Bahan Bacaan

You might also like

You are on page 1of 39

Bab 4

Bagaimana Kita Dapat Merencanakan


Pendidikan Inklusif?

4. 1. Faktor-faktor Penentu Utama Keberhasilan dan


Keberlangsungan Pendidikan Inklusif
Dalam merencanakan pendidikan inklusif , t idak cukup dengan
memahami konsepnya saj a. Sebuah rencana j uga harus realist is dan
t epat . Dalam bab ini akan disaj ikan panduan unt uk memast ikan
bahwa pendidikan inklusif dapat diprakt ekkan dalam berbagai
budaya dan kont eks. Pengalaman pendidikan inklusif yang sukses
menunj ukkan bahwa ada 3 f akt or penent u ut ama yang perlu
diperhat ikan agar implement asi pendidikan inklusif bert ahan lama:
a) Adanya kerangka yang kuat – rangka: Pendidikan inklusif perlu
didukung oleh kerangka nilai-nilai, keyakinan, prinsip-prinsip, dan
indikat or keberhasilan. Ini akan berkembang seiring dengan
implement asinya dan t idak harus ‘ disempurnakan’ sebelumnya.
Tet api j ika pihak-pihak yang t erl ibat mempunyai konf lik nilai-nilai
dll. , dan j ika konf lik t ersebut t idak diselesaikan dan disadari, maka
pendidikan inklusif akan mudah ambruk.
b) Implementasi berdasarkan budaya dan konteks lokal -
‘ dagingnya’ : Pendidikan inklusif bukan merupakan suat u cet ak biru.
Sat u kesalahan ut ama adal ah asumsi bahwa solusi yang diekspor dari
suat u budaya/ kont eks dapat mengat asi permasalahan dalam
budaya/ kont eks lain yang sama sekali berbeda. Lagi-lagi, berbagai
pengalaman menunj ukkan bahwa solusi harus dikembangkan secara
lokal dengan memanf aat kan sumber-sumber daya lokal; j ika t idak,
solusi t ersebut t idak akan bert ahan lama.
c) Partisipasi yang berkesinambungan dan refleksi diri yang kritis
– “ darah kehidupannya” : Pendidikan inklusif t idak akan berhasil
j ika hanya merupakan st rukt ur yang mat i. pendidikan inklusif
merupakan proses yang dinamis, dan agar pendidikan inklusif t erus
hidup, diperlukan adanya monit oring part isipat ori yang
berkesinambungan, yang melibat kan SEMUA st akeholder dalam
ref leksi diri yang krit is. Sat u prinsip int i dari pendidikan inklusif

53
adalah harus t angap t erhadap keberagaman secara f leksibel, yang
senant iasa berubah dan t idak dapat diprediksi. Jadi, pendidikan
inklusif harus t et ap hidup dan mengalir.
Secara bersama-sama, ket iga f akt or penent u ut ama t ersebut
(rangka, daging dan darah) membernt uk organisme hidup yang kuat ,
yang dapat beradapt asi dan t umbuh dalam budaya dan kont eks
lokal.

4. 2. Mengembangkan Kerangka yang Kuat


Pengembangan kerangka yang kuat merupakan komponen ut ama
pendidikan inklusif , yang akan berf ungsi sebagai ‘ t ulang’ program.
Kerangka ini harus t erdiri dari:
ƒ Nilai-nilai dan keyakinan yang kuat
ƒ Prinsip-prinsip dasar
ƒ Indikat or keberhasilan.
Kadang-kadang, prakt ek mulai dilaksanakan, dan kebij akan
dit et apkan kemudian. Di saat lain, kebij akan dit et apkan lebih dulu
dan kemudian implement asinya menyusul. Bagaimanapun
urut annya, pada suat u poin t ert ent u, khususnya bila ada masalah
at au t ant angan, program pendidikan inklusif akan mulai
mengungkapkan sikap, nilai, keyakinan dan t uj uan orang yang
sesungguhnya. Kerangka yang kuat dapat dibent uk oleh individu-
individu kunci yang berf ungsi sebagai ‘ pengawal’ prinsip-prinsip
yang dianut t ersebut , t et api akan menj adi lebih st abil apabila
t erdapat konsensus dan rasa kepemilikan yang kuat dalam kait annya
dengan komponen-komponen kerangka ini. Sebuah kerangka yang
kuat dapat dikembangkan dengan bant uan inst rumen int ernasional
ut ama yang dibahas dalam Bab 1. Kerangka t ersebut akan
didasarkan pada pendekat an hak asasi manusia dan model sosial.
Nilai-nilai Inti (sesuat u yang kit a pandang pent ing at au berharga)
dan keyakinan (sesuat u yang kit a t erima sebagai kebenaran): Nilai-
nilai dan keyakinan orang sangat lah mendalam dan t idak mudah
unt uk diubah. Salah sat u hambat an ut ama implement asi inklusi
sering kali adalah ‘ sikap negat if ’ , dan sikap adalah kombinasi ant ara
nilai-nilai dan keyakinan.

54
“ Hambatan sikap terhadap inklusi sedemikian besar sehingga
tingkat ketersediaan sumber daya tidak relevan. ”
(Susie Miles, ‘Overcoming Resource Barriers’, 2000).
Jadi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya? Sering kali
sikap negat if akan berubah secara ef ekt if set elah orang MELIHAT
cont oh yang posit if at au menyaksikan prakt ek inklusi. Tet api kit a
j uga dapat membant u orang menelaah nilai-nilai dan keyakinan
yang dipegangnya dan mempert anyakan apakah memang nilai-nilai
dan keyakinan it u yang ingin dij unj ungnya. Agar program pendidikan
inklusif dapat berkesinambungan, pada sat u t it ik t ert ent u nilai-nilai
dan keyakinan it u harus dinyat akan dengan j elas. Nilai-nilai yang
melandasi Pendidikan Inklusif dapat dit emukan dalam semua
budaya, f ilosof i dan agama, dan t ercermin dalam art ikel-art ikel
f undament al inst rumen int ernasional t ent ang hak asasi manusia
sebagaimana t elah dibahas pada bab 1.
Ini meliputi:
ƒ Saling menghargai
ƒ Toleransi
ƒ Menj adi bagian suat u masyarakat
ƒ Diberikan kesempat an unt uk mengembangkan ket erampilan
dan bakat
ƒ Saling membant u
ƒ Belaj ar dari sat u sama lain
ƒ Membant u orang unt uk menolong dirinya sendiri dan
masyarakat nya.
Dalam budaya dan kont eks yang berbeda, nilai-nilai t ert ent u lebih
dipriorit askan daripada yang lainnya. Misalnya, menj adi bagian dari
masyarakat dapat sangat dipriorit askan daripada mengembangkan
ket erampilan individu di banyak masyarakat Selat an, sedangkan di
Ut ara j ust ru sebaliknya. Di semua masyarakat , orang-orang
t ert ent u akan berpegang lebih t eguh dan bert indak at as dasar nilai-
nilai ini dibandingkan dengan orang lainnya.
Sayangnya, diskriminasi dan penindasan j uga t erdapat di dalam
sebagian besar budaya dan kont eks. Sering kali kebodohan,
ket akut an, kurangnya dukungan dan pendidikan yang menyebabkan

55
orang t idak meyakini nilai-nilai ini at au bert indak at as dasarnya.
Kadang-kadang merupakan perilaku yang sudah menj adi t radisi
sepert i pelecehan t erhadap perempuan. Juga dalam sit uasi
kemiskinan dan ket idakamanan yang ekst rim, nilai-nilai yang sangat
t inggi digant ikan dengan st rat egi bert ahan hidup yang mendasar,
dan 'siapa yang paling kuat it ulah yang berkuasa’ . Unt uk
meniadakan penyebab kebodohan dan ket akut an, orang harus
dibant u memperoleh pendidikan, keamanan, dukungan dan
kebebasan dari penindasan agar mereka dapat memegang t eguh
nilai-nilai 'yang lebih t inggi' ini dan memprakt ekkannya. Jadi, inklusi
akhirnya harus dilihat dalam kont eks yang lebih luas. Berikut
gambaran Pernyat aan
dari berbagai Dokument asi Int ernasional (khususnya Pernyat aan
Salamanca) dan berbagai def inisi t ent ang pendidikan inklusif (bab 3)

Apa saj a nilai-nilai dan Nilai/ Keyakinan it u t erkandung


keyakinan kit a t ent ang. . . dalam pendidikan inklusif .
Apakah anda set uj u?
Pendidikan? Kit a yakin set iap orang memiliki
hak at as pendidikan.
Belaj ar? Kit a yakin semua anak dapat
belaj ar
Dukungan dalam belaj ar? Kit a yakin set iap orang
membut uhkan dukungan unt uk
belaj ar.
Kesulit an dalam belaj ar? Kit a yakin bahwa set iap orang
dapat mengalami kesulit an
belaj ar pada bidang t ert ent u
at au pada wakt u t ert ent u.
Tanggung j awab unt uk Sekolah, guru, keluarga dan
pembelaj aran anak? masyarakat memiliki t anggung
j awab ut ama unt uk memf asilit asi
belaj ar – bukan hanya anak.
Perbedaan? Kit a menghargai perbedaan. It u
normal adanya dan memperkaya
masyarakat .

