You are on page 1of 27

CRITICAL BOOK REPORT

Ekonomi Sumber Daya Alam

DISUSUN OLEH :

ILMAN ASHARI (7213540009)

FAKULTAS EKONOMI
PRODI ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report mata
kuliah Kepemimpinan ini. Saya berterima kasih kepada Bapak Ibu PUTRI KUMALA
DEWI LUBIS, SE., M., AK selaku dosen pengampu mata kuliah ESDA karena telah
memberikan penugasan mengenai Critical Book Report ini guna menambah
pengetahuan dan pengalaman.

Saya juga menyadari bahwa Critical Book Report ini masih memiliki kekurangan,
oleh karena itu, saya meminta maaf atas kesalahan dalam penulisan maupun kata-kata
pada Critical Book Report ini dan saya juga mengharapkan kritik dan saran para
pembaca yang membangun guna kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih, semoga dapat bermanfaat dan bisa
menambah pengetahuan bagi pembaca.

Medan, Mey 2023

Penulis
ii
DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengantar...........................................................................................................i

Daftar Isi.....................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................

1.2 Tujuan..................................................................................................................

1.3 Manfaat................................................................................................................

BAB II Ringkasan Isi Buku

2.1 Identitas Buku......................................................................................................

2.2 Ringkasan Buku...................................................................................................

BAB III Pembahasan

3.1 Kelebihan Buku....................................................................................................

3.2 Keleamahan Buku................................................................................................

BAB IV Penutup

Kesimpulan...............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Critical Book Review adalah tugas individu yang mengkaji sebuah buku yang
bertujuan meringkas isi dan mengkritik buku serta memberi saran. Dalam penyusunan
sebuah buku, sering terjadi kesalahan dalam penulisan atau pengetikan. Dalam mata
kuliah ini, saya melakukan pengkritikan buku karena saya ingin melihat apakah tata
bahasa dalam buku ini sudah cocok digunakan sebagai buku panduan belajar untuk
mahasiswa dalam mata kuliah Kepemimpinan.

Adapun hal-hal yang saya kritik dari buku ini adalah tampilan buku, tata letak, tata
tulis termasuk font, isi buku, dan tata bahasa buku. Semoga dengan adanya kritikan ini,
kita dapat mengambil kesimpulan apakah buku ini cocok digunakan oleh mahasiswa
dalam belajar Kepemimpinan.

1.2 Tujuan

Agar menambah wawasan mahasiswa dalam membuat critical book review ini.
Agar meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meringkas isi buku dan
mengkritisinya.
Agar menguatkan rasa tanggung jawab mahasiswa dalam mengerjakan tugas yang
menjadi kewajiban mahasiswa.

1.3 Manfaat
Menambah wawasan mengenai pembangunan berkelanjutan
Memahami secara mendalam isi buku yang kita kritik.

Menambah kemampuan mengkritisi buku atau membandingkan isi buku dengan baik.
Mengasah kemampuan daya pikir yang kritis

BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

2.1 Identitas

Identitas Buku I

Judul Buku : Ekologi dan Lingkungan Hidup

Pengarang : Ramli Utina dan Dewi wahyuni K. Baderan

Penerbit : Rajawali Pres

Tahun Terbit : 2009

Kota Terbit : Gorontalo

Jumlah Halaman : 296 halaman

ISBN : 978-979-1340-13-7

Identitas Buku 2

Judul Buku : Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia

Pengarang : Bustanul Arifin, Ph. D.

Penerbit : Erlangga

Tahun Terbit : 2001

Kota Terbit : Jakarta

2
Jumlah Halaman : 176 halaman

ISBN : 979-688-191-8

Identitas Buku 3

Judul Buku : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Pengarang : Otto Soemarwoto

Penerbit : Gadjah Mada University Press

Tahun Terbit : 2007

Kota Terbit : Yogyakarta

Jumlah Halaman : 326 halaman

ISBN : 979-420-405-6

2.2 Ringkasan Buku I

Bab III : MASALAH LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

Masalah Lingkungan

Faktor kunci perkembangan teknologi telah menimbulkan berbagai masalah


global, antara lain pemanasan bumi karena dampak rumah kaca yang timbul dari
peningkatan gas di atmosfer, terutama CO2, NOX dan SO2 dari perpacuan penggunaan
energi fosil. Berbagai gas di atmosfer ini berpotensi menimbulkan hujan asam yang
menurunkan pH air hujan dari rata-rata 5,6 (O3) karena penggunaan chlorofluorocarbon

3
(CFC) yang menipiskan lapisan ozon karena reaksi Cl dengan O3 menjadi ClO dan 02,
sehingga lapisan ozon tidak mungkin mengurangi tembusnya sinar ultraviolet B yang
merupakan masalah kehidupan di Bumi, termasuk kesehatan manusia. Di permukaan
Bumi juga terjadi pencemaran oleh limbah bahan beracun dan berbahaya. Berbagai
kasus menurunnya kualitas lingkungan ini antara lain mengakibatkan mutasi gen
manusia yang terselubung.

