You are on page 1of 18

MAKALAH TAFSIR BERDASARKAN METODE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah : Ilmu Tafsir
Dosen Pengampu : Zainal Arifin, Drs,M.A

Oleh : Kelompok 11

Sri wardani Sigalingging (12020224506)


Trixi Mustika Anggraini (1202022459)
Uni Zuzira (12120223182)

KELAS B
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021/2022

0
KATA PENGANTAR

Puji penulis ucapkan kepada Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat,
karunia, serta izin dan kehendak-nya makalah sederhana ini dapat kami selesaikan
tepat pada waktunya. Sholawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada
junjungan alam yakni nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya dan para
sahabatnya serta tidak lupa kepada kita semua selaku umatnya hingga akhir zaman.
Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ilmu Tafsir. Adapun judul yang kami bahas dalam makalah sederhana ini yaitu
“Makalah Tafsir Berdasarkan Metode”.
Dalam menulis makalah ini kami menemui berbagai hambatan disebabkan
karena terbatasnya ilmu pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu sudah
sepantasnya kami berterima kasih kepada dosen pembimbing kami yakni Bapak
Zainal Arifin. Drs, M.A yang telah memberikan limpahan ilmu yang berguna kepada
kami. Kami menyadari akan kemampuan yang masih terbatas.
Dalam pembuatan makalah ini kami telah berusaha semaksimal mungkin, tapi
kami yakin dan percaya didalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan serta
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik
yang membangun supaya lebih maju dimasa yang akan datang. Kami berharap supaya
makalah ini dapat bermanfaat terhadap penulis sendiri juga kepada orang yang
membacanya. Atas perhatian dan kesempatan untuk membuat makalah ini kami
ucapkan terimakasih.

Pekanbaru, 6 Juni 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….3
A. Latar Belakang Masalah……………………..……………………………………..3
B. Rumusan Masalah……………….………………………………………………….3
C. Tujuan ……………………………………………………………………………...3
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..4
A. Pengertian tafsir…………………………………………………………………….4
B. Macam-macam tafsir berdasarkan metode…………………………………...……6
C. Sejarah perkembangan tafsir………………………………………………………11
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………16
A. Kesimpulan……………………………………………………………………..…16
B. Saran………………………………………………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….17

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Al Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al Qur’an juga


menjadi penjelasan (bayyinat). Dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu
menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Disinilah manusia
mendapatkan petunjuk dari Al Qur’an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan
akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap Al Qur’an
tersebut. Maka untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan Al
Qur’an diperlukan tafsir.
Penafsiran terhadap al-quran mempunyai peranan yang sangat besar dan
penting bagi kemajuan dan perkembangan umat islam. Oleh karena itu, sangat besar
perhatian para ulama untuk memahami dan menggali dan memahami makna yang
terkandung dalam kitab suci ini. Sehingga lahirlah bermacam-macam tarfsir dengan
corak dan metode penafsiran yang beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu
nampak dengan jelas sebagai suatu cermin perkembangan penafsiran al quran serta
corak pemikiran para penafsirnya sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan tafsir?


2. Apa saja macam-macam tafsir berdasarkan metode ?
3. Bagaimana sejarah perkembangan tafsir ?

C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan tafsir


2. Untuk mengetahui macam-macam tafsir berdasarkan metode
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan tafsir

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TAFSIR

Tafsir menurut bahasa mengandung arti kata lain :


a. Menjelaskan, menerangkan yakni ; ada sesuatu yang semula belum atau tidak jelas
memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga jelas dan terang.1
b. Keterangan sesuatu, yakni ; perluasan dan pengembangan dari ungkapan-ungkapan
yang masih sangat umum dan global, sehingga menjadi lebih terperinci dan difahami
serta dihayati.
c. Tafsiroh yakni ; (alat-alat kedokteran yang khusus dipergunakan untuk dapat
mendeteksi atau mengetahui segala penyakit yang diderita oleh seorang pasien).
Kalau tafsiroh adalah alat kedokteran yang mengungkap penyakit dari seorang pasien,
maka tafsir dapat mengeluarkan makna yang tersimpan dalam kandungan ayat-ayat
alQur‟an.
Dalam Al-Qur’anul karim, kata tafsir diungkapkan hanya satu kali saja dalam
surat al-Furqon ayat 33 :