56
Diskriminasi? Sikap dan prilaku diskriminasi
harus dit ant ang, unt uk
mempersiapkan anak masuk ke
dalam masyarakat inklusif . Kami
menghargai masyarakat yang
t oleran yang merangkul
keberagaman.
Dukungan bagi guru? Guru t idak boleh t erisolasi,
mereka membut uhkan dukungan
yang t erus menerus.
Kapankah pendidikan it u berawal Pendidikan dimulai sej ak lahir, di
dan berakhir? rumah. Pendidikan anak usia dini
sangat lah pent ing dan belaj ar
t idak berhent i ket ika sudah
dewasa – pendidikan dapat
menj adi proses sepanj ang hidup.

Prinsip-prinsip Dasar (norma dasar berperilaku)


Prinsip-prinsip yang berakar pada nilai dan keyakinan t et api
semuanya menent ukan t indakan – apa yang harus dilakukan agar
inklusi t erlaksana. Berikut ini adalah beberapa cont oh t opik diskusi,
berikan pendapat anda tentang:

ƒ Semua anak berhak unt uk bersekolah di lingkungan


masyarakat nya – ini t idak t ergant ung pada karakt erist ik anak
at aupun kesukaan guru.
ƒ Mengubah sist em agar sesuai dengan anak, bukan sebaliknya.
ƒ Dukungan yang t epat harus diberikan agar anak mendapat
akses unt uk belaj ar (misalnya Braile, rekaman audio, bahasa
isyarat ).
ƒ Lingkungan pendidikan harus aksesibel secara f isik dan ramah
secara posit if kepada kelompok yang berbeda-beda.

57
ƒ Mengganggu, mengat a-ngat ai dan mendiskriminasikan anak
penyandang cacat t idak akan dit oleransi (anak penyandang
cacat t idak seharusnya dipersalahkan bila t idak dapat
menyesuaikan diri).
ƒ Pendekat an keseluruhan sekolah perlu dipergunakan unt uk
menangani semua aspek inklusi.
ƒ pemecahan masalah harus dilihat sebagai t anggung j awab
bersama ant ara sekolah, keluarga, anak dan masyarakat , dan
harus mencerminkan suat u model sosial. (Jadi, sekolah yang
menghadapi kesulit an mengaj ar, bukan anak yang mengalami
kesulit an belaj ar).

Evaluasi
Indikat or keberhasilan (bagaimana kit a t ahu bahwa nilai, keyakinan
dan prinsip yang kit a anut it u benar-benar diprakt ekkan). Indikat or
at au ukuran keberhasilan ini perlu dikembangkan secara part isipat if
di dalam budaya dan kont eks lokal. Indeks untuk Inklusi
menunj ukkan beberapa macam indikat or yang dikembangkan dalam
sat u kont eks t ert ent u pada level sekolah (lihat lampiran 8 ).
Pendekat an unt uk mengembangkan indikat or ini dapat berupa:
ƒ Membent uk t im koordinasi part isipat ori
ƒ Menyiapkan mat eri unt uk menst imulasi diskusi yang didasarkan
pada pernyat aan-pernyat aan t ent ang inklusi dari berbagai
Dokumen Int ernasional, st udi kasus, dan def inisi Pendidikan
Inklusif
ƒ Menggunakan pendekat an part isipat ori (lihat di bawah ini)
unt uk membuat daf t ar nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-
prinsip int i yang berkait an dengan Pendidikan Inklusif
ƒ Mendapat kan opini dari kelompok-kelompok yang paling
t ermarj inalisasi dan t ersisihkan: perempuan, anak-anak,
penyandang cacat , orang lanj ut usia
ƒ Masukkan ini ke dalam kat egori sederhana, misalnya isu
kebij akan, kurikulum, pelat ihan, bangunan sekolah, dll. Ini
dapat diubah dan disesuaikan lagi kemudian.
ƒ Di dalam t iap kat egori t ersebut , deskripsikan perilaku,
ket erampilan, penget ahuan dan perubahan konkret yang akan

58
menunj ukkan bahwa nilai-nilai, keyakinan at au prinsip-prinsip
it u benar-benar diprakt ekkan.

4. 3. Implementasi di dalam budaya dan konteks lokal

“ Jantung dari Aktifitas PUS terletak pada level negara. “


(Kerangka Aksi Dakar, alinea 16)

Pendidikan Inklusif harus mempert imbangkan hal-hal berikut :


a) Sit uasi prakt is
b) Sumber-sumber daya yang t ersedia (orang, keuangan, mat eri)
c) Fakt or-f akt or budaya.

a) Situasi praktis. Jelaslah isu-isu di sini akan berbeda menurut


t iap budaya dan kont eks. Pert anyaan-pert anyaan berikut
merupakan cont oh yang dapat membant u mencipt akan
gambaran prakt is yang sesungguhnya:
ƒ Pada level apa anda mengimplement asikannya? Nasional?
Kot a? Sekolah? Masyarakat ?
ƒ Bagaimana sit uasi saat ini dalam kait annya dengan
pendidikan bagi penyandang cacat dan kelompok-
kelompok marginal lainya di negara anda pada level
nasional, kot a dan lokal?
ƒ Bagaimana perundang-undangan dan kebij akan saat ini
pada level nasional/ kot a/ lokal dalam kait annya dengan
inklusi?
ƒ Apa hambat an yang ada saat ini t erhadap inklusi dalam
kont eks anda?

Lampiran 9 memberikan ringkasan t ent ang isu-isu pokok yang perlu


dipert imbangkan dalam implement asi pendidikan inklusif . Ini
berupa pengalaman dari Asia dan Af rika dan didasarkan pada

59
lokakarya part isipat ory t ent ang pendidikan inklusif yang
diselenggarakan oleh Save t he Chil dren di Laos pada t ahun 1995.
Kerangkanya diadapt asikan dari Kerangka Salamanca.

b) Sumber-sumber yang tersedia. Dalam diskusi tentang


inklusi, t opik t ent ang sumber-sumber sangat emot if . Banyak
orang berargumen bahwa mereka ‘ t idak dapat melaksanakan
pendidikan inklusif karena kit a t idak memiliki sumber daya
yang cukup’ . Tet api cont oh-cont oh dari Selat an menunj ukkan
bahwa ket erbat asan sumber BUKAN hambat an t erhadap
inklusi. Enabling Educat ion Net work mengadakan sebuah
simposium berj udul ‘ Mengat asi Hambat an Sumber’ 12 beberapa
kut ipan dari pert emuan ini:

“ Anda mempunyai pemikiran yang kaku tentang inklusi, yang


menyebabkan anda berpikir kaku j uga tentang sumber. . . j ika
anda mempunyai pemikiran yang fleksibel tentang inklusi, anda
akan memiliki sikap yang lebih fleksibel terhadap sumber!”
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini akan dapat membantu:

ƒ Apa saj a hambat an sumber t erhadap inklusi? Cont ohnya


meliput i:

Sumber daya manusia – sikapnya, kurang penget ahuan,


ket akut an, prasangka, t erlalu t erspesialisasi, kompet isi,
kurang pengalaman menghadapi perbedaan, pemikiran
yang st ereot ipe.

Uang dan Mat eri – kurangnya peralat an, gaj i yang


rendah, sumber-sumber t idak t erdist ribusikan secara
merat a, bangunan t idakaksesibel.

Penget ahuan dan Inf ormasi – kurangnya ket erampilan


baca/ t ulis, kebij akan yang buruk at au t idak ada
kebij akan sama sekali, kurangnya berbagi masalah dan
pemecahannya secara kolekt if .

60
ƒ Sumber-sumber apa saj a yang t elah kit a miliki dalam diri
kit a dan di masyarakat ?

Di negara-negara kaya di Ut ara t erdapat kecenderungan


unt uk memiliki sesuat u dan membut uhkan sesuat u yang
lebih banyak agar dapat melakukan perubahan.

“ Kami tidak punya, j adi kami tidak dapat melakukan


..."

Fokusnya lebih pada “ ingin memiliki” , bukan pada


“ keadaan saat ini” . Pada seminar EENET, pesert a dari
Selat an menant angnya dengan mengat akan:

“ Inilah kami, maka kami melakukan. . . !”

Jika kit a merupakan SDM dan masyarakat yang berakal,


maka kit a akan dapat mengat asi banyak hambat an
sumber it u.

c) Fakt or Budaya dan Kont eks: sangat lah pent ing unt uk secara
sadar mempert imbangkan f akt or-f akt or budaya dalam
merencanakan pendidikan inklusif .

Cont oh f akt or-f akt or yang dapat memf asilit asi inklusi:

ƒ Sebuah f okus yang kuat pada solidarit as masyarakat dan


t anggung j awab sosial.

Di Lesotho, para orang tua merasa bahwa bila seorang guru


menghabiskan lebih banyak waktu dengan seorang anak yang
membutuhkan bantuan dalam belaj arnya, itu berarti bahwa guru
tersebut membantu mengembangkan rasa tanggung j awab
masyarakat dalam diri anak mereka sendiri. Ini bertentangan
dengan reaksi orang tua di ‘ Utara’ yang meraasa bahwa anak
mereka tidak mendapatkan perhatian yang adil.

(Cont oh dari St ubbs, 1995, penelit ian di Lesot ho)

61
ƒ Sej arah t ent ang penggunaan sumber-sumber lokal secara
penuh – sering kali karena akibat kemiskinan – dapat
memf asilit asi inklusi karena orang akan t erbiasa
menemukan solusi kreat if t erhadap kebut uhannya dan
t idak menghamburkan sumber-sumber yang ada.

