Professional Documents
Culture Documents
Modul K3 Lingkungan Kerja
Modul K3 Lingkungan Kerja
PengawasanPengawasan
Norma K3Norma
LingkunganSistem
Kerja Manajemen
dan
Keselamatan
Bahan dan Kesehatan
Berbahaya
Kerja (SMK3)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................ 1
B. Tujuan Pembelajaran.................................. 2
C. Ruang Lingkup Pembahasan Modul............ 3
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini banyak perusahaan di Indonesia yang menggunakan
pesawat uap, pesawat tenaga dan produksi, pesawat angkat dan
angkut, atau menggunakan bahan kimia berbahaya, atau disana
terdapat proses produksi yang berdampak terhadap kondisi
lingkungan kerja dimana apabila lingkungan kerja tersebut tidak
dikelola dengan baik maka tempat kerja tersebut akan menjadi tidak
sehat, tidak bersih atau tidak nyaman.
Tempat kerja yang tidak sehat, tidak bersih dan tidak nyaman dapat
mengakibatkan timbulnya penyakit akibat kerja (occupational
disease) yang tidak dikehendaki oleh semua pihak dan berdampak
negatif terhadap produktivitas kerja. Sebaliknya, tempat kerja yang
bersih, sehat dan nyaman akan dapat meningkatkan gairah kerja dan
para akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja.
1
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan
memahami syarat-syarat pelaksanaan K3 bidang lingkungan
kerja dan bahan berbahaya di tempat kerja.
2
i. Menjelaskan K3 pengelolaan limbah di tempat kerja.
j. Menjelaskan syarat-syarat K3 bekerja pada ruang terbatas.
k. Menjelaskan syarat-syarat K3 bekerja pada ketinggian.
l. Menjelaskan syarat-syarat K3 pekerjaan pada penyelaman di
dalam air.
m. Menjelaskan tentang pengelolaan alat pelindung diri (APD).
C. RUANG LINGKUP
Yang akan dipelajari dalam pembelajaran ini sebagai berikut :
1. Dasar Hukum pengawasan norma K3 bidang lingkungan kerja
dan bahan berbahaya.
2. Pengertian lingkungan kerja, iklim kerja, Indeks Suhu Basah
dan Bola (ISBB), kebisingan, getaran, radiasi gelombang radio
atau gelombang mikro, radiasi ultra ungu (ultra violet), medan
magnet statis, tekanan udara ekstrim, pencahayaan, kualitas
udara dalam ruangan (KUDR), Nilai Ambang Batas (NAB),
higiene, sanitasi, Bahan Kimia berbahaya, Nilai Ambang
Kuantitas (NAK), Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB),
label, Globally Harmonised Systems (GHS), Dokumen
Pengendalian Potensi Bahaya (DPPB), ruang terbatas (confined
spaces), bekerja pada ketinggian (working at height) dan alat
pelindung diri (APD).
3. Faktor-faktor lingkungan kerja yang berdampak pada
kesehatan tenaga kerja.
4. Penerapan higiene dan sanitasi di tempat kerja..
5. Personil K3 bidang Lingkungan Kerja.
6. Pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja.
7. Syarat-syarat K3 pada tempat kerja yang mengelola pestisida.
8. Syarat-syarat K3 pada pemakaian asbes.
9. K3 pengelolaan limbah di tempat kerja.
10. Syarat-syarat K3 bekerja pada ruang terbatas.
3
11. Syarat-syarat K3 bekerja pada ketinggian.
12. Syarat-syarat K3 pekerjaan pada penyelaman di dalam air.
13. Pengelolaan Alat Pelindung Diri (APD).
4
BAB II
POKOK BAHASAN
5
e. Getaran
adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan
arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya.
f. Radiasi gelombang radio atau gelombang mikro
adalah radiasi elektromagnetik dengan frekuensi 30 Kilo
Hertz sampai 300 Giga Hertz.
g. Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet)
adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang
180 nanometer sampai 400 nanometer.
h. Medan Magnet Statis
adalah suatu medan atau area yang ditimbulkan oleh
pergerakan arus listrik.
i. Tekanan Udara Ekstrim
adalah tekanan udara yang lebih tinggi atau tekanan udara
yang lebih rendah dari tekanan udara normal
(1 atmosphere)
j. Pencahayaan
adalah sesuatu yang memberikan terang (sinar) atau yang
menerangi, meliputi pencahayaan alami dan buatan.
k. Kualitas Udara Dalam Ruangan (KUDR)
Adalah kualitas udara di ruangan tempat kerja, yang dalam
kondisi yang buruk yang disebabkan oleh pencemaran atau
kontaminasi udara tempat kerja, yang dapat menimbulkan
gangguan kenyamanan kerja sampai pada gangguan
kesehatan tenaga kerja.
l. Nilai Ambang Batas (NAB)
adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai
kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted
average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam
6
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam
sehari atau 40 jam seminggu.
3. Uraian
a. Faktor fisika
Faktor fisika adalah faktor yang dapat mempengaruhi
aktivitas tenaga kerja yang bersifat fisika, disebabkan oleh
penggunaan mesin, peralatan, bahan, dan kondisi
lingkungan di sekitar tempat kerja yang dapat menyebabkan
gangguan dan penyakit akibat kerja pada tenaga kerja,
meliputi iklim kerja, kebisingan, getaran, radiasi gelombang
mikro, radiasi ultra ungu, radiasi medan magnet statis,
tekanan udara dan pencahayaan.
1) Iklim Kerja
Pengukuran dan pengendalian iklim kerja harus
dilakukan pada tempat kerja yang memiliki sumber
bahaya tekanan panas dan tekanan dingin.
a. Iklim kerja panas
Tempat kerja yang memiliki sumber bahaya tekanan
panas merupakan tempat kerja yang terdapat
sumber panas atau memiliki ventilasi yang tidak
memadai. Contoh : Tempat kerja dengan iklim panas
adalah tempat kerja peleburan baja, peleburan
logam, pabrikasi, dll.
Untuk mengukur tekanan panas dapat dilakukan
dengan menggunakan “heat stress aparatuss“,
sebagaimana yang ditunjukkan gambar dibawah ini.
7
Gambar 1. Heat stress aparatus
8
Pengendalian untuk iklim kerja panas atau iklim kerja
dingin dilakukan melalui :
− Menghilangkan sumber panas atau sumber dingin dari
tempat kerja
− Mengganti alat, bahan dan proses kerja yang
menimbulkan sumber panas atau sumber dingin
− Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber panas
atau sumber dingin
− Menyediakan sistem ventilasi
− Menyediakan air minum
− Mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap
sumber panas atau sumber dingin
− Penggunaan baju kerja yang sesuai
− Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai
− Melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
9
Gambar 2. Beberapa contoh sistem ventilasi alami
2) Kebisingan
Kebisingan di tempat kerja pada umumnya bersumber
dari operasi peralatan kerja dimana sumbernya bisa
kebisingan terus menerus, terputus-putus, impulsif dan
impulsif berulang. Kebisingan selain menimbulkan
gangguan konsentrasi dalam bekerja juga dapat
menimbulkan ketulian. Pengukuran kebisingan di
tempat kerja dapat menggunakan sound level meter
atau noise dosimeter.
10
Gambar 3b. Dosimeter
3) Getaran
Di perusahaan-perusahaan kadangkala ada pekerja yang
lengan atau tangannya sewaktu mengoperasikan alat
11
kerja bergetar demikian hebat, sebagai contoh pekerja
pengeras jalan, pekerja bagian mesin bor dan
sebagainya.
Getaran yang memajan tangan/lengan pekerja hingga
melebihi batas setiap hari kerja, dapat mengakibatkan
gangguan terhadap tulang sendi serta gangguan syaraf
dan pembuluh darah.
Untuk mengukur getaran tersebut dapat menggunakan
“Vibration Meter”.
12
di antara alat dan bagian tubuh yang kontak dengan
alat kerja;
− Membatasi pajanan Getaran melalui pengaturan waktu
kerja.
− penggunaan alat pelindung diri yang sesuai;
− Melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
13
5) Radiasi Sinar UV
Di tempat-tempat kerja yang menggunakan dapur
pembakar, tanur peleburan logam atau terdapat
pengelasan dengan busur listrik akan terjadi pemajanan
radiasi UV terhadap para pekerja yang berada
didekatnya. Radiasi UV yang memajan melebihi batas
pada seorang pekerja akan dapat mengakibatkan radang
selaput mata (conjunctivitis photoelectric). Pengukuran
dan pengendalian Sinar UV harus dilakukan pada tempat
kerja yang memiliki sumber bahaya Sinar UV yaitu
merupakan tempat kerja yang terdapat radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang 180
(seratus delapan puluh) nano meter sampai 400 (empat
ratus) nano meter.
Untuk mengetahui secara pasti berapa mW/cm2, radiasi
UV yang memajan pekerja, maka perlu dilakukan
pengukuran dengan UV Radiometer sebagaimana
ditunjukkan gambar di bawah ini.
