Professional Documents
Culture Documents
Teori Belajar Dan Pembelajaran Akidah Akhlak Mi-Sd
Teori Belajar Dan Pembelajaran Akidah Akhlak Mi-Sd
Disusun Oleh:
1. Dwi Maya Meilina (2321014)
2. Khalda Nur Yasfika (2321015)
3. Niza Afriyah (2321057)
4. Nur Avihani (2321160)
KELAS C
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN K.H ABDURRAHMAN WAHID
PEKALONGAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam atas izin dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa ada suatu halangan
apapun. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita,
Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir
kelak. Penulisan makalah berjudul Teori Belajar dan Pembelajaran Akidah Akhlak
MI/SD bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Akidah Akhlak
MI/SD. Makalah ini dapat terselesaikan berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi
secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini, terlebih kepada Bapak Mofit Bani
Adam, M.Pd, selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Akidah Akhlak MI/SD yang
membimbing kami dengan metode pembelajaran beliau. Perlu disadari bahwa segala
keterbatasan, makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga masukan dan kritikan
yang membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Demikian
yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk pembaca dan masyarakat luas.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1. Latar Belakang..............................................................................................................1
2. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
3. Tujuan Masalah............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Kesimpulan .................................................................................................................14
B. Saran............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan proses yang dialami seseorang dalam rangka perubahan
dari ketidaktahuan menjadi sebuah pengetahuan, dari bersikap tidak sesuai menjadi
sesuai, dari tidak terampil mejadi terampil dalam berbagai hal. Sejatinya belajar tidak
hanya sekadar untuk mengetahui informasi atau pengetahuan, melainkan proses
untuk melibatkan setiap individu agar berperan aktif dalam mengembangkan
pengetahuannya menjadi pengalaman yang berarti melalui pengimplementasian hal-
hal yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Proses belajar setiap individu harus
tersistem dan interaktif dengan lingkungan sekitarnya melalui pembelajaran agar
menimbulkan makna mendalam dan membekas dalam hati. Pembelajaran ini
seyogyanya ditanamkan sedini mungkin, utamanya masa-masa urgen yaitu anak-
anak usia sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah.
Tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.2 Tahun
2008, tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam
dan Bahasa Arab di Madrasah yang menyatakan bahwa, kontribusi mata pelajaran
akidah akhlak dalam memotivasi peserta didik untuk mengamalkan perilaku terpuji
dan adab islami dalam keseharian sebagai manifestasi keimanannya. Pembelajaran
Akidah akhlak di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu rumpun mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam yang mempelajari tentang rukun iman yang dikaitkan
dengan pengenalan dan penghayatan terhadap Asmaul Husna serta penciptaan
suasana keteladanan dan pembiasaan dalam mengamalkan akhlaqul karimah dan
adab Islam melalui teladan perilaku dan cara mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Jika ditinjau dari tingkatan usia kematangan emosionalnya, peserta didik
cenderung suka meniru perkataan dan perilaku yang dilihat, baik perilaku terpuji
ataupun tercela. Anak-anak akan melakukan imitasi terhadap tindakan-tindakan yang
ada di sekitarnya. Perlu adanya pendidikan karakter agar peserta didik dapat
mengimplementasikan pembelajaran akidah akhlak dengan baik. Diperlukan andil
yang besar dari pemenuhan standar komponen unsur pendidikan seperti kurikulum
1
berbasis karakter, metode yang kontekstual, strategi, materi pelajaran, tujuan
pendidikan, personifikasi guru, ruang kelas yang representatif, penggunaan sumber
belajar, dan media pembelajaran. Maka, dalam makalah ini akan dibahas mengenai
teori belajar dan pembelajaran akidah akhlak MI/SD.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud belajar dan pembelajaran?
2. Apa sajakah teori-teori yang berkenaan dengan belajar dan pembelajaran?
3. Bagaimanakah implementasi teori belajar dalam pembelajaran akidah akhlak di
MI/SD?
4. Apa saja pendekatan yang ada dalam pembelajaran akidah akhlak di MI/SD?
5. Apa saja model pembelajaran akidah akhalk MI/SD?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian belajar dan pemnbelajaran.
2. Untuk mengetahui teori-teori yang berkenaan dengan belajar dan pembelajaran.
3. Untuk mengetahui implementasi teori belajar dalam pembelajaran akidah akhlak
di MI/SD.
4. Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran akidah akhlak di
MI/SD.
5. Untuk mengetahui model-model pembelajaran akidah akhlak di MI/SD.
6.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sri Hayati, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Cooperative Learning, (Magelang:
Graha Cendekia, 2017), hal. 1.
