You are on page 1of 18

MAKALAH

KONSEP SYIRIK DALAM PERSPEKTIF ASWAJA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Aswaja
Dosen pengampu: Ulvia Fatkurin Fuad, M.Pd.

Disusun Oleh:

1. Achmad Daroini (20229001002)


2. Nurul Labib I’ndal Maula (20229001025)
3. Naila Durrotun Nafisah (20229001039)

PRODI MENEJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM KH.MUHAMMAD ALI SHODIQ

(STAIMAS)

NGUNUT – TULUNGAGUNG

MEI 2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas makalah mata kuliah ‘’ASWAJA’’ dengan judul
“KONSEP SYIRIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM’’.

Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak, terutama kepada Ibu Ulvia Fatkurin Fuad, M.Pd. Selaku dosen
pengampu saya yang telah memerikan bimbingan serta masukan-masukan dalam
pembuatan makalah ini. Serta teman-teman yang ikut membantu dan memberikan
semangat hingga saya bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini juah dari sempurna. Oleh
karna itu, saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yg
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya saya berharap semoga makalah ini
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Tulungagung, 13 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3

A. Pengertian syirik ............................................................................................. 3

B. Pembagian syirik ............................................................................................ 5

C. Bentuk-bentuk syirik ...................................................................................... 9

D. Bahaya syirik ................................................................................................ 11

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ................................................................................................... 14

B. Saran ............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ada tiga sebab fundamental munculnya perilaku syirik, yaitu al-jahlu
(kebodohan), dhaiful iman (lemahnya iman), dan taqlid (ikut-ikutan secara membabi-
buta). Al-jahlu sebab pertama perbuatan syirik. Karenanya masyarakat sebelum datangnya
Islam disebut dengan masyarakat jahiliyah. Sebab, mereka tidak tahu mana yang benar
dan mana yang salah. Dalam kondisi yang penuh dengan kebodohan itu, orang-orang
cenderung berbuat syirik. Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan
kecenderungan berbuat syirik semakin kuat. Dan biasanya di tengah masyarakat jahiliyah
para dukun selalu menjadi rujukan utama. Mengapa? Sebab mereka bodoh, dan dengan
kobodohannya mereka tidak tahu bagaimana seharusnya mengatasi berbagai persoalan
yang mereka hadapi Ujung-ujungnya para dukun sebagai narasumber yang sangat mereka
agungkan.

Penyebab kedua perbuatan syirik adalah dhaiful iman (lemahnya iman). Seorang
yang imannya lemah cenderung berbuat maksiat. Sebab, rasa takut kepada Allah tidak
kuat. Lemahnya rasa takut kepada Allah ini akan dimanfaatkan oleh hawa nafsu untuk
menguasai diri seseorang. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya, maka tidak
mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik seperti memohon kepada
pohonan besar karena ingin segera kaya, datang ke kuburan para wali untuk minta
pertolongan agar ia dipilih jadi presiden, atau selalu merujuk kepada para dukun supaya
penampilannya tetap memikat hati orang banyak. Sebab yang ketiga yaitu Taqlid. Al-
Qur’an selalu menggambarkan bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah selalu
memberi alasan mereka melakukan itu karena mengikuti jejak nenek moyang mereka.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian syirik?
2. Apa saja pembagian syirik?
3. Apa saja bentuk syirik?
4. Apa saja bahaya syirik?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian syirik
2. Untuk mengetahui pembagian syirik
3. Untuk mengetahui bentuk syirik
4. Untuk mengetahui bahaya dari syirik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian syirik
Menurut Ibnu Manzur, kata syirik berasal dari kalimat fi’il madhi yaitu syaraka,
yang bermakna ‘‫ ’مخالطة الشريكين‬bersekutu dua orang misalnya seseorang berkata ‘‫’أشرك بالل‬
artinya bahwa dia sederajat dengan Allah SWT.1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia syirik berarti penyekutuan Allah SWT
dengan yang lain. Misalnya pengakuan kemampuan ilmu daripada kemampuan dan
kekuatan Allah SWT, peribadatan selain kepada Allah SWT dengan menyembah patung,
tempat-tempat keramat dan kuburan, dan kepercayaan terhadap keampuhan peninggalan-
peninggalan nenek moyang, yang diyakini menentukan dan mempengaruhi jalan
kehidupan.2 Manakala pengertian lain bagi “sekutu” adalah peserta, rekanan, atau kawan
yang ikut berserikat. Menyekutukan berarti menjadikan atau menganggap sesuatu sebagai
sekutu.3

