You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

Di antara gangguan akibat nutrisi yang tidak adekuat, sistem saraf


menempati ketertarikan dan kepentingan khusus. Studi awal beri beri, pada
pergantian abad, penanganannya sebagian besar akibat atas penemuan tiamin, dan
akibat selanjutnya untuk konsep modern penyakit defisiensi. Serangkaian prestasi
penting dalam ilmu gizi mengikuti penemuan vitamin-vitamin ini. Meskipun ada
kemajuan, sejumlah penyakit karena kekurangan nutrisi dan terutamanya
menyebabkan gangguan sistem saraf terus menunjukkan masalah kesehatan di
seluruh dunia dan mendapatkan proporsi yang serius. Di masyarakat Timur Jauh,
di mana makanan utama terdiri dari konsumsi beras yang tinggi, namun masih ada
kejadian beri beri yang signifikan. Di negara-negara terbelakang lainnya,
penyakit-penyakit defisiensi bersifat endemik, akibat dari kekurangan makanan
yang berlangsung lama. Dan efek akhir pada kelainan sistem saraf akibat
kelaparan yang massal, yang terjadi pada sebagian besar benua Afrika, cukup
mengkhawatirkan.
Dilain pihak hal yang mengejutkan banyak peneliti bahwa penyakit
defisiensi masih terjadi di Amerika Serikat dan bagian lain dunia barat. Untuk
sebagian besar hal ini disebabkan oleh prevalensi alkoholisme. Penyebab relatif
yang kurang umum adalah faddisme makanan dan gangguan penyerapan nutrisi
makanan (yang terjadi pada pasien dengan luka mukosa celiac, anemia pernisiosa,
atau pembedahan sebagian saluran gastrointestinal untuk pengobatan obesitas atau
karena alasan lain). Akhirnya, ada kekurangan yang disebabkan oleh penggunaan
antagonis vitamin atau obat tertentu, seperti isoniazid (INH), yang digunakan
dalam pengobatan tuberkulosis dan mengganggu fungsi enzimatis piridoksin.
Istilah defisiensi digunakan ini dalam arti yang paling kuat untuk
menentukan gangguan yang diakibatkan oleh kurangnya asupan nutrisi atau
kurangnya komposisi nutrisi yang penting dalam makanan atau dari faktor kondisi
yang meningkatkan kebutuhan akan nutrisi ini pada kasus tertentu. Yang paling
penting dari nutrisi ini adalah vitamin, lebih khusus lagi, anggota kelompok B-
tiamin, asam nikotinat, piridoksin, asam pantotenat, riboflavin, asam folat, dan
kobalamin (vitamin B12). Sebagian besar penyakit defisiensi tidak dapat dikaitkan
dengan kekurangan vitamin tunggal (degenerasi kombinasi subacute dari medula
spinalis, karena defisiensi vitamin B12, yang merupakan pengecualian). Biasanya
efek dari beberapa kekurangan vitamin dapat dikenali.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI MEDULA SPINALIS


Medula spinalis terletak di dalam kanalis vertebralis yang dibentuk oleh tulang-
tulang vertebra. Medula spinalis juga bersegmen-segemen secara anatomi maupun
fungsional. Terdapat 31 pasang radiks yang keluar dari tiap segmen berjalan
melalui foramen intervertebra sesuai dengan tulang vertebranya. Tiap radiks
terdiri dari filamen ventral dan dorsal yang masing-masing membawa akson
motorik dan sensorik.
