You are on page 1of 17

Nilai Budaya Suku ….

(Susiati)

NILAI BUDAYA SUKU BAJO SAMPELA


DALAM FILM THE MIRROR NEVER LIES KARYA KAMILA ANDINI
(The Cultural Values of The Bajo Sampela Ethnic Group in The Mirror Never Lies Film
by Kamila Andini)

Susiati
Universitas Iqra Buru
JL. Universitas, Namlea, Kabupaten Buru, Maluku
Pos-el: kaledupa123@gmail.com
(Diterima: 12 November 2018; Direvisi: 14 Desember 2018; Disetujui: 19 Desember 2018)

Abstract
This study aims to describe cultural values of the Bajo Sampela Ethnic Group in The Mirror Never Lies
film by Kamila Andini. This research is a qualitative research. Data is collected using the audio visual method,
namely by seing and hearing an object from the pictures and sound. While, the data collection technique used
the tecnique to see and note. The data were analyzed descriptively according to the theory of classification of
cultural values by Koentjaraningrat. The results of the study indicate that cultural values of the Bajo Sampela
Ethnic Group in The Mirror Never Liesfilm by Kamila Andini covering: (1) system of belief, the SBS community
still trusted the sandro (the shaman); (2) system of knowledge, covering knowledge of nature, plants, animals,
the nature and behavior of fellow humans, space and time; (3) system of technology, including production
equipment, containers/places, weapons, food and beverages, clothing, shelter or houses, transportation
equipment; (4) system of society, SBS is very upholding togetherness, helping each other, and entertaining each
other; (5) system of livelihood, SBS cultivates seaweed (gelatin), fishes and sells it within SBS community or in
the market; (6) language, Bajo and Bahasa Indonesia are used among the SBS community; (7) art, SBS has
sound and dance arts.
Keywords: culture value, film, bajo sampela ethnic group

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya Suku Bajo Sampela (SBS) dalam film
The Mirror Never Lies karya Kamila Andini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data dikumpulkan
dengan menggunakan metode audio visual, yakni dengan melihat dan mendengar suatu objek dari gambar dan
suara. Sementara itu, teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak dan catat. Data dianalisis secara
deskriptif sesuai dengan teori penggolongan nilai kebudayaan Koentjaraningrat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai-nilai budaya suku Bajo Sampela dalam film The Mirror Never Lies karya Kamila Andini meliputi
(1) sistem kepercayaan, masyarakat SBS masih mempercayai sandro (dukun); (2) sistem pengetahuan, meliputi
pengetahuan tentang alam, tumbuhan, binatang, sifat dan tingkah laku sesama manusia, ruang dan waktu; (3)
sistem teknologi, meliputi alat-alat produksi, wadah/tempat, senjata, makanan dan minuman, pakaian dan
perhiasan, tempat berlindung atau rumah, dan alat transportasi. (4) sistem kemasyarakatan, SBS sangat
menjunjung kebersamaan, saling tolong menolong, dan saling menghibur. (5) sistem mata pencaharian, SBS
membudidaya rumput laut (agar-agar), mencari ikan, dan menjualnya di lingkungan SBS atau di pasar; (6)
bahasa, SBS saat berinteraksi menggunakan bahasa Bajo dan bahasa Indonesia; (7) kesenian, SBS mempunyai
seni suara dan tarian.
Kata-kata Kunci: nilai budaya, film, suku Bajo Sampela

PENDAHULUAN sejak lahir tetapi dibentuk oleh


Sastra merupakan bagian dari lingkungannya. Lingkungan manusia itulah
kebudayaan. Karya sastra adalah benda yang disebut kebudayaan. Kebudayaan
budaya yang diciptakan oleh manusia. merupakan hal yang dinamis, senantiasa
Manusia adalah makhluk sosial yang berkembang atau berubah sesuai dengan
perkembangan jiwanya tidak ditentukan kebutuhan jaman. Hubungan antara

297
Totobuang, Vol. 6, No. 2, Desember 2018: 297—311

kebudayaan dan masyarakat sangat erat keselarasan juga berlaku, bahwa suku Bajo
kaitannya. Masyarakat adalah tempat Sampela tidak menyukai konflik dan
tumbuhnya budaya sedangkan budaya itu tertutup. Hal ini dipertegas oleh Suyuti
sendiri sesuatu yang ada dalam masyarakat. (1995) yang menyatakan bahwa peluang
Dengan kata lain, budaya ada karena ada bagi suku Bajo melakukan penolakan cukup
masyarakat sebagai tempat tumbuh dan tinggi akibat karakter budaya kelompoknya
berkembangnya. yang tertutup yang senantiasa memiliki
Sastra tidak lahir dalam situasi tempat terisolasi (segregatif) dan memiliki
kekosongan budaya tetapi muncul pada falsafah menghindari konflik. Selain hal
masyarakat yang telah memiliki tradisi, adat tersebut, suku Bajo tidak mudah percaya
istiadat, konvensi, keyakinan, pandangan kepada orang asing (pendatang baru/tamu),
hidup, cara hidup, cara berpikir, pandangan terlihat dari sikap suku Bajo yag membagi
tentang astetika, dan lain sebagainya. Sastra penempatan orang ke dalam dua kelompok,
dapat dipandang sebagai bagian integral dari yaitu sama’ dan bagai. Sama’ adalah
kehidupan sosial budaya masyarakat yang sebutan bagi mereka yang masih termasuk
melahirkannya. Selain itu, bahwa sastra ke dalam suku Bajo. Bagai adalah sebuatan
muncul karena masyarakat menginginkan bagi mereka yang berasal dari luar suku
legitimasi kehidupan sosial budayanya, Bajo.
tepatnya legitimasi eksistensi kehidupannya. Kondisi di atas berpengaruh pada
Sebagai disiplin yang berbeda, sastra dan posisi/keberadaan masyarakat suku Bajo
kebudayaan memiliki objek yang sama, khususnya suku Bajo Sampela yang ada di
yakni manusia dalam masyarakat, manusia Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi
sebagai fakta sosial, manusia sebagai yang berada pada lapisan terbawa sistem
makhluk kultural. sosial. Hal ini diungkapkan pula oleh Wianti
Kebudayaan, khususnya kebudayaan (2011) bahwa tekanan-tekanan yang dialami
suku Bajo Sampela adalah pancaran atau oleh masyarakat suku Bajo Mantigola dan
pengejewantahan budi manusia suku Bajo Bajo Sampela yang dilakukan oleh orang-
yang merangkum kemauan, cita-cita, ide, orang Kaledupa dalam bentuk intimidasi dan
maupun semangat dalam mencapai perlakuan yang diskriminatif, secara
kesejahteraan, keselamatan, dan kontekstual terjadi karena posisi suku Bajo
kebahagiaan dalam hidup lahir dan batin. di Pulau Kaledupa berada pada lapisan
Meneliti budaya suatu bangsa, maka akan bawah sehingga kondisi tersebut
kita temukan nilai-nilai inti yang mendasari menimbulkan etos tersendiri dan
seluruh bangunan budaya tersebut. menciptakan mentalitas suku Bajo yang
Misalnya, budaya suku Bajo Sampela nilai cenderung penakut dan kurang berani
inti yang menjadi prinsip hidup suku Bajo mengambil resiko.
Sampela yang akan menjadi landasan Suku Bajo adalah suku yang
berpikir, bertindak, dan mengambil bertempat tinggal di atas air, biasa disebut
keputusan. Nilai tersebut merupakan nilai rumah terapung. Suku ini banyak ditemui di
keselarasan. Suku Bajo Sampela akan selalu Wakatobi. Wakatobi merupakan akronim
menjaga keselarasan dalam hubungannya dari empat pulau, yakni pulau Wangiwangi,
dengan alam maupun hubungannya dengan Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Dahulu
sesama manusia. Dalam hubungannya nama Wakatobi adalah Kepulauan Tukang
dengan alam suku Bajo Sampela Besi sekarang telah berubah nama menjadi
menjunjung tinggi kepeduliannya mereka Kabupaten Wakatobi (Susiati, 2017).
terhadap kesejahteraan alam khusunya yang Sebagai bagian kegiatan budaya
menyangkut dengan laut. Sementara, yang bersifat intelektual, karya sastra
hubungan dengan orang lain, prinsip sungguh-sungguh menyikapi kehidupan.

