You are on page 1of 23

SISTIM IMUN DAN SEL-SEL DARAH

Biologi sel pada sistim imun dan haemotopoeitik sangat


mendetail/mendasar, melibatkan generasi dan interaksi sebagian besar tipe sel yang
berbeda. Pengertian detail yang tidak komplit belum cukup untuk menilai
mekanisme perbaikan dan kerusakan tubuh. Kita mengetahui banyak tentang biologi
sel darah daripada tentang jaringan lain dalam tubuh karena mudah mendapatkan
sampelnya. Ahli hematologi mempunyai keuntungan yang besar dalam sediaan darah,
karena dapat dilihat dengan mikroskop, dan sekarang dengan pemeriksaan
molekuler.
Regenerasi dalam sel-sel kelas mayor yang membentuk sistem imun
dan hematopoietik digambarkan secara skematis dalam gambar 7.1. Setiap tipe sel
yang berbeda diturunkan dari prekusor atau stem sel yang membagi stimulasi dengan
tepat. Progeni dari stem sel selanjutnya membelah dan matur kemudian mendapatkan
karakteristik fungsi dari tipe sel darah yang matur. Beberapa tahap dari stem sel
menuju sel darah yang matur adalah ireversibel , melibatkan rearrangement dari
genom. Langkah lain dimodulasi dengan growth factor dan keluar bervariasi menurut
kebutuhan tubuh saat itu. Selain itu, untuk toipotent stem sel yang merupakan
prekusor umum untuk semua tipe sel darah yang melakukan kelompok stem sel yang
dapat memproduksi progeny dari grup tipe sel yang lebih sempurna. CFU-GM
(Colony- Forming Unit of Granulocyte/Monocyte) merupakan kelompok stem sel.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 7.1, CFU-GM dapat meregenerasi granulosit
maupun monosit. Akhirnya prekusor sel dipenuhi, megakarioblas yang hanya
memproduksi satu tipe sel, dalam hal ini platelet. Kita dapat mengidentifikasi banyak
sel-sel seperti yang ditunjukkan pada gambar 7.1 sampel diambil dari sum-sum tulang
dan dilihat dibawah mikroskop. Sum-sum tulang merupakan rumah utama sel-sel
prekusor hemapoietik. Kombinasi morfologi, antigen permukaan sel, dan tes
fungsional menuntun kita untuk mengidentifikasi ini. Sel-sel limfoit meninggalkan

1
tulang-sum-sum segera dalam perkembangannya, melewati timus dan kemudian ke
limfanodus. Kebanyakan langkah akhir dalam diferensiasi limfosit terjadi dalam
limfanodus.
Dalam bab ini kita mendiskusikan peristiwa molekuler yang membantu
mengkarakteristikkan dan menjelaskan fungsi sistem imun. Sebagai contoh perbedaan
sistem imun diturunkan dari rearrangemen gen keluarga yang memberi sandi terhadap
protein imun. Penemuan sekarang ini bahwa growth factor dapat meningkatkan
aktivitas sistem imun dan hemapoietik. Genetik dari sel-sel sumsum tulang
merupakan jalan baru untuk terapi sejumlah penyakit yang berhubungan dengan
sestem imun dan hemapoietik. Gen pertama yang ditransplantasi secara genetik
membentuk sel-sel sumsum tulang digambarkan secara detail.
Pengertian biologi molekuler sel- sel darah menuntun cara
mendemonstrasikan pengaruh klinis rekombinasi teknologi DNA pada obat - obatan.
Sel-sel darah sekitar jaringan pertama yang diperiksa dengan mikroskop; mereka
adalah yang pertama diperiksa dengan probe molekuler dan sebaliknya mereka yang
pertama sekali secara genetik membangun penyakit manusia.

Gambar 1 : Generasi stem sel pada semua tipe cel darah dan imun sistem

2
Gambar 2 : Anatomi dari sistem imun

BIOLOGI MOLEKULER DARI SISTIM IMUN


Sistem imun sangat kompleks dan fungsinya menyeluruh ke seluruh tubuh.
Kita harus membayangkan ekologi seluler dari sisitim imun untuk menegaskan dan
menilai interaksi kompleks antara tipe sel dan faktor pertumbuhan. Gambar 3 dan 4
memperlihatkan lebih detail regenerasi limfosit dari pada gambar 1. Gambar ini
menunjukkan bahwa stimulasi suatu stem sel limfoid yang cocok dapat membedakan
jalan maturasi limpfosit B dan limfosit T. Permukaan antibodi yang dikenal dengan

3
variasi limfosit B dan limfosit T dapat dilihat pada gambar 3 dan 4, sebagai timbulnya
maturasi dari sel-sel yang progresif. Antibodi dilambangkan dengan CD (untuk
Cluster Desigtion), diikuti dengan nomor. Nomenklatur CD kompleks, tetapi ia
mewakili fungsi kompleks sistim imun.

