You are on page 1of 16

MATA KULIAH : ULUMUL QUR’AN

ASBAB NUZUL

DISUSUN OLEH :

KHARISTIAN (2220302018)
ZAHROTUL HABIBA (2210302008)

DOSEN PENGAMPU :
DEDDY ILYAS, M.Us

PRODI AQIDAH FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2022/2023
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Al-Qur'an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad SAW, yang membacanya adalah ibadah. Al-Qur'an adalah kitab
suci yang mulia, tidak ada 'satu kitab suci pun di dunia ini yang mendapat
perhatian banyak orang dan sedemikian serius melebihi kitab suci Al- Qur'an.
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW ini dikaji dari
banyak segi, tidak hanya tertuju kepada hal-hal global dan umum, tapi juga
rincian persoalan secara lengkap.
Al-Qur'an memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab
terdahulu. Semakin dikaji al-Qur'an menimbulkan pengembangan gagasan
baru, menambah ketenangan jiwa dan kesucian hati. Pengetahuan dan
peradaban yang dirancang al-Qur'an merupakan pengetahuan terpadu yang
melibatkan akal dan kalbu dalam perolehannya.1
Perkembangan dan kemampuan berpikir manusia senantiasa disertai
oleh wahyu yang sesuai dan dapat memecahkan problem-problem yang
dihadapi oleh manusia. Allah mengutus Muhammad SAW, sebagai rahmatan
lil 'alamin, membawa risalah, dengan syariat universal dan abadi yang di
turunkan kepada Rasulullah berupa al-Qur’an.
Al-Qur'an bukan merupakan suatu hak istimewa bagi kelompok
tertentu. Al-Qur'an diwahyukan untuk digunakan oleh setiap orang. Allah SWT
menjelaskan, bahwa al-Qur'an adalah kitab petunjuk bagi seluruh manusia. al-
Qur'an menjelaskan dan mencerahkan kebenaran-kebenaran universal serta
kewajiban-kewajiban manusia yang dapat digunakan langsung oleh siapa pun
yang mengikuti petunjuk Nabi Muhammad SAW.

1
Halimatussa’diyah,ULUMUL QUR’AN,(Palembang,2006) hlm;1
Al-Qur'an al-Karim diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
SAW, sebagian diturunkan tanpa sebab khusus, sebagian lagi diturunkan karena
ada sebab khusus yang dikenal dengan asbab al-nuzul.
Asbab al-nuzul adalah salah satu yang harus diketahui (kalau ada) oleh
seorang mufasir. Dengan demikian masalah asbab al-nuzul dianggap suatu ilmu
yang penting karena ada kaitannya dengan pemahaman ayat terkait atau dapat
membantu menetapkan hukum.2

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan macam-macam asbab nuzul


Beberapa definisi telah di coba merumuskan oleh pakar ilmu Qur’an
antara lain Syibah muhammad ismail mengemukakan sebagai berikut :
Asbab al nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya suatu ayat karena
adanya peristiwa tentangnya atau menjelaskan hukum pada masa terjadinya
sebab tersebut.
Manna al-qoththan juga memberikan definisi sebagai berikut :
Yaitu suatu hal yang karenanya al-Qur’an diturunkan pada masa terjadinya
berupa peristiwa atau pernyataan.3
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
asbab al-nuzul adalah turunnya ayat-ayat al-Qur'an kepada Nabi Muhammad
SAW disebabkan oleh adanya pertanyaan yang ditanyakan kepada Nabi
Muhammad SAW atau adanya peristiwa yang terjadinya pada zaman
Rasulullah SAW.
Banyak para ulama terdahulu mempunyai perhatian yang cukup besar
mengenai masalah asbab al-nuzul. Di antara ada yang telah menulis buku
khusus yang membicarakan asbab al-nuzul ayat. Buku mengenai asbab al-

