You are on page 1of 40

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. KOMUNIKASI DOKTER DAN PASIEN
a. Dokter dan Pasien
Dokter menurut pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal
penyakit dan pengobatannya.
Astuti (2009) mendefinisikan Dokter adalah orang yang memiliki
kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan
kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan
menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.

Ketika seseorang menyebutkan kata dokter, maka yang tergambar


dalam pikiran seseorang adalah identitas dokter dan gambaran tentang
seperti apa wujud seorang dokter. Identitas menurut Michael Hecht dan
koleganya, merupakan penghubung utama antara individu dan
masyarakat, dan komunikasi merupakan mata rantai yang
memperbolehkan hubungan ini terjadi. Identitas dipahami sebagai
sesuatu yang bersifat pribadi, yang menggabungkan 3 konteks budaya,
yakni : individu, komunal, publik. Identitas dokter berupa kode yang
terdiri dari simbol-simbol, seperti jas dokter yang berwarna putih,
berpenampilan bersih, berkomunikasi dengan bahasa medis kedokteran,
membawa stetoskop pada saat memeriksa, dan memegang pasien dengan
sentuhan yang lembut pada daerah dada untuk mengecek gerak
pernafasannya. Rasa identitas ini diuraikan oleh Hecht melebihi
pengertian sederhana akan dimensi diri dan dimensi yang digambarkan,
yang berinteraksi dalam rangkaian 4 tingkatan atau lapisan (Little John,
2011:102-104) :

22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

1) Personal layer, terdiri dari rasa akan keberadaan dirinya dalam situasi
sosial. Yaitu dokter dengan seragam jas putihnya, secara fisik selalu
tersenyum ramah dan berempati kepada siapapun.
2) Enactment layer, pengetahuan orang lain tentang seorang dokter
berdasarkan pada apa yang dilakukan terhadap pasiennya dengan
memegang stetoskop menempelkan ke dada dan meminta pasien
untuk menarik nafas untuk mengetahui pergerakan nafasnya,
menjelaskan penyakit pasien dengan bahasa medis dan pengobatan
yang harus dijalankan pasien sesuai dengan pengetahuan kedokteran
yang dimilikinya.
3) Relational, siapa diri sang dokter dalam kaitannya dengan individu
lain, yaitu tentang bagaimana seorang dokter akan memposisikan
dirinya dalam lingkungan sosial berperilaku sebagai seseorang yang
sangat paham dan mengerti dan dianggap tahu segalanya tentang
penyakit dan dunia kesehatan.
4) Tingkatan komunal yang diikat pada kelompok atau budaya yang
lebih besar. Dokter memiliki komunitas yang lebih besar untuk
melindungi profesinya dengan menjadi anggota IDI dan Perhimpunan
Dokter yang menanungi spesialisasinya (seperti : Perdoski untuk
Perhimpunan Dokter Kulit dan Kelamin, PDGI untuk Perhimpunan
Dokter Gigi Indonesia, POGI untuk Perhimpunan Dokter Obstetri dan
Gynekologi Indonesia, dan lain-lain). Hal ini dilakukan untuk
mempererat kerja sama sejawat dokter dalam melaksanakan
kewajiban profesinya.

Simbol yang identik dengan baju putih dan stetoskop merupakan


penamaan obyek yang disebut dokter. Dan satu-satunya syarat agar
sesuatu menjadi obyek yang dalam hal ini dokter adalah bahwa seseorang
harus menghadirkannya secara simbolis yang merupakan obyek sosial
seseorang dengan baju putih membawa stetoskop dan berada di area
praktek dokter maupun di rumah sakit, berbeda dengan obyek perawat,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

petugas laboratorium, petugas kebersihan, maupun petugas non medis


rumah sakit lainnya.
Sedangkan definisi pasien menurut Undang Undang Republik
Indonesia No.29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran menyebutkan
bahwa pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan
baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter
gigi. Sedangkan pengertian pasien atau klien menurut Timothy (2004),
bahwa pasien merupakan individu terpenting dirumah sakit sebagai
konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit, dikatakan bahwa pasien adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak
langsung di rumah sakit.
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini
pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien
yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien
puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya,
tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua
kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk
menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus
menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang
lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya
(klinis.wordpress.com, 2007)

b. Komunikasi
1) Pengertian Komunikasi
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai
salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain
dalam bidang apapun. Komunikasi berbicara tentang cara
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

menyampaikan dan menerima pikiran-pikiran, informasi, perasaan,


dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian
yang sama antara penyampai pesan dan penerima pesan. (Konsil
Kedokteran Indonesia, 2006 : 4)
Robert Craig dikutip dari Griffin (2012 : 6) mengatakan bahwa
komunikasi melibatkan berbicara dan mendengarkan, menulis dan
membaca, melakukan dan menyaksikan, atau, lebih umum, melakukan
apa pun yang melibatkan 'pesan' dalam media atau situasi apapun.
Sedangkan Griffin (2012 : 6) mendefinisikan komunikasi
adalah proses relasional menciptakan dan menafsirkan pesan yang
mendatangkan respon. Dimana pesan merupakan inti dari komunikasi.
Isi dan bentuk teks dari pesan biasanya dibangun, diciptakan,
direncanakan, dibuat, dibentuk, dipilih, atau diadopsi oleh
komunikator. Pesan tidak menafsirkan sendiri. Makna pesan berlaku
baik untuk pencipta dan penerima tidak berada dalam kata-kata yang
diucapkan, ditulis, atau bertindak keluar. Ada efek pesan atas orang-
orang yang menerimanya.

Komunikasi menurut Effendy (2009:9) akan berlangsung


selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Dan
suatu percakapan akan dikatakan komunikatif apabila kedua belah
pihak dalam hal ini penyampai maupun penerima pesan selain
mengerti bahasa yang digunakan, juga makna dari bahan yang
diperbincangkan.

involves the transfer of information from a


human sender to a human receiver, for the purpose of increasing the

the conceptual representation of aspects of a universe in the form of a


message that can be encoded and transmitted (Thomas, 2006 : 85).
Dikatakan oleh Thomas bahwa komunikasi melibatkan transfer
informasi dari pengirim ke penerima, yang bertujuan membangun dan
memelihara hubungan untuk meningkatkan pemahaman serta
pengetahuan penerima, sehingga memungkinkan dia untuk
melaksanakan tugas-tugas, atau mempengaruhi sikap dan perilakunya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

Dalam hal ini informasi ditransfer dalam bentuk pesan yang dapat
ditransmisikan.

Di dalam komunikasi ada komponen penting yang merupakan


proses yang terdiri dari beberapa unsur utama. Menurut Berkowitz
dalam Thomas (2006: 95-96) mengatakan bahwa ada sembilan
komponen penting untuk komunikasi yang efektif :
a) Pengirim adalah pihak pengirim pesan kepada pihak lain. Juga
disebut sebagai komunikator atau sumber, pengirim mengambil
bentuk orang, perusahaan atau juru bicara untuk orang lain.
b) Pesan mengacu pada kombinasi simbol dan kata-kata yang
pengirim ingin mengirimkan ke penerima. Hal ini akan dianggap
sebagai "apa" dari proses dan menunjukkan konten yang pengirim
ingin sampaikan.
c) Pengkodean mengacu pada proses menerjemahkan makna yang
akan dikirim dalam bentuk simbolik (kata-kata, tanda-tanda, suara).
d) Saluran mengacu pada cara yang digunakan untuk menyampaikan
pesan dari pengirim ke penerima. Ini menunjukkan "bagaimana ''
proses atau apa yang menghubungkan pengirim ke penerima.
e) Penerima adalah pihak yang menerima pesan, juga dikenal sebagai
penonton atau tujuan. Ini adalah penerima kepada siapa upaya
komunikasi diarahkan.
f) Decoding mengacu pada proses yang dilakukan oleh penerima
ketika ia mengubah "simbol '' ditularkan oleh pengirim ke dalam
bentuk yang masuk akal baginya.
g) Tanggapan mengacu pada reaksi penerima pesan. Ini adalah titik
di mana efek dari pesan diukur.
h) Umpan balik mengacu pada aspek respon penerima bahwa
penerima berkomunikasi kembali ke pengirim. Jenis umpan balik
akan tergantung pada saluran, dan efektivitas usaha diukur dalam
hal umpan balik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

i) Kebisingan mengacu pada setiap faktor yang mencegah decoding


pesan oleh penerima dengan cara yang dimaksudkan oleh pengirim.
Kebisingan dapat dihasilkan oleh pengirim, penerima, pesan,
saluran, lingkungan dan sebagainya.

Sedangkan Hargie dan Dickson dalam Berry (2006:12)


menyatakan bahwa komunikasi pada dasarnya adalah sebuah proses
yang terdiri dari unsur-unsur utama sebagai berikut :
a) Dua atau lebih komunikator (yaitu sumber dan penerima).
b) Sebuah pesan (isi komunikasi)
c) Media atau sarana tertentu untuk menyampaikan pesan, dengan tiga
jenis utama yang presentasi (misalnya suara, tubuh),
representasional (misalnya buku, foto) dan teknologi (misalnya
televisi). Yang pertama adalah penting dalam komunikasi
interpersonal.
d) Saluran (yaitu apa yang menghubungkan komunikator dan
menampung medium, misalnya vokal-auditori, gestural-visual).
e) Kode (yaitu sistem makna yang dimiliki oleh sebuah kelompok,
seperti bahasa Inggris).
f) Noise (ini bukan hanya sekedar suara tetapi mencakup campur
tangan dengan keberhasilan tindakan komunikatif).
g) Tanggapan.
h) Konteks di mana interaksi terjadi.