Secara global keprihatinan dan masalah lingkungan sebenarnya sudah timbul


mulai pada permulaan revolusi industri pertengahan abab 18 di Inggris yang
menggantikan sebagian dari tenaga manusia dengan tenaga mesin disekitar tahun 1750.
Hal ini dimulai pula di Amerika pada tahun 1800. Penggantian tenaga dan kemampuan
lain dari manusia ini ditandai dengan revolusi cybernetic, di mana dalam berbagai
tindakan lebih diutamakanpenggunaan mesin. Proses ini dilanjutkan dengan
penggunaan berbagai bahan kimia, tenaga radioaktif, mesin tulis, mesin hitung,
komputer dan sebagainya. Pada tahun 1950 timbul penyakit itai-itai ( aduh-aduh) di
Teluk Minamata, Jepang karena keracunan limbah Cd dan Hg. Tahun 1962 terbit buku
The Silent Spring dari Rachel Carson yang mengeluhkan sepinya musim semi dari
kicauan burung-burung, karena penggunaan pestisida yang berlebihan telah
menyebabkan pecahnya kulit telur yang mengancam kelangsungan hidup burung.

Pada tanggal 5 - 12 Juni 1972 atas usul Pemerintah Swedia diselenggarakan UN


Conference on the Human Environment (Konferensi Stockholm) dengan harapan untuk
melindungi serta mengembangkan kepentirgan dan aspirasi negara berkembang. Tahun
1987 terbit laporan dari The World Commission on Environment and Development
berjudul "Our Common Future" yang mengetengahkan perlunya pembangunan
dilaksanakan dengan wawasan lingkungan yang disebut sebagai sustainable
development. Komisi ini dikenal sebagai Komisi Brundtland. Pada tahun 1992 di Rio de
Jancrio, Brazil diselenggarakan pertemuan puncak UN Conference on Environment and
Development (UNCED) yang menghasilkan Deklarasi Rio, dan Agenda-21 yang
merupakan "action plan" guna mengarahkan strategi dan integrasi program
pcmbangunan dengan penyelamatan kualitas lingkungan. Kanferensi Rio juga
menghasilkan Konvensi tentang Perubahan Iklim, Konvensi Keanekaragaman Hayati

4
dan Pernyataan tentang Prinsip Kehutanan. Prinsip Kehutanan ini berupa pedoman
pengelolaan hutan oleh negara, berupa perlindungan serta pemeliharaan semua tipe
hutan yang bermakna ekonomi bagi keselamatan berbagai jenis biota di dalamnya.

Pada tahun 1997 Dewan Bumi (The Earth Council) yang dibentuk sebagai
kelanjutan dari Konferensi Rio telah merumuskan Piagam Bumi (the Earth Charter)
yang disebarluaskan pada tahun 2000. Piagam Bumi ini merupakan himbauan untuk
menciptakan Bumi masa depan yang berlandaskan tanggung jawab universal untuk
peduli pada kualitas hidup melalui integritas ekologi, keadilan sosial dan ekonomi, dan
terciptanya demokrasi, kerukunan dan perdamaian di Bumi.

Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan

1. Beberapa konsep

Pembangunan adalah wujud dari upaya dan budidaya manusia melalui


penguasaan serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keterampilan dalam
rekayasa ini perlu disertai kepedulian sosial, ekonomi dan budaya dalam memanfaatkan
sumber daya alam untuk kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan bersama.

Dengan demikian, pembangunan memerlukan sumber daya alam yang


dmanfaatkan oleh manusia sebagai pelaku pembangunan yang memiliki ilmu
pengetahuan dan teknologi yang disertai kepedulian sosial, ekonomi, budaya dan
dengan wawasan yang ramah lingkungan. Untuk itu dipelukan pendidikan ilmu
pengetahuan pada taraf yang sesuai.Menelaah masalah pembangunan di berbagai sektor
terlihat adanya tujuan yang sama dari setiap sektor, yaitu untuk meningkatkan kualitas
hidup melalui pemanfaatan unsur sumber daya alam. Tetapi dalam kenyataannya tidak
terlihat adanya integrasi yang mutualistik di antara berbagai sektor pembangunan
itu.Istilah berkelanjutan (sustainability), sebetulnya bukan istilah baru.