Medula spinalis terdiri dari substansia grisea yang berbentuk seperti kupu-
kupu dan dikelilingi substansia alba yang mengandung akson-akson traktus-
traktus yang bermielinisasi dan bersifat asending maupun desending. Substansia
alba medula spinalis dibagi menjadi tiga region utama; funikulus posterior, lateral,
dan anterior. Pada funikulus posterior terdapat fasikulus gracilis dan fasikulus
cuneatus, yang masing-masing membawa informasi sensorik propioseptik ke
talamus. Untuk memeriksa jaras ini biasanya digunakan tes vibrasi, posisi, dan
diskriminasi dua titik. Traktus spinotalamikus lateralis membawa sensasi nyeri
dan suhu. Input sensorik dibawa oleh akson yang masuk ke medula spinalis di
kornu posterior dan bersinap satu tingkat atau dua segmen di atasnya. Kemudian
akson akan menyilang di substansia grisea persis di ventral kanalis spinalis dan
membentuk traktus spinotalamikus.
Traktus kortikospinal berjalan di bagian ventro-lateral medula spinalis. Di
dalam medula spinalis, traktus kortikospinal tersusun berdasarkan segmen
persarafannya. Dari medial ke lateral; traktus yang mensarafi segmen cervikal,
thorakal, lumbal, lalu sacral. Traktus ini akan bersinap dengan akson selanjutnya
di kornu anterior substansia grisea. Kerusakan traktus kortikosponal menyebabkan
munculnya refleks patologis seperti refleks Babinski, yang lebih sering terjadi
pada kaki dengan hiperrefleksia.
Traktus yang mengontrol sistem otonom seperti pernapasan, tekanan
darah, keringat, dan kontrol kandung kemih terletak di kuadran ventrolateral
substansia alba medula spinalis. Inervasi segmental diafragma biasanya terletak di
level C3-5. Jaras simpatis terdapat di segmen lumbal atas, parasimpatis dari S2-4
dan eferen somatik kandung kemih, sfingter ani, dan genital berasal dari S2-4.
Medula spinalis bermula dari setingkat foramen magnum, yang membatasi
bagian kaudal medula oblongata, dan pada orang dewasa berakhir antara thorakal
ke-12 dan lumbal ke-1. Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus
medullaris. Conus medullaris terdiri dari tingkatan S3-Co (koksigis), sedangkan
daerah perbatasan di atasnya yang disebut epiconus terdiri dari tingkatan L4-S2.
Di bawah conus medullaris adalah kauda equina (kumpulan radiks
berbentuk ekor kuda). Kauda equina ini tersusun sesuai segmen spinal tempat
mereka berasal di dalam liquor serebrospinalis (LCS) di ruang subarakhnoid
dengan dural sac yang berakhir pada tingkat vertebra S2. Daerah antara conus
medullaris dan kauda equina adalah daerah peralihan antara susunan saraf pusat
dan susunan saraf perifer, sehingga lesi pada daerah ini sesuai dengan disfungsi
upper dan lower motor neuron (UMN dan LMN).

Gambar 1. Penampang
Aksial Medulla Spinalis
2.2 MANIFESTASI NEUROLOGIS DEFISIENSI VITAMIN B12

Saraf tulang belakang, otak, saraf mata, dan saraf perifer semuanya dapat
dipengaruhi oleh defisiensi vitamin B12 (cobalamin), yang menyebabkan salah
satu sindrom neurologis klasik. Saraf tulang belakang biasanya terpengaruh
terlebih dahulu dan eksklusif. Istilah subacute combined degeneration (SCD)
biasanya digunakan untuk lesi medula spinalis akibat defisiensi vitamin B12 dan
berfungsi untuk membedakannya dari jenis penyakit medula spinalis lain yang
terjadi pada kolom posterior dan lateral (sehingga disebut sebagai penyakit sistem
gabungan atau kombinasi). Apakah neuropati perifer adalah komponen utama
penyakit atau yang sekunder akibat kerusakan serat masuk di dorsal cord telah
diperdebatkan, namun bukti patologis yang ada mendukung yang pertama.
