You are on page 1of 6

ISSN 2828-285x

Vol.4 No.4, 2022

Menakar Solusi Kebijakan


Pengendalian Banjir Di Indonesia
Yayat Hidayat1*
1
Divisi Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB University
*Email: yahida@apps.ipb.ac.id

Isu Kunci
• Kejadian banjir di Indonesia semakin meningkat baik intensitas maupun frekuensinya.
• Pengendalian banjir yang dilakukan pemerintah belum efektif mengendalikan banjir saat ini.
• Lahan pertanian dan kehutanan memberikan kontribusi signifikan penyebab banjir di
Indonesia sehingga pengendalian banjir dengan pendekatan vegetatif-agronomis menjadi
sangatlah penting.

Ringkasan
Kejadian banjir di musim hujan merupakan hal biasa bagi sebagian masyarakat Indonesia terutama
bagi mereka yang tinggal di perkotaan. Kejadian banjir akhir-akhir ini semakin meningkat baik
intensitas maupun frekuensinya, menyebabkan kerugian material yang sangat besar dan tidak
jarang menelan korban jiwa. Hal tersebut berkaitan erat dengan semakin masifnya kerusakan
Daerah Aliran Sungai yang disertai perubahan iklim global. Pengendalian banjir yang dilakukan
pemerintah (pusat dan daerah) bersifat sektoral dan berfokus pada pendekatan sipil teknis
nampaknya belum efektif mengendalikan banjir saat ini. Lahan pertanian dan kehutanan
memberikan kontribusi signifikan penyebab banjir di Indonesia, sehingga pengendalian banjir
dengan pendekatan vegetatif-agronomis menjadi sangatlah penting.

1
Pendahuluan tampung badan sungai dalam mengalirkan air ke
wilayah hilir. Dengan kata lain, badan sungai
Pemberitaan media masa akhir-akhir ini yang dinormalisasi pada musim kemarau
menginformasikan kejadian banjir melanda tertimbun kembali pada musim penghujan
seluruh wilayah Indonesia baik di wilayah sehingga kejadian banjir masih tetap terjadi
perkotaan maupun pedesaan yang walaupun intensitasnya sedikit dapat dikurangi.
menyebabkan kerugian material yang sangat Pro-kontra pengendalian banjir
besar dan tidak jarang menelan korban jiwa. pendekatan sipil teknis dan vegetatif-agronomis
Masyarakat dan bangsa ini seolah tidak berdaya masih menjadi perdebatan yang tak kunjung
menghadapi ancaman air hujan dan aliran usai, tergantung pada posisi mereka berdiri dan
permukaan serta luapan air sungai yang kepentingan-kepentingan lain yang selalu
menerjang perkampungan/permukiman/perko- melekat pada berbagai pihak. Tulisan ini sedikit
taan. Sumber air penyebab banjir biasanya menggambarkan alasan-alasan kebijakan yang
bersumber dari wilayah hulu yang mengalir dari harus ditempuh dalam menanggulangi kejadian
lahan-lahan pertanian dan kehutanan. banjir yang semakin masif dan membebani sendi
Berkurangnya tutupan hutan (akibat kehidupan masyarakat.
konversi hutan menjadi lahan pertanian),
semakin terbukanya lahan pertanian dan
praktek pertanian kurang ramah lingkungan
Pembahasan
(belum menerapkan teknik konservasi tanah dan
air yang memadai), dan semakin berkembang- Fluktuasi Debit Aliran Sungai
nya lahan permukiman menyebabkan semakin
Secara alami debit aliran sungai
rendahnya intersepasi dan infiltrasi air hujan
berfluktuasi mengikuti dinamika musim hujan
yang pada gilirannya meningkatkan jumlah air
dan musim kemarau, dengan debit aliran sungai
hujan yang berubah menjadi aliran
pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan
permukaan/aliran sungai. Intersepsi air hujan
pada musim kemarau. Pada wilayah DAS yang
oleh tajuk vegetasi bisa mencapai ± 28% (hutan
kondisi hidrologinya baik nisbah debit puncak
vegetasi rapat), 10-15% pada lahan perkebunan,
pada musim penghujan (Qmaks) terhadap debit
dan 5-8% pada lahan pertanian tanaman
aliran terendah pada musim kemarau (Qmin)
semusim (Hidayat 2021). Kontribusi lahan
biasanya rendah yaitu < 20, sebaliknya pada
pertanian sebagai penyumbang banjir menjadi
wilayah DAS yang terdegradasi nisbah tersebut
sangat penting karena luas lahan pertanian dan
bisa > 110 (Departemen Kehutanan, 2014).
kehutanan biasanya menempati porsi dominan
Debit puncak Sungai Citarum Hulu pada inlet
dalam suatu wilayah daerah aliran sungai (DAS).
Waduk Saguling ± 567 m3/dt pada musim
Pengendalian banjir dengan pendekatan sipil
penghujan dan debit terendahnya pada musim
teknis seperti normalisasi sungai (pelebaran,
kemarau bisa mencapai 3.5 m3/dt, dengan
pendalaman, dan pelurusan sungai) memerlukan
nisbah (Qmax/Qmin) yang sangat tinggi (Hidayat
biaya yang sangat mahal dan hanya berfungsi
et al. 2013). Tingginya debit puncak aliran Sungai
efektif dalam jangka waktu yang pendek. Pada
Citarum Hulu menyebabkan banjir langganan
periode puncak musim hujan aliran sungai yang
tahunan dalam wilayah cekungan Bandung yang
mengalir dari wilayah hulu sangatlah besar yang
hingga saat ini belum terpecahkan solusinya.
membawa beribu sampai berjuta ton sedimen
(tergantung luas DAS) yang tentunya sebagian Fluktuasi debit aliran sungai yang tinggi
akan terdeposisikan pada badan sungai, juga terjadi pada sungai-sungai lainnya baik di
sehingga dapat mengurangi dimensi dan daya Jawa (Ciliwung, Cisadane, Brantas, dan