Fakt or-f akt or yang dapat menj adi penghambat inklusi:

ƒ Terlalu banyak penekanan pada pencapaian akademik


dan uj ian dan kurang memberi penekanan pada
perkembangan anak secara menyeluruh. Ini biasa t erj adi
di dalam budaya-budaya t ert ent u dan j uga di kalangan
masyarakat kelas menengah di daerah perkot aan, dan
dapat menj adi penghambat ut ama bagi lingkungan yang
inklusif secara penuh.

ƒ Sist em pendidikan khusus segregasi yang t elah ada


sebelumnya. Ini sering menj adi hambat an t erbesar
karena guru-guru reguler t idak memandangnya sebagai
‘ pekerj aan mereka’ unt uk mengaj ar ‘ anak-anak it u’ .
Secara pot ensial sist em t ersebut dapat menj adi sumber
yang sangat bermanf aat , t et api sulit mengubah persepsi.

Poin-poin Kunci:

ƒ Dalam proses perencanaan, f akt or-f akt or ut ama (yang t erkait


dengan budaya dan kont eks lokal), baik yang mendukung
maupun yang menghambat inklusi, harus diident if ikasi.

ƒ Fakt or-f akt or yang mendukung harus dibangun dan diperkuat .

ƒ Fakt or-f akt or penghambat mungkin harus dit ant ang, t et api
j uga dapat dikurangi dalam j angka wakt u lama dengan
memperkuat f akt or-f akt or yang lebih posit if . Misalnya,
kepercayaan t akhyul yang negat if t ent ang kecacat an dapat
dit ant ang secara lebih ef ekt if dengan memperlihat kan hasil
posit if dari inklusi, daripada menant angnya secara langsung.

62
4. 4. Partisipasi yang berkesinambungan dan refleksi diri
yang kritis dari semua kelompok utama: nafas-darah

Isu t ent ang part isipasi dan demokrasi merupakan isu sent ral inklusi.
Unt uk dapat merespon dan mengat asi perbedaan-perbedaan yang
kit a j umpai saat ini di masyarakat , f leksibilit as dan kolaborasi
bukanlah suat u kemewahan – melainkan suat u garis kehidupan.
Unt uk memast ikan bahwa Pendidikan Inklusif t et ap hidup dan
t umbuh, diperlukan pert imbangan t ent ang hal-hal berikut :

a) Siapa? Kelompok mana yang harus dilibat kan?

b) Bagaimana? Pendekat an, sist em dan akt if it as macam apa yang


dapat mendorong part isipasi?

c) Kapan dan dalam hal apa? Kapan orang harus berpart isipasi
dalam pendidikan inklusif , dan dalam aspek apa?

"Memastikan keterlibatan dan partisipasi masyarakat sipil dalam


formulasi, implementasi dan pemantauan strategi untuk
pengembangan pendidikan. ”

“ Mengembangkan sistem manaj emen pendidikan yang responsif,


partisipatori dan dapat dipertanggungj awabkan. "

“ Rencana ini harus . . . dikembangkan melalui proses yang lebih


transparan dan demokratis dengan melibatkan para stakeholder,
terutama perwakilan anggota masyarakat, pemimpin masyarakat,
orang tua, siswa, organisasi non-pemerintah dan masyarakat
sipil. ”

(Pernyat aan Dakar t ent ang rencana aksi nasional, paragraph 3, 4,


9)

“ Organisasi penyandang cacat dan organisasi orang tua


seyogyanya dilibatkan pada semua level. ”

(Perat uran St andar, Perat uran 6, Paragraf 3)

63
a) Siapa yang Seharusnya Dilibatkan? Evaluasi
pendidikan inklusif sering menunj ukkan bahwa
masalah muncul karena pihak-pihak t ert ent u
‘ t idak dikonsult asi’ , ‘ t idak merasa dilibat kan’ ,
‘ t idak mengert i’ , at au t idak t ahu apa-apa
t ent ang program t ersebut . Hal-hal pokok unt uk
dipert imbangkan adalah:

ƒ Mengident if ikasi SEMUA pihak dan


melibat kannya sej ak awal, semua kelompok
yang memiliki minat pribadi t erhadap
pendidikan inklusif . Misalnya, (bukan daf t ar
yang lengkap):

- Anak-anak it u sendiri, yang t idak cacat ,


penyandang cacat , anak perempuan, anak laki-
laki, dll.

"Ketika saya sudah lulus kuliah ternyata teori yang saya pelaj ari
tidak dapat dipraktekkan. Saya tidak dapat bekerj a dengan baik
dan anak-anak pun tidak dapat belaj ar dengan baik . . . Jadi saya
coba metode lain. . . Saya berkesimpulan bahwa kelas perlu
demokratis sehingga semua orang dapat belaj ar bersama-sama. . .
Saya dorong anak-anak untuk mengekspresikan pandangannya. . .
Mereka memiliki banyak ide yang sangat bagus; saya kagum. . . !
mereka memberikan saran dan menawarkan solusi terhadap
masalah. ” 23

• Orang t ua dan anggot a masyarakat

• Pemimpin masyarakat

• Guru dan st af sekolah (penj aga, pet ugas


kebersihan, j uru masak, pegawai
administ rasi)

• Organisasi non-pemerint ah, organisasi


penyandang cacat , organisasi int ernasional

64
• Pej abat pemerint ah

• Prof esional di bidang pendidikan, kesehat an,


kesej aht eraan sosial dan sekt or t enaga kerj a

ƒ Mencari kelompok yang paling


t erkepinggirkan, t ersisihkan at au dikucilkan
dalam budaya dan kont eks set empat
(misalnya orang t unarungu, orang lanj ut usia,
anak penyandang cacat dengan kesulit an
belaj ar yang berat )

ƒ Past ikan ket erlibat an para administ rat or dan


mereka yang mengat ur keuangan.

b) Bagaimana Partisipasi Dapat Dicapai? Ada


banyak bahan sumber t ent ang Met odologi
Part isipat ori. Kadang-kadang disebut pendekat an
belaj ar part isipat ori, dan sebelumnya ada j uga
yang disebut penilaian pedesaan part isipat ori.
Bahan-bahan sumber unt uk guru-guru di
beberapa negara j uga memf okuskan pada
part isipasi, Pendekat an dan met odologi ‘ Prakt isi
yang Ref lekt if ’ unt uk memf asilit asi hal ini.
Sumber-sumber ini dapat memberikan banyak
ide. Akan t et api, pada akhirnya part isipasi it u
t erkait secara int egral dengan int i nilai-nilai,
prinsip-prinsip sert a kont eks dan budaya lokal,
sehingga akan lebih baik apabila met ode it u
dikembangkan secara kreat if , kolaborat if dan
dalam sit uasi lokal.

Beberapa pelaj aran pent ing yang dapat dit arik dari pengalaman
dengan pendekat an part isipat ori meliput i:

ƒ Agar part isipasi it u sungguh-sungguh dan bukan sesuat u


yang semu, perlu ada komit men yang kuat dan prakt is
t erhadap nilai-nilai yang mendasarinya. Ini memerlukan
adanya kesadaran diri dan sadar akan perilaku sendiri.

65
ƒ Kemauan unt uk mendengarkan, krit is kepada diri sendiri,
dan ‘ mau mengakui kesalahan’ .

ƒ Adanya hubungan kekuasaan perl u diakui dan diperhat ikan.

ƒ Orang t ua sering merasa kurang memiliki kewenangan


daripada guru – oleh karena it u upaya khusus perlu
dilakukan unt uk mengundang mereka ke sekolah at au
mengunj ungi mereka di rumahnya unt uk mendengarkan
keprihat inannya.

"Teknik-teknik untuk mewawancarai orang tua j uga bermanfaat.


Sebelumnya, ketika kami meminta informasi, mereka tidak
mengatakan yang sebenarnya; saya menyukai metode pemberian
isyarat petunj uk dan bercerita. Sebelumnya kami tidak tahu
bagaimana mengaj ukan pertanyaan. . . "

(Guru yang berpart isipasi dalam penelit ian t indakan part isipat ori di
Lesot ho)

ƒ Penget ahuan dan persepsi lokal harus dihargai dan


dimanf aat kan. Misalnya, penget ahuan ibu t ent ang perilaku
anaknya sendiri, kelebihannya, kekurangannya.

ƒ Ket erampilan dan penget ahuan dalam met odologi part isipat ori
perlu dikembangkan –orang-orang t ert ent u secara alami dapat
melakukannya dengan baik, t et api kebanyakan dari kit a perlu
belaj ar dan berlat ih unt uk dapat menguasainya. Misanya,
kemampuan unt uk mendengarkan dengan baik it u sangat sulit
bagi kebanyakan orang, t erut ama j ika orang yang harus
didengarkan it u berkesulit an unt uk mengekspresikan dirinya
dengan baik, at au harus mengekspresikannya melalui
penerj emah.

ƒ Menggunakan sebanyak mungkin j enis pendekat an


pembelaj aran. Misalnya, melalui mendengarkan, menggambar,
bercerit a, diagram, gambar, bermain peran, modeling,
wayang, drama, dll.

66
c) Kapan dan Dalam Hal Apa? Part isipasi perlu
dipergunakan pada semua t ahapan proses
Pendidikan Inklusif , misalnya dalam:

ƒ Mengembangkan sist em, proses dan indikat or t ent ang


part isipasi it u sendiri.

