You are on page 1of 289

PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA


NENG DJUBAEDAH, SH, MH., PH.D
“PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (PKPA)” DISELENGGARAKAN OLEH THE CENTRAL FOR CONTINUEING LEGAL
EDUCATION BEKERJASAMA DENGAN PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI),
AHAD, 22 OKTOBER 2017, SABTU, 10 MARET 2018,7 JULI 2018, 25 SEPTEMBER 2018, 10 Oktober 2018, 2 FEBRUARI 2019,
SABTU, 13 JULI 2019, AHAD 20 OKTOBER 2019, SABTU 7 MARET 2020, 15 AGUSTUS 2020, 10 OKTOBER 2020
CLE FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
ISI
DASAR HUKUM

RUANG LINGKUP PERADILAN AGAMA

KOMPETENSI PERADILAN AGAMA DAN


MAHKAMAH SYAR’IYYAH
PROSEDUR DAN MEKANISME BERPERKARA DI
PENGADILAN AGAMA
PRODUK-PRODUK PENGADILAN AGAMA:
PENETAPAN DAN PUTUSAN
CONTOH-CONTOH KASUS.
DASAR HUKUM
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945
MENENTUKAN:
“Kekuasaan Kehakiman
dilakukan oleh sebuah
DASAR HUKUM Mahkamah Agung dan badan
KEKUASAAN peradilan yang ada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan
KEHAKIMAN umum, lingkungan peradilan
DALAM UUD 1945 agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan
tata usaha Negara; dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi”.
DASAR HUKUM 1. Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945
KEDUDUKAN beserta amandemennya.
2. Pasal 16 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang
PERADILAN Kekuasaan Kehakiman.
AGAMA / 3. Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 7 Tahun 1989
diubah oleh UU No. 3 Tahun 2006 dan
MAHKAMAH perubahan kedua oleh UU No. 50 Tahun
SYAR’IYYAH 2009.
4. Pasal 128 UU No. 11 Tahun 2006 Tentang
Pemerintahan Aceh. (Mahkamah
Syar’iyyah di Provinsi Aceh),
DASAR HUKUM KEDUDUKAN PERADILAN
AGAMA dan MAHKAMAH SYAR’IYAH

Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1989 diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006


dan perubahan kedua UU No. 50 Tahun 2009:
“Peradilan agama adalah salah satu PELAKU KEKUASAAN
KEHAKIMAN bagi RAKYAT PENCARI KEADILAN yang BERAGAMA
ISLAM mengenai PERKARA TERTENTU sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini”.
Pasal 3 UU Peradilan Agama:
PELAKSANA “Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di
KEKUASAAN Lingkungan Peradialn Agama:
KEHAKIMAN DI a. Pengadilan Agama (tingkat
pertama)
LINGKUNGAN
b. Pengadilan Tinggi Agama (tingkat
PERADILAN banding)
AGAMA & c. Kekuasaan kehakiman berpuncak
MAHKAMAH pada Mahkamah Agung sebagai
Pengadilan Negara Tertinggi
SYAR’IYAH (tingkat kasasi/peninjauan kembali)
DASAR HUKUM • Pasal 3A UU NO. 3 Tahun 2006 diubah UU NO. 50 Tahun2009
menentukan:
KEDUDUKAN
(1) Di lingkungan peradilan agama dapat dibentuk peradilan khusus
PERADILAN yang diatur dengan undang-undang.
AGAMA: (2) Perdailan Syariah Islam di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam
MAHKAMAH merupakan PERADAILAN KHUSUS dalam lingkungan PERADILAN
AGAMA sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
SYAR’IYYAH: PERADILAN AGAMA, dan merupakan PERADAILAN KHUSUS dalam
PERADILAN lingkungan PERADILAN UMUM sepanjang kewenangannya
menyangkut kewenangan PERADILAN UMUM.
KHUSUS
(3) Dalam peradilan khusus dapat diangkat Haim ad hoc untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, yang membutuhkan
keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam jangka
waktu tertentu.
(4) Ketentuan mengenai syarat, tata cara pengangkatan,
pemberhentian serta tunjangan hakim ad hoc diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
RUANG LINGKUP

KEWENANGAN ABSOLUT

PERADILAN AGAMA - MAHKAMAH


SYAR’IYAH
RUANG LINGKUP dan KEWENANGAN PERADILAN AGAMA/
MAHKAMAH SYAR’IYAH
1. Pengadilan Agama / mahkamah Syar’iyah bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili,
memutuskan dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi
Syariah.
2. Mahkamah Syar’iyah, di samping bertugas dan berwenang sebagaimana disebut pada angka 1,
juga bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-
perkara bidang jinayah (hukum pidana) yang didasarkan pada Syariat Islam sebagaimana diatur
dalam Pasal 128 UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Qanun No. 6 Tahun 2014
Tentang Hukum Jinayah, dan peraturan perundangan lainnya.
3. Dengan dibelakukannya UU N. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama dan perubahan kedua UU No. 50 Tahun 2009, maka PILIHAN HUKUM
dalam penyelesaian sengketa waris Islam sudah tidak berlaku lagi.
Bagi orang Islam yang “Pewarisnya beragama Islam”, baik Ahli Warisnya beragama Islam seluruhnya,
atau sebagain Ahli Waris beragama Islam dan Sebagian beragama bukan Isla, maka perkara
kewarisannya diselesaikan di Pengadialn Agama/Mahkamah Syar’iyah.
RINCIAN RUANG LINGKUP dan KEWENANGAN MAHKAMAH
SYAR’IYAH
1. Jenis kewenangan Mahkamah Sya’iyah di bidang ahwalusy-syakhshiyah
(hukum keluarga) meliputi perkawinan, waris, wasiat dirinci dalam
Penjelsan Pasal 49 Qanun No. 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariah
Islam dan Qanun Hukum Keluarga Aceh.
2. Jenis kewenangan di bidang MU’AMALAH dieinci dalam Penjelasan Pasal
49 Qanun No. 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariah Islam.
Mu’amalah: hukum yang mengatur hubungan perdata di bidang harta benda,
baik anta-perseorangan (individu), maupun antar orang dengan badan hukum
(asy-syakhsiyyah ai’itibariyyah), seperti jual beli dan lain-lainnya.
3. Jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang jinayah (hukum
pidana) dirinci dalam Qanun No. 6 Tahun 2014.
HUKUM MATERIIL
PERADILAN AGAMA
SUMBER HUKUM
DAN MAHKAAMH
SYAR’IYAH
SUMBER HUKUM MATERIIL PENGADILAN AGAMA dan MAHKAMAH SYAR’IYAH

a. ALQURAN DAN Hadis; c. UU No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9


b. UU No. 22 Tahun 1946 juncto UU Tahun 1975;
No. 32 Tahun 1954 Tentang d. PP No. 9 Tahun 1975;
Pencatatan NTCR (Neng Dj: + UU e. UU No. 7 Tahun 1992 Tentang
No. 23 Tahun 2006 Tentang Perbankan diubah oleh UU No. 10
Administrasi Kependudukan jo. UU Tahun 1998;
No. 24 Tahun 2013)
f. UU No. 23 Tahun 1999 Tentang
Bank Indonesia;
SUMBER HUKUM MATERIIL PA & Msyar’iyah
g. UU No. 38 Tahun 1999 diubah oleh UU No. g. UU No. 23 Tahun 2004 Tentang
23 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat; PKDRT
h. UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf;
m.PP No. 28 Tahun 1977 Tentang
i. UU No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Perwakafan Tanah Milik.
Berharga Syari’ah Negara
j. UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
n.PP. No. 54 Tahun 2007 tentang
Syari’ah Pengnagkatan Anak
k. UU No. 23 Tahun 2002 Tentang o. PP No. 37 Tahun 2007 tentang
Perlindungan Ana diubah oleh UU No. 35 Peraturan Pelaksanaan UU No.23
Tahun 2014 dan perubahan Kedua Uu 17 Tahun 2006 Tentang Adminisrasi
Tahun 2016.
Kependudukan.
SUMBER HUKUM MATERIIL PA & Msyar’iyah
q. KHI x. Fatwa MUI (Sumber: Mahkamah
r. KHES Agung: Buku II Pedoman Tugas
dan Asministrasi Peradilan
s. Peraturan Bank Indonesia yang
berkaitan dengan Ekonomi Syari’ah;
Agama, 2013)
t. Yurisprudensi Mahkamah Agung; y. PP No. 54 Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
u. Qanun Aceh;
z. PP No. 44 Tahun 2017 tentang
v. Fatwa Dewan Syariah Nasional; Pelaksanaan Pengasuhan Anak
w. Akad-akad Ekonomi Syariah;
aa. PP No. 29 Tahun 2019 tntang Syarat
. dan Tata Cara Penunjukan Wali
KOMPETENSI
ABSOLUT
Pasal 49 (perkawinan; Waris; Wasiat; Hibah;
Wakaf; Zakat; Infaq; Shadaqah; dan Ekonomi
syari’ah.
KOMPETENSI
ABSOLUT Pasal 50 (SENGKETA HAK MILIK): Konpetensi
Relatif: PN dan/atau PA menurut UU No. 7 Tahun
PERADILAN 1989 diubah oleh UU No. 3 Tahun 2006 dan UU
No. 50 Tahun 2009),;
AGAMA
Pasal 52A (Itsbat kesaksian ru’yah hilal).
KOMPETENSI ABSOLUT: UU No. 3 Tahun
2006, Pasal 49:
a. perkawinan f. Zakat
b. waris, g. Infaq
c. wasiat, h. Shadaqah
d. hibah, i. Ekonomi syariah
e. wakaf,
PERKAWINAN • Yang dimaksud dengan
“perkawinan” adalah hal-hal
PENJELASAN yang diatur dalam atau
PASAL 49 berdasarkan undang-undang
HURUF a mengenai perkawinan yang
berlaku yang dilakukan
berdasarkan syari’ah, antara lain:
PERKAWINAN
PENJELASAN PASAL 49 Huruf a
1. Izin beristeri lebih dari seorang; 6. Pembatalan perkawinan;
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi 7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami
orang yang belum berusia 21 tahun, atau isteri;
dalam hal orang tua, wali, atau keluarga
8. Perceraian karena talak:SUAMI;
dalam garis lurus ada perbedaan
pendapat. 9. Gugatan perceraian: ISTERI;
3. Dispemsasi kawin: USIA MINIMAL 10. Penyelesaian harta bersama:
MELAKUKAN PERKAWINAN LAKI-LAKI TERGANTUNG KONTRIBUSI
DAN PEEMPUAN 19 TAHUN TERBENTUKNYA HARTA BERSAMA;
PERJANJIAN PERKAWINAN.;
4. Pencegahan perkawinan
11. Penguasaan anak-anak: UU
5. Penolakan perkawinan oleh PPN;
PERLINDUNGAN ANAK.
PERKAWINAN
PENJELASAN PASAL 49 Huruf a
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan 14. Putusan tentang SAH TIDAKNYA
dan pendidikan anak bilamana bapak SEORANG ANAK (contoh: KASUS
yang seharusnya bertangagung-jawab
tidak memenuhinya; MACHICHA MUKHTAR)
13. Penentuan kewajiban memberi biaya 15. Putusantentang PENCABUTAN
penghidupan oleh suami kepada bekas KEKUASAAN ORANG TUA,
isteri atau penentuan suatu kewajiban
bagi bekas isteri: PERLINDUNGAN 16. PENCABUTAN KEKUASAAN WALI
TERHADAP PEREMPUAN yabg 17. Penunjukkan orang lain sebagai
mengajukan Gugatan Cerai dan TIDAK
NUSYUZ (SEMA No. 3 /2018, III. Rumusan
WALI oleh pengadilan dalam hal
Hukum Kamar Agama, A. Kelaurga, angka kekuasaan seorang WALI dicabut.
3)
PERKAWINAN
PENJELASAN PASAL 49 Huruf a
18. Penunjukkan seorang WALI dalam hal seorang ANAK 20. Lanjutan: Pengangkatan ANak
yang belum 18 tahun yang ditinggal kedua orangtuanya
(Pasal 38 UU Perlindungan Naka jo. PP No. 29 Tahun (Pasal 39 UU Perlindungan Anak; PP No. 54
2019: Pasal 4 huruf f: Agama Wali seagama dengan
agama yang dianut Anak): Perlindungan Hak Assi
Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak, Pasal
Beragama Pasal 28E ayat (1) UUD 1945,Pasal 28I ayat 13: Agama OratuaAngkat harus seagama
(1) UUD 1945 dengan Agama caln naka angkat):):
19. Pembebanan KEWAJIBAN GANTI KERUGIAN atas Perlindungan Hak Assi Beragama Pasal 28E
HARTA BENDA ANAK yang ada di bawah kekuasaannya. ayat (1) UUD 1945,Pasal 28I ayat (1) UUD 1945
20. PENETAPAN ASAL USUL seorang ANAK dan PENETAPAN
PENGANGKATAN ANAK berdasarkan HUKUM ISLAM PENGAKUAN ANAK: ISTILHAQ: Pengakuan
terhadap Anak yang tidak diketahui orang
tuanya, BUKAN PENGAKUAN ANAK HASIL
ZINA. Islam melarang Pengakuan Anak Hasil
Zina
PERKAWINAN
PENJELASAN PASAL 49 Huruf a
21. Putusan tentang hal penolakan 22. Pernyataan tentang sahnya
pemberian keterangan untuk perkawinan yang terjadi sebelum
melakukan perkawinan campuran; UU No. 1 Tahun 1974 dan
dijalankan menurut peraturan lain
(Hukum Adat yang tidak
bertentangan dengan Hikum
Islam, Neng Dj)
1. Isbat Nikah berdasarkan 5. Isbath nikah Poligami
Pasal 7 KHI; (SEMA no. 3 /2018, angka
PERKAWINAN 2. Isbat Nikah bagi Nikah 8: Permohonan isbat
nikah poligami atas dasar
SEMA No. 7 Sirri / Perkawinan belum
nikah siri meskipun
dicatat;
Tahun 2012 dan 3. Pengesahan Anak Hasil
dengan alasan untuk
kepentingan anak harus
SEMA No. 3 Nikah Sirri / Perkawinan dinyatakan tidak
yang sah menurut Agama diterima. Untuk
Tahun 2018 secara kumulatif dg isbat menjamin kepentingan
nikah. anak dapat diajukan
4. Wasiat atau wasiat permohonan asal usul
wajibah unutk ANAK TIRI anak.
6. Melanggar 7. Nafkah Madhiyah, Nafkah
Perjanjian Iddah, mut’ah, dan nafkah
PERKAWINAN Perkawinan Anak: SEMA No. 3/3018:
SEMA No. 7 (Pasal 52 KHI)). menyempurnakan SEMA no.
7 / 2012, angka 16: “Hakim
Tahun 2012 dan dalam menetapkan nafkah
SEMA No. 3 madhiyah, Nafkah Iddah,
mut’ah, dan nafkah Anak
Tahun 2018 harus mempertimbangkan
rasa keadilan dan kepatutan
dengan menggali fakta
kemampuan ekonomi suami
dan fakta kebutuhan dasar
hidup isteri dan/atau anak”
• Nafkah Madhiyah ialah suatu hal
(nafkah, temapt tinggal, pakaian,
dan baiaya kehidupan lainnya)
PENGERTIAN yang wajib dipernuhi pada masa
lalu yang tiak dipenuhi oleh orang
NAFKAH berangkutan.
MADHIYAH • Misal: nafkah yang wajib
diberikan oleh Suami kepada
isterinya; dan/atau Ayah kepada
anak-anaknya.
CONTOH KASUS PERKAWINAN
DAN PERCERAIAN
ALASAN 1. Syiqaq/Perselisihan terus menerus: suami/isteri
selingkuh, zina, homoseksual (biseksual) tahun 2019
PERCERAIAN terdapat 60 perceraian, ekonomi.
YANG SERING 2. Murtad
3. Suami Tidak bertanggung jawab dan Tidak memebri
TERJADI nafkah
DALAM 4. Perceraian karena suami diminta orang tua
menceraikan isteri
PERKARA 5. Suami tidak memenuhi kebutuhan batin
6. Suami mengalami penyakit kejiwaan yang sukar
disembuhan
7. Salah satu pihak berzina, peminum, penjuidi,
pecandu narkoba,
8. KDRT, DLL
PERKARA KHUSUS