2
Bengawan Solo) maupun luar Jawa (Sungai Musi, tumbuh dewasa (klimak). Berbagai kendala
Sungai Tapin, dan Tabalong) (Hidayat 2014). dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
Fluktuasi debit aliran sangat dipengaruhi serta kurang optimalnya perlindungan hutan dan
kemampuan DAS dalam meresapkan, menahan semakin bertambah luasnya kawasan hutan
dan menyimpan sementara air hujan yang jatuh terdegradasi menambah kompleksitasnya
pada musim penghujan untuk dilepaskan pengendalian banjir di Indonesia.
kembali secara perlahan menjadi aliran sungai Simulasi mitigasi banjir pendekatan
pada musim kemarau. DAS dengan tutupan vegetatif-agronomis yang dikombinasikan
vegetasi permanen/hutan yang masih baik dengan pendekatan sipil teknis di DAS Citarum
(>30%) dan pengelolaan lahan pertanian Hulu dan Ciliwung Hulu menggunakan model
berbasis konservasi biasanya mempunyai SWAT (Soil and Water Assessment Tool) (Hidayat
fluktuasi debit aliran sungai yang rendah. 2021) menunjukkan penerapan sistem
agroforestry dan teras bangku tradisonal +
Pengendalian Banjir saluran peresapan biopori pada lahan pertanian
dan semak belukar serta pembuatan dam
Mitigasi banjir pada suatu wilayah dapat
penahan pada sungai order 1 dapat menurunkan
diurai dengan dua pendekatan. Pertama
debit puncak aliran sebesar ± 13,1-30,9% dan
menurunkan debit aliran sungai sehingga sesuai
meningkatkan aliran dasar pada musim kemarau
dengan kapasitas daya tampung badan sungai,
± 36.5->100%. Simulasi yang sama di DAS
dan ke-2 mengelola aliran sungai yang ada agar
Citarum Hulu menunjukkan penerapan
tidak menyebabkan banjir. Penurunan debit
agroforestry pada lahan pertanian dan semak
aliran sungai yang datang dari wilayah hulu (dan
belukar efektif menurunkan erosi tanah ± 30.6%.
wilayah lainnya) dilakukan melalui perbaikan
Efektivitas tersebut meningkat menjadi ± 68.2%
tutupan lahan dan penerapan teknik konservasi
apabila penerapan agroforestry dikombinasikan
tanah dan air pada wilayah DAS. Sedangkan
dengan teras bangku tradisional, dan menjadi ±
pengelolaan debit aliran dapat dilakukan
90.51% jika dilengkapi dengan saluran mulsa
dengan: a) membangun waduk retensi untuk
vertikal dan dam penahan pada sungai order 1.
menahan dan menyimpan sementara aliran
Simulasi Waduk Ciawi dan Sukamahi sebagai
sungai yang datang dari wilayah hulu, b)
pengendali banjir DKI Jakarta dari daerah hulu
membangun kanal banjir dan sodetan untuk
menggunakan HEC-GeoHMS (Inayah et al., 2017)
mengalirkan debit puncak aliran langsung ke
efektif menurunkan debit puncak hingga 77.8%,
laut, c) memompa air genangan agar genangan
walaupun kedua waduk tersebut tak kunjung
banjir cepat surut, d) membangun tandon parkir
selesai dibangun oleh pemerintah hingga saat
air sementara pada wilayah cekungan, dan e)
ini.
membangun tanggul sungai dan tanggul laut
yang dilengkapi dengan pintu-pintu air untuk
Kelembagaan
mencegah luapan banjir sungai dan banjir rob
dari laut. Pengendalian banjir saat ini dilakukan
Penurunan debit aliran sungai pada oleh berbagai instansi pemerintah pusat dan
suatu wilayah bukan hal mudah. Perbaikan daerah seperti Kementrian Lingkungan Hidup
tutupan lahan hutan dan penerapan teknik dan Kehutanan (Ditjen Pengelolaan DAS dan
konservasi tanah dan air dengan pendekatan Rehabilitas Hutan) dan Kementrian PUPR (Ditjen
vegetatif-agronomis memerlukan waktu yang Sumberdaya Air) dengan berbagai
tidak singkat, dan dampaknya secara maksimal kelembagaannya pada tingkat daerah, serta
baru dapat dirasakan ketika vegetasi telah Kementrian Pertanian (dalam skala terbatas) dan

