Bahan Ringkasan

You might also like

You are on page 1of 24

Bab 1

Landasan Pendidikan Inklusif


Pendidikan Inklusif sebagai Hak Asasi Manusia

Bab ini akan meninj au sekilas t ent ang dokumen-dokumen


int ernasional mengenai hak asasi manusia yang t erkait dengan
Pendidikan Inklusif . Kemudian akan dibahas kekuat an dan
kelemahan dokumen-dokumen int ernasional t ersebut .

Inst rumen-inst rumen Int ernasional yang relevan dengan Pendidikan


Inklusif :
1. 1948: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
2. 1989: Konvensi PBB t ent ang Hak Anak
3. 1990: Deklarasi Dunia t ent ang Pendidikan unt uk Semua,
Jomt ien
4. 1993: Perat uran St andar t ent ang Persamaan Kesempat an bagi
para Penyandang Cacat
5. 1994: Pernyat aan Salamanca dan Kerangka Aksi t ent ang
Pendidikan Kebut uhan Khusus
6. 1999: Tinj auan 5 t ahun Salamanca
7. 2000: Kerangka Aksi Forum Pendidikan Dunia, Dakar
8. 2000: Tuj uan Pembangunan Millenium yang berf okus pada
Penurunan Angka Kemiskinan dan Pembangunan
9. 2001: Flagship PUS t ent ang Pendidikan dan Kecacat an

1. 1. Pendidikan sebagai Hak Asasi Manusia


Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 menegaskan bahwa:
“ Set iap orang mempunyai hak at as pendidikan. ”
Namun, anak dan orang dewasa penyandang cacat sering kali
direnggut dari haknya yang f undament al ini. Hal ini sering
didasarkan at as asumsi bahwa penyandang cacat t idak dipandang

14
sebagai umat manusia yang ut uh, maka pengecualian pun
diberlakukan dalam hal hak universalnya. Dengan melakukan lobi-
lobby, kelompok penyandang cacat memast ikan bahwa inst rumen-
inst rumen hak asasi manusia PBB berikut nya menyebut kan secara
spesif ik orang penyandang cacat , dan menekankan bahwa SEMUA
penyandang cacat , t anpa memandang t ingkat keparahannya,
memiliki hak at as pendidikan.
Konvensi PBB tentang Hak Anak 1989, suat u inst rumen yang
secara sah mengikat , yang t elah dit andat angani oleh semua negara
kecuali dua negara (Amerika Ser ikat dan Somalia), lebih j auh
menyat akan bahwa pendidikan dasar seyogyanya “ waj ib dan bebas
biaya bagi semua” (pasal 28). Konvensi t ent ang Hak Anak PBB
memiliki empat Prinsip Umum yang menaungi semua pasal lainnya
t ermasuk pasal t ent ang pendidikan:
i) Non diskriminasi (Pasal 2) menyebut kan secara
spesif ik t ent ang anak penyandang cacat .
ii) Kepent ingan Terbaik Anak (Pasal 3).
iii) Hak unt uk Kelangsungan Hidup dan Perkembangan
(Pasal 6).
iv) Menghargai Pendapat Anak (Pasal 12).

Prinsip pent ing lainnya yang dinyat akan oleh komit e monit oring
adalah bahwa “ Kesemua hak it u t ak dapat dipisahkan dan saling
berhubungan” . Secara singkat , ini berart i bahwa meskipun
menyediakan pendidikan di sekolah luar biasa unt uk anak
penyandang cacat it u memenuhi haknya at as pendidikan, t et api ini
dapat melanggar haknya unt uk diperlakukan secara non-
diskriminat if , dihargai pendapat nya dan hak unt uk t et ap berada di
dalam lingkungan keluarga dan masyarakat nya.
Walaupun Pasal 23 secara khusus memf okuskan pada anak
penyandang cacat , t et api memiliki kelemahan karena membuat hak
anak penyandang cacat ‘ t ergant ung pada sumber-sumber yang ada’
dan memf okuskan pada ‘ kebut uhan khusus’ t anpa
mendef inisikannya. Hal ini perl u dipert imbangkan dalam kont eks
prinsip-prinsip dasar pendidikan, dit ambah Pasal 28 dan 29 yang
berlaku unt uk SEMUA anak. Lihat Lampiran 1 unt uk rinciannya.