DALAM

UU NO. 7 TAHUN 1989 & MAHKAMAH SYAR’IYAH

SERTA

PERKARA AKTUAL
PERKARA
KHUSUS
DALAM UU Cerai Talak
PERADILAN
AGAMA Cerai Gugat

Cerai dengan Alasan Zina


1. Khlawat, 11. PEDOPHILIA DI ACEH: 150
– 200 /1.500 – 2000
2. Ijhtilat GRAM EMAS MURNI /150
– 200 BULAN
3. Maisir 12. INCEST / MHARAM DI
4. Khamr ACEH: 150 – 200 /1.500 –
PERKARA 2000 GRAM EMAS MURNI
KHUSUS 5. ZINA /150 – 200 BULAN;
RESTITUSI 750 G.E.
MAHKAMAH 6. Liwath. 13. PERKOSAAN DI ACEH: 125
Syar’iyah: 7. Musahawah -175 / 1250 – 1750 GRAM
EMAS MURNI / PENJARA
8. Pelecehan 125 - 175 BULAN;
RESTITUSI 750 G.E.M
seksual
14. KETERANGAN PALSU
9. Pemerkosaan TENTANG ZINA DI ACEH:
QAZF
10.Pelacuran
1. IZIN POLIGAMI: 6. Perceraian: perkawinan
CONTENTIOSA; Isteri incest (saudara
Termohon sesusuan, saudara
2. DISPENSASI KAWIN: seibu, saudara seayah,
Anak belum 19 tahun, saudara kandung)
hamil di luar nikah. 7. PERJANJIAN
PERKAWINAAN
3. Pencegahan
PERKARA – perkawinan 8. Perkawinan Campuran:
WNA – WNI
4. Perkawinan Anak Tiri
PERKARA di Pinrang Sulawesi 9. PENGAKUAN ANAK: (i)
Selatan ANAK LUAR KAWIN;
AKTUAL 5. Pembatalan Anak hasil Nikah Tidak
Dicatat: kasus Machicha
Perkawinan oleh: Isteri
terdahulu; Orang Tua Mochtar: (ii) ANAK
yang anaknya kawin HASIL ZINA; (iii) ANAK
lari; Saudara bukan HASIL NIKAH SIRI
Islam terhadap (PUTUSAN NO. 21
Saudaranya Islam yang PK/AG/2017, 28 APRIL
telah meninggal; 2017)
10. PENGANGKATAN ANAK & 11. PENGESAHAN ANAK HASIL
PERKARA – KEDUDUKAN ANAK NIKAH SIRI PASAL 50 UU
NO. 24 TAHUN 2013
ANGKAT
PERKARA 11. Pengangkatan Anak
12. ITSBAT NIKAH: (i) NIKAH
SIRI; (ii) setelah salah satu
AKTUAL Kemenakan PASANGAN PERKAWINAN
MENINGGAL;
12. Pengangkatan Anak oleh
pasangan sejeinis. 13. Nikah Mut’ah / NIKAH
KONTRAK.
13. PENGAKUAN ANAK
14. PENERAPAN ASAS
DALAM PASAL 49 UU NO. PERSONALITAS:
24 TAHUN 2013: TIDAK PEMBATALAN
SESUAI DENGAN HUKUM PERKAWINAN OLEH
ISLAM SAUDARA NON-MUSLIM
15. HAK ANAK TIRI ATAS 19. Hak wasiat wajibah
PERKARA – HARTA PENINGGALAN bagi anak angkat.
ORANG TUA TIRI DAN
PERKARA SEBALIKNYA
20. Hal wasiat, wasiat
wajibah bagi ahli
AKTUAL 16. Kewarisan Pewaris yang
tidak memiliki keturunan
kelauraga yang tidak
beragama Islam.
17. Kewarisan yang 21. Pewaris tidak memiliki
pembagiannya tertunda: aahli waris, MA
munasakhah memutuskan harta
18. Kewarisan atas harta pewaris diberikan
yang telah dihibahkan kepada keluarga suami,
seluruhnya kepada salah tidak ke Naitul Mal,
seorang kemenakan. asas maslahat
23. Akta Notaris: Perjanjian 25. Kewarisan bagi
Perkawinan Harta isteri kedua yang
pembuktiannya
Kekayaan: Suami meragukan, dan
memberikan seluruh harta bagi anak isteri
kepad isterinya, kemudian (anak tiri) yang
terjadi perceraian. Akata didaftarkan sebagai
PERKARA – Notaris melanggar hukum,
agama, dan kesusilaan
anak kandnu, jadi
perkara pidana.

PERKARA 24. Kewarisan Suami isteri


26. Ayah tidak
memenuhi
AKTUAL tidak memiliki Keturunan,
Saudara Suami tidak
kewajiban
memberikan nafkah
Anak setelah
beragama Islam, dijual oleh perceraian, dapat
Pengacara ke BUMN, jadi jadi Perdata dan
perkara Pidana di Pidana
Bareskrim. Diperlukan Pkar
Hukum Kewarisan Islam
DISPENSASI KAWIN
• KUHP tidak melarang zina bagi orang-orang yang
PERLINDUNGAN tidak terikat perkawinan. Dengan tidak dilarangnya
ANAK HARUS melakukan zina, homoseksual, maka perlindungan
BERDASARKAN terhadap Anak belum wujud.
AGAMA UNTUK • Anak umur 18 tahun boleh berzina, boleh
MENYELAMATKAN melakukan homoseksual, biseksual, TETAPI BELUM
KEHIDUPAN ANAK BOLEH MENIKAH.
KETIKA DI DUNIA DAN
DI AKHIRAT KELAK • ➔ Negara belum memberikan perlindungan
terhadap Anak dari perbuatan yang dilarang agama,
khususnya agama Islam.
• ➔ Peran Orang Tua dan Keluarga sangat
dipentingkan untuk melindungi Anak dari zina,
homoseksual, biseksual, bestiality (zoophilia),
necrophilia, dll.
PERKAWINAN USIA ANAK DALAM
UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

1. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1): Perempuan 16 tahun,
Laki-laki 19 tahun.
2. UU No. 16 Tahun 2019 Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1): Perempuan dan Laki-laki 19 tahun
3. Anak sebelum usia 19 tahun dilarang menikah, tanpa dispensasi kawin dari
Pengadilan. Tetapi Anak tidak dilarang KUHP melakukan zina, homoseksual,
biseksual, dll. ➔ Hal ini jadi KEWAJIBAN ORANG TUA/KELUARGA dalam
memberikan PERLINDNGAN Anak dari Pebuatan yang dilarang Agama atau
Adat istiadat setempat..
KETENTUAN PERKAWINAN ANAK SEBELUM & PASCA PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

UU NO. 1 TAHUN 1974, PASAL 7 UU NO. 16 TAHUN 2019, PASAL 7

(1) USIA KAWIN: WANITA 16 TH, PRIA 19 TH USIA KAWIN: WANITA - PRIA 19 TH

(2) Terjadi penyimpangan thd ayat (1) pasal inidapat Terjadi penyimpangan thd ayat (1) pasal inidapat
meminta dispensasi ke Pengadilan oleh kedua meminta dispensasi ke Pengadilan oleh kedua
Orang Tua Pria maupun Wanita Orang Tua Pria maupun Wanita dengan alasan
sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung
yang cukup.
(3) Ketentuan keadaan Orang Tua pada Pasal 6 ayat Pemberian dispensasi oleh Pengadilan wajib
(3) dan ayat (4) berlaku terhadap dispensasi mendengarkan pendapat kedua calon mempelai
kawin dengan tidak mengurangi Pasal 6 ayat (6)

(4) - Ketentuan keadaan Orang Tua pada Pasal 6 ayat


(3) dan ayat (4) berlaku terhadap dispensasi kawin
dengan tidak mengurangi Pasal 6 ayat (6)
PASAL 6 AYAT (6) • “Ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5)
UU PERKAWINAN Pasal ini (Pasal 6) berlaku sepanjang hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya
terkait dengan itu dari yang bersangkutan tidak menentukan
Asas Persetujuan lain”.
Perkawinan, Izin
• Asas-asas Perkawinan menurut Hukum Islam: (i)
Orang Tua/Wali, Asas Persetujuan kedua calon suami-isteri; (ii)
Dispensasi Kawin Asas kebebasan memilih pasangan; (iii) Asas
Kesukarelaan; (iv) Asas Kemitraan Suami-isteri;
(v) Asas Monogami Terbuka; (vi) Asas
Personalitas Keislaman ➔ di Indonesia orang
Islam dilarang melakukan perkawinan beda
Agama (Pasal 40 huruf c dan Pasal 44 Kompilasi
Hukum Islam/KHI)
PENGERTIAN • Dispensasi kawin adalah
pemberian izin oleh pengadilan
DISPENSASI kepada calon suami/isteri yang
KAWIN belum berusia 19 tahun untuk
melangsungkan perkawinan.
(Pasal 1 angka 5, PERMA No. 5
Tahun 2019)
ALASAN DIUBAHNYA PASAL 7 UU NO.
1 TAHUN 1974 TENTANG
PERKAWINAN:

“KARENA BANYAK TERJADI


PERKAWINAN ANAK DAN
DISKRIMINASI TERHADAP ANAK
PEREMPUAN”
JUMLAH
MAHKAMAH • Jumlah Pengadilan Agama di Indonesia: 359
SYAR’IYAH (DI terdiri atas
1. Mahkamah Syar’iyah di Provinsi Aceh 20
ACEH) DAN
2. Pengadulan Agama di Provinsi kainnya 339
PENGADILAN Data dispensai kawin hanya dari 15 (4.1%)
AGAMA DI Pengadilan Agama, sejak Undang-Undang
Perkawinan diubah dengan UU No. 16 Tahun
INDONESIA 2019, khususnya sejak Januar - Junii 2020
terdapat 1. 594 perkara dispensasi nikah.
PERKARA DISPENSASI KAWIN PASCA PERUBAHAN UNDANG-
UNDANG PERKAWINAN PASAL 7: data dari media elektronik

No Pengadilan Agama Jumlah No Pengadilan Agama Jumlah

1. PA Jepara 240 9 PA Wmogiri 89

2. PA Semarang 105 10 PA Pasuruan 310

3 PA Kraksaan 100 (7 kali lipat) 11 PA Muara Sabak 45


12 PA Agam 10
4 PA Sragen 128
13 PA Kuala Tangkal 91
5 PA Kudus 112
14 PA Cianjur 100/bulan
6 PA Denpasar 14 (2 kali lipat)
15 PA Blitar Jan-Okt ‘19= 80
7 PA Purwakarta 92 (sejak Nov.2019) Jan-Des’10 = 249
Okt-des ‘19 = 156
8 PA Banyuwangi 96 Total 1.594 perkara
PERBANDINGAN PERKARA DISPENSASI KAWIN
SEBELUM DAN SETELAH PERUBAHAN UNDANG-
UNDANG PERKAWINAN
SEBELUM PERUBAHAN UNDANG- SETELAH PERUBAHAN UNDANG-
UNDANG PERKAWINAN UNDANG PERKAWINAN
• PA Agam: 2 – 3 perkara / tahun; • PA Agam: Jan - Mei 2020 = 10
• PA Muara Sabak: 2019= 34 perkara
perkara; • PA Muara Sabak: Jan – Mei 2020
• PA Pasuruan: Jan-Des 2019 = = 45 perkara
191 perkara • PA Pasuruan: Jan-Juni 2020 =
• PA Jepara: 2016: 130 perkara; 310 perkara
2017: 113 perkara; 2018: 117 • PA Jepara: Jan-Juni 2020: 240
perkara; 2019: 188 perkara; perkara
ALASAN MENGAJUKAN PERMOHONAN
DISPENSASI KAWIN/NIKAH
1. Berdasarkan berita di media internet,
mayoritas karena anak perempuan telah hamil
luar nikah.
2. Karena anak perempuan dan anak laki-laki di
bawah 19 tahun telah berkhalwat, ikhtilat,
bahkan berzina (meskipun tidak hamil).
CONTOH
PERKARA WNA - WNI
PERKAWINAN CAMPURAN WARGA NEGARA
ASING – WARGA NEGARA INDONESIA
1. Kasus Perkawinan WNA 2. Kasus Perkawinan WNI
Inggeris (Laki-Laki Isam) Perempuan Islam dengan
dengan WNI Perempuan WNA Laki-laki (Islam)
(Islam). Malaysia.
- Meneikah di Indonesia: Wali
- Rukun Perkawinan Tidak NIkah Ayah Pemilik Sperma
Terpenuhi: Wali Nikah Ayah
- Tidak Sah menurut Malaysia:
Tiri harus Nikah Ulang.
- Perkawinan Tidak Sah. - Kedudukan Anak
- Kedudukan Anak: Tidak Sah
PERKAWINAN CAMPURAN WARGA NEGARA
ASING – WARGA NEGARA INDONESIA
3. Kasus Perkawinan WNA 4. Menikah di Indonesia
Pakistan (Laki-Laki Isam) Perempuan tidak
dengan WNI Perempuan cinta Isteri ajukan
(Bukan Islam-Islam- gugatan cerai ke PA
Bukan Islam). - Dicabut: Hak Asuh Anak
- Menkah di Pakistan tidak tercapai
- Perkawinan Sah - Hakan diajukan di
- Cerai Belanda.
- Perselisihan Hak Asuh Anak
PERKARA KEWARISAN ISLAM: WNA -WNI
• Harta Warisan • Harta Warisan terletak
terletak di Saudi di Indonesia
Arabia • Pewaris WNI
• Pewaris Penduduk • Ahli Waris WNI: tetapi
Saudi Arabia ada masalah mengenai
• Ahli Waris WNI Kedudukan Anak
• Saham akan dibeli WNA.
PERCERAIAN DI ACEH
• Angka Perceraian di Aceh setiap tahun meningkat
• 2019 = 12.656 perceraian atau 18 persen menimgkat
2018.
• 2018 : Cerai gugat = 4000, isbath nikah = 3848
• Ceri talak = 1562+ persoalan lain
• 2019: cerai gugat = 4976; isbath nikah = 4.296; cerai
talk = 1724.
PERCERAIAN DI ACEH
• Kabupaten Aceh Utara = • ALASAN PERCERAIAN:
1426; 1. Syiqaq
• Kabupaten Pidie = 909
2. Gadget
• Kabupaten Aceh Timur =
883 3. Meninggalkan
• Kabupaten Aceh Besar = pasangan, dll
858
• ASN, 2019 = 2531
WARIS, WASIAT, HIBAH,
WAQAF, ZAKAT, INFAQ ,
SHADAQAH, EKONOMI
SYARI’AH
WARIS
PENJELASAN PASAL 49 Huruf b
Yang dimaksud dengan 4. melaksanakan pembagian
“waris” adalah penentuan : harta peninggalan tersebut,
1. siapa yang menjadi ahli serta
waris, 5. penetapan pengadilan atas
2. penentuan mengenai permohonan seseorang
hata peninggalan, tentang
3. penentuan bagian 6. penentuan siapa yang
masing-masing ahli waris, menjadi ahli waris ,
7. penentuan bagian masing-
masing ahliwaris
WASIAT, HIBAH
PENJELASAN PASAL 49 Huruf c, Huruf d,
Yang dimaksud Yang dimaksud dengan
dengan”wasiat” adalah “hibah” adalah pemberian
perbuatan seseorang suatu benda secara
memberikan suatu benda sukarela dan anpa
atau manfaat kepada orang imbalan dari seseorang
lain atau lembaga/ badan
hukum, yang berlaku setelah
atau badan hukum kepada
yang memberi tersebut orang lain atau badan
meninggal dunia. hukum untuk dimiliki.
WAKAF
PENJELASAN PASAL 49 Huruf e
Yang dimaksud dengan “wakaf” 4. sesuai dengan
adalah: kepentingannya:
1. perbuatan seseorang atau 5. guna keperluan
sekelpmpok orang (wakif) ibadah dan/atau
2. untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan subagian harta 6. kesejahteraan
benda miliknya umummenurut
3. untuk dimanfaatkan selamanya syari’ah
atau untuk jangka waktu
tertentu
ZAKAT, INFAQ
PENJELASAN PASAL 49 Huruf f, Huruf g
Yang dimaksud Yang dimaksud dengan “infaq” adalah:
dengan “ZAKAT” 1. perbuatan seseorang memberikan
adalah harta yang sesuatu kepada orang lain
disisihkan oleh
seorang muslim 2. Guna menutupi kebutuhan
atau badan hukum 3. Baik berupa makanan,
yang dimiliki oleh minuman,mendermakan,
orang muslim sesuai memberikan rezeki (karunia), atau
dengan syari’ah menafkahkan sesuatu
untuk diberikan 4. Kepada orang lain berdasarkan rasa
kepada yang berhak ikhlas, dan karena Allah SWT
menerimanya.
SHADAQAH
PENJELASAN PASAL 49 Huruf h
Yang dimaksud dengan 2. Secara spontan dan
“shadaqah” adalah: sukarela
1. Perbuatan seseorang 3. tanpa dibatasi oleh
memberikan sesuatu waktu dan jumlah
kepada orang lain tertentu
atau lembaga/ badan 4. Dengan mengharap
hukum ridha Allah SWT
semata.
EKONOMI SYARI’AH:
Penjelasan Pasal 49 huruf i:
1) bank syariah; 7) sekuritas syariah;
2) lembaga keuangan mikro syariah; 8) pembiayaan syariah;
3) asuransi syariah; 9) pegadaian syariah;
4) re-asuransi syariah; 10) dana pensiun lembaga
5) reksa dana syariah; keuangan syariah;
6) obligasi syariah dan surat berharga 11) bisnis syariah.
berjangka menengah syariah;
KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA /
MAHKAMAH SYARIAH BIDANG HAK MILIK
PENTING
SENGKETA HAK MILIK
Pasal 50 UU No. 3 Tahun 2006
(1)Dalam hal terjadi sengketa hak milik dalam
perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49, khusus mengenai objek sengketa
tersebut harus diputus terlebih dahulu oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum.
SENGKETA HAK MILIK
Pasal 50 UU No. 3 Tahun 2006
(2)Apabila terjadi SENGKETA HAK MILIK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang SUBYEK HUKUMNYA
antara ORANG-ORANG yang BERAGAMA ISLAM,
OBYEK SENGKETA tersebut DIPUTUS oleh
PENGADILAN AGAMA bersama-sama perkara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
LIHAT PENJELASAN PASAL 52 AYAT (2) UU NO. 3 TAHUN 2006 ➔
SENGKETA HAK MILIK
PENJELASAN PASAL 50 Ayat (2)
•Ketentuan ini memberi wewenang kepada
pengadilan agama untuk sekaligus memutuskan
sengketa hak milik atau keperdataan lain yang
terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam
Pasal 49 apabila subjek hukum antara orang-
orang beragama Islam.
• (ND: Ingat asas personalitas keislaman)
SENGKETA HAK MILIK
PENJELASAN PASAL 50 Ayat (2)
• Sebaliknya apabila subjek yang mengajukan
sengketa hak milik atau keperdataan lain tersebut
bukan yang menjadi subyek bersengketa di
PENGADILAN AGAMA, sengketa di pengadilan
agama ditunda untuk menunggu putusan yang
diajukan ke pengadilan di lingkungan peradilan
umum.
SENGKETA HAK MILIK
PENJELASAN PASAL 50 Ayat (2)