Menurut Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijiri, Syirik adalah


menyukutukan Allah SWTdalam rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, asma’ (nama-nama)
dan sifat-Nya, atau salah satunya. Jika seorang hamba meyakini bahwa ada sang Pencipta
atau sang Penolong selain Allah SWT, maka ia telah musyirik. Jika ia berkeyakinan
bahwa ada Tuhan selain Allah SWT yang berhak untuk disembah, maka ia telah musyirik.
Dan jika ia berkeyakinan bahwa ada yang menyerupai Allah SWT dalam asma’ (nama)
dan sifat-Nya, maka ia telah musyirik.4

Suku-suku Arab yang telah punah, seperti suku ‘Adalah dan Thamud, umat Nabi
Hud dan Nabi Saleh penghuni daerah Madyan dan Saba, serta umat Nabi Syu’ib dan Nabi
Sulaiman, mereka ini hidup di antara para penyembah berhala atau matahari. Bangsa Arab

1
Ibnu Manzur, Lisanul ‘Arabi, Jilid 4, (t.t.: Darul Ma’arif, t.t.), hlm. 2248-2249.
2
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 984.
3
Ibid, hlm. 894.
4
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, (Jakarta: Darus
Sunnah, 2013), hlm. 75.
3
dari keterunan Nabi Ismail, untuk masa-masa tertentu, adalah kaum yang bertauhid dan
mengikuti ajaran-ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail a.s, akan tetapi lama-kelamaan
akibat pergaulan dengan suku-suku penyembah berhala dalam masyarakat Arab jahiliah,
secara beransur-ansur timbul pula kepercayaan keberhalaan sebagai ganti akidah tauhid.5

Disamping itu, beberapa peneliti berpendapat bahwa keberhalaan tumbuh akibat


penghormatan dan takzim berlebih-lebihan serta keinginan untuk mengabadikan kenangan
terhadap tokoh-tokoh besar. Setiap kali seorang tokoh besar meninggal dunia, mereka
memahat patung untuk menghidupkan kenangan kepadanya dan mengabadikan
penghormatan kepadanya dalam diri mereka. Namun dengan berlalunya masa dan
bergantinya generasi demi generasi, patung-patung ini pada akhirnya berubah menjadi
sesembahan, kendati pun pada mulanya tak ada kepercayaan seperti itu yang menyertai
pembuatannya dahulu.6

Untuk menolak kepercayaan keberhalaan ini, Hamka memberikan dua hujjah,


karena suatu ibadah hendaklah ada alasan dan dalilnya. Menurut beliau Pertama, dalil
dengan mempergunakan akal, berhala yang dibikin dengan tangan sendiri dianggap
mempunyai kekuasaan seperti Tuhan dan disembah seperti menyembah Tuhan. Alangkah
jauhnya dari akal sehat, jika manusia membuat sesuatu dengan tangannya sendiri, lalu
barang yang dibuatnya dengan tangan sendiri disembah-sembahnya, karena dipercayai
bahwa barang itulah yang memberikan perlindungan kepadanya.

Kedua, dalil bukti, yang disebutkan data dan fakta untuk mengetahui sumber dari
kepercayaan yang karut itu. Kalau itu dikatakan agama, tunjukkanlah mana kitabnya yang
diturunkan Allah SWT, seumpama Taurat, Injil, Zabur, dan al-Qur’an. Semuanya itu tidak
ada. Hamka memberikan gambaran bahwa ajaran kebatinan merupakan karut marut dan
kacau balaunya fikiran manusia. Hamka menilai bahwa manusia yang mempraktekkan
ajaran kebatinan itu telah melakukan tipu daya yang cukup besar karena mengklaim
dirinya telah menerima wangsit atau pesan dari yang gaib seperti halnya wahyu atau ilmu