ƒ Mengumpulkan dat a awal, st udi kelayakan

ƒ Mengembangkan kebij akan

ƒ Menyepakat i nilai-nilai, keyakinan, dan prinsip-prinsip

ƒ Mengident if ikasi hambat an inklusi

ƒ Mengembangkan indikat or keberhasilan

ƒ Implement asi pada semua level

ƒ Mengembangkan sist em monit oring dan evaluasi

67
Bab 5
Kesempatan dan Tantangan dalam Pendidikan
Inklusif
Beberapa Studi Kasus

5. 1. Belaj ar dari Praktek yang Baik di Selatan


Terdapat semakin banyak cont oh t ent ang prakt ek pendidikan
inklusif yang baik dari berbagai budaya dan kont eks. Walaupun
pendidikan inklusif bukan merupakan cet ak biru yang dapat
dialihkan dari sat u budaya ke budaya lainnya, t et et api t erdapat
banyak pelaj aran yang dapat diambil t erut ama j ika hambat an yang
dihadapi dan sumber-sumber yang t ersedia sangat mirip. Seminar
Agra menghimpun lebih dari 40 prakt isi pendidikan inklusif yang
bekerj a di berbagai negara yang secara ekonomi lebih miskin.
Mereka mendapat i bahwa mereka dapat belaj ar j auh lebih banyak
dari sesama negara Selat an dibanding dari para ahli dan prakt isi dari
Ut ara yang memiliki t ingkat ket ersediaan yang berbeda dan sist em
yang berbeda pula. Dalam banyak hal, pengalaman mereka t idak
hanya relevan dengan sesama negara miskin, t et api j uga dapat
memberikan pelaj aran yang berharga bagi perkembangan
pendidikan inklusif di Ut ara.
Seminar Agra menghasilkan kesimpulan berikut t ent ang pot ensi
prakt is pendidikan inklusif :
ƒ Pendidikan inklusif t idak t erhambat oleh banyaknya j umlah
siswa dalam sat u kelas
ƒ Pendidikan inklusif t idak perlu t erhambat oleh kurangnya
sumber daya mat eri
ƒ Hambat an sikap t erhadap inklusi j auh lebih besar daripada
hambat an yang berupa kesulit an ekonomi
ƒ Tenaga ahli pendukung t idak harus t enaga t et ap sekolah yang
bersangkut an
ƒ Pendidikan inklusif dapat memberikan kesempat an unt uk
peningkat an mut u sekolah

69
ƒ Alumni penyandang cacat dan orang t uanya dapat
berkont ribusi banyak t erhadap pendidikan inklusif
ƒ Pendidikan inklusif merupakan bagian dari pergerakan yang
lebih besar menuj u inklusi sosial.

Cont oh-cont oh berikut menunj ukkan bagaimana suat u kerangka


yang kuat , implement asi di dalam kont eks prakt is yang
mempert imbangkan f akt or budaya, dan part isipasi akt if yang
berkesinambungan dari semua st akeholder ut ama, dapat
memberikan kont ribusi t erhadap program pendidikan inklusif yang
dinamis, t epat dan berkesinambungan. Ini t idak berart i bahwa t idak
ada kelemahan at au t ant angannya, t et api dasar-dasarnya ada yang
memungkinkan kit a mengat asi berbagai kelemahan dan t ant angan
it u.

5. 2. Pendidikan Inklusif Dihubungkan dengan


Peningkatan mutu sekolah
Mengembangkan j ej aring yang kuat
Di Af rika Selat an (bulet in EENET no. 2), t ant angan ut ama yang
dihadapi pendidikan adalah: mengenali dan mengat asi berbagai
macam kebut uhan seluruh populasi siswa, unt uk mempromosikan
pembelaj aran yang ef ekt if unt uk semua. Pendekat an yang
dipergunakan adalah menganalisis hambatan-hambatan yang
merintangi pembelaj aran unt uk berbagai kelompok anak. Diakui
bahwa keseluruhan bedaya, et os dan st rukt ur sist em pendidikan
harus berubah j ika ingin memenuhi kebut uhan semua siswa.
Pendekat an ‘ pembelaj aran bebas hambat an’ ini secara inst rinsik
mendukung inklusi.
Hambat an-hambat an belaj ar it u t erident if ikasi sebagai:
ƒ Hambat an dalam kurikulum
ƒ Pusat pembelaj aran
ƒ Sist em pendidikan
ƒ Kont eks sosial yang lebih luas
ƒ Hambat an sebagai akibat dari kebut uhan siswa.

70
Pendekat an-pendekat an ut ama unt uk mengat asi hambat an-
hambat an t ersebut :
ƒ Set iap pusat pembelaj aran dilengkapi dengan st rukt ur
pendukung yang t erdiri dari guru, t et api j uga dilengkapi
dengan sumber daya masyarakat dan layanan t enaga ahli. Oleh
karena it u pada hakikat nya berbasis masyarakat .
ƒ Adanya pusat dukungan lokal unt uk memberikan pelat ihan dan
dukungan kepada guru, bukan kepada individu siswa pada
umumnya.
ƒ Orang t ua, guru, siswa (at au para pembelanya), dengan kat a
lain semua st akeholder ut ama, akan dilibat kan dalam
manaj emen, perencanaan kurikulum, pengembangan sist em
pendukung, dan dalam proses belaj ar dan mengaj ar.
ƒ Kapasit as pendanaan, kepemimpinan dan manaj emen
dikembangkan dengan cara yang berkesinambungan.

Propinsi Anhui di Cina merupakan cont oh yang baik unt uk kebij akan
pemerint ah yang memf asilit asi inkl usi. Anhui adalah sat u propinsi
yang miskin dengan penduduk 56 j ut a orang, dan unt uk mencapai
pendidikan unt uk semua, mereka mengakui bahwa anak-anak
penyandang cacat perlu diinklusikan. Pendidikan usia dini sudah
dipriorit askan dan sist em pendidikan t aman kanak-kanak
berkembang dengan pesat , dan banyak di ant aranya mempunyai
lebih dari seribu orang siswa. Program perint is yang dif okuskan pada
ref ormasi pendidikan merupakan sist em yang sangat f ormal; anak-
anak usia t iga t ahun sudah diaj arkan unt uk duduk rapi, dan sering
kali j am pelaj arannya panj ang.

Anhui, Cina - Taman Kanak-Kanak Inklusif

Program perint is pendidikan inkl usif ini mendorong t erj adinya


perubahan-perubahan sebagai berikut :
ƒ Anak belaj ar akt if , dalam kelompok kerj a dan bermain
ƒ Terj alin kerj asama yang lebih erat dengan keluarga

71
ƒ Dipergunakan pendekat an seluruh sekolah ( whol e school
approach) dan dukungan belaj ar ant art eman sebaya
ƒ Dukungan dari administ rat or dan masyarakat set empat melalui
pembent ukan komit e
ƒ Pelat ihan guru berbasis sekolah yang berkesinambungan
ƒ Pengint egrasian anak t unagrahit a secara bert ahap.

LAOS
Reformasi Pendidikan Guru dan Pendidikan Inklusif
Pada awal t ahun 1990-an, Laos mengalami ref ormasi sist em
pendidikannya dengan memperkenalkan met ode pengaj aran yang
akt if dan t erf okus pada diri anak unt uk meningkat kan kualit as
t et api biayanya t et ap rendah, dalam upayanya unt uk mendidik
semua anak. Memberikan pendidikan kepada anak penyandang
cacat merupakan bagian dari t uj uan PUS t ingkat nasional, dan
program perint is pendidikan inkl usif berhasil karena sepenuhnya
dikait kan dengan ref ormasi sist em.
“ Ref ormasi met odologi mengaj ar dan pendidikan guru, disert ai
dengan kurikulum yang relevan. . . t elah melancarkan j alan bagi
int egrasi. ”
“ Laos tidak memiliki sekolah khusus untuk anak penyandang
cacat yang merupakan keuntungan yang sangat besar bagi
Kementrian Pendidikan karena dengan demikian dapat
membangun sistem yang menj angkau semua anak. ”
“ Pengalaman Program pendidikan inklusif di Laos telah
menunj ukkan bahwa dengan perencanaan yang seksama,
implementasi, monitoring dan dukungan yang tepat, dan dengan
menggunakan semua sumber yang ada, dua tuj uan sekaligus,
yaitu meningkatkan kualitas pendidikan untuk semua dan
mengintegrasikan anak penyandang cacat, dapat berj alan selaras.
(Janet Holdswort h, Bulet in EENET no. 2)

72
NICARAGUA - Membantu Guru untuk Merenung
Paket Sumber UNESCO t ent ang Kebut uhan Khusus di Kelas
dipergunakan di Nicaragua unt uk mengembangkan prakt ek inklusi.
Paket t ersebut membant u guru:
ƒ Merenungkan hal-hal yang t elah diprakt ekkannya sendiri
ƒ Melaksanakan penelit ian t indakannya sendiri
ƒ Mengident if ikasi masalah yang dihadapinya, mempelaj ari dan
menganalisisnya, dan mencipt akan j alan pemecahannya
sendiri.