Manifestasi hematologis dan neurologis akibat kekurangan vitamin B12
juga kadang-kadang menyulitkan penyakit malabsorptif lainnya: akibat reseksi
lambung atau ileum yang ekstensif; pertumbuhan berlebih dari bakteri usus dalam
"blind loop" anastomosis, divertikula, dan kondisi lain yang menyebabkan stasis
intestinal;. Contoh langka kekurangan vitamin B12 diamati pada vegetarian dan
pada bayi yang dirawat oleh ibu yang kekurangan vitamin B12. Defisiensi vitamin
B12 mungkin juga disebabkan oleh defek genetika metilmalonyl coenzyme A
(CoA) yang langka.
Di sini juga harus disebutkan bahwa intervensi dengan metionin sintetase,
enzim yang mengandung metilcobalamin, diproduksi oleh paparan kronis dari
nitrogen oksida. Keadaan megaloblastik, ciri neurologis degenerasi gabungan
subakut, disebabkan oleh gas NO ini. Penyakit di zaman modern ini muncul pada
personil ruang operasi (perawat anestesi), kadang-kadang di dokter gigi, dan
pelaku penyalahgunaan gas. Kasus degenerasi gabungan subakut juga terdapat
pada pasien dengan kadar B12 yang rendah setelah menerima anestesi umum
nitrogen oksida selama operasi. Tingkat serum B12 biasanya dalam kisaran
normal rendah, namun pengukuran asam metilmalon meningkat.
Manifestasi Klinis
Gejala penyakit sistem saraf terjadi pada sebagian besar penderita anemia
pernisiosa. Pasien pertama-tama menunjukkan kelemahan umum ringan dan
parestesia yang terdiri dari rasa kesemutan, perasaan "tertusuk jarum", atau
sensasi yang samar-samar lainnya. Parestesia melibatkan tangan dan kaki,
cenderung konstan dan progresif terutama pada daerah tubuh yang tertekanan
seperti pada tangan dan kaki. Seiring perkembangan penyakit, gaya berjalan
menjadi tidak stabil, terdapat kekakuan dan berkembang hingga terjadi kelemahan
anggota badan, terutama pada kaki. Jika penyakit ini tetap tidak diobati, terjadi
paraplegia ataksik, dengan tingkat spastisitas yang bervariasi.
Pada awal perjalanan penyakit, hanya terdapat parestesia, dan tidak ada
tanda-tanda obyektif yang lain. Kemudian, pada pemeriksaan terutama terdapat
kelainan pada kolom posterior dan lateral sumsum tulang belakang. Hilangnya
rasa getaran selama ini adalah tanda yang paling konsisten. Hal ini lebih terasa di
kaki dan tungkai bawah daripada di tangan dan lengan dan sering meluas ke
badan. Sensasi posisi biasanya terganggu juga. Tanda-tanda motorik, biasanya
terbatas pada kaki, termasuk kehilangan kekuatan simetris yang ringan pada otot
ekstremitas proksimal, spastis, perubahan respons tendon, klonus, dan respons
plantar ekstensor. Pada awalnya, refleks patela dan achiles ditemukan berkurang;
bahkan mungkin tidak ditemukan. Dengan pengobatan, refleks dapat kembali
normal atau menjadi hiperaktif. Gaya berjalan pada awalnya terutama bersifat
ataksik, kemudian ataksik dan spastik.
Hilangnya sensasi superfisial di bawah tingkat segmental pada trunkus
dapat terjadi pada, namun penemuan semacam itu masih kemungkinan alternatif
dari beberapa penyakit lain pada sumsum tulang belakang. Namun, beberapa
pasien menggambarkan sensasi seperti rasa terikat di sekitar toraks. Hilangnya
sensasi kutaneous dapat berupa gangguan taktil, nyeri, dan sensasi suhu pada
anggota badan dalam bagian distal, yang melibatkan araf perifer atau traktus
spinotalamik, namun kondisi semacam ini juga jarang terjadi. Fenomena
Lhermitte (parestesia di tulang belakang atau di bahu yang diinduksi oleh gerakan
leher yang cepat) adalah temuan umum yang ditemukan.