5
Ja’far Subhani, Studi Kritis Faham Wahabi Tauhid dan Syirik, Terj. Muhammad al-Baqir, Cet. IV,
(Bandung: Penerbit Mizan, 1992), hlm. 32-33.
6
Ibid., hlm. 34.
4
ladunni yang dimiliki oleh para ahli tasawuf, padahal kemudian terbukti bahwa wangsit
itu diterimanya dari syaitan.7

B. Pembagian syirik
Syirik adalah perbuatan, anggapan atau i’tikad yang menyekutukan Allah SWT
dengan yang lain, seakan-akan ada yang maha kuasa di samping Allah SWT. Syirik dapat
dipahami dari berbagai seginya. Dalam surah an-Nisa ayat 48, Hamka menjelaskan bahwa
pembagian syirik dibagikan kepada enam macam, yaitu:

1. Syirik al-Istiqlal, yaitu menetapkan pendirian bahwa Tuhan itu ada dua dan
keduanya bebas bertindak sendiri-sendiri. Seperti syiriknya orang majusi
(penyembah api). Menurut mereka Tuhan itu dua, pertama Ahuramazda, Tuhan dari
segala kebaikan dan Ahriman, Tuhan dari segala kejahatan.
2. Syirik at-Tab’id, yaitu menyusun Tuhan terdiri dari beberapa Tuhan, sebagai
syiriknya orang Nasrani.
3. Syirik at-Taqrib, yaitu beribadat, memuja kepada yang selain Allah SWT untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana syiriknya orang Jahiliah zaman
dahulu.
4. Syirik at-Taqlid, yaitu memuja, beribadat kepada yang selain Allah SWT karena
taqlid (turut-turutan) kepada orang lain.
5. Syirik al-Asbab, yaitu menyandarkan pengaruh kepada sebab-sebab yang biasa,
sebagaimana syiriknya orang-orang ahli filsafat dan penganut paham naturalis.
Mereka berkata bahwa segala kejadian alam ini tidak ada sangkut-pautnya dengan
Tuhan, meskipun Tuhan itu ada. Melainkan adalah sebab-akibat daripada alam itu
sendiri.
6. Syirik al-Aghrad, yaitu beramal bukan karena Allah SWT.

Empat yang pertama di atas, hukumnya ialah kufur menurut ijma’ulama. Hukum
yang keenam ialah maksiat (durhaka) bukan kafir, menurut ijma’. Adapun hukum syirik
yang kelima mengkehendaki penjelasan.

7
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz. XXII, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998), hlm. 263.
5
Barangsiapa yang berkata bahwa sebab-sebab yang biasa itulah yang memberi
bekas menurut tabi’atnya, tidak ada sangkut-paut dengan Allah SWT kafirlah hukumnya.
Dan barangsiapa yang berkata bahwa alam itu memberi bekas karena Tuhan Allah SWT
telah memberikan kekuatan atasnya, orang itu fasiq.8 Dari keenam pembagian syirik
tersebut, penulis dapati bahwa lima yang pertama di atas tergolong syirik besar, serta yang
keenam adalah syirik kecil dan boleh berubah kepada syirik besar jika keyakinannya
sungguh- sungguh bukan karena Allah SWT. Pembagian syirik secara kuantitas, dapat
dibahagi tiga, yaitu:

a. Syirik Uluhiyyah, yaitu menyekutukan Allah SWT dalam arti meyakini adanya
Tuhan lain selain Dia, sebagai pencipta alam semesta.
b. Syirik Rububiyyah, yaitu menyekutukan Allah SWT dalam arti meyakini adanya
Tuhan lain selain Dia, sebagai pemelihara dan pengatur alam semesta.
c. Syirik ‘Ubudiyyah, yaitu menyekutukan Allah SWT dalam arti meyakini adanya
Tuhan lain selain Dia, sebagai yang disembah. Dengan kata lain, seseorang
menyembah Allah SWT sekaligus menyembah tuhan-tuhan lain.9

Selanjutnya, secara kualitas syirik dapat dibagi dua, yaitu:

1) Syirik besar (al-Syirk al-Akbar), yaitu meyakini adanya Tuhan selain Allah SWT.
Disebut syirik besar karena menyekutukan Tuhan secara keseluruhan. Begitu
besarnya, sehingga dosa pelaku syirik ini tidak diampuni Allah. Secara teologis
tidak semua orang musyrik disamakan dengan kafir, karena di antara mereka ada
yang tetap percaya kepada Allah SWT, tidak sama dengan orang kafir yang
sebenarnya. Namun, karena dosa-dosanya tidak diampuni Tuhan, maka di akhirat
ia akan masuk neraka.
2) Syirik kecil (al-Syirk al-Asqhar), yaitu melakukan sembahan bukan karena Allah
SWT, tetapi karena manusia. Misalnya, seseorang melaksanakan shalat bukan
karena Tuhan, tetapi karena manusia, agar disebut alim. Dalam Islam syirik bentuk

8
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz V, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 99.
9
Syahrin Harahap dan Hasan Bakti Nasution, Ensiklopedi Aqidah Islam, Cet. II, (Jakarta : Prenada Media,
2009 ), hlm. 584-585.
6
ini disebut juga dengan riya. Disebut syirik kecil karena menyekutukan Tuhan
hanya dalam beribadah.10

Dalam kehidupan modern kedua jenis syirik di atas sering dijumpai. Banyak orang
yang menyekutukan Tuhan, menganggap Tuhan dua atau banyak, atau menganggap uang
dan jabatan sebagai Tuhan lain bersama Tuhan, sehingga apa pun dikorbankan untuk
memperolehnya. Hal yang sama juga terjadi dalam syirik kecil. Misalnya, banyak orang
melakukan kebaikan hanya karena manusia, untuk memperoleh sanjungan, kehormatan
atau jabatan. Orang bersedekah kepada fakir miskin agar disebut dermawan, sehingga
mendapat dukungan untuk jabatan tertentu, dan sebagainya.

Kedua jenis syirik di atas harus dihindari, karena dapat merusak keimanan
seseorang. Bagaimanapun banyaknya kebaikan yang dilakukan seseorang, ia akan lansung
dipengaruhi oleh kedua jenis syirik di atas masih bersarang dalam hatinya. Bahkan syirik
dapat merusak dunia. Firman Allah SWT:

“Kalau ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan yang lain dari Allah SWT, nescaya
rosaklah pentadbiran kedua-duanya. Maka (bertauhidlah kamu kepada Allah SWT dengan
menegaskan): Maha suci Allah SWT, Tuhan Yang mempunmereka sifatkan.” (Qs. al-
Anbiya’: 22)
Mengenai bahaya syirik ini menurut HAMKA “Mempersekutukan Tuhan adalah
aniaya yang besar, yaitu aniaya diri sendiri, aniaya yang besarseseorang terhadap dirinya
kalau ia mengakui adanya Tuhan selain Allah SWT, sebab jiwa manusia adalah mulia.
Tuhan mengajarkan untuk membersihkan jiwa tersebut. Manusia dijadikan sebagai
khalifah di bumi. Sebab itu, manusia harus mengabdi kepada Allah SWT dan berhubung
lansung dengan-Nya.11

Adapun perbedaan di antara syirik besar syirik kecil dapat diringkaskan


sebagaimana berikut:

a) Bahwa sesungguhnya syirik besar (akbar), pelakunya tidak diampuni Allah SWT,
kecuali dengan bertaubat. Sedangkan (pelaku) syirik kecil (ashghar) berada dibawah
kehendak Allah SWT, (kalau Dia kehendaki diampuni-Nya).
10
Ibid, hlm. 585-586.
11
Ibid, hlm. 586.
7
b) Syirik besar dapat menggugurkan (menghapus) semua amalan, sedang syirik kecil
tidak membatalkan kecuali amalan yang secara lansung dicampurinya.
c) Sesungguhnya Syirik besar itu mengeluarkan pelakunya dari agama Islam,
sedangkan syirik kecil tidaklah demikian.
d) Pelaku syirik besar kekal abadi di dalam neraka dan diharamkan kepadanya surga,
sedangkan (pelaku) syirik kecil, pelakunya seperti (pelaku) dosa-dosa yang lain
(tergantung kehendak Allah SWT).12