"Pengalaman kami saat ini menunj ukkan bahwa sebagian dari


keberhasilan proyek pendidikan inklusif kami itu adalah berkat
semakin meningkatnya kesadaran akan metode mengaj ar yang
kami praktekkan. "
(Desiree Roman St adt hagen, Bulet in EENET No. 4)

MOZAMBIQUE – Memotivasi Guru


Sebuah kompet isi pendidikan inklusif diselenggarakan bagi guru-
guru unt uk menunj ukkan bagaimana mereka mengident if ikasi anak
yang mengalami kesulit an dalam belaj ar dan bagaimana mereka
meresponnya. Guru yang membuat laporan kasus t erbaik diberi
hadiah sepeda, radio dan buku t ent ang pendidikan inklusif . Guru-
guru it u menyat akan bahwa:
“ Jelas bahwa kami memerlukan lebih banyak pelatihan dan
dukungan yang terus-menerus. Penting untuk selalu berdiskusi
dengan rekan-rekan sej awat dari sekolah lain. . . guru merupakan
‘ orang tua kedua’ dan mereka harus menerima semua j enis
anak. ”
(Elina Leht omaki, Bulet in EENET no. 6)

LESOTHO - Bagaimana Pendidikan Inklusif dapat Membuat guru


lebih Bahagia

73
St udi kelayakan program pendidikan inklusif di Lesot ho menemukan
bahwa 19% anak yang sudah masuk sekolah dasar mengalami
kesulit an dalam belaj ar. Oleh karena it u program ini memf okuskan
pada peningkat an kemampuan guru agar dapat merespon kebut uhan
belaj ar set iap anak, t ermasuk menemukan cara agar kurikulum
dapat diakses oleh mereka yang menyandang kecacat an.
“ Saya lebih senang mengaj ar. Program ini telah memperlengkapi
kami dengan berbagai teknik untuk menghadapi siswa-siswa yang
disebut normal; bahkan setelah j am mengaj ar berakhir, kami
terus bekerj a untuk membuat persiapan. ”
“ Bahkan tanpa program (integrasi anak penyandang cacat) pun
kami masih harus dapat mengatasi berbagai perbedaan individu. . .
Saya mendapati bahwa dengan memiliki pengetahuan tentang
mengases kekuatan dan kelemahan, saya dapat memahami
kebutuhan individu setiap siswa. ”
“ Pendidikan itu untuk Semua. Semua orang yang diabaikan ini –
diabaikan untuk waktu yang sangat lama – mereka mempunyai
hak atas pendidikan! Terutama karena kami belaj ar banyak dari
mereka. ”
“ Masalah silabus adalah masalah sikap. . . Bahkan sebelum ada
program pendidikan inklusif ini pun kebanyakan dari kami tidak
dapat menyelesaikan silabus. . . Untuk siapakah silabus itu? Kita
tidak dapat mengesampingkan anak-anak itu hanya karena kita
harus menyelesaikan buku yang disebut silabus ini!”
(Dikut ip dari guru-guru dalam Sue St ubbs, 1995 st udi kasus t ent ang
pendidikan inklusif di Lesot ho)

5. 3. Siswa Aktif: Partisipasi Anak


Anak kepada Anak dan Pendidikan Inklusif

SWAZILAND
Met ode pengaj aran dari anak kepada anak dipergunakan sebagai
bagian dari program RBM Kement rian Kesehat an unt uk
memberdayakan dan mendidik anak t ent ang masalah-masalah
kecacat an. Anak:

74
ƒ Mengarang lagu dan mempert unj ukkan drama unt uk
meningkat kan kesadaran di sekolah dan masyarakat
ƒ Mencakup Menj angkau masalah-masalah sepert i keselamat an
di j alan raya, HIV/ AIDS dan kecacat an
ƒ Membant u membangun j alan landai ( ramp), at au membuat
t oilet yang aksesibel, merancang peralat an t empat bermain

“ Anak dilibatkan dalam mendidik masyarakat tentang perlunya


inklusi dengan menantang sikap negatif terhadap penyandang
cacat. "
(Sindi Dube, Bulet in EENET No. 2)

ZAMBIA - Mendorong Siswa Aktif


“ Set iap orang mengaj ar dan set iap orang belaj ar dari sat u sama
lain. ” Paul Mumba, seorang guru kelas SD di Zambia, menggunakan
met ode mengaj ar dari anak kepada anak unt uk membant u
mendorong anak agar menj adi siswa yang lebih akt i.
Beberapa akt if it asnya meliput i:
ƒ Mengembangkan mat eri pengaj aran dan pembelaj aran yang
mengupas masalah-masalah kecacat an dan inklusi
ƒ Menelaah peranan kerj a kelompok unt uk mendukung inklusi di
kelas
ƒ Mengembangkan t es asesmen sederhana yang dapat
dipergunakan oleh anak dan guru di rumah dan di
masyarakat nya
ƒ Memasangkan anak penyandang cacat dan anak non-cacat
sehingga mereka dapat bekerj asama unt uk saling mendukung
di sekolah dan masyarakat unt uk mempromosikan inklusi.
(Paul Mumba, Bulet in EENET
no. 3)

75
LESOTHO - Perspektif seorang anak
Mamello (seorang anak perempuan yang mengidap penyakit t ulang
rapuh) mampu t erus belaj ar di sebuah sekolah reguler walaupun
mendapat perlakuan yang kurang baik dari guru-gurunya, karena dia
mendapat bant uan dari t eman-t emanya. Unt uk dapat pergi ke
sekolah, dia harus didorong dengan kursi rodanya memalui j alan
yang kasar. Sering kali kursi rodanya t erbalik dan mengalami pat ah
t ulang. Masyarakat di sekit arnya begit u suport if kepada ‘ wanit a
kecil” ini sehinggga mereka bergot ong-royong memperbaiki j alan
menuj u sekolahnya agar Mamello dapat pergi ke sekolah t anpa
harus mengalami pat ah t ulang lagi.
“ Saya diaj ari membaca dan menulis di rumah oleh sahabat saya –
kami selalu bermain bersama. Kami membentuk kelompok
paduan suara dan banyak anak lain yang ikut bergabung. Guru-
guru dari sekolah dasar mengunj ungi kami dan memberi tugas
kepada saya. ”
(Mamello Fosere, bulet in EENET no. 5)

5. 4. Peranan Aktifis: Para Penyandang Cacat dan Orang


Tua
Peran orang t ua dalam Pendidikan Inklusif

LESOTHO - Saling Memberi dan Menerima antara Orang tua dan


Sekolah
Orang t ua t elah berkolaborasi dalam mengembangkan program
pendidikan inklusif dan t erbukt i sebagai ‘ mit ra kerj a yang set ara’
dengan guru. Kont ribusi mereka meliput i:
ƒ Membant u dan memberi advis kepada guru t ent ang cara
menangani anaknya
ƒ Menj adi pembicara dan berbagi pengalaman dalam seminar
guru dan in-service t raining
ƒ Pelat ih orang t ua dan narasumber orang t ua dapat bekerj a
dengan sekolah lain unt uk membant u mengembangkan
pendidikan inklusif

76
ƒ Bekerj asama dan membuat perencanaan bersama dengan
kelompok-kelompok st akeholder ut ama lainnya: Federasi
Nasional Organisasi Penyandang Cacat Lesot ho dan program
RBM.

Mereka j uga mendapat kan manf aat dari program pendidikan


inklusif :
ƒ Mereka menj adi lebih sadar akan kebut uhan anaknya
ƒ Penget ahuan yang mereka dapat kan dengan menghadiri
lokakarya bagi guru-guru meningkat kan kepercayaan diri dan
memberdayakan mereka.
(Janak Thapa, Bulet in EENET no. 5)

Orang Penyandang Cacat sebagai Model Peran yang Posit if

INDIA – Inklusi Sosial menuj u Inklusi Pendidikan


Di India Selat an, para akt ivis penyandang cacat bekerj asama
dengan masyarakat unt uk mempromosikan inklusi sosial yang pada
gilirannya meret as j alan menuj u inklusi dalam pendidikan. Mereka
melakukannya dengan:
- Mencipt akan model peran yang posit if – siswa
penyandang cacat dilat ih sebagai agen perubahan dan
menyampaikan inf ormasi yang berharga t ent ang
kesehat an kepada masyarakat . Mereka mulai dipandang
sebagai sumber daya yang berharga di masyarakat .
Mereka mendorong keluarga-keluarga unt uk membiarkan anaknya
yang penyandang cacat unt uk keluar rumah dan bermain bersama
anak-anak lain di t empat bermain yang inklusif . “ Hal ini memberi
kesempat an kepada anak penyandang cacat dan non-cacat besert a
orang t uanya unt uk bergaul, meret as j alan menuj u penerimaan dan
inklusi. Saling mengenal merupakan benih inklusi’ . ( B Venkatesh,
Buletin EENET no. 4)

77
Nepal – Model Peran Penyandang Cacat Mengubah Sikap
Seorang anak tunanetra, Jetha Murmu, tidak bersekolah.
Orang tuanya menjadi sangat marah ketika seorang petugas
RBM menyarankan agar dia disekolahkan. Akhirnya petugas
RBM tersebut mempertemukan orang tua itu dengan seorang
wanita tunanetra yang dapat membaca dan menulis Braille
dan merupakan anggota yang aktif dari keluarganya. Setelah
itu orang tua tersebut mengubah sikapnya dan mengizinkan
petugas RBM itu melatih Jetha membaca dan menulis Braille.
Petugas RBM tersebut harus bekerja keras untuk meyakinkan
agar sekolah bersedia menerima Jetha sebagai siswa, tetapi
akhirnya berhasil. Anak tersebut kini terkenal didesanya
sebagai “satu-satunya orang yang mampu membaca dan
menulis tanpa lampu di malam hari”. (Janak Thapa, bulletin
EENET no. 5

