedangkan lagi diperoleh baik dari
pemohon atau perggugat
DENGAN pemohon atau
penggugat tidak maupun dari termohon
ALASAN dapat melengkapi
bukti-bukti,
atau tergugat,
6. maka Hakim karena
ZINA Pasal 3. dan trgugat atau jabatannya dapat
termohon menyuruh pemohon atau
87 ayat (1) menyanggah penggugat untuk
alasan tersebut,
UUPA bersumpah.
• Pasal 88 UU No. 7 Tahun 1989:
PERKARA (1) Apabila sumpah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (1) dilakukan oleh suami, maka
CERAI penyelesaiannya dapat dilaksanakan dengan
DENGAN LI’AN.
(2) sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
ALASAN ZINA 87 ayat (1) dilakukan oleh isteri maka
penyelesaiannya dilaksanakan dengan hukum
acara yang berlaku.
- Tidak sesuai dengan pendapat saya, Sajuti Thalib
(hal. 118) & PROF. K.H. M. ALI YAFIE.
- Di ACEH Isteri berhak malakukan sumpah li’an.
• Pasal 127 KHI juncto Pasal 125, Pasal 162
KHI.
PEMBUKTIAN • Sumber: Pembuktian Zina menurut Hukum
ZINA & Islam: an-Nur ayat 4, 13, An-Nisa ayat 15,
Hadis Rasulllah SAW.
SUMPAH LI’AN • Sumber: Sumpah Li’an menurut hukum
Islam: an-Nur ayat 6-9
CERAI
DI ACEH
4. QANUN NO. 6 TAHUN
2014,
CERAI DENAN • Pasal 52: Suami atau Isteri
ALASAN ZINA menuduh pasangannya melakukan
zina
QANUN NO. 6 • PASAL 60: SUMPAH LI’AN oleh
SUAMI / ISTERI yang menuduh
TAHUN 2014, PASAL pasangannya BERZINA
59 – PASAL 62 • PASAL 61 ayat (1) dan ayat (2):
SUMPAH LI’AN untuk
SANGGAHAN/PENOLAKAN SUAMI
/ ISTERI atas TUDUHAN ZINA
TUDUHAN ZINA Pasal 61 ayat (3): Suami/
Iisteri yang dituduh
OLEH SUAMI / melakukan zina tidak bersedia
melakukan SUMPAH (LI’AN)
ISTERI TERHADAP dikenakan ‘UQUBAT ZINA
(PASAL 33 ayat (1) Qanun)
PASANGANNYA:
QANUN NO. 6
Pasal61 ayat (4): Suami/ Iisteri
TAHUN 2014: yang menuduh melakukan
CERAI DENGAN zina tidak bersedia melakukan
SUMPAH (LI’AN) dikenakan
ALASAN ZINA ‘UQUBAT QAZAF
TUDUHAN ZINA OLEH SUAMI / ISTERI TERHADAP
PASANGANNYA: QANUN NO. 6 TAHUN 2014: CERAI
DENGAN ALASAN ZINA
TUNTUTAN PIHAK
KETIGA
GUGATAN PENGASUHAN ANAK DLL dan
TUNTUTAN PIHAK KETIGA: PASAL 86
(2)Jika ada tuntutan pihak
(1)Gugatan pengasuhan ketiga, maka Pengadilan
anak, nafkah anak, MENUNDA terlebih
nafkah isteri dan harta dahulu PUTUSAN HARTA
bersama suami isteri BERSAMA sampai ada
dapat diajukan bersama- PUTUSAN PENGADILAN
sama dengan gugatan yang memperoleh
perceraian atau setelah KEKUATAN HUKUM
putusan perceraian TETAP.
mempunyai kekuatan Baca Pasal 50 UU No. 3 Tahun 2006
hukum tetap.
TUNTUTAN PIHAK KETIGA
• Pasal 50 UU No. 3 Tahun 2006: (2) Apabila terjadi sengketa
hak milik sebagaimana
(1) Dalam terjadi sengketa hak dimaksud pada ayat (1)
milik atau sengketa lain dalam yang subyek hukumnya
perkara sebagaimana dimaksud antara orang-orang yang
dalam Pasal 49, khusus beragama Islam, objek
mengenai objek sengketa sengketa tersebut di
putus oleh PA bersama-
tersebut harus diputus telbih sama perkara
dahulu oleh Pengadilan dalam sebagaimana dimaksud
Lingkungan Peradilan Umum. dalam Pasal 49.