Bovee (2013 : 13-14) menggambarkan proses komunikasi


dalam model proses di bawah ini tentang bagaimana ide berpindah
dari pengirim ke audiens sebagai berikut :

Gambar 2.1 Proses Komunikasi


(Bovee, 2013:13)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

a) Pengirim mempunyai ide. Pengirim menyusun ide dan ingin


membagikan ide tersebut.
b) Pengirim menyandikan ide menjadi pesan. Ketika pengirim
memasukkan ide ke dalam pesan (kata, gambar, atau kombinasi
keduanya) yang akan dipahami oleh audiens.
c) Pengirim menghasilkan pesan melalui media penyebaran. Dengan
pesan yang cocok mengekspresikan ide pengirim, pengirim
membutuhkan beberapa cara untuk menyampaikan pesan ke
audiens yang diinginkan, dalam bentuk lisan, tertulis, visual, dan
berbagai bentuk lainnya.
d) Pengirim menyebarkan pesan melalui saluran tertentu. Media
adalah sebagai bentuk pesan yang dipilih dan saluran sebagai
sistem yang digunakan untuk menyalurkan pesan. Saluran tersebut
bisa apa saja mulai dari percakapan empat mata hingga internet,
orang lain, atau bahkan perusahaan lain. Mengupayakan pesan
masuk ke saluran dapat menjadi tantangan, karena pengirim harus
menghadapi ke berbagai macam penghambat lingkungan yang
dapat menghalangi atau membelokkan pesan.
e) Audiens menerima pesan. Jika semuanya berjalan dengan lancar,
pesan akan dapat mengalir melalui saluran dan tiba ke audiens yang
diinginkan. Dalam hal ini tidak menjamin pesan akan diperhatikan
atau dipahami secara benar.
f) Audiens mengartikan pesan. Jika audiens benar-benar menerima
pesan tersebut, audiens perlu menyarikan ide dari pesan tersebut,
yang disebut mengartikan (decoding)
g) Audiens merespon pesan. Dengan membuat pesan dengan cara
yang menunjukkan manfaat membalas pesan tersebut, pengirim
dapat meningkatkan kesempatan bahwa audiens akan merespon
sesuai yang diinginkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

h) Audiens mengirimkan umpan balik. Audiens dapat memberikan


umpan balik yang memungkinkan pengirim mengevaluasi
efektivitas upaya komunikasi pengirim. Umpan balik merupakan
pertimbangan yang penting ketika memilih media, karena beberapa
media mengakomodasikan umpan balik dengan lebih mudah
dibandingkan media lain.

2) Bentuk Komunikasi
Dalam pengiriman pesan, Kusbaryanto (2004:4-5)
membedakan bentuk komunikasi menjadi 2 (dua) yaitu :
a) Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal merupakan segala sesuatu yg disampaikan
oleh seseorang kepada seseorang lainnya tanpa melalui kata-kata,
tetapi melalui isyarat, bahasa tubuh dan nada suara. Bentuk
komunikasi non verbal antara lain :
(1) Cara berbicara (volume, artikulasi, ritme, intonasi, penggunaan
bahasa dan kosa kata)
(2) Bahasa tubuh/body language (ekspresi wajah, gerakan tangan
dan kaki, postur tubuh dan gerakan)
(3) Penampilan (karakteristik fisik, kebersihan diri, cara
berpakaian)
(4) Jarak kedekatan (intim, personal, sosial, publik)
b) Komunikasi verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi melalui kata-kata yg
diucapkan oleh seseorang.

Apabila berbicara tentang komunikasi verbal, maka di dalamnya


terdapat pesan verbal berupa kata-kata yang diucapkan dan ditulis.
Liliweri (2009:117-131) mengatakan bahwa dalam praktiknya, cara
manusia berkomunikasi melalui bahasa yang secara formal
dilakukan melalui bahasa lisan dan tulisan, yaitu dengan :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

(1) Penggunaan bahasa secara pragmatis, yaitu dengan membuat


orang lain cepat mengerti atau memberikan makna yang sama
atas apa yang diucapkan.
(2) Ingat variasi berbahasa, hendaknya memperhatikan varian
berbahasa yang bersumber pada :
dialek : variasi penggunaan bahasa di suatu daerah untuk
menerangkan kata atau istilah
aksen : menunjukkan kekhasan tekanan dalam ucapan
bahasa lisan
jargon : kata-kata atau istilah yang dipertukarkan oleh
mereka yang sama profesi atau pengalamannya.

kelompok tertentu untuk mendefinisikan batas-batas


kelompok mereka dengan orang lain. Biasa disebut bahasa
gaul.
(3) Berbahasa pada saat yang tepat, harus memperhatikan :
(a) kapan seseorang berbicara; (b) apa yang dikatakan; (c)
kecepatan dan jeda berbicara; (d) intonasi suara.
(4) Struktur pesan yang ditunjukkan dengan : pola penyimpulan,
urutan argumentasi, argumentasi yang disenangi atau tidak
disenangi, dan obyektivitas.
(5) Gaya pesan (bahasa), menunjukkan variasi linguistik dalam
penyampaian pesan dengan : perulangan, mudah dimengerti,
dan perbendaharaan kata.
(6) Daya tarik pesan, mengacu pada motif-motif psikologis yang
dikandung pesan, yakni : rasional-emosional, fear-appeals
(daya tarik ketakutan), dan reward- appeals (data tarik
ganjaran)
Selain komunikasi verbal, dikatakan bahwa bentuk komunikasi
yang lain yang sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran
berkomunikasi adalah komunikasi non verbal. Dalam suatu penelitian
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

menunjukkan bahwa adanya unsur-unsur non-verbal dapat


menjelaskan hingga 80 persen dari isi atau makna yang disampaikan
dalam tatap muka interaksi. Menurut Berry (2007 : 13-20),
komunikasi non verbal secara tradisional dibagi menjadi enam elemen
sebagai berikut :
(1) Kinesics : Sering disebut sebagai 'bahasa tubuh'. Ini termasuk
postur dan gerakan tubuh, seperti tangan, lengan, kaki, kepala dan
mata, yang berkontribusi untuk gerakan dan ekspresi wajah. Ini
semua memberikan sinyal komunikasi yang kuat.
(2) Paralinguistics : Mengacu pada suara vokal, seperti 'ah-ha' dan
'um', yang sering terintegrasi dengan kata-kata. Ini juga termasuk
cara kata-kata yang diucapkan (misalnya dalam hal intensitas dan
pitch) dan fitur seperti jeda dan kecepatan bicara.
(3) Proxemics : Hal ini mengacu terutama untuk ruang pribadi dan
jarak antara orang, dan bagaimana kita memanfaatkannya. Dalam
hal jarak antara orang, tercatat bervariasi untuk orang-orang dari
budaya lain (seperti yang dilakukan beberapa aspek lain dari
komunikasi non-verbal).
(4) Kontak fisik/ sentuhan : Dengan sentuhan dapat menyampaikan
pesan yang berbeda, dan penting untuk menyadari respon
penerima. Bagaimana itu ditafsirkan akan tergantung pada
konteks dan hubungan antara orang-orang yang terlibat.
(5) Karakteristik lingkungan : Mengacu pada pengaturan fisik di
mana interaksi terjadi. Tingkat kebisingan dan jenis suara juga
penting. Faktor-faktor lingkungan dapat merefleksikan orang
yang mendiami ruang dan dapat membentuk kontak interpersonal.
Pengaturan fisik dapat mempengaruhi suasana hati, bagaimana
melihat situasi sosial, dan penilaian tentang orang lain.
(6) Karakteristik pribadi dan perhiasan : Karakteristik pribadi yang
berperan dalam komunikasi non-verbal meliputi bentuk tubuh,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

warna kulit dan fitur wajah. Sinyal tambahan diberikan oleh


pakaian, perhiasan dan gaya rambut.

Fungsi Komunikasi non-verbal menurut Berry dalam interaksi


sosial adalah untuk :
(1) mengganti komunikasi verbal dalam situasi di mana tidak pantas
untuk berbicara
(2) mendukung dan memvalidasi pesan verbal
(3) mengkomunikasikan perasaan dan emosi (seperti marah, takut,
kebahagiaan)
(4) mengatur interaksi dan memberikan umpan balik.
(5) menegosiasikan hubungan dalam hal faktor-faktor seperti
dominasi dan control
(6) presentasi diri dan pemeliharaan citra diri, misalnya dengan
pilihan pakaian, gaya rambut dan sebagainya.