5. 5. Pendidikan Inklusif di Dunia Nyata


Pendidikan Inklusif dan Kemiskinan

MALI - Inklusi dalam kondisi kemiskinan yang ekstrim


Dist rik Douent za di Mali adalah salah sat u daerah t ermiskin di dunia.
90% penduduknya berada di bawah garis kemiskinan. Hanya 8% anak
yang bersekolah, dan 87% anak usia 7 t ahun bekerj a sekit ar 6 j am
perhari. Hanya 6% dari desa-desa memiliki sekolah dan guru-gurunya
t idak mendapat kan pelat ihan yang memadai dan beban kerj anya
sangat t inggi. Dalam kont eks ini, program rint isan pendidikan
dikembangkan yang di dalamnya j uga t erdapat inklusi sebagai
komponen int i:
ƒ Program rint isan dimulai dengan st udi kelayakan yang
seksama dengan melibat kan SEMUA st akeholder di masyarakat
unt uk menampung perspekt if nya t ent ang pendidikan dan
persekolahan.
ƒ Masyarakat t ersebut mempriorit askan pendidikan, dan komit e
sekolah dibent uk yang mencakup seorang wanit a yang

78
bert anggungj awab unt uk memperhat ikan pendidikan bagi
anak perempuan dan penyandang cacat .
ƒ Keput usan unt uk melibat kan anak penyandang cacat j arang
dipriorit askan secara spont an oleh masyarakat miskin, karena
mereka t idak memiliki cont oh posit if yang menunj ukkan
bahwa anak t ersebut dapat belaj ar dan produkt if . Tenaga
pendorong dari luar sering dibut uhkan unt uk memberi
perhat ian t erhadap penyandang cacat ( dalam hal ini LSM).

“ Banyak hambatan yang menyebabkan anak penyandang cacat


diabaikan, tetapi ada hambatan-hambatan tertentu yang spesifik
untuk inklusi anak penyandang cacat. ”
ƒ Anak dengan kecacat an mobilit as, penglihat an dan
pendengaran diinklusikan. Sat u anak t erbukt i memiliki
kemampuan belaj ar yang lebih baik daripada banyak anak lain
yang t idak cacat .
"Kami memulai dengan komitmen untuk mengikutsertakan anak
penyandang cacat, tetapi sesungguhnya kami tidak benar-benar
yakin apakah mereka dapat bersekolah. Sekarang kami sudah
milihatnya sendiri, dan kami telah beralih dari komitmen
menj adi keyakinan. ”
(Sue St ubss Bulet in EENET no. 4)

INDIA – Pendidikan inklusif perlu Tanggap terhadap Kemiskinan


Seorang petugas RBM bertanya kepada seorang ibu dari seorang
anak tunarungu usia 8 tahun: “ Mengapa anda tidak
menyekolahkan anak anda di TK pada Pusat Bantuan Diri?
Sekolah itu dekat sekali dari rumah anda, bukan?”
Ibu itu menj awab: “ Anak saya sibuk. Saya membutuhkan dia
untuk membawa kambing-kambing ke padang rumput. Saya
hanya dapat mengirimnya ke sekolah kalau dia tidak ada
pekerj aan di rumah. ”
(Rua Banerj ee, Seva in Act ion, Bangalore)

79
Pendidikan Inklusif lebih Luas daripada Persekolahan – Konteks
Masyarakat

BANGLADESH - Belaj ar dari Pendidikan Non-Formal


Program pendidikan dasar non-f ormal Bangladesh bert uj uan unt uk
menurunkan t ingkat but a huruf , meningkat kan part isipasi anak
perempuan dan memberikan pendidikan dasar unt uk semua,
t erut ama yang paling miskin. Ini dit andai oleh:
ƒ Jadwal yang f leksibel – pelaj aran di pagi hari, bergiliran.
ƒ Guru-gurunya mendapat pendidikan keguruan di lembaga
pendidikan lokal
ƒ Ada in-service t raining bulanan
ƒ Ket erlibat an masyarakat dalam pembuat an j adwal,
pembangunan, dan penyediaan bahan
ƒ Met ode pengaj aran yang t erpusat pada diri siswa
ƒ Penggunaan permainan dan akt if it as yang kreat if dalam
kurikulum.
“ Sistem pendidikan formal dengan pendekatan yang kaku dapat
belaj ar banyak dari pendidikan non-formal dengan pendekatan
yang inovatif, yang lebih terpusat pada diri anak dan
menekankan cara belaj ar siswa aktif. Hubungan ini akan
menyuburkan benih pendidikan inklusif di Bangladesh. ”
(Anupam Ahuj a, Bulet in EENET no. 4)

VIETNAM - Peranan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat


“ Sej umlah petugas RBM telah bekerj asama dengan guru-guru
sekolah dasar untuk membuat alat bantu rehabilitasi dengan
harga terj angkau dan melaksanakan survey bersama untuk
mengidentifikasi anak-anak yang sudah siap untuk mulai
bersekolah. Pembelaj aran di rumah dianj urkan dalam seting
keluarga bila tidak memungkinkan untuk anak datang ke sekolah
setempat. Usia dan deraj at kecacatan tidak dipandang sebagai
hambatan terhadap pembelaj aran dalam konteks masyarakat. ”
(Trinh Duc Duy, Bulet in EENET no. 2)

80
Inisiat if Masyarakat dalam Menginklusikan Berbagai Kelompok
Minorit as

UGANDA - Inklusi untuk Kaum Pengembara


Di Karamoj a, Uganda, suku Karimoj ong adalah semi-pengembara
yang menggant ungkan hidupnya pada t ernak. Hanya 11, 5% yang
melek huruf . Anak memiliki kewaj iban mengerj akan t ugas-t ugas
kerumaht anggaan yang pent ing unt uk keberlangsungan hidup
keluarga. Program PDAK [ Pendidikan Dasar Alt ernat if unt uk
Karamoj a] sangat berbasis masyarakat dan mempromosikan inklusi
sebagai berikut :
ƒ Program ini diprakarsai oleh masyarakat dan f asilit at ornya
dipilih dari kalangan masyarakat sendiri.
ƒ Bidang-bidang pembelaj arannya sangat relevan dengan
kebut uhan masyarakat dan keberlangsungan hidup mereka,
yang mencakup pendidikan pet ernakan, bercocok t anam,
perdamaian dan keamanan sert a kesehat an.
ƒ Fasilit at or mengaj ar di pagi hari sebelum mereka harus pergi
ke ladang dan dilanj ut kan di mal am hari ket ika pekerj aannya
t elah selesai.
ƒ Anak perempuan masih dapat mengasuh adik-adiknya yang
masih kecil.
ƒ Anak laki-laki masih dapat mengembalakan t ernaknya dan ikut
belaj ar membaca dan menulis.
ƒ Para orang t ua dan orang lanj ut usia boleh hadir dan
berpart isipasi.
ƒ Bahasa pengant arnya adalah bahasanya sendiri.
ƒ Met ode mengaj arnya akt if dan menggunakan musik dan t arian.
ƒ Warga masyarakat yang lanj ut usia merupakan f asilit at or
spesialis t ent ang sej arah penduduk asli dan penget ahuan
t ent ang ket ahanan hidup.
ƒ Kant or Pendidikan dist rik memegang peranan ut ama, yait u
pengadminist rasian PDAK dan memperkuat hubungan program
ini dengan sist em f ormal.

81
ƒ Mereka j uga mendorong part isipasi anak penyandang cacat .
(Margarit a Focas Licht , Bulet in EENET no. 4)

FILIPINA - Inklusi bukan berarti integrasi yang tidak dipaksakan


Di Filipina, suku Manoba merupakan masyarakat pegunungan yang
minorit as yang t elah t erusir dari t anah leluhurnya dan hidup dalam
kemiskinan. Mereka enggan berpadu dengan masyarakat pendat ang
dan oleh karenanya anak-anaknya cenderung t ereksklusi dari
program pendidikan. Program Pendidikan Menolong Diri Sendiri yang
Tepat unt uk Masyarakat Budaya (SHEPACC), dengan pendanaan dari
Handicap Int ernat ional, memberikan kont ribusi pada pusat belaj ar
berbasis masyarakat yang diselenggarakan oleh guru-guru yang
dit unj uk oleh masyarakat , dan mendapat pelat ihan t ent ang
pembelaj aran berbasis masyarakat dan t epat budaya. Sekit ar 10%
dari anak-anak dalam program ini sej auh ini t elah berhasil
diinklusikan di sekolah reguler.
(Evelina Tabares, bullet in EENET no. 2)

Republik Ceko – Mengat asi Rasialisme melalui Inklusi


Di Ceko, sekolah-sekolah reguler t idak kondusif unt uk keberagaman.
Terdapat sikap rasialisme yang kuat t erhadap orang-orang Rumania
yang dipandang inf erior dan lebih cocok bersekolah di sekolah-
sekolah khusus. lebih dari 50% anak Rumania bersekolah di sekolah
khusus. Sebuah LSM sudah mulai berhasil dalam membant u anak-
anak Rumania diinklusikan di sekolah reguler. Mereka melakukannya
dengan:
· Membangun harga diri anak-anak Rumania
· Berusaha mengubah sikap sekolah
· Bekerj asama dengan keluarga
· Menempat kan guru Bant u di sekolah unt uk membant u anak-
anak Rumania di kelas
· Berusaha meningkat kan kemampuan belaj ar orang-orang
Rumania dewasa.
(Alison Cross, bullet in EENET no. 3)