HUKUM PEMBUKTIAN
PERADILAN MAHKAMAH
AGAMA SYAR’IYAH
HUKUM A. HIR Pasal 164:
a. alat bukti Tertilis;
PEMBUKTIAN
b. Saksi-saksi;
c. Persangkaan-persangkaan;
d. Pengakuan;
e. sumpah.
HUKUM PEMBUKTIAN
B. PEMBUKTIAN ZINA dalamUU PERADILAN
AGAMA
1. Pasal 87,
2. Pasal 88 UU Peradilan Agama juncto
3. Pasal 127 KHI: CERAI DENGAN ALASAN ZINA;
PEMBUKTIAN CERAI KARENA ALASAN
SUAMI DIPENJARA PASAL 74
• Pasal 74 UU Peradilan Agama:
• “Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu
pihak mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh
putusan perceraian, sebagai alat bukti penggugat cukup
menyampaiakn salinan putusan Pengadilan yang berwenang
yang memutuskan perkara disertai keterangan yang
menyatakan bahwa putusan itu telah memperoleh kekutan
hukum tetap”.
PEMBUKTIAN SUAMI / ISTERI CACAT BADAN /
MENDERITA PENYAKIT DENGAN AKIBAT TIDAK DAPAT
MENJALANKAN KEWAJIBAN SEBAGAI SUAMI: PASAL 75
• Pasal 75 UU Peradilan Agama:
• “Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan
bahwa tergugat mendapat Cacat Badan aatau
Penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai suami, maka Hakim dapat
memerintahkan tergugat untuk memeriksakan diri
ke dokter”
PEMBUKTIAN CERAI KARENA ALASAN SYIQAAQ
PASAL 76
• Pasal 76 UU Peradilan Agama:
• (1) apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka
untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan
saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat
dengan suami isteri.
• (2) Pengadilan setelahmendengar keterangan saksi tentang sifat
persengketaan antar suami isteri dapat mengangkat dapat
mengangakt seorang atau lebih dari kelaurga masing-masing atau pun
orang lain untuk menjadi hakam”.
1. Gugaran pembagian harta Bersama sedapat
mungkin diajukan setelah terjadi perceraian.
C. 2. Gugatan harta Bersama yang terkait dengan
PEMBUKTIAN rahsia bank. Suami / Isteri yang mendalilkan
HARTA isterimya / suaminya memiliki deposito,
rekening giro, tabungan pada Bank tertentu,
BERSAMA pembuktiannya cukup dengan fotokopi
deposito, rekening giro, tabungan, sepanjang
tergugat tidak menyangkal isi fotokopi
3. Jika Tergugat menyangkal, Tergugat harus
membuktikan saldo rekening giro, tabungan atau
deposito atas nama yang bersangkutan berupa
surat keterangan saldo terakhir dari Bank ybs.
D. Pembuktian menurut Hukum Islam (YANG TIDAK
DITENTUKAN DALAM HIR): CONTOH:
PEMBUKTIAN 1. Sumpah :i.an Pembuktian Zina di PA
dalam 2. Keterangan Ahli tentang perkara cerai dengan
PRAKTIK alas an zina adalah BUKAN ALAT BUKTI ZINA,
karena, menurut hukum Islam: IQRAR
(PRNGAKUAN), EMPAT ORANG SAKSI FAKTA
yang memenuhi ASAS IN FLAGRANTE
DELICTO, QARINAH (indikasi, petunjuk);
Pembuktian Zina terkait dengan kedudukan
Anak Hasil Zina.
3. Fatwa MUI Tentang Kedudukan Anak Ahsil
Zina dan Pengaturan Terhadapnya
D. HUKUM merupakan Perlindungan terhadap Anak
Hasil Zina yang dibuktikan siapa Ayah
PEMBUKTIAN Biologisnya (Laki-laki Pmeilik Sperma ybs).
dalam Fatwa MUI tersebut sebagai respon atas
PUTUSAN MK NO. 46/PUU-VIII/2010:
PRAKTIK
4. PEMBUKTIAN PASAL 279 KUHP: POLIGAMI
DARI ASPEK HUKUM ISLAM yang TIDAK
MELARANG POLIGAMI, maka POLIGAMI
BUKAN PERBUATAN PIDANA sepanjang
TIDAK MELANGGAR SYARAT MUTLAK DAN
SYARAT TIDAK MUTLAK (PENGALAMAN
DIPN JAKARTA PUSAT)
5. Fatwa MUI: sumber hukum untuk memutus
perkara TRANSGENDER (ganti kelamin).
a. Ganti kelamin DILARANG dalam HUKUM
ISLAM. Hukum Materiil Larangan
D. PEMBUKTIAN Transgender digunakan FATWA MUI oleh
HAKIM di PN Depok. Akan tetapi pada Kasus
dalam PRAKTIK Lu Cinta Luna diputuskan PN Jakarta
Selatan: Dikabulkan Penjelsan Pasal 56 UU
Adminduk: Peristiwa penting lainnya. Asas
Kebebasan Hakim Diterapkan oleh masing-
maing Pengadilan.
b. Kasus Perkawinan antara Transgender
dengan Orang Natural: DILARANG karena
termasuk PERKAWINAN SEJENIS.
