You are on page 1of 8

Makalah

Tanggung Jawab Ilmuwan Muslim


Dalam Berbangsa Dan Bernegara

Dosen Pengampu:
Afdal, S.Ud, M.PI

Disusun Oleh:
Jimmy Ray Ostar (210102074)
Tomy Natanoel Manalu (210102101)
Natanael Moody Simatupang(210102064)

Prodi Teknik MesinFakultas Teknik


Universitas Muhammadiyah Riau
2022/2023
A.    Tanggung jawab ilmuan muslim

1.      Banyak ilmuwan muslim (terutama dalam hal ini yang akan dibahas adalah berkaitan dengan
ilmuwan muslim di bidang sosial) yang tidak memiliki komitmen terhadap agama Islam.
            Ilmuwan tersebut menghabiskan hari-harinya dan bahkan hidupnya untuk
mempelajari dan mengkaji ilmu yang disenangi, menarik hati dan mungkin pula memperoleh
ketenaran serta mendapatkan banyak uang, tapi tidak berminat atau kurang sekali minatnya
untuk mengkaji Islam (Al-Quran dan Sunnah) yang berkaitan dengan ilmu yang digelutinya.
Dalam sepekan belum tentu ada satu atau dua jam waktunya diperuntukkan untuk menelaah
Islam, yang seharusnya menjadi pedoman hidupnya.
           Oleh karena itu, tidaklah mengherankan ketika mendapati ayat-ayat Al-Quran atau
Hadits yang tidak sesuai dengan jalan pikiran atau ilmu yang dikuasai, maka ayat dan hadits
tersebut ditolak atau paling tidak diragukan kebenarannya. Sebaliknya, paham atau konsep
yang jelas-jelas bertentangan dan tidak dapat dibandingkan dengan Islam seperti feminisme,
sekularisme, humanisme, liberalisme, postmodernisme, pluralisme dsb. malah dicari-carikan
pembenaran dan dukungan dari agama Islam.

2.      Banyak ilmuwan muslim yang berpikir dengan metode/cara berpikir orang barat yang kafir.
Mereka memisahkan antara agama dan akhirat, antara ilmu dan perilaku, antara ilmu dan
etika, antara agama dan ilmu, antara individu dan masyarakat nantara agama dengan sosial
atau negara. Hal ini disebabkan karena mereka asal ikut saja terhadap pendapat yang
dikatakan oleh pakar dari barat. Akibatnya mereka tidak akan dapat melebihi orang barat.
Mereka akan selalu tergantung dengan barat serta pola berpikirnya. Apa-apa yang tidak
sesuai dengan cara berpikir orang barat akan dikritik, diragukan atau bahkan ditolak.

3.      Banyak ilmuwan yang tidak paham sejarah barat dan sejarah pemikiran orang-orang besar.
Semestinya orang yang belajar sains sosial memahami mengapa timbul teori atau ide dari
para ahli sosial zaman dahulu sejak zaman Yunani, sampai sekarang. Ingat bahwa pendapat
sesorang pasti berkaitan dengan:
- Teologi agama Kristen di Barat
- Peran gereja di masyarakat pada masa itu
- Perang antar negara
- Kolonialisme
- Kebutuhan sosial masyarakat pada masa itu.

4.      Karena tidak paham sejarah barat, banyak ilmuwan yang terjebak cara berpikir orang barat.

Misalnya, banyak orang amat menyukai atau positivisme, reduksionisme,


behaviorisme. Sebaliknya ada juga yang amat tidak suka dengan positivisme, sebagai
gantinya mereka menganut hermeneutika atau kontruktivisme dll, sehingga semuanya
dianggap relatif, tidak ada kebenaran absolut, bahkan manusia tidak mungkin memahami
kebenaran atau kebenaran itu sendiri tidak ada. Namun mereka tidak paham mengapa timbul
aliran-aliran tersebut dan latar belakang aliran pemikiran tersebut. Paham seperti humanisme,
relativisme, dsb. telah menjadi anutan dan patokan mereka. Bahkan yang lebih
memprihatinkan lagi, sebagian ilmuwan muslim tidak menyadari pola pikirnya telah terjebak
dan tersumbat dengan paham-paham sesat dari barat tersebut.
5.      Banyak ilmuwan muslim tidak paham konsep pandangan dunia (worldview), asumsi
hakikat  manusia maupun nilai-nilai sosial budaya barat.