3
Pemerintah Daerah. Dewan sumberdaya air dan Koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan
forum DAS juga telah dibentuk untuk sinergi kebijakan, program dan kegiatan antar
mengintegrasikan kebijakan pengelolaan sektor merupakan kata kunci untuk mendorong
sumberdaya air dan pengelolaan DAS pada optimalnya peran kelembagaan pemerintah dan
berbagai instansi terkait pada tingkat pusat dan stakeholder lainnya dalam pengendalian banjir
daerah. Ketika banjir itu terjadi dan pasca saat ini. Peran kelembagaan pemerintah perlu
kejadian banjir sebagian besar pengendalian ditingkatkan terutama dalam hal: terlaksananya
dikoordinasikan oleh BNPB (Badan Nasional rehabilitasi hutan dan lahan secara optimal dan
Penanggulangan Bencana) dan BPBD (Badan perlindungan lahan hutan tersisa (Kementrian
Penanggulangan Bencana Daerah). Kelemba- Lingkungan Hidup dan Kehutanan), pembangu-
gaan tersebut bekerja sesuai dengan tupoksinya nan dan pengembangan infrastruktur
masing-masing yang melekat pada kelembagaan pengendali banjir berbasis wilayah sungai
induknya baik pada tingkat nasional maupun (Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan
daerah. Rakyat), pengembangan pertanian ramah
Hingga saat ini belum ada kelembagaan lingkungan (Kementrian Pertanian), dan
pada level nasional yang bertanggung jawab atas peningkatan kemandirian masyarakat (Kemen-
pengendalian dan pengelolaan banjir di trian Dalam Negeri dan Kementrian Koperasi dan
Indonesia. Oleh karena itu pengendalian banjir Usaha Kecil Menengah).
di Indonesia belum terintegrasi dengan baik
sehingga ancaman bencana banjir masih terus Berlandaskan atas pemetaan dan
membebani dan merongrong sendi-sendi penakaran persoalan kebijakan pengendalian
banjir tersebut beberapa rekomendasi yang
kehidupan masyarakat.
ditawarkan:

1. Kebijakan Berbasis Science dan Evidence


Implikasi dan Rekomendasi Berlandaskan azas kausalitas kejadian
banjir di Indonesia saat ini disebabkan kerusakan
Pada prinsipnya pengendalian banjir
DAS. Kebijakan utama pengendalian banjir
merupakan upaya untuk mengendalikan air
adalah pemulihan DAS agar DAS mampu
dalam suatu wilayah dengan membangun
menahan dan menurunkan debit puncak aliran
kesetimbangan dinamis daya dukung ekositem
pada musim hujan serta meningkatkan aliran
sehingga debit puncak aliran pada musim hujan
dasar pada musim kemarau. Lokasi utama
dapat diturunkan dan ketersediaan air pada
pemulihan DAS adalah wilayah hulu terutama
musim kemarau dapat ditingkatkan (nisbah
pada lahan-lahan pertanian dan lahan hutan
Qmax/Qmin rendah) yang dilakukan dengan
terdegradasi yang disertai dengan penataan
kombinasi pendekatan vegetatif-agronomis dan
sempadan sungai, revitalisasi waduk dan situ,
sipil teknis-mekanik. Penerapan salah satu
dan penataan alur sungai. Pembangunan
pendekatan menyebabkan kegiatan pengenda-
infrastruktur berbasis wilayah sungai sangat
lian banjir tidak optimal. Pengendalian banjir
mendukung efektivitas dan kemanfaatan
bukan hanya dilakukan pada tempat dimana
kegiatan pengendalian banjir yang dilakukan.
banjir tersebut terjadi tetapi seyogyanya
Kebijakan pengendalian banjir berbasis science
dilakukan pada seluruh wilayah DAS terutama
dan perkembangan data lapang kontemporer
pada hot spot yang berkontribusi besar sebagai
yang relevan dapat menghasilkan kebijakan yang
penyumbang banjir.
lebih terarah dan terintegrasi.

4
2. Kebijakan Terintegrasi Hidayat Y. 2014. Karakteristik Debit Aliran
Kebijakan pengendalian banjir bermak- Sungai di Indonesia. Materi Matakuliah
na efektif jika tertransmisi secara untuh Pengelolaan DAS pada Program Studi
melintasi sekat-sekat kementrian, sektor dan Magister Ilmu Perencanaan DAS, Sekolah
level pemerintahan (lini atas sampai level bawah Pascasarjana IPB (tidak dipublikasikan).
pemerintahan). Membangun sistem koordinasi
Hidayat Y. 2021. Pemodelan Hidrologi dan Erosi
dan sinergi yang kokoh lintas kementrian dengan
menempatkan kebijakan pengendalian banjir Tanah. Materi Matakuliah Ekohidrologi
sebagai agenda bersama dan terlepas dari ego dan Pengelolaan Sumberdaya Air
sektoral dan kepentingan-kepentingan jangka Berkelanjutan pada Program Studi
pendek yang kurang relevan guna mengeliminasi Magister Ilmu Tanah, Sekolah
Pascasarjana IPB (tidak dipublikasikan).
fragmentasi kebijakan. Kebijakan pengendalian
banjir seyogyanya tertransmisi ke seluruh Inayah AN, Suria DT, dan Hidayat Y. 2017.
stakeholder termasuk masyarakat sebagai Simulation of Surface Water Retention
pelaku utama pada tingkat grass root. using HEC-GeoHMS Model (Case Study:
3. Kebijakan Satu Atap Upper Ciliwung Watershed, West Java).
International Journal of Science and
Kebijakan pengendalian banjir saat ini
terfragmentasi pada berbagai kementrian Research (IJSR). 6(6): 2125-2130.
dengan orientasi dan fokus agenda berlainan.
Koordinasi, integrasi, sinkroniasi dan sinergi
kebijakan hanya berjalan diatas kertas dan
hampir tidak bermakna di lapangan. Kebijakan
satu atap dengan membentuk kementrian atau
badan nasional haruslah segera diambil untuk
menatap harapan kedepan dan segera
membebaskan ancaman banjir yang membebani
sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Daftar Pustaka
Departemen Kehutanan Republik Indonesia,
2014. Peraturan Mentri Kehutanan
Repulik Indonesia Nomor: P. 61 /Menhut-
II/2014 tentang Monitoring dan Evaluasi
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
https://www.menlhk.go.id/site/single_po
st/746

Hidayat Y, Kukuh M, Enni DW, dan Dyah RP.


2013. Pencirian Debit Aliran Sungai
Citarum Hulu. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia (JIPI). 18 (2): 109−114.

5
Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis (DPIS), IPB University
Gedung LSI Lantai 1, Jl. Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor - Indonesia 16680
Website: https://dpis.ipb.ac.id

You might also like