Professional Documents
Culture Documents
Bahan Bacaan
Bahan Bacaan
Bahan Bacaan
53
adalah harus t angap t erhadap keberagaman secara f leksibel, yang
senant iasa berubah dan t idak dapat diprediksi. Jadi, pendidikan
inklusif harus t et ap hidup dan mengalir.
Secara bersama-sama, ket iga f akt or penent u ut ama t ersebut
(rangka, daging dan darah) membernt uk organisme hidup yang kuat ,
yang dapat beradapt asi dan t umbuh dalam budaya dan kont eks
lokal.
54
“ Hambatan sikap terhadap inklusi sedemikian besar sehingga
tingkat ketersediaan sumber daya tidak relevan. ”
(Susie Miles, ‘Overcoming Resource Barriers’, 2000).
Jadi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya? Sering kali
sikap negat if akan berubah secara ef ekt if set elah orang MELIHAT
cont oh yang posit if at au menyaksikan prakt ek inklusi. Tet api kit a
j uga dapat membant u orang menelaah nilai-nilai dan keyakinan
yang dipegangnya dan mempert anyakan apakah memang nilai-nilai
dan keyakinan it u yang ingin dij unj ungnya. Agar program pendidikan
inklusif dapat berkesinambungan, pada sat u t it ik t ert ent u nilai-nilai
dan keyakinan it u harus dinyat akan dengan j elas. Nilai-nilai yang
melandasi Pendidikan Inklusif dapat dit emukan dalam semua
budaya, f ilosof i dan agama, dan t ercermin dalam art ikel-art ikel
f undament al inst rumen int ernasional t ent ang hak asasi manusia
sebagaimana t elah dibahas pada bab 1.
Ini meliputi:
Saling menghargai
Toleransi
Menj adi bagian suat u masyarakat
Diberikan kesempat an unt uk mengembangkan ket erampilan
dan bakat
Saling membant u
Belaj ar dari sat u sama lain
Membant u orang unt uk menolong dirinya sendiri dan
masyarakat nya.
Dalam budaya dan kont eks yang berbeda, nilai-nilai t ert ent u lebih
dipriorit askan daripada yang lainnya. Misalnya, menj adi bagian dari
masyarakat dapat sangat dipriorit askan daripada mengembangkan
ket erampilan individu di banyak masyarakat Selat an, sedangkan di
Ut ara j ust ru sebaliknya. Di semua masyarakat , orang-orang
t ert ent u akan berpegang lebih t eguh dan bert indak at as dasar nilai-
nilai ini dibandingkan dengan orang lainnya.
Sayangnya, diskriminasi dan penindasan j uga t erdapat di dalam
sebagian besar budaya dan kont eks. Sering kali kebodohan,
ket akut an, kurangnya dukungan dan pendidikan yang menyebabkan
55
orang t idak meyakini nilai-nilai ini at au bert indak at as dasarnya.
Kadang-kadang merupakan perilaku yang sudah menj adi t radisi
sepert i pelecehan t erhadap perempuan. Juga dalam sit uasi
kemiskinan dan ket idakamanan yang ekst rim, nilai-nilai yang sangat
t inggi digant ikan dengan st rat egi bert ahan hidup yang mendasar,
dan 'siapa yang paling kuat it ulah yang berkuasa’ . Unt uk
meniadakan penyebab kebodohan dan ket akut an, orang harus
dibant u memperoleh pendidikan, keamanan, dukungan dan
kebebasan dari penindasan agar mereka dapat memegang t eguh
nilai-nilai 'yang lebih t inggi' ini dan memprakt ekkannya. Jadi, inklusi
akhirnya harus dilihat dalam kont eks yang lebih luas. Berikut
gambaran Pernyat aan
dari berbagai Dokument asi Int ernasional (khususnya Pernyat aan
Salamanca) dan berbagai def inisi t ent ang pendidikan inklusif (bab 3)
56
Diskriminasi? Sikap dan prilaku diskriminasi
harus dit ant ang, unt uk
mempersiapkan anak masuk ke
dalam masyarakat inklusif . Kami
menghargai masyarakat yang
t oleran yang merangkul
keberagaman.