Penangguhan dimaksud hanya dilakukan


jika pihak yang keberatan telah
mengajukan bukti ke pengadilan agama
bahwa telah didaftarkan gugatan di
pengadilan negeri terhadap objek
sengketa yang sama dengan sengketa di
pengadilan agama.
SENGKETA HAK MILIK
PENJELASAN PASAL 50 Ayat (2)
“Dalam hal Obyek Sengketa lebih dari satu Obyek dan
yang tidak terkait dengan Obyek Sengketa yang
diajukan keberatanya, PENGADILAN AGAMA TIDAK
PERLU MENANGGUHKAN PUTUSANNYA, terhadap
objek sengketa yang tidak terkait dimaksud”.
SENGKETA HAK MILIK
• Jika Pihak yang berkeberatan telah mengajukan bukti
ke Pengadilan Agama /Mahkamah Syar’iyah bahwa
telah diaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri
terhadap obyek sengketa yang sama dengan obyek
sengketa yang sama dengan sengketa di Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar’iyah, bila subyek hukum
yang mengajukan ke PN bukan Subyek Hukum yang
jadi kewenangan PA, maka Putusan PA menunggu
Putusan PN.
SENGKETA HAK MILIK
• Jika bukti atas hak milik atas dasar hibah, wasiat,
waris, dan transaksi Syariah. Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar’iyah berwenang untuk menilai sah
tidaknya alat bukti tersebut jika bertentangan
dengan hukum Islam.
• Contoh: Alat Bukti Ahli Waris berdasarkan Akt Notaris,
terdapat anak Pewaris yang tidak sah didudukkan
sebaga Ahli Waris. Maka Akta Notaris tersebut dapat
dibatalkan.
CONTOH KASUS
1. Sengketa Pembagian Harat Bersama terkait dengan Pihak Ketiga yang
menjadi kewenangan PN:
a. Suami, Laki-laki pindah agama (murtad) menjadi Bukan Islam digugat
bekas isteri atas pembagian harta Bersama. Harta Bersama yang digugat
bekas isteri sedang diperkarakan di PN sehubungan dengan Pihak Ketiga,
misal Bank Konvensional.
b. Maka keputusan PA tentang pembagian harta Bersama tersebut ditunda
sampai ada keuputusan PN
c. Isteri, “Orang yang beragama Islam” mengajukan gugatan pembagian
harta Bersama ke PA.
d. Maka Kepeutusan PA menunggu KeputusanPN terlebih dahulu.
2. Bagaimana apabila perkawinan campuran beda kewarganegaraan dan beda
agama, seperti kasus Almarhumah JUPE dan GASTON?
CONTOH KASUS:
Contoh 1: Sengketa dengan Pihak Ketiga mengenai Harta Kekayaan Perkawinan
yang dijadikan Agunan di Bank Konvensional, yang disengketakan pula di PA:
a. Sengketa dengan Pihak Ketiga diselesaikan terlebih dahulu di PN,,
b. Sengketa pembagian Harta Kekayaan Perkawinan karena perceraian, atau
sengketa pembagian warisan atas Harta Warisan yang diajukan di PA,
keputusannya menunggu keputusan PN
Contoh 2: Perkara “Perbuatan Melanggar Hukum” atas “Wasiat Harta Warisan”
yang dilaksanakan oleh seorang Perempuan yang dianggap tidak berhak
melaksanakn wasiat karena “Perempuan telah Menikah” Pasal 1006 KUHPerdata:
a. Perkara perbuatan melanggar hukum yang fituntut berdasarkan Pasal 1006
KUH Perdata diselesaikan terlebih dahulu di PN;
b. Perkara “Wasiat” dan “Warisan” bagi orang Islam diselesaikan di PA.
CONTOH KASUS SENGKETA HAK MILIK: PA &
PN
• Harta Warisan Bukan Hak Milik Pewaris, tetapi
Milik Negara.
• Wasiat kepada Perempuan Bersuaimi yang
dipercaya AMANAH, untuk melaksanakan Wasiat:
Harta diserahkan kepada Negara, sesuai Wasiat
Pewaris.
• Disegketakan oleh sebagain Ahli Waris.
CONTOH KASUS: Bukti Zina, Bukti Fahisyah
(Homoseksual, Biseksual) dalam PERKARA CERAI
DENGAN ALASAN ZINA
• Bukti Zina diselesaikan berfasarkan Pasal 284 KUHP atau
berdasarkan Pasal 87 dan Pasal 88 UU Peradilan Agama
juncto Pasal 127 KHI.
• Bukti Fahisyah (homoseksual: gay (liwath), lesbian
(musahawah) diselesaikan berdasarkan Pasal 292 KUHP.
• Pada Mahkamah Syariyyah (Aceh) diselesaikan terlebih
dahulu perkara zina atau perkara fahisyah di Mahkamah
Syariyyah uang sama.
RUANG LINGKUP

MAHKAMAH
SYAR’IYAH
RUANG LINGKUP
WEWENANG MAHKAMAH ahkamah Syar’iyah berwenang
M

SYAR’IYAH (Pasal 128 ayat (3) memeriksa, mengadili, memutus, dan


UU No. 11 Tahun 2006 jo.
Qanun No. 10 Tahun 2002 jo.
memutuskan:
Qanun No. 11 Tahun 2002) 1. Perkara yang diatur dalam UU No. 7
Tahun 1989 diubah oleh UU No. 3
Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009;
2. Perkara ahwalusy-syakhsiyah (HUKUM
KELUARGA: Qanun Hukum Keluarga
Aceh disahkan Septrember 2019);
3. Perkara muamalah (hukum perdata
lainnya);
4. Perakara jinayah (Hukum Pidana)
berdasarkan syari’at Islam
RINCIAN RUANG LINGKUP WEWENNAG
BIDANG AHWALUS-SYAKHSIYAH (HUKUM
KELUARGA) sama dengan PENGADILAN
AGAMA
KECUALI YANG DIATUR KHUSUS DALAM
QANUN HUKUM KELAURGA ACEH
RUANG LINGKUP WEWENANG MAHKAMAH
SYAR’IYAH BIDANG AHWALUS-SYAKHSIYAH
(Penjelasan Pasal 49 huruf a Qanun No. 10 Tahun
2002 Tentang Peradilan Syari’at Islam)
Jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang ahwalus-
syakhsiyah meliputi:
1. perkawinan;
2. waris;
3. Wasiat.
QANUN HUKUM KELUARGA DI ACEH

ASAS-ASAS HUKUM d. Kekeluargaan;


KELUARGA, Pasal 2: e. Musyawarah dan
a.Keislaman; mufakat;
b.Keadilan; f. Kearifan lokal;
c. Keterbukaan; g. Kepastian hukum
h. Teritorial.
NIKAH HAMIL:
PASAL 36 QANUN HUKUM KLEAURGA ACEH
(1)Wanita hamil di luar (4)Hamil karena
pernikahan dapat perkosaan, pria
dinikahkan dengan pria yang
yang menghamilinya. menghamilinya
(2)Pernikahan tidak diproses hukum
menunggu lahirnya (5)Hamil karena zina,
Anak keduanya diproses
(3)Tidak diperlukan sesuai ketentuan.
pernikahan ulang
PERSELISIHAN ANTARA SUAMI ISTER, SYIQAQ: Pasal
95 QANUN HUKUM KLEAURGA ACEH
(1)Musyawarah oleh (3)Orang tua tidak
kedua suami isteri mampu, dimohon
(2)Musyawarah tidak Pemnagku Adat
Gapong
tercapai, dimohon
orang tua (4) Pemangku Adat
keduabelah Mukim
pihakmelakukan (5) KUA/BP4
perdamaian. (6) Mahkamah Syar’iyah.
PERNIKAHAN ANTAR WARGA NEGARA
• Pasal 168:
“Pernikahan antar warga negara merupakan Pernikahn
antara laki-laki dan seorang peempuan yang memiliki
status kewarganegaraan yang berbeda”.
• Pasal 169:
“pernikahan antar warga negara yang dilaksanakan di
Aceh dilakukan menurut qaunu ini dan peraturan
perundang-undangan”.
QANUN HUKUM KLEAURGA ACEH: Pasal 181
KETENTUAN ‘UQUBAT
(1) Mleanggar Pasal 173 ayat (2): ‘uqubat
penjara paling lama 2tahun 1 bulan, paling
singkat 1 tahun 1 bulan, atau cambuk paling
banyak 25 kali, paling sedikit 13 kali, atau
denda pling banyak 250 Gram Emas Murni
paling sedikit 130 GEM
(2) ...
KETENTUAN ‘UQUBAT
(2) Pasal 37 ayat (1), ayat (5), Pasal 38 ayat (1), Pasal
47 ayat (2), Pasal 67 ayat (1), Pasal 87 ayat (2),
Pasal 113, Pasal 173 ayat (1) Pasal 175 , Pasal 176,
Pasal 177, Pasal 178 ayat (1), ayat (3), diancam
‘uqubat penjara paling lama 2tahun 1 bulan,
paling singkat 10 bulan, atau cambuk paling
banyak 25 kali, paling sedikit 10 kali, atau denda
pling banyak 250 Gram Emas Murni paling sedikit
100 GEM
KETENTUAN ‘UQUBAT
(3)Denda diserahkan ke Baitul Mal untuk
pemberdayaan janada-janda dan anak-anak
yang diterlantarkan oleh mantan suaminya
dan/atau orang taunya yang melakukan
perceraian di luar Mahkamah Syar’iyah.
PERCERAIAN DI ACEH
• Angka Perceraian di Aceh setiap tahun meningkat
• 2019 = 12.656 perceraian atau 18 persen menimgkat
2018.
• 2018 : Cerai gugat = 4000, isbath nikah = 3848
• Ceri talak = 1562+ persoalan lain
• 2019: cerai gugat = 4976; isbath nikah = 4.296; cerai
talk = 1724.
PERCERAIAN DI ACEH
• Kabupaten Aceh Utara = • ALASAN PERCERAIAN:
1426; 1. Syiqaq
• Kabupaten Pidie = 909
2. Gadget
• Kabupaten Aceh Timur =
883 3. Meninggalkan
• Kabupaten Aceh Besar = pasangan, dll
858
• ASN, 2019 = 2531
RINCIAN RUANG LINGKUP
WEWENANG MAHKAMAH
SYAR’IYAH BIDANG MU’AMALAH
RUANG LINGKUP WEWENANG MAHKAMAH
SYAR’IYAH BIDANG MU’AMALAH (Penjelasan Pasal
49 huruf b Qanun No. 10 Tahun 2002 Tentang
Peradilan Syari’at Islam)
(a) hukum kebendaan; dan 4. Qiradh (Permodalan).
(b) hukum perikatan terdiri dari: 5. Musaqah; muzara’ah;
1. jual beli mukhabarah; (bagi hasil
pertanian)
2. sewa menyewa;
6. Wakalah (Kuasa)
3. utang piutang;
RUANG LINGKUP WEWENANG MAHKAMAH
SYAR’IYAH BIDANG MU’AMALAH

7. Syirkah 10. Syuf’ah (Hak Langgeh): menjual sesuatu


(Perkongsian); dengan mengutamakan pembeli yang
8. Ariyah (pinjam dekat hubungannya daripada yang jauh;
meinjam); 11. Rahnun (Gadai);
9. Hajru (penyitaan 12. Ihyaul mawat (Pembukaan Lahan);
harta);
RUANG LINGKUP WEWENANG MAHKAMAH
SYAR’IYAH BIDANG MU’AMALAH
13.Ma’din (Tambang); 19.Wakaf;
14.Luqathah (Barang 20.Hibah;
Temuan); 21.Zakat;
15.Per-Bankan; 22.Infaq;
16.Takaful (asuransi); 23.Shadaqah;
24.Hadiah (Penjelasan Pasal 49
17.Perburuhan; huruf b Qanun No. 10 Tahun
18.Harta rampasan; 2002 Tentang Peradilan
Syari’at Islam)
TABEL
RUANG LINGKUP
KEWENANGAN MENGADILI
PENGADILAN DI LINGKUNGAN PERADILAN
AGAMA DAN MAKAMAH SYAR’IYAH
KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN DI LINGKUNGAN PERADILAN
AGAMA & MAHKAMAH SYARIAH
cerai Pengadilan / Dasar hukum Asas-Asas Jenis Perkara
Mahkamah Sy

Suami: CERAI TALAK/ DOMISILI ISTERI; Pasal 66 (2), (3), (4) Asas Perlindungan Volunter / Semi
Iisteri di LN: SUAMI;
cerai dgn alasan ZINA S – I di LN: tempat Perkw/ PA
jo.P 128 (3) UU terhadap Isteri contentiosa
Jak Pst No.11/2006

Isteri: CERAI Domisili isteri Pasal 73 jo.P 128 (3) Asas Perlindungan contentiosa
GUGAT/cerai dgn UU No. 11/2006 terhadap Isteri
alasan ZINA
Ekonomi Syariah, wakaf, Domisili Tergugat/ Pasal 118 (1) HIR Actor Squitur Forum Rei contentiosa
zakat, wasiat, hibah, dll Sesuai Akad/ letak benda Sitai/Asas Actor Squitur
Forum Rei

Penetapan Ahli Waris KESEPAKATAN Ahli Pasal 118 (3) HIR jo. Actor Squitur Forum Rei Volunter
atau penetapan lainnya Sitai/Asas Actor Squitur
W/letak benda tak Pasal 142 (5) R.Bg Forum Rei Sitai
bergerak
RINCIAN RUANG LINGKUP
WEWENANG MAHKAMAH
SYAR’IYAH BIDANG JINAYAH
(HUKUM PIDANA): HUDUD
JENIS KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR’IYAH: HUKUM
JINAYAH dalam Qanun No. 10 Tahun 2002 Tentang
Peradilan Syari’at Islam Penjelasan Pasal 49 huruf c
1 jarimah hudud: 2. jarimah Qshash/Diyat:
a. zina, a. pembunuhan;
b. qazf, b. penganiayaan;
c. pencurian, 3. jarimah ta’zir:
d. perampokan, a. maisir/perjudian,
e. minuman keras dan napza,
b. penipuan,
f. murtad dan
c. pemalsuan,
g. pemberontakan (bughat);
d. khalwat
QANUN NO. 6 TAHUN 2014
TENTANG HUKUM JINAYAT
RUANG (1) Qanun ini mengatur c. khalwat;
tentang: d. Ikhtilath;
LINGKUP a. Pelaku Jarimah;
e. Zina;
KEWENANGAN b. Jarimah; dan f. Pelecehan seksual;
QANUN NO. 6 c. ‘Uqubat. g. Pemerkosaan;
TAHUN 2014: (2) Jarimah sebagaimana
h. Qadzaf;
dimaksud pada ayat (1)
HUKUM meliputi: i. Liwath; dan
JINAYAT, PASAL a. Khamar; j. Musahaqah.
3: b. Maisir;
BEBERAPA PENGERTIAN YANG TERKAIT
DENGAN HUKUM JINAYAT DI ACEH:
Pasal 1 angka 10:
• Mahkamah adalah Mahkamah Syar’iyah
Kabupaten/Kota, Mahkamah Syar’iyah Aceh dan
Mahkamah Agung.
Pasal 1 angka 11:
• Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota adalah
lembaga peradilan tingkat pertama.
BEBERAPA PENGERTIAN HUKUM JINAYAT ACEH
Pasal 1 angka 12:
• Mahkamah Syar’iyah Aceh adalah lembaga peradilan
tingkat banding.
Pasal 1 angka 13:
• Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut Mahkamah Agung adalah lembaga peradilan
tingkat kasasi dan peninjauan kembali.
Pasal 1 angka 14:
Hakim adalah hakim pada Mahkamah Syar’iyah
Kbupaten/Kota, Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Mahkamah
Agung
BEBERAPA PENGERTIAN HUKUM JINAYAT ACEH
Pasal 1 angka 15:
Hukum Jinayat adalah hukum yang mengatur
tentang Jarimah dan ‘Uqubat.
Jarimah
Pasal 1 angka 16:
Jarimah adalah perbuatan yang dilarang oleh
Syariat Islam yang dalam Qanun ini diancam
dengan ‘Uqubat Hudud dan/atau Ta’zir.
‘Uqubat
Pasal 1 angka 17:
‘Uqubat adalah hukuman yang dapat dijatuhkan
oleh hakim terhadap pelaku Jarimah.
Hudud
Pasal 1 angka 18:
Hudud adalah jenis ‘Uqubat yang bentuk dan
besarannya telah ditentukan di dalam Qanun
secara tegas.
Ta’zir
Pasal 1 angka 19:
Ta’zir adalah jenis ‘Uqubat yang telah ditentukan
dalam qanun yang bentuknya bersifat pilihan
dan besarannya dalam batas tertinggi dan/atau
terendah.
Restitusi
Pasal 1 angka 20:
Restitusi adalah sejumlah uang atau harta tertentu,
yang wajib dibayarkan oleh pelaku Jarimah,
keluarganya, atau pihak ketiga berdasarkan perintah
hakim kepada korban atau keluarganya, untuk
penderitaan, kehilangan harta tertentu, atau
penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
Khamar