Secara realitas pula, syirik terbagi kepada dua macam, yaitu:

1. Syirk Zhahir (syirik nyata), yaitu dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam
bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan selain Nama Allah SWT. Sumpah
adalah salah satu bentuk pengagungan yang hanya sesuai untuk Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya :“Barang siapa bersumpah dengan selain Nama Allah SWT, maka ia telah
berbuat kufur atau syirik”13
2. Syirik dan kufur yang dimaksudkan di sini adalah syirik dan kufur kecil. Adapun
contoh syirik dalam perbuatan, seperti memakai gelang, benang, dan sejenisnya
sebagai pengusir atau penangkal marabahaya. Seperti menggantungkan jimat
(tamimah14) karena takut dari ‘ain (mata jahat) atau lainnya, akan tetapi jika
seseorang meyakini bahwa kalung benang atau jimat itu sebagai penyebab untuk
menolak marabahaya dan menghilangkannya, maka perbuatan ini adalah syirik
ashghar, karena Allah SWT tidak menjadikan sebab-sebab (hilangnya marabahaya)
dengan hal-hal tersebut. Adapun jika ia berkeyakinan bahwa dengan memakai
gelang, kalung atau yang lainnya dapat menolak atau mengusir marabahaya, maka
perbuatan ini adalah syirik akbar (syirik besar), karena ia menggantungkan diri
kepada selain Allah SWT.

12
Dasman Yahya Ma’aly, Landasan-Landasan Iman Di bawah Cahaya Al-Qur’an dan Sunnah, (Madinah:
Komplek Percetakan al-Qur’an Raja Fahd, 1425H), hlm. 116-117.
13
HR. at-Tirmizi (no. 1535) dan al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad (II/34, 69, 86) dari ‘Abdullah bin ‘Umar.
Al-Hakim berkata : “Hadits ini shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
Lihat juga Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2042).
14
Tamimah adalah sejenis jimat yang biasanya dikalungkan di leher anak-anak.
8
3. Syirk Khafi (syirik tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti
riya’ (ingin dipuji orang) dan sum’ah (ingin didengar orang), dan lainnya. Seperti
melakukan suatu amal tertentu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, tetapi ia
ingin mendapatkan pujian manusia, misalnya dengan memperbagus shalatnya
(karena dilihat orang) atau bershadaqah agar dipuji dan memperindah suaranya
dalam membaca (al-Qur’an) agar didengar orang lain sehingga mereka menyanjung
atau memujinya.15

C. Bentuk-bentuk syirik
Bentuk dan ragam syirik berbeda-beda dari masa ke masa, dan disuatu tempat
dengan tempat yang lainnya. Kalau kita tengok sejarah, maka akan ditemukan beraneka
ragam syirik yang dilakukan oleh beberapa kaum terdahulu. Misalnya, bentuk syirik yang
dilakukan kaum Nabi Nuh AS adalah menyembah Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan
Nasr. Mereka adalah orang orang shalih sebelum zaman Nabi Nuh AS. Ketika mereka
wafat, setan membisikkan kepada orang-orang pada zaman itu supaya membuat gambar-
gambar dan patung mereka.

Sementara itu, bentuk syirik yang dilakukan oleh Bani Israil adalah menyembah
anak sapi. Bentuk kemusyrikan kaum Nasrani adalah menuhankan Nabi Isa a.s. Orang-
orang Majusi melakukan kesyirikan dalam bentuk menyembah api. Sedangkan Arab
Jahiliah melakukan kemusyrikan dalam bentuk mengambil pemberi syafaat dari selain
Allah SWT. Kaum Jahiliah memang percaya kepada adanya Allah SWT, namun mereka
mengambil patung-patung sebagai perantar (sekutu) dari Allah SWT. Dan Dzat Allah
SWT tidak boleh diserupakan atau dipersekutukan dengan sesuatu apa pun.