Gambar 5. UV Radiometer
14
Jika hasil pengukuran melebihi NAB atau standar maka
pengurus perlu melakukan pengendalian. Pengendalian
untuk Sinar Ultra Ungu (Ultra Violet) dilakukan melalui :
− Menghilangkan sumber Radiasi Sinar Ultra Ungu (Ultra
Violet) dari tempat kerja;
− Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber Radiasi
Sinar Ultra Ungu (Ultra Violet);
− Merancang Tempat Kerja dengan menggunakan
peralatan proteksi radiasi;
− Memberikan jarak aman sesuai dengan standar antara
sumber pajanan dan pekerja.
− Membatasi pajanan Radiasi Sinar Ultra Ungu (Ultra
Violet) melalui pengaturan waktu kerja;
− Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai;
15
− Mengatur jarak aman sesuai dengan standar Nasional
Indonesia antara sumber pajanan dan pekerja.
− Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai;
− Melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
7) Tekanan Udara
Pengukuran dan pengendalian Tekanan Udara harus
dilakukan pada tempat kerja yang memiliki sumber
bahaya Tekanan Udara Ekstrim. Tempat kerja yang
memiliki sumber bahaya Tekanan Udara Ekstrim
merupakan tempat kerja yang kedap air, diperairan yang
dalam, dan pekerjaan di bawah tanah atau di bawah air.
Jika hasil pemantauan bahwa tempat kerja adalah
merupakan tekanan udara ekstrim harus dilakukan
pengendalian. Pengendalian untuk Tekanan Udara
Ekstrim dilakukan melalui :
− Menghindari pekerjaan pada Tempat Kerja yang
memiliki sumber bahaya Tekanan Udara Ekstrim.
− Mengatur atau Membatasi waktu pajanan terhadap
Tekanan Udara Ekstrim ;
− Menggunakan baju kerja yang sesuai;
− Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai;
− Melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
8) Pencahayaan
Pada tempat-tempat kerja yang pencahayaannya tidak
memenuhi syarat dapat mengakibatkan kelelahan pada
mata pekerja, kecelakaan kerja dan berdampak negatif
terhadap performansinya dan produktivitas kerja.
16
Pengukuran dan pengendalian Pencahayaan harus
dilakukan pada tempat kerja.
Pencahayaan meliputi :
a) Pencahayaan Alami
merupakan pencahayaan yang dihasilkan oleh sinar
matahari.
b) Pencahayaan Buatan
merupakan pencahayaan yang dihasilkan oleh selain
sinar matahari.
Tempat kerja yang menggunakan Pencahayaan alami,
disain gedung harus menjamin intensitas cahaya sesuai
standar. Pencahayaan buatan dapat digunakan apabila
pencahyaan alami tidak memenuhi standar Intensitas
Cahaya dan pencahayaan buatan tidak boleh
menyebabkan panas yang berlebihan atau mengganggu
Kadar Udara dalam ruangan (KUDR).
17
Gambar 6. Lux meter
18
1) Debu di udara lingkungan kerja
Konsentrasi debu yang melebihi batas di udara
lingkungan kerja juga dapat mengakibatkan penyakit
akibat kerja apabila tidak dilakukan pengendaliannya
secara tepat.
Untuk mengetahui secara pasti berapa bds atau mg/m3
konsentrasi debu diudara lingkungan kerja, perlu
dilakukan pengambikan sampel debu tersebut dengan
menggunakan dust sampler dan selanjutnya hasil
sampling diuji di laboratorium dengan analitic balance
dan sebagainya.
19
Angka yang diperoleh dari hasil penimbangan tersebut
selanjutnya dibandingkan dengan angka NAB yang tertera
dalam lampiran III Permenaker Nomor 5 Tahun 2018,
sesuai jenis debu yang bersangkutan.
Apabila ternyata angka hasil pengukuran lebih besar dari
NAB atau standar maka perlu dilakukan pengendaliannya.
20
Tahun 2018, apabila hasil pengukuran lebih besar maka
berarti melebihi NAB sehingga diperlukan pengendalian.
21
− Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber potensi
bahaya kimia
− Menyediakan sistem ventilasi
− Membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia melalui
pengaturan waktu kerja
− Merotasi tenaga kerja ke dalam proses pekerjaan yang
tidak terdapat potensi bahaya bahan kimia
− Penyediaan lembar data keselmatan bahan dan label bahan
kimia
− Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
c. Faktor Biologi
Faktor bilologi juga merupakan salah satu potensi bahaya
yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit akibat kerja.
Potensi bahaya Faktor biologi meliputi :
1) Mikro organisma dan / atau toksinnya
2) Anthropoda dan / atau toksinnya
3) Hewan invertebrata dan / atau toksinnya
4) Alergen dan toksin dari tumbuhan
5) Binatang berbisa
6) Binatang buas
7) Produk binatang dan tumbuhan yang berbahaya lainnya.
Untuk faktor biologi yang tertera pada angka 1) yaitu faktor
biologi untuk Mikro organisma dan atau toksinnya maka
dapat dilakukan pengukuran. Jika faktor biologi untuk mikro
organisma dan atau toksinnya melebihi standar harus
dilakukan pengendalian.
Selain dari huruf a yaitu faktor biologi pada Anthropoda dan
/ atau toksinnya, Hewan invertebrata dan / atau toksinnya,
Alergen dan toksin dari tumbuhan, Binatang berbisa,
Binatang buas dan Produk binatang dan tumbuhan yang
22
berbahaya lainnya dapat dilakukan pemantauan. Jika dari
hasil pemantauan terdapat potensi bahaya harus dilakukan
pengendalian.
Pengendalian Potensi bahaya faktor Biologi Mikro organisma
dan / atau toksinnya, Anthropoda dan / atau toksinnya,
Hewan invertebrata dan / atau toksinnya, Pengendaliannya
dilakukan dengan :
− Menghilangkan sumber bahaya faktor Biologi dari
tempat kerja
− Mengganti bahan, dan proses kerja yang menimbulkan
sumber bahaya Faktor Biologi
− Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber bahaya
Faktor Biologi
− Menyediakan sistem ventilasi
− Mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap
sumber bahaya Faktor Biologi
− Menggunakan baju kerja yang sesuai
− Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai
− Memasang rambu rambu yang sesuai
− Memberikan vaksinasi apabila memungkinkan
− Meningkatkan Higiene perorangan
− Memberikan desinfaktan
− Penyediaan fasilitas sanitasi berupa air mengalir dan
antiseptik
− Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
Pengendalian Potensi bahaya faktor Binatang berbisa dan
binatang buas, maka Pengendaliannya dilakukan dengan :
− Menghilangkan atau menghindari sumber bahaya
binatang dari tempat kerja
− Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber bahaya
Faktor Biologi
23
− Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai
− Memasang rambu rambu yang sesuai
− Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
d. Faktor Ergonomi
Potensi bahaya faktor ergonomi meliputi :
1) Cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak
sesuai saat melakukan pekerjaan
2) Desain alat kerja dan tempat kerja yang tidak sesuai
dengan antropometri tenaga kerja
3) Pengangkatan beban yang melebihi kapasitas kerja.
Sikap kerja yang salah dapat menimbulkan gangguan atau
cedera pada tulang punggung maupun sendi-sendi
sedangkan penggunaan alat yang tidak sesuai akan
menimbulkan rasa lelah dalam bekereja dan kadang-kadang
menimbulkan kelainan pertumbuhan tulah-tulang sehingga
terjadi perubahan bantuk tubuh oleh sebab itu perlu
dilakukan pengukuran sehingga ketika diketemukan potensi
bahaya harus dilakukan pengendalian sehingga memenuhi
standar.
Pengendalian untuk potensi bahaya faktor ergonomi adalah
sebagai berikut :
− Menghindari posisi kerja yang janggal;
− Memperbaiki cara kerja dan posisi kerja;
− Mendesain kembali atau mengganti tempat kerja, objek
kerja, bahan, desain tempat kerja dan peralatan kerja;
− Memodifikasi tempat kerja, objek kerja, bahan, desain
tempat kerja dan peralatan kerja;
− Mengatur waktu kerja dan waktu istirahat;
− Melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam posisi
netral atau baik;
24
− Menggunakan alat bantu.
e. Faktor Psikologi
Potensi bahaya faktor psikologi meliputi :
1) Ketidakjelasan / ketaksaan peran
2) Konflik peran
3) Beban kerja berlebih secara kualitatif
4) Beban kerja berlebih secara kuantitatif
5) Pengembangan karir
6) Tanggung jawab terhadap orang lain
Jika dilakukan pengukuran terdapat potensi bahaya faktor
psikologi harus dilakukan pengendalian sehingga memenuhi
standar. Pengendalian yang dilakukan setelah penilaian
risiko dan didapatkan faktor yang berkonstribusi.
Pengendalian untuk potensi bahaya faktor ergonomi adalah
sebagai berikut :
− Melakukan pemilihan, penempatan dan pendidikan
pelatihan bagi tenaga kerja;
− Mengadakan program kebugaran bagi tenaga kerja;
− Mengadakan program konseling;
− Mengadakan komunikasi organisasional secara
memadai;
− Memberikan kebebasan bagi tenaga kerja untuk
memberikan masukan;
− dalam proses pengambilan keputusan;
− Mengubah struktur organisasi, fungsi dan atau dengan
merancang kembali pekerjaan yang ada;
− Menggunakan sistem pemberian imbalan tertentu;
− Pengendalian lainnya sesuai dengan kebutuhan.