Pasal 1 angka 21:


• Khamar adalah minuman yang memabukkan
dan/atau mengandung alkohol dengan kadar
2% (dua persen) atau lebih.
Maisir (Judi)
Pasal 1 angka 22:
• Maisir adalah perbuatan yang mengandung unsur
taruhan dan/atau unsur untung-untungan yang
dilakukan antara 2 (dua) pihak atau lebih, disertai
kesepakatan bahwa pihak yang menang akan
mendapat bayaran/keuntungan tertentu dari pihak
yang kalah baik secara langsung atau tidak langsung.
Khalwat
Pasal 1 angka 23:
• Khalwat adalah perbuatan berada pada tempat
tertutup atau tersembunyi antara 2 (dua) orang
yang berlainan jenis kelamin yang bukan
Mahram dan tanpa ikatan perkawinan dengan
kerelaan kedua belah pihak yang mengarah
pada perbuatan Zina.
Ikhtilath
Pasal 1 angka 24:
• Ikhtilath adalah perbuatan bermesraan
seperti bercumbu, bersentuh-sentuhan,
berpelukan dan berciuman antara laki-laki
dan perempuan yang bukan suami istri
dengan kerelaan kedua belah pihak, baik
pada tempat tertutup atau terbuka.
Mahram
Pasal 1 angka 25:
• Mahram adalah orang yang haram dinikahi selama-
lamanya yakni orang tua kandung dan seterusnya ke
atas, orang tua tiri, anak dan seterusnya ke bawah,
anak tiri dari istri yang telah disetubuhi, saudara
(kandung, seayah dan seibu), saudara sesusuan, ayah
dan ibu susuan, saudara ayah, saudara ibu, anak
saudara, mertua (laki-laki dan perempuan), menantu
(laki-laki dan perempuan).
Zina

Pasal 1 angka 26:


• Zina adalah persetubuhan antara seorang laki-
laki atau lebih dengan seorang perempuan
atau lebih tanpa ikatan perkawinan dengan
kerelaan kedua belah pihak.
Pelecehan Seksual
Pasal 1 angka 27:
• Pelecehan Seksual adalah perbuatan asusila
atau perbuatan cabul yang sengaja dilakukan
seseorang di depan umum atau terhadap orang
lain sebagai korban baik laki-laki maupun
perempuan tanpa kerelaan korban.
Liwath
Pasal 1 angka 28:
• Liwath adalah perbuatan seorang laki-laki
dengan cara memasukkan zakarnya kedalam
dubur laki-laki yang lain dengan kerelaan kedua
belah pihak.

Musahaqah
Pasal 1 angka 29:
• Musahaqah adalah perbuatan dua orang
wanita atau lebih dengan cara saling
menggosok-gosokkan anggota tubuh atau
faraj untuk memperoleh rangsangan
(kenikmatan) seksual dengan kerelaan kedua
belah pihak.
Pemerkosaan
Pasal 1 angka 30:
• Pemerkosaan adalah hubungan seksual terhadap
faraj atau dubur orang lain sebagai korban dengan
zakar pelaku atau benda lainnya yang digunakan
pelaku atau terhadap faraj atau zakar korban dengan
mulut pelaku atau terhadap mulut korban dengan
zakar pelaku, dengan kekerasan atau paksaan atau
ancaman terhadap korban.
Qadzaf
Pasal 1 angka 31:
• Qadzaf adalah menuduh seseorang melakukan
Zina tanpa dapat mengajukan paling kurang 4
(empat) orang saksi.
ASAS-ASAS HUKUM
JINAYAH

DALAM

QANUN NO. 6
TAHUN 2014
Penyelenggaraan Hukum Jinayat berasaskan:

ASAS-ASAS a. keislaman;
HUKUM b. legalitas;
JINAYAH
c. keadilan dan keseimbangan;
dalam
QANUN No. d. kemaslahatan;
6 Tahun
e. perlindungan hak asasi manusia; dan
2014, Pasal2
f. pembelajaran kepada masyarakat (tadabbur).
ASAS “Yang dimaksud dengan “asas
KEISLAMAN keislaman” adalah ketentuan-ketentuan
mengenai jarimah dan ‘uqubah di dalam
QANUN NO. qanun ini harus berdasar kepada
6 TAHUN AlQur’an dan hadits, atau prinsip-prinsip
2014 yang diambil dari keduanya. Begitu juga
kesadaran untuk menjalankan dan
mematuhi qanun ini adalah
berhubungan dengan ketaatan keapda
kedua dalil (AlQur’an dan hadits)
tersebut.”
ASAS KETERPADUAN : Penjelasan Pasal 2 huruf
b
“Yang dimaksud dengan “asas legalitas” adalah tiada
suatu perbuatan dapat dijatuhi ‘uqubat kecuali atas
ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang telah ada sebelum perbuatan
dilakukan”.
ASAS KESEIMBANGAN : Penjelasan Pasal 2
huruf c
“Yang dimaksud dengan “asas keadilan dan
keseimbangan” adalah penetapan besaran ‘uqubat di
dalam qanun, dan setelah itu penjatuhannya oleh
hakim, haruslah memperhatikan keadilan dan
keseimbangan bagi tiga pihak:
a. Harkat dan martabat korban dalam bentuk hak untuk
memeproleh restitusi atas penderitaan dan kerugian
yang dia terima secara adil dan patut.
ASAS KESEIMBANGAN : Penjelasan Pasal 2
huruf c
b. Harkat dan martabat pelaku kajahatan dalam bentuk
penjatuhan ‘uqubat secara adil, sehingga terlindungi
dari kezaliman, serta adanya pemulihan nama baik
dan ganti rugi sekiranya ada kekeliruan dalam
penangkapan dan atau penahanan; serta
c. Perlindungan masyarakat secara umum, sehingga
tercipta keamanan, ketertiban, kenyamanan serta
kesetiakawanan social (takaful, symbiosis) di antara
mereka.
ASAS KEMASLAHATAN : Penjelasan Pasal 2
huruf d
“Yang dimaksud dengan “asas kemaslahatan” adalah
ketentuan dalam qanun ini bertujuan untuk
mewujudkan sebagian dari lima perlindungan yang
menajdi tujuan diturunkannya syariat yaitu,
perlindungan agama, nyawa, akal, keturunan dan harta.
Perbuatan yang merugikan, baik untuk orang lain atau
untuk diri sendiri akan dilarang oleh Qanun dan akan
diancam dengan ‘uqubat”.
ASAS PERLINDUNGAN: Penjelasan Pasal 2
huruf e
“Yang dimaksud dengan “asas perlindungan hak asasi
manusia” adalah adanya jaminan bahwa rumusan
jarimah dan ‘uqubatnya akan sejalan dengan upaya
melindungi dan menghormati fitrah, harkat dan
marabat kemanusiaan, sesuai dengan pemahaman
masyarakat muslim Idnonesia tentang HAM”.
ASAS PEMBELAJARAN KEPADA MASYARAKAT
(TADABBUR) : Penjelasan Pasal 2 huruf f
“Yang dimaksud dengan “ asas pembelajaran kepada
masyarakat (tadabbur)” adalah semua isi qanun baik
rumusan jarimah, jenis, bentuk serta besaran ‘uqubat,
diupayakan dengan rumusan yang mudah difahami sehingga
mengandung unsur Pendidikan agar masyarakat mematuhi
hukum, mengetahui perbuatan-perbuatan yang dilarang dan
meyakinimya sebagai perbuatan buruk yang harus dihindari,
mengetahui ‘uqubat yang akan dia derita kalau larangan tiu
dilanggar, serta memahami adanya perlindungan yang
seimbang bagi koban, pelaku jarimah dan masyarakat”.
JENIS-JENIS ‘UQUBAT
JENIS-JENIS ‘UQUBAT: Pasal 4
(1) ‘Uqubat (2) ‘’Uqubat Hudud sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dimaksud dalam berbentuk cambuk.
Pasal 3 ayat (1) (3) ‘Uqubat Ta’zir sebagaimana
huruf c terdiri dimaksud pada ayat (1) huruf b
dari: terdiri dari:
a. Hudud; dan a. ‘Uqubat Ta’zir utama; dan
b. Ta’zir. b. ‘Uqubat Ta’zir tambahan.
JENIS-JENIS ‘UQUBAT: Pasal 4
(4) ‘Uqubat Ta’zir
(5) ‘Uqubat Ta’zir Tambahan sebagaimana
utama dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri dari:
sebagaimana a. pembinaan oleh negara;
dimaksud pada b. Restitusi oleh orang tua/wali;
ayat (3) huruf a c. pengembalian kepada orang tua/wali;
terdiri dari:
d. pemutusan perkawinan;
a. cambuk;
e. pencabutan izin dan pencabutan hak;
b. denda;
f. perampasan barang-barang tertentu; dan
c. penjara; dan
g. kerja sosial.
d. restitusi.
JENIS-JENIS ‘UQUBAT: Pasal 4

(6) ‘Uqubat Ta’zir Tambahan dapat dijatuhkan oleh hakim


atas pertimbangan tertentu.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
‘Uqubat Ta’zir Tambahan diatur dalam Peraturan
Gubernur.
‘UQUBAT TA’ZIR
PALING RENDAH
1/4 UQUBAT TA’ZIR
Pasal 7:
•Dalam hal tidak ditentukan lain, uqubat
ta`zir paling rendah yang dapat
dijatuhkan oleh hakim adalah ¼
(seperempat) dari ketentuan `Uqubat
yang paling tinggi.
‘UQUBAT ZINA: Pasal 33

•Pasal 33:
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja
melakukan Jarimah Zina, diancam
dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 100
(seratus) kali.
‘UQUBAT ZINA: Pasal 33
(2) Setiap Orang yang mengulangi perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam
dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 100 (seratus)
kali dan dapat ditambah dengan ‘Uqubat
Ta’zir denda paling banyak 120 (seratus dua
puluh) gram emas murni atau ‘Uqubat Ta’zir
penjara paling lama 12 (dua belas) bulan.
‘UQUBAT ZINA: Pasal 33
(3) Setiap Orang dan/atau Badan Usaha yang dengan
sengaja menyediakan fasilitas atau mempromosikan
Jarimah Zina, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir
cambuk paling banyak 100 (seratus) kali dan/atau
denda paling banyak 1000 (seribu) gram emas
murni dan/atau penjara paling banyak 100 (seratus)
bulan.
‘UQUBAT ZINA PEDOPHILIA: Pasal 34
• Pasal 34
Setiap Orang dewasa yang melakukan Zina dengan
anak, selain diancam dengan ‘Uqubat Hudud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1)
DAPAT DITAMBAH dengan ‘UQUBAT TA’ZIR CAMBUK
paling banyak 100 (seratus) kali atau DENDA paling
banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau
PENJARA paling lama 100 (seratus) bulan.
‘UQUBAT ZINA: INCEST / MAHRAM
• Pasal 35
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Zina
dengan orang yang berhubungan Mahram dengannya, selain
diancam dengan ‘Uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (1) dapat ditambah dengan ‘UQUBAT TA’ZIR DENDA
paling banyak 100 (seratus) gram emas murni atau ‘uqubat
Ta’zir PENJARA paling lama 10 (sepuluh) bulan.
PEREMPUAN
HAMIL DI LUAR
NIKAH: TIDAK • Pasal 36
DAPAT DITUDUH Perempuan yang hamil di luar nikah tidak
dapat dituduh telah melakukan JARIMAH
ZINA ZINA tanpa dukungan alat bukti yang
(PERLINDUNGAN cukup.
TERHADAP
PEREMPUAN
DIPERKOSA)
KETENTUAN • Pasal 72
JARIMAH YANG • “Dalam hal ada perbuatan Jarimah
DIATUR KUHP sebagaimana diatur dalam qanun ini dan
diatur juga dalam Kitab Undang-Undang
LUAR KUHP: Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan
BERLAKU ATURAN pidana di luar KUHP, yang berlaku adalah
JARIMAH DALAM aturan Jarimah dalam Qanun ini”.
QANUN: PASAL 72
KEWENANGAN ISBAT
KESAKSIAN RUKYAT HILAL
KEWENANGAN ISBAT KESAKSIAN RUKYAT HILAL

Pasal 52A UU No. 3 Tahun 2006:


“Pengadilan agama memberikan isbat kesaksian rukyat hilal dalam
permulaan awal bulan pada tahun Hijriyah.”.
PENJELASAN PASAL 50A
Selama ini pengadilan agama diminta oleh Menteri Agama untuk
memberikan peneapan (isbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat
atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki Ramadhan dan awal
bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan
peneapan secara nasional untuk penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal.
SUMBER HUKUM
HUKUM ACARA PERADILAN
AGAMA DI INDONESIA
SUMBER HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA DI
INDONESIA

PASAL 54 UU NO. 7 TAHUN 1989


PASAL 54:
“Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan
dalam Lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum
Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan
dalam Lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang
telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang
ini”.
Hukum Acara yang 4) UU No. 7 Tahun 1989
Berlaku pada diubah UU No. 3
Pengadilan Agama &
Mahkamah Syar’iyyh:
Tahun 2006 dan UU
No. 50 Tahun 2009
SUMBER HUKUM a. Hukum Acara
Peradilan Agama: 5) No. 30 Tahun 1999
ACARA Tentang Arbitrse dan
1) HIR (Het Herziene
PERADILAN Inlandsch Alternatif
AGAMA/ Reglement) Penyelesaian Sengketa
MAHKAMAH 2) R.Bg (Reglement 6) UU No. 23 Tahun 2002
SYAR’IYAH Voor De Tentang Perlindungan
Buitengswesten)
Anah diubah oleh UU
3) UU No. 1 Tahun No. 35 Tahun 2014 dan
1974
perubahan Kedau Uu
17 Tahun 2016.
7) UU No, 23 Tahun 2004 b. Hukum Acara Mahkamah
SUMBER Tentang PKDRT Syariah
HUKUM 8) PP No. 9 Tahun 1975 1) Hukum Acara yang
berlaku di PA
9) yurisprudensi
ACARA 10) Yurisprudensi MA-RI 2) Hukum Acara yang
berlaku di Peradilan
PERADILAN 11) PERMA dan SEMA RI Umum
AGAMA/ 12) Kompilasi Hukum Islam 3) Qanun No. 7 Tahun
2013 tenng Hukum
13) Peraturan Perundang-
MAHKAMAH undangan yang Acara Jinayah Aceh
berhubungan dengan
SYAR’IYAH Peradilan Agama.
SUMBER HUKUM

HUKUM ACARA
MAHKAMAH SYAR’IYAH

DI PROVINSI ACEH
DARUSSALAM
SUMBER HUKUM ACARA
MAHKAMAH SYAR’IYAH
Hukum Acara yang
Hukum Acara yang berlaku
berlaku pada
pada PERADILAN UMUM
PERADILAN AGAMA

Hukum Acara berdasarkan


QANUN NO. 7 TAHUN 2013
TENTANG HUKUM ACARA
JINAYAT
CONTOH: HUKUM
ACARA Pasal 182 ayat (5) mengenai ALAT BUKTI ZINA.
MAHKAMAH
SYAR’IYAH: QANUN (5) Khusus pasa Jarimah Zina dibuktikan dengan 4
NO. 7 TAHUN 2013 (empat) orang Saksi yang melihat secara
TENTANG HUKUM langsung proses yang menunjukkan telah
ACARA JINAYAT: terjadi perbuatan zina pada waktu, tempat,
serta orang yang sama.
ALAT BUKTI ZINA
(6) Saksi Zina yang memberikan keterangan palsu
dapat dikenakan Jarimah Qazaf
ALAT BUKTI ZINA DALAM QANUN NO. 7 TAHUN
2013 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT
• Keterangan 4 orang Saksisesuai Hukum Acara
Pidana Islam dalam Alqur’an, An-Nur ayat 4,
13, dan hadis Rasulullah SAW sebagai alat bukti
yang sempurna, mengikat dan menentukan
(volledig, bidende, en belissende beweijskract).
Qanun No. 7 Tahun 2013 Tentang
Hukum Acara Jinayat, BAB XXII:
Ketentuan Peralihan, Pasal 285
ayat (3) menentukan:
KUHAP TETAP
BERLAKU DI ACEH “Ketentuan dalam KUHAP atau
Peartuaran Perundang-undangan
lain tentang Hukum Acara Pidana
tetap berlaku sepanjang tidak
diatur dalam Qanun”
PROSEDUR DAN MEKANISME
BERPERKARA DI PENGADILAN
AGAMA PERKARA KHUSUS:

CERAI TALAK, CERAI GUGAT,

CERAI DENGAN ALASAN ZINA


KETENTUAN HUKUM ACARA & SYARAT
DIMULAINYA PEMERIKSAAN
• Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989:
Hukuam acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata dala lingkungan
Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam
undang-undang ini.
• Pasal 55:
Tiap pemeriksaan perkara di Pengadilan dimulai setelah diajukannya
suatu permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkara
telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku
PENGADILAN wajib MEMERIKSA dan
MEMUTUS setiap PERKARA
• Pasal 56:
(1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
memutus suatu perkara yang dajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib
memeriksa dan memutusnya.
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
tidak menutup kemungkinan usaha penyelesaian perkara
secara damai.
TUJUAN dan ASAS PENYELENGGARAAN
PERADILAN
• Pasal 57:
(1) Peradilan dilakukan DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA.
(2) Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, diikuti dengan DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
(3) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya
ringan.
ASAS LEGALITAS, ASAS EKUALITAS, ASAS
SEDERHANA CEPAT DAN BIAYA RINGAN
• Pasal 58:
(1)Pengadilan menadili menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang.
(2)Pengadilan membantu para pencari keadilan dan
berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala
hambaan dan rintangan untuk tercapainya
peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
SIDANG TERBUKA UNTUK UMUM
• Pasal 59: (1) Tidak dipenuhinya
ketentuan sebagaimana
(1) Setiap pemeriksaan Pengadilan
yang dimaksud dalam
terbuka untuk umum kecuali
ayat (1) mengakibatkan
apabila undang-undang
seluruh pemeriksaan
menentukan lain atau Hakim
beserta penetapan atau
dengan alasan-alasan penting
putusannya BATAL DEMI
yang dicatat dalam berita acara
HUKUM.
sidang memerintahkan bahwa
pemeriksaan secara keseluruhan (2) Rapat permusyawartan
atau sebagian akan dilakukan Hakim bersifat rahasia.
dengan sidang tertutup.
SIDANG TERBUKA UNTUK UMUM

Pasal 60:
“Penetapan atau putusan Pengadilan hanya
sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum”
TANGGUNG JAWAB HAKIM
Pasal 60A UU No. 50 (2) Penetapan dan
Tahun 2009: Putusan Pengadilan
(1)Dalam memeriksa dan harus memuat
memutus perkara pertimbangan
Hakim harus hukum Hakim yang
bertanggung-jawab
atas penetapan dan didasarkan pada
putusan yang alasan dan dasar
dibautnya. hukum yang tepat
dan benar.
BANTUAN HKUM & PRODEO
• Pasal 60B UU No. 50 Tahun 2009: • Pasal 60C:
(1) Setiap orang berhak mendapat (1) Pada setiap PA dibentuk POS
bantuan hukum. BANTUAN HUKUM UNTUK
(2) Negara menanggung biaya PENCARI KEADILAN yang tidak
perkara bagi orang yang tidak mampu dalam memperolh
mampu. bantuan hukum.
(3) Pihak yang tidak mampu harus (2) Bantuan hukum diberikan
melampirkan surat keterangan secara Cuma-Cuma smpai
tidak mampu dari Kleurahan perkara memperoleh kekuatan
tempat domisili ybs. hukum tetap.
BANDING
• Pasal 61:
• Atas penetapan dan putusan PA dapat
dimintakan banding oleh pihak yang
berperkara, kecuali apabila undang-undang
menentukan lain.
• Penetapan yang dapat dimintakan banding
adalah penetapan “permohonan cerai talak”
yang diajukan oleh suami.
MUATAN PUTUSAN & PENETAPAN
• Pasal 62:
(1) Segala penetapan dan putusan Pengadilan selain harus
memuat alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga harus memuat
Pasal-Pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan
dasar untuk mengadili.
(2) Tiap penetapan dan putusan Pengadilan ditandatangani oleh
Ketua dan Hakim-Hakim yang memutus serta Panitera yang
ikut bersidang pada waktu penetapan dan putusan itu
diucapkan.
(3) Berita Acara tentang pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua
dan Panitera yang bersidang.
KASASI
• Pasal 63: Atas penetapan dan putusan PA dapat dimintakan
kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berperkara.
• Pasal 64: Penetapan dan putusan Pengadilan yang
dimintakan banding atau kasasi pelaksanaannnya ditunda
demi hukum, kecuali apabila dalam amarnya menyatakan
penetapan atau putusan tersebut dapat dijalankan terlebih
dahulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi.
ASAS PERDAMAIAN
• Pasal 65:
“Perceraian hanya dapat dilakukan di sidang
Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak”.
PERSONALITAS
ASAS
KEISLAMAN
Dasar hukum : Pasal 1 angka 1, Pasal 2, Pasal 49,
Pasal 50 ayat (2), Pasal 66, Pasal 73 UU Peradilan
Agama.
ASAS
Penjelasan Pasal 49:
PERSONALITAS
Asas Personalitas Keislaman:
KEISLAMAN
“Yang dimaksud dengan “antara orang-orang
yang beragama Islam” adalah ORANG (orang
Islam dan orang bukan Islam) atau BADAN
HUKUM yang menundukkan diri secara sukareka
kepada HUKUM ISLAM mengenai ha-hal yang
menjadi kewenangan Pasal 49.”
PENERAPAN
ASAS Asas Personalitas Keislaman berlaku dalam
kasus sebagai berikut:
PERSONALITAS
1. Sengketa bidang perkawinan yang
KEISLAMAN: perkawinannya tercatat di KUA,
PERKAWINAN meskipun SALAH SATU PIHAK (suami
atau isteri) atau KEDUA BELAH PIHAK
(Mahkamah (suami atau isteri) KELUAR DARI dari
AGAMA ISLAM;
Agung RI)
Pertama: berdasarkan hasil diskusi saya
dengan Hakim Agung, Dr. Mukti Arto, bahwa
suami isteri yang kedua-duanya berpindah
PENJELASAN agama, mereka seharusnya mengajukan
PENERAPAN permohonan penetapan perkawinan ke
Pengadilan yang berwenang; peneapan
ASAS Pnegadilan didaftarkan ke Kantor Catatan
PERSONALITAS Sipil atau KUA untuk mencatatkan
perkawinan mereka yang telah berpindah
BIDANG agama;
PERKAWINAN Kedua: karena hukum perkawinan yang
berlaku di PA dan PN adalah berbeda
2. Sengketa bidang KEWARISAN
Penerapan ASAS PEWARISNYABERAGAMA ISLAM, walaupun
PERSONALITAS sebagian atau seluruh ahli waris non-Islam;
KEISLAMAN: 3. Sengketa bidang Ekonomi Syariah dimana
nasabahnya non-Muslim;
KEWARISAN
4. Sengketa bidang wakaf walaupun para pihak
(Mahkamah atau salah satu pihak beragama non-Muslim;
Agung RI) 5. Sengketa bidang hibah dan wasiat yang
dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Dalam semua sengketa tersebut di atas meskipun
sebagian atau seluruh subyek hukumnya bukan
beragama Islam, tetapi diselesaikan oleh PERADILAN
AGAMA.
a. A dan B menikah secara Islam di KUA, B
Contoh Kasus murtad, A mengajukan perceraian, maka
perceraiannya menjadi wewenang
ASAS Peradilan Agama. A B murtad menjadi
PERSONALITAS kewenangan PA (saya tidak setuju).
Hasil diskusi saya (Neng Djubaedah) dengan
KEISLAMAN: Hakim Agung (Dr. Mukti Arto): suami isteri
PERKAWINAN yang berpindang agama kedua-duanya
hendaknya mengajukan PERMOHONAN
Mahkamah PENCATATAN PERKAWINAN KE
Agung R I PENGADILAN.
Contoh Kasus
ASAS
PERSONALITAS b. A beragama non-Islam melakukan
KEISLAMAN: transaksi ba’i murabahah dengan
TRANSAKSI Bank Muamalat, ketika terjadi
Mahkamah sengketa merupakan kewenangan
Agung R I PA.
c. A beragama Islam mempunyai anak B.
Contoh Kasus (i) A menghibahkan sebidang tanah
ASAS kepada B, B murtad,
PERSONALITAS (ii) A mewakafkan seluruh harta
kekayaannya, termasuk bidang tanah
KEISLAMAN: yang telah dihibahkan kepada B, kepada
sebuah yayasan.
HIBAH
(iii) Jika B bersengketa dengan A mengenai
Mahkamah wakaf tersebut, maka pembatalan
Agung R I wakaf menjadi wewenang Peradilan
Agama.
Contoh Kasus
ASAS • Perlawanan terhadap:
PERSONALITAS (i) sita eksekusi dan/atau
KEISLAMAN:SITA (ii) gugatan pembatalan lelang atas objek
EKSEKUSU sengketa yang merupakan kelanjutan
Mahkamah pelaksanaan eksekusi dari seluruh perkara
Agung R I yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
(iii) harus diselesaikan oleh Pengadilan Agama
walaupun yang bersengketa ada yang
beragama selain Islam.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA
PERADILAN AGAMA YANG
TERPENTING
• ASAS KETUHANAN: BISMILLAHI-RRAHMANI-
RRAHIM, DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
• ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN
• ASAS RATIO DECIDENDI: MEMUAT ALASAN,
PASAL-PASAL DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN/ HUKUM TIDAK
TERTULIS
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA:
1. ASAS KETUHANAN: BISMILLAHI-RRAHMANI-RRAHIM, DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
2. ASAS HAKIM TIDAK BOLEH MENOLAK PERKARA
Pasal 22 AB jo. Pasal 56 UU No. 7 Tahun 1989:
(1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus
suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau
kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutusnya.
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tidak
menutup kemungkinan usaha penyelesaian perkara secara damai.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA:

3. Asas Non-Ekstra Yudisial:


Tidak ada campur tangan dari pihak lain di luar
Kekuasaan Kehakiman
4. Asas Audi et Alteram Partem:
Hakim wajib menyamakan kedudukan para
pihak yang berperkara di hadapan persidangan
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA:

5. Asas Legitima Persona Standi in Yudicio:


orang yang terkait langsung dalam perkara,
dibatasi oleh usia (dewasa menurut peraturan
perundang-undangan).
Pasal 2 jo. Pasal 3 ayat (1) KHES.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA:

6. Asas Actor Squitur Forum Rei:


Pengadilan berwenang memeriksa perkara di wilayah
hukum TEMPAT TINGGAL TERGUGAT (Pasal 118 (1) HIR
jo. Pasal 142 (5) R.Bg), kecuali undang-undang
menentukan lain seperti Pasal 66, Pasal 73 UU No. 7
Tahun 1989.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA:

7. Asas Actor Squitur Forum Rei Sitai:


gugatan diajukan di wilayah TEMPAT BENDA
TIDAK BERGERAK itu berada (Pasal 118 (3) HIR jo.
Pasal 142 (5) R.Bg).
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA:
8. Asas Ultra Pertium Partem:
Hakim DILARANG menjatuhkan PUTUSAN atas PERKARA yang TIDAK
DIMINTA / hakim mengabulkan lebih dari yang dituntut
(Pasal 178 ayat (2) (3) HIR jo. Pasal 189 ayat (2) (3) R.Bg.
9. ASAS KETUHAAN: BISMILLAHI-RRAHMANI-RRAHIM, DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KE-TuUHANAN YANG MAHA ESA.
Pasal 57 UU No. 7 Tahun 1989:
(1) Peradilan dilakukan DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA.
(2) Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, diikuti dengan DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA:
10. Asas Nemo Judex Sine Actor:
Jika TIDAK ADA PENUNTUTAN maka TIDAK ADA HAKIM.

11, Asas Ratio Decidendi (Putusan harus Disertai Alasan)


Setiap putusan perkara Ekonomi Syariah, dll kewenangan absolut PA/M.Sy
harus memuat alasan-alasan hukum yang dijadikan dasar untuk mengadili,
pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan, sumber hukum tidak
tertulis yang dapat dijadikan dasar ketika mengadili (Pasal 62 UU No. 7
Tahun 1989 jo. Pasal 25 (1) UU No. 48 Tahun 2009))

DASAR HUKUM: Asas Ratio Decidendi ➔


• Pasal 62 UU No. 7 Tahun 1989:
(1) Setiap penetapan dan putusan Pengadilan, selain
DASAR harus memuat alasan-alasan dan dasar-
dasarnya, juga harus memuat Pasal-pasal
HUKUM: Asas tertentu dari peraturan-peraturan yang
Ratio bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis
yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Decidendi
(2) Tiap penetapan dan putusan Pengadilan
ditandatangani oleh Ketua dan Hakim-Hakim yang
memutus serta Panitera yang ikut bersidang,
pada waktu penetapan dan putusan itu
diucapkan.
(3) Berita acara tentang pemeriksaan ditandatangani
oleh Ketua dan Panitera yang bersidang.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA:
12. Asas Aktif Memberikan Bantuan: Pasal 58 (2) UU No. 7 Tahun
1989 :
1) Membantu membuat gugatan/permohonan bagi yangbuta huruf
(Pasal 120 HIR)
2) Memberikan arahan tata cara izin “prodeo” (Pasal 144 dan Pasal
145 HIR).
3) Memberikan arahan tentang sahnya surat kuasa berdasarkan
Pasal 123 (3) HIR juncto SEMA No. 01/1971, 23 Januari 1971,
yaitu:
12. Asas Aktif Memberikan Bantuan: Pasal 58 (2)
UU No. 7 Tahun 1989 :
(a) harus tertulis (dapat berupa: (i) akta di bawah tangan yang dibuat
oeh pemberi kuasa dan penerima kuasa, (ii) akta yang dibaut
panitera Pengadilan yang dilegalisir oleh Ketua Pengadilan Agama
atau Hakim, atau (iii) akta Otentik yang dibaut oleh Notaris);
(b) harus menyebut nama pihak yang berperkara;
(c) harus menegaskan tentang hal yang disengketakan, termasuk
jenis dan objek sengketa; dan
(d) merinci batas-batas tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh
Penerima Kuasa.
12. Asas Aktif Memberikan Bantuan .... Lanjutan:
(iv) Menyarankan perbaikan surat gugatan/permohonan,
dalam hal gugatan yang tidak jelas (obscur libel), pihak yang
digugat tidak jelas (error in persona/diskualifikasi in
persona).
(v) Memberikan penjelasan tentang alat bukti yang sah (Pasal
164 HIR) dan mengenai batas minimal alat bukti yang sah.
(vi) Memberikan penjelasan tentang caramengajukan bantahan
dan jawaban (162 RBg)
(vii)Bantuan memanggil saksi secara resmi.(Pasal 141 (2) HIR
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

13. Asas Inter Partes dan/atau asas Erga Omnes:


Putusan yang akibat-akibatnya hanya berlaku pada perkara
yang diputuskan.
Akibat putusan bersangkutan terhadap perkara lain yang
mengandung persamaan permasalahan/tuntutan yang datang
setelah keputusan Hakim, diserahkan kepada Hakim yang
memutuskan, karena Pengadilan Agama belum terdapat
perkara Ekonomi Syariah yang dapat dijadikan YURISPRIDENSI.
13. Asas Inter Partes dan/atau asas Erga Omnes:

• Asas Erga Omnes: adalah putusan yang akibat-


akibatnya berlaku bagi semua perkara yang
mengandung persamaan masalah yang mungkin
terjadi di masa mendatang.
• Misal: PUTUSAN MK
SUBYEK HUKUM