‫َِت َ ت يْ سِْ ريًا‬ ‫تَ تّ َتْيَ ت يَْ تتَ سِ تََ ت لٍ ا لسّ سِْي نٰ تَ سِ ياْ تَ ّ س‬
‫ِ تَا ت يْ ت‬

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang padamu (membawa) sesuatu yang ganjil,
melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan paling baik penjelasannya
(ahsana tafsira)”.2
Sedangkan tafsir menurut istilah para Ulama memberikan rumusan yang
berbeda-beda karena perbedaan dalam titik pusat perhatiannya, namun dalam segi
arah dan tujuannya sama. Adapun definisi tafsir adalah sebagai berikut :

1
M. Ali Hasan dan Rif‟at Syauqi Nawawi, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang,
1988), 139.
2
Soenarjo, Al-Qur‟an Tarjamah (Semarang: Al-Anwar, 1993), 564.

4
a. Menurut Syaikh Thohir Al-Jazairy, dalam At-Taujih :
Tafsir pada hakikatnya ialah menerangkan (maksud) lafadz yang sukar dipahami oleh
pendengar dengan uraian yang lebih memperjelas maksud baginya, baik dengan
mengemukakan sinonimnya atau kata yang mendekati sinonim itu, atau dengan
mengemukakan (uraian) yang mempunyai petunjuk kepadanya melalui suatu jalan
dalalah.3 Titik perhatian dalam rumusan tersebut ialah lafadz yang sulit difahami,
yang terdapat dalam rangkaian ayat al-Qur‟an.

b. Menurut Az-Zarkasy :
Tafsir ialah ilmu (pembahasan) yang mengkaji tentang pemahaman kitabullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw menerangkan makna-maknanya,
mengeluarkan hukum-hukum yang dikandungnya serta ilmu-ilmu (hikmah) yang ada
di dalamnya. Titik perhatian rumusan Az-Zarkasy tersebut ialah kitabullah (al-Qur’an)
yang diturunkan kepada Nabi yang di dalamnya terdiri dari sejumlah ayat yang
mengandung hukum-hukum dan ilmu Allah untuk manusia.

c. Menurut Abdul Azhim Az-Zarqani:


Tafsir dalam pengertian istilah ialah ilmu yang di dalamnya dibahas tentang al-
Qur’anul Karim, dari segi dalalahnya (yang berkenaan dengan pemahaman makna)
menurut yang dikehendaki Allah Swt. sesuai dengan kadar kemampuan manusia biasa.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dilihat bahwa rumusan-rumusan itu satu
dengan yang lainnya berbeda dalam titik perhatiannya yakni “menjelaskan”. Ada
yang titik perhatiannya pada lafadz, ada yang pada ayat dan ada pula yang langsung
pada al-Qur’an.

Berdasarkan rumusan-rumusan di atas dapat ditegaskan, bahwa tafsir ialah :


Usaha yang bertujuan menjelaskan al-Qur’an atau ayat-ayatnya atau lafadz-lafadznya,
agar yang tidak jelas menjadi jelas, yang samar menjadi terang, yang sulit dipahami
menjadi mudah difahami, sehingga al-Qur’an sebagai pedoman manusia benar-benar
dapat dipahami, dihayati dan diamalkan, demi tercapainya kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat. Adapun pengertian ilmu tafsir sendiri adalah ilmu yang menerangkan
tentang hal nuzul ayat, keadaan-keadaannya, kisah-kisahnya, sebab-sebab turunnya,

3
M. Ali Hasan dan Rif‟at Syauqi Nawawi, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), 140.

5
nasikh-nya, am’nya, muthlaq-nya, mujmal-nya, mufassar-nya (mufashshal-nya),
halalnya, haramnya,.4