Gambar 3: Differensiasi dari Limfosit - B

Gambar 4 : Differensiasi dari Limfosit – T

4
Limfosit B dan T adalah derivate dari precursor stem sel dalam sumsum
tulang. Pre limfosit B bergerak ke limfanodus dan jaringan limfoid lainnya serta
maturasi disana. Pre limfosit T pertama sekali melewati timus selama masa
perkembangan fetus. Dalam timus sel pre T “dididik” untuk fungsi yang layak
sebelum dikeluarkan ke dalam darah atau limfanodus. Setiap limfosit individual
menghasilkan antibodi yang spesifik. Sel limfosit B atau T yang matur melakukan
ekspansi klonal, membuat banyak duplikat dirinya sendiri ketika distimulasi oleh
suatu antigen atau berinteraksi dengan sel yang lain. Anggota dari klonal limfosit
adalah semua progeni dari prekursor tunggal. Klonal menghasilkan antibodi unik
yang sama seperti prekursor. Semua interaksi ini, dan yang belum diteliti mengurus
kemampuan sistim imun untuk memperbaiki kerusakan sel dan bereaksi atas adanya
benda asing.
Limfosit mampu mereaksi jutaan antigen potensial. Banyaknya antibodi yang
mungkin dihasilkan oleh limfosit adalah genom manusia yang sangat besar, tidak
mempunyai DNA yang cukup memberi sandi untuk semua molekul posibel.
Bertahun-tahun manusia heran dengan perbedaan respon imun dalam tiao – tiap
generasi. Satu teori bahwa molekul antibodi ” terlipat” sekitar suatu antigen dan
merubah strukturnya dalam merespon antigen. Sekarang kita tahu bahwa teori itu
salah. Rearragement gen adalah basis untuk perbedaan dengan sistim imun.
Limfosit differensiasi yang matur beregenerasi hanya dengan menduplikatkan
diri mereka sendiri. Untuk regenerasi suatu klonal yang baru dengan sistim imun
spesifik yang berbeda, hal yang penting adalah dimulai dengan suatu stem sel dan
pergerakan tiap-tiap tahap perkembangan semuanya berurutan. Kejadian-kejadian
yang mengontrol limfopoiesis adalah kompleks dan ada beberapa antigen yang
menstimulasi proliferasi secara langsung. Tetapi kebanyakan stimulasi antigenik
memerlukan suatu interaksi paling sedikit dua sel sistim imun seperti limfosit T
helper dan limfosit B yang matur terhadap suatu klonal untuk distimulasi sehingga
berproliferasi dan meningkatkan produksi antibodi. Monosit dapat juga memproses

5
antigen-antigen dan kemudian meningkatkan respon imun dengan mensekresi
interleukin-interleukin yang berfungsi sebagai growth factor.

REARRAGEMENT GEN IMMUNOGLOBULIN


Limfosit yang ireversibel menyusun genomnya seperti mereka membedakan
stem sel terhadap sel B atau T yang matur. Fenomena dari rearagemen gen imun ini
merupakan basis untuk regenerasi dari perbedaan produksi antibodi dalam sistim
imun. Mari kita berpikir bagaimana detail rearagemen gen terjadi seperti pada
limfosit B yang matur sehingga memproduksi suatu molekul imunoglobulin yang
komplit. Suatu molekul imunoglobulin (tipe Ig G) terdiri dari dua rantai berat dan dua
rantai ringan. Setiap bagian dari rantai berat dan ringan mempunyai suatu nomor dari
gen-gen perubah possible yang dibawa bersama untuk membuat suatu molekul
protein tunggal yang komplit. Gen-gen yang memberi sandi untuk rantai yang berat
ditempatkan pada kromosom 14. Untuk rantai ringan ada pada kromosom 2 dan 22.
Penting untuk memilih satu gen dari setiap gen perubah possible ( merupakan grup
gen yang terdapat dalam keluarga) dan bergabung bersama mereka membuat suatu
gen yang komplit untuk protein. Suatu analogi untuk memikirkan gen imunologi
keluarga sebagai pelataran dari permainan kartu. Setiap limfosit yang matur terdapat
dalam satu tangan yang mempunyai lima atau enam kartu yang digambarkan dari
pelataran dan ditempatkan sebagai genotif untuk sel ini. Dalam hal ini,gen
imunoglobulin keluarga terdiri dari sepuluh gen-gen individu yang diatur kedalam
jutaan genotif possible, dan setiap gen tersebut disesuai dengan molekul antibodi
yang berbeda.
Proses dari rearragemen gen untuk rantai berat ditunjukkan skemanya dalam
gambar 5. Tahap pertama dalam rearagemen gen untuk rantai berat adalah kombinasi
dari perbedaan daerah gen D dengan gabungan daerah J. Tahap selanjutnya adalah
fusi kombinasi DJ ini dengan satu variabel bagian gen-gen untuk rantai berat, Vh,
memberikan rangkaian VDJ untuk rantai berat. Rangkaian genetik yang tersusun
menyediakan suatu template untuk transkripsi RNA, yang setelah menyambung,

6
regenerasi suatu blueprint mRNA untuk rantai protein-imunoglobulin. Sisi-sisi
sambungan berubah dalam RNA dapat beregenerasi lebih dari pada satu protein
imunoglobulin rangkaian genetik yang sama, ditambah genetik diversity tambahan.