PERADILAN
AGAMA DAN

MAHKAMAH
SYARIAH
A. PENGADILAN AGAMA :
SUBYEK 1. Berlaku untuk Rakyat Pencari Keadilan yang
HUKUM: beragama Islam menegnai PERKARA
TERTENTU (PASAL 49, PASAL 50, PASAL 50,
PERADILAN PASAL 52A)
AGAMA 2. Otang atau Badan Hukum yang dengan
sendirinya menundukkan diri dengan
SUKARELA kepada HUKUM ISLAM mengenai
HAL-HAL yang menjadi KEWENANGAN
PERADILAN AGAMA.
B. SUBYEK HUKUM “Qanun ini berlaku untuk: C. Setiap ORANG beragama
BUKAN ISLAM yang
PELAKU A. Setiap ORANG beragama
MELAKUKAN PERBUATAN
ISLAM yang melakukan
JARIMAH/JINAYAH: Jarimah di Aceh; JARIMAH DI ACEH yang
QANUN NO. 6 TIDAK DIATUR DALAM
B. Setiap ORANG beragama Kitab Undang-Undang
TAHUN 2014, BUKAN ISLAM yang Hukum Pidana (KUHP)
PASAL 5: melakukan Jarimah di atau ketentuan pidana di
Aceh BERSAMA-SAMA luar KUHP, TETAPI
DENGAN ORANG ISLAM DIATUR DALAM QANUN
dan memilih serta ini; dan
menundukkan diri secara
D. Badan Usaha yang
sukarela pada Hukum
menjalankan kegiatan
Jinayat;
usaha di Aceh.”
B. MAHKAMAH SYAR’IYYAH KABUPATEN/KOTA;
BANDING MAHKAMAH SYAR’IYYAH ACEH;
KASASI MAHKAMAH AGUNG: SEBAGAI
PENGADILAN KHUSUS:
B. SUBYEK 1. Pengertian ORANG, BADAN USAHA, ANAK
HUKUM (Qanun No. 6 Tahun 2014):
MAHKAMAH a. Setiap Orang adalah orang perseorangan
SYAR’IYYAH (Pasal 1 angka 38).
b. Badan Usaha adalah Badan Usaha yang
berbadan hukum dan bukan berbadan
hukum (Pasal 1 angka 38).
c. Anak adalah orang yang belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
menikah (Pasal 1 angka 38).
2. Kewenangan yang menyangkut
Kewenangan eradilan Agama
berlaku bagi Mahkamah Syar’iyah
SUBYEK di Aceh:
HUKUM (i) Rakyat Pencasi Keadilan yang
MAHKAMAH beragama Islam;
SYAR’IYYAH:
(ii) Orang atau Badan Hukum yang
dengan sendirinyamenundukkan
diri dengan sukarela kepad
Hukum Islam mengenai hal-hal
yang menajdi Kewenangan
Peradialn Agama
3. Kewenangan yang menyangkut
MAHKAMAH Kewenangan Perdailan Umum yang
SYAR’IYYAH: berlaku bagi Mahkamah Syar’iyah di
Aceh:
(i) Orang Islam
(ii) Orang Bukan Islam yang melakukan
jarimah di Aceh
(iii) Badan Usaha yang melakukan
kegiatan usaha di Aceh.
4. Kewenangan yang menyangkut
kewenangan PERADILAN UMUM berlaku di
Mahkamah Syar’iyah, berdasarkan:

RUANG a. QANUN NO. 6 TAHUN 2014, PASAL 5:


LINGKUP “Ruang lingkup berlakunya Qanun Aceh ini
SUBYEK berlaku untuk Lembaga penegak hukum dan
HUKUM: setipap orang yang berada di Aceh”.
Bidang JInayah b. UU NO. 11 TAHUN 2006 TENTANG
(Hukum PEMERINTAHAN ACEH, PASAL 128 AYAT (2):
Pidana) “Mahkamah Syar’iyah merupakan peradilan
bagi setiap orang yang beragama Islam dan
berada di Aceh”.
c. UU NO. 12 TAHUN 2006 PASAL 129 AYAT
(1):
“Dalam hal terjadi perbuatan jinayah yang
RUANG dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
LINGKUP bersama-sama yang di antaranya beragama
SUBYEK bukan Isslam dapat memilih dan
menundukkan diri secara suka rela kepada
HUKUM : hukum jinayah”.
Bidang Jinayat d. UU NO. 12 TAHUN 2006 PASAL 129 AYAT
(Orang Bukan (1):
Islam) “Setiap orang yang beragama bukan Islam
melakukan perbuatan jinayah yang tidak
diatur dalam KUHP atau ketentuan pidana di
luar KUHP berlaku hukum jinayah.”
BERPERKARA DI PENGADILAN
AGAMA PERKARA KHUSUS:

CERAI TALAK, CERAI GUGAT,

CERAI DENGAN ALASAN ZINA


HUKUM ACARA: • Pasal 67 UU No. 7 Tahun 6. Alasan-alasan perceraian atau
1989: gugatan lainnya disertai
ISI Permohonan sebagaimana
Dasar Hukum (Posita);

PERMOHONAN yang dimaksud dalam Pasal 66 7. Petitum:


(Pasal 73) memuat: a. permohonan,
CERAI TALAK / 1. Nama; b. tuntutan pada setiap
GUGATAN CERAI 2. Umur permohonan/gugatan
GUGAT 3. Agama; c. yang dimulai dengan
mengutarakan dalil-dalil;
4. Tempat Kediaman dan
Pemohon/Penggugat d. diakhiri / ditutup dengan
5. Tempat Kediaman mengajukan tuntutan
Termohon / Tergugat; (petitum).
PROSES • Permohonan / Gugatan 4. Sidang: Duplik dari
diajukan ke Ketaun Termohon/Tergugat
PERSIDANGAN Pengadilan Agama setempat 5. Sidang: Pembuktian dari
1. Sidang Pertama/Kedua: Pemohon/Penggugat dan
Asas Perdamaian Termohon/Tergugat.
dilakukan (Mediasi),
6. Kesimpulan Majelis Hakim
Pembacaan Permohonan
/ Gugatan 7. Keputusan Hakim
2. Sidang: Jawaban dari 8. Eksekusi.
Termohon / Tegugat
3. Sidang: Replik dari
Pemohon/Penggugat
CERAI TALAK
1. Pasal 66 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1989:
PEMOHON: SUMAI; TERMOHON: ISTERI
2. Pasal 66 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1989:
CERAI TALAK: YURISDIKSI TEMPAT KEDIAMAN TERMOHON
3. PASAL 66 AYAT (5) UU NO. 7 TAHUN 1989:
PASAL 66 – “Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak,
PASAL 72 nafkah isteri, dan harta bersama suami isteri dapat
diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai
talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan”.
4. Pasal 67 UU No. 1 Tahun 1989:
“Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 di atas memuat:
a. Nama, umur, dan tempat kediaman pemohon
yaitu suami dan termohon yaitu isteri;
b. Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
• Pasal 66:
(1) Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan
isterinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk
mengadakan sidang “guna menyaksikan ikrar talak”.

PASAL 66: (2) Permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi “tempat kediaman termohon”, kecuali termohon “dengan
CERAI TALAK sengaja” meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan
bersama “tanpa izin pemohon”.
(3) Termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan
diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tepat
kediaman Pemohon.
(4) Termohon dan Pemohon bertempat kediaman di LN, permohonan
diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meiputi
tempat perkawinan dilangsungkan atau PA Jakarta Pusat.
(5) Permohonan penguasaan ANAK, NAFKAH ANAK, NAFKAH ISTERI
dan HARTA BERSAMA SUAMI ISTERI dapat DIAJUKAN BERSAMA-
SAMA dengan permohonan cerai talak atau SETELAH IKRAR TALAK
ducapkan.
PEMERIKSAAN CERAI TALAK
• Pasal 68:
(1)Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh
Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 hari setelah berkas
atau surat permohonan cerai talak diaftarkan di
Kepaniteraan.
(2)Pemeriksaan permohonan cerai talak dlakukan “dalam
sidang tertutup”.
Pasal 70:
PENETAPAN • Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak
PRNGADILAN mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, maka
Pengadilan “menetapkan” bahwa permohonan dikabulkan.
ATAS • Terhadap “penetapan” ISTERI dapat mengajukan banding.
• Setelah penetapan memperoleh kekuatan hukum tetap, Pengadilan
PERMOHONAN menentukan “hari sidang pemyaksian ikrar talak”, dengan memanggil
CERAI TALAK: suami dan isteri atau wakilnya untuk menghadiri sidang.
• Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam
PASAL 70 suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucapkan ikrar
talak yang dihadiri isteri atau kuasanya.
• Jika isteri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak
datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami
atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya isteri atau
wakilnya.
• Jika suami dalam tenggang waktu 6 bulan sejak ditetapkan hari sidang
penyaksian ikrar talak, tidakdatang menghadap sendiri atau tidak
mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau
patut maka “gugurlah” kekuatan penetapan tersebut dan “perceraian
tidak dapat diajukan lagi” berdasarkan ‘alasan yang sama”
SETELAH IKRAR
• Pasal 71:
TALAK (1) Panitera mencatat segala hal-ihwal yang
DIUCAPKAN: terjadi dalam sidang ikrar talak.
PENETAPAN (2) Hakim membuat penetapan yang isinya
menyatakan bahwa “perkawinan putus
TIDAK DAPAT sejak ikrar talak diucapkan” dan
BANDING & “penetapan tidak dapat dimintakan
banding atau kasasi”.
KASASI
Cerrai Gugat
CERAI GUGAT
PASAL 73 – Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989: yurisdiksi (wilayah
PASAL 86 hukum): Tempat Kediaman Penggugat, kecuali
penggugat dengan sengaja meninggalkan temapt
kediaman tanpa izin Tergugat (Nusyuz)
• Pasal 73:
CERAI (1) Gugatan perceraian dilakukan oleh isteri atau
GUGAT: kuasanya kepada Pengadian yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman
PASAL 73 Penggugat, kecuali apabila Penggugat dengan
sengaja meninggalkan tempat kediaman
bersama tanpa izin Tenggugat.
(2) Penggugat di LN: PA tempat kediaman
Tergugat.
(3) Penggugat dan Terggat di LN: di aerah hukum
perkawinan dilangsungkan / PA Jakarta Pusat.
• Pasal 74:
ALASAN “Untuk memperoeh putusan perceraian,
sebagai bukti Penggugat cukup
PERCERAIAN: menyampaikan “salinan putusan
TERGUGAT Pengadilan” yang berwenang dan
memutus perkara disertai keterangan
DIPENJARA bahwa “putusan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap”.
• Pasal 75: Hakim dapat
ALASAN memerintahkan Tergugat
untuk memeriksakan diri
PERCERAIAN: kepada dokter.
• “Apabila gugatan perceraian
TERGUGAT didasarkan atas alasan
bahwa tergugat mendapat
BERPENYAKIT Cacat Badan aatau Penyakit
dengan akibat tidak dapat
BERAKIBAT menjalankan kewajiban
sebagai suami, maka Hakim
TIDAK DAPAT dapat memerintahkan
tergugat untuk
MENJALANKAN memeriksakan diri ke
KEWAJIBAN dokter”
• Pasal 76: SYIQAQ (2) Pengadilan setelah
(1) Gugatan perceraian mendengar
didasarkan alasan keterangan saksi
syiqaq, untuk tentang sifat
mendapatkan putusan persengketaan
perceraian harus antara suamiisteri
didengar keterangan dapat mengangkat
PENYELESAIAN saksi-saksi yang berasal seorang atau lebih
dari keluarga
SYIQAQ dari keluarga atau
orang-orang yang masing-masing
dekat dengan suami- pihak ataupun
isteri. (SAKSI orang lain untuk
KELUARGA/ ORANG menjadi hakim.
DEKAT) (HAKAMAIN)
PERCERAIAN
GUGUR:

SUAMI ISTERI
MENINGGAL
Pasal 79: Gugatan perceraian
“gugur” apabila suami atau
PERCERAIAN isteri meninggal sebelum
GUGUR: adanya putusan Pengadilan”
SUAMI
ISTERI
MENINGGAL Berpebgaruh terhadap
KEWARISAN.
PEMERIKSAAN
CERAI GUGAT
PEMERIKSAAN CERAI GUGAT
• Pasal 80:
(1) Pemeriksaan oleh Majelis hakim, setelah 30 hari setelah berkas
gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan;
(2) SIDANG TERTUTUP.
• Pasal 81:
(1) Putusan Pengadilan: SIDANG TERBUKA;
(2) suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya
“terhitung” sejak Putusan Pengadilan memperoleh kekuatan
hukum tetap.
PEMERIKSAAN CERAI GUGAT: PASAL 82
• Pasal 82:
(1) sidang pertama: perdamaian;
(2) dalam sidang perdamaian: Suami isteri harus hadir, kecuali salah
satu bertempat kediaman di LN, dapat diwakili.
(3) Suami isteri di LN, Penggugat dalam sidang perdamaian HARUS
MENGHADAP SECARA PRIBADI.
(4) Selama perkara belum diputus, usaha mendamaikan dapat
diusahakan pada setiap sidang.
SETELAH PERDAMAIAN:
NE BIS IN IDEM
SETELAH PERDAMAIAN: NE BIS IN IDEM: PASAL
83
•Pasal 83:
“Apabila tercapai perdamaian, maka tidak
dapat diajukan gugatan perceraian Baru
berdasarkan alasan yang ada dan setelah
diketahui oleh Penggugat sebelum
perdamaian tercapai.
CERAI
DENGAN ALASAN ZINA
CERAI DENGAN 1. Pasal 87 UU No. 7 Tahun 1989
ALASAN ZINA: 2. Pasal 88 UU No. 7 Tahun 1989
PASAL 87, PASAL 88,
3. Pasal 127 KHI: SUMPAH LI’AN
(Pasa; 125, Pasa; 162 KHI)
KOMPILASI HUKUM
ISLAM: PASAL 127

QANUN NO. 6
TAHUN 2014: PASAL
59 – PASAL 62
Pasal 87 UU No. 7 Tahun 1989:
• (1) Apabila permohonan atau gugatan cerai
diajukan atas alasan salah satu pihak melakukan
zina, sedangkan pemohon atau penggugat tidak
PERKARA dapat melengkapi bukti-bukti, dan tegugat atau
termohon menyanggah alasan tersebut, dan
CERAI Hakim berpendapat bahwa permohonan atau
gugatan itu bukan tiada pembuktian sama
DENGAN sekali, serta upaya peneguhan alat bukti tidak
mungkin lagi diperoleh baik dari pemohon atau
ALASAN ZINA perggugat maupun dari termohon atau tergugat,
maka Hakim karena jabatannya dapat menyuruh
pemohon atau penggugat untuk bersumpah.
(2)Pihak termohon atau tergugat diberi
kesempatan pula untuk meneguhkan
sanggahannya.
1. Apabila 4. dan Hakim berpendapat
UNSUR- permohonan atau bahwa permohonan atau
gugatan cerai
UNSUR diajukan atas
gugatan itu bukan tiada
pembuktian sama sekali,
alasan salah satu
PERKARA pihak melakukan 5. serta upaya peneguhan
zina, alat bukti tidak mungkin
CERAI 2. sedangkan lagi diperoleh baik dari
pemohon atau perggugat
DENGAN pemohon atau
penggugat tidak maupun dari termohon
ALASAN dapat melengkapi
bukti-bukti,
atau tergugat,
6. maka Hakim karena
ZINA Pasal 3. dan trgugat atau jabatannya dapat
termohon menyuruh pemohon atau
87 ayat (1) menyanggah penggugat untuk
alasan tersebut,
UUPA bersumpah.
• Pasal 88 UU No. 7 Tahun 1989:
PERKARA (1) Apabila sumpah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (1) dilakukan oleh suami, maka
CERAI penyelesaiannya dapat dilaksanakan dengan
DENGAN LI’AN.
(2) sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
ALASAN ZINA 87 ayat (1) dilakukan oleh isteri maka
penyelesaiannya dilaksanakan dengan hukum
acara yang berlaku.
- Tidak sesuai dengan pendapat saya, Sajuti Thalib
(hal. 118) & PROF. K.H. M. ALI YAFIE.
- Di ACEH Isteri berhak malakukan sumpah li’an.
• Pasal 127 KHI juncto Pasal 125, Pasal 162
KHI.
PEMBUKTIAN • Sumber: Pembuktian Zina menurut Hukum
ZINA & Islam: an-Nur ayat 4, 13, An-Nisa ayat 15,
Hadis Rasulllah SAW.
SUMPAH LI’AN • Sumber: Sumpah Li’an menurut hukum
Islam: an-Nur ayat 6-9
CERAI

DENGAN ALASAN ZINA

DI ACEH
4. QANUN NO. 6 TAHUN
2014,
CERAI DENAN • Pasal 52: Suami atau Isteri
ALASAN ZINA menuduh pasangannya melakukan
zina
QANUN NO. 6 • PASAL 60: SUMPAH LI’AN oleh
SUAMI / ISTERI yang menuduh
TAHUN 2014, PASAL pasangannya BERZINA
59 – PASAL 62 • PASAL 61 ayat (1) dan ayat (2):
SUMPAH LI’AN untuk
SANGGAHAN/PENOLAKAN SUAMI
/ ISTERI atas TUDUHAN ZINA
TUDUHAN ZINA Pasal 61 ayat (3): Suami/
Iisteri yang dituduh
OLEH SUAMI / melakukan zina tidak bersedia
melakukan SUMPAH (LI’AN)
ISTERI TERHADAP dikenakan ‘UQUBAT ZINA
(PASAL 33 ayat (1) Qanun)
PASANGANNYA:
QANUN NO. 6
Pasal61 ayat (4): Suami/ Iisteri
TAHUN 2014: yang menuduh melakukan
CERAI DENGAN zina tidak bersedia melakukan
SUMPAH (LI’AN) dikenakan
ALASAN ZINA ‘UQUBAT QAZAF
TUDUHAN ZINA OLEH SUAMI / ISTERI TERHADAP
PASANGANNYA: QANUN NO. 6 TAHUN 2014: CERAI
DENGAN ALASAN ZINA

PASAL 61 ayat (5): Suami isteri yang SALING


BERSUMPAH DIBEBASKAN dari ‘UQUBAT QAZAF.