Keterlibatan sistem saraf pada degenerasi kombinasi subakut biasanya
terjadi secara simetris, dan gangguan sensorik mendahului gangguan motorik.
Keterlibatan motorik dari awal dan asimetris yang tidak pasti dari penampilan
motor atau sensorik yang dipertahankan selama beberapa minggu atau bulan
meragukan diagnosis dari degenerasi kombinasi subakut.
Tanda-tanda mental sering terjadi, mulai dari iritabilitas, apatis,
mengantuk, rasa curiga berlebihan, dan ketidakstabilan emosional tanda dari
status psikosis atau depresi hingga penurunan intelektual. Lindenbaum dan rekan
melaporkan kasus di mana gejala neuropsikiatri, responsif terhadap vitamin B12,
yang terdapat pada pasien tanpa kelainan saraf tulang belakang atau kelainan saraf
perifer. Dalam hal ini, gejala demensia belum sering terjadi dan biasanya
mengikuti kelainan sumsum tulang belakang.
Kerusakan visual akibat optik neuropati kadang muncul sebagai
manifestasi paling awal atau satu-satunya dari anemia pernisiosa. Pemeriksaan
memperlihatkan suatu scotomata centrocecal simetris dan berkembang menjadi
papil atrofi. Fakta bahwa potensi bangkitan visual abnormal pada pasien dengan
kekurangan vitamin B12 tanpa tanda klinis gangguan penglihatan memperlihatkan
bahwa jalur visual mungkin lebih sering terkena daripada yang terlihat pada
pemeriksaan neurologis. Sejumlah kecil pasien juga memiliki gejala disfungsi
otonom, termasuk gejala sfingter dan impotensi.
CSF (cairan cerebro spinalis) biasanya normal namun pada beberapa kasus
terjadi peningkatan kadar protein yang moderat/sedang. EMG menunjukkan
perlambatan konduksi sensorik atau reduksi potensi amplitudo sensorik. Hampir
selalu, menurut Hemmer dan rekannya, somatosensorik evoked potensial
menunjukkan keterlambatan konduksi atau respon tidak nampak (absen).
Perubahan ini diketahui dapat pulih dengan pengobatan. Para penulis ini,
menemukan perubahan sinyal T2 pada MRI yang terdapat pada kolom posterior
medula spinalis, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Dalam kasus ini terbentuk
perubahan linier yang terdefinisi dengan baik di kolom posterior pada pemindaian
aksial dari medula spinalis cervical.
Gambar 2. Potongan sagital T2 MRI pada
degenerasi kombinasi subakut menunjukkan
perubahan signal pada kolom posterior dari medula
spinalis. Pasien memperlihatkan terutama
berkurangnya sensasi getaran dan posisi dan
Romberg sign, reflex tendon tetap ada dan tidak
terdapat gangguan dari traktus kortikospinal dan
sarar tepi.

2.3 PATOGENESIS
Methylcobalamin adalah kofaktor penting dalam konversi homosistein
menjadi metionin. Penurunan reaksi ini karena defisiensi cobalamin diperkirakan
menyebabkan kegagalan sintesis DNA, yang menyebabkan kelainan hematologis
dan terutama produksi megaloblast. Namun, karena neuron tidak terbagi, urutan
kejadian kimia ini tidak dapat menjelaskan kelainan sistem saraf pusat. Salah satu
fungsi vitamin B12 yang lebih dipahami adalah perannya sebagai co-enzyme
dalam reaksi CoA-mutase methylmalonyl. Dalam reaksi ini, yang merupakan
langkah kunci dalam metabolisme propionat, metilmalonyl CoA diubah menjadi
suksinil CoA, yang kemudian memasuki siklus Krebs. Kurangnya enzyme
methylmalonyl COA yang tidak sesuai dengan kobalamin menyebabkan
akumulasi CoA methylmalonyl dan prekursornya propionyl CoA. Menurut
mekanisme teori ini, propionil CoA menggantikan suksinil CoA, yang merupakan
biasanya primer untuk sintesis asam lemak rantai-genap. Hal ini menyebabkan
penyumbatan anomali asam lemak rantai ganjil menjadi membran lipid, seperti
ditemukan pada selubung mielin. Dapat dibuktikan, kelainan biokimia ini
mendasari lesi fiber myelinated yang menjadi ciri penyakit. Namun, Carmel dan
rekannya telah menunjukkan bentuk defisiensi cobalamin turun-temurun di mana
aktivitas mutilasi Coil methylmalonyl normal, meskipun ada
kelainan neurologis yang khas. Dalam pandangan mereka, kegagalan utama
adalah salah satu metilasi homosistein menjadi metionin, yaitu kegagalan reaksi
metionin sintetase.