Gambar 5 : Rearrangement dari Immunoglobulin gen

Gen-gen imunoglobulin rantai ringan juga berjalan dibawah rearragemen yang


mirip dengan rantai berat. Akhirnya dua kombinasi rantai ringan dan berat menjadi
suatu molekul antibodi yang unik. Sebagai sel yang matur dan rearragemen genom,
maka gen-gen lain yang tidak digunakan dibuang dan kemudian dirinya menempel
secara ireversibel, sebagai sel yang sekarang hanya dapat memproduksi suatu
antibodi tunggal. Proses ini agak kompleks, tetapi kekomplekannya mempunyai suatu
tujuan. Sistim imun sangat berbeda-beda dan ada banyak tahap-tahap sistim imun
yang dapat diregulasi. Rearragemen gen imun sebenarnya tidak efisien, karena hanya
satu dari tiga limfosit B yang berusaha untuk matur secara sukses dalam
merekombinasi gen-gen rantai berat dan ringan menjadi konfigurasi yang dapat
menghasilkan suatu molekul antibodi. Alasan mengapa kesuksesan rendah adalah
bahwa diperlukan mata rantai gen-gen dalam fase, sehingga rekombinasi rangkaian
genetik merupakan suatu bacaan berbingkai terbuka untuk menterjemahkan mRNA
menjadi protein.
Sejauh yang kita ketahui, limfosit hanyalah sel-sel dalam antibodi yang secara
fisiologi menyusun gen-gen mereka. Belum ada sel-sel lain yang ditemukan yang
gen-gennya bergerak sebagai bagian dari suatu proses normal. Limfosit

7
merearragemen gen-gen mereka untuk dapat membedakan antigen. Dari hanya
sepuluh gen, berjuta-juta antibodi dapat dihasilkan. Rearragemen gen ini sangat
pintar, membentuk suatu sistim lain di dalam tubuh. Sebagai contoh, rearragemen
protein-protein permukaan sel pada neuron dari sistem saraf pusat menuntun
mekanisme kekomplekan yang ekstrim dari koneksi interneural.
REARRAGEMENT GEN SEL - T RESEPTOR

Biologi molekuler dari limfosit T secara umum hampir sama dengan


limfosit- B, kecuali protein yang dihasilkan oleh rearragemen gen untuk sel T tetap
melekat pada permukaan sebagai suatu molekul reseptor. Selanjutnya, sel T reseptor
(TcR) beraksi secara tidak langsung dengan antigen asing lebih baik dari pada ikatan
langsung pada limfosit B. Sel T reseptor yang mengontrol interaksi imun
mengandung empat rantai protein mayor, yaitu; alfa, beta, gamma, dan delta.
Keempat protein ini dikombinasikan untuk meregenerasi permukaan molekul reseptor
yang sangat kompleks. Rantai-rantai sel T reseptor ini disintesa dari rearragemen
genom-genom dalam suatu proses yang mirip gen-gen imunoglobulin dalam
limfosit- B.

8
9
ANALISA GEN-GEN REARRAGEMENT DENGAN SOUTHERN BLOT
Rearragemen gen imun dapat dianalisa dengan Southhern blotting. Southhern
blot dari limfosit darah perifer akan menunjukkan suatu pola garis turunan dari kedua
imunoglobulin dan gen-gen sel T reseptor. Pola garis turunan merefleksikan
nonrearragemen DNA dari kromosom yang tidak berhubungan. Gen rearragemen
terjadi hanya pada satu dari dua kromosom yang membawa gen-gen imun. Garis
turunan akan dilapiskan dengan suatu hapusan invisible dari rearragemen berbeda
yang multiple. Limfosit-limfosit darah secara normal adalah poliklonal, terdiri dari
campuran limfosit B dan T yang terutama mereaksi suatu variasi antigen yang luas.
Setiap limfosit T yang berbeda memberikan pola ikatan yang berbeda pula dari
kromosom menyusunnya. Ikatan-ikatan poliklonal ini sangat kabur terlihat pada suatu
autoradiografi. Jika suatu klonal dari limfosit yang diidentifikasi ada pada sampel,
duplikasi yang pasti dari gen menyusun ada dalam setiap sel dari klonal yang
dideteksi dalam Southhern blot. Klonal dapat dilihat sebagai suatu ikatan tambahan
pada suatu Southhern blot. Gambar 7.5 menunjukkan suatu analisa Southhern blot
untuk menyusun rantai berat dari gen imunoglobulin. Suatu probe terhadapdaerah, Jh
yang telah dihibridisasi menjadi tiga singkatan restriksi yang berbeda. Pada jalur-jalur
yang ditandai dengan kontrol negative (-), yaitu, apabila suatu representing ikatan
tunggal pola garis benih DNA dari kromosom yang tidak berhubungan. Pada jalur-
jalur yang ditandai dengan kontrol positif (+) yaitu; DNA dari limfoma sel B yang
dianalisa. Perlu dicatat bahwa penambahan ikatan garis turunan ada satu atau lebih
ikatan rearragemen dalam setiap tiga singkatan dengan enzim-enzim BamHI, EcoRI,
dan HindIII. Ikatan-ikatan yang direarragemen berasal dari ekspansi klonal suatu sel
B malignan, yang hadir sebagai populasi dominan dalam sampel limfanodus. Jalur-
jalur yang ditandai dengan 1,2, dan 3 adalah suatu tes biopsi dari seorang pasien yang
belum didiagnosa. Sampel pasien menunjukkan ikatan-ikatan yang tersusun dalam
setiap tiga singkatan. Ini menunjukkan adanya populasi klonal dari limfosit-limfosit
konsisten dengan suatu limfoma.