PASAL 62: Suamidan Isteriyang saling bersumpah


dikenakan ‘UQUBAT TA’ZIR TAMBAHAN (berupa)
DIPUTUSKAN HUBUNGAN PERKAWINAN.
PUTUSAN SELA
PUTUSAN SELA: IZIN SUAMI ISTERI TIDAK
TINGGAL DALAM SATU RUMAH
•Pasal 77: Selama berlansungnya “gugatan
perceraian” atas permohonan Penggugat atau
Tergugat atau berdasarkan “pertimbangan yang
mungkin ditimbulkan”, Pengadilan dapat
mengizinkan suami isteri untuk tidak tinggal
dalam satu rumah. (PUTUSAN SELA, PASAL 24 PP
NO. 9 TAHUN 1975).
PUTUSAN SELA; NAFKAH, BIAYA PEMELIHARAAN DAN
PENDIDIKAN ANAK, MENJAMIN TERPELIHARANYA HARTA
PERKAWINAN.
• Pasal 78: b. Menentukan hal-hal yang perlu
Selama untuk menjamin pemeliharaan
berlangsungnya dan pendidikan anak.
gugatan perceraian, c. Menentukan hal-hal yang perlu
atas permohonan untuk menjamin terpeliharanya
Penggugt, Pengadilan barang-barang yang menjadi
dapat: haknya suami isteri atau barang-
a. Menentukan barang yang menjadi hak suami
nafkah yang atau barang-barang yang
ditanggung oleh menjadi hak isteri.
suami.
GUGATAN PENGASUHAN
ANAK, NAFKAH ANAK,
NAFKAH ISTERI, HARTA
BERSAMA dan

TUNTUTAN PIHAK
KETIGA
GUGATAN PENGASUHAN ANAK DLL dan
TUNTUTAN PIHAK KETIGA: PASAL 86
(2)Jika ada tuntutan pihak
(1)Gugatan pengasuhan ketiga, maka Pengadilan
anak, nafkah anak, MENUNDA terlebih
nafkah isteri dan harta dahulu PUTUSAN HARTA
bersama suami isteri BERSAMA sampai ada
dapat diajukan bersama- PUTUSAN PENGADILAN
sama dengan gugatan yang memperoleh
perceraian atau setelah KEKUATAN HUKUM
putusan perceraian TETAP.
mempunyai kekuatan Baca Pasal 50 UU No. 3 Tahun 2006
hukum tetap.
TUNTUTAN PIHAK KETIGA
• Pasal 50 UU No. 3 Tahun 2006: (2) Apabila terjadi sengketa
hak milik sebagaimana
(1) Dalam terjadi sengketa hak dimaksud pada ayat (1)
milik atau sengketa lain dalam yang subyek hukumnya
perkara sebagaimana dimaksud antara orang-orang yang
dalam Pasal 49, khusus beragama Islam, objek
mengenai objek sengketa sengketa tersebut di
putus oleh PA bersama-
tersebut harus diputus telbih sama perkara
dahulu oleh Pengadilan dalam sebagaimana dimaksud
Lingkungan Peradilan Umum. dalam Pasal 49.
HUKUM PEMBUKTIAN

PERADILAN MAHKAMAH
AGAMA SYAR’IYAH
HUKUM A. HIR Pasal 164:
a. alat bukti Tertilis;
PEMBUKTIAN
b. Saksi-saksi;
c. Persangkaan-persangkaan;
d. Pengakuan;
e. sumpah.
HUKUM PEMBUKTIAN
B. PEMBUKTIAN ZINA dalamUU PERADILAN
AGAMA
1. Pasal 87,
2. Pasal 88 UU Peradilan Agama juncto
3. Pasal 127 KHI: CERAI DENGAN ALASAN ZINA;
PEMBUKTIAN CERAI KARENA ALASAN
SUAMI DIPENJARA PASAL 74
• Pasal 74 UU Peradilan Agama:
• “Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu
pihak mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh
putusan perceraian, sebagai alat bukti penggugat cukup
menyampaiakn salinan putusan Pengadilan yang berwenang
yang memutuskan perkara disertai keterangan yang
menyatakan bahwa putusan itu telah memperoleh kekutan
hukum tetap”.
PEMBUKTIAN SUAMI / ISTERI CACAT BADAN /
MENDERITA PENYAKIT DENGAN AKIBAT TIDAK DAPAT
MENJALANKAN KEWAJIBAN SEBAGAI SUAMI: PASAL 75
• Pasal 75 UU Peradilan Agama:
• “Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan
bahwa tergugat mendapat Cacat Badan aatau
Penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai suami, maka Hakim dapat
memerintahkan tergugat untuk memeriksakan diri
ke dokter”
PEMBUKTIAN CERAI KARENA ALASAN SYIQAAQ
PASAL 76
• Pasal 76 UU Peradilan Agama:
• (1) apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka
untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan
saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat
dengan suami isteri.
• (2) Pengadilan setelahmendengar keterangan saksi tentang sifat
persengketaan antar suami isteri dapat mengangkat dapat
mengangakt seorang atau lebih dari kelaurga masing-masing atau pun
orang lain untuk menjadi hakam”.
1. Gugaran pembagian harta Bersama sedapat
mungkin diajukan setelah terjadi perceraian.
C. 2. Gugatan harta Bersama yang terkait dengan
PEMBUKTIAN rahsia bank. Suami / Isteri yang mendalilkan
HARTA isterimya / suaminya memiliki deposito,
rekening giro, tabungan pada Bank tertentu,
BERSAMA pembuktiannya cukup dengan fotokopi
deposito, rekening giro, tabungan, sepanjang
tergugat tidak menyangkal isi fotokopi
3. Jika Tergugat menyangkal, Tergugat harus
membuktikan saldo rekening giro, tabungan atau
deposito atas nama yang bersangkutan berupa
surat keterangan saldo terakhir dari Bank ybs.
D. Pembuktian menurut Hukum Islam (YANG TIDAK
DITENTUKAN DALAM HIR): CONTOH:
PEMBUKTIAN 1. Sumpah :i.an Pembuktian Zina di PA
dalam 2. Keterangan Ahli tentang perkara cerai dengan
PRAKTIK alas an zina adalah BUKAN ALAT BUKTI ZINA,
karena, menurut hukum Islam: IQRAR
(PRNGAKUAN), EMPAT ORANG SAKSI FAKTA
yang memenuhi ASAS IN FLAGRANTE
DELICTO, QARINAH (indikasi, petunjuk);
Pembuktian Zina terkait dengan kedudukan
Anak Hasil Zina.
3. Fatwa MUI Tentang Kedudukan Anak Ahsil
Zina dan Pengaturan Terhadapnya
D. HUKUM merupakan Perlindungan terhadap Anak
Hasil Zina yang dibuktikan siapa Ayah
PEMBUKTIAN Biologisnya (Laki-laki Pmeilik Sperma ybs).
dalam Fatwa MUI tersebut sebagai respon atas
PUTUSAN MK NO. 46/PUU-VIII/2010:
PRAKTIK
4. PEMBUKTIAN PASAL 279 KUHP: POLIGAMI
DARI ASPEK HUKUM ISLAM yang TIDAK
MELARANG POLIGAMI, maka POLIGAMI
BUKAN PERBUATAN PIDANA sepanjang
TIDAK MELANGGAR SYARAT MUTLAK DAN
SYARAT TIDAK MUTLAK (PENGALAMAN
DIPN JAKARTA PUSAT)
5. Fatwa MUI: sumber hukum untuk memutus
perkara TRANSGENDER (ganti kelamin).
a. Ganti kelamin DILARANG dalam HUKUM
ISLAM. Hukum Materiil Larangan
D. PEMBUKTIAN Transgender digunakan FATWA MUI oleh
HAKIM di PN Depok. Akan tetapi pada Kasus
dalam PRAKTIK Lu Cinta Luna diputuskan PN Jakarta
Selatan: Dikabulkan Penjelsan Pasal 56 UU
Adminduk: Peristiwa penting lainnya. Asas
Kebebasan Hakim Diterapkan oleh masing-
maing Pengadilan.
b. Kasus Perkawinan antara Transgender
dengan Orang Natural: DILARANG karena
termasuk PERKAWINAN SEJENIS.
E. HUKUM PEMBUKTIAN
MAHKAMAH SYAR’IYAH

Qanun No. 10 Tahun 2002 Pasal 54 juncto


Qanun No. 7 Tahun 2013, Pasal 181:
• Keterangan Saki;
• Keterangan Ahli;
• Barang Bukti;
• Surat;
• Bukti elektronik;
• Pengakuan Terdakwa;
• Keterangan Terdakwa. .
• Pasal 5 ayat (1):
F. ALAT BUKTI “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
ELEKTRONIK: UU Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan
alat Bukti yang sah”.
NO. 11 TAHUN • UU NO. 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN
2008 TENTANG ATAS UUNO.11 TAHUN 2008, PENJELASAN ANGKA
2, PASAL 5 AYAT (1):
INFORMASI DAN “Bahwa keberaddan Informasi Elektronik dan/atau
TRANSAKSI Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai
alat bukti yang sah untuk memebrikan kepastian
ELEKTRONIKDIU hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektronik dan Transaksi Elektronik, terutama dalam
BAH UU NO. 19 pembuktian dan hal yang berkaitan dengan
TAHUN 2016 perbuatan hukum yang dilakukan melalui Sistem
Elektronik”.
HUKUM
PEMBUKTIAN

DALAM

QANUN NO. 7
TAHUN 2013:

HUKUM ACARA
JINAYAT
• Hukum Pembuktian pada Peradilan Syariat
Islam di Provinsi Aceh Qanun No. 10 Tahun
2002 Pasal 54 juncto Qanun No. 7 Tahun
HUKUM 2013, Pasal 181:
PEMBUKTIAN a. Keterangan Saki;
b. Keterangan Ahli;
DALAM QANUN
c. Barang Bukti;
NO. 7 TAHUN d. Surat;
2013: HUKUM e. Bukti elektronik;
ACARAJINAYAT f. Pengakuan Terdakwa;
g. Keterangan Terdakwa.
ALAT BUKTI KETARANGAN SAKSI: PASAL
182 Qanun Hukum Acara Jinayah (QHAJ)
QANUN NO. 7 TAHUN 2013

• Pasal 182 QHAJ


(1) Keterangan Saksi sebagai alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 181
ayat (1) huruf a merupakan segala hal yang Saksi nyatakan di dalam
Mahkamah.
(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa Terdakwa bersalah terhadap perbuatan yangdidakwakan
kepadanya.
ALAT BUKTI KETARANGAN SAKSI:
QHAJ ACEH QANUN NO. 7 TAHUN
2013

(3) Ketetnuan sebagaimaan dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila
disertai dengan suatu alat bukti lainnya.
(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang
sesuatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagi alat bukti
yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya dengan yang
lain sedemikian rupa sehingga dapat membenarkan adanya suatu
kejadian atau keadaan tertentu secara meyakinkan
ALAT BUKTI KETARANGAN SAKSI:
QHAJ ACEH QANUN NO. 7 TAHUN
2013

(5) Khusus pada Jarimah Zina dibuktikan dengan 4 (emapt) orang saksi yang
melihat secara lansgsung proses yang menunjukkan telah terjadi
perbuatan zina pada waktu, tempat serta orang yang sama.
(6) Saksi zina yang memebrikan keterangan palsu dapat dikenakan Jarimah
qazhaf.
(7) Pendapat atau rekaman yang diperoleh dari hasil pemikiran, bukan
merupakan Keterangan Saksi.
ALAT BUKTI KETARANGAN SAKSI:
QHAJ ACEH QANUN NO. 7 TAHUN
2013

(8) Dalam menilai keterangan seorang Saksi, Hakim harus dengan


sungguh-sungguh memperhatikan:
a. Integritas, cara hidup, kesusilaan, dan segala sesuatuyang dapat
mempengaruhi kualitas kejujuran (‘adalah) Saksi;
b. Persesuaian antara keterangan Saksi satu dengan yang lain’
c. Persesuaian antara keterangan Saksi satu dengan alat bukti lain;
ALAT BUKTI KETARANGAN SAKSI:
QHAJ ACEH QANUN NO. 7 TAHUN
2013

d. Alasan yang mungin dipergunakan oleh Saksi untuk memberi


Keterangan.
(9) Keterangan Saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan
yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu
sesuai dengan Keterangan Saksi yang disumpah dapat dipergunakan
sebagai tambahan alat bukti sah yang lainnya.
ALAT BUKTI: KETERANGAN AHLI
QANUN NO. 7 TAHUN 2013
•Pasal 183 QHAJ Aceh
(1)Keterangan Ahli sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 181 ayat (1) huruf merupakan
segala hal yang dinyatakan oleh seorang
yang mempunyai keahlian khusus di
sidang Mahkamah.
(2)Keterangan Ahli sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan di bawah sumpah.
BARANG BUKTI QANUN NO. 7 TAHUN 2013
• Pasal 184 QHAJ Aceh
(1) Barang bukti sebagaimaan dimaksud apda Pasal 181 ayat (1)
huruf c merupakan alat bukti atau sarana yang dipakai untuk
melakukan jarimah, atau yang menajdi objek jarimah, atau
hasilnya, atu bukti fisik atau material, yang didaptkan atau
ditemukan penyidik di tempat kejadian perkara atau di
tempat lain, ataupun diserhkan, atau dilaporkan
keberadaannnya oleh korban, pelapor, saksi dan/atau
tersangka atau pihak lain keapda Penyidik, yang dapat menjadi
bukti dilakukannya jarimah.
(2) Barang bukti sebagaimaan dimaksud dalam ayat (1) harus
dibuat berita acara.
ALAT BUKTI: SURAT QANUN NO. 7 TAHUN 2013
• Pasal 185 QHAJ Aceh:
(1) Surat sebagaimana dimakud dalam Pasal 181 ayat (1) huruf d,
yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah merupakan:
a. Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di
hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri,
diserai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangan itu.
ALAT BUKTI: SURAT lanjutan Pasal 185 QHAJ
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal
yang teramsuk dalam hal tatalaksana yang menajdi tanggung-
jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal
atau sesuatu keadaan; dan
c. Surat keterangan dari ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang
diminta secara resmi kepadanya.
(2) Surat lain hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain.
ALAT BUKTI ELEKTRONIK
• Pasal 186 QHAJ Aceh:
Bukti Elektronik sebagaimana dimaksud alam Pasal
181 huruf e merupakan seluruh bukti tentang
dilakukannya sebuah jarimah dan orang yang
melakukannya berupa sarana yang memakai
perangkat Elektronik atau Optik, yang dapat dibaca,
dilihat, atau diengar, baik secara langsung ataupun
melalui alat perntara.
Pasal 187 QHAJ Aceh
• (1) Pengakuan Terdakwa sebagaimana
dimaskud dalam Pasal 181 huruf f
merupakan apa yang Terdakwa nyatakan di
ALAT BUKTI: sidang atas inisiatif sendiri tenang
perbuatan yang dia lakukan, atau dia
PENGAKUAN ketahui atau dia alami sendiri.
TERDAKWA • (2) Pengakuan Terdakwa yang dilakuakn di
luar sidang dapat digunakan untuk
membantu menemukan bukti di sidang,
asalkan pengakuan itu didukung oleh
suatu alat bukti yang sah sepanjang
mengenai hal yang didakwakan keapdanya.
(3) Pengakuan Tredakwa hanya dapat
digunakan terhadap dirinya sendiri;
(4) Pengakuan Terdakwa saja tidak cukup
ALAT BUKTI: untuk membuktikan bahwa ia bersalah
melakukan perbuatan yang didakwakan
PENGAKUAN kepadanya, melainkan harus disertai
TERDAKWA dengan alat buktiyang lain, kecuali
perzinaan.
(5) Pengakuan Terdakwa bahwa
diabersalah, .... ➔
(5) Pengakuan Terdakwa bahwa dia bersalah,
diserai dengan menyerahkan benda-benda
yang digunakan sebagai alat untuk
ALAT BUKTI: melaukan jarimah, atau benda-benda
PENGAKUAN sebagai hasil melakukan jarimah, atau
TERDAKWA memberikan kompensasi kepada korban,
saksi, atau pihak lain yang telah menderita
karena jarimah yang dilakukan, dan diakui
oleh pihak yang menerima kompensasi
atau dimintai maaf, merupakan bahan
pertimbangan untuk meringankan
‘uqubat.
• Pasal 188 QHAJ Aceh
(1) Keterangan Terdakwa sebagaimana dimaskud dalam
Pasal 181 huruf g merupakan apa yang Terdakwa
nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan,
atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri, setelah
terlebih dahulu dinyatakan atau dimintakan kepadanya.
ALAT BUKTI: (2) Keterangan Terdakwa yang diberikan di luar sidang
dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di
KETERANGAN sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat
bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang
TERDAKWA didakwakan keapdanya
(3) Keterangan Terdakwa hanya dapat digunakan terhadap
dirinya sendiri;
(4) Keterangan Terdakwa saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan
yang didakwakan kepadanya, melainkan ahrus disertai
dengan alat bukti yang lain..
PROSES BERPERKARA
PADA