Inklusi dalam Sit uasi Konf lik dan Pengungsian

82
Pendidikan Inklusif di Kam Pengungsi Bhut an
Promosi Pendidikan Inklusif di Kamp Pengungsi Jhapa merupakan
komponen int egral dari program RBM, yang bert uj uan unt uk
menanggapi kebut uhan dan permasalahan yang t erdapat di dalam
kelompok sasaran. Komponen-komponen ut amanya meliput i:
ƒ Kunj ungan rumah oleh pet ugas RBM, yang melibat kan orang
t ua dan t et angga, dan yang memobilisasi orang t ua unt uk
mengint egrasikan anak penyandang cacat ke sist em sekolah
reguler.
ƒ Program unt uk penyandang cacat ini t elah membent uk
kelompok perwakilan yang beranggot akan para orang t ua anak
penyandang cacat . Kelompok ini mengadakan pert emuan dua
kali sebulan dengan st af Save t he Children Fund unt uk
menelaah kemaj uan, permasalahan dan cara pemecahannya.
ƒ Koordinasi yang akt if dipelihara dalam prakt ek dan kebij akan
ant ara lembaga-lembaga sosial dalam bidang pendidikan,
kesehat an dan kesej aht eraan sosial yang saling t erkait .
ƒ Pendekat an RBM yang holist ik pent ing unt uk mendukung
inklusi anak penyandang cacat dalam pendidikan. Misalnya,
anak t unanet ra membut uhkan lat ihan mobilit as dan Braille,
sedangkan anak-anak t unadaksa t ert ent u membut uhkan
f isiot erapi dan peralat an mobilit as sepert i alat pembant u
berj alan, t ongkat ket iak, bat ang paralel, kursi t oilet , kursi
sudut , dan belat . Guru dan orang t ua diberi pelat ihan.

“ Hingga tahun 1997, lebih dari 700 anak telah diintegrasikan ke


dalam sekolah reguler. Ini mencakup anak dengan kecacatan
sensori dan fisik, dan anak dengan kesulitan belaj ar ringan. ”
(Sue St ubbs, St udi Kasus Kam Pengungsi Jhapa)

PALESTINA - Konflik Dapat Memunculkan Kesempatan


Dalam kont eks pendudukan Israel dan kerusuhan yang
berkepanj angan, sekt or kecacat an t elah diasingkan dari masyarakat
umum dan t erus mengembangkan model pendidikan dan rehabilit asi
yang segregasi. Ironisnya, Int if ada (kebangkit an bangsa Palest ina)
secara t iba-t iba j uga memunculkan perhat ian orang pada masalah-

83
masalah kecacat an. . . Minat t erhadap kecacat an ini membawa
banyak perubahan yang posit if j auh melampaui rehabilit asi berbasis
inst it usi. Misalnya, RBM diperkenalkan, dan perlunya pendidikan
bagi penyandang cacat di dalam masyarakat dirasakan.
Tetapi tantangannya adalah bahwa j utaan dolar dihabiskan untuk
rehabilitasi medis bagi mereka yang terluka selama Intifada;
"kebutuhan mayoritas penyandang cacat dipandang kurang
penting. ”
(George Malki, Bulet in EENET no. 1)

5. 6. Apakah Inklusi untuk Semua orang?

“ Dilema Penyandang Tunarungu”

“ Orang tunarungu membutuhkan masyarakat tunarungu yang


kuat. Setelah ini diperkuat, penyandang tunarungu dapat
menikmati manfaat hidup di dalam masyarakat orang-orang yang
dapat mendengar. ”
(Raghav Bir Joshi, Direkt ur Asosiasi Tunarungu Kat hmandu, Bulet in
EENET no. 2)
Apakah ‘ dilema penyandang tunarungu’ yang terdapat dalam
pendidikan inklusif di negara-negara miskin?
Tingkat ket unarunguan dapat ringan, sedang at au berat , dan
pengaruhnya t erhadap individu pun berbeda-beda. Anak-anak
t ert ent u dengan t ingkat ket unarunguan ringan dapat belaj ar dalam
lingkungan pendidikan reguler asalkan gurunya menyadari keadaan
anak-anak it u, t elat en menghadapkan waj ahnya kepada mereka
saat berbicara, dan berbicara sert a menulis dengan j elas. Tet api
unt uk banyak anak t unarungu, hal ini t idak memungkinkan. Alat
bant u dengar t idak hanya sulit dan mahal unt uk diperoleh, t et api
j uga memerlukan pemeliharaan dan monit oring yang t erus-menerus,
yang biasanya t idak mungkin dilakukan di masyarakat pedesaan
yang t erpencil. Di samping it u, alat bant u dengar t idak
“ memecahkan persoalan” ket unarunguan karena alat ini hanya
memperkeras bunyi, t idak mengaj arkan ket rampilan berbahasa.

84
Masalah ut amanya adalah bahwa anak t unarungu t idak akan dapat
mengembangkan ket erampilan bahasa dan komunikasi secara
ot omat is di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat nya sendiri
yang dapat mendengar. Mereka sudah dieksklusikan sej ak lahir di
keluarganya sendiri hanya karena t idak dapat menggunakan bahasa
yang sama. Mereka membut uhkan kont ak dengan sesama
penyandang t unarungu agar dapat mengembangkan bahasa isyarat ,
dan it ulah sebabnya banyak penyandang t unarungu berargumen
bahwa sekolah at au unit khusus diperlukan unt uk mereka. ada j uga
anak yang but a-t uli, dan t ant angan unt uk inklusi bagi mereka
bahkan lebih berat lagi.
Masalah yang dihadapi mayorit as anak t unarungu di negara-negara
secara ekonomi miskin adalah bahwa sekolah khusus yang
berasrama it u amat mahal biayanya, hanya dapat memenuhi
kebut uhan sej umlah kecil anak saj a, dan akibat t erpisahnya mereka
dari keluarga dan masyarakat nya dapat menyebabkan t idak
dimilikinya ket erampilan yang diperlukan unt uk bert ahan hidup,
misalnya ket erampilan pert anian. Bahkan yang lebih buruk lagi,
banyak sekolah khusus unt uk t unarungu it u melarang penggunaan
bahasa isyarat dan mengharuskan penggunaan met ode oral, yang
bert ent angan dengan rekomendasi Perat uran St andar PBB dan
Pernyat aan Salamanca.
Jadi, ‘ dilema penyandang t unarungu’ di sini adalah:
ƒ Bahasa Isyarat hanya dapat berkembang apabila
penyandang t unarungu belaj ar bersama-sama dengan
penyandang t unarungu lainnya, t et api:
ƒ Pendidikan segregasi tidak mempromosikan inklusi di
dalam keluarga at au masyarakat , t et api:
ƒ Tanpa Bahasa Isyarat , sangat sulit bagi penyandang
t unarungu unt uk t ercakup di dalam kegiat an kehidupan
keluarga at au masyarakat nya.

Solusi
ƒ Orang dewasa t unarungu merupakan sumber daya manusia
yang paling j elas ada unt uk pendidikan anak-anak t unarungu.
Di beberapa negara Af rika, ket erlibat an orang dewasa

85
t unarungu dalam pendidikan bagi anak t unarungu t elah
membuat lebih banyak kemaj uan daripada di banyak negara
Ut ara.
ƒ Inklusi harus dilihat sebagai lebih luas daripada persekolahan,
dan di dalam masyarakat , kelompok kecil anak dan orang
dewasa t unarungu dapat bert emu unt uk belaj ar bahasa isyarat
t anpa dipisahkan dari keseluruhan perencanaan dan
penyelenggaraan pendidikan, dan mereka dapat t et ap t inggal
di dalam masyarakat .
ƒ Pendidikan bilingual perlu dit elit i pada t ingkat keluarga,
masyarakat dan sekolah.

Anak Penyandang Kecacatan Parah dan/ atau Kecacatan Ganda


Sering kali diasumsikan bahwa pendidikan inklusif bukan unt uk anak
yang memiliki kecacat an f isik dan int elekt ual yang parah. Asumsi ini
biasanya didasarkan pada pemikiran yang kaku t ent ang pendidikan
dan persekolahan. Asumsi ini didasarkan pada model yang meyakini
bahwa anak harus menyesuaikan diri dengan sist em, bukan sist em
yang disesuaikan dengan kebut uhan anak. Inklusi anak penyandang
kecacat an yang sangat berat j uga mempunyai implikasi yang
berbeda di negara-negara Ut ara dan Selat an.
ƒ Di Ut ara, pendidikan inklusif cenderung diart ikan sama dengan
sekolah Inklusif . Terdapat semakin banyak cont oh t ent ang
anak penyandang cacat berat diinklusikan pada semua
j enj ang.

ISLANDIA - Perencanaan yang Baik Dapat Mengatasi Hambatan


Anak laki-laki yang sangat parah kecacat annya diinklusikan secara
penuh di kelas 5 sekolah t erdekat . Dia menggunakan sist em
komunikasi yang disebut ‘ Bliss’ unt uk mengekspresikan dirinya, baik
melalui t abel at au dengan bant uan lampu sent er yang dit empelkan
pada kacamat anya.
“ Situasi yang sangat baik dalam kelas ini bukanlah suatu
kebetulan, tidak pula terj adi secara alami, ini efektif karena
direncanakan dengan baik, sebagaimana halnya dengan praktek-
praktek yang baik lainnya di sekolah itu. Guru-gurunya,

86
bekerj asama erat dengan orang tua, telah mengembangkan
keterampilannya, memupuk suasana positif untuk pembelaj aran
dan pertumbuhan sosial. ”
(Rosa Eggert dot t ir, Bulet in EENET no. 1)

Di Selatan, terdapat perbedaan besar ant ara anak penyandang


cacat berat yang diinklusikan dan dieksklusikan, t ermasuk j ika anak
t ersebut berada di rumah dan bukan di sekolah. Lihat Bab 2 unt uk
cont ohnya. Program RBM yang bekerj asama secara erat dengan
pendidikan inklusif sering kali merupakan st rat egi yang
memf asilit asi keberhasilan inklusi ini.