10
Analisa Southern blot dari reaaragemen gen imun dapat lebih jauh dinilai
dengan memikirkan analogi terdekat dengan mendeteksi monoklonalitik dalam
elektroforesis serum protein. Imunoglobulin yang secara normal ada dalam serum
merupakan campuran dari beberapa tipe yang berisi IgG, IgM, IgA dan sebagainya.
Setiap tipe dihadirkan dengan banyak molekul yang berbeda dan berasal dari sel
plasma yang berbeda pula. Suatu elektroforesis serum protein hanya menunjukkan
suatu hapusan protein dalam daerah imunoglobulin. Jika suatu populasi sel-sel
monoklonal hadir, maka setiap sel-sel akan memproduksi suatu molekul
imunoglobulin yang diidentifikasi dan hapusan elektroforetik akan memutuskan suatu
pusat ikatan. Dengan menggunakan analisa Southern blot dapat dideteksi populasi
monoklonal dari limfosit B dan limfosit T melalui proses analogi yang pasti.
Kebanyakan limfoma tidak dikeluarkan dalam sekresi protein imunoglobulin,
sehingga tidak dapat dideteksi oleh elektroforesis serum protein, tetapi sekarang kita
dapat mendeteksinya dengan probe DNA.

HEMATOPOIESIS
Produksi semua sel darah yang bukan limfoid adalah berasal dari sumsum
tulang. Sejumlah kecil dari stem sel hematopoeitik, diperkirakan 1µg dari jaringan,
bertanggung jawab untuk regenerasi semua sel-sel darah dalam tubuh. Tahap-tahap
inisial termasuk pembelahan sel tujuh dan sepuluh, menuntun suatu amplifikasi yang
besar dalam sejumlah sel-sel sumsum. Sejak fase awal, stem sel melakukan siklus
yang spesifik. Hematopoietik stem sel yang semula dapat memproduksi jenis sel
darah, menerima sinyal yang cocok menjadi golongan stem sel yang tepat untuk
memproduksi hanya satu tipe sel, seperti yang diperlihatkan pada gambar 7.1. Ada
sebagian stem sel darah merah (eritrosit), platelet, granulosit dan makrofag. Golongan
prekursor stem sel masing-masing disebut CFU-E, CFU-Meg, dan CFU-GM. CFU
adalah singkatan dari colony-forming unit, yang diperiksa untuk menghitung stem sel.

11
Setelah pembelahan sel tujuh dan sepuluh pertama, prekursor menggolongkan
sel darah selanjutnya membelah dan mulai matang. Setiap stem sel sekarang
memproduksi dua sel daughter yang lebih matur serta mempunyai lebih karakteristik
akhir dari sel darah perifer. Sebagai contoh, mieloblas membelah menjadi dua bentuk
prolimielosit yang berisi granula-granula primer. Setiap dua promielosit membelah,
maka semua menjadi empat mielosit. Mielosit ini sekarang mempunyai kedua granula
neutrofil primer maupun sekunder. Beberapa pembelahan sel dihasilkan dalam
neutrofil yang matur, dan siap untuk lepas dari sumsum tulang menjadi darah perifer.
Proses yang sama terjadi dalam siklus darah merah. Pronormoblas membelah mejadi
dua normoblas basofil yang kemudian membelah menjadi empat normoblas
polikromatofilik. Normoblas ini mulai mensintesa hemoglobulin dalam sitoplasma.
Nukleus mengental dan dikeluarkan dari sel sebagai sitoplasma yang selanjutnya
mengisi hemoglobin. Produk akhir setelah ekspulsi dari nukleus sel darah merah
adalah sel darah merah yang muda (retikulosit) dilepaskan dari sumsum ke aliran
darah. Megakariopoiesis siklusnya mirip, kecuali tidak membelah menjadi sel
daughter. Sebagai gantinya sitoplasma dari fragmen-fragmen megakariosit giant
menjadi besar jumlahnya dari platelet individual.

FAKTOR PERTUMBUHAN DAN SEL-SEL DARAH

Proses hematopoeisis merupakan kontrol dari sebagian besar growth factor.


Contoh-contoh growth factor adalah erythropoietin (EPO), interleukin (IL),
interferon, dan colony- stimulating factor (CSFs). Beberapa faktor interleukin khusus
dan interferon disebut juga limfokin dan monokin. Fungsi dari molekul-molekul ini
tumpang tindih, sehingga terminologinya membingungkan. Growth factor mengikat
reseptor spesifik pada permukaan sel. Banyak dari gen yang memberi sandi untuk
kedua growth factor mereka sendiri maupun untuk reseptor penghubungnya.
Kesuksesan dalam mengkloning gen-gen berarti merekombinasi growth factor untuk