E. HUKUM PEMBUKTIAN
MAHKAMAH SYAR’IYAH
DALAM
QANUN NO. 7
TAHUN 2013:
HUKUM ACARA
JINAYAT
• Hukum Pembuktian pada Peradilan Syariat
Islam di Provinsi Aceh Qanun No. 10 Tahun
2002 Pasal 54 juncto Qanun No. 7 Tahun
HUKUM 2013, Pasal 181:
PEMBUKTIAN a. Keterangan Saki;
b. Keterangan Ahli;
DALAM QANUN
c. Barang Bukti;
NO. 7 TAHUN d. Surat;
2013: HUKUM e. Bukti elektronik;
ACARAJINAYAT f. Pengakuan Terdakwa;
g. Keterangan Terdakwa.
ALAT BUKTI KETARANGAN SAKSI: PASAL
182 Qanun Hukum Acara Jinayah (QHAJ)
QANUN NO. 7 TAHUN 2013
(3) Ketetnuan sebagaimaan dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila
disertai dengan suatu alat bukti lainnya.
(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang
sesuatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagi alat bukti
yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya dengan yang
lain sedemikian rupa sehingga dapat membenarkan adanya suatu
kejadian atau keadaan tertentu secara meyakinkan
ALAT BUKTI KETARANGAN SAKSI:
QHAJ ACEH QANUN NO. 7 TAHUN
2013
(5) Khusus pada Jarimah Zina dibuktikan dengan 4 (emapt) orang saksi yang
melihat secara lansgsung proses yang menunjukkan telah terjadi
perbuatan zina pada waktu, tempat serta orang yang sama.
(6) Saksi zina yang memebrikan keterangan palsu dapat dikenakan Jarimah
qazhaf.
(7) Pendapat atau rekaman yang diperoleh dari hasil pemikiran, bukan
merupakan Keterangan Saksi.
ALAT BUKTI KETARANGAN SAKSI:
QHAJ ACEH QANUN NO. 7 TAHUN
2013
MAHKAMAH SYAR’IYAH
•Putusan Sela:
1. putusan yang dijatuhkan pada masa
proses pemeriksaan sedang berlangsung
2. putusan Sela: tidak dapat banding,
kecuali bersama-sama dengan Putusan
Akhir.
SENGKETA YURISDIKSI
SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI
• Pasal 33 UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung:
(1) Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir
semua sengketa tentang kewenangan mengadili:
a. Antara Pengadilan di Lingkungan Peradilan yang satu dengan
Pengadilan di Lingkungan Peradilan yang lain (PA-PA; PN-PN;
MS-MS;PN-PA;PN-MS);
b. Antara dua Pengadilan yang ada dalam daerah hukum
Pengadilan Tingkat Banding yang berlainan dari Peradilan yang
sama (PA-PA; PN-PN; MS-MS) di Provinsi yang berbeda;
c. ...
SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI
c. Antara dua Pengadilan Tingkat Banding di Lingkungan Peradilan
yang sama atau antara Lingkungan Peradilan yang berlainan (PTA-
PT; PTA-MSA; PT-MSA).
(2) Mahkamah Agung berwenang memutus dalam tingkat pertama
dan terakhir, semua sengketa yang timbul karena perampasan
kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia
berdaarkan peraturan yang berlaku.
SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI
• Pasal 56 UU MAHKAMAH AGUNG
(1) Mahkamah Agung memeriksa dan memutus sengketa tentang
kewenangan mengadili sebagaimana dimaksudkan Pasal 33 ayat
(1).
(2) Sengketa tentang kewenangan mengadili terjadi:
a. Jika 2 (dua) Pengadilan atau lebih menyatakan BERWENANG
MENGADILI PERKARA yang sama;
b. Jika 2 (dua) Pengadilan atau lebih menyatakan TIDAK
BERWENANG MENGADILI PERKARA yang sama.
SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI
• Pasal 64:
(1) Pemeriksaan SENGEKTA tentang KEWENANGAN MENGADILI ANTAR
PENGADILAN yang terjadi:
a. Di LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA;
b. Di lingkungan Peradilan TUN;
dilakukan menurut Pasal 57.