2
Herliani, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Klaten: Lakeisha, 2021), hlm. 2.
3
Sri Hayati, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Cooperative Learning…, hal. 1.
3
d. perubahan belajar bukan bersifat sementara artinya proses belajar bersifat
menetap atau permanen.
e. perubahan belajar bertujuan atau terarah artinya perubahan tingkah laku
karena ada tujuan yang akan dicapai.
f. perubahan yang mencangkup seluruh aspek tingkah laku. Pada dasarnya
belajar merupakan proses mencari, memahami, dan menganalisis, secara
sadar dan terencana yang terjadi pada diri individu serta diperoleh suatu
tingkah laku baru yang cenderung menetap.4
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan oleh pendidik atau orang
dewasa lainnya untuk membuat individu dapat belajar dan mencapai hasil
belajar yang maksimal. Menurut Syaifuddin, pembelajaran (instructional) adalah
usaha mengorganisasikan lingkungan belajar sehingga memungkinkan siswa
melakukan kegiatan belajar agar mencapai tujuan pembelajaran dengan
menggunakan berbagai media dan sumber belajar tertentu yang nantinya akan
mendukung pembelajaran yang berlangsung5. Sedangkan menurut Duffy dan
Roehler, pembelajaran merupakan suatu usaha yang sengaja melibatkan dan
menggunakan pengetahuan professional yang dimiliki guru untuk mencapai
tujuan kurikulum.6 Pembelajaran bukan menitikberatkan pada “apa yang
dipelajari”, melainkan pada “bagaimana membuat seseorang mengalami proses
belajar” yaitu dengan cara-cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang berkaitan dengan cara pengorganisasian materi, cara
menyampaikan pelajaran, dan cara mengelola pelajaran. Dalam pembelajaran,
situasi atau kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar harus
dirancang dan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh guru.7
5
Herliani, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Klate : Lakeisha, 2021), hlm. 5.
6
Syifa Siti Mukrima, 53 metode belajar dan pembelajaran, (Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia, 2014), hlm. 33.
7
4
B. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran
1. Teori Belajar Behaviorisme (B.F. Skinner)
B.H Skinner dikenal sebagai tokoh behaviorisme dengan pendekatan
model intruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dapat dikontrol melalui
proses operant conditioning, yaitu perilaku positif atau negatif yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang
sesuai dengan keinginan. Skinner berpendapat bahwa unsur yang terpenting
dalam proses belajar adalah penguatan. Skinner membagi penguatan menjadi
dua jenis yaitu, penguatan positif yang berupa hadiah, perilaku atau
penghargaan dan penguatan negatif yang berupa menunda atau tidak
memberikan penghargaan seperti menunda memberikan tugas tambahan. 8
Behaviorisme merupakan pendekatan untuk memahami perilaku
individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi jasmaniah dan
mengabaikan aspek mental. Sehingga dengan kata lain behaviorisme tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan seseorang yang
sedang belajar. Teori behavioristik dikenal dengan sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari sebuah pengalaman. Jadi, seseorang dianggap telah belajar jika
menunjukan perubahan tingkah lakunya. Ciri teori ini yaitu mengutamakan
unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peran
lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi dan respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan
peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya
perilaku yang diinginkan.9
Kelebihan teori ini berupa membiasakan guru untuk bersikap jeli dan
peka pada situasi dan kondisi belajar, serta guru tidak banyak memberikan
ceramah sehingga siswa dibiasakan belajar mandiri. Sedangkan kelemahan
teori ini berupa memandang belajar sebagai kegiatan yang dialami langsung,
padahal belajar adalah kegiatan yang ada dalam saraf manusia yang tidak
terlihat kecuali melalui gejalanya serta proses belajar dipandang sebagai
otomatis- mekanis sehingga terkesan seperti robot atau mesin, padahal manusia
8
Suvriadi Panggabean, dkk, Konsep dan Strategi Pembelajaran…, hlm. 21-22.
9
Suvriadi Panggabean, dkk, Konsep dan Strategi Pembelajaran…, hlm. 22.
5
mempunyai kemampuan self control yang bersifat kognitif sehingga manusia
mampu menolak kebiasaan yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya.10
2. Teori Belajar Kognitif (Jean Piaget)
Menurut Pieget seseorang dapat menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan
informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan
akomodasi adalah terjadi karena ketika individu menyesuaikan diri dengan
informasi baru. Pada dasarnya menurut teori belajar Piaget bahwa secara
umum semua anak berkembang melalui urutan yang sama meskipun jenis dan
tingkat pengalaman mereka berbeda satu sama lain. Piaget mengatakan bahwa
individu melampaui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami
dunia yaitu:
a. Tahap sensorimotor (sensorimotor stage)
Terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun merupakan tahap pertama pieget.
Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai dengan kemampuan bayi
untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi misalnya
melihat dan mendengar melalui gerakan atau tindakan fisik lainnya.
b. Tahap praoperasional (praoperasional stage)
Tahap ini terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun merupakan tahap kedua Pieget.
Pada tahap ini anak melukiskan dunia melalui kata-kata ataupun gambar-
gambar. Pada tahap ketiga, berupa tahap operasional konkret yang
berlangsung pada usia 7-11 tahun. Pada tahap ini anak mulai melakukan
penalaran logis.
c. Tahap operasional formal (formal operational stage)
Pada tahap ini yang berlangsung pada usia 11- 15 tahun merupakan tahap
keempat atau tahap terakhir dari pieget. Pada tahap ini, anak lebih berpikir
konkret, abstrak, dan logis. Perlu diingat setiap umur tidak bisa dijadikan
sebuah patokan utama pada tahapan tertentu karena tergantung pada ciri
perkembangan setiap individu yang bersangkutan.
d. Teori belajar bermakna dicetuskan oleh David P. Ausubel. Menurutnya
bahwa belajar dikatakan bermakna jika informasi yang dipelajari oleh
10
Suvriadi Panggabean, dkk, Konsep dan Strategi Pembelajaran…, hlm. 23.
6
peserta didik disusun secara struktur kognitif yang dimiliki oleh peserta
didik sehingga nantinya dapat mengaitkan informasi barunya dengan
struktur kognitif yang dimilikinya.11
11
Suvriadi Panggabean, dkk, Konsep dan Strategi Pembelajaran…, hlm. 26.
12
Suvriadi Panggabean, dkk, Konsep dan Strategi Pembelajaran…, hlm. 28-29.
7
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara
tiba-tiba.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai
kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun
atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya
sesuai dengan pengalamannya.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar
yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan
dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar
juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan
strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema
berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan,
siswa "mengkonstruksi" atau membangun pemahamannya terhadap fenomena
yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan
keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah
sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui
pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil "pemberian" dari orang lain seperti
guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap
individu. Pengetahuan hasil dari "pemberian" tidak akan bermakna. Adapun
pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu
oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai
dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.13
4. Teori Humanistik
Menurut teori humanistik proses belajar harus dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri sehingga teori belajar
humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati pada bidang kajian
13
Feida Noorlaila Isti’adah, Teori-Teori Belajar Dalam Pendidikan, (Tasikmalaya: Edu
Publisher, 2020), hlm. 216-217
8
filsafat, teori kepribadian serta psikoterapi dari bidang kajian psikologi belajar. 14
Pada teori humanistik lebih banyak menerangkan atau berbicara mengenai
konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang cita-citakan serta
tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan lingkungannya sendiri. Peserta didik dalam
proses pembelajarannya harus bisa berusaha agar mampu mencapai aktualisasi
diri dengan baik. Dalam teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya. Menurut
Gegne dan Briggs pendekatan humanistik adalah pengembangan nilai-nilai dan
sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan memperoleh pengetahuan yang
luas mengenai sejarah sastra dan pengolahan strategi berbagai produktif .
Teori humanistik menurut para ahli diantaranya menurut Carl Rogers
tentang belajar bahwa belajar pada sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak
ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Sehingga menurut
teori belajar humanisme bahwa motivasi belajar harus bersumber pada diri
peserta didik. Jadi, Roger membedakan dua ciri belajar yaitu belajar yang
bermakna dan belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna yaitu proses
pembelajaran yang melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik
sedangkan belajar yang tidak bermakna yaitu proses pembelajaran yang
melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta
didik. Dalam hal ini proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar
humanisme yaitu orang yang belajar karena ingin mengetahui dunianya seperti
seorang individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar
dengan caranya sendiri serta menilainya sendiri tentang apakah proses
belajarnya berhasil. 15
14
Sri Hayati, Belajar & Pembelajaran Berbasis Cooperarative Learning, (Magelang:
Graha Cendekia, 2017), hlm. 62.