12
dihasilkan dalam kuantitas farmakeutikal. Adanya rekombinasi growth factor seperti
( EPO ) ,dan faktor stimulus sel darah putih ( GM – CSF dan G –CSF )
memungkinkan stimulus yang spesifik dari produksi sel – sel darah. EPO digunakan
untuk merawat anemia yang kronis pada gagal ginjal ,sickle cell disease dan AIDS.
G – CSF dan GM – CSF digunakan untuk merawat neutropenia berat yang
berhubungan dengan kemoterapi kanker, atau AIDS – related suppression dari fungsi
sumsum tulang.
Jalan masuk dari proliferasi dan differensiasi sel yang dimediatori oleh faktor
pertumbuhan sangatlah kompleks.Banyak faktor yang dikeluarkan setelah terjadinya
proses oleh beberapa jenis sel intermediate.Faktor pertumbuhan juga saling
tergantung , satu faktor menjadi stimulus atau suppresor dari beberapa faktor lainnya.
Misalnya faktor nekrosis tumor ( TNF ) dan IL-1 , keduanya disekresi oleh monosit
sebagai respon dari rangsangan tertentu seperti bakterial endotoksin. TNF dan IL – 1
menyebabkan Limfosit T , sel endotelial dan fibroblas mensekresi CSFs, yang
nantinya akan kembali sebagai hasil proliferasi neutrofil,monosit dan precussor
megakariosit. Peningkatan CSFs akan berakibat terjadinya hiperplasia myeloid pada
sumsum tulang. Terdapat respon negatif dan positif pada sistim ini. Efek faktor
pertumbuhan dimodulasi oleh “ altered level “ dan protein ( sebagai respon dan
terjadinya pertukaran gen atau tidak ), sebagaimana respon dari regulasi naik
turunnya sejumlah reseptor.Sistem ini kompleks tetapi memungkinkan banyak
variasi pada bagian sistem imun dan sistem hematopoetik sebagai respon dari
stimulis.
Dalam sistem limfoid Interleukin membantu fungsi kontrol tidak saja hanya
pada jumlah sel tetapi juga terhadap fungsi selnya. Misalnya IL – 2 merupakan
stimulus predominan dan proliferasi sel – T , tetapi juga berpengaruh terhadap
aktivitas sel – B dan sel pembunuh alami ( NK ). Antibodi monoklinal pada
reseptor IL – 2 disebut CD 25 atau Tac terikat pada sel –T,sel B dan Makrofag..
Reseptor IL- 2 kompleks yang mudah dicampur dalam cairan juga dapat dideteksi
dalam plasma dan merupakan indikasi dari perubahan fungsi sistem imun. Contoh

13
lain IL – 4 yang disekresi oleh sel T, peningkatkan pengeluaran antigen HLA – DR
pada sel B seiring dengan peningkatan jumlah sel B yang aktif. Interleukin juga
menjembatani sel efektor dan sistem limfoid dan hematopoetik. Disekresi oleh
limfosit, IL – 5 merupakan stimulus yang kuat untuk proliferasi eosinofil .
Pemahaman tentang pertukaran pesan yang berhubungan antar sel memungkinkan
infiltrasi sel inflamasi dalam range yang luas pada situasi patologis yang berbeda.
Pelaksanaan penggabungan ulang CSFs secara dramatis mempengaruhi
respon imun.Interpretasi kita mengenai darah, sumsum tulang dan biopsy nodus
lymphaticus juga dirubah secara besar-besaran oleh agen – agen ini . 4 CSFs sekarang
tersedia sebagai recombinant protein dalam jumlah sedikit untuk penggunaan
eksperimental dan terapi. Hal tersebut meliputi Granulosit ( G – CSF ),makrofag ( M
– CSF ),Granulosit tambah Makrofag ( GM – CSF ) dan multi potensial ( Multi CSF,
disebut juga IL – 3 )faktor stimulasi gabungan.. G – CSF dan GM – CSF dikelola
untuk perawatan neutropenia mengikuti terapi intensif dari kanker. Pasien dengan
neutropenia berat mengikuti kemoterapi untuk sel kecil karsinoma paru , ketika
dirawat dengan GM – CSF Rebound dengan hitung jenis sel darah ( 20 – 40 x
109 /L ).Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan selularitas yang meningkat
mendekati 100 %, dengan predominan myeloid. Recombinant G dan GM – CSF juga
digunakan untuk merawat neutropenia pada pasien AIDS yang dihasilkan oleh
toksisitas Zidovudine ( AZT ).
Pada percobaan klinis yang lain dengan menggunakan recombinant CSFs
dilakukan untuk pengobatan pancytopenia yang terlihat pada kelainan
myelodysplastic. Beberapa myelodysplastic sindrom dan treatment – related leukemia
berhubungan dengan peninggian dari lengan panjang kromosom 5. Sesuatu yang
menarik pada gen – gen ini untuk IL – 3,GM – CSF, M – CSF dan reseptor M –
CSF ( yang juga disebut c – fms oncogene ) dikelompokkan pada lengan panjang
kromosom 5. Penghilangan bagian ini pada kromosom 5 umumnya terjadi pada
myelodysplastic sindrom dan pada treatment – related secondary leukemia.

14
Terapi lymphoma dengan recombinant IL – 2 ( dan kadang – kadang dengan
penambahan imfused lymfosit teraktifasi ) sedang dalam percobaan klinis. IL – 2
dapat memicu differensiasi dari sel – sel lymphoma menjadi meluas dan menutup
kapasitas proliferasi sel – sel tersebut. Terapi optimal dengan menggunakan IL – 2
dan IL yang lain membutuhkan pemahaman lebih lanjut dari pengaturan pathway
tetap utuh dalam sel – sel lymphoma..Pada pasien – pasien kanker IL – 2 dapat
menstimulasi secara selektif sistem imun. Stimulasi imun merupakan hal yang sangat
diperlukan untuk fungsi NK dari yang langsung menyerang sel – sel tumor.
Pendekatan ini merupakan bagian dari trend percobaan baru yang luas pada
perawatan kanker disebut terapi modifikasi respon biologi.
Erytropoetin merupakan agent pharmaceutical yang digunakan secara luas
diantara faktor – faktor pertumbuhan. Beberapa ahli berpendapat EPO merupakan
suatu hormone, karena disekresi oleh suatu organ ( ginjal ) dengan ujung target sel
( bone – marrow erytroid stem cell ). Recombinant erytropoetin tersedia secara luas
dan digunakan untuk pengobatan anemia diakibatkan oleh gagal ginjal kronis.
Erytropoetin juga diselidiki untuk pengobatan AIDS – Associated anemia dan untuk
perawatan sickle cell anemia.

TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG


Transplantasi sumsum tulang merupakan rekonstruksi sel darah dari host.
Sumsum tulang adalah organ yang unik diantara banyak transplantasi. Sel-sel
sumsum tulang didapatkan melalui aspirasi dari donor dan transplantasi melalui infus
intravena kepada host dalam indentifikasi sifat darah yang ditransfusi. Stem sel
sumsum tulang donor yang ditransfusi ke darah perifer “rumah’ ke sumsum tulang,
mungkin dalam respon ke faktor lokal dalam microenvironment dengan ruang
sumsum tulang. Donor hanya sementara deplet dari jaringan sumsum tulang, tumbuh
kembali dengan cepat. Seseorang dapat didonor beberapa kali. Sumsum tulang terdiri
dari banyak tipe sel, tetapi fungsinya bis meregenerasi secara sempurna dengan infus

15
dari sejumlah hemapoietik stem sel yang dapat membelah untuk menambah
jumlahnya. Dibawah sinyal growth factor yang sesuai , maka sel-sel sum-sum tulang
membedakan produksi semua elemen-elemen sel darah merah dan putih dalam tubuh.
Sumsum tulang merupakan organ imunologi aktif yang mengandung dan
meregenerasi sel-sel limfoid seperti granulosit, monosit, sel-sel darah merah dan
platelet. Transplantasi sumsum tulang menawarkan masalah yang unik dari reaksi
host terhadap graft, karena donor sumsum tulang mengandung sel-sel imunologi aktif
yang ditolak jaringan tubuh. Artinya bahwa masalah standar dalam penolakan donor
suatu organ adalah transplantasi sumsum tulang memperkenalkan masalah penolakan
donor organ. Penyakit host vs graft dapat menjadi fatal.
Transplantasi sumsum tulang biasanya merawat kondisi klinis seperti:
1. Malignansi hematologis yang malignansinya dibunuh dengan cara kemoterapi
intensif dan transplantasi.
2. Kerusakan kongenital yang serius dari sintesis hemoglobin seperti thalasemia
mayor dan penyakit sickle sel.
3. SCID kongenital (Severe Combined Immune Deficiency) dalam transplantasi
sumsum tulang merekonstitusi sistem imun.
4. Penyakit metabolik seperti Gaucher Disease yang meningkatkan fungsi fagosit
sumsum tulang dapat mengurangi manifestasi sistemik dari kesakitan.
5. Kanker metastase dalam sumsum tulang dibunuh dengan kemoterapi antitumor
yang toksik.
Rekombinasi teknik DNA memungkinkan tes diagnosis yang bertujuan dalam
transplantasi tulang. Dengan menggunakan DNA fingerprinting, adalah hal yang
mungkin untuk memeriksa sampel darah dan membedakan apakah sel berasal dari
host atau donor. Tes ini dapat digunakan untuk membedakan pencangkokan yang
diambil. Kadang-kadang setelah transplantasi sumsum tulang, sumsum menjadi
cocok dengan stem sel host. Jika transplantasi sumsum tulang dilakukan pada
penderita leukemia, maka probe DNA dapat memonitor sejumlah sel leukemia yang
tersisa dan pencangkokan dari sel-sel donor juga dapat dideteksi. Jika relaps terjadi,

16
ini mungkin memberi tahu apakah relaps berasal dari leukemia atau ada suatu
leukemia baru yang berasal dari sel-sel sumsum tulang donor karena efek kemoterapi.
Selain probe DNA berfungsi untuk memonitor pencangkokan, digunakan juga untuk
teknik molekuler dalam mengikuti level growth factor.
Transplantasi sumsum tulang dapat juga allogenik (dari suatu Human
Leukocyte Antigen (HLA)- pasangan donor, bisanya saudara kandung) atau
autologos (sumsum diambil dari pasien, disimpan dan dirawat di luar tubuh, lalu
diinfus kembali kepada pasien tersebut). Transplantasi autologos berguna perawatan
kemoterapi intensif pada kanker yang metastase. Neutropenia yang berkepanjangan
karena perawatan kanker paru dan payudara dengan kemoterapi multidrug secara
signifikan meningkat perbaikan jika menggunakan transplantasi sumsum tulang
autologous. Selsel sumsum tulang diambil, disimpan di luar tubuh selama infus obat-
obatan kemoterapi dan selanjutnya diinfuskan kembali pada pasien tersebut. Teknik
separasi sel memungkinkan sejumlah sel tumor metastasi yang terkandung dalam
sumsum tulang dapat dilihat melalui mikroskopis.