15
1. 2. Idealisme Pendidikan untuk Semua
Selama beberapa dasawarsa set elah dit et apkannya Deklarasi
Universal, banyak upaya dilakukan unt uk mencipt akan pendidikan
yang universal. Namun, dengan cepat t erlihat adanya j urang
pemisah ant ara idealisme dan realit as. Pada t ahun 1980-an,
pert umbuhan pendidikan universal t idak hanya melambat , t et api di
banyak negara bahkan berbalik arah. Diakui bahwa ‘ pendidikan
unt uk semua’ t idak t erj adi secara ot omat is.
Deklarasi Dunia Jomtien tentang Pendidikan untuk Semua di
Thailand t ahun 1990 mencoba unt uk menj awab beberapa t ant angan
ini. Deklarasi Jomt ien t ersebut melangkah lebih j auh daripada
Deklarasi Universal dalam Pasal III t ent ang “ Universalisasi Akses dan
Mempromosikan Keset araan” . Dinyat akan bahwa t erdapat
kesenj angan pendidikan dan bahwa berbagai kelompok t ert ent u
rent an akan diskriminasi dan eksklusi. Ini mencakup anak
perempuan, orang miskin, anak j alanan dan anak pekerj a,
penduduk pedesaan dan daerah t erpencil, et nik minorit as dan
kelompok-kelompok lainnya, dan secara khusus disebut kan para
penyandang cacat . Lihat lampiran 2 unt uk lebih rincinya.
Walaupun ist ilah ‘ inklusi’ t idak digunakan di Jomt ien, t erdapat
beberapa pernyat aan yang mengindikasikan pent ingnya menj amin
bahwa orang-orang dari kelompok marginal mendapat kan akses ke
pendidikan dalam sist em pendidikan umum.
Ringkasan:
• Jomt ien menyat akan kembali bahwa pendidikan merupakan
hak mendasar bagi SEMUA orang.
• Jomt ien mengakui bahwa kelompok-kelompok t ert ent u
t erasingkan dan menyat akan bahwa “ sebuah komit men akt if
harus dibuat unt uk menghilangkan kesenj angan pendidikan . . . .
kelompok-kelompok t idak boleh t erancam diskriminasi dalam
mengakses kesempat an belaj ar. . . ” . (Pasal III, ayat 4)
• Jomt ien menyat akan bahwa “ langkah-langkah yang diperlukan
perlu diambil unt uk memberikan akses ke pendidikan yang
sama kepada set iap kat egori penyandang cacat sebagai bagian
yang int egral dari sist em pendidikan” . (Pasal II ayat 5)

16
• Namun, dokumen Jomt ien it u t idak menj elaskan apa yang
dimaksud dengan ‘ bagian int egral’ it u, dan t idak secara t egas
menyat akan lebih mendukung pendidikan inklusif daripada
pendidikan segregasi.
• Jomt ien j uga menyat akan bahwa ‘ pembelaj aran dimulai saat
lahir’ , dan mempromosikan pendidikan usia dini, sert a
pent ingnya menggunakan berbagai macam sist em pelaksanaan
pendidikan dan pent ingnya ket erlibat an keluarga dan
masyarakat .

1. 3. Pendidikan Inklusif dan Para Penyandang Cacat


Pendidikan Inklusif t idak HANYA menyangkut inklusi penyandang
cacat . Sebagaimana dit ekankan dalam dokumen Jomt ien, t erdapat
banyak kelompok yang rent an akan eksklusi dari pendidikan, dan
inklusi pada esensinya adalah mencipt akan sist em yang dapat
mengakomodasi semua orang. Namun, demi alasan hist oris dan
alasan lainnya (dibahas kemudian), inklusi penyandang cacat t elah
memberikan t ant angan t ert ent u dan kesempat an unt uk kebij akan
dan prakt ek sist em pendidikan umum. Dokumen-dokumen
selanj ut nya yang spesif ik mengenai penyandang cacat set elah
dokumen Jomt ien lebih j auh mengkl arif ikasi apa yang dimaksud
dengan hak penyandang cacat at as pendidikan dalam prakt eknya.
Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi para
Penyandang Cacat (1993) (lihat lampiran 3) t erdiri dari perat uran-
perat uran yang mengat ur semua aspek hak penyandang cacat .
Perat uran 6 memf okuskan pada pendidikan, dan selaras dengan
dokumen Jomt ien, pendidikan bagi para penyandang cacat harus
merupakan bagian int egral dari pendidikan umum, dan bahwa
Negara seyogyanya bert anggung j awab at as pendidikan bagi
penyandang cacat . Terlalu sering, pendidikan unt uk penyandang
cacat diselenggarakan oleh lembaga suast a, sehingga
‘ membebaskan’ pemerint ah dari t anggung j awabnya. Perat uran 6
mempromosikan Pendidikan Inklusif (disebut pendidikan int egrasi
pada masa it u).
Poin-poin kuncinya adalah:

17
• Perat uran St andar PBB menekankan bahwa Negara harus
bert anggung j awab at as pendidikan penyandang cacat dan
harus:
a) mempunyai kebij akan yang j elas,
b) mempunyai kurikulum yang f leksibel,
c) memberikan mat eri yang berkualit as, menyelenggarakan
pelat ihan guru dan memberikan bant uan yang
berkelanj ut an.
• Inklusi didukung dengan beberapa kondisi ut ama; harus
didukung dengan sumber-sumber yang t epat dan dengan
kualit as t inggi – bukan ‘ pilihan yang murah’ .
• Program-program berbasis masyarakat dipandang sebagai
dukungan yang pent ing t erhadap Pendidikan Inklusif .
• Pendidikan luar biasa t idak dikesampingkan di mana sist em
pendidikan umum t idak memadai t erut ama unt uk siswa
t unarungu dan but a t uli. (Perat uran 6, paragraf 8 dan 9)

1. 4. Pendidikan Inklusif dan Kebutuhan Khusus


Perat uran St andar berakar pada gerakan Hak penyandang cacat dan
mencerminkan pengalaman berbagai kelompok penyandang cacat .
Penyandang t unanet ra dan t unarungu (meskipun j umlahnya sedikit )
memperoleh banyak keunt ungan dari sist em pendidikan segregasi.
Tanpa SLB, mereka mungkin t idak memperoleh kesempat an
pendidikan at au t idak dapat mengakses kurikulum di sekolah
reguler. Konf erensi Salamanca set ahun kemudian didasarkan at as
perspekt if para prof esional yang bekerj a di sekolah-sekolah, yang
berusaha menemukan cara agar semua anak dapat belaj ar bersama-
sama. Perbedaan ut amanya adal ah bahwa Perat uran St andar
membicarakan t ent ang suat u kelompok t ert ent u (penyandang cacat )
dan hak-haknya. Dalam Salamanca f okusnya t erlet ak pada
keberagaman karakteristik dan kebutuhan pendidikan anak.
Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan
Kebutuhan Khusus (1994) hingga saat ini masih merupakan
dokumen int ernasional ut ama t ent ang prinsip-prinsip dan prakt ek
Pendidikan Inklusif . Dokumen ini mengemukakan beberapa

18
prinsip dasar inklusi yang f undament al, yang belum dibahas dalam
dokumen-dokumen sebelumnya. (lihat lampiran 4 unt uk lebih rinci)

Salamanca
Beberapa konsep int i Inklusi meliput i:
• Anak-anak memiliki keberagaman yang luas dalam
karakt erist ik dan kebut uhannya.
• Perbedaan it u normal adanya.
• Sekolah perlu mengakomodasi SEMUA anak.
• Anak penyandang cacat seyogyanya bersekolah di lingkungan
sekit ar t empat t inggalnya.
• Part isipasi masyarakat it u sangat pent ing bagi inklusi.
• Pengaj aran yang t erpusat pada diri anak merupakan int i dari
inklusi.
• Kurikulum yang f leksibel seyogyanya disesuaikan dengan anak,
bukan kebalikannya.
• Inklusi memerlukan sumber-sumber dan dukungan yang t epat .
• Inklusi it u pent ing bagi harga diri manusia dan pelaksanaan
hak asasi manusia secara penuh.
• Sekolah inklusif memberikan manf aat unt uk SEMUA anak
karena membant u mencipt akan masyarakat yang inklusif .
• Inklusi meningkat kan ef isiensi dan ef ekt ivit as biaya
pendidikan.

Sat u paragraf dalam Pasal 2 memberikan argumen yang sangat baik


unt uk sekolah inklusif :
“ Sekolah reguler dengan orient asi inklusif merupakan cara yang
paling ef ekt if unt uk memerangi sikap diskriminat if , mencipt akan
masyarakat yang t erbuka, membangun suat u masyarakat inklusif
dan mencapai pendidikan unt uk semua; lebih dari it u, sekolah
inklusif memberikan pendidikan yang ef ekt if kepada mayorit as anak

19
dan meningkat kan ef isiensi sehingga menekan biaya unt uk
keseluruhan sist em pendidikan. ”

1. 5. Realitas Pendidikan untuk Semua


Forum Pendidikan Dunia di Dakar, Senegal (2000),
diselenggarakan unt uk mengeval uasi pelaksanaan Dasawarsa
Pendidikan unt uk Semua yang t elah diawali di Jomt ien. Telah
diket ahui sebelumnya bahwa t uj uan PUS dari Jomt ien it u belum
t ercapai. Lebih dari 117 j ut a anak masih belum bersekolah.
Konf erensi Dakar sangat dikecam oleh komunit as non-pemerint ah
Int ernasional karena t erlalu berkiblat pada donor dan hanya sekedar
menggeser bat as wakt u unt uk pencapaian t uj uan PUS dari t ahun
2000 menj adi 2015. Dengan kat a lain, idealisme PUS belum
dit erj emahkan menj adi realit as. (Lihat lampiran 5 dan 6 unt uk
lebih rinci)
Dalam kait annya dengan kelompok-kelompok yang t ermarj inalisasi,
t erdapat penekanan yang lebih besar pada penghapusan
kesenj angan j ender dan mempromosikan akses anak perempuan ke
sekolah. Tet api sayangnya anak penyandang cacat t idak secara
spesif ik disebut kan walaupun ist ilah ‘ inklusif ’ dipergunakan:
Dalam kerangka Dakar, pemerint ah dan lembaga-lembaga lainnya
berj anj i unt uk: “ Menciptakan lingkungan pendidikan yang aman,
sehat, inklusif dan dilengkapi dengan sumber-sumber yang
memadai, yang kondusif unt uk kegiat an belaj ar dengan t ingkat
pencapaian yang didef inisikan secara j elas unt uk semua” (pasal 8).
Kerangka Dakar j uga menyat akan:
“ . . . unt uk menarik perhat ian dan mempert ahankan anak-anak dari
kelompok-kelompok t ermarj inalisasi dan t erasing, sist em
pendidikan harus merespon secara f leksibel . . . Sistem pendidikan
harus inklusif , secara akt if mencari anak yang belum bersekolah
dan merespon secara f leksibel t erhadap keadaan dan kebut uhan
semua siswa” (penj elasan pada paragraf 33).
Tidak disebut kannya secara spesif ik t ent ang anak penyandang cacat
it u menggugah berbagai lembaga yang mempromosikan Pendidikan
Inklusif , dan sebagai hasil dari beberapa pert emuan berikut nya
ant ara UNESCO dan Kelompok Kerj a Int ernasional unt uk Penyandang

20
Cacat dan Pembangunan (IWGDD), maka Program Flagship untuk
Pendidikan dan Penyandang Cacat pun diluncurkan pada akhir
t ahun 2001. Tuj uan f lagship t ersebut adalah unt uk:
“ Menempat kan isu kecacat an dengan t epat pada agenda
pembangunan . . . dan . . . memaj ukan pendidikan inklusif sebagai
pendekat an ut ama unt uk mencapai t uj uan PUS. ” (sit us web UNESCO
EFA Flagship Init iat ive).
Kelebihan konf erensi Dakar adalah bahwa t erdapat f okus yang lebih
kuat unt uk mengembangkan Rencana Aksi Nasional yang kokoh dam
st rat egi regional unt uk implement asi dan monit oring, yang
merupakan kelemahan pada konf erensi Jomt ien, dan masalah
kecacat an disebut kan secara spesif ik di dalam beberapa
dokumennya.

1. 6. Penurunan angka kemiskinan dan Pendidikan


Inklusif
Perhat ian ut ama pemerint ah dan lembaga-lembaga mult ilat eral
secara global saat ini adalah penurunan angka kemiskinan. Tuj uan
Pembangunan Milenium ditetapkan dalam Pert emuan Puncak
Pembangunan Milenium PBB (Sept ember 2000) dan t elah didukung
oleh Bank Dunia dan 149 kepala negara. Dua t uj uan pert amanya
adalah:
1. Memberant as Kemiskinan dan Kelaparan yang Ekst rem
2. Mencapai Pendidikan Dasar Universal.
Kerangka Aksi Dakar menekankan adanya hubungan yang erat
ant ara pemberant asan kemiskinan dan pencapaian pendidikan unt uk
semua:
Pasal 5 . . . Tanpa kemaj uan yang pesat menuj u pendidikan unt uk
semua, t arget yang diset uj ui secara nasional dan int ernasional
unt uk penurunan angka kemiskinan t idak akan t ercapai dan
ket idakset araan ant ara negara-negara dan di dalam masyarakat
akan melebar.
Pasal 6: “ Pendidikan merupakan kunci keberlangsungan
pembangunan. . . ”

21
Tuj uan ini t idak akan t ercapai kecuali anak dan orang dewasa
penyandang cacat secara spesif ik dit arget kan dan dilibat kan karena
mereka merupakan unsur masyarakat t ermiskin di kalangan yang
miskin. Tercapainya pendidikan dasar universal t idak hanya dit andai
dengan masuknya anak secara secara f isik ke sekolah; agar
pendidikan dapat mencipt akan perubahan, pendidikan harus relevan
dan ef ekt if .
Pendidikan inklusif merupakan suat u st rat egi unt uk mempromosikan
pendidikan universal yang ef ekt if karena dapat mencipt akan sekolah
yang responsif t erhadap beragam kebut uhan akt ual dari anak dan
masyarakat . Pendidikan inklusif menj amin akses dan kualit as.

22
Lampiran 1

Konvensi PBB tentang Hak Anak


Kutipan dari Pasal 2, 23, 28 dan 29

Pasal 2
1. Negara harus menghormat i dan menj amin hak-hak yang
dit et apkan dalam konvensi ini bagi set iap anak yang berada di
dalam wilayah hukumnya t anpa diskriminasi apapun, t anpa
memandang ras anak at au orang t ua at au walinya, warna kulit , j enis
kelamin, bahasa, agama, pendapat polit ik at au pendapat lainnya,
suku at au asal muasal sosial, hak milik, kecacat an, kelahiran
at aupun st at us lainnya.

Pasal 23
1. Negara mengakui bahwa anak yang menyandang kecacat an
ment al at aupun f isik seyogyanya menikmat i kehidupan yang
layak dan ut uh, dalam kondisi yang menj amin mart abat ,
meningkat kan kemandirian sert a memberi kemudahan kepada
anak unt uk berpart isipasi akt if dalam masyarakat .

2. . . mengakui hak anak at as perhat ian khusus …… sesuai dengan


sumber-sumber yang t ersedia ….
2. Mengakui kebut uhan khusus anak penyandang cacat … dengan
mempert imbangkan sumber keuangan orang t ua at au orang lain
yang mengasuh anak t ersebut ……. Menj amin bahwa anak
penyandang cacat it u diberi kesempat an dan memperoleh
pendidikan, pelat ihan, layanan kesehat an, layanan rehabilit asi,
penyiapan unt uk memperoleh pekerj aan dan kesempat an
rekreasi dalam cara yang kondusif bagi anak unt uk mencapai
int egrasi social sepenuhnya dan perkembangan pribadinya,
t ermasuk perkembangan cult ural dan spirit ualnya. ”

119
Pasal 28
1. Negara mengakui hak anak at as pendidikan dan dengan
mengupayakan pencapaian hak ini secara berangsur-angsur dan at as
dasar kesamaan kesempat an, Negara seyogyanya:
(a) Membuat pendidikan dasar waj ib dan t ersedia secara Cuma-
Cuma bagi semua anak;
(b) Mendorong pengembangan berbagai bent uk pendidikan lanj ut an,
t ermasuk pendidikan umum dan kej uruan, membuat nya t ersedia
dan dapat diakses oleh set iap anak;
(c) Membuat pendidikan t inggi t erakses oleh semua orang;
(d) Membuat agar inf ormasi t ent ang pendidikan dan pekerj aan sert a
bimbingan t ersedia dan t erakses oleh semua anak;
(e) Mengambil langkah-langkah unt uk mendorong agar anak-anak
bersekolah secara t erat ur dan mengurangi angka put us sekolah.

Pasal 29
1. Negara menyet uj ui bahwa pendidikan bagi anak seyogyanya
diarahkan unt uk:
(a) Pengembangan kepribadian, bakat dan kemampuan ment al
maupun f isik anak seopt imal mungkin;
(b) Pengembangan penghargaan at as hak asasi manusia dan
kebebasan f undament al,
(c) Pengembangan penghargaan t erhadap orang t ua anak, ident it as
budayanya, bahasa dan nilai-nilai yang dianut nya, t erhadap nilai-
nilai nasional dari negara t empat t inggal anak, negara t empat
asalnya, dan t erhadap peradaban yang berbeda dari peradabannya
sendiri;
(d) Penyiapan anak unt uk menj al ani kehidupan yang bert anggung
j awab di dalam masyarakat yang bebas;
(e) Pengembangan penghargaan t erhadap lingkungan alam.

120
Lampiran 2: Konferensi Jomtien 1990

Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua


Memenuhi Kebutuhan Dasar untuk Belaj ar Konferensi Dunia
t ent ang Pendidikan unt uk Semua

Pasal III – Universalisasi Akses dan Peningkatan Kesamaan Hak


1. Pendidikan dasar seyogyanya diberikan kepada semua anak,
remaj a dan orang dewasa. Unt uk mencapai t uj uan ini, layanan
pendidikan dasar yang berkualit as seyogyanya diperluas dan upaya-
upaya yang konsist en harus dilakukan unt uk nmengurangi
kesenj angan.
2. Agar pendidikan dasar dapat diperoleh secara merat a, semua
anak, remaj a dan orang dewasa harus diberi kesempat an unt uk
mencapai dan mempert ahankan t ingkat belaj ar yang waj ar.
3. Priorit as yang paling mendesak adalah menj amin adanya akses ke
pendidikan dan meningkat kan kual it asnya bagi anak perempuan,
dan menghilangkan set iap hambat an yang merint angi part isipasi
akt if nya. Semua bent uk diskriminasi gender dalam pendidikan harus
dihilangkan.
4. Suat u komit men yang akt if harus dit unj ukkan unt uk
menghilangkan kesenj angan pendidikan. Kelompok-kelompok yang
kurang t erlayani: orang miskin; anak j alanan dan anak yang bekerj a;
penduduk desa dan daerah t erpencil; pengembara dan pekerj a
migran; suku t erasing; minorit as et nik, ras, dan linguist ik;
pengungsi; mereka yang t erusir oleh perang; dan penduduk yang
berada di bawah penj aj ahan, seyogyanya t idak memperoleh
perlakuan diskriminasi dalam mendapat kan kesempat an unt uk
belaj ar.
5. Kebut uhan belaj ar para penyandang cacat menunt ut perhat ian
khusus. Langkah-langkah perlu diambil unt uk memberikan kesamaan
akses pendidikan bagi set iap kat egori penyandang cacat sebagai
bagian yang int egral dari syst em pendidikan.

121
Lampiran 3: Peraturan Standar PBB tentang Persamaan
Kesempatan bagi Penyandang Cacat

Peraturan 6:
• Negara seyogyanya menj amin bahwa pendidikan bagi
penyandang cacat merupakan bagian yang int egral dari syst em
pendidikan.
• paragraf 1: Para pej abat pendidikan umum bert anggung j awab
at as para penyandang cacat .
• Paragraf 2: Pendidikan di sekolah umum seyogyanya
menyediakan layanan pendukung yang t epat .
• Paragraf 6: Negara seyogyanya: a) memiliki kebij akan yang j elas,
b) memiliki kurikulum yang f leksibel, c) menyediakan mat eri
yang berkualit as, dan pelat ihan guru dan dukungan yang
berkelanj ut an.
• Paragraf 7: Program rehabilit asi berbasis masyarakat seyogyanya
dilihat sebagai pelengkap bagi pendidikan int egrasi.
• Paragraf 8: Dalam hal di mana syst em persekolahan umum t idak
secara memadai memenuhi kebut uhan semua penyandang cacat ,
pendidikan luar biasa dapat dipert imbangkan … dalam hal-hal
t ert ent u pendidikan luar biasa mungkin pada saat ini merupakan
bent uk pendidikan yang paling t epat unt uk siswa-siswa t ert ent u.
• Paragraf 9: Siswa t unarungu dan t unarungu-net ra mungkin akan
memperoleh pendidikan yang lebih t epat di sekolah khusus,
kelas khusus at au unit khusus.

122
Lampiran 4: Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi
tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus
www. unesco. org/ educat ion/ educprog/ sne/ salamanc/ covere. ht ml

Pasal 2:
• Sist em pendidikan seyogyanya mempert imbangkan ber bagai
macam kar akt er ist ik dan kebut uhan anak yang ber beda-beda.
• Sekolah reguler dengan orientasi inklusi ini merupakan tempat
yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi ,
mencipt akan masyarakat yang r amah, membangun sebuah
masyarakat inkl usif dan mencapai pendidikan unt uk semua;
l ebih j auh, sekol ah t er sebut member ikan pendidikan yang
ef ekt if kepada sebagian besar anak dan meningkat kan ef isiensi
dan pada akhir nya akan menj adi syst em pendidikan yang pal ing
ekonomis.
Pasal 3: Pemerint ah seyogyanya:
• Menet apkan pr insip pendidikan inkl usif sebagai undang-undang
at au kebij akan … kecual i j ika t erdapat al asan yang memaksa
unt uk menet apkan l ain.

Kerangka Aksi
Pasal 3:
• Prinsip dasar ker angka ini adal ah bahwa sekol ah seyogyanya
mengakomodasi semua anak … ini seyogyanya mencakup anak
penyandang cacat dan anak berbakat , anak j al anan dan anak
yang beker j a, anak dar i kaum pengembar a at au daer ah
t erpencil , anak dari kel ompok minor it as berdasarkan bahasanya,
et niknya at au budayanya dan anak dari kel ompok at au daer ah
l ain yang kurang berunt ung at au t erkepinggirkan …. Tant angan
yang dihadapi ol eh sekol ah inkl usif adal ah bahwa harus
dikembangkannya pedagogi yang ber pusat pada dir i anak yang
mampu mendidik semua anak.
• Pasal 4: … perbedaan umat manusia it u normal adanya dan
pembelaj aran harus disesuaikan dengan kebut uhan anak,
bukannya anak yang disesuaikan dengan asumsi-asumsi yang

123
t idak berdasar . … Pedagogi yang ber pusat pada dir i anak akan
mengunt ungkan bagi semua siswa, dan akhirnya j uga bagi
kesel uruhan masyarakat . … ini dapat sangat menur unkan angka
put us sekol ah dan t inggal kel as. … di samping menj amin
t ercapainya t ingkat pencapaian rat a-rat a yang l ebih t inggi …
Sekol ah yang ber pusat pada dir i anak j uga mer upakan t empat
pel at ihan unt uk masyarakat yang ber or ient asi pada or ang-or ang
yang menghargai perbedaan dan mar t abat sel uruh umat
manusia.
• Pasal 6: Inkl usi dan part isipasi it u sangat pent ing bagi mart abat
manusia dan bagi t erwuj udnya dan dil aksanakannya hak asasi
manusia.
• Pasal 7: Prinsip mendasar dari sekol ah inkl usif adal ah bahwa
semua anak seyogyanya bel aj ar ber sama-sama, sej auh
memungkinkan, apa pun kesul it an at au perbedaan yang ada
pada diri mereka. Sekol ah inkl usif harus mengakui dan t anggap
t erhadap keberagaman kebut uhan siswa-siswanya,
mengakomodasi gaya dan kecepat an bel aj ar yang berbeda-
beda…
• Pasal 10: Pengal aman menunj ukkan bahwa sekol ah inkl usif ,
yang member i l ayanan kepada semua anak di masyarakat ,
sangat berhasil dal am menggal ang dukungan dari masyarakat
dan dal am menemukan cara yang imaginat ive dan inovat if unt uk
memanf aat kan ket ersediaan sumber-sumber yang t erbat as.
• Pasal 18: Kebij akan pendidikan pada semua l evel , dar i l evel
nasional hingga l ocal , seyogyanya menet apkan bahwa seor ang
anak penyandang cacat ber sekol ah di l ingkungan t empat
t inggal nya, di sekol ah yang akan dimasukinya andaikat a dia
t idak memil iki kecacat an.

124
Lampiran 5: Konferensi Dakar

Pada bulan April 2000 lebih dari 1100 pesert a dari 164 negara
berkumpul di Dakar, Senegal, unt uk Forum Pendidikan Dunia. Dari
guru hingga perdana ment eri, dari akademisi hingga pembuat
kebij akan, dari lembaga nonpemerint ah hingga ket ua organisasi
int ernasional ut ama, mereka menet apkan Kerangka Aksi Dakar,
Pendidikan unt uk Semua: Memenuhi Komit men Kolekt if , yang t erdiri
dari 2000 kat a.

Pendidikan untuk Semua: Memenuhi Komitmen Kolektif


Teks yang ditetapkan oleh Forum Pendidikan Dunia di Dakar,
Senegal, 26-28 April 2000

7. Kami dengan ini secara kolekt if menyat akan komit men kami
unt uk mencapai t uj uan-t uj uan berikut :
(i) Memperluas dan meningkat kan perawat an dan pendidikan usia
dini yang komprehensif , t erut ama bagi anak-anak yang paling
rent an dan kurang berunt ung;
(ii) Menj amin bahwa menj elang t ahun 2015 semua anak, t erut ama
anak perempuan, anak yang mengalami keadaan yang sulit dan
mereka yang t ermasuk et nik minorit as, memperoleh akses ke dan
menamat kan pendidikan dasar waj ib dan bebas biaya dengan
kualit as baik;
(iii) Menj amin bahwa kebut uhan belaj ar semua anak dan orang
dewasa dipenuhi melalui kesamaan akses ke program pembelaj aran
dan ket erampilan kehidupan yang t epat ;
(iv) Mencapai 50 persen perbaikan dalam t ingkat melek huruf di
kalangan orang dewasa menj elang t ahun 2015, t erut ama unt uk
perempuan, dan kesamaan akses ke pendidikan dasar dan lanj ut
unt uk semua orang dewasa;
(v) Menghilangkan kesenj angan gender dalam pendidikan dasar dan
menengah menj elang t ahun 2005, dan mencapai kesamaan gender
dalam pendidikan menj elang t ahun 2015, dengan f ocus pada
j aminan t erhadap kesamaan akses ke dan pencapaian dalam
pendidikan dasar berkualit as bagi anak perempuan;
(vi) Meningkat kan semua aspek kualit as pendidikan dan menj amin
kualit as t erbaik bagi semua sehingga hasil belaj ar yang t erakui dan

125
t erukur dapat dicapai oleh semua, t erut ama dalam baca/ t ulis,
berhit ung dan ket erampilan kehidupan yang esensial.

28 April 2000, Dakar, Senegal

126
BAB I. Pendahuluan

B. Tujuan
Buku pedoman umum pendidikan inklusif ini disusun dengan tujuan
sebagai berikut.
1. Menjadi acuan dalam implementasi penyelenggaraan pendidikan
inklusif pada jenjang pendidikan dasar
2. Menjadi acuan semua pihak dalam pemerataan pendidikan ABK,
khususnya dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan
dasar.
3. Menjadi acuan masyarakat dalam memahami konsep dan implementasi
penyelenggaraan pendidikan inklusif yang sesuai dengan filosofi dan
nilai-nilai positif yang tercakup dalam pendidikan inklusif.
4. Menjadi rambu-rambu dan acuan bagi sekolah-sekolah yang akan
menyelenggarakan pendidikan inklusif agar tidak menyimpang dari
kriteria yang ditetapkan, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
kepada setiap pemangku kepentingan.
5. Menjadi bahan rujukan bagi pihak-pihak terkait dalam melakukan
monitoring dan evaluasi, serta pembinaan terhadap penyelenggaraan
pendidikan inklusif.
6. Menjadi acuan dalam pelaksanaan program penjaminan mutu dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif.

C. Landasan
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah
Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita–cita yang didirikan
atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal
Ika (Abdulrahman, 2003). Filsafat ini sebagai wujud pengakuan
kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertikal maupun horizontal, yang
mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi.
Kebinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan

Pedoman Umum Penyelenggaran Pendidikan Inklusif 03

1 0
BAB I. Pendahuluan

fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian


diri, dsb. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan
suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah
afiliasi politik, dsb. Walaupun beragam namun dengan kesamaan misi
yang diemban di bumi ini, menjadi kewajiban untuk membangun
kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan.

Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan


keberbakatan merupakan salah satu bentuk kebhinekaan, seperti
halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, atau agama. Di dalam diri
individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan–keunggulan
tertentu, sebaliknya di dalam diri individu berbakat pasti terdapat juga
kecacatan tertentu karena tidak hanya makhluk di bumi ini yang
diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan
peserta didik yang satu dengan yang lainnya, seperti halnya perbedaan
suku, bahasa, budaya, atau agama, tetap dalam kesatuan. Hal ini terus
diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus
memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar peserta didik
yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih
asuh dengan semangat toleransi yang nampak atau dicita–citakan
dalam kehidupan sehari–hari.

2. Landasan Yuridis
Landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah sebagai
berikut.
a. UUD 1945 (Amandemen) Ps. 31: Ayat (1) berbunyi 'Setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan'. Ayat (2) 'Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya'.

b. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Ps. 48


'Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9
(sembilan) tahun untuk semua anak'. Ps. 49 'Negara, Pemerintah,

04 Pedoman Umum Penyelenggaran Pendidikan Inklusif

1 0
BAB I. Pendahuluan

Keluarga, dan Orangtua wajib memberikan kesempatan yang


seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan'.

c. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Ps. ayat


(1) 'Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu'. Ayat (2): 'Warganegara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus'. Ayat (3) 'Warga negara di
daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus'. Ayat (4)
'Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus'. Pasal 11 ayat (1) dan (2)
'Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi'. 'Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun'. Pasal 12 ayat (1) 'Setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya (1.b). Setiap peserta didik berhak pindah ke program
pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara (1.e).
Pasal 32 ayat (1 ) 'Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa'. Ayat (2)
'Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat terpencil,
dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi.' Dalam penjelasan Pasal 15 alinea
terakhir dijelaskan bahwa 'Pendidikan khusus merupakan
penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan

Pedoman Umum Penyelenggaran Pendidikan Inklusif 05

1 0
BAB I. Pendahuluan

atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang


diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan
khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah'. Pasal 45 ayat
(1) 'Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan
sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik'.

d. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional


Pendidikan. Pasal 2 ayat (1) Lingkungan Standar Nasional
Pendidikan meliputi Standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan kependidikan, standar sarana
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan. Dalam PP No. 19/2005 tersebut juga dijelaskan
bahwa satuan pendidikan khusus terdiri atas : SDLB, SMPLB dan
SMALB.

e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009


tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan
dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

3. Landasan Empiris
Penelitian tentang pendidikan inklusif telah banyak di lakukan di
negara–negara barat sejak tahun 1980-an. Di antaranya adalah
penelitian berskala besar yang dipelopori oleh The National Academy of
Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi
dan penempatan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah, kelas,
atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Dari temuan ini
direkomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya
diberikan secara terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat
(Heller, Holtzman & Messick,1982). Beberapa pakar mengemukakan
bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan
peserta didik berkebutuhan khusus secara tepat, karena karakteristik

06 Pedoman Umum Penyelenggaran Pendidikan Inklusif

1 0
BAB I. Pendahuluan

mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg,


1994/1995).

Beberapa peneliti kemudian melakukan metaanalisis (teknik statistik


yang memadukan data kuantitif dari beragam penelitian sejenis untuk
temuan yang lebih akurat). Hasil analisis yang dilakukan oleh Carlberg
dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker
(1985/1986) terhadap 11 buah penelitian, dan Baker (1994) terhadap 13
buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusi berdampak
positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak
berkebutuhan khusus dan teman sebayanya.

Pedoman Umum Penyelenggaran Pendidikan Inklusif 07

1 0

You might also like