Dalam melakukan komunikasi, menurut Cheris Kramarae


dikutip dari Little John (2011:148) dikatakan bahwa pria dan wanita
memiliki cara berkomunikasi yang berbeda, hal inilah yang memberi
pengaruh terhadap bagaimana terbentuknya berbagai sistem di dunia,
termasuk bahasa (yang memiliki pembagian gender terhadap setiap
kata benda), menekankan pentingnya bahasa dalam memaknai
pengalaman. Kramarae berpandangan bahwa wanita lebih bergantung
kepada ekspresi non verbal dan menggunakan bentuk non verbal yang
berbeda daripada laki-laki. Wanita cenderung lebih ekspresif dalam
berkomunikasi dengan gestur dan mimik. Wanita dapat memahami
makna yang disampaikan pria, namun sebaliknya pria kesulitan karena
telah terbiasa dengan sistem maskulinitas. Wanita mengembangkan
pemahaman dan bentuk alternatif komunikasi melalui gaya
komunikasi dan upaya untuk melakukan emansipasi untuk
mengimbangi gaya komunikasi maskulin yang selama ini
mendominasi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

Adanya perbedaan komunikasi dalam dialek berbahasa yang


dipengaruhi oleh gender seringkali menimbulkan kesalahpahaman.
Menurut Wood (2013:112), komunikasi laki-laki didasari sifat
instrumental yang mengarahkannya untuk menunjukkan dukungan
dengan melakukan sesuatu, sedangkan perempuan seringkali
menganggap bahwa komunikasi adalah cara untuk menjalin hubungan
dengan empati dan perasaan.Dalam interaksinya, komunikasi laki-laki
dalam gaya mendengarkan tidak menekankan pada komunikasi
responsif, cenderung lebih sedikit bersuara pada saat mendengarkan.
Berbeda dengan perempuan yang lebih responsif dan ekspresif untuk
menunjukkan perhatian dan ketertarikan pada saat mendengarkan
orang lain berbicara. Dialek berbahasa gaya feminin atau perempuan
menganggap bicara adalah cara utama untuk menciptakan hubungan
dan membangun kedekatan, sedangkan laki-laki cenderung berpikir
bahwa berbicara mengenai hubungan hanya perlu dilakukan jika
terjadi masalah, dan bagi laki-laki cara yang dipilih untuk
meningkatkan kedekatan adalah melakukan aktivitas bersama-sama .

2. MANAJEMEN RELATIONSHIP
a. Relationship
1) Dari Sudut Tinjauan Komunikasi Interpersonal
Delia dan rekan (Berger, 2014 : 213) mendefinisikan
komunikasi interpersonal adalah :
Interpersonal communication is a complex, situated process in which
people who have established a communicative relationship exchange
message in an effort to generate shared meanings and accomplish
social goals.
Dikatakan oleh Delia bahwa komunikasi interpersonal adalah
proses sosial yang di dalamnya orang-orang telah membangun
hubungan komunikasi bertukar pesan dalam upaya menghasilkan
makna-makna yang dianut bersama dan mencapai tujuan sosial.
Hubungan komunikatif terjadi ketika (a) sumber bermaksud
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

menyampaikan suatu keadaan batin kepada penerima, (b) penerima


menangkap maksud ekspresif pihak sumber dan mengisyaratkan
maksud pengimbang untuk memperhatikan ekspresi-ekspresi pihak
sumber, dan (c) pihak sumber mengerti bahwa maksud ekspresifnya
telah ditangkap dan diterima oleh penerima. Setelah memiliki
hubungan komunikatif, para interaktan dapat bertukar pesan dalam
upaya menciptakan makna-makna yang dimengerti bersama dan
mencapai tujuan sosial. Makna adalah keadaan batin (pikiran,
gagasan, kepercayaan, perasaan, dll) yang diupayakan komunikator
untuk diungkapkan atau disampaikan lewat pesan dan oleh
komunikator berusaha diinterpretasikan dari pesan yang diungkapkan
atau disampaikan. Ketika berkomunikasi, orang berusaha saling
menyelaraskan ekspresi dan interpretasi pesan agar tercapai makna
yang dimengerti bersama (Berger, 2014 : 213-214).
Menurut Miller dalam Berger (2014 : 208-209), komunikasi
interpersonal biasanya berlangsung di antara dua orang yang terlibat
interaksi tatap muka, menggunakan baik saluran verbal maupun
saluran non verbal, dan memiliki kesempatan untuk memberikan
umpan balik dengan segera. Komunikasi interpersonal merupakan
proses interaksi berlanjut, saling mengungkapkan dan bertukar
informasi yang lebih personal.

Sedangkan Wood (2013:23-27) mengidentifikasi komunikasi


interpersonal sebagai proses transaksi (berkelanjutan) yang selektif,
sistemis, dan unik, yang membuat seseorang mampu merefleksikan
dan mampu membangun pengetahuan bersama orang lain. Dikatakan
selektif, karena tidak mungkin seseorang berkomunikasi secara akrab
dengan semua orang yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari,
seseorang berusaha membuka diri seutuhnya hanya dengan beberapa
orang yang dikenal baik. Sistemis yang dimaksud karena semua
proses komunikasi terjadi dalam banyak sistem yang mempengaruhi
makna, seluruh bagian dan sistem dalam komunikasi saling terkait
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

sehingga mempengaruhi satu sama lain. Komunikasi interpersonal


sangat unik, karena pada interaksi yang melampaui peran sosial,
setiap orang menjadi unik dan tidak tergantikan. Dan komunikasi
interpersonal adalah prossesual atau proses yang berkelanjutan, hal ini
berarti bahwa komunikasi senantiasa berkembang dan menjadi lebih
personal. Transaksional dalam komunikasi interpersonal karena
merupakan proses transaksi antara beberapa orang. Dan inti dari
komunikasi interpersonal adalah berbagi makna dan informasi antara
dua belah pihak untuk memahami tujuan setiap kata dan perilaku yang
ditampilkan oleh orang lain.
2) Dari Sudut Manajemen Relationship Dokter dan Pasien
Definisi manajemen menurut Sarwoto bahwa manajemen
adalah seni untuk mencapai hasil yang maksimal dengan usaha yang
minimal. Sedangkan menurut Robbins menyatakan bahwa manajemen
adalah aktivitas yang meliputi perencanaan, pengembangan,
pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan dan tindakan untuk
mencapai tujuan. (Torang, 2013:166)
Dikatakan oleh Suprapto (2009:125) bahwa karakteristik dari
manajemen adalah :
1) Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni untuk
mencapai tujuan organisasi.
2) Manajemen adalah proses yang sistematis terkoordinasi
terkoordinasi dan kooperatif dalam usaha memanfaatkan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya.
3) Manajemen mempunyai tujuan tertentu, berhasil tidaknya tujuan itu
tergantung pada kemampuannya dalam menggunakan segala
potensi yang ada.
Sedangkan arti kata relationship dalam Bahasa Indonesia
adalah hubungan. Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia adalah
kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang
memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Secara garis
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

besar, hubungan terbagi menjadi hubungan positif dan negatif.


Hubungan positif terjadi apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa
saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya timbal
balik yang serasi. Sedangkan, hubungan yang negatif terjadi apabila
suatu pihak merasa sangat diuntungkan dan pihak yang lain merasa
dirugikan. Lebih lanjut, hubungan dapat menentukan tingkat
kedekatan dan kenyamanan antara pihak yang berinteraksi. Semakin
dekat pihak-pihak tersebut, hubungan tersebut akan dibawa kepada
tingkatan yang lebih tinggi. (diakses pada tanggal 29 Maret 2016 :
22.28 WIB)
Sehingga dalam konteks hubungan antara dokter dan pasien,
maka konsep manajemen relationship adalah sebuah proses hubungan
yang sistematis di antara kedua belah pihak dalam hal ini interaksi
dokter dan pasien yang ditandai dengan adanya timbal balik yang
terkoordinir dan kooperatif, dan berhasil tidaknya hubungan tersebut
tergantung pada kemampuan dokter dalam menggunakan segala
potensi yang dimilikinya.
Hubungan ideal dokter dengan pasien yang digambarkan oleh
profesional kesehatan adalah lebih berfokus dan komitmen kepada
pasien, memandang pasien sebagai manusia, humanistic professional,
merawat, menyembuhkan serta mengobati dengan hormat,
memberikan perhatian yang lebih dan berempati kepada pasien, lebih
sabar dan belas kasih, mempunyai ikatan dengan pasien, lebih
mendengar, dan sebagai guru bagi pasiennya (Gordon, 1997:11).
Dikatakan oleh Roter dan Hall dalam Gordon (1997:17)
bahwa:
Most patients have a fear of committing social improprieties, doing
the wrong thing, saying something stupid, being labelled a "bad"
patient. This role prevents them from asking questions or requesting

Kebanyakan pasien menurut Roter dan Hall merasa takut dikatakan


bodoh dan banyak bertanya kepada dokter, mereka tidak mau dicap
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

sebagai pasien yang buruk di mata dokter. Kebanyakan pasien


melakukan dan mengikuti apa yang diperintahkan dokter dan hanya
bertanya apabila diberikan waktu untuk bertanya oleh dokter. Padahal
untuk kondisi ini sangat jauh dari idealnya hubungan dokter dengan
pasien yang seharusnya menempatkan pasien sebagai peserta aktif,
ada ketergantungan diantara keduanya dan pengambilan keputusan
yang tepat yang memerlukan komunikasi dua arah yang seimbang
dengan memberdayakan pasien untuk kesehatan mereka.