B. Macam- macam tafsir berdasarkan metode

Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti cara atau
jalan.5 Di dalam bahasa Inggris kata ini ditulis “method” dan bangsa Arab
menerjemahkannya dengan “tharîqah” dan “manhaj”. Di dalam pemakaian bahasa
Indonesia kata tersebut mengandung arti : “cara yang teratur dan terpikir baik-baik
untuk mencapai maksud sedangkan dalam ilmu pengetahuan mengandung arti :
“cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan”.6

Berdasarkan metodenya tafsir terbagi menjadi 4 macam diantaranya :

A. Metode Ijmali

Metode tafsir ijmali yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan cara singkat dan
global tanpa uraian panjang lebar. ”Metode Ijmali [global] menjelaskan ayat-ayat
Qur’an secara ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti,
dan enak dibaca. Sistimatika penulisannya mengikuti susunan ayat-ayat di dalam
mushaf. Penyajiannya, tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an. Dengan
demikian, ciri-ciri dan jenis tafsir Ijmali mengikuti urut-urutan ayat demi ayat
menurut tertib mushaf, seperti halnya tafsir tahlili.7

- Kelebihan metode ijmali di antaranya: Praktis dan mudah dipahami, Bebas


dari penafsiran, Akrab dengan bahasa al-Qur’an

4
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur‟an & Tafsir
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), 159.
5
Fuad Hassan dan Koentjaraningrat. 1977. Beberapa Asas Metodologi Ilmiah, dalam Koentjaraningrat
[ed], Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramadeia. hlm. 16.
6
Tim Penyusun. 1988. Kamus Bahasa Indonesia, cet. Ke-I, Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 580-581.
7
Nashruddin Baidan. Ibid. hlm. 13.

6
- Kelemahan dari metode ijmali antara lain: Menjadikan petunjuk al-Qur’an
bersifat parsial, Tidak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai

Kitab tafsir yang tergolong dalam metode ijmali (global) antara lain : Kitab
Tafsir Al-Qur’an al-Karim karangan Muhammad Farid Wajdi, al-Tafsir al-Wasith
terbitan Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyat, dan Tafsir al-Jalalain, serta Taj alTafasir
karangan Muhammad ‘Utsman al-Mirghani.

B. Metode Tahlili [Analitis]

Yang dimaksud dengan metode analisis ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an


dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang
ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai
dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.8
Jadi, ”pendekatan analitis” yaitu mufassir membahas al-Qur’an ayat demi ayat, sesuai
dengan rangkaian ayat yang tersusun di dalam al-Qur’an. Maka tafsir yang memakai
pendekatan ini mengikuti naskah al-Qur’an dan menjelaskannya dengan cara sedikit
demi sedikit, dengan menggunakan alat-alat penafsiran yang ia yakini efektif [seperti
mengandalkan pada arti-arti harfiah, hadis atau ayat-ayat lain yang mempunyai
beberapa kata atau pengertian yang sama dengan ayat yang sedang dikaji], sebatas
kemampuannya di dalam membantu menerangkan makna bagian yang sedang
ditafsirkan sambil memperhatikan konteks naskah tersebut.9

- Kelebihan metode tahlili yaitu : Ruang lingkup yang luas, Memuat berbagai ide
- Kelemahan metode tahlili diantaranya: Menjadikan petunjuk al-Qur’an parsial,
Melahirkan penafsir subyektif, Masuk pemikiran israiliat

8
Abd al-Hayy Al-Farmawi. 1977. Mathba’at alHidharat al-‘Arabiyah.cet., ke-2., hlm. 24. M.
Quraish Shihab. 1986. Tafsir al-Qur’an dengan Metode Maudhu’i, di dalam Bustami A. Gani
Beberapa Aspek Ilmiah tentang al-Qur’an, Jakarta, Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an. cet. ke-I,
hlm. 37.
9
Muhammad Baqir al-Sadr. 1990. Pendekatan Tematik terhadap Tafsir al-Qur’an, Ulumul Qur'an,
Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No.4, Vol.1, 1990/1410H, hlm. 28.