15
Herliani,dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Klaten : Lakeisha, 2021), hlm. 2
9
Dalam pembelajaran Akidah Akhlak, teori Behaviorisme sangat cocok
untuk diimplementasikan karena dengan adanya teori ini dapat dimanfaatkan
untuk memudahkan pendidik atau guru dan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Dengan digunakannya teori Behaviorisme dalam pembelajaran,
guru akan lebih bisa mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam
membangun rangsangan dan respon peserta didik sehingga memunculkan
perubahan pada perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik.16
Implementasi teori belajar behavioristik menurut Ivan Pavlov dalam
pembelajaran akidah akhlak MI/SD yaitu dapat dilihat dengan guru selalu
membiasakan untuk mengucap salam ketika hendak masuk kelas, meminta siswa
untuk berdoa ketika hendak memulai pelajaran, kemudia selalu memotivasi
siswa agar giat belajar. Sedangkan penerapan teori B.F Skinner dapat dilihat
ketika Guru memberikan penguatan positif berupa kata “Bagus” yang diikuti
aplus serta penguatan negatif berupa teguran dan hukuman (berdiri di depan
kelas dan menjawab pertanyaan dari Guru). Serta teori John B. Watson (Social
Learning) terlihat ketika Guru memberikan keteladanan dengan tidak datang
terlambat, berkata yang baik dan memakai pakaiaan yang sopan dan rapi.17
2. Teori Belajar Kognitif (Jean Piaget)
Implementasi teori belajar kognitif usia 7-12 tahun. Untuk anak usia 7
tahun atau kelas 1 SD yang kemampuannya masih di C1 ( mengingat) dan C2
( memahami), misalnya anak –anak mampu menghafal Asmaul Husna seperti
Ar-Rahman dan Ar- Rahim, serta menghafal rukun iman, menyebutkan dua
kalimat syahadat.
Untuk usia 8 tahun, kemampuannya ditingkat C2 (memahami) diantaranya
mampu membedakan akhlak terpuji dan akhlak tercela. Pada kelas 3, anak sudah
mencapai kemampuan C3 (menerapkan) diantaranya mampu menerapkan adab
terhadap tetangga dan lingkungan. Untuk usia 10 tahun di kelas 4 anak sudah
mencapai kemampuan C4 (menganalisis) diantaranya anak mampu menganalisis
16
Lisa Nurhikmah, “Implementasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran Akidah
Akhlak di MIS Al-Hunafah Palangka Raya”, Al Qadiri: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan
keagamaan, Vol. 20, No.3, 2023, hal. 764.
17
Said Anfasyah, dkk, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran
Aqidah Akhlak di MA Hidayatul Mubtadiin Desa Sidoharjo Kecamatan Jati Agung Kabupaten
Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2021/2022”, Unisan Journal: Jurnal Manajemen &
Pendidikan, Vol. 01 No. 04 2022, hal. 34.
10
hikmah dari kisah Tsalabah. Pada anak usia 11-12 tahun di kelas 5 dan 6, anak-
anak sudah bisa berpikir abstrak, kecerdasannya sudah mencapai kemampuan
C5 (sintesis) dan C6 (mengkreasikan) diantaranya anak diberikan tugas untuk
mensimulasikan adab bertamu melalui drama.18
3. Teori Belajar Konstruktivisme
Implementasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran akidah
akhlak di MI/SD adalah penerapan metode diskusi berkelompok. Guru hanya
sebagai pembimbing dan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Contoh
penerapannya seperti guru menjelaskan materi tentang makanan halal dan haram
kemudian siswa disuruh untuk membuat kelompok kemudian diberi tugas untuk
menyebutkan manfaat makanan halal dan bahaya makanan haram sesuai dengan
pengalaman masing-masing siswa. Dengan belajar kelompok siswa mampu
memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari teman sekelompoknya.19
4. Teori Belajar Humanistik
Implementasi teori humanistik dalam pembelajaran akidah akhlak di
SD/MI antara lain, dengan menumbuhkan sikap sopan santun terhadap peserat
didik. Misalnya, mengucap kata hamdallah ketika selesai melakukan sesuatu.
Anak-anak bisa mempraktikkan langsung dan guru bisa melihat perubahan
peserta didik. Selain itu, pendidik dapat menerapkan nilai humanisme dengan
pembiasaan dan modelling (percontohan).20 Misalnya, guru membiasakan
siswanya untuk melaksanakan salat berjamaah. Guru juga bisa membiasakan diri
untuk berpakaian rapi, sehingga anak-anak bisa mencontoh dalam hal
berpakaian yang sopan dan rapi.21
18
Direktorat KSKK Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
Agama Republik Indonesia 2020, Akidah Akhlak MI Kelas 1-6, (Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia), hal. vii.
19
Deni Nur Lathifah, “Implementasi Teori Pembelajaran Konstruktivisme Pada
Pembelajaran PAI di SDN 05 Tubanan- Kembang – Jepara” ‘ Jurnal Edukasi Non Formal, Vol.