PEMBENTUKAN GENETIKA SEL-SEL SUMSUM TULANG

Sumsum tulang adalah target yang menarik dalam usaha untuk


memperkenalkan sel-sel secara genetik dalam tubuh, karena merupakan pabrik
produksi sel yang besar. Pembentukan genetika sumsum tulang mempunyai
keuntungan yang relative memudahkan pemindahan dan reimplantasi sel-sel.
Sumsum tulang juga cukup ideal untuk pembentukan genetik, karena hanya sedikit
stem sel sumsum tulang yang cocok dengan repopulasi seluruh sumsum tulang.
Eksperimen pada tikus, memungkinkan untuk menginfus kembali suatu sel tunggal
yang dapat merepopulasi sumsum tulang secara keseluruhan dari tikus yang
mempunyi sumsum tulangnya sendiri dibunuh dengan perawatan radiasi. Pada

17
manusia, penginfusan kembali sel-sel sumsum 1010 , kira-kira 10 g dari jaringan
dihasilkan dalam merepopulasi sumsum tulang secara keseluruhan, yang dekat 1
sampai 2 kg jaringan pada rata-rata dewasa. Secara teori adalah hal yang mungkin
jika sumsum tulang manusia keseluruhan dapat direkonstitusi dengan pencangkokan
stem sel tunggal.
Kemudian, jika pembentuk genetika dikeluarkan pada stem sel sumsum
tulang, tidak hanya mudah untuk menginfus kembali sel pembentuk yang tidak
tergantung mencari lokasi mereka yang benar, berjalan dari aliran darah menuju
sumsum tulang. Selain itu hanya sedikit sel yang dapat merekonstitusi seluruh organ
dan mempunyai efek amplifikasi besar-besaran.

ANEMIA SICKLE SEL

Jika hematopoietik stem sel dengan genetik yang salah dari pasien dengan
penyakit sikle sel dapat diperbaiki dengan menyisipkan gen hemoglobulin, kemudian
diinfus kembali dari stem sel akan dihasilkan pada pasien yang hemoglobin A
menjadi hemoglobin S, kemudian anemia sickle sel. Pengobatan anemia sickle sel
dengan pembangunan genetik menawarkan suatu alternatif untuk mendiagnosa
prenatal dan kemungkinan aborsi seperti pada bab6. perawatan hemoglobinofatis
seperti anemia sickle sel atau thalasemia dengan pembentukan genetika merupakan
alasan yang menarik. Pertama-tama dalam kasus ini, penyakit sickle sel dalam
hemoglobin S dengan hemoglobin A dewasa normal seperti obat pasien. Campuran
dari 10% hemoglobin A dan 90% hemoglobin S sangat menurunkan kesempatan
sickle sel yang kritis.
Gen hemoglobin A dikloning dari rangkaian genetic yang ada untuk
disisipkan ke dalam sel target. Masalah teknis, tidak hanya menyisipkan gen ke dalam
suatu bagian yang intact berisi rangkaian penuhnya, tetapi juga penempatan gen pada
lokasi agar diekspresikan.. gen harus ditempatkan pada stem sel hematopoietik yang

18
ketika distimulasi untuk memproduksi sel darah merah akan menghasilkan
penyisipan gen yang diubah pada hemoglobin A. hanya dengan menyisipkan gen
secara random pada genom tidak menghasilkan ekspresi yang benar. Tujuan dari
pembentukan genetik juga untuk menyisipkan lokasi yang benar atau menyisipkan.

TRANSPLANTASI GEN MANUSIA PERTAMA

Transplantasi gen manusia pertama adalah peristiwa penting dalam sejarah


sains dan medis. Hal ini dilakukan secara rahasia pada Institut Kesehatan Nasional
tanggal 14 September 1990. Untuk pertama kalinya pada manusia tidak hanya
dilakukan penelitian genetiknya tetapi dicoba untuk diduplikatkan. Gen untuk semua
organisma merupakan bagian yang konstan dalam evolusi. Melalui rentang masa
yang lama, genetik dari spesies berubah untuk beradaptasi lebih baik terhadap
lingkungan. Pada tahun 1990, lima belas tahun setelah dimulainya rekombinasi
revolusi DNA, transplantasi gen pertama dilakukan pada pasien untuk merubah
genetik seorang individu dengan mengoreksi yang salah. Kemampuan manusia untuk
membaca dan merekonstruksi genetik mereka sendiri bukanlah bagian dalan skema
adaptasi biologi terhadap lingkungan.
Transplantasi gen manusia pertama dilakukan murni dengan alasan medis
yaitu merawat anak yang mengalami penyakit lethal, sehingga ia dapat hidup secara
normal. Kejadian ini menyebabkan transplantasi gen manusia secara mulai banyak
dilakukan. Tahap regulasi dan pengulangan proses dilakukan oleh agensi pemerintah
secara teknik lebih kompleks dan waktu lebih lama dari pada penemuan genetik dan
manipulasi gen.
Yang mempengaruhi penyakit manusia adalah defisiensi adenosine deaminase
(ADA), genetik, penyakit keturunan, secara klinis dianggap parah disebut severe
combined immunodeficiency (SCID). Hal ini karena hampir 25% dari semua kasus
merupakan SCID. Pasien dengan defisiensi ADA rekuren dan tidak dirawat biasanya