Di bidang kehutanan, peternakan dan perikanan istilah itu telah lama digunakan,
yaitu ”maximum sustainable yield” dan ”maximum sustainable catch”. Istilah ini

5
menunjukkan besarnya hasil tangkapan maksimum yang dapat diperoleh secara lestari.
Tujuan ini dapat tercapai, apabila hasil maksimum itu tidak melebihi kemampuan
sumberdaya yang ada untuk pulih kembali setelah dimanfaatkan. Dengan perkataan lain,
laju pemanfaatan itu harus lebih kecil atau sama dengan laju proses pemulihan
sumberdaya tersebut sehingga pemanfaatan itu terdukung oleh sumberdaya.
Pembangunan berkelanjutan, istilah tersebut pertama kali dipopulerkan melalui laporan
Our Common Future (masa depan bersama) yang disiapkan oleh World Commission on
Environment and Development (Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan)
1987, yang dikenal pula dengan nama Komisi Bruntland (Gro Harlem Brutland
kemudian menjadi Perdana Menteri Norwegia).

Dalam kata pengantar ada Our Common Future, GroBruntland menjelaskan


bahwa dia telah diundang oleh Sekretaris Jenderal PBB untuk melakukan penelitian dan
persiapan sebuah laporan yang berisi usul agenda perubahan global. Secara khusus,
kerangka tugas dari sidang majelis PBB adalah :1) mengusulkan strategi lingkungan
jangka panjang untuk mencapai pembangunan berkelanjutan mulai tahun 2002)
menidentifikasikan bagaimana hubungan antar manusia, sumberdaya, lingkungan dan
pembangunan dapat diintegrasikan dalam kebijakan nasional dan internasional. Komisi
tersebut terdiri dari perwakilan dari negara maju dan berkembang, serta melakukan
pertemuan terbuka di berbagai negara. Dalam laporannya, komisi telah menegaskan
bahwa suatu cetak biru untuk tindakan tidak akan disusun, tetapi lebih merupakan
”rintisan jalan” bagi manusia di berbagai negara agar dapat mengembangkan kebijakan
dan kegiatan yang lebih sesuai. Lebih jauh, anggota komisi juga telah menyetujui satu
isu utama yang dianggap penting yaitu bahwa pada kenyataannya banyak kegiatan
pembangunan telah mengakibatkan banyak kemiskinan dan kemerosotan, serta
kerusakan lingkungan. Kesepakatan ini menyakinkan para anggota komisi bahwa suatu
jalan baru untuk pembanguan perlu ditempuh, yaitu jalan yang akan membawa
kemajuan kemanusian, tidak hanya dibeberapa bagian dunia dan untuk jangka waktu
yang lebih lama.

Dengan demikian, persoalan lingkungan dunia telah ditetapkan sebagai isu


utama pembangunan.Komisi menekankan pada beberapa persoalan seperti

6
kependudukan, ketersediaan jaminan pangan, punahnya spesies dan sumber genetik,
energi, industri, dan pemukiman. Kesemuanya dipandang saling berkaitan sehingga
tidak bisa diperlukan secara terpisah. Lebih jauh konsep pembanguan berkelanjutan
juga disepakati mempunyai batas-batas. Batas-batas tersebut juga bersifat mutlak akan
tetapi tergantung pada tingkat teknologi dan organisasi sosial, dan kapasitas biosfer
untuk menyerap akibat-akibat kegiatan manusia.Menurut Komisi Brundtland (Enger &
Smith, 2004;51) pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah
pembangunan yang mencukupi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi
kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi aspirasi dan mencukupi
kebutuhan mereka sendiri.

Walaupun demikian, ada pernyataan yang jarang di kutip yaitu bahwa


pembangunan berkelanjutan mempunyai dua konsep kunci. Keduanya adalah : (1)
kebutuhan, khususnya kebutuhan para fakir miskin dinegara berkembang, dan (2)
keterbatasan dari teknologi dan organisasi sosial yang berkaitan dengan kapasitas
lingkungan untuk mencukupi kebutuhan generasi sekarang dan masa depan. Dengan
demikian, pembangunan berkelanjutan, sebagaimana diinterpretasikan oleh komisi
Brutland, sesungguhnya berangkat dari konsep antroposentrik yang menjadikan
manusia sebagai tema sentralnya.

Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan pilihan-pilihan dasar dalam nilai, dan


ini tergantung pada informasi dan pendidikan khususnya berhubungan dengan
kebijakan-kebijakan ekonomi yang mempengaruhi lingkungan. Ada lima karakter dari
keberlanjutan (sustainable) menurut Gaylord Nelson (dalam Enger & Smith, 2004;53-
54), yaitu;

a. Renewability; suatu masyarakat harus memperbaharui kemampuan sumber daya,


seperti air, lapisan tanah dan sumber energi lebih cepat daripada laju konsumsinya. Kita
ketahui bahwa untuk memulihkan kembali kemampuan sumber daya setelah dikonsumsi
diperlukan waktu.

b. Subtitution; mencari alternatif pengganti sumber daya terutama pada sumber daya
yang tidak terbaharui (nonrenewable resources).c. Interdependence; ada ketergantungan

7
antara satu bagian dengan suatu sistem yang besar, bahwa apa yang dilakukan oleh
suatu masyarakat (dalam pemanfaatan sumber daya) akan memberi dampak (misalnya
buangan limbah) pada masyarakat lainnya.d. Adaptability: masyarakat dapat menyerap
dan melakukan penyesuaian untuk memperoleh keuntungan dalam penggunaan sumber
daya. Untuk itu diperlukan adanya diversifikasi sumber-sumber ekonomi untuk
mendapatkan sumber daya bagi masyarakat. Termasuk disini adalah pendidikan bagi
warga negara agar memiliki kemampuan untuk itu.

e. Institution commitment; komitmen dari semua unsur, masyarakat dan lembaga


pemerintah untuk bersama-sama mampu menilai dan melakukan secara nyata perilaku
berkelanjutan.

Pembangunan baru dapat dinilai sustainable apabila pemanfaatan sumber daya alam
dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin, selain itu dengan meningkatkan nilai
tambah sumber daya alam melalui rekayasa teknologi, budaya dan seni. Karena itu,
kemampuan sumber daya manusia untuk memberi nilai tambah sumber daya
pembangunan melalui penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni merupakan
kunci apakah pembangunan yang dilaksanakan itu sustainable, berkelanjutan atau tidak.
Kecenderungan menguras dan menghamburkan sumber daya alam baik yang hayati
maupun non-hayati perlu dibatasi dengan upaya penghematan (reduce), pakai ulang
(reuse), reparasi (repair) atau daur ulang (recycle).Pembangunan berwawasan
lingkungan atau pembangunan berkelanjutan memiliki ciri-ciri yang unik. Satu
diantaranya adalah adanya saling keterkaitan antara berbagai displin ilmu, usaha dan
institusi. Keterkaitan ini sering kali menjadi kendala utama dalam pemecahan masalah
lingkungan hidup dan pembangunan

Perspektif Pembangunan BerkelanjutanWood (1993) menyatakan kritikan


maupun dukungan. Pembangunan berkelanjutan mendapat kritikan karena beberapa
defenisi dan pengertiannya dianggap tidak jelas atau mengambang, sehingga mungkin
dapat berarti sesuatu bagi setiap orang, atau mungkin bagi seseorang untuk
membenarkan tindakannya, baik yang diarahkan untuk pertumbuhan ekonomi maupun
perlindungan lingkungan. Sebagian orang lainnya melihat pembangunan berkelanjutan

8
sebagai cara untuk memacu model kapitalis Barat, sehingga mereka menolaknya karena
alasan ideologi.

Dalam banyak hal, tanggapan positif tentang konsep pembangunan


berkelanjutan mencerminkan banyaknya kritikan. Dengan demikian sebagian orang
melihat ketidakjelasan konsep tersebut sebagai masalah, sebagian lainnya melihatnya
sebagai suatu peluang untuk mengakomodasikannya pada situasi, tempat dan saat yang
berbeda-beda. Sementara sebagian orang mengkritik pembangunan berkelanjutan
sebagai dukungan terhadap sistem kapitalis Barat, sebagian lain melihatnya sebagai
usaha nyata untuk memasukkan pemaknaan lingkungan kedalam perhitungan nilai
ekonomi, sehingga pertimbangan yang diambil tidak hanya menitikberatkan pada
pertimbangan ekonomi semata. Kritik dan dukungan terhadap konsepsi pembangunan
berkelanjutan akan selalu ada, dan merupakan hal penting untuk menyadari bahwa
konsepsi tersebut mengandung beberapa paradoks dan konflik. Dovers dan Handmer
(1992) mengidentifikasi paling tidak ada delapan hal yang jelas, dibahas berikut ini :