2, No.2, 2021, hlm. 28.
20
M. Choirul Muzaini dan Ichsan, “Implementasi Nilai Humanisme dalam Pembelajaran
Akidah Akhlak Pada Peserta didik Madrasah Ibtidaiyah”, Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan,
2023, 9 (2), hlm. 333.
21
Santi Mulyani, dkk, “Teori Humanistik Dalam Pelajaran Akidah Akhlak di MAN 2
Bima”, Istiqra, Vol. 10, No. 1, 2022, hlm. 154.
11
Pendekatan pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar, serta sebagai pedoman bagi guru dalam
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran
merupakan cara pandang atau titik tolak seorang pendidik yang digunakan agar
tercipta lingkungan pembelajaran yang kondusif sehingga memungkinkan
terjadinya proses pembelajaran dan terciptanya kompetensi yang ditentukan.
Secara luas, pendekatan pembelajaran terbagi menjadi dua, antara lain:
1. Pendekatan Pembelajaran Beriorientasi pada Guru (Teacher Centered
Approaches)
Pendekatan ini menggunakan pembelajaran yang menempatkan siswa
sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik. Menurut
pendekatan ini, guru berperan sebagai sumber satu-satunya dalam proses
pembelajaran yang dianggap sebagai orang serba tahu. Pendekatan pembelajaran
yang berpusat pada guru memiliki ciri bahwa manajemen dan pengelolaan
pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru. Peran siswa dalam pendekatan
ini hanya melakukan aktivitas sesuai dengan petunjuk guru. Siswa hampir tidak
memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan minat dan
keinginannya.22
2. Pendekatan Pembelajaran Berorientasi pada Siswa (Student Centered
Approaches)
Student Centered Learning adalah sebuah pendekatan pendidikan
yang berfokus pada kebutuhan peserta didik, bukan orang lain yang terlibat
dalam proses pendidikan, seperti guru dan administrator. Adapun Menurut
Endang yang mengutip pendapat Hall, Pendekatan Student Centered
Learning adalah tentang membantu peserta didik menemukan gaya
belajarnya sendiri, memahami motivasi dan menguasai keterampilan belajar
yang paling sesuai bagi mereka.23
Pendekatan ini menggunakan pembelajaran yang menempatkan siswa
sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern. Pendekatan
22
Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: KENCANA, 2017), hlm. 210
23
Muqarramah, ”Pendekatan Student Centered Learning”, Jurnal Ilmu Kependidikan,
Vol.5, No.2, 2016, hlm. 29
12
pembelajaran yang berpusat pada siswa memiliki ciri bahwa manajemen dan
pengelolaannya ditentukan oleh siswa. Pada pendekatan ini, siswa memiliki
banyak kesempatan untuk mengembangkan potensi melalui aktivitas secara
langsung sesuai dengan minat dan keinginanya.
Apabila dilihat dari pembelajaran Aqidah Akhlak pada umumnya,
kurang memberi ruang bagi peserta didik untuk belajar lebih berdaya dan
peka terhadap lingkungan sosialnya sehingga terwujud kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual. Namun, jika mengacu pada pentingnya
proses pembelajaran, maka pendekatan Student Centered Learning dapat
menjadi variabel bagi upaya peningkatan proses pembelajaran di Madrasah
Ibtidaiyah. Pendekatan pembelajaran Student Centered Learning tersebut
diterapkan pada mata pelajaran tertentu termasuk mata pelajaran Aqidah
Akhlak. Dengan proses pembelajaran yang efektif diharapkan dapat
meningkatkan kompetensi peserta didik baik dalam domain kognitif, afektif
maupun psikomotorik. Oleh sebab itu, semua paradigma pembelajaran
Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah tersebut bisa terjawab dengan
penerapan pendekatan Student Centered Learning di dalam proses belajar
mengajar. Penerapan pendekatan Student Centered Learning bagi komunitas
pendidikan, khususnya guru menjadikan keniscayaan untuk menjembatani
praktik pembelajaran Aqidah Akhlak secara dinamis dengan memfokuskan
pembelajaran pada peserta didik.24
13
tindakan pembelajaran tersebut. Model pembelajaran ini bertujuan menyajikan
hubungan konseptual antara hasil belajar yang diharapkan dengan metode atau
sejumlah metode mengajar yang tepat.25
Terdapat beberapa model pembelajaran, yang dapat diimplementasikan
pada pembelajaran Akidah Akhak. Dalam hal ini, secara umum model
pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang berorientasi pada pengembangan