19
fatal pada tahun pertama kehidupan. Bahkan perawatan intensif dari setiap rangkaian
infeksi, kondisinya adalah lethal. Akhirnya usaha dalam menempatkan anak-anak
defisiensi ADA adalah lingkungan yang steril dan tidak pernah kontak dengan dunia
luar dan organisma infeksius.
Defisiensi ADA diturunkan sebagai kondisi autosomal resesif. Untungnya
sangat jarang, dengan perkiraan insidensi sepuluh per sejuta kelahiran. Defisiensi
ADA merupakan toksisitas yang selektif terhadap limfosit, siklus limfosit B dan T
sehingga mengakumulasi metabolit deoxyadenosine. Limfosit sensitif terhadap
metabolit deoxyadenosine terutama triphosphat deoxyadenosine (d ATP). Limfosit
dapat rusak parah dengan sindroma defisiensi ADA. Level normal dari ADA merusak
metabolit dan rantai metabolit AMP dari sel. Ada beberapa alasan dalam pemilihan
untuk mengoreksi defisiensi ADA dengan terapi transplantasi gen manusia.
Drs.Anderson, Blease, Rosenberg dkk, pada Institut Kesehatan Nasional melakukan
penelitian transplantasi gen, tetapi tidak memerlukan perubahan pewarias genetik
individual. Mereka tidak mengoreksi kerusakan yang disebabkan organisma
transgenik. Ini merupakan alasan keamanan dan usaha merubah genetik yang
dibentuk manusia. Secara teori defisiensi ADA dapat dikoreksi dengan menyisipkan
gen ke stem sel sumsum tulang. Stem sel ini kemudian mensuplai enzim untuk
memenuhi defisiensi dalam limfosit.
Beberapa pasien defisiensi ADA dirawat sukses dengan transplantasi
allogenik dari donor sumsum tulang HLA yang cocok. Sayangnya hanya minoritas
saja pasien yang cocok dengan donor sumsum tulang, sehingga terapi ini terbatas.
Gen ADA manusia telah dikloning. Kerusakan yang paling sederhana pada gen
menyebabkan hilangnya aktifitas enzim. Sistim gen ADA bukan merupakan bagian
dari suatu proses gen yang kompleks. Transplantasi secara genetik merubah transfeksi
sel sumsum tulang dengan gen normal terhadap ADA akan menyediakan sumber
enzim untuk meregenerasi limfosit yang baru.
Transplantasi dimulai dengan memindahkan sel sumsum tulang dari pasien
dan dibawa ke laboratorium. Sel-sel darah ditransfeksi dengan suatu duplikat yang

20
benar dari gen ADA dalam vektor virus. Secara teori, yang berbahaya adalah vektor
virus, ketika sel diperkenalkan ulang pada pasien, mungkin dapat menginfeksi sel
lain. Ini dapat disebabkan transgenik ADA yang dibuat di laboratorium, memasuki sel
lain selain target yang diharapkan. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa
tidak ada resiko yang tidak diharapkan karena vektor. Secara genetik merubah sel
darah yang simpel adalah menginfus ulang pada pasien melaui vena tangan.
Diyakini bahwa lima tahun sejak transplantasi gen manusia pertama,
selanjutnya menghasilkan perbaikan. Pasien selanjutnya mempunyai suatu sistim
imun yang lebih baik. Pasien lain yang menderita ADA juga dirawat. Sekarang ini
transplantasi gen ditingkatkan tekniknya, yaitu stem sel tali pusat aman saat lahir.
Stem sel tali pusat ini kemudian ditransfeksi dengan retrovirus yang membawa gen
ADA, karena stem sel imatur, maka siap untuk diserang retrovirus dan sekali
transfeksi, mereka selanjutnya membelah untuk periode yang panjang. Anak-anak
yang dirawat dengan metode ini, diharapkan tidak memerlukan perawatan ulang.
Pasien pertama yang dirawat dengan transfeksi limfosit darah perifer, bahkan bersih
sel-selnya dari darah mereka dan memerlukan infus ulang dengan limfosit baru.
Pasien yang dirawat dengan stem sel darah tali pusar tidak memerlukan infus ulang.

21
PETUNJUK MASA DEPAN

Sekarang ini banyak penemuan tentang biologi molekuler sel darah, tetapi
kapankah menghasilkan terapi yang lebih baik untuk kelainan imun dan darah?
Molekuler medis, aplikasi pertamanya adalah area hematologi. Kemampuan
mengkloning gen utuk growth factor dan reseptor growth factor serta kemampuan
untuk menyusun gen baru ke dalam sel sumsum tulang merupakan sarana untuk
aplikasi masa depan. Hal yang dapat dibayangkan adalah mengoreksi sistim imun dan
hemoglobinopati dengan penyusunan genetik. Kerusakan gen lain, termasuk
gangguan metabolik, juga dapat dilakukan dengan penyusunan genetik sumsum
tulang.
Terapi kanker juga bisa dengan penyusunan genetik. Rosenberg dkk (1990)
secara genetik merubah limfosit pasien melanoma malignansi untuk lebih imun
melawan sel kankernya sendiri.
Ide lain adalah mempertimbangkan pembentukan genetik sumsum tulang.
Mengambil sel sumsum tulang dan secara genetik merubahnya untuk menyingkirkan
antigen determinan yang mungkin tumbuh dari sel darah pada kultur yang cocok
sebagai bahan “donor universal”. Transfer sel darah dan sumsum tulang sebagai
terapi untuk penyakit yang dimulai dari organ biologis tiruan.

22
DAFTAT PUSTAKA
1. Ross Dennis W.,1996, “ Introduction to Molecular Medicine “,Second
Edition, Springer – Verlag New York, Inc, p : 111 – 127.
2. Sudigdo Adi,2003, “ Bahan kuliah IMUNOLOGI “, PPDGS – FKG
UNPAD
3. A:\ NIAID Net News “Advancing Knowledge,Improving Health “,htm, “ The
Immune System”.
4. Y,of The Immune System, htm,” The Anatomy of the Immune System “.

23

You might also like