Dalam dunia kedokteran menurut Kurzt (Konsil Kedokteran


Indonesia, 2006:7-8) ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan
oleh dokter :
a) Disease centered communication style atau doctor centered
communication style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter
dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan
penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
b) Illness centered communication style atau patient centered
communication style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan
pasien tentang penyakitnya yang secara individu, termasuk
pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi
kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.
Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan,
kecemasan, serta kebutuhan pasien, patient centered communication
style tidak memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered
communication style.
Kristen and Jean (2013:3) mengatakan bahwa ada dua pola
yang berbeda dari interaksi antara dokter dan pasien, yaitu komunikasi
instrumental dan komunikasi sosioemosional.
a) Komunikasi instrumental berorientasi pada "interaksi obat " di
mana dokter dan pasien mendiskusikan masalah kesehatan atau
alasan untuk penunjukan dan berbagi informasi yang secara
langsung berkaitan dengan kesehatan fisik pasien . Ini melibatkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

pemberian informasi dan pertanyaan yang diminta oleh dokter


kepada pasien dengan tujuan utama mengobati penyakit dan
kesehatan pasien, mencakup tentang gejala yang diderita pasien,
merekam informasi di grafik pasien, menjelaskan tes atau penyakit,
dan resep dan menjelaskan obat-obatan.
b) Komunikasi sosioemosional berorientasi pada "interaksi
perawatan" yang memiliki tujuan utama untuk membuat pasien
merasa nyaman, mengurangi kecemasan pasien dan membangun
hubungan saling percaya, yang melibatkan pembicaraan positif di
mana dokter menyatakan keramahan, empati, simpati, perhatian,
kepastian dan kemitraan bangunan, seperti : menyapa pasien
dengan sikap yang ramah, menangani pasien dengan menyebut
nama, terlibat dalam pembicaraan kecil, dan mendengarkan dengan
penuh perhatian.

Model dasar hubungan dokter dengan pasien yang ideal


(Gordon, 1997 : 17-18) menurut Di Matteo adalah model partisipasi
bersama, dimana ada masukan bersama dan tanggung jawab bersama
baik itu dari dokter maupun pasiennya. Dokter dan pasien menerapkan
keahlian untuk tugas mencapai kesehatan pasien, dengan komunikasi
yang jelas dan efektif. Sedangkan Emanuel dan Emanuel mendukung
model deliberatif yaitu model di mana dokter bertindak sebagai guru
atau teman, melibatkan pasien dalam sebuah dialog untuk
memberdayakan pasien mempertimbangkan nilai-nilai dan memilih
tindakan yang paling sesuai dengan nilai-nilainya. Dalam model
deliberatif ini, menggabungkan aspek merawat pasien dan
memfasilitasi partisipasi aktif dari pasien dalam seluruh proses. Model
ini membutuhkan perubahan mendasar dalam pendidikan kedokteran
dan praktek seperti mengajar dokter untuk menghabiskan lebih banyak
waktu dalam komunikasi dokter-pasien.
Dalam berkomunikasi dengan pasien, menurut Kusbaryanto
(2004 : 6-7 ) percakapan adalah inti utama, dimana ada sambung rasa,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

agar penerima pesan dan pengirim pesan dapat saling percaya.


Pendekatan dapat dilakukan dengan:
a) Dokter harus dapat meyakinkan pada pasien bahwa dia adalah
orang yg tepat untuk dipercaya. Salah satu cara mudah untuk
membangun kepercayaan pasien adalah dengan menggunakan
busana yang sopan serta rapi atau menggunakan jas dokter ketika
sedang berhadapan dengan pasien sehingga timbul kesan tersendiri
bagi pasien.
b) Empati : Betul-betul menempatkan diri, baik secara
pikiran/kognitif, perasaan/afektif dan tindakan/konatif. Dokter
harus menunjukkan seolah-olah bisa merasakan dan dan
memahami apa yg dirasakan pasien, dan perlu didukung bahasa
non verbal.
c) Berikan kesempatan pasien untuk berbicara, bertanya atau
mengungkapkan perasaan mereka.
d) Setara : Komunikasi yg dilakukan adalah setara, bukan antara raja
dengan hamba, tetapi antar individu yg sederajat
Dan pentingnya partisipasi aktif pasien menurut Siegel
(Gordon, 1997:25), dalam proses pengambilan keputusan juga akan
menentukan kualitas hubungan tersebut :
-making process, more than any other
factor, determines the quality of the doctor-patient relationship. The
exceptional patient wants to share responsibilities for life and
treatment, and doctors who encourage that attitude can help all their
.

Pasien ingin berbagi tanggung jawab dalam pengobatan untuk


kesembuhannya, dan dokter mendorong sikap yang dapat membantu
pasien untuk lebih cepat sembuh. Tetapi, tentunya hal ini juga
memerlukan kerelaan dokter meluangkan waktunya untuk pasien,
dibutuhkan banyak mendengar dan berempati agar dapat memberikan
harapan kesembuhan bagi pasien. Diharapkan dengan partisipasi aktif,
akan mengurangi tingkat ketidakpatuhan pasien dikarenakan pasien
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

memiliki tanggung jawab dan komitmen atas keputusan pengobatan


dimana mereka ikut berpartisipasi di dalamnya.

Dari karakateristik usia, berkomunikasi dengan anak menurut


Soetjiningsih (2007:79-100) berbeda dengan pasien dewasa. Anak
masih tergantung sepenuhnya kepada orang tua dan belum dapat
mengemukakan keluhannya dengan baik. Tidak mudah berkomunikasi
dengan anak, diperlukan teknik khusus dalam berkomunikasi dengan
anak, mengingat kemampuan mereka terbatas sesuai dengan tahap
perkembangannya.

a) Pada usia 0-6 bulan, dokter dapat menidurkan anak di tempat tidur
periksa dan mulai melakukan pemeriksaan. Komunikasi tergantung
sepenuhnya kepada orang tua di usia ini.
b) Usia 6 bulan 2 tahun, anak dapat diperiksa sambil digendong atau
dipangku orangtuanya. Komunikasi tergantung dengan orang tua,
tetapi tetap melibatkan anak dengan perlakuan lembut,
menggunakan alat permainan untuk membuat anak lebih tenang.
c) Usia 2-6 tahun, pada usia ini untuk menciptakan kepercayaan anak,
melibatkan anak dalam dialog dengan menggunakankata-kata
sederhana. Menunjukkan kepada mereka alat-alat yang akan
dipakai untuk memeriksa. Penjelasan diberikan dengan bahasa
yang mudah dimengerti sehingga anak siap untuk itu.
d) Usia 7-10 tahun, memberikan kesempatan pada anak untuk
bertanya tentang hal yang dipikirkan. Untuk menciptakan
kepercayaan anak dengan menanyakan kegiatannya dan
memberikan komentar yang positif. Menanyakan kepada anak-anak
hal-hal yang sederhana dan konkret. Bila anak memberi respon
positif, teruskan. Namu jika anak malu atau tidak mau enjawab,
lanjutkan pertanyaan ke orang tuanya.
e) Usia 11-17 tahun, anak sudah mulai berpikir logis dan mengerti
cara tubuh bekerja. Mereka mulai belajar mandiri serta membuat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

keputusan sendiri. Dokter harus menghargai pendapat, kebutuhan


dan keterbatasan anak sebelum merekomendasikan sesuatu.
Ada 5 tahap dalam Model Knapp (Berger, 2014:473) yang
menggambarkan cara bagaimana pasangan yang dalam hal ini dokter
dan pasien berkomunikasi ketika baru memulai hubungan dan menjadi
semakin intim adalah sebagai berikut:
Tahap pertama, memulai dengan pesan-pesan yang mengawali
komunikasi dan biasanya menggambarkan individu sebagai sosok
yang ramah dan menyenangkan.
Tahap kedua, mencoba-coba, dirasakan sebagai periode ketika dokter
dan pasien saling berkenalan dan mencoba mengurangi ketidakpastian
perihal satu sama lain.
Tahap ketiga adalah mengintensifkan, masing-masing pihak dapat
memilih meningkatkan hubungan dengan lebih membuka diri,
mengembangkan simbol-simbol pribadi, dan menyatakan lebih
banyak komitmen pada hubungan mereka.
Tahap keempat, menyatu, yang dicirikan dengan bertambahnya
kemiripan perilaku verbal atau kesamaan dalam berbagai hal
Tahap kelima, mengikat melibatkan pelembagaan hubungan yang
dinamakan hubungan ideal dokter dan pasien.
a) Membangun Hubungan
Dalam membangun hubungan, komunikator dan komunikan
tidak serta merta langsung klik atau cocok dalam berhubungan
terutama dalam berkomunikasi. Dalam hal ini komunikator perlu
menerapkan apa yang dinamakan teori pengurangan
ketidakpastian yang dikemukakan oleh Berger (Griffin, 2012:125-
127), yang membahas tentang sebuah proses komunikasi pada dua
individu yang sebelumnya saling tidak kenal, menjadi kenal
sehingga dapat mengurangi ketidak pastian dalam komunikasi, dan
kemudian memutuskan untuk melanjutkan komunikasi atau tidak.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