Nilai-nilai sosial budaya barat itu sendiri meliputi: tujuan hidup manusia, apa yang disebut
manusia sukses, berguna dan baik, apa yang disebut masyarakat yang baik, dsb. Hal ini
menyebabkan mereka hanya mengekor saja apa yang dikatakan atau ditulis orang barat.
Banyak orang terpesona dan terkagum-kagum dengan "kemajuan" barat. Barat dianggap
identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, pendidikan, kesehatran,
kebebasan dan demokrasi.
            Namun jangan lupa, untuk meraih itu semua, barat harus menguras habis sumber daya
yang dimiliki masyarakat lain sejak zaman dulu (kolonial) hingga sekarang, dengan
perusahaan multi nasional (MNC) nya. Disamping itu, problem internal masyarakat barat
semakin akut dan kronis. Meningkatnya jumlah orang yang depresi, stres, bunuh diri,
pembunuhan, perampokan, pnyalahgunaan obat-obatan, pemerkosaan, perceraian, anak lahir
di luar nikah, gay, lesbian dan semua penyakit sosial lain yang mengarah pada kehancuran
peradaban dan masyarakat baat itu sendiri. Gereja-gereja semakin ditinggalkan, beralih pada
fan lun gong, new age, spiritualisme, aliran pemuja setan, sinkretisme serta menciptakan
agama-agama baru sesuai selera mereka sendiri.

6.      Akhirnya banyak ilmuwan muslim yang tidak peduli apakah ilmu yang digelutinya ini
benar/salah, sesuai dengan ajaran Islam/tidak.

Menurut metode pendidikan model barat, tidak layak seorang ilmuwan memberikan penilaian
benar atau salah terhadap apa yang dipelajarinya. Ilmuwan hanya menjelaskan fenomena
yang terjadi atau konsep dan teori yang ada atau melakukan tinjauan kritis terhadapnya dan
kemudian bila mampu, membangun pendapatnya sendiri. Namun tentang standar mana yang
benar atau salah tergantung darimana menentukannya. Tidak ada kebenaran absolut. Apa
yang dianggap benar dan baik pada suatu saat, dapat dianggap salah dan tidak baik di saat
yang lain. Oleh karena itu, ilmuwan muslim yang mengikuti pola pikir ilmuwan barat tidak
menyadari atau tidak mau mengakui bahwa seharusnya mereka memberikan penilaian dengan
menggunakan standar atau patokan agama Islam, mana yang benar dan yang mana yang
salah. Ilmuwan muslim harusnya memberikan penerangan kepada semua orang tentang apa
yang benar dan apa yang salah dan selalu berusaha melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
            Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi
dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa
menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus
diperhatikan sebaik – baiknya. Dalam filsafat penerapan teknologi meninjaunya dari segi
aksiologi keilmuan.
            Adapun salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknlogi. Kaum
ilmuwan tidak boleh picik dan menganggap ilmu ilmu dan teknologi itu alpha dan omega dari
segala-galanya, masih terdapat banyak lagi sendi-sendi lain yang menyangga peradaban
manusia yang baik. Demikian juga masih terdapat kebenaran-kebenaran lain di samping
kebenaran kebenaran keilmuan yang melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki. Namun
bila kaum ilmuwan konsekuen dengan pandangan hidupnya, baik secara intelaktual maupun
secara moral, maka salah satu penyangga masyarakat modern itu kan berdiri dengan kukuh.
Berdirinya piral penyangga keilmuan ini merupakan tanggung jawab social seorang ilmuan.
Kita tidak bisa lari padanya sebab hal ini merupakan bagian dari hakikat ilmu itu sendiri. Biar
bagaimanapun kita tidak akan pernah bisa melarikan diri dari diri kita sendiri.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai tanggung jawab,
dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang dimilikinya. Rasulullah SAW
bersabda:

‫ َد َما‬Eَ‫ ُزو ُل ق‬Eَ‫ «اَل ت‬:‫لَّ َم‬E‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس‬


َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ ق‬،‫َع ْن َأبِي بَرْ َزةَ اَأل ْسلَ ِم ِّي‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬
‫ َو َع ْن َمالِ ِه ِم ْن‬،‫ َو َع ْن ِع ْل ِم ِه فِي َم فَ َع َل‬،ُ‫َع ْب ٍد يَ ْو َم القِيَا َم ِة َحتَّى يُ ْسَأ َل َع ْن ُع ُم ِر ِه فِي َما َأ ْفنَاه‬
ٌ ‫ ِد‬E‫ َذا َح‬E َ‫ ه‬: ‫ال‬EE‫ وق‬،‫ َو َع ْن ِج ْس ِم ِه فِي َم َأ ْباَل هُ» (رواه الترمذي‬،ُ‫َأي َْن ا ْكتَ َسبَهُ َوفِي َم َأ ْنفَقَه‬
‫يث‬
)]2417[ ‫ح‬ ٌ ‫ص ِحي‬َ ‫َح َس ٌن‬
Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak bergeser kedua
telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya tentang umurnya; dalam
hal apa ia menghabiskannya,  tentang ilmunya; dalam hal apa ia berbuat, tentang hartanya;
dari mana ia mendapatkannya dan dalam hal apa ia membelanjakannya, dan tentang
pisiknya; dalam hal apa ia mempergunakannya”. (HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini
hadits hasan shahih”, hadits no. 2417).

Bagaimana cara mempertanggungjawabkan ilmu?


DR. Yususf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang ilmuwan
muslim, yaitu:
1.       Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap ada (tidak
hilang),
2.      Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar ilmu itu menjadi
meningkat,
3.       Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu berbuah,
4.       Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang mencarinya, agar ilmu itu
menjadi bersih (terbayar zakatnya),
5.       Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar manfaat ilmu itu
semakin luas,
6.      Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan memikulkan agar
mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan pertama sekali
7.      Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT semata, agar ilmu itu
diterima oleh Allah SWT.

B.     Kedudukan ilmuwan dalam islam


Dalam al-Quran Surat AlMujadalah ayat 11 dikemukakan: “ Alloh akan mengangkat derajat
orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat ” mengilhami kepada
kita untuk serius dan konsisten dalam memperdalam dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Beberapa tokoh penting (ilmuwan) dalam sejarah Islam jelas menjadi bukti janji Alloh s.w.t
akan terangkatnya derajat mereka baik dihadapan Alloh
Maupun Sesama Manusia
Dalam lapangan kedokteran ilmuwan Muslim yang sangat terkenal, antara lain Abu ali Al
Husain bin Abdullah bin Sina (Ibn Sina) atau Avicenna (980-1037) dan diberi julukan
sebagai the prince of physician yang juga dikenal sebagai Filsuf besar, termasuk Al Farabi
(870-950) yang juga memiliki keahlian dalam lapangan logika, politik dan ilmu jiwa
(Abuddin: 150-151) dan masih banyak lainnya, menunjukkan pada umat Islam tingginya
kedudukan mereka di kalangan umat Islam hingga menembus umat di luar Islam. Semuanya
sebagai konsekwensi logis dari ‘ilm’ yang mereka miliki.
DR Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al Munir nya memaknai kata ‘darajaat’ (beberapa derajat)
dengan beberapa derajar kemuliaan di dunia dan akhirat. Orang ‘alim yang beriman akan
memperoleh fahala di akhirat karena ilmunya dan kehormatan serta kemulyaan di sisi
manusia yang lain di dunia. Karena itu Alloh s.w.t meninggikan derajat orang mu’min diatas
selain mu’min dan orang-orang ‘ alim di atas orang-orang tidak berilmu. (juz 28: 43)
Dalam perspektif sosiologis, orang yang mengembangkan ilmu berada dalam puncak
piramida kegiatan pendidikan. Banyak orang sekolah/ kuliah tetapi tidak menuntut ilmu.
Mereka hanya mencari ijazah, status/gelar. Tidak sedikit pula guru atau dosen yang mengajar
tetapi tidak mendidik dan mengembangkan ilmu. Mereka ini berada paling bawah piramida
dan tentunya jumlahnya paling banyak. Kelompok kedua adalah mereka yang kuliah untuk
emnuntu ilmu tetapi tidak emngembangkan ilmu. Mereka ini ingin memiliki dan menguasai
ilmu pengetahuan untuk bekal hidupnya atau untuk dirinya sendiri, tidak mengembangkannya
untuk kesejahteraan masyarakat. Kelompok ini berada di tengah piramida kegiatan
pendidikan. Sedangkan kelompok yang paling sedikit dan berada di puncak piramida adalah
seorang yang kuliah dan secara bersungguh-sungguh mencintai dan mengembangkan ilmu.
Salah satunya adalah dosen yang sekaligus juga seorang pendidik dan ilmuwan. (Tobroni:36)
Keutamaan orang ‘alim (ilmuwan) dibanding lainnya diperkuat oleh hadist Nabi
dari  Mu’adz;
“Keutamaan orang ‘alim atas hamba (lainnya) adalah seperti kelebihan bulan purnama atas
bintang-bintang” H.R Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i , dan Ibn hibban.
Dan Hadist riwayat Ibnu Majah dari Utsman r.a;
“ Tiga golongan orang yang ditolong di hari kiamat; yaitu para Nabi kemudian ‘Ulama
kemudian syuhada”. (Ihya’: 17)