298
Nilai Budaya Suku …. (Susiati)

Kebudayaan yang bertujuan meningkatkan hubungan dengan sesama, yakni menjalin


harkat kehidupan manusia, baik dalam keakraban dan kebersamaan baik antarsuku
kebutuhan material duniawinya maupun Bajo Sampela maupun masyarakat di luar
kehidupan spiritual rohaninya suku Bajo Sampela, dan persepsi waktu
mendatangkan ketidakpuasaan terhadap yang menjadi kepercayaan oleh masyarakat
kehidupan. Kehidupan selalu dilihat sebagai suku Bajo. Film The Mirror Never Lies
masalah. Sastra selalu mengarah pada menjadi film terbaik di kawasan Asia
persoalan budaya semacam itu mencoba Pasifik setelah menang di ajang
memahami kehidupan, melihat persoalan penghargaan International, 6th Asia Pacific
kehidupan, memberi makna terhadap Screen Awards yang digelar di Brisbane
kehidupan, dan mencari dasar persoalan Australia, 23 November 2012.
(Sumardjo, 1995). Penilitian ini bertujuan untuk
Karya sastra khususnya film setiap mendeskripsikan nilai budaya suku Bajo
pemunculannya mencerminkan suatu Sampela dalam film The Mirror Never
keadaan masyarakat tertentu yang memuat Lieskarya Kamila Andini.
pengalaman manusia secara menyeluruh
atau merupakan suatu terjemahan tentang LANDASAN TEORI
realita sosial, perjalanan hidup yang Sosiologi Sastra
bersentuhan dengan kehidupan manusia itu Dalam pandangan sosiologi sastra,
sendiri. Film merupakan hasil dialog yang karya sastra dilihat hubungannya dengan
mengangkat dan mengungkapkan kembali kenyataan, sejauh mana karya sastra itu
berbagai permasalah hidup dan kehidupan mencerminkan kenyataan. Kenyataan yang
manusia. Setelah melalui penginderaan dan dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang
penghayatan secara intensif, selektif, dan berada di luar karya sastra dan yang diacu
subjektif yang diolah dengan daya imajinatif oleh karya sastra.
dan kreatif oleh pengarang ke dalam bentuk Menurut Wolf (dalam Faruk, 2012),
dunia perfilman sehingga terlihat sosiologi sastra merupakan disiplin yang
penggambaran film tersebut mampu tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan
memberikan kontribusi kepada penonton baik. Terdiri dari studi-studi empiris dan
untuk mengungkapkan sisi lain kehidupan berbagai percobaan pada teori yang agak
manusia. lebih general, yang masing-masing hanya
Kamila Andini adalah seorang mempunyai kesamaan dalam hal bahwa
sutradara yang sangat produktif. semuanya berurusan dengan hubungan
Kemampuannya di dunia perfilman telah sastra dengan masyarakat.
memberikan kontribusi yang besar bagi Menurut Laurenson dan
kemajuan perfilman yang berkualitas di Swingewood (dalam Endraswara, 2008),
Indonesia. Film The Mirror Never Lies pada prinsipnya terdapat tiga perspektif
karya Kamila Andini merupakan salah satu berkaitan dengan sosiologi sastra, yakni (1)
film yang menggambarkan realita kehidupan penelitian yang memandang karya sastra
sosial budaya suku Bajo Sampela, film ini sebagai dokumen sosial yang di dalamnya
sangat sarat dengan nilai budaya. Misalnya, merupakan refleksi situasi pada masa sastra
hakikat hidup yang dimiliki oleh seorang tersebut diciptakan; (2) penelitian yang
perempuan dan anaknya yang ditinggal mati mengungkap sastra sebagai cermin situasi
oleh suaminya saat pergi melaut; hakikat sosial penulisanya, dan (3) penelitian yang
kerja yang dimiliki oleh masyarakat suku menangkap sastra sebagai manifestasi
Bajo dominan melaut (sebagai nelayan), peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.
hubungan masyarakat suku Bajo dengan
alam, yakni dengan menjaga ekosistem laut, Budaya

299
Totobuang, Vol. 6, No. 2, Desember 2018: 297—311

Istilah budaya berasal dari bahasa budaya suku Bajo Sampela dalam film The
Inggris, yakni Culture, yang artinya Mirror Never Lies karya Kamila Andini.
mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan Berikut ini adalah penjelasan
mengembangkan, terutama mengolah tanah mengenai ciri-ciri kebudayaan:
dan bertani. Dari segi arti ini kebudayaan a. Kebudayaan merupakan budaya sendiri
sebagai segala daya dan aktivitas manusia yang berada di daerah tersebut dan
untuk mengolah dan mengubah alam. dipelajari.
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, b. Bisa disampaikan kepada setiap orang
yaitu budidhaya, bentuk jamak dari buddhi dan setiap kelompok serta bisa
yang berarti budi dan akal. Dalam bahasa diwariskan dari setiap generasi.
Latin makna ini sama dengan colere yang c. Bersifat dinamis, artinya suatu sistem
berarti mengolah, mengerjakan, terutama yang dapat berubah sepanjang waktu
menyangkut tanah. Konsep tersebut lambat atau mengikuti perkembangan jaman.
laun berkembang menjadi segala upaya serta d. Bersifat selektif, artinya mencerminkan
tindakan manusia untuk mengolah tanah dan pola perilaku pengalaman manusia
mengubah alam (Wiranata, 2002). secara terbatas.
Pengertian kebudayaan merupakan e. Memiliki unsur budaya dan saling
mekanisme kontrol bagi tingkah laku sosial berkaitan satu dengan yang lainnya.
anggota masyarakat pendukungnya, Geert f. Etnosentrik, artinya menganggap
(dalam Depdikbud, 2003). Sama halnya budaya sendiri sebagai budaya terbaik
dengan yang dikemukakan oleh Spardley atau menganggap budaya orang lain
(dalam Wiranata, 2002) bahwa kebudayaan sebagai budaya standar.
adalah pengetahuan yang diperoleh dan
digunakan oleh manusia Nilai Budaya
menginterpretasikan pengalaman dan Nilai budaya merupakan tingkat
menggerakkan kegiatan sosial. Dalam yang paling abstrak dari adat, hidup berakar
batasan itu kebudayaan boleh dikatakan dalam alam pikiran masyarakat dan sukar
sebagai pengetahuan manusia tentang etika diganti dengan nilai budaya lain dalam
dan aturan yang hanya mungkin diperoleh waktu singkat. Seperti yang diungkapkan
dalam kehidupan bermasyarakat. oleh Koentowidjoyo (2000) bahwa inti
Koentjaraningrat (2005) mengatakan kebudayaan yang mempengaruhi dan
bahwa unsur kebudayaan yang dianggap menata elemen-elemen yang ada pada
sebagai cultural universals, yaitu (1) religi struktur permukaan kehidupan manusia
dan sistem kepercayaan; (2) sistem yang meliputi perilaku sebagai kesatuan
pengetahuan; (3) sistem teknologi misalnya gejala baik berupa perilaku seni, perilaku
menyangkut cara-cara atau teknik spritual, perilaku ekonomi, perilaku politik,
memproduksi, memakai, serta memelihara dan perilaku lain dalam kehidupan dan
segala peralatan dan perlengkapan; (4) benda-benda sebagai kesatuan material.
sistem kemasyarakatan misalnya sistem Sistem ini juga merupakan pedoman bagi
kekerabatan, organisasi politik, sistem sistem perilaku manusia dalam tingkat yang
hukum, sistem perkawinan; (5) sistem mata lebih konkret, seperti norma, aturan-aturan,
pencaharian dan sistem ekonomi; (6) bahasa dan hukum.
sebagai media komunikasi baik lisan Koentjaraningrat (dalam Prihatmi,
maupun tulisan; (7) kesenian mencakup seni 2003) menyebutkan bahwa ada lima prinsip
rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya. dasar orientasi budaya jawa, yakni
Ketujuh unsur itulah yang dijadikan 1. Hakikat hidup
pula oleh peneliti untuk menggali nilai 2. Hakikat karya dan etos kerja
3. Hakikat hubungan dengan alam

