Professional Documents
Culture Documents
Bahan Ringkasan
Bahan Ringkasan
Bahan Ringkasan
14
sebagai umat manusia yang ut uh, maka pengecualian pun
diberlakukan dalam hal hak universalnya. Dengan melakukan lobi-
lobby, kelompok penyandang cacat memast ikan bahwa inst rumen-
inst rumen hak asasi manusia PBB berikut nya menyebut kan secara
spesif ik orang penyandang cacat , dan menekankan bahwa SEMUA
penyandang cacat , t anpa memandang t ingkat keparahannya,
memiliki hak at as pendidikan.
Konvensi PBB tentang Hak Anak 1989, suat u inst rumen yang
secara sah mengikat , yang t elah dit andat angani oleh semua negara
kecuali dua negara (Amerika Ser ikat dan Somalia), lebih j auh
menyat akan bahwa pendidikan dasar seyogyanya “ waj ib dan bebas
biaya bagi semua” (pasal 28). Konvensi t ent ang Hak Anak PBB
memiliki empat Prinsip Umum yang menaungi semua pasal lainnya
t ermasuk pasal t ent ang pendidikan:
i) Non diskriminasi (Pasal 2) menyebut kan secara
spesif ik t ent ang anak penyandang cacat .
ii) Kepent ingan Terbaik Anak (Pasal 3).
iii) Hak unt uk Kelangsungan Hidup dan Perkembangan
(Pasal 6).
iv) Menghargai Pendapat Anak (Pasal 12).
Prinsip pent ing lainnya yang dinyat akan oleh komit e monit oring
adalah bahwa “ Kesemua hak it u t ak dapat dipisahkan dan saling
berhubungan” . Secara singkat , ini berart i bahwa meskipun
menyediakan pendidikan di sekolah luar biasa unt uk anak
penyandang cacat it u memenuhi haknya at as pendidikan, t et api ini
dapat melanggar haknya unt uk diperlakukan secara non-
diskriminat if , dihargai pendapat nya dan hak unt uk t et ap berada di
dalam lingkungan keluarga dan masyarakat nya.
Walaupun Pasal 23 secara khusus memf okuskan pada anak
penyandang cacat , t et api memiliki kelemahan karena membuat hak
anak penyandang cacat ‘ t ergant ung pada sumber-sumber yang ada’
dan memf okuskan pada ‘ kebut uhan khusus’ t anpa
mendef inisikannya. Hal ini perl u dipert imbangkan dalam kont eks
prinsip-prinsip dasar pendidikan, dit ambah Pasal 28 dan 29 yang
berlaku unt uk SEMUA anak. Lihat Lampiran 1 unt uk rinciannya.
15
1. 2. Idealisme Pendidikan untuk Semua
Selama beberapa dasawarsa set elah dit et apkannya Deklarasi
Universal, banyak upaya dilakukan unt uk mencipt akan pendidikan
yang universal. Namun, dengan cepat t erlihat adanya j urang
pemisah ant ara idealisme dan realit as. Pada t ahun 1980-an,
pert umbuhan pendidikan universal t idak hanya melambat , t et api di
banyak negara bahkan berbalik arah. Diakui bahwa ‘ pendidikan
unt uk semua’ t idak t erj adi secara ot omat is.
Deklarasi Dunia Jomtien tentang Pendidikan untuk Semua di
Thailand t ahun 1990 mencoba unt uk menj awab beberapa t ant angan
ini. Deklarasi Jomt ien t ersebut melangkah lebih j auh daripada
Deklarasi Universal dalam Pasal III t ent ang “ Universalisasi Akses dan
Mempromosikan Keset araan” . Dinyat akan bahwa t erdapat
kesenj angan pendidikan dan bahwa berbagai kelompok t ert ent u
rent an akan diskriminasi dan eksklusi. Ini mencakup anak
perempuan, orang miskin, anak j alanan dan anak pekerj a,
penduduk pedesaan dan daerah t erpencil, et nik minorit as dan
kelompok-kelompok lainnya, dan secara khusus disebut kan para
penyandang cacat . Lihat lampiran 2 unt uk lebih rincinya.
Walaupun ist ilah ‘ inklusi’ t idak digunakan di Jomt ien, t erdapat
beberapa pernyat aan yang mengindikasikan pent ingnya menj amin
bahwa orang-orang dari kelompok marginal mendapat kan akses ke
pendidikan dalam sist em pendidikan umum.
Ringkasan:
• Jomt ien menyat akan kembali bahwa pendidikan merupakan
hak mendasar bagi SEMUA orang.
• Jomt ien mengakui bahwa kelompok-kelompok t ert ent u
t erasingkan dan menyat akan bahwa “ sebuah komit men akt if
harus dibuat unt uk menghilangkan kesenj angan pendidikan . . . .
kelompok-kelompok t idak boleh t erancam diskriminasi dalam
mengakses kesempat an belaj ar. . . ” . (Pasal III, ayat 4)
• Jomt ien menyat akan bahwa “ langkah-langkah yang diperlukan
perlu diambil unt uk memberikan akses ke pendidikan yang
sama kepada set iap kat egori penyandang cacat sebagai bagian
yang int egral dari sist em pendidikan” . (Pasal II ayat 5)
16
• Namun, dokumen Jomt ien it u t idak menj elaskan apa yang
dimaksud dengan ‘ bagian int egral’ it u, dan t idak secara t egas
menyat akan lebih mendukung pendidikan inklusif daripada
pendidikan segregasi.
• Jomt ien j uga menyat akan bahwa ‘ pembelaj aran dimulai saat
lahir’ , dan mempromosikan pendidikan usia dini, sert a
pent ingnya menggunakan berbagai macam sist em pelaksanaan
pendidikan dan pent ingnya ket erlibat an keluarga dan
masyarakat .
17
• Perat uran St andar PBB menekankan bahwa Negara harus
bert anggung j awab at as pendidikan penyandang cacat dan
harus:
a) mempunyai kebij akan yang j elas,
b) mempunyai kurikulum yang f leksibel,
c) memberikan mat eri yang berkualit as, menyelenggarakan
pelat ihan guru dan memberikan bant uan yang
berkelanj ut an.
• Inklusi didukung dengan beberapa kondisi ut ama; harus
didukung dengan sumber-sumber yang t epat dan dengan
kualit as t inggi – bukan ‘ pilihan yang murah’ .
• Program-program berbasis masyarakat dipandang sebagai
dukungan yang pent ing t erhadap Pendidikan Inklusif .
• Pendidikan luar biasa t idak dikesampingkan di mana sist em
pendidikan umum t idak memadai t erut ama unt uk siswa
t unarungu dan but a t uli. (Perat uran 6, paragraf 8 dan 9)
18
prinsip dasar inklusi yang f undament al, yang belum dibahas dalam
dokumen-dokumen sebelumnya. (lihat lampiran 4 unt uk lebih rinci)
Salamanca
Beberapa konsep int i Inklusi meliput i:
• Anak-anak memiliki keberagaman yang luas dalam
karakt erist ik dan kebut uhannya.
• Perbedaan it u normal adanya.
• Sekolah perlu mengakomodasi SEMUA anak.
• Anak penyandang cacat seyogyanya bersekolah di lingkungan
sekit ar t empat t inggalnya.
• Part isipasi masyarakat it u sangat pent ing bagi inklusi.
• Pengaj aran yang t erpusat pada diri anak merupakan int i dari
inklusi.
• Kurikulum yang f leksibel seyogyanya disesuaikan dengan anak,
bukan kebalikannya.
• Inklusi memerlukan sumber-sumber dan dukungan yang t epat .
• Inklusi it u pent ing bagi harga diri manusia dan pelaksanaan
hak asasi manusia secara penuh.
• Sekolah inklusif memberikan manf aat unt uk SEMUA anak
karena membant u mencipt akan masyarakat yang inklusif .
• Inklusi meningkat kan ef isiensi dan ef ekt ivit as biaya
pendidikan.
19
dan meningkat kan ef isiensi sehingga menekan biaya unt uk
keseluruhan sist em pendidikan. ”
20
Cacat dan Pembangunan (IWGDD), maka Program Flagship untuk
Pendidikan dan Penyandang Cacat pun diluncurkan pada akhir
t ahun 2001. Tuj uan f lagship t ersebut adalah unt uk:
“ Menempat kan isu kecacat an dengan t epat pada agenda
pembangunan . . . dan . . . memaj ukan pendidikan inklusif sebagai
pendekat an ut ama unt uk mencapai t uj uan PUS. ” (sit us web UNESCO
EFA Flagship Init iat ive).
Kelebihan konf erensi Dakar adalah bahwa t erdapat f okus yang lebih
kuat unt uk mengembangkan Rencana Aksi Nasional yang kokoh dam
st rat egi regional unt uk implement asi dan monit oring, yang
merupakan kelemahan pada konf erensi Jomt ien, dan masalah
kecacat an disebut kan secara spesif ik di dalam beberapa
dokumennya.
21
Tuj uan ini t idak akan t ercapai kecuali anak dan orang dewasa
penyandang cacat secara spesif ik dit arget kan dan dilibat kan karena
mereka merupakan unsur masyarakat t ermiskin di kalangan yang
miskin. Tercapainya pendidikan dasar universal t idak hanya dit andai
dengan masuknya anak secara secara f isik ke sekolah; agar
pendidikan dapat mencipt akan perubahan, pendidikan harus relevan
dan ef ekt if .
Pendidikan inklusif merupakan suat u st rat egi unt uk mempromosikan
pendidikan universal yang ef ekt if karena dapat mencipt akan sekolah
yang responsif t erhadap beragam kebut uhan akt ual dari anak dan
masyarakat . Pendidikan inklusif menj amin akses dan kualit as.
22
Lampiran 1
Pasal 2
1. Negara harus menghormat i dan menj amin hak-hak yang
dit et apkan dalam konvensi ini bagi set iap anak yang berada di
dalam wilayah hukumnya t anpa diskriminasi apapun, t anpa
memandang ras anak at au orang t ua at au walinya, warna kulit , j enis
kelamin, bahasa, agama, pendapat polit ik at au pendapat lainnya,
suku at au asal muasal sosial, hak milik, kecacat an, kelahiran
at aupun st at us lainnya.
Pasal 23
1. Negara mengakui bahwa anak yang menyandang kecacat an
ment al at aupun f isik seyogyanya menikmat i kehidupan yang
layak dan ut uh, dalam kondisi yang menj amin mart abat ,
meningkat kan kemandirian sert a memberi kemudahan kepada
anak unt uk berpart isipasi akt if dalam masyarakat .
119
Pasal 28
1. Negara mengakui hak anak at as pendidikan dan dengan
mengupayakan pencapaian hak ini secara berangsur-angsur dan at as
dasar kesamaan kesempat an, Negara seyogyanya:
(a) Membuat pendidikan dasar waj ib dan t ersedia secara Cuma-
Cuma bagi semua anak;
(b) Mendorong pengembangan berbagai bent uk pendidikan lanj ut an,
t ermasuk pendidikan umum dan kej uruan, membuat nya t ersedia
dan dapat diakses oleh set iap anak;
(c) Membuat pendidikan t inggi t erakses oleh semua orang;
(d) Membuat agar inf ormasi t ent ang pendidikan dan pekerj aan sert a
bimbingan t ersedia dan t erakses oleh semua anak;
(e) Mengambil langkah-langkah unt uk mendorong agar anak-anak
bersekolah secara t erat ur dan mengurangi angka put us sekolah.
Pasal 29
1. Negara menyet uj ui bahwa pendidikan bagi anak seyogyanya
diarahkan unt uk:
(a) Pengembangan kepribadian, bakat dan kemampuan ment al
maupun f isik anak seopt imal mungkin;
(b) Pengembangan penghargaan at as hak asasi manusia dan
kebebasan f undament al,
(c) Pengembangan penghargaan t erhadap orang t ua anak, ident it as
budayanya, bahasa dan nilai-nilai yang dianut nya, t erhadap nilai-
nilai nasional dari negara t empat t inggal anak, negara t empat
asalnya, dan t erhadap peradaban yang berbeda dari peradabannya
sendiri;
(d) Penyiapan anak unt uk menj al ani kehidupan yang bert anggung
j awab di dalam masyarakat yang bebas;
(e) Pengembangan penghargaan t erhadap lingkungan alam.
120
Lampiran 2: Konferensi Jomtien 1990
121
Lampiran 3: Peraturan Standar PBB tentang Persamaan
Kesempatan bagi Penyandang Cacat
Peraturan 6:
• Negara seyogyanya menj amin bahwa pendidikan bagi
penyandang cacat merupakan bagian yang int egral dari syst em
pendidikan.
• paragraf 1: Para pej abat pendidikan umum bert anggung j awab
at as para penyandang cacat .
• Paragraf 2: Pendidikan di sekolah umum seyogyanya
menyediakan layanan pendukung yang t epat .
• Paragraf 6: Negara seyogyanya: a) memiliki kebij akan yang j elas,
b) memiliki kurikulum yang f leksibel, c) menyediakan mat eri
yang berkualit as, dan pelat ihan guru dan dukungan yang
berkelanj ut an.
• Paragraf 7: Program rehabilit asi berbasis masyarakat seyogyanya
dilihat sebagai pelengkap bagi pendidikan int egrasi.
• Paragraf 8: Dalam hal di mana syst em persekolahan umum t idak
secara memadai memenuhi kebut uhan semua penyandang cacat ,
pendidikan luar biasa dapat dipert imbangkan … dalam hal-hal
t ert ent u pendidikan luar biasa mungkin pada saat ini merupakan
bent uk pendidikan yang paling t epat unt uk siswa-siswa t ert ent u.
• Paragraf 9: Siswa t unarungu dan t unarungu-net ra mungkin akan
memperoleh pendidikan yang lebih t epat di sekolah khusus,
kelas khusus at au unit khusus.
122
Lampiran 4: Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi
tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus
www. unesco. org/ educat ion/ educprog/ sne/ salamanc/ covere. ht ml
Pasal 2:
• Sist em pendidikan seyogyanya mempert imbangkan ber bagai
macam kar akt er ist ik dan kebut uhan anak yang ber beda-beda.
• Sekolah reguler dengan orientasi inklusi ini merupakan tempat
yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi ,
mencipt akan masyarakat yang r amah, membangun sebuah
masyarakat inkl usif dan mencapai pendidikan unt uk semua;
l ebih j auh, sekol ah t er sebut member ikan pendidikan yang
ef ekt if kepada sebagian besar anak dan meningkat kan ef isiensi
dan pada akhir nya akan menj adi syst em pendidikan yang pal ing
ekonomis.
Pasal 3: Pemerint ah seyogyanya:
• Menet apkan pr insip pendidikan inkl usif sebagai undang-undang
at au kebij akan … kecual i j ika t erdapat al asan yang memaksa
unt uk menet apkan l ain.
Kerangka Aksi
Pasal 3:
• Prinsip dasar ker angka ini adal ah bahwa sekol ah seyogyanya
mengakomodasi semua anak … ini seyogyanya mencakup anak
penyandang cacat dan anak berbakat , anak j al anan dan anak
yang beker j a, anak dar i kaum pengembar a at au daer ah
t erpencil , anak dari kel ompok minor it as berdasarkan bahasanya,
et niknya at au budayanya dan anak dari kel ompok at au daer ah
l ain yang kurang berunt ung at au t erkepinggirkan …. Tant angan
yang dihadapi ol eh sekol ah inkl usif adal ah bahwa harus
dikembangkannya pedagogi yang ber pusat pada dir i anak yang
mampu mendidik semua anak.
• Pasal 4: … perbedaan umat manusia it u normal adanya dan
pembelaj aran harus disesuaikan dengan kebut uhan anak,
bukannya anak yang disesuaikan dengan asumsi-asumsi yang
123
t idak berdasar . … Pedagogi yang ber pusat pada dir i anak akan
mengunt ungkan bagi semua siswa, dan akhirnya j uga bagi
kesel uruhan masyarakat . … ini dapat sangat menur unkan angka
put us sekol ah dan t inggal kel as. … di samping menj amin
t ercapainya t ingkat pencapaian rat a-rat a yang l ebih t inggi …
Sekol ah yang ber pusat pada dir i anak j uga mer upakan t empat
pel at ihan unt uk masyarakat yang ber or ient asi pada or ang-or ang
yang menghargai perbedaan dan mar t abat sel uruh umat
manusia.
• Pasal 6: Inkl usi dan part isipasi it u sangat pent ing bagi mart abat
manusia dan bagi t erwuj udnya dan dil aksanakannya hak asasi
manusia.
• Pasal 7: Prinsip mendasar dari sekol ah inkl usif adal ah bahwa
semua anak seyogyanya bel aj ar ber sama-sama, sej auh
memungkinkan, apa pun kesul it an at au perbedaan yang ada
pada diri mereka. Sekol ah inkl usif harus mengakui dan t anggap
t erhadap keberagaman kebut uhan siswa-siswanya,
mengakomodasi gaya dan kecepat an bel aj ar yang berbeda-
beda…
• Pasal 10: Pengal aman menunj ukkan bahwa sekol ah inkl usif ,
yang member i l ayanan kepada semua anak di masyarakat ,
sangat berhasil dal am menggal ang dukungan dari masyarakat
dan dal am menemukan cara yang imaginat ive dan inovat if unt uk
memanf aat kan ket ersediaan sumber-sumber yang t erbat as.
• Pasal 18: Kebij akan pendidikan pada semua l evel , dar i l evel
nasional hingga l ocal , seyogyanya menet apkan bahwa seor ang
anak penyandang cacat ber sekol ah di l ingkungan t empat
t inggal nya, di sekol ah yang akan dimasukinya andaikat a dia
t idak memil iki kecacat an.
124
Lampiran 5: Konferensi Dakar
Pada bulan April 2000 lebih dari 1100 pesert a dari 164 negara
berkumpul di Dakar, Senegal, unt uk Forum Pendidikan Dunia. Dari
guru hingga perdana ment eri, dari akademisi hingga pembuat
kebij akan, dari lembaga nonpemerint ah hingga ket ua organisasi
int ernasional ut ama, mereka menet apkan Kerangka Aksi Dakar,
Pendidikan unt uk Semua: Memenuhi Komit men Kolekt if , yang t erdiri
dari 2000 kat a.
7. Kami dengan ini secara kolekt if menyat akan komit men kami
unt uk mencapai t uj uan-t uj uan berikut :
(i) Memperluas dan meningkat kan perawat an dan pendidikan usia
dini yang komprehensif , t erut ama bagi anak-anak yang paling
rent an dan kurang berunt ung;
(ii) Menj amin bahwa menj elang t ahun 2015 semua anak, t erut ama
anak perempuan, anak yang mengalami keadaan yang sulit dan
mereka yang t ermasuk et nik minorit as, memperoleh akses ke dan
menamat kan pendidikan dasar waj ib dan bebas biaya dengan
kualit as baik;
(iii) Menj amin bahwa kebut uhan belaj ar semua anak dan orang
dewasa dipenuhi melalui kesamaan akses ke program pembelaj aran
dan ket erampilan kehidupan yang t epat ;
(iv) Mencapai 50 persen perbaikan dalam t ingkat melek huruf di
kalangan orang dewasa menj elang t ahun 2015, t erut ama unt uk
perempuan, dan kesamaan akses ke pendidikan dasar dan lanj ut
unt uk semua orang dewasa;
(v) Menghilangkan kesenj angan gender dalam pendidikan dasar dan
menengah menj elang t ahun 2005, dan mencapai kesamaan gender
dalam pendidikan menj elang t ahun 2015, dengan f ocus pada
j aminan t erhadap kesamaan akses ke dan pencapaian dalam
pendidikan dasar berkualit as bagi anak perempuan;
(vi) Meningkat kan semua aspek kualit as pendidikan dan menj amin
kualit as t erbaik bagi semua sehingga hasil belaj ar yang t erakui dan
125
t erukur dapat dicapai oleh semua, t erut ama dalam baca/ t ulis,
berhit ung dan ket erampilan kehidupan yang esensial.
126
BAB I. Pendahuluan
B. Tujuan
Buku pedoman umum pendidikan inklusif ini disusun dengan tujuan
sebagai berikut.
1. Menjadi acuan dalam implementasi penyelenggaraan pendidikan
inklusif pada jenjang pendidikan dasar
2. Menjadi acuan semua pihak dalam pemerataan pendidikan ABK,
khususnya dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan
dasar.
3. Menjadi acuan masyarakat dalam memahami konsep dan implementasi
penyelenggaraan pendidikan inklusif yang sesuai dengan filosofi dan
nilai-nilai positif yang tercakup dalam pendidikan inklusif.
4. Menjadi rambu-rambu dan acuan bagi sekolah-sekolah yang akan
menyelenggarakan pendidikan inklusif agar tidak menyimpang dari
kriteria yang ditetapkan, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
kepada setiap pemangku kepentingan.
5. Menjadi bahan rujukan bagi pihak-pihak terkait dalam melakukan
monitoring dan evaluasi, serta pembinaan terhadap penyelenggaraan
pendidikan inklusif.
6. Menjadi acuan dalam pelaksanaan program penjaminan mutu dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif.
C. Landasan
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah
Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita–cita yang didirikan
atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal
Ika (Abdulrahman, 2003). Filsafat ini sebagai wujud pengakuan
kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertikal maupun horizontal, yang
mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi.
Kebinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan
1 0
BAB I. Pendahuluan
2. Landasan Yuridis
Landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah sebagai
berikut.
a. UUD 1945 (Amandemen) Ps. 31: Ayat (1) berbunyi 'Setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan'. Ayat (2) 'Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya'.
1 0
BAB I. Pendahuluan
1 0
BAB I. Pendahuluan
3. Landasan Empiris
Penelitian tentang pendidikan inklusif telah banyak di lakukan di
negara–negara barat sejak tahun 1980-an. Di antaranya adalah
penelitian berskala besar yang dipelopori oleh The National Academy of
Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi
dan penempatan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah, kelas,
atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Dari temuan ini
direkomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya
diberikan secara terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat
(Heller, Holtzman & Messick,1982). Beberapa pakar mengemukakan
bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan
peserta didik berkebutuhan khusus secara tepat, karena karakteristik
1 0
BAB I. Pendahuluan
1 0