Bukti untuk pandangan yang terakhir juga datang dari pengamatan, yang
disebutkan sebelumnya, bahwa pemberian nitrogen oksida (N2O) yang
berkepanjangan dapat menghasilkan tidak hanya perubahan megaloblastik dalam
sumsum tetapi juga polineuropati sensorimotor, yang sering dikombinasikan
dengan tanda-tanda keterlibatan kolom posterior dan lateral sumsum tulang
belakang. N2O menghasilkan efeknya dengan menonaktifkan enzim metionin
sintetis metilcobalamin. Hipotesis ini dan hipotesis lainnya dibahas oleh Jandl,
Carmel dan rekan sejawatnya, dan Beck.
Peran defisiensi folat pada asal mula SCD (Subacute Combined
Degeneratif) kurang pasti. Salah satu kesalahan klinis yang diketahui adalah
mengobati anemia pernisiosa dengan memberi asam folat, ini memperbaiki
anemia tapi bisa memperburuk atau bahkan membangkitkan lesi medula spinalis.
Namun, ada beberapa contoh lesi serebral dan sumsum tulang belakang yang tidak
dapat dibedakan dari kekurangan defisiensi vitamin B12 pada pasien dengan
metabolisme folat yang kurang baik pada orang dewasa dengan kelainan yang
didapat dan pada anak-anak dengan kesalahan metabolik bawaan.

2.4 DIAGNOSIS
Diagnosis banding diferensial utama dari karakteristik motor indra dan
motorik adalah spondylosis cervical, multiple sclerosis pada medula cervical.
Yang terakhir ini mengacu pada proses mielopati yang tidak jelas yang
mempengaruhi kolom posterior dan lateral subakut namun tidak terkait dengan
bentuk defisiensi B12 atau gangguan enzim terkait. Laporan terbaru menunjukkan
bahwa proses ini mungkin merupakan hasil dari jenis defisiensi tembaga yang
tidak dipahami secara tuntas. Sering terjadi, sebagai tipe klasik karena defisiensi
B12.
Hambatan utama untuk diagnosis dini adalah kurangnya paralel yang
mungkin ada antara tanda hematologis dan neurologis, terutama terjadi pada
pasien yang mengkonsumsi diet folat atau obat. Anemia mungkin juga kadang
tidak ada, kadang-kadang selama berbulan-bulan, bahkan pada pasien yang belum
pernah minum folat. Dalam sebuah studi retrospektif terhadap 141 pasien dengan
kelainan neuropsikiatri karena defisiensi kobalamin, ada 19 pasien di antaranya
hematokrit dan volume sel darah merah rata-rata normal. Pada pasien-pasien ini,
kelainan morfologi leukosit polimorfonuklear yang hipersegmen dan
megaloblastosis pada sumsum tulang hampir selalu ditemukan jika dicari dengan
teliti.