300
Nilai Budaya Suku …. (Susiati)

4. Hubungan dengan sesama Tahapan-tahapan dalam apresiasi film,


5. Persepsi tentang waktu yakni:
a. Pemahaman
Apresiasi Film Berkaitan dengan keterlibatan
Apresiasi mempunyai arti emosional dan pikiran. Penonton memahami
pengamatan, penilaian, dan penghargaan masalah, ide, ataupun gagasan, serta
ataupun pengenalan terhadap suatu karya merasakan perasaan-perasaan dan dapat
seni. Kata mengapresiasi mengandung membayangkan dunia rekaan yang ingin
sejumlah pengertian yang tidak dapat diciptakan.
dipisahkan satu sama lain. Dalam hubungan 1. Apa yang ingin dikatakan film itu?
dengan film, kata apresiasi mengandung 2. Adakah gagasan yang tersirat?
pengertian memahami, menikmati, dan 3. Emosi macam apa yang ditawarkan?
menghargai (Sumarno, 1996). 4. Kebudayaan macam apa yang
Nilai-nilai dalam apresiasi sastra melahirkan film ini?
sebagai berikut:
a. Nilai Hiburan b. Penikmatan
Nilai hiburan sebuah film sangat Keadaan penonton yang dalam
penting. Jika sebuah film tidak mengikat memahami dan menghargai penguasaan
perhatian kita dari awal hingga akhir, film pembuat film terhadap cara-cara penyajian
itu terancam gagal. Kita cepat menjadi pengalaman hingga dicapai tingkat
bosan. Akibatnya, kita tidak bisa penghayatan yang intens. Tidak seorang pun
mengapresiasi unsur-unsurnya. Nilai bisa menikmati karya film atau bahkan
hiburan sangat relatif, karena bergantung memahaminya, sampai seseorang mengerti
dari selera penonton. Memang, nilai hiburan bahasanya. Oleh karena itu, unsur-unsur
ada kalanya dianggap rendah. Itu terutama film harus diselami.
sering ditujukan kepada film-film yang 1. Apakah film itu utuh?
menawarkan mimpi-mimpi atau pelarian 2. Apakah semua unsur menyatu?
dari kenyataan hidup sehari-hari.
b. Nilai Pendidikan c. Penghargaan
Pendidikan yang dimaksud bukanlah Tahap ketika penonton memasalahkan
pendidikan formal di bangku sekolah. Nilai dan menemukan hubungan pengalaman
pendidikan sebuah film lebih kepada pesan- yang ia dapat dari karya film dengan
pesan yang ingin disampaikan (nilai moral pengalaman kehidupan nyata yang dihadapi.
film). Setiap film umumnya mengandung Pertemuan dengan jiwa atau roh film.
nilai pendidikan, hanya perbedaan satu 1. Seberapa jauh kita mendapatkan suatu
dengan lainnya adalah dalam pesan yang pengalaman batin?
ingin disampaikan. 2. Seberapa jauh pandangan kita terhadap
c. Nilai Artistik suatu aspek kehidupan lebih diperdalam?
Nilai artistik sebuah film dikatakan METODE
berhasil apabila ditemukan pada seluruh Jenis penelitian dan Pendekatan
unsurnya. Sebuah film memang sebaiknya Penelitian ini merupakan jenis
dinilai secara artistik, bukan secara rasional. penelitian deskriptif kualitatif dengan
Sebab jika dilihat secara rasional, sebuah menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
film artistik boleh jadi tak berharga karena Jenis penelitian deskriptif kualitatif, yakni
tak punya maksud atau makna yang tegas. salah satu prosedur penelitian yang
Padahal, keindahan itu sendiri mempunyai menghasilkan data deskriptif berupa ucapan
maksud atau makna. atau tulisan dan perilaku orang-orang yang
diamati (Bodgan dan Taylor dalam

301
Totobuang, Vol. 6, No. 2, Desember 2018: 297—311

Moleong, 2007). Sementara, pendekatan 3. Penganalisisan data, yakni semua data


sosiologi sastra, yaitu memperlihatkan yang telah diklasifikasi dianalisis dengan
kekuatan bahwa sebuah sastra dipandang mendeskripsikan secara mendetail
sebagai hasil budaya yang sangat diperlukan permasalahan yang ada dalam penelitian
masyarakat. Sastra merupakan media ini berupa nilai-nilai budaya suku Bajo
komunikasi yang mampu merekam gejolak Sampela dalam film The Mirror Never
hidup masyarakat dan sastra mengabdikan Lies karya Kamila Andini.
diri untuk kepentingan masyarakat (Semi,
2012). PEMBAHASAN
Pembahasan dalam penelitian ini akan
Metode dan Teknik Pengumpulan Data mendeskripsikan nilai budaya suku Bajo
Metode yang digunakan dalam Sampela dalam film The Mirror Never Lies
penelitian ini adalah metode audio visual, yang menjadi fokus masalah.
yakni dengan melihat dan mendengar suatu
objek dari gambar dan suara. Sementara, Nilai Budaya Suku Bajo Sampela dalam
teknik pengumpulan data menggunakan Film The Mirror Never Lies
teknik simak. Teknik simak dilakukan oleh Film The Mirror Never Lies sarat
peneliti dengan menyimak dan melihat dengan nilai budaya suku Bajo Sampela,
secara teliti keseluruhan film The Mirror pengarang film tersebut memandang bahwa
Never Lies karya Kamila Andini yang pendeskripsian kehidupan suku Bajo
berupa gambar-gambar yang mencerminkan Sampela patut didokumentasikan karena
nilai budaya suku Bajo Sampela dalam film kehidupan masyarakatnya masih kental
The Mirror Never Lies karya Kamila dengan adat istadat dari leluhur mereka.
Andini. Terbukti dengan film The Mirror
Never Lies tersebut kehidupan sosial,
Sumber dan Jenis Data budaya, dan kemasyarakatan suku Bajo
Sumber data dalam penelitian ini adalah Sampela terangkum dengan apik dalam film
film The Mirror Never Lies karya Kamila tersebut. Dalam mendeskripsikan nilai
Andini. Jenis data dalam penelitian ini budaya suku Bajo Sampela dalam film The
adalah gambar yang berupa adegan atau Mirror Never Lies karya Kamila Andini,
akting yang menggambarkan nilai budaya penulis menggunakan teori unsur
suku Bajo Sampela dalam film The Mirror kebudayaan Koentjaraningrat yang meliputi
Never Lieskarya Kamila Andini. tujuh jenis unsur, yakni sistem
agama/kepercayaan, sistem pengetahuan,
Teknis Analisi Data sistem teknologi, sistem kemasyarakatan,
Analisis data dalam penelitian ini sistem mata pencaharian, bahasa, dan
sebagai berikut: kesenian.
1. Pengidentifikasian data, yakni Adapun nilai-nilai budaya suku Bajo
mengidentifikasi nilai-nilai budaya suku Sampela dalam film The Mirror Never Lies
Bajo Sampela melalui adegan atau karya Kamila Andini sebagai berikut:
akting antartokoh dalam film The Mirror
Never Lies karya Kamila Andini. 1. Sistem Kepercayaan
2. Pengklasifikasian data, yakni a. Percaya kepada dukun (Sandro)
mengklasifikasi adegan atau akting yang Unsur kepercayaan adalah unsur yang
mencerminkan nilai budaya suku Bajo sangat penting bagi manusia, karena
Sampela dalam film The Mirror Never kadang-kadang manusia mempunyai
Lies karya Kamila Andini. masalah kehidupan yang begitu sulit untuk
dihadapi yang bersifat tidak masuk akal.

302
Nilai Budaya Suku …. (Susiati)

Dalam unsur ini, memperlihatkan Sistem pengetahuan berfungsi untuk


kepercayaan suatu masyarakat dalam memenuhi rasa ingin tahu manusia terhadap
memahami suatu masalah yang mereka suatu ilmu. Manusia dapat memenuhi
hadapi. kebutuhan hidup melalui sistem
Budaya suku Bajo Sampela masih pengetahuan. Dengan adanya rasa ingin tahu
dominan mempercayai sandro (dukun). maka manusia akan bertanya setelah
Terlihat dalam film The Mirror Never Lies , mengaplikasikannya.
tokoh Pakis menggunakan Dukun dalam Adapun sistem pengetahuan suku Bajo
melihat nasib ayahnya yang hilang pada saat Sampela dalam film The Mirror Never Lies,
melaut. yakni
Media yang di gunakan oleh sang a. Pengetahuan Tentang Alam
Dukun untuk melihat bayangan ayah si Pengetahuan suku Bajo Sampela
Pakis, yakni dengan segelas air putih, tentang alam sangat tinggi khususya tentang
pedupa (bara api yang dibubuhi dengan keadaan alam di laut. Pengetahuan yang
dupa), dan cermin. Cara pelaksanaannya mereka miliki meliputi pengetahuan musim
adalah cermin tersebut diputar-putar di atas dan juga gejala alam. Pengetahuan tentang
pedupaan, kaca cerminnya menghadap ke alam ini diperoleh melalui kegiatan sehari-
bawah tepat terkena oleh asap pedupaan hari suku Bajo seperti berlayar dan melaut
tersebut, setelah itu disimpan di atas gelas (mencari ikan). Berikut bukti data:
yang terisi air putih yang sudah di bacakan
mantra, kemudian tidak lama kemudian
cermin tersebut diberikan kepada si Pakis
untuk melihat bayangan ayahnya di cermin
tersebut. Berikut ini gambar dan tuturan
contoh data dalam film The Mirror Never
Lies: (Gambar I) (Gambar II)

(Gambar III) (Gambar IV)


Ilustrasi gambar dalam film The Mirror
Never Lies di atas mendeskripsikan tentang Ilustrasi gambar dalam film The Mirror
seorang anak yang bernama Pakis Never Lies di atas mendeskripsikan tentang
mendatangi seorang sandro (dukun) untuk pengetahuan musim dan gejala alam yang
menanyakan keberadaan ayahnya yang telah dipahami oleh suku Bajo Sampela. Pada
lama tidak ada kabarnya. Ayah Pakis pergi gambar I mendeskripsikan beberapa plastik
melaut tetapi sudah berbulan-bulan tidak ada yang dipasang pada sebuah bambu dan
kabar darinya. ditancapkan ke dasar laut untuk melihat arah
Dari ilustrasi gambar di atas terlihat mata angin. Gambar II mendeskripsikan
bahwa nilai budaya kepercayaan dalam suku kondisi alam yang buruk, yakni adanya
Bajo Sampela masih sering dilaksanakan. kabut hitam dan disertai angin tornado di
tengah laut. Gambar III menggambarkan
2. Sistem Pengetahuan bulan purnama total yang menandakan
banyaknya ikan yang akan didapat oleh para
nelayan yang sedang melaut. Gambar IV

303
Totobuang, Vol. 6, No. 2, Desember 2018: 297—311

menggambarkan budaya suku Bajo Sampela Bagi suku Bajo pengetahuan tentang
saat memancing ikan menggunakan alat binatang sangat penting karena cara terbaik
layang-layang. Alat pancingannya diikatkan untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan
pada tali layang-layang sementara layang- yang baik adalah perlu mengetahui
layangnya dilepas ke udara sehingga karakteristik suatu binatang. Berikut bukti
pancingan yang diarahkan ke dalam laut data:
bergerak-gerak mengikuti gerakan layang-
layang tersebut. Hal ini dilakukan oleh suku
Bajo Sampela untuk meringankan beban
mereka.

b. Pengetahuan tentang tumbuhan


Pengetahuan suku Bajo Sampela
tentang tumbuhan mencakup pengetahuan
dasar tentang tumbuh-tumbuhan laut. Ilustrasi gambar dalam film The Mirror
Dominan masyarakat suku Bajo mulai usia Never Lies di atas mendeskripsikan
kanak-kana sampai usia tua sudah pengetahuan tentang binatang yang
mengetahui fungsi jenis tumbuhan laut yang dipahami oleh suku Bajo Sampela. Pada
ada di sekelilingnnya. Berikut bukti data: gambar I mendeskripsikan pengetahuan SBS
tentang binatang laut yang berjenis ular laut
yang diyakini oleh SBS berbahaya jika
dikena oleh gigitan dan lilitannya.
Selanjutnya, gambar II mendeskripsikan
binatang laut lumba-lumba yang menurut
kepercayaan SBS mendatangkan
keuntungan, jika banyak lumba-lumba maka
di sekitar laut tersebut banyak ikan-ikan
besar.
Ilustrasi gambar dalam film The Mirror Pengetahuan SBS tentang binatang laut
Never Lies di atas mendeskripsikan sangat tinggi, mereka bisa memilah jenis
pengetahuan tentang tumbuhan yang binatang laut yang mendatangkan manfaat
dipahami oleh suku Bajo Sampela. Pada dan merugikan mereka.
gambar I dan II mendeskripsikan
pengetahuan suku Bajo Sampela tentang d. Pengetahuan tentang sifat dan tingkah
tumbuhan laut seperti rumput laut, agar- laku sesama manusia
agar, dan lainnya. Pengetahuan suku Bajo Pengetahuan suku Bajo Sampela
Sampela tentang tumbuhan laut sangat tentang sifat dan tingkah laku manusia
tinggi, mereka bisa memilah jenis rumput mencakup gambaran manusia dalam
laut yang mendatangkan manfaat untuk bertingkah laku, adat istiadat, sistem norma
mereka. yang berlaku, hukum, dan adat. Berikut
bukti data:
c. Pengetahuan tentang binatang
Pengetahuan suku Bajo Sampela
tentang binatang mancakup mata
pencaharian berburu burung laut,
menangkap ikan. Suku Bajo Sampela
bermata pencaharian sebagai nelayan baik
kaum laki-laki maupun kaum perempuan.

304
Nilai Budaya Suku …. (Susiati)
(Gambar I) (Gambar II) Sebelum melaksanakan aktivitas yang
sangat urgen untuk mereka, tidak lupa
mereka mendatangi dukun untuk
menanyakan hari baik. Pengetahuan SBS
tentang ruang dan waktu dianggap penting
karena dapat membawa mereka pada
keselamatan dan kelancaran aktivitas yang
(GambarIII)
akan mereka lakukan.
Ilustrasi gambar dalam film The Mirror
Never Lies di atas mendeskripsikan
3. Sistem Teknologi
pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku
Teknologi suku Bajo Sampela dalam
manusia yang dipahami oleh SBS. Pada
film The Mirror Never Lies yang
gambar I mendeskripsikan kebiasaan SBS
terdeskripsi pada unsur kebudayaan suku
yang ringan tangan (mudah memberi), rasa
Bajo adalah teknologi tradisional. Teknologi
tolong menolong di antara SBS sangat tinggi
tradisional adalah alat yang digunakan untuk
jika ada hasil melaut, mereka selalu
kehidupan sehari-hari yang tidak
membagikannya kepada tetangga.
dipengaruhi oleh adanya teknologi. Suku
Gambar II dan gambar III
Bajo sebagai gipsi laut mempunyai berbagai
menggambarkan kebiasaan SBS dalam
macam sistem teknologi, di antaranya:
kebersamaan mereka ketika mengalami
a. Alat-alat produksi
kedukaan ataupun acara-acara pernikahan,
Alat produksi adalah alat yang
sunatan, dan lain-lain. Kedua gambar di atas
digunakan dalam suatu aktivitas. Suku Bajo
memperlihatkan adanya prosesi kematian.
Sampela saat melakukan aktivitas sehari-
Para masyarakat SBS berdatangan ke rumah
sehari seperti membersihkan ikan mereka
duka untuk membawa sumbangan untuk
menggunakan parang; batu untuk
keluarga almarhum.
menghaluskan butiran beras (untuk bedak
dingin); lampu strongking untuk penerang
e. Pengetahuan tentang ruang dan waktu
saat mereka melaut; bambu panjang dayung
Pengetahuan suku Bajo Sampela
yang terbuat dari kayu untuk mengayuh
tentang ruang dan waktu digunakan untuk
sampan; mata-mata (kacamata selam) untuk
menghitung, mengukur, atau menentukan
menyelam ke dasar laut agar bisa melihat
hari baik seperti menentukan hari baik kala
dengan jelas binatang di bawah laut. Kaca
akan melangsungkan pernikahan, sunatan,
mata tersebut terbuat dari kayu dan
dan lain-lain. Penentuan waktu atau hari
ditempelkan kaca dan diikatkan tali untuk
baik tersebut mereka tanyakan kepada
menghubungkan setiap sisi sampai
sandro (dukun).
melingkari kepala; parutan ubi untuk
mengolah ubi untuk dijadikan makanan;
lesung untuk menumbuk jagung atau beras;
kangkurua (parutan kelapa) untuk memarut
kelapa yang belum terpisah dari cangkang
(tempurungnya). Berikut bukti data:

Ilustrasi gambar dalam film The Mirror


Never Lies di atas mendeskripsikan
pengetahuan tentang ruang dan waktu yang
dipahami oleh SBS. SBS mempercayai
dukun (sandro) dalam penentuan hari baik. (Gambar I) (Gambar II)

305
Totobuang, Vol. 6, No. 2, Desember 2018: 297—311

dijadikan treatment rambut; jirigen


digunakan untuk wadah penyimpanan air
dan wadah untuk mengambil air di sumur
atau pada penjual air; piring dan gelas
digunakan untuk alat tempat makanan dan
(Gambar III) (Gambar IV) minuman; gayung digunakan sebagai timba
untuk mengambil air dari wadah yang besar
ke wadah yang kecil; cerek digunakan untuk
wadah air minum. Alat kukusan tersebut
berbahan dasar daun kelapa yang dianyam
dalam bentuk kerucut.
(Gambar V)

Ilustrasi gambar dalam film The Mirror


Never Lies di atas mendeskripsikan alat-alat
produksi yang terdapat di SBS. Pada gambar
I mendeskripsikan kacamata selam (mata (Gambar I) (Gambar II)
cermin). Kacamata selam tersebut menjadi
ciri khas alat selam dalam SBS untuk
melindungi mata saat menyelam. SBS
membuat alat tersebut secara manual, yakni
berbahan dasar kayu dan kaca. Gambar II
mendeskripsikan alat parutan kelapa
namanya kangkurua. Alat ini dipakai secara
(Gambar III) (Gambar IV)
umum oleh masyarakat Wakatobi termasuk
pula SBS. Selanjutnya, gambar III adalah
lesung, yakni alat untuk menumbuk jagung,
ubi kayu, dan beras. Gambar IV adalah
periuk, yakni alat khusus untuk memasak
kasoami (makanan khas Buton), sedangkan
gambar V merupakan alat kukusan kasoami. (Gambar V) (Gambar VI)

b. Wadah
Wadah, yaitu alat untuk menyimpan
barang. Selain untuk menyimpan barang,
wadah juga digunakan untuk memasang
ataupun membawa barang. Wadah yang
biasa digunakan oleh suku Bajo Sampela (Gambar VII) (Gambar VIII)
seperti kerang besar digunakan untuk wadah
membersihkan ikan atau binatang laut Ilustrasi kedelapan gambar dalam film
lainnya; baskom dan ember digunakan untuk The Mirror Never Lies di atas
menyimpan ikan, wadah mencuci pakaian, mendeskripsikan tempat atau wadah yang
dan tempat air; tapis digunakan untuk sering digunakan oleh SBS. Adapun tempat
membersihkan beras dan jagung; talang atau wadah-wadah yang dimaksud antara
digunakan untuk wadah menjajakan jualan lain cerek (tempat air minum), kerang besar
seperti ikan atau binatang laut lainnya, (tempat mencuci ikan atau binatang laut
tempurung kelapa digunakan untuk wadah lainnya), jirigen (tempat air), baskom
menyimpan kelapa yang diparut yang akan (tempat mencuci pakaian, ikan, dan

306
Nilai Budaya Suku …. (Susiati)

lainnya), tempurung kelapa (wadah untuk menangkap ikan dalam skala besar secara
kelapa yang sudah diparut, lalu kelapa bersamaan. Gambar IV terdapat senjata
tersebut dijadikan treatment rambut), talang berjenis sangkar yang biasa disebut dengan
(tempat untuk jajakan jualan), gayung polo. Perangkap ini digunakan oleh SBS
(tempat menimba air dari ember besar atau untuk menangkap ikan baik ikan besar
guci), tapis/gugura’a (tempat tirisan untuk ataupun kecil. Alat ini dimasukkan ke dasar
meniris kaopi yang akan dimasak untuk laut dan dipasang umpan di dalammya, jika
kasoami), piring dan gelas (tempat untuk ikan masuk ke dalam polo tersebut akan
makanan dan minuman). susah untuk keluar lagi. Alat ini sangat
c. Senjata aman digunakan karena tidak merusak biota
Senjata yang dipakai pada masyarakat laut di sekelilinnya.
suku Bajo Sampela masih bersifat
tradisional. Dalam film The Mirror Never
Lies senjata-senjata yang dideskripsikan d. Makanan dan minuman
antara lain parang, tombak, jaring, senapan Makanan tradisional suku Bajo
panah, dan alat pancing. Berikut bukti data: Sampela adalah kasoami (makanan yang
terbuat dari ubi kayu yang dikukus), ikan
parende (ikan kuah kuning yang dicampur
garam dan asam), ikan perangi (sashimi;
ikan mentah yang dipisahkan dari tulangnya
setelah itu diiris tipis-tipis, selanjutnya
dicampur dengan jeruk nipis, garam lalu di
remas-remas sampai rasa amisnya hilang),
nasi jagung (beras yang dikukus/dimasak
(Gambar I) (Gambar II) dengan jagung), ikan bakar, teripang, bulu
babi, rumput laut. Sementara, minuman
tradisional suku Bajo Sampela adalah air
putih.

(Gambar III) (Gambar IV)


Ilustrasi gambar dalam film The Mirror
Never Lies di atas mendeskripsikan berbagai
macam senjata untuk berburu yang (Gambar I) (Gambar II)
digunakan oleh SBS. Pada gambar I
mendeskripsikan senapan. Senapan tersebut
menjadi ciri khas alat menangkap ikan di
dasar laut dalam SBS, pemanfaatan senapan
tersebut dengan tujuan agar saat memburu
ikan tidak merusak lingkungan karang. (Gambar III)
Gambar II terdapat senjata jenis tombak,
tombak digunakan oleh SBS untuk Ilustrasi gambar dalam film The
menombak ikan-ikan kecil ataupun besar Mirror Never Lies di atas mendeskripsikan
saat menelam ataupun saat laut surut. Alat berbagai macam makanan yang sering
inipun aman digunakan, tidak merusak biota dikonsumsi oleh SBS. Pada gambar I
laut lainnya. Gambar III tampak senjata mendeskripsikan makanan khas masyarakat
berjenis jala/jaring yang digunakan untuk Wakatobi khususnya SBS, yakni kasoami.
Makanan ini berbahan dasar ubi kayu parut

307
Totobuang, Vol. 6, No. 2, Desember 2018: 297—311

yang sudah digepeng setelah itu dikukus. Baju SBS memiliki beragam model,
Kasoami menjadi andalan makanan seperti kaos pendek, kaos panjang, daster,
pengganti beras. Namun, di jaman modern celana, dan sarung. Sementara, secara
ini beras juga merupakan makanan pokok di historis para wanita SBS yang dirundung
SBS. Gambar II dan III terdapat ikan bakar kesedihan atas kematian atau kehilangan
dan bulu babi serta teripang mentah. SBS suami saat melaut, sepanjang hari mereka
mengolah ikan dalam berbagai macam memakai bedak dingin. Namun, sekarang
masakan, seperti ikan bakar, ikan perangi semua warga SBS memakai bedak dingin
(sashimi), ikan parende (ikan kuah kuning), karena untuk terhindar dari sinar matahari.
ikan pindang (ikan rebus kering), bulu babi
rebus dan mentah, teripang mentah, serta
latu (rumput laut). Olahan-olahan ini
menjadi kekhasan masakan hasil laut di f. Tempat berlindung atau rumah Tempat
Kabupaten Wakatobi termasuk pula di SBS. berlindung atau rumah suku
Bajo Sampela sudah bervariasi, antara lain
bentuk rumah panggung yang tiangnya
ditancapkan di dasar laut, beratapkan daun
sagu, berdinding jelajah, lantainya
e. Pakaian
menggunakan bambu; adapula rumah yang
Pakaian yang dipakai sehari-hari oleh
halamannya sudah di atas batu bersusun
suku Bajo Sampela sama seperti pakaian
sehingga tiangnya tidak menancap di dasar
masyarakat pada umumnya. Bentuk pakaian
laut, atap seng, dinding papan; dan bentuk
suku Bajo Sampela, yakni daster, kaos,
rumah beton. Model rumah di suku Bajo
sarung, dan kain penutup kepala dengan cara
Sampela bervariasi karena bergantung strata
dililit.
atau status sosial masyarakatnya.
Suku Bajo Sampela jarang
menggunakan perhiasan karena kegiatan
keseharian mereka adalah melaut dan
menjual ikan. Berikut bukti data:

g. Alat transportasi
Alat transportasi yang digunakan oleh
suku Bajo Sampela adalah sampan (lepa-
lepa), jonson, dan kapal.
Ilustrasi gambar dalam film The Mirror
Never Lies di atas mendeskripsikan berbagai
macam pakaian yang sering dipakai oleh
SBS. Pada gambar di atas menampakkan
pakaian khas masyarakat SBS, yakni
penutup kepala (kampuru). Penutup kepala
sering dipakai SBS saat mereka ingin
melaut. Penutup kepala tersebut dari sarung
atau selendang yang dililit di atas kepala. h. Bentuk permainan
Hal ini digunakan untuk menghindari terik Bentuk permainan anak-anak SBS
matahari dan hembusan angin. adalah burung, penyu, dan binatang laut

308
Nilai Budaya Suku …. (Susiati)

lainnya. mereka bermain di dalam laut atau


di atas pasir. Hal ini, sangatlah lumrah bagi 5. Sistem mata pencaharian
mereka karena semenjak masih kecil mereka Sistem mata pencaharian SBS dalam
sudah diperkenalkan oleh orangtuanya film The Mirror Never Lies bersifat
tentang kehidupan di laut. tradisional, yakni melaut (menangkap ikan)
dan berlayar. Mata pencaharian melaut dan
berlayar merupakan sistem mata
pencaharian yang paling tua bagi suku Bajo.
Sistem ini juga merupakan sumber utama
bagi masyarakat suku Bajo karena mereka
bermukim di tengah laut. Tampak pada
ketiga gambar di bawah ini bahwa SBS
membudidaya rumput laut (agar-agar) untuk
dijual, selanjutnya mencari ikan atau biota
laut lainnya setelah itu mereka menjualnya
di lingkungan SBS dan di pasar. Berikut
bukti data:

4. Sistem kemasyarakatan
Dalam kehidupan masyarakat SBS
biasanya diatur oleh suatu aturan atau adat
istiadat tentang kesatuan dalam suatu
lingkup. Sistem kekerabatan suku Bajo
Sampela dalam film The Mirror Never Lies
6. Bahasa
sangat berpengaruh seperti saling tolong
Bahasa adalah suatu unsur kebudayaan
menolong, hidup rukun antarwarga,
yang digunakan untuk berinteraksi
membantu warga yang membutuhkan.
antarsesama masyarakat. Suku Bajo
Seperti yang terlihat pada ketiga gambar di
Sampela dalam berinteraksi antarmereka
bawah ini, mereka sering memasak bersama-
menggunakan bahasa Bajoe dan bahasa
sama di pekarangan rumah, dan saling
Indonesia, kadang-kadang saat mereka
membantu saat melaut. Berikut bukti data:
berinteraksi dengan masyarakat Kaledupa
biasanya menggunakan bahasa Kaledupa.
Hal ini dipengaruhi karena letak suku Bajo
Sampela berada di Kecamatan Kaledupa,
Kabupaten Wakatobi.

309
Totobuang, Vol. 6, No. 2, Desember 2018: 297—311

Dalam film The Mirror Never Lies segala upaya pengobatan tradisional suku
karena yang digambarkan adalah totalitas Bajo. Kebiasaan ini dilakukan bila ada salah
kehidupan dan kebudayaan suku Bajo satu di antara mereka mengalami sakit keras
Sampela sehingga bahasa yang mereka dan tidak dapat disembuhkan dengan cara
gunakan adalah bahasa Bajoe dan bahasa lain atau pengobatan medis. Tradisi duata
Indonesia. Berikut bukti data: juga dapat dilakukan dalam acara syukuran
dan hajatan, dan penyambutan tamu. Hal
yang dilakukan ini sudah menjadi turun
temurun di suku Bajo Sampela. Berikut
bukti data:

Penggunaan bahasa Bajoe di kalangan


SBS terjadi jika sesama mereka. Namun,
penggunaan bahasa Indonesia juga sering
muncul meskipun dalam interaksi sesama
SBS. Selain itu, kemunculan bahasa PENUTUP
Indonesia dalam interaksi SBS dominan Berdasarkan hasil penelitian dalam
pada ranah-ranah publik, seperti di pasar, di pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan
sekolah, dan di lingkungan SBS. beberapa hal yang menjadi temuan dalam
penelitian ini terkait unsur budaya SBS
7. Kesenian dalam film The Mirror Never Lies karya
Kesenian budaya suku Bajo Sampela Kamila Andini.
yang dideskripikan dalam film The Mirror Terdapat tujuh unsur budaya SBS dalam
Never Lies adalah nyanyian, tarian, dan film The Mirror Never Lies karya Kamila
ukiran kayu dan plastik. Masyarakat suku Andini, yakni (1) sistem kepercayaan,
Bajo saat duduk-duduk sambil membuat jala masyarakat SBS masih mempercayai sandro
atau senjata untuk melaut, mereka sering (dukun); (2) sistem pengetahuan, meliputi
menyanyikan sebuah lagu. Hal ini bertujuan pengetahuan tentang alam, tumbuhan,
untuk menghibur diri dari kelelahan. binatang, sifat dan tingkah laku sesama
Selanjutnya, saat menidurkan anak-anak manusia, ruang dan waktu; (3) sistem
mereka di ayunan mereka pun teknologi, meliputi alat-alat produksi, wadah
menyanyikannya. atau tempat, senjata, makanan dan
SBS juga mempunyai tarian khas yang minuman, pakaian, tempat berlindung atau
bernama duata. Tarian ini merupakan tarian rumah, dan alat transportasi. (4) sistem
tradisional yang dimainkan oleh gadis-gadis kemasyarakatan, SBS sangat menjunjung
di atas perahu atau rakit. Penari yang kebersamaan, saling tolong menolong, dan
memainkan tarian tradisional tersebut saling menghibur. (5) sistem mata
diiringi dengan bunyi gamelan atau gong. pencaharian, SBS membudidaya rumput laut
Tradisi tarian duata merupakan puncak dari (agar-agar), mencari ikan dan menjualnya di

310
Nilai Budaya Suku …. (Susiati)

lingkungan SBS atau di pasar; (6) bahasa, Semi, M. Atar. 2012. Metode Penelitian
SBS saat berinteraksi menggunakan bahasa Sastra. Bandung: Angkasa.
Bajoe dan bahasa Indonesia; (7) kesenian, Sumardjo, Jacob. 1995. Novel Indonesia
SBS mempunyai seni suara dan tarian. Mutakhir: Sebuah Pengantar.
Tarian tersebut bernama tarian duata. Bandung: Nurcahaya.
Sumarno, Marseli. 1996. Dasar-dasar
DAFTAR PUSTAKA Apresiasi Film. Jakarta: PT. Grasindo.
Depdikbud. 2003. Proyek Penelitian Susiati. 2017. “Tuturan Emosi Bahasa
Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Indonesia Verbal dan Nonverbal Suku
Budaya. Ujung Pandang: Depdikbud. Bajo Sampela: Kajian Psikolinguistik”.
Tesis: Makassar: Universitas
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Hasanuddin.
Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Suyuti, Nasruddin, dkk. 1995. “Pengkajian
Presindo. Sosial Budaya dan Lingkungan pada
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Masyarakat Bajo di Desa Sulaho
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kecamatan Lasusua Kabupaten
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Kolaka”. Laporan Penelitian: Kerja
Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta. Sama FISIP Universitas Haluoleo
Koentowidjoyo. 2000. Budaya dan dengan Kanwil Depsos Provinsi
Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Sulawesi Tenggara.
Wacana. Wianti, Nur Isiyana. 2011. “Kapitalisme
Moleong, Lexi. 2007. Metodologi Penelitian Lokal Suku Bajo (Studi Kasus
Kualitatif. Bandung: Remaja Nelayan Bajo Mola dan Mantigola,
Rosdakarya. Kabupaten Wakatobi, Provinsi
Prihatmi, Sri Rahayu Th, dkk. 2003. Sulawesi Tenggara)”. Tesis. Bogor:
Peribahasa Jawa sebagai Cermin, Institut Pertanian Bogor.
Watak, Sifat, dan Perilaku Manusia Wiranata, I Gede A.B. 2002. Antropologi
Jawa. Jakarta: Pusat Bahasa. Budaya. Bandung: Citra Adtya Bakti.
Sam, B., Iye, R., Ohoibor, M., Umanailo, M.
C. B., Rusdi, M., Rahman, A. B. D., &
Hajar, I. (2019). Female Feminism in
the Customary Island of Buru. Int. J.
Sci. Technol. Res, 8(8), 1877-1880.
Iye, R. (2018). Tuturan emosi mahasiswa
kota baubau dalam ranah demonstrasi
[emotional speech of the students in
baubau city in the demonstration].
TOTOBUANG, 6 (1), 125, 138.
Iye, R., & Susiati, S. (2018). NILAI
EDUKATIF DALAM NOVEL SEBAIT
CINTA DI BAWAH LANGIT KAIRO
KARYA MAHMUD JAUHARI ALI
(Educative Values in Sebait Cinta di
Bawah Langit Kairo by Mahmud
Jauhari Ali). Sirok Bastra, 6 (2), 185-
191.

311
Totobuang, Vol. 6, No. 2, Desember 2018: 297—311
Susiati, S., & Iye, R. (2018). Kajian Umanailo, M. C. B., Hentihu, I., Umanailo,
Geografi Bahasa dan Dialek di R., Nawawi, M., Pulhehe, S., Ohoibor,
Sulawesi Tenggara: Analisis M., ... & Bugis, R. I. K. I. (2018).
Dialektometri. Gramatika: Jurnal Pemahaman Untuk Desa.
Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan. 6
(2), 137-151. Buru, K. M. S. PENGARUH MOTIVASI
Susiati, S., Iye, R., & Suherman, L. O. A. BELAJAR DI SMA NEGERI 2 BURU.
(2019). Hot Potatoes Multimedia
Applications in Evaluation of Buru, K. M. S. PENGARUH MOTIVASI
Indonesian Learning In SMP Students BELAJAR DI SMA NEGERI 2 BURU.
in Buru District. ELS Journal on
Interdisciplinary Studies in Iye, R. DEIKSIS MASYARAKAT
Humanities, 2(4), 556-570. BONEGUNU KABUPATEN BUTON
UTARA.
Iye, R. (2018). Tuturan dalam Prosesi
Lamaran Pernikahan di Tomia Djunaidi, F. G., Azwan, A. Y. T., Iye, R., &
Kabupaten Wakatobi. Jurnal bin Tahir, S. Z. Decks Range Gola
Totobuang, 6(2). Village Community Begun District
Buton District North.
Susiati, S., & Iye, R. (2018). Kajian
Geografi Bahasa dan Dialek di Djunaidi, F. G., Azwan, A. Y. T., Iye, R., &
Sulawesi Tenggara: Analisis bin Tahir, S. Z. Decks Range Gola
Dialektometri. Gramatika: Jurnal Village Community Begun District
Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan, Buton District North.
6(2), 137-151.
No, J. S. Q., Baruga, K. K., Bassalama, J. P.
Iye, R., Susiati, S., & Karim, K. (2020). A., & Si, M. PRAANGGAPAN
Citra Perempuan dalam Iklan Sabun PAMFLET SOSIALISASI
Shinzui. Sang Pencerah: Jurnal Ilmiah PELESTARIAN LINGKUNGAN DI
Universitas Muhammadiyah Buton, KABUPATEN WAKATOBI.
6(1), 1-7.
No, J. S. Q., Baruga, K. K., Bassalama, J. P.
Iye, R. (2018). Tuturan dalam Prosesi A., & Si, M. PRAANGGAPAN
Lamaran Pernikahan di Tomia PAMFLET SOSIALISASI
Kabupaten Wakatobi. Jurnal PELESTARIAN LINGKUNGAN DI
Totobuang, 6(2). KABUPATEN WAKATOBI.

Susiati, Y. T. Risman Iye. A. Kesantunan Karim, K., Maknun, T., & Abbas, A. (2019).
Imperatif Bahasa Indonesia Suku PRAANGGAPAN DALAM PAMFLET
Bajo Sampela: Balai Pembinaan dan SOSIALISASI PELESTARIAN
Pengembangan Bahasa. 2018. LINGKUNGAN DI KABUPATEN
Kongres Bahasa Indonesia (No. 12, WAKATOBI. JURNAL ILMU
pp. 1-6). Report. BUDAYA, 7(2), 241-247.

UNIQBU, P. (2019). TUTURAN EMOSI Iye, R. (2018). Tuturan emosi mahasiswa


MAHASISWA KOTA BAU BAU. kota baubau dalam ranah demonstrasi.

PSP2M, T., & Iye, R. TUTURAN EMOSI YANTI, K. NILAI-NILAI MORAL DALAM
MAHASISWA KOTA BAU BAU. TOKOH UTAMA PADA NOVEL
SATIN MERAH.

312
Nilai Budaya Suku …. (Susiati)
BURU, U. I. MODEL KOOPERATIF students in Makassar. Asian EFL
LEARNING TIPE STAD DALAM Journal, 86, 45-64.
MENINGKATKAN KEMAMPUAN Amri, M., Afifuddin, A., & Bin-Tahir, S. Z.
MENGAPRESIASI CERITA FIKSI DI (2018). Religious Pluralism of the
SD NEGERI 1 NAMLEA. Indonesian Traditional Islamic
Bin-Tahir, S. Z., Bugis, R., Masniati, A., Education Institutions. The Journal of
Tenriawali, A. Y., Azwan, A., & Social Sciences Research, 4(12), 446-
Oktavianti, D. C. (2020, January). 450.
The Role of Local Language in Bin Tahir, S. Z. (2017). Multilingual
Intercultural Communication among teaching and learning at Pesantren
Societies of Buru Island. In Schools in Indonesia. Asian EFL
Proceeding of USN Kolaka-ADRI Journal, 89, 74-94.
International Conference on Bin-Tahir, S. Z., Saidah, U., Mufidah, N., &
Sustainable Coastal-Community Bugis, R. (2018). The impact of
Development (Vol. 1). translanguaging approach on teaching
Sahid, A., Amirullah, I., Azis, A., Arabic reading in a multilingual
Rachman, A. A., & Bin-Tahir, S. Z. classroom. Ijaz Arabi Journal of
(2019, November). Application of Arabic Learning, 1(1).
Bureaucratic Accountability in Public Bin-Tahir, S. Z., Bugis, R., & Tasiana, R.
Service. In Eastern Regional (2017). Intercultural Communication
Organization for Public of a Multicultural Family in Buru
Administration Conference (EROPA Regency. Lingual: Journal of
2018). Atlantis Press. Language and Culture, 9(2), 8.
Mufidah, N., Suryawati, D., Sa’adah, N., &
Tahir, S. Z. B. (2019). LEARNING Nurhayati, N., & Said, I. (2019). Emosi
ARABIC WRITING SKILL BASED Verbal Suku Bajo Sampela. Sosial
ON DIGITAL PRODUCTS. Ijaz Budaya, 16(2), 114-126.
Arabi Journal of Arabic Learning,
2(2). Aswad, H., Nurhayaty, N., & Said, I.
Farida, U., & Bin-Tahir, S. Z. (2019, (2018). THE USE OF MANTRA IN
October). Bureaucratic reform of THE TRADITION OF MAITAI
tourism sector public services in Tana ALLO MACOA IN ONGLO PEOPLE
Toraja Regency. In IOP Conference CAMPALAGIAN SUBDISTRICT
Series: Earth and Environmental POLMAN REGENCY: A REVIEW
Science (Vol. 340, No. 1, p. 012045). OF THE SEMIOTICS. JURNAL
IOP Publishing. ILMU BUDAYA, 6(1).
Bin-Tahir, S. Z., Atmowardoyo, H., Dollah,
S., Rinantanti, Y., & Suriaman, A. BURU, U. I. MODEL KOOPERATIF
(2018). MULTILINGUAL AND LEARNING TIPE STAD DALAM
MONO-MULTILINGUAL MENINGKATKAN KEMAMPUAN
STUDENTS’PERFORMANCE IN MENGAPRESIASI CERITA FIKSI DI
ENGLISH SPEAKING. Journal of SD NEGERI 1 NAMLEA.
Advanced English Studies, 1(2), 32-
38.
Bin-Tahir, S. Z., Suriaman, A., &
Rinantanti, Y. (2019). Designing
English Syllabus for Multilingual
Students at Pesantren Schools. Asian
EFL Journal, 23(3.3), 5-27.
Bin Tahir, S. Z. (2015). Multilingual
behavior of Pesantren IMMIM
313

You might also like