7
- Ciri-ciri metode tahlili
Pola penafsiran yang diterapkan para penafsir yang menggunakan metode
tahlili terlihat jelas bahwa mereka berusaha menjelaskan makna yang terkandung di
dalam ayat-ayat Al-Qur’an secara komprehenshif dan menyeluruh, baik yang
berbentuk al-ma’tsur, maupun al-ra’y. Sebagaimana dalam penafsiran tersebut, Al-
Qur’an ditafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat secara berurutan, serta tak
ketinggalan menerangkan asbab al-nuzu ldari ayat-ayat yang ditafsirkan. Penafsiran
yang mengikuti metode ini dapat mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) atau ra’y
(pemikiran).
Diantara kitab tahlili yang mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) adalah :
a. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil al-Qur’an al-Karim, karangan Ibn Jarir al-Thabari
(w.310 H) dan terkenal dengan Tafsir al-Thabari.
b. Ma’alim al-Tanzil, karangan al-Baghawi (w. 516 H)
c. Tafsir al-Qur’an al-Azhim, karangan Ibn Katsir
d. Al- Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur, karangan al-Suyuthi (w. 911 H)
Adapun tafsir tahlili yang mengambil bentuk ra’y banyak sekali, antara lain :
a. Tafsir al-Khazin, karangan al-Khazin (w. 741 H)
b. Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, karangan al-Baydhawi (w. 691 H)
c. Al-Kasysyaf, karangan al-Zamakhsyari (w. 538 H)
d. Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur’an, karangan al-Syirazi (w. 606 H)

C. Metode Muqarrin ( Komparatif )

Tafsir al-Muqarin adalah penafsiran sekolompok ayat al-Qur’an yang


berbicara dalam suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat
atau antara ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-
pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dari
obyek yang dibandingkan. Jadi yang dimaksud dengan metode komporatif ialah: [a]
membandingkan teks [nash] ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau
kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang
berbeda bagi suatu kasus yang sama, [b] membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis

8
yang pada lahirnya terlihat bertentangan, dan [c] membandingkan berbagai pendapat
ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an.10

- Contoh Kitab-kitab dengan Metode Muqarrin


a. Durrat at-Tanzil wa Qurrat at-Ta‟wil karya besar al-Khatib al-Iskafi (w.
420 H/1029 M)
b. Al-Burhan fi Tawjih Mutasyabih al-Qur‟an karya Taj al-Kirmani (w. 505
H/1111 M)
c. Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Musthofa al-Maraghi11

- Kelebihan metode muqarrin : Memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih


luas kepada pembaca bila dibandingkan dengan metode-metode lain, Membuka pintu
untuk selalu bersikap toleransi terhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang jauh
berbeda dari pendapat kita dan tak mustahil ada yang kontradiktif, Tafsir dengan
metode ini amat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat
tentang suatu ayat

- Kelemahan metode muqarrin : Penafsiran dengan memakai metode ini tidak dapat
diberikan kepada pemula yang baru mempelajari tafsir, karena pembahasan yang
dikemukakan di dalamnya terlalu luas dan kadang - kadang ekstrim, Metode ini
kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di tengah
masyarakat, karena metode ini lebih mengutamakan perbandingan dari pada
pemecahan masalah, Metode ini terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-
penafsiran yang pernah dilakukan oleh para ulama daripada mengemukakan
penafsiran - penafsiran baru

D. Metode Maudhu'I ( Tematik )


Metode tematik ialah metode yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai
dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun,
kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait

10
Nashruddin Baidan. Ibid. hlm. 65.
11
Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur‟an, 100-102.

9
dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya. Semua dijelaskan
dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah, baik argumen yang berasal dari al-Qur’an,
hadis, maupun pemikiran rasional. Jadi, dalam metode ini, tafsir al-Qur’an tidak
dilakukan ayat demi ayat. Ia mencoba mengkaji al-Qur’an dengan mengambil sebuah
tema khusus dari berbagai macam tema doktrinal, sosial, dan kosmologis yang
dibahas oleh al-Qur’an. Misalnya ia mengkaji dan membahas dotrin Tauhid di dalam
al-Qur’an, konsep nubuwwah di dalam al-Qur’an, pendekatan alQur’an terhadap
ekonomi, dan sebagainya.12

- Contoh Kitab-kitab dengan Metode Maudlu’i


Kitab Modern : Al-Futuhat al-Rabaniyah fi al-Tafsir al-Maudhu‟i al-Ayat al-
Quraniyah karya Al-Husaini Abu Farhah, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu‟i karya
Abdul Hay al-Farmawi
Kitab Klasik : At-Tibyan fi Aqsamil Quran karya Ibnu Qayyim, Ahkamil Quran
karya Al-Jasas, Al-Mar‟ah fi al-Quran al-Karim dan al-Insan fi al-Quran al-Karim
karya Abbas Mahmud al-„Aqqad13

- Kelebihan metode maudlu’I : Menjawab tantangan zaman, Praktis dan sistematis,


Dinamis, Membuat pemahaman menjadi utuh

- Kelemahan metode maudlu’I : Memenggal ayat al-qur'an, Membatasi pemahaman


ayat 14

D. Metode yang relevan untuk penafsiran saat sekarang ini

Menurut M. Quraish Shihab, bahwa tidak ada metode tafsir yang terbaik sebab
masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri, kekurangan dan kelebihan serta
tergantung kebutuhan mufassir. Kalau kita ingin menuntaskan topik maka jawabannya

12
al-Farmawi, hlm. 52., dalam Nashruddin Baidan. Ibid. hlm. 151.
13
http://lukmankudus94.blogspot.com/2013/12/tafsir-maudhu’i-tematik.html
14
Nashruddin Baidan. Ibid. hlm. 165-168

10
ada pada metode tafsir maudhu’i, namun bila kita ingin menerapkan kandungan suatu
ayat dalam berbagai seginya maka jawabannya ada pada metode tahlili.
Ali Hasan al-Aridl, mengatakan bahwa urgensi metode maudhu’i dalam era
sekarang ini yaitu: [1] Metode maudhu’i berarti menghimpun ayat-ayat al-Qur’an
yang tersebar pada bagian surat dalam al-Qur’an yang berbicara tentang suatu tema.[2]
Dengan menghimpun ayat-ayat tersebut seorang pengkaji dapat menemukan segi
relevansi dan hubungan antara ayat-ayat itu. [3] Dengan metode maudhu’i seorang
pengkaji mampu memberikan suatu pemikiran dan jawaban yang utuh dan tuntas
tentang suatu tema dengan cara mengetahui, menghubungkan dan menganalisis secara
komprehensif terhadap semua ayat yang berbicara tentang tema tersebut. [4] Dengan
metode ini seorang pengkaji mampu menolak dan menghindarkan diri dari
kesamaran-kesamaran dan kontradiksi-kontradiksi yang ditemukan dalam ayat. [5]
Metode maudhu’i sesuai dengan perkembangan zaman modern dimana terjadi
diferensiasi pada tiap-tiap persoalan dan masing-masing masalah tersebut perlu
penyelesaian secara tuntas dan utuh seperti sebuah sistematika buku yang membahas
suatu tema tertentu.15

C. Sejarah Perkembangan Tafsir


Corak-corak penafsiran yang terkenal antara lain. Pertama, Corak Bahasa
Arab, yang timbul akibat banyaknya orang non-Arab yang memeluk Islam, serta
akibat kelemahan orang-orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan
kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman
arti kandungan al-Qur‟an di bidang ini. Kedua, corak filsafat dan teologi, akibat
penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi sementara pihak, serta akibat
masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang dengan atau tanpa sadar
masih mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka.
Ketiga, corak penafsiran ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha
penafsir untuk memahami ayat-ayat al-Qur‟an sejalan dengan berkembangnya ilmu.
Keempat, corak fiqih atau hukum, akibat berkembangnya ilmu fiqh, dan terbentuknya
madzhab-madzhab fiqih. Kelima, Corak tasawuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan

15
Ali Hasan al-Aridl. Tarikh Ilm al-Tafsir. hlm.92-95, dalam Muqowin, Metode Tafsir, Makalah
Seminar al-Qur’an, Program Pasca Sarjana [S-2] IAIN Sunan Kalijaga, 18 Desember 1997, Yogyakarta,
hlm. 22-23.

11
sufi sebagai reaksi dari kecendrungan berbagai pihak terhadap materi, atau sebagai
kompensasi terhadap kelemahan yang dirasakan. Keenam, bermula pada masa
Muhammad Abduh, corak-corak tersebut mulai berkurang dan perhatian mulai tertuju
kepada corak sastra budaya kemasyarakatan, yakni satu corak tafsir yang menjelaskan
petunjuk ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat,
serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah
mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk
tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti.
Tidak diragukan lagi bahwa sejarah tafsir al-Qur‟an berlangsung melalui
berbagai tahap dan kurun waktu yang panjang sehingga mencapai bentuknya yang
kita saksikan sekarang ini berupa tulisan berjilid-jilid banyaknya, baik yang tercetak
maupun yang masih berupa tulisan tangan. Pertumbuhan tafsir al-Qur‟an dimulai
sejak dini, yaitu sejak zaman hidupnya Rasulullah Saw., orang pertama yang
menguraikan Kitabullah al-Qur‟an dan menjelaskan kepada umatnya wahyu yang
diturunkan Allah Swt. ke dalam hatinya.

1. Tafsir pada masa Sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in


Setelah Rasulullah Saw. kembali ke haribaan Allah Swt., maka para sahabat yang
telah mendalami al-Qur’an dan telah mendapatkan petunjuk dari Rasul, mereka mau
tidak mau terpanggil untuk mengambil bagian dalam menjelaskan dan menerangkan
tentang apa yang mereka ketahui dan pahami dari al-Qur‟an tersebut. Ahli tafsir di
kalangan sahabat nabi banyak jumlahnya, tapi yang paling terkenal ada 10 orang yaitu
4 orang khulafaurrosyidin; Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, „Utsman bin
Affan, dan Ali bin Abi Tholib, kemudian disusul oleh sahabat yang lain, Abdullah bin
Mas‟ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy‟ari dan ,
Abdullah bin Zubair.16

2. Tafsir dalam abad kedua hijrah (masa pembukuan tafsir)


Sudah jelas bahwa zaman nabi, zaman sahabat dan zaman tabi‟in, tafsir-tafsir itu
dipindahkan dari seseorang kepada seseorang atau diriwayatkan sebagaimana
umumnya hadits yang lain dari mulut ke mulut dan belum dibukukan. Pada permulaan

16
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus,
1999), 383.

12
abad hijrah, yaitu ketika sudah banyak pemeluk agama Islam yang bukan dari bangsa
Arab dan ketika bahasa Arab dipengaruhi bahasa ajam, barulah para ulama merasa
perlu untuk membukukan tafsir agar dapat diketahui maknanya oleh mereka yang
tidak mempunyai saliqah bahasa Arab lagi. Pada permulaan zaman Abbasiyah,
barulah ulama-ulama mengumpulkan hadits-hadits tafsir yang diterima dari sahabat
dan tabi‟in. Adapun tafsir-tafsir yang terkenal zaman itu adalah :Tafsir As-Suddy
(127 H), Tafsir Ibn Jurraij (150 H), Tafsir Muqatil (150 H), Tafsir Muhammad ibn
Ishaq, Tafsir Ibnu Uyainah, Tafsir Waki‟ ibn Al-Jarrah.