karakter pada bertujuan untuk merealisasikan nilai-nilai karakter dalam diri
peserta didik. Kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien hendaknya
diupayakan dalam merealisasikan nilai-nilai karakter. Beberapa model
pembelajaran tersebut, diantaranya:
1. Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung dapat didefinisikan sebagai model
pembelajaran di mana guru mentransformasikan informasi atau
keterampilan secara langsung kepada peserta didik, pembelajaran
berorientasi pada tujuan dan dibuat terstruktur oleh guru. Pembelajaran
langsung merujuk pada berbagai teknik pembelajaran ekspositori
(pemindahan pengetahuan dari guru kepada murid secara langsung,
misalnya melalui ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab) yang melibatkan
seluruh peserta didik. Pendekatan dalam model pembelajaran ini berpusat
pada guru, dalam hal ini guru menyampaikan isi materi pelajaran dalam
format yang sangat terstruktur, mengarahkan kegiatan para peserta didik,
dan mempertahankan fokus pencapaian akademik.26
Dalam hubungannya dengan pembelajaran Akidah Akhlak, model
pembelajaran langsung tentunya akan selalu digunakan oleh guru, di mana
model pembelajaran ini dapat dikatakan sebagai model pembelajaran
konvensional atau model pembelajaran tradisional yang menjadi ciri khas
dari sebuah pembelajaran di kelas. Hanya saja, model pembelajaran ini
sebaiknya tidak mendominasi dalam setiap pembelajaran yang dilakukan,
sehingga berdampak pembelajaran yang cenderung monoton dan tidak
menarik di mata siswa. Akan tetapi, model pembelajaran ini juga tidak
25
Rahmat, Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Konteks Kurikulum 2013,
(Yogyakarta: Bening Pustaka, 2019), hlm. 21.
26
Rahmat Solihin, Akidah Akhlak Dalam Perspektif Madrasah Ibtidaiyah, (Indramayu:
CV. Adanu Abimata, 2021), hlm. 43
14
dapat begitu saja ditinggalkan karena di sinilah proses keteladanan dalam
pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik.27
2. Model Pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL)
Model pembelajaran Inquiry adalah salah satu model yang
memenuhi prinsip-prinsip dalam kegiatan belajar mengajar, dimana
penerapan model Inquiry memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar
mengembangkan potensi intelektual dengan cara menemukan jawaban yang
meyakinkan terhadap permasalahan yang dihadapkan kepadanya melalui
proses pelacakan data dan informasi serta pemikiran yang logis, kritis dan
sistematis. Oleh karena itu, Inquiry Learning dapat dijadikan sebagai suatu
model pembelajaran yang efektif dan bermanfaat bagi siswa karena dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran, khususnya pembelajaran Akidah Akhlak.28
Penerapan model Inquiry ini, langkah pertama guru mengenalkan
terlebih dahulu mengenai materi tentang adab makan dan minum. Akan
tetapi tidak menjelaskan dengan rinci mengenai adab makan dan minum
secara detail, hanya sekedar mengenalkannya saja. Setelah itu, guru
memberikan roti kepada masing-masing peserta didik. Namun guru sengaja
menaruh roti tersebut di sebelah kiri peserta didik. Hal itu dimaksudkan
untuk menguji peserta didik apakah adab makan peserta didik sudah benar
atau belum. Kemudian guru menyuruh peserta didik untuk mulai memakan
roti tersebut secara bersamaan. Setelah diamati, ternyata terdapat berbagai
macam variasi cara makan peserta didik tersebut. Ada peserta didik yang
makan dengan menggunakan tangan kiri, ada yang mengambil makanan
dengan kedua tangan, ada yang makan tidak berdoa terlebih dahulu, dan ada
pula peserta didik yang mengambil makanan dengan tangan kanan lalu
berdoa terlebih dahulu sebelum makan.
Guru mengetahui peserta didik mana yang adab makannya benar dan
peserta didik mana yang adab makannya salah. Tetapi guru tidak langsung
menyalahkan peserta didik yang adab makannya salah. Langkah yang
27
Rahmat Solihin, Akidah Akhlak Dalam Perspektif Madrasah Ibtidaiyah…, hlm. 45-46
28
Nur Hudrin, "Penerapan Inquiry Learning Dalam Pembelajaran Akidah Akhlak Dapat
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V MI Ma’arif Roudlotul Muslimin Jepara", Prosiding
Pendidikan Profesi Guru Agama Islam (PPGAI), Vol. 3, No. 1, 2023, hlm. 1658.