Bahwa Ada dua tipe dari ketidakpastian dalam perjumpaan pertama


yaitu:
- Cognitive uncertainty merupakan tingkatan ketidakpastian yang
diasosiasikan dengan keyakinan dan sikap.
- Behavioral uncertainty, dilain pihak berkenaan dengan luasnya
perilaku yang dapat diprediksikan dalam situasi yang diberikan.
Menurut Griffin (2012:127-128) dalam membangun
hubungan ada 8 kebenaran yang harus diperhatikan :
Kebenaran 1, Apabila komunikasi verbal antara individu
meningkat, maka ketidakpastian akan berkurang.
Kebenaran 2, Kehangatan non verbal mengurangi tingkat
ketidakpastian, dan nantinya akan meningkatkan kehangatan non
verbal itu sendiri.
Kebenaran 3, Ketidakpastian mengakibatkan manusia akan lebih
aktif dalam mencari informasi. Ketika kepastian meningkat, maka
tingkat pencarian informasi akan semakin berkurang.
Kebenaran 4, Tingkat ketidakpastian yang rendah akan
meningkatkan tingkat kedekatan individu. Tingkat kedekatan
individu ini mempengaruhi pengungkapan diri dari individu.
Manusia akan merasa lebih nyaman untuk menunjukkan sikap,
nilai-nilai dan perasaannya ketika mereka dapat menduga respon
yang akan diterima dari orang lain.
Kebenaran 5, Ketidakpastian yang tinggi akan menghasilkan
resiprositas yang tinggi. Pertukaran menjadi perhatian utama ketika
berada pada tingkatan awal sebuah hubungan. Ketika kita memiliki
informasi yang minim tentang orang baru kita kenal, kita akan
cenderung berhati-hati untuk membagi informasi.
Kebenaran 6, Kesamaan diantara individu akan mengurangi
ketidakpastian, sementara perbedaan dari individu akan
meningkatkan ketidakpastian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

Kebenaran 7, Tingginya tingkat ketidakpastian menghasilkan


tingkat ketidaksukaan yang lebih tinggi. Sebaliknya, berkurangnya
tingkat ketidakpastian akan meningkatkan pula rasa suka dari
individu tersebut.
Kebenaran 8, Shared networks : Hasil penelitian dari Malcom
Parks dan Mara Adelman menunjukkan bahwa seseorang yang
lebih sering berkomunikasi dengan orang dekat dari orang yang
diajak komunikasi akan mendapatkan kepastian yang lebih baik
dibandingkan dengan yang tidak melakukannya.

b) Memelihara Hubungan
Setelah membangun hubungan baik, kedekatan akan terjalin
di antara keduanya. Dalam teori penetrasi sosial yang dikemukakan
oleh Altman dan Taylor (Berger, 2014:470) menjelaskan bahwa
perkembangan hubungan personal bermula dari pembukaan diri
(self disclosure), peningkatan keintiman dalam sebuah hubungan
merupakan konsekuensi dari semakin intensnya proses berbagi
informasi personal di antara individu yang berhubungan, dan
hubungan akan terus berkembang selama timbal balik yang
dirasakan dalam sebuah hubungan lebih besar daripada biaya yang
dikeluarkan.
Dalam memelihara hubungan, Carl Rogers (Little John,
2011:252-254) memformulasikan 10 (sepuluh) hubungan yang
disebut hubungan saling tolong-menolong. Sepuluh sifat hubungan
tersebut adalah:
- Para pelaku komunikasi saling percaya dan dapat mendukung
satu sama lain.
- Pada dasarnya mereka dapat meceritakan dirinya dengan jelas
- Mereka punya sikap positif tentang kenyamanan dan perhatian
orang lain
- Pasangan dalam sebuah hubungan yang saling bantu membantu
menyimpan identitas yang terpisah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

- Pasangan lainnya memberi izin pihak lain untuk melakukan


sesuatu yang sama
- Hubungan saling bantu ditandai oleh empati, masing-masing
mencoba untuk saling memahami perasaan satu sama lain
- Pihak yang membantu menerima berbagai pengalaman orang
lain pada saat dihubungkan dengan orang lain
- Pasangan akan memberi respons secara peka dari pihak yang
menandai guna membuat lingkungan yang aman terhadap
perubahan pribadi.
- Pelaku komunikasi bisa melepas diri mereka atas ancaman
penilaian orang lain
- Setiap pelaku komunikasi sadar bahwa orang lain bisa berubah
dan memberi kesempatan orang lain berubah.
Hubungan ini tidak hanya berkonsentrasi pada variabel psikologis
tetapi pada pola komunikasi yang sesungguhnya. Dalam sebuah
hubungan yang asli, pasangan dapat mengakui dan menghargai
perbedaan, kemudian bergerak ke arah empati yang merupakan
rasa puas dengan komunikasi yang dialami dalam sebuah
hubungan.

c) Mempertahankan Hubungan
Hubungan yang sudah dipelihara dan dikelola dengan baik,
akan mengalami hambatan atau dialektik yang mungkin akan
terjadi pada saat hubungan telah berlangsung. Kemungkinan terjadi
kejenuhan, bosan, dan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh
kedua belah pihak dalam hubungan tersebut. Baxter dan
Montgomery dalam teori dialektika hubungan (Griffin, 2012 : 155-
156) menegaskan adanya tarik-menarik dan pertentangan hasrat
yang menciptakan ketegangan dalam hubungan dekat. Hubungan
senantiasa berada pada keadaan yang berubah-ubah ketika muncul
beragam kontradiksi. Teori ini memberikan tiga ketegangan inti :
ekspresi-privacy, kestabilan-perubahan, dan penyatuan-perpisahan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

yang dapat mewujud dalam hubungan atau antara hubungan dan


orang-orang di luar hubungan.
Mempertahankan hubungan dengan mengurangi dialektika
adalah kedua belah pihak tetap menjaga privasi masing-masing.
Seperti yang diungkapkan oleh Sandra Petronio (Little John,
2011:249) bahwa individu-individu yang terlibat dalam hubungan
akan terus mengatur batasan antara apa yang bersifat umum dan
pribadi, antara perasaan-perasaan tersebut yang ingin mereka bagi
dengan orang lain dan hal yang tidak ingin mereka bagi. Kadang-
kadang, batasan itu dapat ditembus yang artinya informasi tertentu
dapat diungkapkan. Namun pada saat yang lain informasi itu tidak
dapat ditembus dan tentu saja informasi itu tidak dapat dibagi.

Hasil akhir dari hubungan dokter dan pasien yang


diharapkan dalam hal ini adalah kepuasan yang merupakan fungsi
nilai timbal balik dalam sebuah hubungan yang berdampak pada
keuntungan personal maupun rumah sakit yang menjadi tempat
bertemunya dokter dan pasien, pasien tidak pindah ke dokter lain,
dan pasien cenderung bisa mentolerir dan bahkan rela menunggu
walaupun dokter datang tidak tepat waktu atau harus menunggu
antrian . Menurut Rusbult yang dikutip dari Berger (2014:479),
menegaskan bahwa orang yang setia pada hubungan akan
memelihara pergaulan tersebut dengan (a) berfokus pada
bagaimana hubungan mereka dengan orang lain lebih
menyenangkan, (b) mengecilkan daya tarik hubungan alternatif, (c)
menunjukkan perilaku akomodatif ketika dihadapkan pada
pengalaman-pengalaman yang tidak memuaskan, dan (d)
mengorbankan kepentingan sendiri demi kebaikan hubungan atau
kebaikan pasangan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

b. Peran Dokter Sebagai Komunikator

Komunikator yang efektif harus peka terhadap semua tanda-tanda


yang memberitahu atau mengisyaratkannya agar dapat bereaksi kepada
pendengarnya. Menurut Tubbs dan Moss dalam Nurhayati (2011:10-14)
Ada lima hal yang menjadi ukuran efektivitas komunikasi, yaitu :

1) Pemahaman
Pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan
rangsangan seperti yang dimaksudkan pengirim pesan. Komunikator
dikatakan efektif apabila penerima memperoleh pemahaman yang
cermat atas pesan yang disampaikan. Kegagalan utama dalam
berkomunikasi adalah kegagalan dalam menyampaikan isi pesan yang
cermat. Semakin banyak orang yang terlibat dalam suatu komunikasi
bersama, makin sulit mengamati seberapa cermat pesan dapat
diterima. Penggunaan sarana pendukung dapat membantu
memperjelas materi pembicaraan, sehingga mereka dapat mengatur
dan menyajikan.
2) Kesenangan
Berkomunikasi tidak selalu ditujukan untuk menyampaikan suatu
pesan atau tujuan-tujuan tertentu. Seringkali komunikasi dilakukan
hanya untuk saling bersapa agar tetap terjaga suatu kebersamaan atau
jalinan hubungan yang harmonis. Komunikasi semacam ini biasa
disebut komunikasi fatik (phatic communication) Misalnya, sapaan
-kata ini merupakan
contoh kata yang sengaja dirancang agar dapat memperoleh
kesenangan dari obrolan-obrolan yang dilakukan. Tingkat kesenangan
dalam berkomunikasi berkaitan erat dengan perasaan seseorang
terhadap orang yang diajak berinteraksi tersebut.
3) Mempengaruhi sikap
Memahami dan menyetujui adalah dua hal yang sama sekali berlainan.
Ketika memahami pesan seseorang, itu dapat saja berarti tidak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