Diagnosis Laboratorium
Serum cobalamin harus diukur bilamana diagnosis defisiensi vitamin B12
ditegakkan. Uji mikrobiologis (menggunakan Euglena gracilis) adalah
pengukuran paling akurat, namun metode ini memakan waktu dan tidak praktis
dan sebagian besar telah diganti dengan uji dilusi radioisotop komersial (uji
murah adalah alternatif namun sedikit kurang dapat diandalkan). Dengan
radioassay, kadar B12 serum kurang dari 100 pg / mL biasanya dikaitkan dengan
gejala neurologis dan tanda-tanda defisiensi vitamin B12. Tingkat di bawah 200
pg / mL yang tidak terkait dengan gejala memerlukan penyelidikan lebih lanjut
terhadap defisiensi kobalamin. Namun, kadar serum 200 hingga 300 pg / mL
masih dapat dikaitkan (dalam 5 sampai 10 persen kasus) dengan defisiensi
cobalamin. Konsentrasi metabolit cobalamin serum yang tinggi - kisaran normal,
73 sampai 271 nmol / L) dan homosistein (kisaran normal 5,4 sampai 16,2 mmol /
L) adalah indikator paling dapat diandalkan dari defisiensi kobalamin intraselular
dan dapat digunakan untuk menguatkan diagnosis. Harus ditekankan bahwa kadar
kobalamin bukanlah ukuran total tubuh kobalamin. Pada pasien yang berhenti
menyerap kobalamin oral, kadar serum mungkin tetap berada dalam rentang
normal untuk waktu yang lama meskipun terjadi penurunan cadangan jaringan.
Pada pasien yang telah menerima vitamin B12 secara parenteral, tes Schilling dua
tahap adalah indikator defisiensi cobalamin yang lebih andal, karena ini
mengungkap defek penyerapan vitamin; Namun, tes Schilling telah digantikan
untuk diagnosis rutin dengan pengukuran antibodi terhadap faktor intrinsik dan sel
parietal.
Achlorhydria hampir selalu hadir pada pasien dengan anemia pernisiosa.
Kehadirannya bisa dideteksi dengan mengukur kadar serum gastrin. Antibodi
terhadap sel parietal gastrik juga hadir pada sebanyak 90 persen pasien dengan
defisiensi cobalamin, namun tes ini sering menghasilkan hasil positif palsu.
Penentuan antibodi serum terhadap faktor intrinsik secara diagnostik spesifik
namun hanya dapat ditunjukkan pada 60 persen pada kebanyakan kasus.
Kadar cobalamin rendah dengan atau tanpa tanda klinis defisiensi dapat
terjadi pada pasien dengan gastritis atrofi atau setelah gastrektomi subtotal.
Malabsorpsi dalam kasus seperti ini diduga disebabkan oleh kegagalan untuk
mengekstrak kobalamin dari makanan daripada kegagalan mekanisme faktor
intrinsik ("malabsorpsi makanan-kobalamin"). Karena penyerapan cobalamin
gratis normal, uji Schilling tidak terganggu. Infeksi mukosa lambung dengan
Helicobacter pylori terlibat dalam beberapa kasus. Ada juga cacat bawaan pada
gen untuk faktor intrinsik itu membuatnya tidak efektif
Hasil tes konduksi saraf bervariasi pada pasien dengan vitamin B12. Pada
awal perjalanan SCD, konduksi saraf mungkin normal, namun dalam pengalaman
kebanyakan pasien dengan gejala neurologis mengalami perlambatan konduksi
sensorik bagian distal; yang lain juga menemukan berkurangnya amplitudo dan
tanda-tanda denervasi yang kecil, yang menunjukkan adanya perubahan aksonal.
Pada pasien dengan studi saraf perifer normal, somatosensorik evoked potential
menunjukkan kelainan yang disebabkan oleh penundaan konduksi sentral, yang
melibatkan kolom posterior sebagai penyebab gejala sensorik. Pada kasus lanjut,
konduksi motor dan respons yang lambat mungkin akan terpengaruh sedikit.