5. 7. Tantangan: Mengatasi Hambatan


Partisipasi yang Berkesinambungan
Cont oh-cont oh di at as dengan j elas menunj ukkan bahwa ‘ di mana
ada kemauan, disit u ada j alan'. keberhasilan pendidikan inklusif
t idak t ergant ung pada suat u f ormula yang sempurna, t et api
dit ent ukan oleh kesediaan orang unt uk bekerj asama unt uk
mengident if ikasi dan mengat asi hambat an j ika muncul. Inilah
sebabnya mengapa part isipasi yang t erus-menerus it u pent ing. Jika
st akeholder ut ama t idak secara penuh dilibat kan dan t idak merasa
memiliki program pendidikan inklusif , maka j ika muncul masalah
dalam kont eks mereka, mereka t idak akan t ermot ivasi unt uk
bert indak.

EENET - Membangun Percakapan


Salah sat u t uj uan ut ama Enabling Educat ion Net work (EENET)
adalah unt uk ‘ membangun percakapan’ t ent ang inklusi kelompok-
kelompok yang t ermarj inalisasi dalam pendidikan. Unt uk t uj uan
t ersebut , EENET t elah t erlibat dalam beberapa proyek unt uk
membant u agar orang mampu berpikir krit is t ent ang hal-hal yang
biasa diprakt ekkannya. Salah sat u proyeknya adalah membangkit kan
para prakt isi lokal unt uk merenungkan dan menganalisis
pengalamannya sendiri. Tiga pertanyaan sederhana diaj ukan
untuk memfasilitasi hal tersebut:

87
1. Apa hambat an part isipasi dan belaj ar anak?
2. Bagaimana hambat an ini dapat diat asi?
3. Siapa yang perlu dilibat kan?

Terdapat banyak j enis hambat an, dan kat egorisasi berikut ini dibuat
oleh para prakt isi dari negara-negara Selat an. Hambat an dan
Kesempat an yang t erkait dengan:
a) Orang: anak, guru, orang t ua, pekerj a berbasis masyarakat ;
b) Uang dan materi: donor ekst ernal, keberlangsungan,
peralat an yang diproduksi secara lokal;
c) Pengetahuan dan informasi: melek huruf , kebij akan,
pemecahan masalah lokal, konsep asing, dokument asi
int ernasional.
(Lihat sit us web EENET unt uk
inf ormasi lebih lanj ut – inf ormasi
diberikan pada bab 7)

Menganalisis Hambatan dan Kesempatan


Tabel berikut ini memberikan cont oh bagaimana berbagai f akt or
dapat menj adi kesempat an at aupun t ant angan dalam kait annya
dengan t iga “ f akt or ut ama” yang t elah dibahas pada bab 4.

Faktor Penentu Kesempatan untuk Tantangan dan


Utama Keberhasilan Pengembangan PI Hambatan dalam
PI Pengembangan PI
1. Kerangka kerj a ƒ Inisiat if peningkat an ƒ Tidak adanya at au
yang kuat mut u sekolah lemahnya kebij akan
(rangka): ƒ Inst rumen hak asasi ƒ Sist em
ƒ Nilai-nilai, manusia persekolahan yang
keyakinan ƒ Model-model baik kaku
ƒ Prinsip-prinsip yang ada ƒ Adanya Slb dan
ut ama ment alit as ‘ model

88
ƒ Indikat or individual’
keberhasilan
2. Implement asi ƒ Inisiat if berbasis ƒ Dominasi model
dalam Budaya dan masyarakat , yang berbasis Ut ara
Kont eks Lokal misalnya RBM ƒ Penggunaan sumber
ƒ Sit uasi prakt is ƒ Rint isan program daya yang
ƒ Sumber daya nonf ormal berlebihan at au

ƒ Masalah budaya ƒ Budaya dengan kurang


f okus solidarit as ƒ Budaya yang
masyarakat yang menolak adanya
kuat keberagaman
ƒ Sumber daya yang
t erikat pada sist em
segregasi
3. Monit oring ƒ Para akt ivis: ƒ Implement asi PI
Part isipat ori kelompok-kelompok yang t op-down
berkesinambungan penyandang cacat ƒ Tidak adanya
(naf as-darah) dan orang t ua
ƒ Siapa ƒ Inisiat if part isipasi
organisasi
masyarakat sipil
ƒ Bagaimana anak, misalnya dari ƒ Kurangnya
ƒ Apa dan kapan
anak kepada anak
ƒ Cara yang
kolaborasi
ƒ Tidak adanya
part isipat if dan personel yang
kreat if berkomit men

Model ini dapat dikembangkan dengan berbagai cara menurut


budaya dan kont eks lokal. Sat u cont oh t ent ang cara menganalisis
hambat an yang t elah dipergunakan dalam sit uasi prakt is dapat
dilihat pada t abel berikut . Analisis ini dikembangkan selama
evaluasi TENGAH PROGRAM yang melibat kan semua st akeholder
ut ama.

89
Gambar 6
Cont oh dari Mali – PENERAPAN model sosial

HAMBATAN MENGATASI HAMBATAN


1. Penyelenggaraan negara ƒ Mencari alt ernat if sepert i dukungan
yang KURANG t epat dan masyarakat dan LSM
t idak memadai ƒ Konsult asi dengan masyarakat
set empat
ƒ Kolaborasi ant ara LSM, masyarakat
dan negara
2. Pendidikan unt uk anak ƒ Mengambil keput usan unt uk
perempuan t idak memast ikan bahwa 50% j at ah t empat
dipandang sebagai priorit as di sekolah diperunt ukkan bagi anak
dalam budaya Mali perempuan
ƒ Seorang anggot a komit e manaj emen
(seorang wanit a) diberi t anggung
j awab khusus unt uk rekrut men anak
perempuan
ƒ Teat er dan grup musik lokal
dipergunakan unt uk meningkat kan
kesadaran dan mengubah sikap
masyarakat lokal t erhadap anak
perempuan dan pendidikannya.
3. Akses anak penyandang ƒ Kolaborasi dengan LSM kecacat an
cacat t erhadap pendidikan unt uk mengident if ikasi anak
t idak dipriorit askan oleh penyandang cacat dan meningkat kan
pemerint ah, LSM, at aupun kesadaran
masyarakat di Mali ƒ Keput usan unt uk mewaj ibkan inklusi
anak penyandang cacat sej ak awal
ƒ Orang dari komit e manaj emen yang
bert anggung j awab at as rekrut men
anak perempuan j uga dit ugasi unt uk
rekrut men anak penyandang cacat
ƒ Teat er dan grup musik lokal

90
dipergunakan unt uk meningkat kan
kesadaran dan perubahan sikap
t erhadap kecacat an.
4. Tidak ada t ransport asi ƒ Pada awalnya orang t ua
bagi anak t unadaksa unt uk menggendong anaknya set iap hari.
pergi ke sekolah ƒ Kolaborasi dengan LSM Kecacat an
menghasilkan penyediaan kendaraan
roda t iga bagi yang
membut uhkannya.
5. Orang t ua enggan ƒ Peningkat an kesadaran dan mobilisasi
membawa anaknya yang orang t ua dengan dukungan dari LSM
cacat ke luar rumah Kecacat an
6. kurangnya t enaga ƒ Diambil keput usan bahwa
kependidikan di desa penget ahuan dan pengalaman
penduduk desa lebih relevan bagi
anak desa daripada keahlian guru-
guru prof esional yang mendapat
pendidikan di kot a
ƒ Penduduk set empat dipilih dan
kemudian dilat ih oleh prof esional
7. masyarakat set empat ƒ Jika penduduk desa memang
sangat miskin dan t idak menginginkan sebuah sekolah, maka
memiliki wakt u luang mereka akan mempunyai mot ivasi
at aupun sumber unt uk mendukung dan memelihara
sekolah it u.
ƒ Penduduk desa berhasil mendapat kan
sumber unt uk membangun rumahnya
sendiri dan mengelola bidang-bidang
lain kehidupannya.
ƒ Ket erlibat an seluruh masyarakat
sej ak t ahap analisis dan perencanaan
it u sangat pent ing.
ƒ Kont ribusi penduduk desa dimulai
sej ak awal yang mencakup
pembangunan f isik sekolah,
memberikan kont ribusi f inansial

91
unt uk gaj i guru dan bert anggung
j awab unt uk manaj emen secara
umum.
ƒ Monit oring dan dukungan yang
berkesinambungan dari SCF j uga
sangat pent ing
8. Kurangnya penget ahuan ƒ Pelat ihan dan dukungan yang
dan pengalaman t ent ang berkesinambungan dari ADD dan
pendidikan yang aksesibel penilaian yang realist is t erhadap
bagi anak t unarungu seluruh kehidupan anak t unarungu;
t idak ada gunanya j ika hanya
menempat kan secara f isik saj a anak
t unarungu yang lebih besar di
sekolah.
ƒ Lebih banyak bekerj asama dengan
orang t ua dan keluarga dalam
mengembangkan komunikasi dengan
anaknya yang t unarungu.

92

You might also like