Karena itulah sangat penting bagi seorang mukmin untuk tahu apa hakikat
kesyirikan itu sehingga bisa sepenuhnya menjauhi semua jenisnya. Imam as-Sanusi (895
H), seorang teolog pembaharu dalam mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah dalam kitabnya
menukil keterangan Syekh Ibnu Dihaq (611 H), seorang teolog ternama di abad ketujuh
hijriah. mendefinisikan syirik sebagai:

15
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Cet. 10, (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2012), hlm. 179-182.
9
‫إضافة الفعل لغير هللا سبحانه وتعالى‬

“Menyandarkan perbuatan [secara mandiri] pada selain Allah Yang Maha Suci
dan Maha Tinggi”. (as-Sanusi, Syarh ‘Aqîdati Ahli at-Tauhîd al-Kubrâ, 91)

Maksudnya adalah menganggap ada perbuatan yang secara mandiri dilakukan oleh
selain Allah dan berefek tanpa ada campur tangan Allah sedikit pun sehingga secara
penuh perbuatan itu disandarkan kepadanya. Ibnu Dihaq kemudian memperinci bentuk-
bentuk syirik tersebut mencakup tiga kategori sebagaimana berikut:

Pertama, menyandarkan perbuatan pada bintang-bintang dan bahwasanya bintang-


bintang itu berpengaruh pada alam yang di bawahnya; tumbuhan, hewan atau segala
materi. Pada masa ini, keyakinan semacam ini ada dalam ilmu zodiak dan astrologi.

Kedua, menyandarkan perbuatan pada benda-benda dan bahwasanya perbuatan itu


berikut efeknya adalah sebuah kewajiban yang pasti terjadi dan tak ada kaitannya dengan
kehendak Allah. Misalnya, meyakini bahwa api bisa membakar secara mandiri, makanan
bisa mengeyangkan secara mandiri, pisau bisa melukai secara mandiri dan seterusnya
yang berkaitan dengan sunnatullah (hukum alam). Mandiri di sini maksudnya tanpa
terkait kehendak Allah. Di bagian ini banyak orang awam yang melakukan kesalahan
fatal. Bila misalnya diyakini bahwa api dapat membakar sesuatu dengan sendirinya tanpa
sedikit pun kuasa dan kehendak Allah dalam proses itu, maka dia dianggap kafir. Namun
bila diyakini bahwa api dapat membakar dengan kekuatan membakar yang diberikan oleh
Allah pada api itu, maka ini keyakinan yang tidak kufur tetapi bid’ah. Yang tepat adalah
meyakini bahwa perbuatan benda beserta efeknya seluruhnya terjadi atas kehendak dan
kekuasaan Allah. Kapan pun Allah berkehendak, Ia bisa membuat prosesnya terjadi di
luar kebiasaan seperti dalam kisah Nabi Ibrahim yang tak terbakar api dan kisah mukjizat
para Nabi lain yang menyelisihi hukum alam. Karena itulah, hukum alam dalam tradisi
Islam disebut sebagai sunnatullah yang berarti sekadar kebiasaan Allah menerapkan
aturan itu. Bila Allah berkehendak lain, maka sunnatullah itu tak akan terjadi.

Ketiga, menyandarkan perbuatan pada kehendak bebas manusia yang diberikan


kekuasaan oleh Allah. Dalam pandangan ini, manusia seperti robot yang beroperasi

10
dengan tenaga baterai dan bergerak sendiri dengan kecerdasan buatan tanpa ada kontrol
lagi dari pembuatnya. Ini adalah akidah Muktazilah di masa lalu dan tanpa sengaja banyak
diikuti orang awam di masa kini. Pandangan ini meniscayakan Allah tak tahu apa yang
akan terjadi di masa depan bila seorang manusia dengan kehendak bebasnya belum
menentukan pilihan. Juga meniscayakan bahwa manusia sepenuhnya dapat memberi
manfaat dan kerusakan secara mandiri tanpa bergantung pada kehendak Allah. Padahal,
dalam keyakinan Ahlusunnah wal Jama’ah tak ada perbuatan yang bisa terjadi kecuali
dengan izin Allah, termasuk perbuatan manusia dengan kehendak bebasnya. Bila Allah
berkehendak terjadi kejadian A, maka manusia tak mungkin mengubahnya menjadi B
meskipun berupaya sangat keras.