3. Tafsir abad ketiga Hijriah


Pada zaman ini muncul para ulama-ulama tafsir riwayat di antaranya: Al-Waqidy,
Abd ar-Razaq, Abd ibn Humaid. Adapun ulama-ulama tafsir dirayah adalah sebagai
berikut : Al-Allaf (226 H), Al-Jahidh, dan An-Nadham (231 H). Yang terkenal dan
yang tersebar dari tafsir abad ketiga yang sampai ke tangan umat Islam sekarang ini
dan berkembang luas yang menjadi pegangan pokok bagi seluruh ahli tafsir ialah
Tafsir Jami‟ al-Bayan susunan Ibn Jarir at-Thabary.

4. Tafsir dalam abad keempat Hijriah


Di antara ulama-ulama tafsir abad keempat ini, terdapat ulama-ulama tafsir yang
bersungguh-sungguh dalam menafsirkan al-Quran dengan dasar dirayah yakni
menafsirkan al-Qur’an dengan bil ma’qul, dan juga ada yang masih mendasarkan
tafsirnya pada riwayat. Adapun perkembangan tafsir dirayat ini, didasarkan atas
perkembangan ilmu nahwu, lughoh, balaghah, dan kalam.

5. Tafsir dalam abad kelima dan keenam Hijriah


Dalam abad ini lahir Tafsir al-Wajiz fi Tafsir al-Qur‟an al-Aziz yang disusun oleh
Abu Hasan Ali ibn Ahmad al-Wahidy (468 H), Ma’alim at-Tanzil susunan Abu
Muhammad al-Husain bin Mas’ud alFarra al-Baghawy (516 H). Di antara kitab-kitab
tafsir yang besar pada abad ini, walaupun penuh dengan cerita-cerita dongeng ialah
tafsir Abu Ishaq Ahmad ats-Tsa‟aliby (427 H). Beliau mengarang kitab tafsirnya yang
diintisarikan dari kitab-kitab tafsir Mutaqaddimin serta riwayat-riwayat yang
dipandang shahih saja, tafsirnya bernama Al-Muhar alWajiz. Tafsir ini menjadi
pedoman dan pengangan penduduk Marokko dan Andalusia. Dan Ibn Jauzy (597 H)
menyusun tafsirnya yang bernama Zad alMasir dan Funun al-Ifnan.

13
6. Tafsir dalam abad ketujuh
Di antara kitab-kitab tafsir yang lahir dalam abad ketujuh dan kedelapan yang sampai
sekarang masih terkenal ialah Tafsir Mafatih al-Ghaib (At-Tafsir al-Kabir), yang
disusun oleh Fakhruddin ar-Razy yang terkenal dengan nama al-Fakhr ar-Razy (605
H). Selain itu juga lahir pula tafsir Anwar at-Tanzil susunan Al-Baidhawy (685 H),
tafsir ini menerangkan i‟rab, qira‟at dan balaghah yang dikandung oleh lafadz dan
ayat-ayat al-Qur‟an.

7. Tafsir dalam abad kedelapan


Di antara kitab-kitab tafsir yang lahir dalam abad kedelapan ialah : Tafsir Lubab at-
Takwil fi Ma‟an at-Tanzil yang disusun oleh Ali ibn Muhammad alBaghdady yang
terkenal dengan nama al-Ghazin (725 H), al-Bahr al-Muhith karangan Ibnu Hayyan
al-Andalusy (754 H), An-Nahr al-Madd karangan Ibnu Hayyah (754 H).

8. Tafsir-tafsir dalam abad kesembilan dan kesepuluh


Di antara kitab-kitab tafsir yang lahir dalam abad kesembilan dan kesepuluh ialah :
Tanwir al-Miqas min Tafsir Ibnu Abbas susunan Thahir Muhammad ibn Ya’qub al-
Fairuzzabady (817 H), Al-Jalalain susunan Jalaluddin al-Mahally dan ditamatkan oleh
Jalaluddin as-Suyuthy (911 H).