menyetujuinya, mungkin saja pemahaman tersebut membawa pada


ketidak-setujuan yang lebih kuat dari sebelumnya.
4) Memperbaiki hubungan
Beberapa hal penting yang perlu disadari untuk mendapatkan
komunikasi yang sempurna, misalnya pemilihan kata yang tepat dan
waktu penyampaian yang tepat pula, sehingga diharapkan terjadinya
komunikasi yang sempurna. Secara keseluruhan komunikasi
membutuhkan suasana psikologi yang positif dan penuh kepercayaan.
Kegagalan utama dalam berkomunikasi muncul bila isi pesan tidak
dipahami secara cermat, kegagalan lainnya muncul karena gangguan
dalam hubungan insan yang berasal dari kesalahpahaman. Hal ini
tumbuh dari rasa frustasi, kemarahan dan kebingungan sebagai akibat
kegagalan awal dalam pemahaman. Jenis pemahaman lainnya yang
berpengaruh besar dalam hubungan insan adalah memahami motivasi
orang lain.
5) Tindakan
Banyak orang yang berpendapat bahwa komunikasi apapun tidak ada
gunanya bila tidak memberi hasil sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menurut DeVito ada lima faktor yang mempengaruhi komunikasi
yang efektif, yaitu :

a) Keterbukaan pikiran, Keterbukaan yang menunjukkan adanya sikap


untuk saling terbuka antara pelaku komunikasi dalam
melangsungkan komunikasinya.
b) Empati, yaitu kemampuan seseorang memproyeksikan dirinya
dalam peran terhadap orang lain.
c) Kepositipan, yaitu sikap yang positif terhadap diri sendiri maupun
terhadap orang lain.
d) Dukungan, yaitu sikap pelaku komunikasi yang mendukung
terjadinya komunikasi tersebut, tetapi pihak yang diajak
berkomunikasi sudah menolak sejak awal, maka komunikasi yang
diharapkan tidak akan terjadi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

e) Kesamaan, yaitu adanya unsur kesamaan yang dimiliki oleh pihak-


pihak yang berkomunikasi. Misalnya, adanya unsur kesamaan
bahasa dan budaya akan memudahkan terjadinya komunikasi yang
efektif.

Menurut Liliweri (2009:86-91) kredibilitas dokter selaku


komunikator dalam penyampaian komunikasi sangat diperlukan karena
merupakan suatu image atau gambaran seseorang mengenai dokter
tersebut. Beberapa prinsip dari kredibilitas komunikator yakni :
1) Daya tarik : Kebanyakan audiens atau komunikan lebih mudah tertarik
pada komunikator yang mempunyai kesamaan motif psikologis
dengan audiens, seperti : daya tarik fisik, kesamaan, keyakinan dan
kepercayaan, sikap dan kemampuan yang dibandingkan, derajat
perbedaan, kedekatan lokasi geografis, kedekatan personal.
2) Faktor dinamis : Faktor dinamika komunikator sangat mempengaruhi
penerimaan pesan oleh audiens. Komunikator yang tampil dengan
dinamika tinggi akan lebih mudah diterima audiens. Mereka adalah
komunikator yang tampil enerjik, gertak-gemertak, aktif dan hidup,
menampilkan fisik yang berdaya tahan tinggi.
3) Motif : Faktor motif atau alasan pendorong komunikasi turut
menentukan persuasi atau berpengaruh terhadap penerimaan pesan
oleh audiens. Audiens lebih suka menerima informasi dari
komunikator yang secara terus terang, terbuka, jujur menyatakan
maksud berkomunikasi.
4) Kesamaan : Orang lebih tertarik pada komunikator yang mempunyai
banyak kesamaan dengannya, misal pada minat, hobi, pilihan politik,
asal sekolah, asal suku bangsa, dan lain-lain.
5) Dapat dipercayai : Audiens lebih mudah menerima informasi dari

mata komunikator atau wajah atau kata-katanya, berkaitan dengan


reputasi seorang komunikator yang dihubungkan dengan jabatan,
pangkat, pendidikan, pengalaman komunikator.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

6) Kepakaran : Seorang komunikator yang pakar dalam bidangnya lebih


mudah dipercayai daripada yang tidak pakar.
7) Keaslian sumber pesan : Keaslian sumber pesan sangat menentukan
tingkat penerimaan audiens. Keaslian pesan bersumber dari sumber
informasi. Artinya orang lebih percaya informasi ilmiah kesehatan
yang bersumber dari jurnal kesehatan daripada surat kabar.
Dalam membentuk pesan, menurut Greene seorang komunikator
harus mengorganisasikan pengetahuan di dalam benak dan
menggunakannya untuk membentuk pesan, yakni dengan apa yang kita
ketahui mengenai sesuatu (content knowledge) dan bagaimana cara
melakukannya (procedural knowledge). Cara dokter menyapa, tersenyum
kepada pasien, mengulurkan tangan untuk bersalaman dan bertanya

procedural knowledge yang dilakukan secara otomatis dengan elemen :


tersenyum, menyapa dengan berjabat tangan dan mengucap salam,
menanyakan kesehatan pasien, dan lain-lain.
Sedangkan menurut Berger dikatakan bahwa dalam perencanaan pesan,
topik komunikasi berkaitan dengan isi pembicaraan dan kepada siapa
seseorang akan berkomunikasi. Dalam menjalankan rencana, sebagian
orang memiliki action fluidity (sikap fleksibel) yang dipengaruhi oleh
kompleksitas pesan dan keterlibatan secara emosi.
Ada tiga rancangan pesan yang didesain dari rentang
yang paling sedikit person centered hingga sangat person centered, yaitu:
1) Expressive Logic adalah komunikasi untuk mengekspresikan perasaan
dan pikiran, bersifat membuka diri dan memancing reaksi, dengan
sedikit perhatian terhadap apa yang diperlukan atau diinginkan pihak
lain.
2) Conventional Logic melihat komunikasi sebagai permainan dengan
aturan yang harus diikuti berupa norma dan mencakup peran dan
tanggung-jawab dari pihak yang terlibat. Tujuannya adalah untuk
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

merancang pesan yang sopan dan pantas sehingga bisa diterima baik
oleh pihak lain.
3) Rhetorical Logic adalah komunikasi dengan tujuan mengubah situasi
melalui negosiasi. Pesan dirancang dengan logika yang fleksibel,
bermakna dan person centered
Perbedaan setiap orang dalam merancang pesan menghasilkan Message
Diversity, jika tujuan dari komunikasi sederhana dan dapat diungkapkan
terus-terang maka pesan yang dirancang akan cenderung sama dan
sederhana. Sebaliknya, jika tujuan banyak dan perlu mempertimbangkan
kesopanan, maka akan ada banyak rancangan pesan yang bisa dihasilkan.
(Little John, 2011: 152-166)

Dalam mengelola percakapan, menurut H. Paul Grice dikutip dari


Little John (2011:95-96) bahwa komunikator dalam hal ini dokter
hendaknya mengutamakan :
1) Prinsip kuantitas: sebuah kontribusi terhadap sebuah percakapan akan
memberikan informasi yang cukup dan tidak terlalu banyak
2) Prinsip kualitas sebuah kontribusi haruslah benar. Anda melanggar
prinsip kualitas ini ketika anda sengaja berbohong atau berkomunikasi
dalam cara yang tidak menunjukkan maksud untuk jujur
3) Prinsip relevansi: komentar-komentar anda harus berhubungan
4) Prinsip tata krama, jangan mengatakan sesuatu yang tidak jelas,
ambigu atau tidak teratur.

c. Peran Dokter Sebagai Komunikan


Dalam hal dokter berperan sebagai komunikan, menurut Liliweri
(2009 : 186) ada tipe sikap yang harus dipahami oleh dokter sebagai
komunikan adalah dimana dokter menempatkan diri sebagai komunikan
yang bersahabat, sebagai komunikan yang mempunyai disposisi positif
terhadap informasi yang disampaikan oleh pasien, sehingga dokter lebih
mudah memahami informasi yang disampaikan pasien serta lebih mudah
mempengaruhi dikarenakan mereka sudah mempunyai suatu pikiran,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

pendapat, pandangan, sikap yang sama dan relatif sudah konsisten


dengan tujuan persuasif yang akan dilakukan oleh dokter.
Menurut Loxterkamp (2013:575) ada dua hal yang diharapkan
pasien dari dokter, pertama adalah kompetensi yang dimiliki dalam
bentuk ijazah dan sertifikasi papan praktek dokter; kedua adalah moral
yang menempatkan kebutuhan pasien di atas kebutuhan pribadinya.
Kebiasaan sederhana dokter yang menjamin kepuasan pada saat bertemu
dengan pasien adalah :
1) IDENTIFY ( Mengenali)
Listen : Pasien ingin dokter mendengarkan pembicaraan tentang
keluhan mereka. Mendengarkan menunjukkan rasa hormat dan
perhatian dokter. Ini melibatkan lebih dari saraf pendengaran;
mendengarkan disengaja membutuhkan kontak mata, penafsiran
bahasa tubuh, dan posisi diri tepat pada pandangan mata.
Touch : Menyentuh membentuk koneksi fisik dan rasa keintiman
antara dokter dan pasien yang mengundang komunikasi dan
meyakinkan pasien bahwa tidak ada kebutuhan untuk disembunyikan.
Look : Dengan apa pun waktu tetap sangat penting bahwa dokter
melihat pasien dan tidak di depan komputer, ponsel pintar, atau jam.
Hal ini dibutuhkan untuk mengenal pasien mereka dan meraih
kepercayaan mereka.
2) PLAN (rencana)
Setelah mengambil riwayat penyakit, melakukan pemeriksaan fisik,
dan membuat penilaian, dokter kemudian menguraikan rencana dan
langkah-langkah khusus yang akan mengarah pada pemulihan pasien.
Follow up : Dokter harus mempersiapkan pasien dengan prognosis,
memberikan hasil tes, dan membimbing pasien melalui kerja keras
dari penyakitnya.
Bagaimana dokter dapat menjadi pendengar yang baik bagi
pasiennya adalah kewajibannya untuk dapat mendiagnosis secara tepat
dan mengelola hubungannya dengan pasien. Menurut Wood (2013:153-
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

156) proses mendengarkan melibatkan situasi kompleks yang selalu


bergantung pada telinga, pikiran dan hati. Dalam mendengarkan,
seseorang harus menginterpretasi, mengingat, dan menanggapi stimulus
komunikasi yang lain. Ada beberapa tahap dalam proses mendengarkan :
1) Tahap pertama adalah penuh kesadaran. Ketika mendengarkan dengan
penuh kesadaran, maka dokter benar-benar berada untuk pasiennya
dan memahami informasi yang disampaikan pasien, dengan
menunjukkan kontak mata, sikap tubuh yang baik, dan merespon
percakapan dengan anggukan dan sejenisnya.
2) Tahap kedua adalah proses penerimaan pesan secara fisiologis.
Mendengar adalah proses fisiologis yang terjadi ketika gelombang
suara sampai di gendang telinga manusia. Bagi kebanyakan manusia,
proses mendengar terjadi begitu saja tanpa hambatan, sedangkan
orang dengan gangguan pendengaran memiliki keterbatasan dalam
menerima pesan suara/ verbal. Ketika berbicara dengan orang yang
memiliki keterbatasan ini, harus selalu menatap wajahnya dan
menggerakkan bibir dengan jelas. Pria dan wanita juga memiliki
perbedaan dalam gaya mendengarkan, dimana wanita lebih perhatian
dalam berkomunikasi daripada pria, cenderung lebih fokus pada inti
pembicaraan dan memperhatikan detail di dalamnya.
3) Tahap ketiga adalah seleksi dan organisasi materi. Proses seleksi
dalam mendengarkan dipengaruhi oleh minat seseorang, struktur
kognitif, harapan masa depan, dan juga dipengaruhi oleh faktor
budaya. Ketika sudah memilih informasi, dokter mengorganisasikan
stimulus yang akan diperhatikan. Ketika mendengarkan, dokter
memutuskan untuk mengkategorisasikan pasien dengan cara
menempatkan mereka pada prototipe tertentu, misal sebagai teman
yang menyenangkan, orang tua yang membosankan, anak yang
menyenangkan, dan lain-lain. Di sinilah dapat dievaluasi apakah
mereka sedang sedih, bahagia, marah, atau kecewa, dan dokter dapat
menentukan stimulus yang akan diberikan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

4) Tahap keempat adalah memaknai komunikasi. Prinsip terpenting


dalam tahap ini untuk interpretasi yang efektif adalah menjadi
berpusat pada seseorang (person-centered). Proses ini tidak memaksa
dokter untuk sependapat dengan pandangan pasien, tetapi lebih pada
usaha bersungguh-sungguh untuk memahami pasien.
5) Tahap kelima adalah mampu menanggapi pasien. Kemampuan
menanggapi dilakukan dengan cara memberikan perhatian dan
ketertarikan pada pasien. Pendengar yang baik akan membuat respon
non verbal seperti anggukan atau senyuman untuk menyampaikan
kalau dokter adalah pendengar yang baik. Perilaku ini menunjukkan
kecocokan antara pasien dan dokter. Sikap responsif menunjukkan
bahwa dokter peduli terhadap pasiennya dan apa yang mereka
sampaikan.
6) Tahap terakhir adalah kemampuan mengingat yang merupakan proses
mempertahankan apa yang telah didengar. Pendengar yang baik akan
memilih untuk mengingat informasi yang benar-benar penting.

Berempati merupakan ketrampilan interpersonal yang dimiliki


dokter untuk mendengarkan pasien. Menurut Arumsari (2013 : 4 ) adalah
merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya berada di kapal
yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama.
Maka sikap empati tersebut diharapkan oleh pasien dari dokter yang
menanganinya, karena akan dianggap cukup membantu dari segi
emosional dan psikologis pasien itu sendiri. Orang yang memiliki sikap
empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain,
perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk
masa mendatang. Pengertian empati ini akan membuat seseorang lebih
mampu menyesuaikan komunikasinya.
Menurut Gordon (1997 : 41-51) dalam berempati diperlukan
beberapa tahap untuk melakukannya sebagai berikut :
Awal pertemuan : pasien merasa minder untuk bertemu dokter yang
memiliki pendidikan, pengetahuan, penampilan, dan kelas sosial yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

lebih tinggi. Hambatan ini dapat dikurangi apabila dokter mampu


membuat pasien merespon lebih positif, yaitu dengan bersikap ramah,
santai, dan tidak tergesa-gesa. dokter memperhatikan kenyamanan fisik
pasien dan komunikasi ringan dengan beberapa pembicaraan kecil
singkat.
Memulai wawancara klinis : apabila pasien sudah mulai terlibat akrab
dengan dokter, maka dapat dimulai wawancara klinis dengan tetap
menunjukkan empati, menegaskan pemahaman dan penerimaan pasien,
mengurangi ukuran psikologis, dan berpartisipasi penuh dalam hubungan
kolaboratif ini. Dokter memiliki kesempatan untuk mencoba memahami
dan menerima, dengan mendorong pasien memberikan informasi yang
lengkap. Dengan mendengar, dokter akan menentukan masalah dan
kebutuhan dasarnya, bilamana diperlukan dapat menambah masukannya
untuk pasien.
Ketrampilan mendengarkan kritis : memperlihatkan postur fisik untuk
menunjukkan minat yang dalam dan fokus kepada apa yang disampaikan
pasien, dengan mencondongkan tubuhnya dan menghadap tepat di mata
pas

dan mengerti maksud yang disampaikan. Apabila merasa tidak nyaman


dengan kontak mata yang intens dapat berfokus pada mulut kemudian
mata pasien. Hindari meja sebagai penghalang, dekatkan posisi tubuh ke
pasien. Meminta ijin apabila ingin menuliskan di buku catatan.
Mendengarkan aktif dapat memberikan pasien dengan waktu untuk
berpikir apa yang akan mereka katakan selanjutnya, dan sering
mendorong mereka untuk bergerak dari "menyajikan masalah" untuk
masalah yang lebih mendasar. Namun, diam memang memiliki
keterbatasan tidak memberikan bukti yang memadai untuk pasien bahwa
mereka telah dipahami secara akurat. Sehingga diperlukan empati untuk
masuk ke dalam dunia pandang pasien, yaitu menempatkan posisi dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

mengalami perasaan sebagai pasien, serta memberikan persetujuan


bahwa dokter telah memahaminya .
To care for another person, I must be able to understand him and his
world as if I were inside it. I must be able to see, as it were, with his eyes
what his world is like to him and how he sees himself. Instead of merely
looking at him in a detached way from outside, as if he were a specimen,
I must be able to be with him in his world, "going" into his world in order
to sense from "inside" what life is like for him. (Bolton :1979)
Pasien lebih menunjukkan komunikasi non verbal, seperti : mengubah
ekspresi wajah, memalingkan wajah, membuat beberapa gerakan tangan,
tampak sedih dan putus asa, yang tidak dapat diungkapkan dalam kalimat
verbal. Sehingga diperlukan mendengar aktif untuk menunjukkan
penerimaan dan mengundang lebih banyak keterbukaan diri.

Selain berempati kepada pasien, Arumsari (2013:4) juga


menekankan bahwa dokter yang ramah dan sopan dalam memperlakukan
pasien akan memberikan rasa nyaman ketika proses komunikasi
berlangsung. Arumsari mengutip pendapat Penelope Brown dan
Stephen Levinson (dalam Beebe, Beebe & Redmond, 1996:81)
menyatakan bahwa seseorang akan mempunyai persepsi positif dari
orang lain yang memperlakukan kita dengan sopan dan penuh
penghormatan. Rasa dihargai dan mendapatkan perlakuan yang setara
merupakan faktor penting yang dibutuhkan pasien untuk proses
kesembuhannya, karena perasaan dihargai yang diciptakan oleh dokter
juga merupakan faktor pendukung kesembuhan pasien disamping obat-
obatan. Dokter yang memperlakukan pasiennya dengan sopan serta
memperlakukan pasien sebagai mitra atau teman akan menciptakan
kondisi yang saling membutuhkan dan akan menerima bentuk
penghargaan yang sama dari pasien. Timbal balik yang didapatkan dokter
adalah bentuk kepercayaan pasien kepada dokter. Hal tersebut
merupakan serangkaian hubungan yang utuh yang terjadi antara dokter
dan pasien adalah hak untuk dihargai dan dipahami.

Sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Arumsari, White et


al (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa penting bagi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

seorang dokter memastikan pasien merasa nyaman pada saat konsultasi


dan memiliki kesempatan untuk menyampaikan masalah dengan bahasa
atau kata-kata pasien.
Salah satu masalah yang paling sering dialami dokter adalah pada
saat mendengar aktif, yang memerlukan waktu terlalu banyak. Dokter
sudah bekerja di bawah tekanan waktu yang parah, sehingga dimengerti
mereka akan khawatir bahwa keterampilan di atas akan mendorong
pasien untuk berbicara lebih, memunculkan perasaan dan kebutuhan-
kebutuhan baru, mengundang katarsis panjang. Dalam kutipan dari Bellet
dan Maloney (Gordon, 1997 : 52) : . . . . Dokter dalam praktek klinis
mungkin merasa bahwa mereka tidak memiliki cukup waktu untuk
empati. Dalam jangka panjang, meskipun, empati dapat menghemat
banyak waktu dan biaya. Tanpa rasa empatik nya dokter, pasien merasa
sendirian dan terasing. Dengan empati, pasien merasa bahwa dokter
mengerti. Hal ini dapat mengurangi kecemasan, sehingga pasien lebih
setuju untuk menerima saran dokter.

B. KERANGKA BERPIKIR
Dalam proses pelayanan kesehatan terjalin hubungan antara pihak yang
memberikan pelayanan dengan pihak yang menerima pelayanan. Dokter dalam
penelitian ini dipandang sebagai pihak pemberi pelayanan.
Hubungan dokter dan pasien menimbulkan adanya interaksi personal
yang menunjukkan aksi-reaksi. Setiap aksi yang dilakukan oleh dokter secara
simultan akan menghasilkan reaksi tertentu dari pasien. Interaksi yang terjadi
antara kedua belah pihak berupa perilaku komunikasi antarpribadi antara
dokter selaku komunikator dan pasien sebagai komunikan yang berlangsung
secara tatap muka. Agar komunikasi antara dokter dan pasien dapat berjalan
dengan baik, perlu diciptakan hubungan yang harmonis diantara keduanya.
Komunikasi adalah berbicara dan mendengarkan, menulis dan
membaca, melakukan dan menyaksikan, atau lebih umumnya melakukan
apapun yang melibatkan pesan dalam media dan situasi apapun. Merupakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

proses relasional yang menciptakan dan menafsirkan pesan yang


mendatangkan respon. Pesan yang merupakan inti komunikasi, dibangun,
diciptakan, direncanakan, dibuat, dibentuk, dipilih atau diadopsi oleh
komunikator dan ada efek pesan atas orang yang menerimanya.
Dalam proses komunikasi dokter-pasien terjadi pertukaran informasi
personal yang berupa pesan antara dokter selaku komunikator dan pasien
sebagai komunikan, demikian pula berlaku sebaliknya. Setiap pesan yang
disampaikan akan diterima berdasarkan perspektif dari masing-masing dokter
atau pasien. Proses persepsi merupakan penggambaran objek yang dilakukan
seseorang ketika sedang berinteraksi. Objek dipandang sebagai suatu pesan
yang keluar dari seseorang lalu kemudian diinterpretasikan oleh lawan
komunikasi secara berbeda-beda.
Dokter selaku komunikator dalam menyampaikan pesan menggunakan
simbol-simbol yang membedakan dirinya dengan obyek lainnya, melakukan
komunikasi verbal berupa percakapan maupun non verbal yang meliputi
penampilan fisik, bahasa tubuh, cara berbicara dan jarak kedekatannya dengan
pasien. Selain itu motif komunikasi dengan pasien, kesamaan, kredibel atau
pakar di bidangnya, serta dapat dipercaya pasien.
Untuk mendukung komunikasi yang efektif, makna yang diterima dari
pesan harus sama dengan makna yang dimaksud oleh komunikator, sehingga
dalam hal ini pesan yang tersampaikan dan pengelolaan pesan haruslah tepat,
baik cara membentuk pesan secara content maupun procedural knowledge,
maupun dalam merancang pesan harus dapat expressive, conventional, dan
rhetorical logic.
Pendekatan interpersonal yang digunakan oleh dokter selaku
komunikator maupun sebagai komunikan pada saat melakukan interaksi
dengan pasien dalam menyampaikan komunikasi efektif adalah dengan
membangun kepercayaan pasien atas kredibilitasnya sebagai dokter, menjadi
pendengar yang baik, berempati, memberikan kesempatan kepada pasien,
berusaha sejajar atau setara kedudukannya dengan pasien, patient centered,
memberikan dukungan, dan menggunakan komunikasi non verbal yang positif.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

Mengutamakan prinsip kualitas, kuantitas, relasional, dan tata krama dalam


penyampaian pesan kepada pasien selaku komunikan.
Ada dua pola yang berbeda dari interaksi antara dokter dan pasien, yaitu
: (1) komunikasi instrumental yang berorientasi pada "interaksi obat " di mana
dokter dan pasien mendiskusikan masalah kesehatan atau alasan untuk
penunjukan dan berbagi informasi yang secara langsung berkaitan dengan
kesehatan fisik pasien, yang melibatkan pemberian informasi dan pertanyaan
yang diminta oleh dokter kepada pasien dengan tujuan utama mengobati
penyakit dan kesehatan pasien ; dan (2) komunikasi sosioemosional
berorientasi pada "interaksi perawatan" yang memiliki tujuan utama untuk
membuat pasien merasa nyaman, mengurangi kecemasan pasien dan
membangun hubungan saling percaya, yang mungkin melibatkan pembicaraan
positif di mana dokter menyatakan keramahan, empati, simpati, perhatian,
kepastian dan hubungan kemitraan.
Dalam penelitian ini, tanggapan yang ingin peneliti ketahui adalah
bagaimana pemahaman dokter tentang komunikasi dokter dan pasien,
manajemen relationship yang dilakukan dokter selaku komunikator maupun
sebagai komunikan dalam membangun, memelihara, dan mempertahankan
hubungan komunikasi dengan pasien. Untuk lebih jelasnya, kerangka
konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan, sebagai berikut :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59

C. DEFINISI OPERASIONAL
Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap konsep-konsep yang digunakan
dalam penelitian ini, maka dirasa perlu untuk memberikan batasan pengertian,
sebagai berikut :
1. Komunikasi interpersonal
a. Komunikasi interpersonal adalah proses sosial terkait konteks dalam
situasi konkrit yang kompleks, tersusun dari dari beberapa proses yang
saling berkait membangun hubungan dengan bertukar pesan atau
informasi yang lebih personal
b. Komunikasi yang dipengaruhi oleh : 1) Keterbukaan pikiran yang
menunjukkan adanya sikap untuk saling terbuka antara dokter dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60

pasien dalam melangsungkan komunikasinya; 2) Empati dokter terhadap


pasiennya; 3) sikap positif yang ditunjukkan oleh dokter kepada
pasiennya; 4) Sikap dokter yang mendukung terjadinya komunikasi
dengan pasien; dan 5) Adanya unsur kesamaan yang dimiliki oleh
dokter dan pasien.
c. Hubungan dibentuk, dikelola, dan dirubah melalui komunikasi, yang
dikoordinasikan, bersifat dinamis :
1) Membentuk atau membangun hubungan dengan memperhatikan :
(a) content dan procedural knowledge yang akan membentuk pesan;
(b) desain pesan yang ekspressive, conventional, rhetorical logic;
(c) Pengurangan ketidakpastian dengan 8 kebenaran.
2) Memelihara hubungan dengan intensnya proses berbagi informasi
personal di antara individu yang berhubungan menjadi hubungan yang
intim, dapat mengakui dan menghargai perbedaan, kemudian
bergerak ke arah empati yang merupakan rasa puas dengan
komunikasi yang dialami dalam sebuah hubungan.
3) Mempertahankan hubungan adalah pada saat hubungan berjalan, akan
ada tarik-menarik dan pertentangan hasrat yang menciptakan
ketegangan dalam hubungan dekat karena masing-masing pihak
mempunyai privasi, dalam hal ini diharapkan individu-individu yang
terlibat dalam hubungan akan terus mengatur batasan antara apa yang
bersifat umum dan pribadi, antara perasaan-perasaan tersebut yang
ingin mereka bagi dengan orang lain dan hal yang tidak ingin mereka
bagi.
2. Dokter
Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana
mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, bertugas memeriksa dan
mengobati penyakit dan dilakukan menurut standar pelayanan medis dalam
pelayanan kesehatan kepada pasien Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61

3. Manajemen Relationship
a. Manajemen relationship yang dimaksudkan di sini adalah proses
hubungan ideal antara dokter dengan pasien dengan menggunakan model
partisipatif dan deliberatif yang berorientasi pada patient-centered.
Dokter dan pasien di
hubungan intim, dimana hubungan ini sangat diperlukan untuk proses
pengobatan dan penyembuhan pasien.
b. Peran dokter selaku komunikator maupun sebagai komunikan pada saat
melakukan interaksi atau menjalin hubungan dengan pasien adalah
dengan membangun kepercayaan pasien atas kredibilitasnya sebagai
dokter, menjadi pendengar yang baik, berempati, memberikan
kesempatan kepada pasien, berusaha sejajar atau setara kedudukannya
dengan pasien, patient centered, memberikan dukungan, dan
menggunakan komunikasi non verbal yang positif. Mengutamakan
prinsip kualitas, kuantitas, relasional, dan tata krama dalam penyampaian
pesan kepada pasien selaku komunikan, serta kejelasan, pengaturan dan
verifikasi atas pesan yang disampaikan.

You might also like