(2) Pemeriksaan sengketa tentang kewenangan mengadili antar Pengadilan di
Lingkungan Peradilan Militer, dilakukan menurut Pasal 58 s/d Pasal 63.
SENGKETA YURISDIKSI
PERADILAN AGAMA MAHKAMAH SYAR’IYYAH
a. Antara Pengadilan di Lingkungan a. Antara Mahkamah Syar’iyyah yang
Peradilan yang satu dengan satu dengan Pengadilan di
Pengadilan di Lingkungan Peradilan Lingkungan Peradilan yang lain
yang lain (PA – PN); (Msy – PN);
b. Antara dua Pengadilan yang ada b. Antara dua Mahkamah Syar’iyyah
dalam daerah hukum Pengadilan yang ada dalam daerah hukum
Tingkat Banding yang berlainan Pengadilan Tingkat Banding /
dari Peradilan yang sama (PA – PA); Mahkamah Syar’iyyah Aceh yang
c. Antara dua Pengadilan Tingkat berlainan dari Peradilan yang sama;
Banding di Lingkungan Peradilan (MS – MS; PN – MS; PN - PN)
yang sama atau antara Lingkungan c. Antara dua Pengadilan Tingkat
Peradilan yang berlainan (PTA – Banding di Lingkungan Peradilan
PTA; PTA –PT) yang sama atau antara Lingkungan
Peradilan yang berlainan (MSA -
PT) .
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
TENTANG
PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN
BERHADAPAN DENGAN HUKUM
• Pasal 4
PEMERIKSAAN • Dalam pemeriksaan perkara, HAKIM AGAR
MEMPERTIMBANGKAN KESETARAAN GENDER dan
PERKARA (ND: NON-DISKRIMINASI, dengan mengidentifikasi fakta
TELITI & KAJI dari persidangan:
ASPEK HUKUM a. Ketidaksetaraan STATUS SOSIAL antara para
ISLAM & HAM pihak yang berperkara;
b. Ketidaksetaraan PERLINDUNGAN HUKUM yang
dlam sistem BERDAMPAK pada AKSES KEADILAN
PANCASILA) c. Diskriminasi
d. DAMPAK PSIKIS yang dialami korban
e. KETIDAK BERDAYAAN FISIK dan PSIKIS korban.
f. Relasi Kuasa yang mengakibatkan
korban/saksi tidak berdaya; dan
g. Riwayat kekerasan dari pelaku terhadap
korban/saksi
PEMERIKSAAN PERKARA (ND: TELITI & KAJI dari
ASPEK HUKUM ISLAM & HAM dlam sistem
PANCASILA)
• Pasal 5
• Dalam pemeriksaan Perempuan Berhadapan dengan Hukum,
HAKIM TIDAK BOLEH :
a. Menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang
MERENDAHKAN, MENYALAHKAN dan/atau
MENGINTIMIDASI Perempuan Berhadapan dengan Hukum
b. MEMBENARKAN TERJADINYA DISKRIMINASI Terhadap
Perempuan dengan MENGGUNAKAN KEBUDAYAAN aturan
ADAT, dan PRAKTIK TRADISIONAL LAINNYA maupun
menggunakan PENAFSIRAN AHLI yang BIAS GENDER
c. Mempertanyakan dan/atau mempertimbangkan mengenai
PENGALAMAN atau LATAR BELAKANG SEKSUALITAS
KORBAN sebagai DASAR untuk MEMBEBASAKAN PELAKU
atau MERINGANKAN HUKUMAN pelaku; dan
d. Mengeluarkan pernyataan atau pandangan yang
mengandung Stereotip Gender.
PEMERIKSAAN “Hakim dalam mengadili c. Menggali nilai-nilai
perkara Perempuan hukum, kearifan lokal
PERKARA (ND: Berhadapan dengan Hukum: dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat
TELITI & KAJI a. Mempertimbangkan
guna menjamin
Kesetaraan Gender dan
dari ASPEK Stereotip Gender dalam Kesetaraan Gender,
perlindungan yang setara
HUKUM ISLAM peraturan perundang-
undangan dan hukum dan non-diskriminasi, dan
& HAM dlam tidak tertulis d. Mempertimbangkan
penerapan konvensi dan
sistem b. Melakukan penafsiran
perjanjian-perjanjian
peraturan perundang-
PANCASILA) undangan dan/atau
internasional terkait
Keseteraan Gender yang
PASAL 6 hukum tidak tertulis yang
dapat menjamin
telah diratifikasi.”