15
dilakukan guru adalah dengan memberikan pertanyaan kepada peserta didik
mengenai bagaimana adab makan dan minum yang benar. Selain itu guru
juga memberi contoh kepada peserta didik mengenai adab makan yang
benar dengan menyuruh salah satu peserta didik untuk praktik di depan
kelas dan peserta didik yang lain mengamatinya. Kemudian guru memberi
pertanyaan kepada peserta didik apakah adab makan yang dilakukan oleh
salah satu temannya yang praktik di depan kelas tersebut benar atau salah.
Dengan menggunakan model Inquiry dalam pembelajaran Akidah
Akhlak dapat membentuk peserta didik memiliki karakter yang baik, karena
peserta didik dihadapkan dengan permasalahan yang diberikan oleh guru
dan harus dipecahkan. Seorang peserta didik dapat berfikir dengan kritis
untuk dapat mengetahui yang baik dan yang buruk maupun yang benar atau
yang salah. Saat peserta didik dihadapkan dengan adab memakan roti,
ketika itu peserta didik yang sebelumnya belum mengetahui adab makan
dan minum yang benar dapat menjadi tahu. Walaupun para peserta didik
tidak diberitahu secara langsung mengenai bagaimana adab makan dan
minum dengan benar. Hal tersebut adalah ciri khas dari pembelajaran
Inquiry, yang tujuannya mendorong peserta didik untuk berfikir kritis dalam
memecahkan permasalahan. Dengan model pembelajaran tersebut, akan
menjadikan peserta didik lebih mengingat materi yang diajarkannya dengan
baik karena strategi yang digunakan dengan cara praktik secara langsung.
Selain itu juga dengan mencari jawaban sendiri tanpa diberi tahu oleh guru
terlebih dahulu.29
3. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif adalah upaya yang dilakukan oleh seorang
pendidik untuk membelajarkan peserta didik kerjasama/gotong royong antar
berbagai komponen, baik kerjasama antar peserta didik, pihak madrasah,
anggota keluarga dan lainnya. Sebagai contoh, untuk mempelajari sejarah
Nabi Muhammad SAW, peserta didik melakukan diskusi kelompok dengan
tema-tema diskusi yang sudah ditentukan, sehingga dalam waktu yang
29
Diah Novita Fardani, “Pembelajaran Aqidah Akhlak Dengan Strategi Inkuiri Untuk
Membentuk Karakter Peserta Didik Di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah Turis
Kabupaten Klaten”, Jurnal inveta, Vol. III, No. 1, 2019, hlm. 92-93.
16
singkat bisa diperoleh informasi yang lebih komprehensif tentang sejarah
Nabi Muhammad saw. Melalui model ini guru bisa mengamati bagaimana
peserta didik berdiskusi sambil memberikan penilaian proses terutama
dalam penerapan nilai-nilai karakter, misalnya kecerdasan, keingintahuan,
kesantunan, kedemokratisan, dan lain sebagainya. Peserta didik juga diminta
untuk meneladani karakter-karakter mulia yang ada pada diri Nabi
Muhammad SAW, seperti kejujuran, kecerdasan, kesabaran, kesantunan,
kepedulian, dan ketangguhan.30
30
Elya Umi Hanik, “Model Pembelajaran Akidah Akhlak Melalui Religious Culture Di
MIN Blora dan MI Taris Pati”, At-Thullab: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Vol. 1,
No. 1, 2017, hlm. 54.
31
Etika Dwi Nur Azizah, "Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk
Meningkatan Minat Dan Hasil Belajar Akidah Akhlak Materi Akhlak Terpuji Kelas III MI Al-
Muhajirin Kec. Raren Batuah Kab. Barito Timur”, Prosiding Pendidikan Profesi Guru Agama
Islam (PPGAI), Vol. 2, No. 2, 2022, hlm. 706.
17
mempresentasikannya di depan. Selain itu, penguasaan guru terhadap kelas
semakin baik pada setiap siklusnya. Pada kegiatan akhir, guru memberikan
beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta
didik terhadap apa yang meraka baca dan tulis pada saat kegiatan inti.32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa teori belajar,
di antaranya yaitu teori behavioristik, teori kognitif, teori konstruktivisme, dan teori
humanistik. Dalam pembelajaran akidah akhlak di MI/SD terdapat beebrapa
pendekatan dan model-model pembelajaran yang dapat diimplementasikan oleh
pendidik kepada peserta didiknya dengan memerhatikan berbagai pertimbangan demi
mencapai kesesuaian karakteristik peserta didik dengan pembelajaran yang akan
diaplikasikan nantinya, sehingga mata pelajaran akidah akhlak di MI/SD dapat
tersampakan dengan maksimal sebagaimana yang diharapkan dalam teori belajar dan
pembelajaran. Pada akhirnya, belajar adalah sebuah proses yang dialami oleh setiap
32
Lulu Finisa, “Penerapan Model Discovery Learning Dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Pada Materi Menjauhi Akhlak Tercela kelas II MI NU 01 Kertasari”, Prosiding Pendidikan
Profesi Guru Agama Islam, Vol. 2, No. 2, 2022, hlm. 496.
18
individu dari yang tidak tahu menjadi tahu, tidak terampil menjadi terampil, dan dari
labil menjadi konsisten atau tetap.
B. Saran
Bagi pembaca yang telah mengetahui berbagai teori belajar dan
pembelajaran hendaknya lebih bijak dalam menginterpretasikan belajar yang ideal,
sehingga para siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan hasil yang optimal dan
berlangsung lama. Untuk implementasi dari berbagai teori belajar dan pembelajaran
dalam mata pelajaran akidah akhlak MI/SD, pembaca bisa ikut serta merealisasikan
dan mengembangkan konsep yang ada agar mata pelajaran akidah akhlak di MI/SD
dapat tersampaikan dengan baik kepada para siswa.
DAFTAR PUSTAKA
19
Direktorat KSKK Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama
Republik Indonesia. 2020. Akidah Akhlak MI Kelas 1-6. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia.
Fardani, Diah Novita. (2019). “Pembelajaran Aqidah Akhlak Dengan Strategi Inkuiri
Untuk Membentuk Karakter Peserta Didik Di Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Muhammadiyah Turis Kabupaten Klaten”. Jurnal inveta, Vol. III (1)
Finisa, Lulu . (2022). “Penerapan Model Discovery Learning Dalam Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Pada Materi Menjauhi Akhlak Tercela kelas II MI NU 01
Kertasari”. Prosiding Pendidikan Profesi Guru Agama Islam, Vol. 2 (2).
Hanik, Elya Umi . (2017). “Model Pembelajaran Akidah Akhlak Melalui Religious
Culture Di MIN Blora dan MI Taris Pati”. At-Thullab: Jurnal Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah, Vol. 1 (1).
Hayati, Sri. (2017). Belajar & Pembelajaran Berbasis Cooperarative Learning.
Magelang: Graha Cendekia.
Herliani, dkk. (2021). Teori Belajar dan Pembelajaran. Klaten: Lakeisha.
Hudrin, Nur. (2023). "Penerapan Inquiry Learning Dalam Pembelajaran Akidah Akhlak
Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V MI Ma’arif Roudlotul
Muslimin Jepara". Prosiding Pendidikan Profesi Guru Agama Islam (PPGAI).
Vol. 3 (1).
Isti’adah, Feida Noorlaila. (2020). Teori-Teori Belajar Dalam Pendidikan.
Tasikmalaya: Edu Publisher
Mukrima, Syifa Siti. (2014). 53 metode belajar dan pembelajaran. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Muqarramah. (2016). “Pendekatan Student Centered Learning”, Jurnal Ilmu
Kependidikan, Vol. 5 (2).
Nurhikmah, Lisa. 2023 “Implementasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran Akidah
Akhlak di MIS Al-Hunafah Palangka Raya”. Al Qadiri: Jurnal Pendidikan,
Sosial, dan keagamaan, Vol. 20, No.3.
Nur Lathifah, Deni. 2021. “Implementasi Teori Pembelajaran Konstruktivisme Pada
Pembelajaran PAI di SDN 05 Tubanan- Kembang – Jepara” . Jurnal Edukasi
Non Formal, Vol. 2, No.2.
20
Nurliasari, Hanifa, Septi Gumiandari. (2020). “Keselarasan Dalam Teori
Koneksionisme Dan Prinsip Belajar Islam Serta Dan Implementasinya Pada
Remaja’. TIN : Jurnal Terapan Informatika Nusantara, Vol. 1 (5).
Penggabean, Suvriadi, dkk. (2021). Konsep dan Strategi Pembelajaran. Medan:
Yayasan Kita Menulis.
Rahmat. (2019). Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Konteks Kurikulum
2013. Yogyakarta: Bening Pustaka.
Rahmat Solihin. (2021). Akidah Akhlak Dalam Perspektif Madrasah Ibtidaiyah,
Indramayu: CV. Adanu Abimata.
Rusman. (2017). Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: KENCANA.
Safitri, Sabilla Irwina, dkk. (2021). “Teori Gestalt (Meningkatkan Pembelajaran Melalui
Proses Pemahaman)”. At – Thullab Jurnal Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, Vol. 5 (1).
Sundari, Endang Fauziati. (2021). “Implikasi Teori Belajar Bruner Dalam Model
Pembelajaran Kurikulum 2013”. Jurnal Papeda, Vol. 3 (2).
21