2
Halimatussa’diyah,ULUMUL QUR’AN,(Palembang,2006) hlm;85

3
Manna, MABAHITS FI ‘ULUM AL-QUR’AN, (Jeddah,Huququ al-thabi,1973) hlm;87
nuzul ini yang terkenal antara lain, kitab Asbab al-nuzul karya Alwahidi, Lubab
al-Nuqul fii Asbáb al-Nuzul karya al-Suyuthi.
Mengenai sebab nuzulnya ayat ada dua macam :
1. Bila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat Al- Qur'an mengenai
peristiwa itu.
2. Bila ada pertanyaan kepada Rasulullah SAW.
Adapun contoh sebab nuzul karena adanya peristiwa yaitu riwayat yang
dikemukakan oleh Tsa'labi dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa kaum
Nasrani Najran dan kum Yahudi Madinah mengharap agar Nabi SAW. shalat
menghadap kiblat mereka yaitu Baitul Maqdis. Disebabkan turunnya perintah
agar Nabi SAW shalat menghadap Ka'bah, mereka keberatan dengan perintah
tersebut.
Mereka berusaha agar Nabi SAW tetap menghadap ke Baitul Maqdis.
Maka turunlah ayat:

َ‫ّٰللا ه َُو ْال ُه ٰدى ۗ َولَ ِٕى ِن اتَّ َبعْت‬


ِ ّٰ ‫ع ْنكَ ْال َي ُه ْودُ َو ََل النَّصٰ ٰرى َحتّٰى تَت َّ ِب َع مِ لَّت َ ُه ْم ۗ قُ ْل ا َِّن هُدَى‬ َ ‫َو َل ْن ت َْرضٰ ى‬
ِ ّٰ َ‫ي َج ۤا َءكَ مِ نَ ْالع ِْل ِم ۙ َما لَكَ مِ ن‬
ِ ‫ّٰللا مِ ْن َّولِي ٍّ َّو ََل ن‬
‫َصي ٍّْر‬ ْ ‫ا َ ْه َو ۤا َءهُ ْم َب ْعدَ الَّ ِذ‬

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu
mengikuti agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah
yang petunjuk (sebenar- benarnya). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti
keinginan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak
lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Q.S. al- Baqarah [2]: 120).
Sedangkan contoh sebab nuzul ayat pertama karena adanya suatu
pertanyaan, yaitu pertanyaan seorang Yahudi kepada Rasulullah SAW tentang
roh. Sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Bukhari berbunyi:
"Ibnu Mas'ud berkata Nabi SAW ditanya tentang rob, lalu beliau
berdiam diri hingga turunlah ayat..." (HR. Bukhari).
‫الر ْو ُح مِ ْن ا َ ْم ِر َربِ ْي َو َما ٓ ا ُ ْوتِ ْيت ُ ْم ِمنَ ْالع ِْل ِم ا ََِّل قَ ِلي ًْل‬
ُّ ‫الر ْو ۗحِ قُ ِل‬ َ َ‫َويَسْـَٔلُ ْونَك‬
ُّ ‫ع ِن‬

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang rob. Katakanlah: Rob itu


adalah urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit." (Q.S. al-Isra [17]: 85).
Ayat-ayat hukum yang diturunkan oleh Allah SWT kebanyakan
didahului oleh sebab, apakah itu berupa peristiwa atau berupa pertanyaan dan
sedikit sekali ayat-ayat hukum turunnya yang diturunkan Allah tanpa
menyebutkan sebab oleh para mufasir.
Mengenai ayat-ayat yang tidak ada sebab nuzulnya kebanyakan adalah
ayat-ayat yang berisi kisah-kisah umat terdahulu, keadaan kehidupan bahagia
di surga, azab di neraka dan berita seperti yang terjadi pada surat al-Qari'ah.
Namun demikian ada juga kisah yang ada sebab nuzulnya.
Menurut Ramli Abdul Wahid, sebab-sebab turunnya ayat disebabkan
ada peristiwa, ada tiga macam :
1. Peistiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang berkecamuk antar
segolongan dari suku Aus dan segolongan dari suku Khajraj.
2. Peristiwa berupa kesalahan serius, seperti peristiwa seseorang yang
mengimami shalat sedang mabuk sehingga salah dalam membaca surat al-
Kafirun.
3. Peristiwa itu berupa cita-cita dan keinginan, seperti persesuaian-
persesuaian (muwafaqat) Umar ibn Khatab dengan ketentuan ayat-ayat al-
Qur'an.4