Penjelasan al Quran , Hadist maupun fakta di atas memberikan gambaran yang jelas bahwa
kedudukan ilmu dan ilmuwan begitu tinggi dan mulya di hadapan Alloh dan hamba-
hambaNya. Jika umat Islam menyadari dan memegang teguh ajaran agamanya untuk
menjunjung tingi ilmu pengetahuan , maka pasti dapat di raih kembali puncak kejayaan Islam
sebagaimana catatan sejarah di abad awal Hijrah hingga abad ke dua belas Hijrah, dimana
umat dan Negara- negara Islam menjadi pusat peradaban dunia.

C.    Kewajiban menuntut ilmu


Dari Anas ibn Malik r.a ia berkata, Rasulullah saw bersabda:
“Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam”
(HR. Ibn Majah)
Pesan terkandung:
 Setiap orang Islam wajib menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan, orang tua
ataupun anak muda.
 Ilmu yang harus dituntut adalah semua ilmu yang berguna, yang mengajarkan
kebaikan, baik itu ilmu-ilmu agama atau ilmu pengetahuan umum.
 Orang Islam harus menjadi orang pandai, bukan orang yang bodoh.
 Dengan ilmu orang akan mampu meraih cita-citanya, baik di dunia sampai di
akhirat.Sumber: Seri Hadis Rasulullah Untuk Anak 3, DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA
 1. Hadis-Hadis tentang kewajiban menuntut ilmu
 “Carilah ilmu sejak bayi hingga ke liang kubur.”
“segala sesuatu yang ada jalannya dan jalan menuju surga adalah ilmu”(hr.dailany) “orang
yang paling utama diantara manusia adalah orang mukmin yang mempunyai ilmu,dimana kalau
dibutuhkan(orang)dia membawa manfaat /memberi petunjuk dan dikala sedang tidak dibutuhkan dia
memperkaya /menambah sendiri pengetahuannya”.(HR.baihaqi)
 “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri cina”.  
Apabila kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist, maka terdapatlah beberapa suruhan yang
mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu, agar mereka
tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya
berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan menanya, melihat atau mendengar. Perintah
kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadist Nabi Muhammad saw :
Artinya : “Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan”. (HR.
Ibn Abdulbari).
Dari hadist ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang
yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemashlahatan dan jalan kemanfaatan;
menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala pengalaman yang didapati oleh
umat yang lalu, baik yang berhubungan dangan ‘aqaid dan ibadat, baik yang berhubungan dengan
soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup.
Nabi Muhammad saw.bersabda
: ‫الع ِْل ِم‬8888888888
ْ ‫ ِه ِب‬8888888888ْ‫ا َفعَ لَي‬8888888888َ‫ َو َمنْ َأرَ ادَ ُهم‬,‫الع ِْل ِم‬8888888888
ْ ‫ ِه ِب‬8888888888ْ‫رَ َة َفعَ لَي‬8888888888ِ‫ َو َمنْ َأرَ ادَ اَألخ‬,‫الع ِْل ِم‬8888888888
ْ ‫ ِه ِب‬8888888888ْ‫ ُّد ْنيَا َفعَ لَي‬8888888888‫َمنْ َأرَ ادَ ال‬
Artinya : “Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki
ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui
ilmunya pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-
duanya pula”. (HR.Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk menuntut
kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-tiap muslim jangan
picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat
membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diridhai Allah swt.