9. Tafsir dalam abad-abad kesebelas, kedua belas dan ketiga belas


Di antara kitab-kitab tafsir yang lahir dalam abad-abad ini ialah Fath al-Qadir susunan
As-Syaukany (1250 H), Ruh al-Ma‟ani susunan Al-Alusy (1270 H), Fath al-Bayan
susunan Shiddiq Hasan Khan (1307 H), Ruhul al-Bayan susunan Isma‟il Haqqy, At-
Tafsir al-Munir (Marah Labid), susunan Muhammad Nawawy alJawy, Tafsir Thahir
al-Jaza‟iry (1338 H).

10. Tafsir dalam abad keempat belas hijriah


Di antara kitab-kitab tafsir yang telah lahir dalam bagian pertama dari abad keempat
belas ini ialah: Mahasin at-Takwil, susunan Jamaluddin al-Qasimy (1322 H), Al-
Manar (Tafsir Muhammad Abduh) susunan Muhammad Rasyid Ridha, Kemudian
lahir tafsir-tafsir yang lain; Tafsir al-Maraghi susunan Ahmad Musthafa al-Maraghi,
tafsir al-Wadhih susunan Mahmud Hijazy, Sedang di Indonesia sendiri lahir tafsir

14
lain di antaranya Tafsir alQur‟an al-Karim susunan Abd al-Hallim Hasan dan Zain al-
Arifin Abbas, Tafsir al-Furqan susunan Ahmad Hasan, Tafsir al-Qur‟an susunan H.
Zainuddin Hamidy dan Fakhruddin Hs dan Tafsir an-Nur karya Teungku Muhammad
Hasbi AsyShiddiqiy

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tafsir ialah usaha yang bertujuan menjelaskan al-Qur’an atau ayat-ayatnya


atau lafadz-lafadznya, agar yang tidak jelas menjadi jelas, yang samar menjadi terang,
yang sulit dipahami menjadi mudah difahami, sehingga al-Qur’an sebagai pedoman
manusia benar-benar dapat dipahami, dihayati dan diamalkan, demi tercapainya
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Adapun pengertian ilmu tafsir sendiri
adalah ilmu yang menerangkan tentang hal nuzul ayat, keadaan-keadaannya, kisah-
kisahnya, sebab-sebab turunnya, nasikh-nya, am’nya, muthlaq-nya, mujmal-nya,
mufassar-nya (mufashshal-nya), halalnya, haramnya,. Berdasarkan metodenya tafsir
terbagi menjadi empat macam yaitu tafsir metode ijmali, tafsir metode tahlili, tafsir
metode maudlu’I, tafsir metode muqarrin.

B. Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah


ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan
evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan karya
tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

16
DAFTAR PUSTAKA

M. Ali Hasan dan Rif‟at Syauqi Nawawi, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan
Bintang, 1988), 139-140

Soenarjo, Al-Qur‟an Tarjamah (Semarang: Al-Anwar, 1993), 564.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur‟an &
Tafsir (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), 159.

Fuad Hassan dan Koentjaraningrat. 1977. Beberapa Asas Metodologi Ilmiah, dalam
Koentjaraningrat [ed], Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramadeia.
hlm. 16.

Nashruddin Baidan. Ibid. hlm. 13.

Abd al-Hayy Al-Farmawi. 1977. Mathba’at alHidharat al-‘Arabiyah.cet., ke-2., hlm.


24. M. Quraish Shihab. 1986. Tafsir al-Qur’an dengan Metode Maudhu’i, di dalam
Bustami A. Gani Beberapa Aspek Ilmiah tentang al-Qur’an, Jakarta, Perguruan
Tinggi Ilmu al-Qur’an. cet. ke-I, hlm. 37.

Muhammad Baqir al-Sadr. 1990. Pendekatan Tematik terhadap Tafsir al-Qur’an,


Ulumul Qur'an, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No.4, Vol.1, 1990/1410H, hlm. 28
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus,
1999), 383.

17

You might also like