PERADILAN AGAMA &


MAHKAMAH SYAR’IYAH
PROSES BERPERKARA DI PERADILAN AGAMA /
MAHKAMAH SYAR’IYAH
Berperkara di Pengadilan Agama, 4.Sidang Ke-3: Replik dari
terdiri dari: Pemohon/Penggugtat;
1. Persiapan sebelum 5.Sidang Ke-4: Duplik;
Pemeriksaan Perkara; 6.Sidang Ke-5: Pembuktian;
2. Peemriksaan Perkara pada 7.Sidang Ke-6: Kesimpilan;
Sidang Pertama;
8.Sidang Ke-7:
3. Sidang Ke-2: Jawaban dari Penetapan/Putusan Hakim.
Termohon/Tergugat;
PROSES BERPERKARA

MAHKAMAH SYAR’IYAH

DALAM UU NO. 11 TAHUN 2006


TENTNAG PEMERINTAHAN ACEH
MAHKAMAH PASAL 128
SYAR’IYAH (1) Peradilan Syariat Islam di Aceh adalah bagian dari siste
peradilan nasional dalm lingkungan peradilan agama yang
UU NO. 11 dilakukan oleh Mahkamah Syar’iyah yang bebas dari
TAHUN 2006 pengaruh pihak mana pun.
TENTANG (2) Mahkamah Syar’iyah merupakan pengadilan bagi setiap
orang yang beragama Islam dan berada di Aceh,
Pemerintahan (3) Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa, mengadili,
aceh memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi
ahwal-slsyakhsiyah (hukum keluarhga), mu’amalah
(hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang
didasarkan atas syari’at Islam.
(4) Bidang ahwal-al-syakhsiyah (hukum keluarga), mu’amalah
(hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana)
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut
dalam Qanun Aceh.
PASAL 129 UU NO. 11TAHUN 2006
JINAYAH (1) Dalam hal terjadi perbuatan jinayah yang
DILAKUKAN dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
SECARA BERSAMA, bersama-sama yang di antaranya bersama
DIPERBUATAN dengan bukan Islam, pelaku yang beragama
ANTARANYA bukan Islam dapat meilih dan menundukkan
BERSAMA ORANG diri pada hukum jinayah.
BUKAN ISLAM (2) Setiap orang yang beragama bukan Islam
melakukan perbuatan jianyah yang tidak
diatur dalam KUHP atau ketentuan pidana
di luar KUHP berlaku hukum jinayah.
(3) Terhadap penduduk Aceh yang melakukan
jiayah di luar Aceh berlaku KUHP.
PENGADILAN TINGKAT PERTAMA DAN
PENGADILAN TINGKAT BANDING
PASAL 130
Mahkamah Syar’iyah sebagaimana dimaksud
pada Pasal 128 ayat (1) terdiri atas Mahkamah
Syar’iyah sebagai pengadilan tingkat pertama
dan Mahkamah Syar’iyah Aceh sebagai
mahkamah tingkat banding.
KASASI DAN PENINJAUAN KEMBALI
PASAL 131 UU NO. 11 TAHUN 2006:
(1) Terhadap Putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh dapat
dimintakan KASASI kepada Mahkamah Agung.
(2) Kasasi menyeangkut nikah, cerai, talak, dan rujuk
diselesaikan oleh Mahakamah Agung 30 hari sejak
didafarakan di kepaniteraan MA.
(3) Terhadap putusan Kasasi dapat diajukan Peninjauan
Kembali kepada MA.
(4) Perkara menegnai nikah, talak, cerai dan rujuk
diselesaikan 30 hari sejak didafarakan di kepaniteraan
MA.
HUKUM ACARA YANG BERLAKU PADA
MAHKAMAH SYAR’IYAH
PASAL 132 UU NO. 11 TAHUN 2006
(1) Hukum acara yang berlaku pada Mahkamah
Syar’iyah adalah hukum acara yang diatur
dalam Qanun Aceh.
(2) Sebelum Qanun Aceh tentang hukum acara
pada ayat (1) dibentuk ...lanjutan ...
HUKUM ACARA YANG BERLAKU PADA MAHKAMAH
SYAR’IYAH: PASAL 132 UU NO. 11 TAHUN 2006
(2) Sebelum Qanun Aceh tentang hukum acara pada ayat (1)
dibentuk:
a. Hukum acara yang berlaku pada Mahkamah Syar’iyah sepanjang
mengenai ahwal al-syakhsiyah dan muamalah adalahHukum Acara
sebagaimana yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan
peradilan agama kecuali yang diatur khusus dalam Undang-
Undang ini.
b. Hukum acara yang berlaku pada Mahkamah Syar’iyah sepanjang
mengenai jinayah adalahHukum Acara sebagaimana yang berlaku
pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali yang
diatur khusus dalam Undang-Unang ini.
PRODUK-PRODUK
PERADILAN AGAMA
“Penetapan dan Putusan Pengadilan hanya sah
dan mempunyai kekuatan hukum apabila
PASAL 60 UU diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum”.
PERADILAN Produk Hukum Peradilan Agama (Keputusan):
AGAMA 1. PUTUSAN (vonnis);
2. PENETAPAN (beschikking).
• Penjelasan Pasal 60:
“Penetapan adalah Keputusan Pengadilan atas
perkara permohonan; sedangkan Putusan adalah
Keputusan Pengadilan atas perkara gugatan
berdasarkan adanya sengketa”.
MACAM-MACAM PUTUSAN:
CONDEMNATOIR, DECLARATOIR
KONSTITUTIF
MACAM-MACAM PUTUSAN
Menurut sifatnya “amar” atau “diktum” Putusan dibagi dalam 3
macam:
1. Putusan condemnatoir” yaitu amarnya berupa “Menghukum,
dst.”. Contoh: menghukum Pemohon/Tergugat (suami) membayar
sejumlah uang kepada sebagai nafkah iddah kepada
Termohon/Penggugat (isteri).
2. Putusan “declaratoir” yaitu amar putusanyya menyatakan suatu
keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum. Misal:
penetapan seseorang anak sebagai anak angkat dari orang yang
menagngkatnya.
3. Putusan “konstitutif” yaitu mar putusan yang menciptakan suatu
keadaan baru. Misalnya: putusnya hubungan perkawinan.
PUTUSAN SELA

•Putusan Sela:
1. putusan yang dijatuhkan pada masa
proses pemeriksaan sedang berlangsung
2. putusan Sela: tidak dapat banding,
kecuali bersama-sama dengan Putusan
Akhir.
SENGKETA YURISDIKSI
SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI
• Pasal 33 UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung:
(1) Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir
semua sengketa tentang kewenangan mengadili:
a. Antara Pengadilan di Lingkungan Peradilan yang satu dengan
Pengadilan di Lingkungan Peradilan yang lain (PA-PA; PN-PN;
MS-MS;PN-PA;PN-MS);
b. Antara dua Pengadilan yang ada dalam daerah hukum
Pengadilan Tingkat Banding yang berlainan dari Peradilan yang
sama (PA-PA; PN-PN; MS-MS) di Provinsi yang berbeda;
c. ...
SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI
c. Antara dua Pengadilan Tingkat Banding di Lingkungan Peradilan
yang sama atau antara Lingkungan Peradilan yang berlainan (PTA-
PT; PTA-MSA; PT-MSA).
(2) Mahkamah Agung berwenang memutus dalam tingkat pertama
dan terakhir, semua sengketa yang timbul karena perampasan
kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia
berdaarkan peraturan yang berlaku.
SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI
• Pasal 56 UU MAHKAMAH AGUNG
(1) Mahkamah Agung memeriksa dan memutus sengketa tentang
kewenangan mengadili sebagaimana dimaksudkan Pasal 33 ayat
(1).
(2) Sengketa tentang kewenangan mengadili terjadi:
a. Jika 2 (dua) Pengadilan atau lebih menyatakan BERWENANG
MENGADILI PERKARA yang sama;
b. Jika 2 (dua) Pengadilan atau lebih menyatakan TIDAK
BERWENANG MENGADILI PERKARA yang sama.
SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI
• Pasal 64:
(1) Pemeriksaan SENGEKTA tentang KEWENANGAN MENGADILI ANTAR
PENGADILAN yang terjadi:
a. Di LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA;
b. Di lingkungan Peradilan TUN;
dilakukan menurut Pasal 57.
(2) Pemeriksaan sengketa tentang kewenangan mengadili antar Pengadilan di
Lingkungan Peradilan Militer, dilakukan menurut Pasal 58 s/d Pasal 63.
SENGKETA YURISDIKSI
PERADILAN AGAMA MAHKAMAH SYAR’IYYAH
a. Antara Pengadilan di Lingkungan a. Antara Mahkamah Syar’iyyah yang
Peradilan yang satu dengan satu dengan Pengadilan di
Pengadilan di Lingkungan Peradilan Lingkungan Peradilan yang lain
yang lain (PA – PN); (Msy – PN);
b. Antara dua Pengadilan yang ada b. Antara dua Mahkamah Syar’iyyah
dalam daerah hukum Pengadilan yang ada dalam daerah hukum
Tingkat Banding yang berlainan Pengadilan Tingkat Banding /
dari Peradilan yang sama (PA – PA); Mahkamah Syar’iyyah Aceh yang
c. Antara dua Pengadilan Tingkat berlainan dari Peradilan yang sama;
Banding di Lingkungan Peradilan (MS – MS; PN – MS; PN - PN)
yang sama atau antara Lingkungan c. Antara dua Pengadilan Tingkat
Peradilan yang berlainan (PTA – Banding di Lingkungan Peradilan
PTA; PTA –PT) yang sama atau antara Lingkungan
Peradilan yang berlainan (MSA -
PT) .
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

NO. 3 TAHUN 2017

TENTANG
PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN
BERHADAPAN DENGAN HUKUM
• Pasal 4
PEMERIKSAAN • Dalam pemeriksaan perkara, HAKIM AGAR
MEMPERTIMBANGKAN KESETARAAN GENDER dan
PERKARA (ND: NON-DISKRIMINASI, dengan mengidentifikasi fakta
TELITI & KAJI dari persidangan:
ASPEK HUKUM a. Ketidaksetaraan STATUS SOSIAL antara para
ISLAM & HAM pihak yang berperkara;
b. Ketidaksetaraan PERLINDUNGAN HUKUM yang
dlam sistem BERDAMPAK pada AKSES KEADILAN
PANCASILA) c. Diskriminasi
d. DAMPAK PSIKIS yang dialami korban
e. KETIDAK BERDAYAAN FISIK dan PSIKIS korban.
f. Relasi Kuasa yang mengakibatkan
korban/saksi tidak berdaya; dan
g. Riwayat kekerasan dari pelaku terhadap
korban/saksi
PEMERIKSAAN PERKARA (ND: TELITI & KAJI dari
ASPEK HUKUM ISLAM & HAM dlam sistem
PANCASILA)
• Pasal 5
• Dalam pemeriksaan Perempuan Berhadapan dengan Hukum,
HAKIM TIDAK BOLEH :
a. Menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang
MERENDAHKAN, MENYALAHKAN dan/atau
MENGINTIMIDASI Perempuan Berhadapan dengan Hukum
b. MEMBENARKAN TERJADINYA DISKRIMINASI Terhadap
Perempuan dengan MENGGUNAKAN KEBUDAYAAN aturan
ADAT, dan PRAKTIK TRADISIONAL LAINNYA maupun
menggunakan PENAFSIRAN AHLI yang BIAS GENDER
c. Mempertanyakan dan/atau mempertimbangkan mengenai
PENGALAMAN atau LATAR BELAKANG SEKSUALITAS
KORBAN sebagai DASAR untuk MEMBEBASAKAN PELAKU
atau MERINGANKAN HUKUMAN pelaku; dan
d. Mengeluarkan pernyataan atau pandangan yang
mengandung Stereotip Gender.
PEMERIKSAAN “Hakim dalam mengadili c. Menggali nilai-nilai
perkara Perempuan hukum, kearifan lokal
PERKARA (ND: Berhadapan dengan Hukum: dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat
TELITI & KAJI a. Mempertimbangkan
guna menjamin
Kesetaraan Gender dan
dari ASPEK Stereotip Gender dalam Kesetaraan Gender,
perlindungan yang setara
HUKUM ISLAM peraturan perundang-
undangan dan hukum dan non-diskriminasi, dan
& HAM dlam tidak tertulis d. Mempertimbangkan
penerapan konvensi dan
sistem b. Melakukan penafsiran
perjanjian-perjanjian
peraturan perundang-
PANCASILA) undangan dan/atau
internasional terkait
Keseteraan Gender yang
PASAL 6 hukum tidak tertulis yang
dapat menjamin
telah diratifikasi.”
Keseteraan Gender
PEMERIKSAAN
PERKARA: Pasal 7
• “Selama jalannya pemeriksaan
persidangan, HAKIM AGAR
MENCEGAH dan/atau MENEGUR para
pihak, penasihat hukum, penuntut
umum dan/atau kuasa hukum yang
bersikap atau membuat pernyataan
yang MERENDAHKAN,
MENYALAHKAN, MENGINTIMIDASI
dan/atau MENGGUNAKAN
PENGALAMAN atau LATAR BELAKANG
SEKSUALITAS Perempuan Berhadapan
dengan Hukum.”
PEMERIKSAAN
PERKARA: PASAL 8
1. Hakim agar menanyakan kepada perempuan
sebagai korban tentang kerugian, dampak
kasus dan kebutuhan untuk pemulihan
2. Hakim agar memberitahukan kepada korban
tentang haknya untuk melakukan
penggabungan perkara sesuai dengan Pasal 98
dalam KUHAP dan/atau gugatan biasa atau
permohonan restitusi sebagaimana diatur di
dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan
3. Dalam hal pemulihan korban atau pihak yang
dirugikan, hakim agar:
a. Konsisten dengan prinsip dan standar hak
asasi manusia
b. Bebas dari pandangan Stereotip Gender,
dan
c. Mempertimbangkan situasi dan
kepentingan korban dari kerugian yang tidak
proporsional akibat ketidaksetaraan Gender
PEMERIKSAAN
PERKARA: PASAL 9
“Apabila Perempuan Berhadapan
dengan Hukum mengalami hambatan
fisik dan psikis sehingga membutuhkan
pendampingan maka:
a. Hakim dapat menyarankan kepada
Perempuan Berhadapan dengan
Hukum untuk menghadirkan
Pendamping, dan
b. Hakim dapat mengabulkan
permintaan Perempuan Berhadapan
dengan Hukum untuk menghadirkan
Pendamping
PEMERIKSAAN
PERKARA: PASAL 10
“Hakim atas inisiatif sendiri dan/atau
permohonan para pihak, penuntut
umum, penasihat hukum, dan/atau
korban dapat memerintahkan
Perempuan Berhadapan dengan
Hukum untuk didengar
keterangannya melalui pemeriksaan
dengan komunikasi audio visual jarak
jauh di pengadilan setempat atau di
tempat lain, apabila:
PEMERIKSAAN PERKARA:
PASAL 10
a. Kondisi mental/jiwa Perempuan Berhadapan
dengan Hukum tidak sehat diakibatkan oleh
rasa takut/trauma psikis berdasarkan
penilaian dokter atau psikolog
b. Berdasarkan penilaian hakim, keselamatan
Perempuan Berhadapan dengan Hukum tidak
terjamin apabila berada di tempat umum dan
terbuka; atau
c. Berdasarkan keputusan Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),
Perempuan Berhadapan dengan Hukum
dinyatakan berada dalam program
perlindungan saksi dan/atau korban dan
menurut penilaian LPSK tidak dapat hadir di
persidangan untuk memberikan keterangan
baik karena alasan keamanan maupun karena
alasan hambatan fisik dan psikis
PEMERIKSAAN UJI MATERIIL:
PASAL 11
“Dalam hal Mahkamah Agung melakukan
pemeriksaan uji materiil yang terkait dengan
Perempuan Berhadapan dengan Hukum, agar
mempertimbangkan:
a. Prinsip hak asasi manusia
b. Kepentingan terbaik dan pemulihan
Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
c. Konvensi dan/atau perjanjian internasional
terkait Kesetaraan Gender yang telah
diratifikas
d. Relasi Kuasa serta setiap pandangan Stereotip
Gender yang ada dalam peraturan perundang-
undangan, dan
e. Analisis Gender secara komprehensif
Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum dan
Jasa Hukum menurut
UU No. 18 Tahun 2003 tentang ADVOKAT
UU NO. 16 TAHUN 2011 tentang BANTUAN
HUKUM JUNCTO PERATURAN MENETRI HUKUM
DAN HAM RI NO.1 Tahun 2018 tentnag
PARALEGAL DALAM PEMBERIAN BANTUAN
HUKUM
dan
UU Peradilan Agama.
HOORARIUM
PASAL 24 UU NO. 18 TAHUN 2003
(1) Avokat berhak menerima honorarium atas jasa Hukum yang telah
diberikan kepadanya Kliennya.
(2) Besarnya Honoraroum atas Jasa Hukum sebagaimana dumaksud pada ayat
(1) ditetapkan berdasarkan PERETUJUAN kedua belah pihak.
ALHAMDULILLAHI RABBIL
‘ALAMIN
Wassalamu ‘alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh

You might also like