25
B. PENERAPAN HIGIENE DAN SANITASI
1. Dasar Hukum
a. Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
b. Undang-Undang No. 3 tahun 1969 tentang Persetujuan
Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No.120
mengenai Hygiene Dalam Perniagaan dan Kantor-kantor.
c. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan R.I. Nomor 05 Tahun
2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan
Kerja.
2. Pengertian
a. Higiene
Higiene adalah usaha kesehatan preventif yang
menitikberatkan kegiatannya kepada usaha kesehatan
individu maupun usaha pribadi hidup manusia.
b. Sanitasi
Sanitasi adalah usaha kesehatan preventif yang
menitikberatkan kegiatan kepada usaha kesehatan
lingkungan hidup manusia.
3. Uraian
BANGUNAN TEMPAT KERJA
Penerapan Higiene dan sanitasi harus diterapkan pada setiap
bangunan tempat kerja.
Penerapan higiene dan sanitasi meliputi :
a. Halaman
Persyaratan halaman harus :
− Bersih, tertata rapi, rata, dan tidak becek;
− Cukup luas untuk lalu lintas orang dan barang;
− Jika terdapat saluran air pembuangan pada halaman,
maka saluran air harus tertutup dan terbuat dari bahan
26
yang cukup kuat serta air buangan harus mengalir dan
tidak boleh tergenang.
b. Gedung
Penerapan higiene dan sanitasi pada gedung meliputi :
1) Dinding dan langit langit, dengan syarat
− Kering atau tidak lembab
− Dicat dan atau mudah dibersihkan
− Dilakukan pengecatan ulang paling sedikit 5 (lima)
tahun sekali
− Dibersihkan paling sedikit 1 (satu) kali setahun
2) Atap, dengan syarat :
− Mampu memberikan perlindungan dari panas matahari
dan hujan
− Tidak bocor, tidak berlubang dan tidak berjamur
− Persyaratan bangunan bawah tanah
3) Lantai, dengan syarat :
− Terbuat dari bahan yang keras, tahan air, dan tahan
dari bahan kimia yang merusak
− Datar, tidak licin dan mudah dibersihkan
− Dibersihkan secara teratur
Penerapan higiene dan sanitasi dilakukan untuk memastikan
gedung dalam kondisi :
− Terpelihara dan bersih;
− Kuat dan kokoh strukturnya;
− cukup luas sehingga memberikan ruang gerak paling
sedikit 2 (dua) meter persegi per orang.
c. Bangunan bawah tanah
Penerapan Higiene dan Sanitasi pada bangunan bawah tanah
dilakukan untuk memastikan bangunan bawah tanah :
1) Mempunyai struktur yang kuat
2) Mempunyai sistem ventilasi udara
27
3) Mempunyai sumber pencahayaan
4) Mempunyai saluran pembuangan air yang mengalir
dengan baik
5) Bersih dan terawat dengan baik
Dalam hal bangunan bawah tanah merupakan ruang terbatas,
penerapan higiene dan sanitasi dilakukan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Maka dalam hal ini
segala aturan yang terkait dengan ruang terbatas mengikuti
peraturan yang berlaku.
FASILITAS KEBERSIHAN
Fasilitas Kebersihan harus disediakan pada setiap tempat kerja.
Fasilitas kebersihan paling sedikit meliputi :
a. Toliet dan kelengkapannya
Persyaratan toliet, toilet harus :
− Bersih dan tidak menimbulkan bau
− Tidak ada lalat, nyamuk,atau serangga yang lainnya
− Tersedia saluran pembuangan air yang mengalir dengan
baik
− Tersedia air bersih
− Dilengkapi dengan pintu
− Memiliki penerangan yang cukup
− Memiliki sirkulasi udara yang baik
− Dibersihkan setiap hari secara periodik
− Dapat digunakan selama jam kerja
Kelengkapan fasilitas toilet paling sedikit meliputi :
− Jamban
− Air bersih yang cukup
− Alat pembilas
− Tempat sampah
− Tempat cuci tangan
28
− Sabun
Penempatan toilet harus terpisah antara laki laki, perempuan
dan penyandang cacat (disabelitas), serta diberikan tanda
yang jelas. Bagi perusahaan yang menyediakan fasilitas
tempat mandi maka pesyaratan tempat mandi harus sesuai
dengan persyaratan dan kelengkapan fasilitas toilet.
Untuk menjamin kecukupan atas kebutuhan Jumlah
jamban/kakus dengan jumlah tenaga kerja dalam satu waktu
kerja adalah sebagai berikut :
− Untuk 1 – 15 orang buruh = 1 jamban/kakus
− Untuk 16 – 30 orang buruh = 2 jamban/kakus
− Untuk 31 – 45 orang buruh = 3 jamban/kakus
− Untuk 46 – 60 orang buruh = 4 jamban/kakus
− Untuk 61 – 80 orang buruh = 5 jamban/kakus
− Untuk 81 – 100 orang buruh = 6 jamban/ kakus
setiap penambahan 40 (empat puluh) orang ditambah 1 (satu)
jamban.
Dalam hal toilet laki laki menyediakan peturasan (urinoir),
jumlah jamban/kakus yang tidak boleh kurang dari 2/3 (dua
pertiga) jumlah jamban/kakus yang dipersyaratkan.
Untuk area kontruksi atau tempat kerja sementara maka
fasilitas jamban/kakus harus memenuhi sebagai berikut :
− Untuk 1 (satu) sampai 19 (sembilan belas ) orang = 1 (satu)
jamban/kakus
− Untuk 20 (dua puluh) sampai 199 (seratus sembilan puluh
sembilan) orang =
− 1 (satu) jamban/kakus
− Untuk 200 (dua ratus) orang atau lebih = 1 (satu)
jamban/kakus dan 1 (satu)
− peturasan (urinoir) untuk setiap 50 (lima puluh) orang.
29
b. Loker dan ruang ganti pakaian
Dalam hal tenaga kerja menggunakan pakaian kerja hanya
selama bekerja, maka pengurus harus menyediakan ruang
ganti pakaian. Syarat ruang ganti pakaian syarat minimumnya
adalah :
− Bersih
− Terpisah antara laki-laki dan perempuan serta
− Pemakaiannya harus diatur agar tidak berdesakan.
− Tersedia tempat menyimpan pakaian/loker
− Terjamin keamanannya
c. Tempat sampah
Tempat sampah yang harus disediakan paling sedikit harus :
− Terpisah dan diberikan label untuk sampah organik, non
organik, dan bahan berbahaya
− Dilengkapi dengan penutup dan terbuat dari bahan kedap
air
− Tidak menjadi sarang lalat atau binatang serangga yang
lainnya
Selain tempat sampah, tempat kerja juga harus menyediakan
tempat pembuangan pembalut yang harus diletakan ditoilet
perempuan, dengan syarat harus :
− Terbuat dari bahan yang kedap air
− Dilengkapi dengan penutup
− Diberikan label yang jelas
− Dan harus dibersihkan setiap hari
d. Peralatan kebersihan
30
KEBUTUHAN UDARA
Pemenuhan kebutuhan atas udara yang bersih dan sehat harus
terpenuhi pada setiap tempat kerja dimana dilakukan melalui :
a. KUDR (Kadar Udara Dalam Ruangan)
Untuk tempat kerja yang melakukan jenis pekerjaan
administratif, pelayanan umum dan fungsi manajerial harus
memenuhi KUDR yang sehat dan bersih. KUDR ditentukan
oleh suhu, kelembaban, kadar oksigen dan kadar kontaminan
di udara.
b. Ventilasi
Sistem ventilasi yang digunakan di tempat kerja dapat yang
bersifat alami atau buatan atau kombinasi dari keduanya.
Dalam hal menggunakan ventilasi buatan harus dibersihkan
secara berkala paling sedikit tiga (3) bulan sekali atau sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Ruang Udara
Setiap orang yang bekerja dalam ruangan harus mendapat
ruang udara (cubic space) paling sedikit sepuluh (10) meter
kubik.
.
TATALAKSANA KERUMAHTANGGAAN
Pengusaha dan/atau Pengurus harus melaksanakan
ketatarumahtanggaan dengan baik di Tempat Kerja, yang
meliputi upaya :
a. memisahkan alat, perkakas, dan bahan yang diperlukan atau
digunakan;
b. menata alat, perkakas, dan bahan sesuai dengan posisi yang
ditetapkan;
c. membersihkan alat, perkakas, dan bahan secara rutin;
d. menetapkan dan melaksanakan prosedur Kebersihan,
penempatan dan penataan untuk alat, perkakas, dan bahan;
31
e. mengembangkan prosedur Kebersihan, penempatan dan
penataan untuk alat, perkakas, dan bahan.
Penempatan Alat kerja, perkakas, dan bahan harus ditata dan
disimpan secara rapi dan tertib untuk menjamin kelancaran
pekerjaan dan tidak menimbulkan bahaya kecelakaan. Bahan
yang disimpan di gudang dan diberi label yang jelas untuk
membedakan barang-barang tersebut.
32
2) Ahli K3 Madya Lingkungan Kerja yang bertugas :
a) mengelola pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan
standar yang berkaitan dengan bidang K3 lingkungan kerja;
b) mengelola pelaksanaan program antisipasi, rekognisi, evaluasi
dan pengendalian bahaya lingkungan kerja;
c) mengelola pelaksanaan antisipasi resiko kesehatan kerja yang
disebabkan oleh pajanan bahaya lingkungan kerja;
d) mengelola pelaksanaan program promosi kesehatan Tenaga
Kerja;
e) mengelola pelaksanaan teknik pengambilan dan pengukuran
sampel, meliputi Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor Biologi,
Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi;
f) mengelola pelaksanaan persyaratan Higiene dan Sanitasi
lingkungan kerja; mengelola pelaksanaan sistem informasi K3
Lingkungan Kerja;
g) melaksanakan modifikasi terhadap program K3 Lingkungan
Kerja;
h) melaksanakan dan mengelola manajemen program K3
Lingkungan Kerja;
i) melaksanakan dan mengelola penilaian resiko kesehatan
Tenaga Kerja; melaksanakan dan mengelola program
pengendalian resiko kesehatan Tenaga Kerja akibat pajanan
bahaya lingkungan kerja;
j) melaksanakan dan mengelola Pemeriksaan dan analisa
penyebab
k) kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang ditimbulkan
oleh pajanan bahaya lingkungan kerja;
l) melaksanakan dan mengelola pelaksanaan identifikasi
kebutuhan peralatan pengambilan sampel dan pengukuran;
merumuskan, dan memodifikasi pelaksanaan sistim informasi
33
K3 Lingkungan Kerja; melaksanakan dan mengelola inspeksi
K3 lingkungan kerja; dan
m) mengelola penyusunan laporan pengukuran dan pengendalian
bahaya Lingkungan Kerja serta penerapan Higiene dan Sanitasi
di Tempat Kerja.
3) Ahli K3 Utama Lingkungan Kerja., yang bertugas :
a) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan peraturan
perundangundangan dan standar yang berkaitan dengan
bidang K3 lingkungan kerja;
b) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan program antisipasi,
rekognisi, evaluasi dan pengendalian bahaya lingkungan kerja;
c) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan program antisipasi
resiko kesehatan kerja yang disebabkan oleh pajanan bahaya
lingkungan kerja;
d) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan program promosi
kesehatan Tenaga Kerja;
e) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan teknik pengambilan
dan pengukuran sampel, meliputi Faktor Fisika, Faktor Kimia,
Faktor Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi;
f) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan persyaratan Higiene
dan Sanitasi lingkungan kerja;
g) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan sistem informasi K3
Lingkungan Kerja;
h) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan modifikasi terhadap
program K3 Lingkungan Kerja;
i) mengelola dan mengevaluasi manajemen program K3
Lingkungan Kerja;
j) mengelola dan mengevaluasi penilaian resiko kesehatan
Tenaga Kerja;
34
k) mengelola dan mengevaluasi program pengendalian resiko
kesehatan Tenaga Kerja akibat pajanan bahaya lingkungan
kerja;
l) mengelola dan mengevaluasi Pemeriksaan dan analisa
penyebab kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
ditimbulkan oleh pajanan bahaya lingkungan kerja;
m) mengelola dan mengevalusi pelaksanaan identifikasi
kebutuhan peralatan pengambilan sampel dan pengukuran;
n) mengelola dan mengevaluasi pelaksanan sistim informasi K3
Lingkungan Kerja;
o) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan inspeksi K3
lingkungan kerja;
p) mengelola dan mengevaluasi laporan pengukuran dan
pengendalian bahaya Lingkungan Kerja serta penerapan
Higiene dan Sanitasi di Tempat Kerja;
q) mengelola dan mengevaluasi metoda pembacaan dan
menganalisa hasil pengukuran data;
r) mengevaluasi dan memverifikasi hasil dari tindakan
pengendalian pajanan yang dapat mengganggu kesehatan;
s) mengevaluasi dan menyimpulkan hasil analisa dari
pengukuran sampel lingkungan kerja;
t) mengevaluasi dan memodifikasi program pengendalian
pajanan risiko kesehatan secara teknis sebagai metoda
pengendalian utama;
u) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian
pajanan risiko kesehatan secara administrasi dan penggunaan
alat pelindung diri; dan
v) mengelola dan mengevaluasi pelaksanaan bimbingan terhadap
kontraktor terkait program K3 Lingkungan Kerja.
35
D. K3 PADA PENGGUNAAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA
1. Dasar Hukum
a. Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep.187/MEN/1999
tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
c. Keputusan Dirjen PPK No. Kep. 84/PPK/X/2012 tentang Tata
Cara Penyusunan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar
dan Menengah
2. Pengertian
a. Bahan kimia berbahaya
Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk
tunggal atau campuran yang berdasarkan sifat kimia dan atau
fisika dan atau toksikologi berbahaya terhadap tenaga kerja,
instalasi dan lingkungan.
b. Nilai Ambang Kuantitas
Nilai Ambang Kuantitas yang selanjutnya disebut NAK adalah
standar kuantitas bahan kimia berbahaya untuk menetapkan
potensi bahaya bahan kimia tempat kerja
c. Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB)
Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) adalah lembar
petunjuk yang berisi informasi tentang sifat fisika, kimia dari
bahan berbahaya, jenis bahaya yang dapat ditimbulkan, cara
penanganan dan tindakan khusus yang berhubungan dengan
keadaan darurat dalam penanganan bahan berbahaya
d. Label adalah pemberian tanda berupa gambar/simbol,
huruf/tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk pernyataan
lain yang disertakan pada bahan berbahaya, dimasukkan ke
dalam, ditempelkan, atau merupakan bagian kemasan bahan
berbahaya, sebagai keterangan atau penjelasan yang berisi
nama sediaan atau nama dagang, nama bahan aktif, isi/berat
36
netto, kalimat peringatan dan tanda atau simbol bahaya,
petunjuk pertolongan pertama pada kecelakaan.
e. Sistem Harmonisasi Global (Globally Harmonized System)
Sistem Harmonisasi Global (Globally Harmonized System)
selanjutnya disebut GHS adalah suatu pendekatan umum dan
logis yang terharmonisasi secara global untuk mendefinisikan
dan mengklasifikasikan bahaya bahan kimia serta
mengkomunikasikan informasi tersebut pada label dan Lembar
Data Keselamatan bahan Kimia/LDKB (Material Safety Data
Sheet/MSDS).
f. Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya (DPPB)
Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya (DPPB) adalah
dokumen berupa laporan tertulis yang memuat informasi
teknis, manajemen dan operasional mencakup potensi bahaya
dan risiko dari suatu instalasi dan pengendaliannya serta
prosedur keselamatan instalasi
3. Uraian
a. Kriteria bahan kimia
Kriteria bahan kimia di tempat kerja dan nilai ambang
kuantitasnya (NAK), sebagaimana yang tertera dalam
Lampiran III Kepmenaker No.Kep.187/Men/1999 tentang
pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja.
Bahan kimia berbahaya mempunyai sifatmudah meledak,
mudah menyala atau terbakar, oksidator, racun, karsinogenik,
iritasi, sensitivitas, teratogenik, mutagenik atau korosif.Cara
bahan kimia masuk ke dalam tubuh (route of entry) dapat
melalui pernapasan, saluran pencernaan dan penyerapan
melalui kulit.
b. Pengaruh bahan kimia terhadap kesehatan
Pengaruh negatif bahan kimia terhadap kesehatan yaitu dapat
terjadi iritasi, menimbulkan alergi, menyebabkan sulit
37
bernafas menimbulkan keracunan sistemik, menyebabkan
kanker, menyebabkan kerusakan/kelainan janin.
c. Penyediaan LDKB dan Label
Apabila perusahaan menggunakan, menyimpan, memakai,
memproduksi bahan kimia di tempat kerja, maka pengusaha
wajib melakukanpengendalian bahan kimia berbahaya di
tempat kerja. Pengendalian dimaksud antara lain dengan
menyediakan lembar data keselamatan bahan (LDKB) dan
label.
1) Lembar data keselamatan kerja bahan (LDKB), meliputi
keterangan sebagai berikut:
a) identitas bahan dan perusahaan.
b) komposisi bahan
c) identitas bahaya
d) tindakan P3K
e) tindakan penanggulangan kebakaran
f) tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan.
g) penyimpanan dan penanganan bahan.
h) pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri.
i) sifat fisika dan kimia.
j) stabilitas dan reaktifitas bahan.
k) informasi toksikologi.
l) informasi ekologi.
m) pembuangan limbah.
n) pengangkutan bahan.
o) informasi peraturan Perundang-undangan yg berlaku.
p) informasi lain yang diperlukan.
38
a) nama produk
b) Identitas bahaya
c) tanda bahaya dan artinya
d) uraian risiko dan penanggulangannya
e) uraian risiko dan penanggulangannya
f) tindakan pencegahan
g) instruksi dalam hal terkena dan terpapar
h) instruksi kebakaran
i) instruksi tumpahan dan bocoran
j) instruksi pengisian dan penyimpanan
k) referensi nama, alamat dan nomor telpon pabrik
pembuat dan atau distributor.
Gambar 10. Contoh klasifikasi dari bahan kimia dan simbol bahaya
39
Sistem Harmonisasi Global (Globally Harmonized System)
PBB telah mengembangkan Sistem Harmonisasi
Global (GHS) tentang klasifikasi dan label bahaya bahan
kimia. Idenya adalah bahwa setiap negara akan
mengadopsi rambu yang sama, meskipun hal ini
tidak wajib. Ini telah diadopsi di 67 negara sejauh
ini, termasuk negara-negara Uni Eropa, Cina, Amerika Serikat,
Kanada, Uruguay, Paraguay, Vietnam, Singapura, Nigeria,
Ghana, Federasi Rusia dan banyak lainnya.
Di Indonesia, selain lembar data keselamatan, penyediaan
pelabelan bahan kimia merupakan salah satu kewajiban
pengusaha/pengurus dalam mengendalikan bahan kimia di
tempat kerja. Adapun lembar data keselamatan bahan dan
pelabelan beserta klasifikasi bahaya bahan kimia yang
berdasarkan sistim global harmonisasi telah juga diadopsi
oleh Pemerintah Indonesia dan memberlakukan dengan
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 87/M-IND/PER/9/2009
tentang Sistim Harmonisasi Global Klasifikasi dan Label pada
bahan Kimia.Penerapan GHS diberlakukan secara wajib untuk
bahan kimia tunggal dan secara sukarela untuk bahan kimia
campuran. Selanjutnya guna menghindari perbedaan
klasifikasi dan pelabelan bahan kimia yang dapat menghambat
kelancaran serta perdagangan maupun pengamanan bahan
kimia, maka perlu diatur kembali sistim harmonisasi global
klasifikasi dan label pada bahan kimia yang diatur dalam
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 87/M-IND/PER/9/2009
dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 23/M-
IND/PER/4/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
87/M-IND/PER/9/2009 Tentang Sistim Harmonisasi Global
Klasifikasi Dan Label Pada Bahan Kimia.
40
Klasifikasi bahan kimia meliputi :
1) . Bahaya fisik;
a) Eksplosif
b) Gas mudah menyala (termasuk gas yang tidak stabil
secara kimiawi)
c) Aerosol
d) Gas pengoksidasi
e) Gas dibawah tekanan
f) Cairan mudah menyala
g) Padatan mudah menyala
h) Bahan kimia tunggal dan campuran yang dapat
bereaksi sendiri
i) Cairan piroforik
j) Padatan piroforik
k) Bahan kimia tunggal atau campuran yang menimbulkan
panas sendiri
l) Bahan kimia tunggal atau campuran yang apabila
kontak dengan air melepaskan gas mudah menyala
m) Cairan pengoksidasi
n) Padatan pengoksidasi
o) Peroksida organik
p) Korosif terhadap logam
2) Bahaya kesehatan;
a) Toksisitas akut
b) Korosi/iritasi kulit
c) Kerusakan mata serius/iritasi pada mata
d) Sensitisasi saluran pernapasan/kulit
e) Mutagenitas Sel
f) Karsinogenisitas
g) Toksisitas terhadap reproduksi
h) Toksisitas pada organ sasaran spesifik karena paparan
41
tunggal
i) Toksisitas pada organ sasaran spesifik karena paparan
berulang
j) Bahaya aspirasi
3) Bahaya lingkungan
a) Bahaya akuatik akut atau jangka pendek;
b) Bahaya akuatik kronik atau jangka panjang; dan
c) Berbahaya terhadap lapisan ozon
42
d. Penetapan Potensi Bahaya Instalasi/Fasilitas
Pengurus wajib menyampaikan daftar nama, sifat dan
kuantitas bahan kimia di tempat kerja ke Disnaker setempat
guna mendapatkan penetapan kategori potensi bahaya
perusahaan atau industri yang bersangkutan.
43
5) Prosedur Kerja Aman.
44
2) Perusahaan yang dikatagorikan mempunyai bahaya
menengah wajib melakukan pemeriksaan dan pengujian
instalasi di tempat kerja sekurang-kurangnya 3 tahun
sekali.
45
e. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-
jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-
alat pengangkutan.
f. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
3. Uraian
a. Izin menggunakan pestisida
Setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan
pestisida yang tidak didaftar dan atau memperoleh izin
Menteri Pertanian. Izin sementara atau izin percobaan
diberikan untuk jangka waktu satu tahun, sedangkan izin
tetap diberikan untuk jangka waktu lima tahun dan dalam
jangka waktu itu dapat ditinjau kembali atau dicabut apabla
dianggap perlu karena pengaruh samping yang tidak
diinginkan.
b. Team antar Departemen / Instansi
Peredaran dan penyimpanan pestisida diatur oleh Menteri
Perdagangan atas usul Menteri Pertanian. Hal-hal yang
secara langsung maupun tidak langsung menyangkut
keselamatan dan kesehatan manusia diatur oleh Menteri
Kesehatan dan Menteri Tenaga Kerja sesuai dengan bidang
dan wewenang masing-masing Pemeriksaan konstruksi
ruang penyimpanan, cara penyimpanan, keselamatan dan
kesehatan kerja, pembukuan, pengeluaran, mutu label,
pembungkus dan residu menjadi wewenang setiap pejabat
yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian untuk melaksanakan
tugas tersebut.
Dari ketentuan tersebut maka didaerah kita kenal Pengawas
Pestisida yang dimana Kartu Pengawas tersebut dikeluarkan
oleh Menteri Pertanian. Pengawas pestisida ini ada yang
berada di Kementan, Kemenaker dan Kemenkes.
46
c. Tenaga Kerja yang dipekerjakan pengelola pestisida
Tenaga kerja yang boleh dipekerjakan mengelola pestisida
harus memenuhi syarat-syarat sbb ;
1) Telah berumur 18 tahun keatas.
2) Telah menjalani pemeriksaan kesehatan dokter
pemeriksa.
3) Telah mendapat penjelasan serta latihan mengenai cara
pengelolaan pestisida,serta pengetahuan tentang
bahaya-bahaya pencegahannya dan cara pemberian P3K
apabila terjadi keracunan.
47
pestisida kecuali apabila dapat dilakukan tindakan
perlindungan.
4) Wanita hamil dan menyusui.
e. Peralatan
1) Semua peralatan yang digunakan untuk mengelola
pestisida harus memenuhi persyaratan K3. Apabila
akan dilakukan perbaikan harus dibersihkan pada
tempat khusus sehingga peralatan tersebut bebas dari
pestisida.
2) Alat - alat yang dipergunakan untuk mempersiapkan,
memakai dan mencampur pestisida tidak boleh dipakai
untuk keperluan lain dan diberi tanda yang jelas untuk
membedakannya.
f. Pencampuran pestisida
1) Persiapan dan pencampuran pestisida harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga kontaminasi terhadap
tenaga kerja dapat dihindarkan.
48
2) Selama pencampuran pestisida tidak boleh
ditinggalkan dan harus selalu ada petugas yang
mengawasi.
g. Wadah pestisida
1) Wadah pestisida harus kuat, tidak mudah pecah,
bocor, robek atau bereaksi dengan isinya dan selalu
dalam keadaan tertutup rapat.
2) Wadah pestisida harus diberi label yang
mencantumkan keterangan-keterangan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangn yang beraku.
3) Wadah pestisida yang sudah kosong harus segera
dimusnahkan atau dibersihkan dengan cara aman
sesuai bentuk dan sifat pestisida.
4) Pemusnahan wadah pestisida harus dilakukan dengan
cara yang tidak membahayakan tenaga kerja dan
lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
49
i. Gudang penyimpanan
Gudang tempat penyimpanan pestisida harus memenuhi
syarat sebagai berikut ;
1) Lokasi gudang harus terpisah dari aktifikat umum dan
tidak terkena banjir dan lantai gudang harus miring.
2) Dinding dan latai gudang harus kuat dan mudah
dibersihkan.
3) Pintu ditutup rapat dan diberi tanda peringatan atau
tulisan atau gambar.
4) Selalu dikunci apabila tidak ada kegiatan.
5) Tidak boleh disimpan bersama-sama bahan-bahan lain.
6) Mempunyai ventilasi, penerangan yang cukup dan suhu
yang memenuhi ketentuan yang berlaku.
7) Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran sesuai
kebutuhan yang berlaku.
8) Cara penyimpanan pestisida harus memenuhi
persyaratan yang berlaku terhadap kemungkinan
bahaya peledakan.
J. Limbah
1) Pemusnahan pestisida harus dilakukan dengan cara
yang tidak membahayakan tenaga kerja dan lingkungan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kemudian
Pengurus harus menyampaikan berita acara
pemusnahan pestisida ke Dinas Tenaga Kerja setempat.
2). Air limbah yang akan dibuang dari tepat kerja harus ;
a. Memenuhi ketentuan yang berlaku.
b. Diawasi terus menerus , sehingga dapat dijamin
bahwa setiap saat diketahui mutu air yang akan
dibuang.
50
k. Kode, tanda-tanda peringatan dan gambar APD
1) Setiap bahan harus dilakukan secara umum diberi kode
secara jelas sehingga mudah dibedakan dengan bahan-
bahan yang lain.
2) Pada tempat-tempat kerja harus dipasang tanda-tanda
peringatan tentang bahaya-bahaya yang dapat
ditimbulkan dengan cara yang sederhana dan mudah
dimengerti serta jelas dan mudah dibaca.
3) Pada tempat kerja tertentu harus dipasang gambar APD
yang wajib dipakai.
l. Pemeriksaan kesehatan
Tenaga kerja dimana terdapat pestisida harus ;
1) mendapatkan pemeriksaan kesehatan berkala satu kali
dalam setahun.
2) Mendaparkan pemeriksaan khusus sekurang-kurangnya
1(satu) kali dalam enam bulan, dilakukan sesuai
dengan jenis pestisida yang digunakan.
2. Pengertian
Asbes adalah serat yang belum terikat oleh semen atau bahan
lain. Asbes adalah serat mineral alami yang memiliki sifat-sifat
51
ketangguhan dalam kelenturan, ketahanan terhadap bahan
kimia, suhu panas, dan lain sebagainya
3. Uraian
a. Potensi bahaya debu asbes
Industri asbes ada di beberapa tempat di Indonesia dan
pemakaiannya semakin meluas dalam pembangunan fisik
saat ini. Asbes adalah serat yang belum terikat oleh semen
atau bahan lain dan merupakan bahan pembangunan dan
bahan pembuat alat. Debu asbes yang terkandung diudara
lingkungan kerja dapat membahayakan pekerja, terutama
terhadap orang yang secara langsung terlibat dalam proses
produksi yang mengunakan bahan asbes tersebut.
Dari beberapa referensi, apabila debu asbes terhirup kedalam
para-paru pekerja maka dapat menimbulkan penyakit yang
disebut asbestosis.
52
c. Pengendalian asbes di tempat kerja
Pengurus wajib melakukan pengendalian terhadap debu
asbes yang terkandung di udara lingkungan kerja antara lain
minimal 3 bulan sekali melakukan pengukuran konsentrasi
debu asbes di udara lingkungan kerja. Untuk pengukuran
tersebut perusahaan dapat bekerja sama dengan Balai
K3/Balai Hyperkes atau PJK3 atau Laboratorium lainnya yang
telah mendapat Surat Keterangan Penunjukan/Pengesahan
dari Menteri Tenaga Kerja.
53
dahulu dean dimasukkan ke tempat yang kedap air disertai
label “pakaian mengandung asbes“.
e. Sistem ventilasi
Untuk mengurangi konsentrasi debu asbes di udara
lingkungan kerja setiap ruang kerja wajib dipasang ventilasi
yang sesuai agar debu asbes yang terkandung di udara
lingkungan kerja berada dibawah NAB.
Alat ventilasi tersebut harus selalu dihidupkan pada waktu
proses produksi berjalan dan dilakukan perawatan
sebagaimana mestinya agar terus dapat berfungsi dengan
baik dan dilakukan pemeriksaan minimal sekali setiap 3
bulan dan hasil pemeriksaan tersebut dicatat dan disimpan
untuk waktu minimal 3 tahun.
54
4) Sampah asbes harus dibuang dengan jalan menyebarkan
secara merata di tanah kemudian di timbun tanah paling
sedikit setebal 25 Cm atau dengan cara lain yang
dibenarkan.
5) Mesin-mesin atau peralatan yang digunakan dalam
proses produksi harus diusahan selalu bersih dan bebas
dari akumulasi debu asbes.
55
3. Uraian
a. Limbah Industri
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat
digolongkan menjadi 4 bagian:
1) Limbah cair
2) Limbah padat
3) Limbah gas dan partikel
4) Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
56
daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai
rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat
korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa
Air normal dan air bersih tidak akan berwarna,
sehingga tampak bening/jernih. Bila kondisi air
warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah
satu indikasi bahwa air telah tercemar.Timbulnya bau
pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air
telah tercemar.Air yang bau dapat berasal dari limbah
industri atau dari hasil degradasi oleh mikroba.
Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik
menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau
sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut
Endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya
limbah industri yang berbentuk padat. Limbah industri
yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan
mengendap di dasar sungai, dan yang larut sebagian
akan menjadi koloid dan akan menghalangi bahan-
bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena
sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat
diukur menjadi uji COD.
Adapun komponen pencemaran air pada umumnya
terdiri dari :
▪ Bahan buangan padat
▪ Bahan buangan organik
▪ Bahan buangan anorganik
57
Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta
melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah
tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali.
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3
yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media
lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu. Setiap
orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan,
dan penimbunan limbah B3 dilarang melakukan
pengenceran untuk maksud menurunkan konsentrasi zat
racun dan bahaya limbah B3.
Karakteristik limbah B3
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila
mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan
konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung,
dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan manusia. Yang termasuk limbah
B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan
beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa
58
kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang
memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-
bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau
lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi,
bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan
toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
Limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah yang
memenuhi salah satu atau lebih karakteristik antara lain:
1) mudah meledak;
Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui
reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan
tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan.
2) Mudah terbakar;
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila
berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau
sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar
dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam
waktu lama.
3) bersifat reaktif;
Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan
kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen
atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam
suhu tinggi
4) beracun;
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung
racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila
masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau
mulut.
59
5) menyebabkan infeksi;
Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah
laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang
mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh
manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia
yang terkena infeksi.
6) bersifat korosif;
Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang
menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan
baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0
untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari
12,5 untuk yang bersifat basa.
7) limbah lain yang apabila diuji dengan metode
toksikologi dapat diketahui termasuk dalam jenis
limbah B3.
Pengelolaan
Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi sifat bahaya dan beracun limbah B3 agar tidak
membahayakan kesehatan manusia dan untuk mencegah
terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang
mencakup reduksi (minimalisasi), penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan
penimbunan limbah B3.
60
- Penerangan yang cukup, stop kontak harus diluar
gedung;
- Gudang harus mempunyai penangkal petir;
- Bagian luar tempat penyimpanan harus diberi tanda
(simbol);
- Lantai bangunan yang kedap air, dibuat miring 1%
kearah bak kontrol;
- Penyimpan harus satu jenis atau yang saling cocok;
- Antara bagian penyimpanan dibuat tanggul/dinding
pemisah;
- Masing-masing memiliki bak penampung tumpahan;
- Wadah/tempat penyimpanan tidak boleh bocor;
- Lama penyimpanan paling lama 90 hari;
2). Pendaur ulangan
Limbah padat B – 3 kebanyakan adalah campuran yang
tidak mudah untuk di pisahkan. Daur ulang dapat
dilaksanakan pada limbah B – 3 dalam campuran yang
sederhana 2 atau 3 campuran, Sedangkan teknologi
pemisahan dan recovery amat bergantung pada jenis
campuran. Jadi daur ulang limbah B – 3 tidaklah sederhana.
Tetapi limbah B – 3 logam berat dengan campuran
sederhana, mungkin prospektif untuk didaur ulang.
61
proses solidifikasi, sisa dari proses daur ulang, sisa
pengolahan fisik-kimia, katalis, ter, lumpur (sludge) dan
berbagai limbah yang tidak dapat diolah atau diproses lagi.
Konstruksi lokasi penimbunan limbah B3 harus dibangun
dengan kedalaman beberapa meter dan dipadatkan dengan
lapisan lempung atau lapisan sintesis untuk menahan
rembesan.
Catatan :
(Penanganan limbah B3 dengan sistim penimbunan dalam
tanah harus mendapat ijin dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan harus dilakukan kontrol dan pemantauan selama
30 tahun setelah penimbunan).
62
H. SYARAT – SYARAT K3 BEKERJA PADA RUANG TERBATAS
(CONFINED SPACES)
1. Dasar Hukum
a. Undang – undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja
b. Surat Keputusan Dirjen Binwasnaker No. Kep.
113/DJPPK/IX/2006 tentang Pedoman dan Pembinaan
Teknis Petugas K3 Ruang Terbatas
2. Pengertian
Ruang Terbatas (Confined Spaces) adalah ruangan yang :
− cukup luas dan memiliki konfigurasi sedemikian rupa
sehingga pekerja dapat masuk dan melakukan pekerjaan di
dalamnya;
− mempunyai akses keluar masuk yang terbatas. Seperti pada
tank, kapal, silo, tempat penyimpanan, lemari besi atau
ruang lain yang mungkin mempunyai akses yang terbatas).
− tidak dirancang untuk tempat kerja secara berkelanjutan
atau terus-menerus didalamnya
3. Uraian
a. Potensi bahaya pada confied spaces
Seperti yang telah diketahui bersama, ruang terbatas
(confined space) mempunyai risiko tinggi terhadap
keselamatan dan kesehatan pekerja di dalamnya. Disana
terkandung beberapa sumber bahaya baik yang berasal dari
bahan kimia yang mengandung racun atau mudah terbakar
dalam bentuk padatan, cairan, gas, uap, asap, debu dan
sebagainya.
Selain itu masih terdapat beberapa bahaya lainnya seperti ;
terjadinya ofyigen defisiensi, atau sebaliknya kadar oksigen
yang berlebihan, suhu yang extrem, kebisingan, terjatuh,
kejatuhan benda keras dan sebagainya yang dapat
63
mengakibatkan kecelakaan kerja maupun penyakit akibat
kerja.
64
tidak aman dalam ruang terbatas tersebut walaupun
izin masuk telah diterbitkan sebelumnya.
Izin masuk tertulis tersebut dapat ditandatangani
setelah dilakukan pemeriksaan oleh penilik area, Ahli
K3 serta representatip entrance yang akan masuk
ruang terbatas itu. Ada beberapa jenis izin masuk
ruang terbatas ,tergantung dari jenis kegiatan yang
akan dilakukan dalam ruang terbatas tersebut, yaitu ;
a) Izin pekerjaan yang tidak menimbulkan api/cold
work permit.
b) Izin masuk ruang terbatas confined space entry.
c) Izin pekerjaan panas ( hot work permit
d) Izin pemutusan aliran listrik (electrical clearance
e) Izin pemakaian X –ray atau gamma-ray.
65
tertinggal ketika keluar kecuali yang memang
harus dipasang di dalam.
d). Melakukan komunikasi yang efektif dengan
petugas yang masuk selama mereka bekerja di
dalam.
e). Siap minta bantuan kepada pihak lain bila
dierlukan termasuk panggilan emergency baik itu
terjadi di dalam mauun berasal dari luar ruang
terbatas.
f). Selama ada orang di dalam ruang terbatas,
petugas man hole tidak boleh meninggalkan
tugasnya, kecuali ada yang menggantikan, nama
pengganti juga harus dituliskan dalam surat izin
masuk.
66
tertulis, bahasa isyarat serta peralatan komunikasi yang
lain sangat dibutuhkan dalam kegiatan ketiga unsur
tersebut.
67
d. Selama kegiatan berlangsung
Selama pekerjaan dalam ruang terbatas berlangsung, hal-hal
yang harus diperhatikan sebagai berikut :
1) Kecukupan oksygen untuk pernafasan selalu terjamin
cukup, dengan sistem ventilasi, exhaust fan dan
penyaluran udara.
2) Adalah dilarang untuk menyalurkan oksigen murni
karena dapat mengakibatkan kebakaran ledakan.
3) Bila batas wakti izin bekerja telah habis sedangak
pekerjaan di dalam ruang terbatas belum selesai, dapat
diperpanjang abapila yang berwenang telah
menyatakan bahwa keadaan aman untuk periode waktu
selanjutnya.
4) Selama itu pula petugas man hole tidak boleh
meninggalkan tempat.
5) Semua kegiatan tersebut diatas harus diawasi secara
seksama, dan komunikasi antara petugas jaga dengan
orang yang bekerja di dalam ruang terbatas berjalan
dengan baik.
68
Sumber-sumber yang akan membantu dalam tindakan
penyelamatan tersebut antara lain sbb ;
1) MSDS
2) Petugas dari bagian K3
3) Pemasok peralatan keselamatan
4) Pemasok instrumen / unit pendeteksi gas.
5) Ahli K3 dan institusi K3
6) Pengawas Ketenagakerjaan/K3 Disnaker setempat.
7) Konsultan
2. Pengertian
Bekerja pada ketinggian (working at height)
adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau
perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki
potensi jatuh yang menyebabkan tenaga kerja atau orang lain
yang berada di tempat kerja cedera atau meninggal dunia atau
menyebabkan kerusakan harta benda.
3. Uraian
Bekerja pada ketinggian atau working at height mempunyai
potensi bahaya yang besar. Ada berbagai macam teknik bekerja
aman di ketinggian seperti bekerja pada lantai kerja tetap,
69
bekerja pada lantai kerja sementara, bergerak secara vertikal
atau horizontal menuju atau meninggalkan lantai kerja, bekerja
pada posisi miring dan bekerja dengan akses tali.
Masing masing metode kerja memiliki kelebihan dan kekurangan
serta risiko yang berbeda-beda. Oleh karenanya pengurus atau
pun manajemen perlu mempertimbangkan pemakaian metode
dengan memperhatikan aspek efektifitas dan risiko baik yang
bersifat finansial dan non finansial.
Aspek risiko akanbahaya keselamatan dan kesehatan kerja harus
menjadi perhatian utama semua pihak di tempat kerja. Hal ini
selain untuk memberikan jaminan perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja bagi tenaga kerja, juga sangat terkait dengan
keselamatan asset produksi. Perlengkapan dan APD yang biasa
dipergunakan di pekerjaan ketinggian sebagai berikut :
(1) Pakaian kerja yang menyatu dari bagian tangan, pundak,
bahu, badan sampai ke bagian pinggul, dan kaki. Pakaian
jenis ini biasanya disebut wearpack atau overall. Pakaian ini
pada bagian kantongnya harus diberi penutup berupa
ritsleting (zip) dan tidak berupa pengancing biasa (button).
(2) Full body harness harus nyaman dipakai dan tidak
mengganggu gerak pada saat bekerja, mudah di setel untuk
menyesuaikan ukuran
(3) Sepatu (safety shoes / protective footwear) dengan
konstruksi yang kuat dan terdapat pelindung jari kaki dari
logam (steel toe cap), nyaman dipakai, dan mampu
melindungi dari air/basah.
(4) Sarung tangan (gloves), untuk melindungi jari tangan dan
kulit dari cuaca ekstrim, bahan berbahaya, dan alat bantu
yang digunakan
(5) Kacamata (eye protection), untuk melindungi mata dari
debu, partikel berbahaya, sinar matahari/ultraviolet, bahan
70
kimia, material hasil peledakan dan potensi bahaya lain
yang dapat mengakibatkan iritasi dan kerusakan pada mata.
(6) Alat pelindung pendengaran (hearing protection), alat ini
digunakan ketika tingkat bunyi (sound level) sudah di atas
nilai ambang batas.
(7) Tali, yaitu tali kerja (working line) dan tali pengaman (safety
line).
(8) Pelindung Kepala
− Pelindung kepala wajib dikenakan dengan benar oleh
setiap pekerja yang terlibat dalam pekerjaan di
ketinggian, baik yang berada di bagian bawah di
ketinggian.
− Pekerja wajib menggunakan pelindung kepala sesuai
standar
− Pelindung kepala yang digunakan oleh Teknisi Akses Tali
memiliki sedikitnya tiga tempat berbeda yang terhubung
dengan cangkang helm dan termasuk tali penahan di
bagian dagu.
(9) Sabuk pengaman tubuh tubuh (full body harness )
Harus dipastikan bahwa sabuk pengaman tubuh (full body
harness) yang digunakan pada pekerjaan akses tali telah
sesuai dengan standar.
(10) Alat Penjepit Tali (Rope Clamp)
Harus dipastikan bahwa alat penjepit tali (rope clamp) yang
digunakan pada sistem akses tali sesuai dengan standar.
(11) Alat Penahan Jatuh Bergerak (mobile fall arrester)
Harus dipastikan bahwa alat jatuh bergerak (mobile fall
arrester) yang digunakan pada sistem akses tali telah sesuai
dengan standar.
(12) Alat Naik (Ascender) dan Alat Penurun (Descender)
71
Harus dipastikan alat naik dan penurun yang digunakan
pada sistem akses tali telah sesuai dengan standar.
72
selam wajib memiliki keterampilan dan pengetahuan tentang
teknik penyelaman, serta sikap yang sesuai untuk pekerjaan
penyelaman di dalam air.
73
Secara teknis APD tidaklah secara sempurna dapat melindungi
tubuh tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan
kecelakaan yang terjadi. Dengan kata lain, meskipun telah
menggunakan alat pelindung diri, upaya pencegahan kecelakaan
kerja secara teknis adalah yang paling utama.
Jenis-jenis APD cukup banyak namun dalam modul ini hanya
akan disampaikan beberapa jenis saja yang sesuai dengan
kebutuhan atau yang paling banyak dan sering digunakan di
tempat kerja.
❖ Jenis :
Spesifikasi :
• Tudung kepala
Tudung atau hood dipakai untuk melindungi kepala
dari bahaya terkena atau kontak dengan bahan-
bahan kimia, api, panas radiasi
Spesifikasi :.
➢ Pilih tudung dengan spesifikasi yang sesuai
dengan keadaan lapangan
➢ Pilih ukurannya, sesuai dengan besarnya lingkar
kepala (kecil, sedang atau besar)
➢ Periksa bagian luar dan dalam tudung apakah
sesuai dengan spesifikasinya, apakah tudung
dalam keadaan baik tidak rusak dan bersih.
➢ Kendorkan klep pengatur untuk mempererat
kedudukan tudung di kepala.
➢ Pakai tudung eratkan di kepala sehingga terasa
pas dengan cara mengatur klep pengatur. Setelah
terasa pas di kepala, kencangkan kembali klep
pengatur.
➢ Kaitkan tali pengikat dagu dan atur sehingga pas
letaknya di dagu
➢ Untuk tudung yang sampai menutupi leher, leher
tudung ada di bagian luar leher baju.
75
▪ Penutup rambut (Hair Cup) atau pengaman (Hair Guard)
Penutup rambut dipakai untuk melindungi kepala dan
rambut dari kotoran serta untuk melindungi rambut
dari bahaya terjerat mesin-mesin yang berputar.
Spesifikasi :
− Pilih penutup rambut dengan spesifikasi yang
sesuai dengan keadaan lapangan;
− Pilih ukurannya sesuai dengan besarnya lingkar
kepala (kecil, sedang atau besar);
− Periksa bagian luar dan dalamnya apakah sesuai
dengan spesifikasinya apakah dalam keadaan baik,
tidak rusak dan bersih;
− Kendorkan klep pengatur untuk mempererat
kedudukan penutup rambut di kepala;
− Pakailah penutup rambut, eratkan di kepala
sehingga terasa pas dengan cara mengatur klep
pengatur. Setelah terasa pas di kepala, kencangkan
kembali klep pengatur.
76
kaca mata pengaman. Fungsi kacamata pengaman adalah
melindungi mata dari :
Jenis
• Kacamata (spectacles)
Spesifikasi :
• Goggles
Spesifikasi :
- Tahan api
- Terbuat dari bahan :
1. Gelas atau gelas yang dicampur dengan laminasi
aluminium, yang bila pecah tidak menimbulkan
bagian-bagian yang tajam.
2. Plastik, dengan bahan dasar selulosa asetat,
akrilik, poli karbonat atau alil diglikol karbonat.
Fungsi
Untuk melindungi alat pendengaran (telinga) akibat
kebisingan dan melindungi telinga dari percikan api atau
logam-logam yang panas.
Jenis
Secara umum alat pelindung telinga ada 2 (dua) jenis yaitu :
i. Sumbat telinga atau ear plug
Spesifikasi :
− Dapat menahan atau mengabsobsi bunyi atau suara
dengan frekuensi tertentu
− Bahan dari karet, plastik, lilin atau kapas
− Dapat mereduksi suara frekuensi tinggi (4000 dBA)
ii. Penutup telinga atau Ear Muff
78
Spesifikasi :
− Terdiri dari sepasang cawan atau cup dan sebuah
sabuk kepala (head band)
− Cawan berisi cairan atau busa yang berfungsi
menyerap suara yang frekuensi tinggi
− Dapat mereduksi suara yang masuk ke lubang
telinga sebesar X- 85 dBA.
79
- Bahan kimia yang digunakan adalah bahan tertentu
seperti asam sulfat harus menggunakan kanister
yang berisi soda
- Bahan kimia kanister mempunyai batas waktu
tertentu
- Tidak bias digunakan dalam keadaan udara di
lingkungan kerja yang mengandung bahan kimia
gas atau uap yang toksik
iv. Respirator mekanik
Spesifikasi:
- Airline Respirator
80
- Air Hose Mask Respirator
- Self-contained breathing apparatus.
Jenis
Menurut bentuknya ada 4 (empat) yaitu :
− Sarung tangan biasa
− Mitten
− Hand Pad
− Sleeve
Spesifikasi :
• Pelindung Kaki
Fungsi
Melindungi kaki dari timpaan benda-benda berat, tertuang
logam panas cair dan bahan kimia korosif, penyakit kulit,
tersandung , terpeleset, tergelincir
Jenis
81
− Sepatu keselamatan pada tempat kerja yang berpotensi
bahaya peledakan
Spesifikasi :
82
➢ Untuk mencegah dari bahaya kontak dengan bahan-bahan
kimia berbahaya sepatu terbuat dari bahan karet sintetis
berbentuk boot.
• Pakaian pelindung,
Fungsi:
Melindungi sebagian atau seluruh bagian tubuh dari bahaya
percikan bahan-bahan kimia, radiasi, panas, bunga api
maupun api.
Jenis
Menurut bentuknya dibedakan atas 2 (dua) yaitu:
➢ Apron adalah menutup sebagian tubuh mulai dari dada
sampai lutut.
➢ Overalis adalah menutup seluruh tubuh.
Spesifikasi
➢ Pakaian pelindung dari kulit untuk mengerjakan
pengelasan
➢ Pakaian pelindung untuk pemadam kebakaran
➢ Pakaian pelindung untuk pekerjaan yang terpajan radiasi
➢ Pakaian pelindung dari plastic untuk pekerja yang
kontak dengan bahan-bahan kimia.
Spesifikasi :
▪ Tali atau sabuk pengaman dari bahan yang kuat, tahan
terhadap perubahan cuaca, asam maupun alkalis
▪ Bahan terbuat dari kulit, nilon atau kombinasi dari
keduanya. Pengait, gesper, kancing terbuat dari bahan
anti karat dan tidak mudah patah dan tidak elastis
biasanya dari bahan baja atau stainlessteel.
84
mutu APD tersebut maka semakin tinggi/besar tingkat
keparahan atas kecelakaan yang terjadi. Untuk menentukan
jumlah APD adalah sangat tergantung pada jumlah karyawan
yang terpapar terhadap bahaya yang ada. Yang terbaik adalah
untuk setiap karyawan menggunakan APD sendiri-sendiri dan
tidak dipakai secara bergantian.
Selain penentuan jenis, mutu dan jumlah APD hal pokok yang
cukup penting bagi tempat kerja adalah meningkatkan
kesadaran tenaga kerja untuk selalu menggunakan APD.
85
Dari pengalaman di lapangan dalam hal pemilihan dan
penggunaan APD di tempat kerja dapat dikelompokkan atas 3
hal pokok yaitu :
86
2) Pemeliharaan dan Penyimpanan APD
Pada umumnya APD tersebut diatas dapat digunakan berulang
kali / tahan lama, tetapi ada diantaranya yang hanya dapat
dipakai beberapa kali seperti cartridge dan canister karena
efektivitasnya sudah berkurang untuk menyerap gas, uap atau
debu.
87
BAB III
PENUTUP
Modul ini dibuat secara singkat dan padat, namun peserta dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran
ini, dengan membaca referensi-referensi lainnya terutama referensi yang
tertera pada daftar pustaka modul ini.
--oo0oo--
88
SOAL LATIHAN
89
terbuat dari pipa besi. Pekerja tersebut bekerja totalnya 6 jam
perhari, dimana dari hasil pengukuran ternyata getaran yang
memajan tangan pekerja tersebut = 8 m/det2. Jelaskan, apakah
pekerja tersebut telah terpajan getaran melebihi NAB, dan
bagaimana metode pengendaliannya yang efektif dan efisien ?
90
berkurang separohnya langsung dikirim kembali oleh suplier HCL
tsb. dengan maksud tidak kehabisan stok. Sebagai AK3U di
perusahaan tersebut apa saran saudara kepada pimpinan/Ketua
P2K3 dan atau pekerja khususnya berkaitan dengan;
a. Petugas K3 Kimia.
b. AK3 Kimia
c. Pengujian faktor kimia diudara lingkungan kerja dan
pemeriksaan pengujian instalasi.
d. LDKB dan Label.
e. Pemeriksaan berkala kesehatan tenaga kerja.
f. Alat Peilndung diri.
91
11. Di pabrik ban PT.B, memiliki pekerja wanita 50 orang, pekerja
pria berjumlah 200 orang, memproduksi ban mobil, ban sepeda
motor dan ban sepeda , hanya satu shift perhari kerja. 20 % dari
jumlah pekerja pria bertugas di bagian pekerjaan yang
mengharuskan ganti memakai pakaian kerja (wirpak). Jumlah
toilet locker masih sangat kurang.
Sebagai AK3U di perusahaan tersebut, apa isi usul saudara
kepada Ketua P2K3 khususnya mengenai ;
a. Jumlah minimal toilet yang harus disediakan bagi pekerja
wanita.
b. Jumlah minimal toilet yang harus disediakan bagi pekerja
pria.
c. Jumlah locker yang harus disediakan di ruang ganti pakaian.
14. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentanhg asbes dan potensi
bahaya yang diakibatkan debu asbes.
15. Jelaskan apa yang saudara ketahui dengan confined space dan
apa Potensi bahaya apa yang terkandung didalamnya.
92
DAFTAR PUSTAKA
93
LAMPIRAN – LAMPIRAN
94
FORMULIR PEMERIKSAAN PENERANGAN, KEBERSIHAN DAN
KESEHATAN TEMPAT KERJA
...............,.......................
Ahli K3Umum,
KESIMPULAN :
...........................................................
........................................................... ( .......................)
........................................................... SKP No...........
95
FORMULIR PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN FAKTOR FISIKA DI
TEMPAT KERJA
Untuk di Ruangan/Bagian : ...................................
======================================================
A. TEKANAN PANAS
1. Sumber panas : .................................................................
2. ISBB dari hasil pengukuran : .........0 C.
3. Pengukuran ISBB dilakukan oleh : ......................................
4. Tanggal pengukuran terakhir : ....................................
5. Jumlah jam pemajanan per hari : ..........Jam
6. Beban kerja Pekerja : Ringan / Sedang / Berat.
7. Metode Pengendalian yang telah dilakukan : .................................
B. KEBISINGAN
1. Sumber keisingan : ......................................................
2. Intensitas hasil pengukuran : ........dBA.
3. Prenguran dilaksanakan oleh : ............................................
4. Tanggal Pengukuran terakhir : ............................................
5. Jumlah Jam pemajanan per hari : .........jam
6. Metode pengendalian yangtelah dilakukan : ................................
KESIMPULAN : ................,...........
............................................. AK3U,
.............................................
............................................. (.........................)
SKP No.............
96
FORMULIR PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN FAKTOR KIMIA
DI UDARA LINGKUNGAN KERJA
Khusus d ruangan / bagian : ........................................
KESIMPULAN : ..............,...............
.............................................................. AK3U,
..............................................................
.............................................................
.............................................................. (.......................)
SKP No. ............
Catatan : Jika debu atau gas berbahaya yang diukur lebih dari satu
macam, maka formulir ini dapat digandakan sesuai kebutuhan tsb.
97
98