Mengenai adanya sebab turun ayat, perlu diperhatikan bahwa perkataan


sahabat seperti Ali, Ibnu Mas'ud bahwa tidak satu ayat pun yang diturunkan
kecuali salah seorang di antara mereka mengetahui tentang apa ayat-itu
diturunkan, tentang siapa ayat itu diturunkan dan di mana ayat itu diturunkan

4
Ramli, ULUMUL AL-QUR’AN, (Jakarta,Rajawali,1994), hlm;65
hendaklah tidak difahami menurut makna harfiah. Maksudnya bahwa ayat al-
Qur'an itu di samping turun mempunyai sebab namun banyak juga yang
diturunkan tanpa sebab

Pernyataan sahabat tersebut dapat dipahami dengan beberapa


kemungkinan :

Dengan pernyataan, seperti mereka memperlihatkan betapa kuatnya perhatian


mereka terhadap al-Qur'an dan mengikuti setiap keadaan yang berhubungan
dengan al- Qur'an. Mereka berbaik sangka dengan segala apa yang mereka
dengar dan apa yang mereka saksikan pada masa Rasulullah dan menginginkan
agar orang mengambil apa yang mereka ketahui itu sehingga tidak akan lenyap
dengan berakhirnya hidup mereka. Para periwayat menambah dalam
periwayatannya dan membangsakannya kepada para sahabat.

Sejarah kehidupan para sahabat dapat diketahui bahwa mereka


mempunyai semangat yang tinggi untuk mengikuti perjalanan wahyu.
Intensitas keimanan yang tinggi yang mereka miliki serta kecintaan mereka
kepada Nabi SAW telah mendorong mereka untuk memberikan perhatian
maksimal kepada apa yang dibawa Nabi, sehingga mereka bukan saja berupaya
menghafal ayat-ayat al-Qur'an yang berhubungan dengannya, tetapi mereka
juga melestarikan Sunnah Nabi dengan mempraktekannya dalam kehidupan
sehari-hari.

Oleh karena itu, segala apa yang diketahui berhubungan dengan sebab-
sebab turunnya al-Qur'an diperoleh melalui mereka. Adapun sikap para ulama
salaf dalam menerima dan meriwayatkan asbab al-nuzul ini sangat hati-hati
karena boleh jadi apa yang mereka terima itu telah banyak mengalami
perubahan dari sumber pertama, dan semakin jauh manusia dari zaman
turunnya al-Qur'an, maka semakin sukar mengetahui sebab turunnya.
B. Pedoman mengetahui asbab al-nuzul

Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. lebih


kurang selama 23 tahun. Ayat-ayat tersebut turun di berbagai tempat dan dalam
berbagai situasi. Dengan demikian jelas, para sahabat tidak mungkin mengikuti
Nabi setiap waktu karena setiap mereka mempunyai kesibukan dan kepentingan
yang berebeda, namun demikian para sahabat mempunyai semangat yang
cukup tinggi untuk mengikuti perjalanan turunnya wahyu. Tidak heran kalau
sebab-sebab turunnya al-Qur'an banyak diperoleh dari mereka.
Para sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan sebab turun ayat,
karena itu keterangan mereka sebagai sahabat dalam masalah asbab al-nuzul
pada umunya dapat diterima, akan tetapi memerlukan kehati-hati tentang
hadits- hadits sebab-sebab turunnya al-Qur'an yang mereka riwayatkan. Imam
Al-Wahidi berkata:
"Dilarang memperkatakan tentang asbab al-nuzul al-Qur'an melainkan dengan
dasar riwayat dan mendengar dari orang-orang yang menyaksikan ayat itu
diturunkan."
Selain dari itu perlu diperhatikan tingkat keshahihan hadits yang
meriwayatkan asbab al-nuzul. Manna' al- Qaththan menjelaskan :
"Pedoman mereka dalam mengetahui asbab al-nuzul ialah riwayat shahih yang
berasal dari Rasulullah SAW atau dari sahabat."
Hal ini disebabkan keikutsertaan sahabat dalam peristiwwa sebab turun.
Pemberitahuan dari sahabat bukan sekedar pendapat (ray), karena
pemberitahuan mereka itu disandarkan kepada Rasulullah SAW, jadi dapat
dihukum marfu'.

Al-Hakim mengatakan bahwa seorang sahabat yang menyaksikan masa


wahyu dan al-Qur'an itu diturunkan, mereka meriwayatkan tentang suatu ayat
al-Qur'an bahwa ayat tersebut turun karena tentang sesuatu (kejadian), maka
hadits itu dipandang hadits musnad.
Asbab al-nuzul yang berdasarkan kepada hadits mursal (hadits yang
gugur perawi dalam suatu tingkat perawi), maka periwayat seperti ini tidak
diterima kecuali sanadnya sahih dan dikuatkan oleh hadits mursal yang lainnya.
Al-Suyuthi berpendapat bahwa bila ucapan seorang tabi'in secara jelas
menunjukan asbab al-nuzul, maka ucapan itu dapat diterima. Hal tersebut di
atas merupakan cara yang ditempuh para ulama salaf dalam mengetahui asbab
al-nuzul. Mereka sangat berhati-hati menyampaikan sesuatu yang berkaitan
dengan asbab al-nuzul. Muhammad bin Sirrin berkata:
"Ketika kutanyakan kepada Ubadah mengenai satu ayat al- Qur'an, dijawabnya:
Bertakwalah kepada Allah dan berkatalah yang benar.' Orang-orang yang
mnegetahui mengenai apa al· Qur'an diturunkan telah meninggal."
Ibnu Sirin yang termasuk tokoh tabi'in terkenal bersikap sangat hati-hati
dan cermat mengenai riwayat- riwayat dan kata-kata yang menentukan. Hal
tersebut menunjukan bahwa orang harus benar-benar mengetahui tentang asbab
al-nuzul dari ayat-ayat al-Qur'an.
Al-Wahidi sangat menentang ulama-ulama pada zamannya atas
kecerobohan mereka terhadap riwayat- riwayat asbab al-nuzul. Selanjutnya
menunjuk kepada hadits- hadits yang dipandang sebagai pengungkap sebab
turun ayat tertentu, dapat diketahui dari redaksinya, yang dapat dibedakan
kepada: redaksi yang tegas/terang (sharib) menunjukan tentang sebab turun dan
ada redaksi yang kurang tegas (ghairu sharib).
Bentuk pertama adalah jika perawi sebab turun ayat ini), atau ‫سبب نزول‬
‫ هذه اآلية كذا‬mengatakan menggunakan fa ta'qibiyah (kira-kira seperti "maka",
yang menunukan urutan peristiwa) yang dirangkaikan dengan kata "turunlah
ayat sesudah ia menyebutkan peristiwa atau pertanyaan. Misalnya ia
mengatakan (telah tejadi ‫سو ُل هللا صلي هللا عليه وسلم عن كذا فنزلت‬
ُ ‫( سئل َر‬peristiwa
begini) (Rasulullah ditanya tentang hal begini maka turunlah ayat ini). Dengan
demikian, kedua bentuk di atas merupakan penyataan yang jelas tentang sebab
turun ayat.
Bentuk ke dua, yaitu redaksi yang boleh jadi menerangkan sebab nuzul
atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat. Apabila perawi
mengatakan (ayat ini turun tentang ini), maka yang dimaksud dengan ungkapan
(redaksi ini) terkadang berkaitan dengan sebab nugil ayat dan terkadang
mengacu kepada kandungan ayat tersebut.
Demikian pula kalau perawi berkata ‫" نزلت اآلية في كذا‬turun ayat itu
tentang hal ini," sedang orang lain berkata:lis "turun ayat itu (bukan tentang
ini)." Maka jika lafal itu menerima kedua macam maksud, dipertanggungkanlah
kepada kedua-duanya dan dipandang tak ada pertentangan di antara keduanya.
Tetapi kalau lafal tidak menerima kedua-dua maksud, maka dipeganglah apa
yang ditunjuki oleh lafal dan yang dibantu oleh siyaqul kalam Apabila salah
seorang perawi berkata: "sebab turun ayat, begini", maka yang kita pegangi
adalah yang merupakan nash dialah yang harus kita dahulukan
Adakalanya kita menjumpai banyak riwayat mengenai sebab nuzul
suatu ayat. Dalam hal ini sikap yang harus diambil oleh seorang mufasir
dijelaskan Manna' al-Qaththan sebagai berikut: Apabila bentuk-bentuk redaksi
dari riwayat tersebut tidak tegas, seperti (ayat ini turun urusan ini), atau (aku
mengira ayat ini turun mengenai ini), maka dalam hal ini dapat dianggap tidak
ada kontradiksi di antara riwayat-riwayat itu, dan dipandang isi kedua riwayat
tersebut sebagai penjelasan tentang isi atau kandungan ayat, tidak sebagai sebab
nuzul, kecuali qarinah atau indikasi tertentu bahwa yang dimaksud adalah sebab
nuzul.
Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, sedang riwayat
yang lain misalnya menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang berbeda
dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang
menunjukan sebab nuzul secara tegas, dan riwayat yang lain dipandang sebagai
penjelasan kandungan ayat. Contoh terdapat pada riwayat tentang sebab nuzul
ayat di bawah ini.

ۗ ُ‫ّٰللا َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ ُك ْم ُّم ٰلقُ ْوه‬ َ ِ ‫ث لَّ ُك ْم ۖ فَأْت ُ ْوا َح ْرث َ ُك ْم اَنّٰى ِشئْت ُ ْم ۖ َوقَ ِد ُم ْوا‬
َ ّٰ ‫َل ْنفُ ِس ُك ْم ۗ َواتَّقُوا‬ ٌ ‫س ۤا ُؤ ُك ْم َح ْر‬
َ ِ‫ن‬
َ‫َو َبش ِِر ْال ُمؤْ مِ نِيْن‬
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat kamu bercocok tanam itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kelak kamu akan menemui-Nya. Dan
berilah khabar gembira orang-orang beriman." (Q.S. al-Baqarah [2]: 223).
"Dari Nafi' Ra, ia berkata: "Pada suatu hari aku membaca (istri-istrimu
ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam), lalu Ibnu Umar berkata: "Tahukah
kamu mengenai apa ayat ini turun?" aku menjawab: "Tidak". Ia berkata: "Ayat
ini turun mengenai persoalan mendatangi istri dari bela."
Bentuk redaksi dari riwayat Ibnu Umar ini tidak dengan tegas
menunjukan sebab nuzul (ada redaksi). Sementara itu ada riwayat yang dengan
tegas menyatakan sebab nuzul yang bertentangan dengan riwayat tersebut.
"Dari Muhammad al-Mikdari, ia berkata: "Aku mendengar Jabir
berkata: "Bahwasanya orang-orang Yahudi berkata: "Jika seorang laki-laki
mendatangi istrinya dari belakang maka nanti anaknya akan juling, lalu
diturunkanlah oleh Allah SWT. ayat (istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat
kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu
bagaimana saja kamu kehendaki)." (H.R. Abu Daud).
Maka hadits Jabir inilah yang dijadikan pegangan karena ucapannya
merupakan pernyataan yang tegas (ada redaksi ) tentang sebab nuzul. Sedang
ucapan Ibnu Umar tidak demikian, karena itulah ia dipandang sebagai
kesimpulan atau penafsiran.
Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul,
sedang salah satu riwayat di antaranya sahih, maka yang menjadi pegangan
adalah riwayat yang sahih.
Apabila riwayat-riwayat itu sama-sama sahih, namun terdapat segi yang
memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau
salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih sahih, maka riwayat yang lebih kuat
itulah yang didahulukan.
Apabila riwayat-riwayat tersebut sama kuat maka riwayat-riwayat itu
dipadukan atau dikompromikan bila mungkin, sehingga dinyatakan bahwa ayat
tersebut turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu di
antara sebab-sebab itu berdekatan. Apabila riwayat-riwayat tersebut sama kuat,
tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara sebab-sebab itu berjauhan
maka hal yang demikian dipandang sebagai banyak dan berulangnya nuzul.

C. Urgensi dan kegunaan asbab al-nuzul


Mengetahui asbab al-nuzul terhadap turunnya ayat al- Qur'an
mempunyai arti sangat penting., terutama dalam memahami ayat-ayat yang
menyangkut hukum. Beberapa contoh dan manfaat kegunaan asbab al-nuzul5
1. Asbab al-nuzul untuk mengkhususkan hukum terbatas bagi orang
tertentu, mereka ini adalah yang berpendirian bahwa landasannya
ialah sebab khusus.
2. Mengetahui bahwa asbab al-nuzul tidak pernah keluar dari hukum
yang terkandung dalam ayat tersebut walaupun sesudahnya datang
yang mengkhususkannya.
3. Dengan asbab al-nuzul dapat mengetahui siapa yang menjadi sebab
atau kasus turunnya ayat, sehingga tidak terjadi keraguan

` 5
Halimatussa’diyah, ULUMUL QU’AN (Palembang,2006) hlm:104
4. Pengetahuan asbab al-nuzul dapat memudahkan orang untuk
menghafal dan memahami ayat al-Qur'an serta memperkuat
keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika ia
mengetahui sebab turunnya.
Sebagai contoh tentang bahaya menafsirkan al-Qur'an tanpa
mengetahui sebab turunnya ialah penafsiran Utsman Ibn Maz'un dan 'Amr bin
Ma'addi Kariba terhadap ayat:

‫ت ث ُ َّم اتَّقَ ْوا‬


ِ ٰ‫ص ِلح‬ َ ‫ط ِع ُم ْٓوا اِذَا َما اتَّقَ ْوا َّو ٰا َمنُ ْوا َو‬
ّٰ ‫عمِ لُوا ال‬ َ ‫ت ُجنَا ٌح فِ ْي َما‬ ِ ٰ‫ص ِلح‬ّٰ ‫عمِ لُوا ال‬ َ ‫علَى الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َو‬ َ ‫ْس‬ َ ‫لَي‬
َ‫ّٰللاُ يُحِ بُّ ْال ُم ْح ِسنِيْن‬ َ ‫َّو ٰا َمنُ ْوا ث ُ َّم اتَّقَ ْوا َّوا َ ْح‬
ّٰ ‫سنُ ْوا َۗو‬

"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh
karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka
bertaqwa serta beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh,
kemudian tetap bertaqwa dan beriman kemudian mereka tetap) bertaqwa dan
berbuat kebaikan dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan”
(Q.S al-Maidah [5] : 93)

Ayat ini turun berkaitan dengan masalah arak. Kesalah pahaman


Utsman bin Maz'un dan 'Amr bin Ma'addi Kariba terhadap penafsiran ayat di
atas, yaitu mereka mengira bahwa tidak berdosa bagi orang yang minum arak
serta tidak diharamkan oleh Allah SWT, padahal ayat tersebut turun berkenaan
dengan pertanyaan sahabat yang gugur pada perang Uhud, sedangkan mereka
meminum arak dan memakan hasil perjudian. Mereka gugur sebelum
diharamkannya minuman arak, dan tidak ada dosa bagi mereka apabila mereka
beriman dan bertaqwa.
Imam Ibnu Taimiyah dalam komentarnya tentang arti penting sebab
turun ayat ini mengatakan:
"Mengetahui asbab al-nuzul membantu kita memahami ayat karena
sesungguhnya dengan mengetahui sebab menghasilkan pengetahuan tentang
yang disebabkan (akibat)."
Dengan mengetahui sebab al-nuzul ayat, kita dapat mengenal hikmah
yang terdapat dalam apa yang disyari'atkannya baik bagi orang mukmin atau
bagi non- mukmin. Faedah mengetahui asbab al-nuzul terhadap orang mukmin
adalah akan menambah keimanannya terhadap apa yang disakikannya sendiri.
Mereka merasakan kebesaran dan kebijaksanaan Allah untuk mengatasi dan
memecahkan -masalah tertentu tepat pada waktunya.

Terhadap orang kafir bisa menjadi gugahan tersendiri baik keindahan


bahasa, apalagi pesan-pesan ketuhanan yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW lewat ayat yang diturunkan. Sebabnya adalah sesuatu yang diturunkan
berdasarkan sebab menunjukan akan keagungan yang diturunkan dan benarnya
yang menerima riwayat itu.
Seiring dengan yang telah disebutkan di atas, al- Zarqani menyebutkan
pula faedah mengetahui sebab nuzul sebagai berikut:
Dapat mngetahui hikmah disyari'atkannya hukum-hukum Allah yang
dengannya al-Qur'an diturunkan dan pada yang demikian itu terdapat manfaat
bagi orang mukmin maupun non-mukmin. Menolong kita untuk memahami
ayat-ayat Allah dan menghilangkan kemusykilan atau kesulitan darinya.
KESIMPULAN

Asbab al nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya suatu ayat


karena adanya peristiwa tentangnya atau menjelaskan hukum pada masa
terjadinya sebab tersebut.

Yaitu suatu hal yang karenanya al-Qur’an diturunkan pada masa terjadinya
berupa peristiwa atau pernyataan.

asbab al-nuzul adalah turunnya ayat-ayat al-Qur'an kepada Nabi Muhammad


SAW disebabkan oleh adanya pertanyaan yang ditanyakan kepada Nabi
Muhammad SAW atau adanya peristiwa yang terjadinya pada zaman
Rasulullah SAW. sebab-sebab turunnya ayat disebabkan ada peristiwa, ada tiga
macam :

1. Peistiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang berkecamuk


antar segolongan dari suku Aus dan segolongan dari suku Khajraj.
2. Peristiwa berupa kesalahan serius, seperti peristiwa seseorang yang
mengimami shalat sedang mabuk sehingga salah dalam membaca surat
al-Kafirun.
3. Peristiwa itu berupa cita-cita dan keinginan, seperti persesuaian-
persesuaian (muwafaqat) Umar ibn Khatab dengan ketentuan ayat-ayat
al-Qur'an.

Mengetahui asbab al-nuzul terhadap turunnya ayat al- Qur'an mempunyai arti
sangat penting., terutama dalam memahami ayat-ayat yang menyangkut
hukum. Beberapa contoh dan manfaat kegunaan asbab al-nuzul
1. Asbab al-nuzul untuk mengkhususkan hukum terbatas bagi orang
tertentu, mereka ini adalah yang berpendirian bahwa landasannya ialah
sebab khusus.
2. Mengetahui bahwa asbab al-nuzul tidak pernah keluar dari hukum yang
terkandung dalam ayat tersebut walaupun sesudahnya datang yang
mengkhususkannya.
3. Dengan asbab al-nuzul dapat mengetahui siapa yang menjadi sebab atau
kasus turunnya ayat, sehingga tidak terjadi keraguan
4. Pengetahuan asbab al-nuzul dapat memudahkan orang untuk menghafal
dan memahami ayat al-Qur'an serta memperkuat keberadaan wahyu
dalam ingatan orang yang mendengarnya jika ia mengetahui sebab
turunnya.
DAFTAR PUSTAKA

Halimatussa’diyah. 2006. ULUMUL QUR’AN, Palembang,2006.

Ramli. 1994. ULUMUL AL-QUR’AN, Jakarta,Rajawali.

Manna. 1973. MABAHITS FI ‘ULUM AL-QUR’AN. Jeddah, Huququ al-thabi.

You might also like