Keseteraan Gender
PEMERIKSAAN
PERKARA: Pasal 7
• “Selama jalannya pemeriksaan
persidangan, HAKIM AGAR
MENCEGAH dan/atau MENEGUR para
pihak, penasihat hukum, penuntut
umum dan/atau kuasa hukum yang
bersikap atau membuat pernyataan
yang MERENDAHKAN,
MENYALAHKAN, MENGINTIMIDASI
dan/atau MENGGUNAKAN
PENGALAMAN atau LATAR BELAKANG
SEKSUALITAS Perempuan Berhadapan
dengan Hukum.”
PEMERIKSAAN
PERKARA: PASAL 8
1. Hakim agar menanyakan kepada perempuan
sebagai korban tentang kerugian, dampak
kasus dan kebutuhan untuk pemulihan
2. Hakim agar memberitahukan kepada korban
tentang haknya untuk melakukan
penggabungan perkara sesuai dengan Pasal 98
dalam KUHAP dan/atau gugatan biasa atau
permohonan restitusi sebagaimana diatur di
dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan
3. Dalam hal pemulihan korban atau pihak yang
dirugikan, hakim agar:
a. Konsisten dengan prinsip dan standar hak
asasi manusia
b. Bebas dari pandangan Stereotip Gender,
dan
c. Mempertimbangkan situasi dan
kepentingan korban dari kerugian yang tidak
proporsional akibat ketidaksetaraan Gender
PEMERIKSAAN
PERKARA: PASAL 9
“Apabila Perempuan Berhadapan
dengan Hukum mengalami hambatan
fisik dan psikis sehingga membutuhkan
pendampingan maka:
a. Hakim dapat menyarankan kepada
Perempuan Berhadapan dengan
Hukum untuk menghadirkan
Pendamping, dan
b. Hakim dapat mengabulkan
permintaan Perempuan Berhadapan
dengan Hukum untuk menghadirkan
Pendamping
PEMERIKSAAN
PERKARA: PASAL 10
“Hakim atas inisiatif sendiri dan/atau
permohonan para pihak, penuntut
umum, penasihat hukum, dan/atau
korban dapat memerintahkan
Perempuan Berhadapan dengan
Hukum untuk didengar
keterangannya melalui pemeriksaan
dengan komunikasi audio visual jarak
jauh di pengadilan setempat atau di
tempat lain, apabila:
PEMERIKSAAN PERKARA:
PASAL 10
a. Kondisi mental/jiwa Perempuan Berhadapan
dengan Hukum tidak sehat diakibatkan oleh
rasa takut/trauma psikis berdasarkan
penilaian dokter atau psikolog
b. Berdasarkan penilaian hakim, keselamatan
Perempuan Berhadapan dengan Hukum tidak
terjamin apabila berada di tempat umum dan
terbuka; atau
c. Berdasarkan keputusan Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),
Perempuan Berhadapan dengan Hukum
dinyatakan berada dalam program
perlindungan saksi dan/atau korban dan
menurut penilaian LPSK tidak dapat hadir di
persidangan untuk memberikan keterangan
baik karena alasan keamanan maupun karena
alasan hambatan fisik dan psikis
PEMERIKSAAN UJI MATERIIL:
PASAL 11
“Dalam hal Mahkamah Agung melakukan
pemeriksaan uji materiil yang terkait dengan
Perempuan Berhadapan dengan Hukum, agar
mempertimbangkan:
a. Prinsip hak asasi manusia
b. Kepentingan terbaik dan pemulihan
Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
c. Konvensi dan/atau perjanjian internasional
terkait Kesetaraan Gender yang telah
diratifikas
d. Relasi Kuasa serta setiap pandangan Stereotip
Gender yang ada dalam peraturan perundang-
undangan, dan
e. Analisis Gender secara komprehensif
Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum dan
Jasa Hukum menurut
UU No. 18 Tahun 2003 tentang ADVOKAT
UU NO. 16 TAHUN 2011 tentang BANTUAN
HUKUM JUNCTO PERATURAN MENETRI HUKUM
DAN HAM RI NO.1 Tahun 2018 tentnag
PARALEGAL DALAM PEMBERIAN BANTUAN
HUKUM
dan
UU Peradilan Agama.
HOORARIUM
PASAL 24 UU NO. 18 TAHUN 2003
(1) Avokat berhak menerima honorarium atas jasa Hukum yang telah
diberikan kepadanya Kliennya.
(2) Besarnya Honoraroum atas Jasa Hukum sebagaimana dumaksud pada ayat
(1) ditetapkan berdasarkan PERETUJUAN kedua belah pihak.
ALHAMDULILLAHI RABBIL
‘ALAMIN
Wassalamu ‘alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh