You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN ASMA


DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT WIJAYAKUSUMA

Di susun oleh :
Nama : Putri Dwi Septiany
NIM : 2011020203
Kelas : Keperawatan S1 4D

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH PURWOKERTO TAHUN AJARAN
2022/2023
PENDAHULUAN

1. Pengertian
Asma merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan yang banyak
dijumpai pada anak-anak maupun dewasa. Menurut global initiative for
asthma (GINA) tahun 2015, asma didefinisikan sebagai “suatu penyakit yang
heterogen, yang dikarakteristik oleh adanya inflamasi kronis pada saluran
pernafasan. Hal ini ditentukan oleh adanya riwayat gejala gangguan
pernafasan seperti mengi, nafas terengah-engah, dada terasa berat/tertekan,
dan batuk, yang bervariasi waktu dan intensitasnya, diikuti dengan
keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi”, (Kementrian Kesehatan
RI, 2017)
Asma hingga saat ini masih tercacat sebagai masalah kesehatan utama
di negara berkembang. Di negara berkembang, penderita Asma terutama
disebabkan oleh bakteri, bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah
Streptococcus Asma, Haemophyllus influenzae, Staphylococcus aureus
(Saputra Adi,Rosyidah, Catur 2016).
Penyakit Asma kebanyakan disebabkan oleh bakteri seperti bakteri
Streptococcus Asma. Penyebab tersering terjadinya Asma didapat di luar
sarana pelayanan kesehatan. Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh
bakteri yang resisten terhadap antibiotik menjadi lebih besar. Penting untuk
mengetahui perbedaan antara Asma yang di dapat dari masyarakat dengan
pneumonia yang didapat di rumah sakit. Infeksi nosokomial lebih sering
disebabkan oleh bakteri gram-negatif atau Staphylococcus aureus. (Saputra
Adi,Rosyidah, Catur 2016).
Asma termasuk penyakit kronis dimana kondisi saluran udara paru-paru
meradang dan juga menyempit. Sekitar 235 juta orang saat ini menderita
asma. Penyakit asma telah menjadi masalah kesehatan global yang diderita
oleh seluruh kelompok usia (GINA, 2015). Data dari WHO (2017) bahwa
prevalensi asma saat ini masih tinggi, diperkirakan penderita asma di seluruh
dunia mencapai 235 juta orang dan kematian yang disebabkan oleh asma
paling banyak terjadi pada Negara miskin serta Negara
berkembang.Prevalensi Asma berdasarkan RISKESDAS (2018), prevalensi
asma sebanyak 2,4% di Indonesia dan sebanyak 1,9% di Sumatera
Selatan (Sulistini,Aguscik, Ulfa Maria, 2021).
Upaya yang dilakukan dalam menurunkan angka kejadian asma dengan
menjaga kebersihan rumah dan lingkungan, hindari merokok dan asap rokok
serta asap korbondiaksoda, hindari binatang yang mempunyai bulu yang halus
dan menjaga pola makan agar tidak terjadinya obesitas, karena obesitas juga
merupakan faktor resiko terjadinya asma pada individu.
Peran perawat untuk merawat pasien dengan Asma adalah melalui
pendekatan proses keperawatan. Asuhan keperawatan yang diberikan melalui
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan. Perawat juga perlu memberikan
dukungan dan motivasi kepada pasien dan keluarga untuk tetap menjaga
kesehatan, menyarankan kepada pasien dan keluarga agar tetap tabah, sabar,
dan berdoa agar diberikan kesembuhan, serta keluarga dapat merawat pasien
dirumah dengan mengikuti semua anjuran dokter dan perawat.
Berdasarkan data di atas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Asma di
Ruangan Srikandi Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto”.

2. Etiologi
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) dalam bukunya dijelaskan klasifikasi asma
berdasarkan etiologi adalah sebagai berikut :
1. Asma ekstrinsik/alergi
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui sudah terdapat semenjak
anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari bulu halus, binatang,
dan debu.
2. Asma instrinsik/idopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya
faktor-faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik atau emosi sering
memicu serangan asma. Asma ini sering muncul/timbul sesudah usia 40
tahun setelah menderita infeksi sinus/ cabang trancheobronkial.
3. Asma campuran
Asma yang terjadi/timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan
intrinsik.
3. Tanda Gejala
Asma bukan suatu penyakit spesifik tetapi merupakan sindrom yang
dihasilkan mekanisme multiple yang akhirnya menghasilkan kompleks
gejala klinis termasuk obstruksi jalan nafas reversible. Ciri-ciri yang sangat
penting dari sindrom ini, di antaranya dispnea, suara mengi, obstruksi jalan
nafas reversible terhadap bronkodilator, bronkus yang hiperresponsitif
terhadap berbagai stimulasi baik yang spesifik maupun yang nonspesifik,
dan peradangan saluran pernafasan. Semua ciri-ciri tadi tidak harus terdapat
bersamaan. Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi, serta sesak nafas.
Gejala yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot nafas tambahan,
dan timbulnya pulsus paradoksus (Djojodibroto, 2016)
4. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan
oleh liimfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan
molekul IgE yang berkaitan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang
mencetuskan asma bersifat airborne dan agar dapat menginduksi keadaan
sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk
periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi telah terjadi, klien
akan memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga kecil alergen yang
mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma
adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan
bahan sulfat. Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada
orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-
kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang
diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian
muncul asma progresif.
Klien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi
silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-inflamasi non-steroid lain.
Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karenaa penggunaan aspirin
dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan
leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis β-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas
pada klien asma, sama halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan
peningkatan reaktivitas jalan nafas dan hal tersebut harus dihindari. Obat
sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit
dan sulfat klorida, yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan
farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi
jalan nafas akut pada klien yang sensitif. Pajanan biasnya terjadi setelah
menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seperti salad,
buah seger, kentang, kerang, dan anggur.
Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah dengan pencetus lainnya
dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi.
Reaksi antigen-antibodi ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang
sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat
yang dikeluarkan dapat berupa histamin, bradikinin, dan anafilaktosin. Hasil
dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot
polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus.
(Soemantri, 2009)
5. Pathways
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pengukuran Fungsi Paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerososl golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
2. Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan Fev sebesar 20%
atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari
maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 105
atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup): hanya dilakukan pada serangan asma
berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b. Sputum: adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma
yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
trensudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel
epitelnya dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap antibiotik.
c. Sel eosinofil: pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai
1000-1500/mm3 baik asma instrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan
hitung sel eosinosil normal antara 100-200/mm3.
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia: jumlah sel leukosit yang lebih dari
15.000/mm3terjadi karena adanya infeksi SGOT dan SGPT meningkat
disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia dan hiperkapnea.
5. Pemeriksaan radiologi: hasil pemeriksaan radiologi pada klien asma
bronkial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau
komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis.
7. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksaan asma bronkial adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
a. Saatnya serangan
b. Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
2. Pemberian obat bronkodilator.
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid.
5. Penatalaksanaan setelah serangan mereda
a. Cari faktor penyebab
b. Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
8. Fokus Pengkajian
Bina hubungan saling percaya (BHSP). Pengkajian yang dilakukan pada klien

asma menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) meliputi:

a. Pengkajian mengenai identitas klien dan keluarga mengenai

nama, umur, dan jenis kelamin karena pengkajian umur dan

jenis kelamin diperlukan pada klien dengan asma.

b. Keluhan utama

Klien asma akan mengluhkan sesak napas, bernapas terasa berat

pada dada, dan adanya kesulitan untuk bernapas.

c. Riwayat penyakit saat ini

Klien dengan riwayat serangan asma datang mencari

pertolongan dengan keluhan sesak nafas yang hebat dan

mendadak, dan berusaha untuk bernapas panjang kemudian

diikuti dengan suara tambahan mengi (wheezing), kelelahan,


gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit klien yang diderita pada masa- masa dahulu

meliputi penyakit yang berhubungan dengan sistem pernapasan

seperti infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan,

sinusitis, amandel, dan polip hidung.

e. Riwayat penyakit keluarga

Pada klien dengan asma juga dikaji adanya riwayat penyakit

yang sama pada anggota keluarga klien.

f. Pengkajian psiko-sosio-kultural

Kecemasan dan koping tidak efektif, status ekonomi yang

berdampak pada asuhan kesehatan dan perubahan mekanisme

peran dalam keluarga serta faktor gangguan emosional yang bisa

menjadi pencetus terjadinya serangan asma.

g. Pola Resepsi dan tata laksana hidup sehat

Gejala asma dapat membatasi klien dalam berperilaku hidup

normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya

hidupnya agar serangan asma tidak muncul.

h. Pola hubungan dan peran

Gejala asma dapat membatasi klien untuk menjalani

kehidupannya secara normal sehingga klien harus menyesuaikan

kondisinya dengan hubungan dan peran klien.

i. Pola persepsi dan konsep diri


Persepsi yang salah dapat menghambat respons kooperatif pada

diri klien sehingga dapat meningkatkan kemungkinan serangan

asma yang berulang.

j. Pola Penanggulangan dan Stress

Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik

pencetus serangan asma sehingga diperlukan pengkajian

penyebab dari asma.

k. Pola Sensorik dan Kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi

konsep diri klien yang akan mempengaruhi jumlah stressor

sehingga kemungkinan serangan asma berulang pun akan

semakin tinggi.

l. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan

Kedekatan klien dengan apa yang diyakini di dunia ini dipercaya

dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien sehingga dapat menjadi

penanggulangan stress yang konstruktif.

m. Pemeriksaan fisik head to toe

a. Keadaan umum: tampak lemah


b. Tanda- tanda vital : (tekanan darah menurun, nafas sesak,
nadi lemah dan cepat, suhu meningkat, distress pernafasan
sianosis)
c. TB/ BB : Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kulit (Tampak pucat, sianosis, biasanya turgor jelek)
e. Kepala (Sakit kepala)
f. Mata (tidak ada yang begitu spesifik)
g. Hidung (Nafas cuping hidung, sianosis)
h. Mulut (Pucat sianosis, membran mukosa kering, bibir
kering, bibir kuning, dan pucat)
i. Telinga (Lihat sekret, kebersihan, biasanya tidak ada
spesifik pada kasus ini)
j. Leher (Tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid)
k. Jantung (Pada kasus komplikasi ke endokardititis, terjadi
bunyi tumbuhan)
l. Paru- paru (Infiltrasi pada lobus paru, perkusi pekak
(redup), wheezing (+), sesak istirahat dan bertambah saat
beraktivitas)
m. Punggung (Tidak ada spesifik)
n. Abdomen (Bising usus (+), distensi abdomen, nyeri
biasanya tidak ada)
o. Genetalia (Tidak ada gangguan)
Ektremitas (Kelemahan, penurunan aktivitas, sianosis ujung jari
dan kaki).

9. Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul


Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien asma yaitu :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
spasme jalan napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
10. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI

1. Pola napas efektifSetelah dilakukan tindakan asuhan Manajement jalan nafas


tidak
keperawatan selama ....x24 jam Observasi
berhubungan dengan 1. Monitor pola napas
diharapkan pola napas pasien
hambatan upaya napas membaik dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas tambahan
1. Tidak terjadi dispnea 3. Monitor sputum
2. Frekuensi pernapasan normal Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Tidak terdapat suara
2. Posisikan semi-fowler atau fowler
tambahan 3. Berikan minum hangat
4. Ventilasi semenit meningkat 4. Lakukan fisioterapi dada, jika diperlukan
5. Kapasitas vital meningkat 5. Berikan oksigen/ nebulizer
6. Kedalaman nafas membaik Edukasi
7. Pemanjangan fase ekspirasi 1. Anjurkan asupan cairan
menurun 200ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik

2. Bersihan jalan nafas tidakSetelah dilakukan tindakan Manajement Asma


keperawatan selama ....x24 jam Observasi
efektif berhubungan 1. Monitor frekuensi dan keadaan nafas
diharapkan bersihan jalan napas
dengan spasme jalan pasien membaik dengan kriteria 2. Monitor tanda dan gejala hipoksia
3. Monitor bunyi nafas tambahan
hasil :
napas Terapeutik
1. Batuk efektif meningkat 1. Berikan posisi semifowler 30-45º
2. Produksi sputum menurun Edukasi
3. Mengi menurun 1. Anjurkan meminimalkan ansietas yang
4. Wheezing menurun dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
2. Anjurkan bernafas lambat dan dalam
5. Gelisah menurun
3. Ajarkan mengidentifikasi dan menghindari
6. Frekuensi nafas membaik pemicu
7. Pola nafas membaik
3. Gangguan pertukaran gasSetelah diberikan tindakan Pemantauan respirasi
keperawatan selama ...x24 jam Observasi
berhubungan dengan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
diharapkan pertukaran gas
ketidakseimbangan pasien membaik, dengan kriteria upaya nafas
2. Monitor pola nafas
hasil :
ventilasi-perfusi 3. Monitor kemampan batuk efektif
1. Tingkat kesadaran pasien 4. Monitor adanya produksi sputum
meningkat 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
2. Bunyi nafas tambahan 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
menurun 7. Auskultasi bunyi nafas
3. Gelisah menurun 8. Monitor saturasi oksigen
4. Nafas cuping hidung Terapeutik
menurun 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan
4. Intoleransi aktivitasSetelah dilakukan tindakan asuhanManajemen Energi
berhubungan dengan keperawatan selama ....x24Observasi
ketidakseimbangan antara jam diharapkan intoleransi1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
suplai dan kebutuhan aktivitas pasien membaik mengakibatkan kelelahan
oksigen. dengan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Kemudahan dalam3. Monitor pola dan jam tidur
melakukan aktivitas4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
meningkat
2. Dispnea saat/setelah melakukan aktivitas
aktivitas menurun Terapeutik
3. Perasaan lemah menurun
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
4. Tekanan darah membaik
5. Frekuensi napas2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
membaik 3. Berikan fasilitas duduk disisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
4. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat

You might also like