Dukungan bagi guru? Guru t idak boleh t erisolasi,
mereka membut uhkan dukungan
yang t erus menerus.
Kapankah pendidikan it u berawal Pendidikan dimulai sej ak lahir, di
dan berakhir? rumah. Pendidikan anak usia dini
sangat lah pent ing dan belaj ar
t idak berhent i ket ika sudah
dewasa – pendidikan dapat
menj adi proses sepanj ang hidup.
57
Mengganggu, mengat a-ngat ai dan mendiskriminasikan anak
penyandang cacat t idak akan dit oleransi (anak penyandang
cacat t idak seharusnya dipersalahkan bila t idak dapat
menyesuaikan diri).
Pendekat an keseluruhan sekolah perlu dipergunakan unt uk
menangani semua aspek inklusi.
pemecahan masalah harus dilihat sebagai t anggung j awab
bersama ant ara sekolah, keluarga, anak dan masyarakat , dan
harus mencerminkan suat u model sosial. (Jadi, sekolah yang
menghadapi kesulit an mengaj ar, bukan anak yang mengalami
kesulit an belaj ar).
Evaluasi
Indikat or keberhasilan (bagaimana kit a t ahu bahwa nilai, keyakinan
dan prinsip yang kit a anut it u benar-benar diprakt ekkan). Indikat or
at au ukuran keberhasilan ini perlu dikembangkan secara part isipat if
di dalam budaya dan kont eks lokal. Indeks untuk Inklusi
menunj ukkan beberapa macam indikat or yang dikembangkan dalam
sat u kont eks t ert ent u pada level sekolah (lihat lampiran 8 ).
Pendekat an unt uk mengembangkan indikat or ini dapat berupa:
Membent uk t im koordinasi part isipat ori
Menyiapkan mat eri unt uk menst imulasi diskusi yang didasarkan
pada pernyat aan-pernyat aan t ent ang inklusi dari berbagai
Dokumen Int ernasional, st udi kasus, dan def inisi Pendidikan
Inklusif
Menggunakan pendekat an part isipat ori (lihat di bawah ini)
unt uk membuat daf t ar nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-
prinsip int i yang berkait an dengan Pendidikan Inklusif
Mendapat kan opini dari kelompok-kelompok yang paling
t ermarj inalisasi dan t ersisihkan: perempuan, anak-anak,
penyandang cacat , orang lanj ut usia
Masukkan ini ke dalam kat egori sederhana, misalnya isu
kebij akan, kurikulum, pelat ihan, bangunan sekolah, dll. Ini
dapat diubah dan disesuaikan lagi kemudian.
Di dalam t iap kat egori t ersebut , deskripsikan perilaku,
ket erampilan, penget ahuan dan perubahan konkret yang akan
58
menunj ukkan bahwa nilai-nilai, keyakinan at au prinsip-prinsip
it u benar-benar diprakt ekkan.
59
lokakarya part isipat ory t ent ang pendidikan inklusif yang
diselenggarakan oleh Save t he Chil dren di Laos pada t ahun 1995.
Kerangkanya diadapt asikan dari Kerangka Salamanca.
60
Sumber-sumber apa saj a yang t elah kit a miliki dalam diri
kit a dan di masyarakat ?
c) Fakt or Budaya dan Kont eks: sangat lah pent ing unt uk secara
sadar mempert imbangkan f akt or-f akt or budaya dalam
merencanakan pendidikan inklusif .
Cont oh f akt or-f akt or yang dapat memf asilit asi inklusi:
61
Sej arah t ent ang penggunaan sumber-sumber lokal secara
penuh – sering kali karena akibat kemiskinan – dapat
memf asilit asi inklusi karena orang akan t erbiasa
menemukan solusi kreat if t erhadap kebut uhannya dan
t idak menghamburkan sumber-sumber yang ada.