Itulah tiga jenis kesyirikan yang bisa saja terjadi tanpa disadari oleh masyarakat.
Untuk lepas dari syirik ini, maka harus diyakini bahwa tak ada satu pun manfaat,
kerusakan dan efek apa pun yang terjadi di dunia ini tanpa disertai kehendak dan
perbuatan Allah untuk mewujudkannya. Bila berobat ke dokter, maka harus diingat bahwa
bukan dokter atau obat yang memberi kesembuhan tetapi Allah. Bila berusaha lalu
hasilnya berhasil atau gagal, maka harus diingat bahwa di sana juga ada kehendak Allah
untuk membuatnya berhasil atau gagal. Demikian seterusnya untuk seluruh hal lain
sehingga semua hal selalu terikat dengan Allah.

D. Bahaya syirik
Syirik kepada Allah Swt merupakan kedzaliman yang sangat besar. Hal ini karena
seseorang yang berbuat syirik berarti telah menodai hak prioritas Allah Swt atas hamba-
Nya, yaitu mentauhidkan Allah Swt dengan tidak menyekutukan-Nya.16 Tauhid
merupakan puncak dari segala keadilan, tauhid adalah ajaran atau pengakuan ketuhanan
yang Maha Esa dan mewajibkan menghambakan diri (beribadah kepada-Nya).17
sedangkan syirik merupakan puncak kedzaliman. Berbuat syirik berarti telah
merendahkan tuhan semesta alam, ingkar ketaatan kepada-Nya, memalingkan hak-Nya
kepada yang lain dan menggantikan tempatNya untuk yang lain. orang yang meninggal
16
Zainal Arifin Djamaris, Islam Aqidah dan Syari’ah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet. 1,
hlm. 275
17
Agus Hasan Bashori, Korelasi Total Buku Fikih Lintas Agama, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004), cet.
2, hlm. 172.
11
dunia dalam keadaan musyrik, maka Allah Swt tidak akan mengampuninya. Allah Swt
berfirma nyang Artinya:

”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa
yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS.An-
Nisā (4):48).
Perbuatan syirik akan merontokkan dan menyapu bersih seluruh amal kebajikan.
Dalam ungkapan Al-Qur’an, segenap perbuatan baik manusia akan menjadi sia-sia belaka.
Tidak jarang terjadi suatu kekeliruan kecil yang dilakukan dalam kehidupan sanggup
meruntuhkan dan menghancurkan berbagai usaha yang dibangun manusia dengan susah
payah. Berbuat syirik kepada Allah Swt laksana meminum racun, karena sanggup
memporak porandakan seluruh perbuatan baik yang telah dibangun sepanjang hayat.

Adapun dampak-dampak dari perbuatan syirik ialah sebagai berikut:

1. Dampak terhadap Jiwa Salah satu penyebab terguncangnya jiwa seseorang adalah
perasaan tidak mampu untuk menjadikan seluruh masyarakat rela dan suka terhadap
dirinya. Suatu entitas masyarakat terdiri dari berbagai individu yang jumlahnya cukup
banyak. Masing-masing darinya tentu memiliki keinginan, kebutuhan, dan tuntutan
yang berbeda satu sama lain.
2. Depresi Seseorang yang hidup dalam lingkaran ketauhidan dan segenap usaha serta
aktivitasnya semata-mata ditujukan kepada Allah Swt, mustahil mengalami depresi
dari berbagai gangguan jiwa. Segenap hasil dan upaya seseorang yang melangkahkan
kakinya demi Allah Swt akan dibeli Allah Swt. Allah Swt mendengar
pembicaraannya dan menyaksikan perbuatannya. Dan dirinya tidak terbelenggu dan
tidak bergantung kepada Allah Swt. Sikap putus asa (frustasi) terhadap suatu usaha
merupakan penyebab utama terjadinya depresi. Sikap putus asa jelas-jelas berada
diluar lingkaran ketauhidan.
3. Dampak terhadap Masyarakat Kehidupan masyarakat, tauhid i(meyakini ketauhidan)
segenap kepentingan dan undang-undang yang diberlakukan seyogyanya berada
dalam satu koridor. Hukum, undang-undang, dan peraturan hanyalah tunggal
bersumber dari hukum Allah Swt, sementara seluruh komponen masyarakat tunduk di
bawah pemelihara yang tunggal saja. Adapun kehidupan masyarakat musyrik tidak
12
hanya berlangsung di bawah satu bentuk undang-undang. Mereka hidup dan
menciptakan ratusan undang-undang.
4. Akibat Ukhrawi Buah kesyirikan yang akan dipetik diakherat kelak adalah kehinaan
dan siksa neraka. Sebagaimana Allah Swt berfirman:

Artinya: ”Itulah sebagian Hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. dan


janganlah kamu Mengadakan Tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan
kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam Keadaan tercela lagi dijauhkan (dari
rahmat Allah).” (QS.al- Isrā’’(17) : 39)
5. Suka Pamer Rasulullah Saw bersabda: segala bentuk riya’ adalah syirik.
sesungguhnya syirik dan riya membatalkan dan menafikan keikhlasan. Karena
seseorang tidak memaksudkan perbuatan dan perkataannya untuk mendapat
keridhahan Allah Swt, tetapi untuk mendapat ridha selain Allah Swt, yaitu manusia.

Suka pamer tergolong bentuk kesyirikan yang paling halus dan sulit untuk
dideteksi. Kehalusannya diibaratkan dengan seekor semut yang merayap di atas batu
berwarna hitam legam dimalam yang gelap gulita. Oleh karena itu, jelas teramat sulit
untuk membebaskan diri dari kesyirikan semacam ini. Semua itu baru berhasil apabila
pengidapnya berusaha mati-matian menjaga dirinya dan terus menerus meminta
pertolongan Ilahi. Sebagaimana Allah Swt berfirman:

Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang
menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin. Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al-
Mā’ūn (107): 1-7)

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata syirik terulang sebanyak 162 kali dalam al-Qur’an. Dari sekian banyak ayat
yang berbicara tentang syirik, penulis batasi penelitian ini hanya pada 22 ayat dari 18
surah. Syirik terbagi dua yaitu : Syirik Kubra dan syirik sughra.
Berdasarkan pada analisa yang telah penulis lakukan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu :
1. Semua dosa dapat diampunkan kecuali syirik karena syirik termasuk dalam kategori
dosa-dosa besar.
2. Segala perbuatan yang berunsurkan syirik, pahala yang ada pada pelaku tersebut akan
terhapus dan sekiranya pelaku terus melakukannya, ia akan mendapat laknat Allah
SWT. Perbuatan yang dilakukan dianggap menzhalimi Allah SWT dan menzhalimi
dirinya sendiri karena telah melanggar hak Allah SWT dan melakukan laranganNya.
3. Syirik kebiasaannya berlaku disebabkan kurang tahu atau jahil terhadap ilmu agama
Islam. Namun begitu ada yang menyatakan mereka melakukan hal sedemikian karena
mengikuti atau meneruskan kebiasaan nenek moyang mereka.

B. Saran
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karna
itu, saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bashori, Agus Hasan. Korelasi Total Buku Fikih Lintas Agama. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2004.
Djamaris, Zainal Arifin. Islam Aqidah dan Syari’ah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Hamka. Tafsir al-Azhar. Juz V. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
Hamka.Tafsir al-Azhar. Juz. XXII. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998.
Harahap, Syahrin dan Hasan Bakti Nasution. Ensiklopedi Aqidah Islam. Cet. II. Jakarta: Prenada
Media, 2009.
Ma’aly, Dasman Yahya. Landasan-Landasan Iman Di bawah Cahaya Al-Qur’an dan Sunnah.
Madinah: Komplek Percetakan al-Qur’an Raja Fahd, 1425H.
Manzur, Ibnu. Lisanul ‘Arabi. Jilid 4. t.t.: Darul Ma’arif, t.t.
Subhani, Ja’far. Studi Kritis Faham Wahabi Tauhid dan Syirik. Terj. Muhammad al-Baqir. Cet.
IV. Bandung: Penerbit Mizan.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijiri. Ensiklopedi Islam Al-Kamil. Jakarta:
Darus Sunnah, 2013.
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta : Balai Pustaka, 1990.
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Cet. 10. Bogor:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2012.

15

You might also like