Ambiguitas ini merefleksikan peran neuropati perifer yang tidak konsisten dan
kurang dipahami dalam penyakit ini.
Seperti telah disebutkan, MRI dapat menunjukkan lesi pada kolom
posterior, terutama melalui medula spinalis cervical dan toraks bagian atas, dan
lebih jarang lagi, pada kolom lateral. Frekuensi temuan ini, bagaimanapun, tidak
diketahui, dan ketidakhadiran mereka tidak dapat dianggap sebagai bukti yang
menentang diagnosis.

2.5 TATALAKSANA
Diagnosis SCD menuntut pemberian vitamin B12 dan kelanjutan
pengobatan untuk waktu yang lama atau sisa masa hidup pasien. Pada kasus
anemia pernisiosa, pasien diberikan 1000 g sianokobalamin atau
hidroksikobalamin secara intramuskular setiap hari selama beberapa hari.
Pendekatan yang biasa dilakukan adalah mengulangi suntikan mingguan selama
sebulan dan kemudian bulanan untuk sisa hidup pasien. Meskipun sebagian besar
cobalamin yang disuntikkan diekskresikan, pasien ini harus dicukupi dengan
vitamin karena perembesan cadangan jaringan kobalamin adalah fungsi langsung
dari dosis tersebut.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, bahwa kelainan defisiensi B12
harus oleh mendapatkan pengobatan parenteral dipertanyakan dan penggunaan
cobalamin oral 500 sampai 1000 g telah disarankan sebagai alternatif untuk
pemeliharaan. Beberapa penelitian menunjukkan keefektifan pendekatan ini pada
pasien lansia dengan penyerapan B12 yang buruk dan pada orang dengan variasi
makanan yang terbatas, seperti vegatarian, namun rekomendasi mengenai
penggunaan penggantian oral dalam pengobatan anemia pernisiosa dengan
manifestasi neurologis.
Faktor terpenting yang mempengaruhi respons terhadap pengobatan
adalah lamanya gejala sebelum pengobatan dimulai, usia, jenis kelamin, dan
tingkat anemia merupakan faktor yang relatif tidak penting. Perbaikan terbesar
terjadi pada pasien yang gangguan telah hadir kurang dari 3 bulan; pemulihan
mungkin lengkap jika terapi dijadwalkan teratur dalam beberapa minggu setelah
timbulnya gejala. Semua gejala dan tanda neurologis bisa membaik, kebanyakan
dalam terapi 3 sampai 6 bulan pertama, dan kemudian pada tempo yang lebih
lambat, selama tahun berikutnya atau bahkan lebih lama lagi. Pada hampir semua
kasus, ada beberapa tingkat perbaikan setelah perawatan, walaupun terkadang,
dalam kasus dengan durasi terlama, yang terbaik yang dapat dicapai adalah
penangguhan perkembangan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lin VWH, Cardenas DD, Cutter NC, Frost FS, Hammond MC. Spinal Cord
Medicine: Principles and Practice. New York: Demos Medical Publishing;
2002.
2. Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG. Disease of spine and spinal cord. New
York: Oxford; 2000
3. Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. NewYork:
Thieme, 2005
4. Rohkamm R. Color atlas of neurology. New York: Thieme; 2004
5. Ropper AH, Brown RH. Disesase of the nervous system due to nutritional
deficiency, In Adams and Victor’s Principle of Neurology 8th. New York :
McGraw Hill, 2005.
6. JANDL JH: Cobalamin deficiency, in Jandl JH (ed): Blood: Textbook of
Hematology, 2nd ed. Boston, Little, Brown, 1996, pp 259–270.
7. AGAMANOLIS DP, VICTOR M, HARRIS JW, et al: An ultrastructural
study of subacute combined degeneration of the spinal cord in vitamin B12
deficient rhesus monkeys. J Neuropathol Exp Neurol 37:273, 1978.

You might also like