Rasulullah Saw., bersabda: ‫ٍطلَبُ ْالع ِْل ِم َف ِر ْيضَ ٌة عَ لَى ُك ِّل مُسْ ل ٍِم‬ َ ‫“م‬
Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam” (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil
Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)
Oleh karena itu, ilmu-ilmu seperti ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu bahasa ‘arab, ilmu sains seperti
perubatan, kejuruteraan, ilmu perundangan dan sebagainya adalah termasuk dalam ilmu yg tidak
diwajibkan untuk dituntuti tetapi tidaklah dikatakan tidak perlu kerana ia adalah daripada ilmu fardhu
kifayah. Begitu juga dengan ilmu berkaitan tarekat ia adalah sunat dipelajari tetapi perlu difahami
bahawa yg paling aula (utama) ialah mempelajari ilmu fardhu ‘ain terlebih dahulu. Tidak mempelajari
ilmu fardhu ‘ain adalah suatu dosa kerana ia adalah perkara yg wajib bagi kita untuk dilaksanakan
dan mempelajari ilmu selainnya tiadalah menjadi dosa jika tidak dituntuti, walau bagaimanapun
mempelajarinya amat digalakka Ilmu yang diamalkan sesuai dengan perintah-perintah syara’. Hukum
wajibnya perintah menuntut ilmu itu adakalanya wajib ‘ain dan adakalnya wajib kifayah. Sedang ilmu
yang wajib kifayah hukum mempelajarinya, ialah ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya
ilmu tafsir, ilmu hadist dan sebagainya. Ilmu yang wajib ‘ain dipelajari oleh mukallaf yaitu yang perlu
diketahui untuk meluruskan ‘aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin, dan yang perlu di
ketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa,
zakat dan haji. 
2. Tujuan Menuntut Ilmu
tujuan menuntut ilmu
Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah
hati kepada orang yang mengajar kamu. (HR. Ath-Thabrani)

Dilihat dari segi ibadat, sungguh menuntut ilmu itu sangat tinggi nilai dan pahalanya, Nabi Muhammad
SAW bersabda ; Artinya : “Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kakinya di waktu pagi (maupun
petang), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah (Al-Quran), maka pahalanya lebih baik
daripada ibadat satu tahun”.
Dalam hadist lain dinyatakan :
Artinya : “Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah
(orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali”.
Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya dilihat dari segi ibadat?. Karena amal ibadat yang
tidak dilandasi dengan ilmu yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya.
Syaikh Ibnu Ruslan dalam hal ini menyatakan : Artinya : “Siapa saja yang beramal (melaksanakan
amal ibadat) tanpa ilmu, maka segala amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima
   KESIMPULAN

Pertama, Islam adalah agama yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan. Penghargaan ini dapat dibuktikan dalam ajarannya yang memerintahkan
seluruh umatnya untuk menuntut ilmu
Kedua, Alloh s.w.t dalam Firmannya berjanji akan mengangkat derajat orang-orang
yang beriman dan berilmu pengetahuan jauh lebih tinggi di banding orang-orang yang tidak
beriman dan berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat kemuliaan baik di dunia maupun
di akhirat

Ketiga, Kunci utama meraih kesuksesan di dunia dan akhirat adalah iman dan ilmu
pengetahuan. Kemajuan dan bahkan martabat bangsa dan Negara sangat ditentukan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan manusianya.

Keempat, Iman dan ilmu pengetahuan adalah dua hak yang tidak terpisahkan.

You might also like