Poin-poin Kunci:
Fakt or-f akt or penghambat mungkin harus dit ant ang, t et api
j uga dapat dikurangi dalam j angka wakt u lama dengan
memperkuat f akt or-f akt or yang lebih posit if . Misalnya,
kepercayaan t akhyul yang negat if t ent ang kecacat an dapat
dit ant ang secara lebih ef ekt if dengan memperlihat kan hasil
posit if dari inklusi, daripada menant angnya secara langsung.
62
4. 4. Partisipasi yang berkesinambungan dan refleksi diri
yang kritis dari semua kelompok utama: nafas-darah
Isu t ent ang part isipasi dan demokrasi merupakan isu sent ral inklusi.
Unt uk dapat merespon dan mengat asi perbedaan-perbedaan yang
kit a j umpai saat ini di masyarakat , f leksibilit as dan kolaborasi
bukanlah suat u kemewahan – melainkan suat u garis kehidupan.
Unt uk memast ikan bahwa Pendidikan Inklusif t et ap hidup dan
t umbuh, diperlukan pert imbangan t ent ang hal-hal berikut :
c) Kapan dan dalam hal apa? Kapan orang harus berpart isipasi
dalam pendidikan inklusif , dan dalam aspek apa?
63
a) Siapa yang Seharusnya Dilibatkan? Evaluasi
pendidikan inklusif sering menunj ukkan bahwa
masalah muncul karena pihak-pihak t ert ent u
‘ t idak dikonsult asi’ , ‘ t idak merasa dilibat kan’ ,
‘ t idak mengert i’ , at au t idak t ahu apa-apa
t ent ang program t ersebut . Hal-hal pokok unt uk
dipert imbangkan adalah:
"Ketika saya sudah lulus kuliah ternyata teori yang saya pelaj ari
tidak dapat dipraktekkan. Saya tidak dapat bekerj a dengan baik
dan anak-anak pun tidak dapat belaj ar dengan baik . . . Jadi saya
coba metode lain. . . Saya berkesimpulan bahwa kelas perlu
demokratis sehingga semua orang dapat belaj ar bersama-sama. . .
Saya dorong anak-anak untuk mengekspresikan pandangannya. . .
Mereka memiliki banyak ide yang sangat bagus; saya kagum. . . !
mereka memberikan saran dan menawarkan solusi terhadap
masalah. ” 23
• Pemimpin masyarakat
64
• Pej abat pemerint ah
Beberapa pelaj aran pent ing yang dapat dit arik dari pengalaman
dengan pendekat an part isipat ori meliput i:
65
Kemauan unt uk mendengarkan, krit is kepada diri sendiri,
dan ‘ mau mengakui kesalahan’ .
(Guru yang berpart isipasi dalam penelit ian t indakan part isipat ori di
Lesot ho)
Ket erampilan dan penget ahuan dalam met odologi part isipat ori
perlu dikembangkan –orang-orang t ert ent u secara alami dapat
melakukannya dengan baik, t et api kebanyakan dari kit a perlu
belaj ar dan berlat ih unt uk dapat menguasainya. Misanya,
kemampuan unt uk mendengarkan dengan baik it u sangat sulit
bagi kebanyakan orang, t erut ama j ika orang yang harus
didengarkan it u berkesulit an unt uk mengekspresikan dirinya
dengan baik, at au harus mengekspresikannya melalui
penerj emah.
66
c) Kapan dan Dalam Hal Apa? Part isipasi perlu
dipergunakan pada semua t ahapan proses
Pendidikan Inklusif , misalnya dalam:
67
Bab 5
Kesempatan dan Tantangan dalam Pendidikan
Inklusif
Beberapa Studi Kasus
69
Alumni penyandang cacat dan orang t uanya dapat
berkont ribusi banyak t erhadap pendidikan inklusif
Pendidikan inklusif merupakan bagian dari pergerakan yang
lebih besar menuj u inklusi sosial.
70
Pendekat an-pendekat an ut ama unt uk mengat asi hambat an-
hambat an t ersebut :
Set iap pusat pembelaj aran dilengkapi dengan st rukt ur
pendukung yang t erdiri dari guru, t et api j uga dilengkapi
dengan sumber daya masyarakat dan layanan t enaga ahli. Oleh
karena it u pada hakikat nya berbasis masyarakat .
Adanya pusat dukungan lokal unt uk memberikan pelat ihan dan
dukungan kepada guru, bukan kepada individu siswa pada
umumnya.
Orang t ua, guru, siswa (at au para pembelanya), dengan kat a
lain semua st akeholder ut ama, akan dilibat kan dalam
manaj emen, perencanaan kurikulum, pengembangan sist em
pendukung, dan dalam proses belaj ar dan mengaj ar.
Kapasit as pendanaan, kepemimpinan dan manaj emen
dikembangkan dengan cara yang berkesinambungan.
Propinsi Anhui di Cina merupakan cont oh yang baik unt uk kebij akan
pemerint ah yang memf asilit asi inkl usi. Anhui adalah sat u propinsi
yang miskin dengan penduduk 56 j ut a orang, dan unt uk mencapai
pendidikan unt uk semua, mereka mengakui bahwa anak-anak
penyandang cacat perlu diinklusikan. Pendidikan usia dini sudah
dipriorit askan dan sist em pendidikan t aman kanak-kanak
berkembang dengan pesat , dan banyak di ant aranya mempunyai
lebih dari seribu orang siswa. Program perint is yang dif okuskan pada
ref ormasi pendidikan merupakan sist em yang sangat f ormal; anak-
anak usia t iga t ahun sudah diaj arkan unt uk duduk rapi, dan sering
kali j am pelaj arannya panj ang.
71
Dipergunakan pendekat an seluruh sekolah ( whol e school
approach) dan dukungan belaj ar ant art eman sebaya
Dukungan dari administ rat or dan masyarakat set empat melalui
pembent ukan komit e
Pelat ihan guru berbasis sekolah yang berkesinambungan
Pengint egrasian anak t unagrahit a secara bert ahap.
LAOS
Reformasi Pendidikan Guru dan Pendidikan Inklusif
Pada awal t ahun 1990-an, Laos mengalami ref ormasi sist em
pendidikannya dengan memperkenalkan met ode pengaj aran yang
akt if dan t erf okus pada diri anak unt uk meningkat kan kualit as
t et api biayanya t et ap rendah, dalam upayanya unt uk mendidik
semua anak. Memberikan pendidikan kepada anak penyandang
cacat merupakan bagian dari t uj uan PUS t ingkat nasional, dan
program perint is pendidikan inkl usif berhasil karena sepenuhnya
dikait kan dengan ref ormasi sist em.
“ Ref ormasi met odologi mengaj ar dan pendidikan guru, disert ai
dengan kurikulum yang relevan. . . t elah melancarkan j alan bagi
int egrasi. ”
“ Laos tidak memiliki sekolah khusus untuk anak penyandang
cacat yang merupakan keuntungan yang sangat besar bagi
Kementrian Pendidikan karena dengan demikian dapat
membangun sistem yang menj angkau semua anak. ”
“ Pengalaman Program pendidikan inklusif di Laos telah
menunj ukkan bahwa dengan perencanaan yang seksama,
implementasi, monitoring dan dukungan yang tepat, dan dengan
menggunakan semua sumber yang ada, dua tuj uan sekaligus,
yaitu meningkatkan kualitas pendidikan untuk semua dan
mengintegrasikan anak penyandang cacat, dapat berj alan selaras.
(Janet Holdswort h, Bulet in EENET no. 2)
72
NICARAGUA - Membantu Guru untuk Merenung
Paket Sumber UNESCO t ent ang Kebut uhan Khusus di Kelas
dipergunakan di Nicaragua unt uk mengembangkan prakt ek inklusi.
Paket t ersebut membant u guru:
Merenungkan hal-hal yang t elah diprakt ekkannya sendiri
Melaksanakan penelit ian t indakannya sendiri
Mengident if ikasi masalah yang dihadapinya, mempelaj ari dan
menganalisisnya, dan mencipt akan j alan pemecahannya
sendiri.
73
St udi kelayakan program pendidikan inklusif di Lesot ho menemukan
bahwa 19% anak yang sudah masuk sekolah dasar mengalami
kesulit an dalam belaj ar. Oleh karena it u program ini memf okuskan
pada peningkat an kemampuan guru agar dapat merespon kebut uhan
belaj ar set iap anak, t ermasuk menemukan cara agar kurikulum
dapat diakses oleh mereka yang menyandang kecacat an.
“ Saya lebih senang mengaj ar. Program ini telah memperlengkapi
kami dengan berbagai teknik untuk menghadapi siswa-siswa yang
disebut normal; bahkan setelah j am mengaj ar berakhir, kami
terus bekerj a untuk membuat persiapan. ”
“ Bahkan tanpa program (integrasi anak penyandang cacat) pun
kami masih harus dapat mengatasi berbagai perbedaan individu. . .
Saya mendapati bahwa dengan memiliki pengetahuan tentang
mengases kekuatan dan kelemahan, saya dapat memahami
kebutuhan individu setiap siswa. ”
“ Pendidikan itu untuk Semua. Semua orang yang diabaikan ini –
diabaikan untuk waktu yang sangat lama – mereka mempunyai
hak atas pendidikan! Terutama karena kami belaj ar banyak dari
mereka. ”
“ Masalah silabus adalah masalah sikap. . . Bahkan sebelum ada
program pendidikan inklusif ini pun kebanyakan dari kami tidak
dapat menyelesaikan silabus. . . Untuk siapakah silabus itu? Kita
tidak dapat mengesampingkan anak-anak itu hanya karena kita
harus menyelesaikan buku yang disebut silabus ini!”
(Dikut ip dari guru-guru dalam Sue St ubbs, 1995 st udi kasus t ent ang
pendidikan inklusif di Lesot ho)
SWAZILAND
Met ode pengaj aran dari anak kepada anak dipergunakan sebagai
bagian dari program RBM Kement rian Kesehat an unt uk
memberdayakan dan mendidik anak t ent ang masalah-masalah
kecacat an. Anak:
74
Mengarang lagu dan mempert unj ukkan drama unt uk
meningkat kan kesadaran di sekolah dan masyarakat
Mencakup Menj angkau masalah-masalah sepert i keselamat an
di j alan raya, HIV/ AIDS dan kecacat an
Membant u membangun j alan landai ( ramp), at au membuat
t oilet yang aksesibel, merancang peralat an t empat bermain
75
LESOTHO - Perspektif seorang anak
Mamello (seorang anak perempuan yang mengidap penyakit t ulang
rapuh) mampu t erus belaj ar di sebuah sekolah reguler walaupun
mendapat perlakuan yang kurang baik dari guru-gurunya, karena dia
mendapat bant uan dari t eman-t emanya. Unt uk dapat pergi ke
sekolah, dia harus didorong dengan kursi rodanya memalui j alan
yang kasar. Sering kali kursi rodanya t erbalik dan mengalami pat ah
t ulang. Masyarakat di sekit arnya begit u suport if kepada ‘ wanit a
kecil” ini sehinggga mereka bergot ong-royong memperbaiki j alan
menuj u sekolahnya agar Mamello dapat pergi ke sekolah t anpa
harus mengalami pat ah t ulang lagi.
“ Saya diaj ari membaca dan menulis di rumah oleh sahabat saya –
kami selalu bermain bersama. Kami membentuk kelompok
paduan suara dan banyak anak lain yang ikut bergabung. Guru-
guru dari sekolah dasar mengunj ungi kami dan memberi tugas
kepada saya. ”
(Mamello Fosere, bulet in EENET no. 5)
76
Bekerj asama dan membuat perencanaan bersama dengan
kelompok-kelompok st akeholder ut ama lainnya: Federasi
Nasional Organisasi Penyandang Cacat Lesot ho dan program
RBM.
77
Nepal – Model Peran Penyandang Cacat Mengubah Sikap
Seorang anak tunanetra, Jetha Murmu, tidak bersekolah.
Orang tuanya menjadi sangat marah ketika seorang petugas
RBM menyarankan agar dia disekolahkan. Akhirnya petugas
RBM tersebut mempertemukan orang tua itu dengan seorang
wanita tunanetra yang dapat membaca dan menulis Braille
dan merupakan anggota yang aktif dari keluarganya. Setelah
itu orang tua tersebut mengubah sikapnya dan mengizinkan
petugas RBM itu melatih Jetha membaca dan menulis Braille.
Petugas RBM tersebut harus bekerja keras untuk meyakinkan
agar sekolah bersedia menerima Jetha sebagai siswa, tetapi
akhirnya berhasil. Anak tersebut kini terkenal didesanya
sebagai “satu-satunya orang yang mampu membaca dan
menulis tanpa lampu di malam hari”. (Janak Thapa, bulletin
EENET no. 5
78
bert anggungj awab unt uk memperhat ikan pendidikan bagi
anak perempuan dan penyandang cacat .
Keput usan unt uk melibat kan anak penyandang cacat j arang
dipriorit askan secara spont an oleh masyarakat miskin, karena
mereka t idak memiliki cont oh posit if yang menunj ukkan
bahwa anak t ersebut dapat belaj ar dan produkt if . Tenaga
pendorong dari luar sering dibut uhkan unt uk memberi
perhat ian t erhadap penyandang cacat ( dalam hal ini LSM).
79
Pendidikan Inklusif lebih Luas daripada Persekolahan – Konteks
Masyarakat
80
Inisiat if Masyarakat dalam Menginklusikan Berbagai Kelompok
Minorit as
81
Mereka j uga mendorong part isipasi anak penyandang cacat .
(Margarit a Focas Licht , Bulet in EENET no. 4)
82
Pendidikan Inklusif di Kam Pengungsi Bhut an
Promosi Pendidikan Inklusif di Kamp Pengungsi Jhapa merupakan
komponen int egral dari program RBM, yang bert uj uan unt uk
menanggapi kebut uhan dan permasalahan yang t erdapat di dalam
kelompok sasaran. Komponen-komponen ut amanya meliput i:
Kunj ungan rumah oleh pet ugas RBM, yang melibat kan orang
t ua dan t et angga, dan yang memobilisasi orang t ua unt uk
mengint egrasikan anak penyandang cacat ke sist em sekolah
reguler.
Program unt uk penyandang cacat ini t elah membent uk
kelompok perwakilan yang beranggot akan para orang t ua anak
penyandang cacat . Kelompok ini mengadakan pert emuan dua
kali sebulan dengan st af Save t he Children Fund unt uk
menelaah kemaj uan, permasalahan dan cara pemecahannya.
Koordinasi yang akt if dipelihara dalam prakt ek dan kebij akan
ant ara lembaga-lembaga sosial dalam bidang pendidikan,
kesehat an dan kesej aht eraan sosial yang saling t erkait .
Pendekat an RBM yang holist ik pent ing unt uk mendukung
inklusi anak penyandang cacat dalam pendidikan. Misalnya,
anak t unanet ra membut uhkan lat ihan mobilit as dan Braille,
sedangkan anak-anak t unadaksa t ert ent u membut uhkan
f isiot erapi dan peralat an mobilit as sepert i alat pembant u
berj alan, t ongkat ket iak, bat ang paralel, kursi t oilet , kursi
sudut , dan belat . Guru dan orang t ua diberi pelat ihan.
83
masalah kecacat an. . . Minat t erhadap kecacat an ini membawa
banyak perubahan yang posit if j auh melampaui rehabilit asi berbasis
inst it usi. Misalnya, RBM diperkenalkan, dan perlunya pendidikan
bagi penyandang cacat di dalam masyarakat dirasakan.
Tetapi tantangannya adalah bahwa j utaan dolar dihabiskan untuk
rehabilitasi medis bagi mereka yang terluka selama Intifada;
"kebutuhan mayoritas penyandang cacat dipandang kurang
penting. ”
(George Malki, Bulet in EENET no. 1)
84
Masalah ut amanya adalah bahwa anak t unarungu t idak akan dapat
mengembangkan ket erampilan bahasa dan komunikasi secara
ot omat is di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat nya sendiri
yang dapat mendengar. Mereka sudah dieksklusikan sej ak lahir di
keluarganya sendiri hanya karena t idak dapat menggunakan bahasa
yang sama. Mereka membut uhkan kont ak dengan sesama
penyandang t unarungu agar dapat mengembangkan bahasa isyarat ,
dan it ulah sebabnya banyak penyandang t unarungu berargumen
bahwa sekolah at au unit khusus diperlukan unt uk mereka. ada j uga
anak yang but a-t uli, dan t ant angan unt uk inklusi bagi mereka
bahkan lebih berat lagi.
Masalah yang dihadapi mayorit as anak t unarungu di negara-negara
secara ekonomi miskin adalah bahwa sekolah khusus yang
berasrama it u amat mahal biayanya, hanya dapat memenuhi
kebut uhan sej umlah kecil anak saj a, dan akibat t erpisahnya mereka
dari keluarga dan masyarakat nya dapat menyebabkan t idak
dimilikinya ket erampilan yang diperlukan unt uk bert ahan hidup,
misalnya ket erampilan pert anian. Bahkan yang lebih buruk lagi,
banyak sekolah khusus unt uk t unarungu it u melarang penggunaan
bahasa isyarat dan mengharuskan penggunaan met ode oral, yang
bert ent angan dengan rekomendasi Perat uran St andar PBB dan
Pernyat aan Salamanca.
Jadi, ‘ dilema penyandang t unarungu’ di sini adalah:
Bahasa Isyarat hanya dapat berkembang apabila
penyandang t unarungu belaj ar bersama-sama dengan
penyandang t unarungu lainnya, t et api:
Pendidikan segregasi tidak mempromosikan inklusi di
dalam keluarga at au masyarakat , t et api:
Tanpa Bahasa Isyarat , sangat sulit bagi penyandang
t unarungu unt uk t ercakup di dalam kegiat an kehidupan
keluarga at au masyarakat nya.
Solusi
Orang dewasa t unarungu merupakan sumber daya manusia
yang paling j elas ada unt uk pendidikan anak-anak t unarungu.
Di beberapa negara Af rika, ket erlibat an orang dewasa
85
t unarungu dalam pendidikan bagi anak t unarungu t elah
membuat lebih banyak kemaj uan daripada di banyak negara
Ut ara.
Inklusi harus dilihat sebagai lebih luas daripada persekolahan,
dan di dalam masyarakat , kelompok kecil anak dan orang
dewasa t unarungu dapat bert emu unt uk belaj ar bahasa isyarat
t anpa dipisahkan dari keseluruhan perencanaan dan
penyelenggaraan pendidikan, dan mereka dapat t et ap t inggal
di dalam masyarakat .
Pendidikan bilingual perlu dit elit i pada t ingkat keluarga,
masyarakat dan sekolah.
86
bekerj asama erat dengan orang tua, telah mengembangkan
keterampilannya, memupuk suasana positif untuk pembelaj aran
dan pertumbuhan sosial. ”
(Rosa Eggert dot t ir, Bulet in EENET no. 1)
87
1. Apa hambat an part isipasi dan belaj ar anak?
2. Bagaimana hambat an ini dapat diat asi?
3. Siapa yang perlu dilibat kan?
Terdapat banyak j enis hambat an, dan kat egorisasi berikut ini dibuat
oleh para prakt isi dari negara-negara Selat an. Hambat an dan
Kesempat an yang t erkait dengan:
a) Orang: anak, guru, orang t ua, pekerj a berbasis masyarakat ;
b) Uang dan materi: donor ekst ernal, keberlangsungan,
peralat an yang diproduksi secara lokal;
c) Pengetahuan dan informasi: melek huruf , kebij akan,
pemecahan masalah lokal, konsep asing, dokument asi
int ernasional.
(Lihat sit us web EENET unt uk
inf ormasi lebih lanj ut – inf ormasi
diberikan pada bab 7)
88
Indikat or individual’
keberhasilan
2. Implement asi Inisiat if berbasis Dominasi model
dalam Budaya dan masyarakat , yang berbasis Ut ara
Kont eks Lokal misalnya RBM Penggunaan sumber
Sit uasi prakt is Rint isan program daya yang
Sumber daya nonf ormal berlebihan at au
89
Gambar 6
Cont oh dari Mali – PENERAPAN model sosial
90
dipergunakan unt uk meningkat kan
kesadaran dan perubahan sikap
t erhadap kecacat an.
4. Tidak ada t ransport asi Pada awalnya orang t ua
bagi anak t unadaksa unt uk menggendong anaknya set iap hari.
pergi ke sekolah Kolaborasi dengan LSM Kecacat an
menghasilkan penyediaan kendaraan
roda t iga bagi yang
membut uhkannya.
5. Orang t ua enggan Peningkat an kesadaran dan mobilisasi
membawa anaknya yang orang t ua dengan dukungan dari LSM
cacat ke luar rumah Kecacat an
6. kurangnya t enaga Diambil keput usan bahwa
kependidikan di desa penget ahuan dan pengalaman
penduduk desa lebih relevan bagi
anak desa daripada keahlian guru-
guru prof esional yang mendapat
pendidikan di kot a
Penduduk set empat dipilih dan
kemudian dilat ih oleh prof esional
7. masyarakat set empat Jika penduduk desa memang
sangat miskin dan t idak menginginkan sebuah sekolah, maka
memiliki wakt u luang mereka akan mempunyai mot ivasi
at aupun sumber unt uk mendukung dan memelihara
sekolah it u.
Penduduk desa berhasil mendapat kan
sumber unt uk membangun rumahnya
sendiri dan mengelola bidang-bidang
lain kehidupannya.
Ket erlibat an seluruh masyarakat
sej ak t ahap analisis dan perencanaan
it u sangat pent ing.
Kont ribusi penduduk desa dimulai
sej ak awal yang mencakup
pembangunan f isik sekolah,
memberikan kont ribusi f inansial
91
unt uk gaj i guru dan bert anggung
j awab unt uk manaj emen secara
umum.
Monit oring dan dukungan yang
berkesinambungan dari SCF j uga
sangat pent ing
8. Kurangnya penget ahuan Pelat ihan dan dukungan yang
dan pengalaman t ent ang berkesinambungan dari ADD dan
pendidikan yang aksesibel penilaian yang realist is t erhadap
bagi anak t unarungu seluruh kehidupan anak t unarungu;
t idak ada gunanya j ika hanya
menempat kan secara f isik saj a anak
t unarungu yang lebih besar di
sekolah.
Lebih banyak bekerj asama dengan
orang t ua dan keluarga dalam
mengembangkan komunikasi dengan
anaknya yang t unarungu.
92