a) Teknologi Aplikasi teknologi telah memungkinkan adanya perbaikan


standard hidup banyak manusia di berbagai belahan bumi. Hal ini juga telah
menyebabkan peningkatan konsumsi sumberdaya dan produksi limbah. Sebagian
masyarakat telah begitu tergantung pada teknologi, yang disebut sebagai ”technico
addiction”. Beberapa budaya sama sekali tidak diragukan lagi akan ketergantungannya
terhadap teknologi. Selama ini perhatian telah diberikan pada dampak pemakaian suatu
teknologi terhadap aspek sosial dan lingkungan Jarang sekali perhatian diberikan pada
apakah pemakain suatu teknologi benar-benarmerupakan jawaban yang paling tepat
terhadap suatu persoalan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan ekosistem.
Akibatnya, pandangan yang umum berlaku di banyak negara adalah menerapkan
teknologi untuk memfasilitasi percepatam penggunaan sumberdaya. Dengan
demikian, teknologi sering menjadi bagian penyelesaian masalah dan menciptakan
banyak peluang.

Pada saat yang sama teknologi juga menjadi penyebab persoalan lingkungan.
Oleh sebab itu strategi pengelolaan suberdaya dan lingkungan yang berkelanjutan

9
menuntut pengkajian kembali peran teknologi, yang pada sebagian masyarakat berarti
menuntut adanya pengkajian kembali hal-hal yang mendasar dari kebudayaan
mereka.b). Penafsiran yang salahDovers dan Handmer menyimpulkan bahwa
disamping menigkatnya arus informasi, pemahaman kita tentang lingkungan global
dicirikan dengan meningkatnya ketidakpastian.

Hal ini merupakan persoalan bagi banyak kebudaan Barat yang mempunyai
keyakinan bahwa kekuatan ilmu dan teknologi memungkinkan masyarakat memahami
dan mengontrol alam. Dovers dan Handmer menyimpulkan bahwa kita seharusnya
lebih bersahaja, serta mampu memahami bahwa pengetahuan kita yang terbaikpun
tidak cukup dan mungkin malah menimbulkan kesalahan penafsiran pada setiap
pertimbangan. Disisi lain, kita harus cukup yakin untuk mengambil keputusan dalam
situasi ketidakpastian.

Patut diperhatikan bahwa menuntut mereka kerendahan hati cenderung


muncul hanya dalam situasi status quo, sementar kesombongan atau keyakinan yang
terlalu besar sering muncul jika kita mempunyai kemauan untuk merubah status quo.
Situasi seperti ini bukan merupakan hal yang baik dalam mengambil tindakan yang
diperlukan untuk mengubah kebiasaan masyarakat agar menjauhi tindakan-tindakan
yang tidak berkelanjutan.

c). Keseimbangan antar dan lintas generasiSalah satu kunci pembangunan


berkelanjutan yang menekankan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar manusia saat ini
harus dilakukan dengan mengindahkan kemampuan generasi mendatang untuk
mencukupi kebutuhan mereka, selalu dicirikan sebagai pencapaian pemerataan antar
generasi. Beberapa masyarakat telah mengindahkan hal ini secara sistematik. Sebagai
contoh, masyarakat lokal Indian di Amerika Utara, seperti Algonguins, secara
tradisional telah melibatkan seseorang untuk mewakili generasi ketujuh dimasa depan
dalam setiap pengambilan keputusan kelompok.

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, orang tersebut bertanggungjawab


untuk memikirkan pemerataan lintas generasi. Walaupun demikian, sebagaimana

10
dikemukakan oleh Divers dan Handmer, jika sumberdaya perlu dilestarikan untuk
kepentingan masa depan, bagaimana masyarakat menetukan berapa banyak sumberdaya
yang dapat dimanfaatkan sekarang dan berapa yang disisihkan untuk masa depan?
Pertannyaan ini akan semakin menantang dalam situasi saat ini, ketika banyak kebutuan
dasarnya, katakanlah miskin, masih ada manusia lain yang tetap membutuhkan lebih
dari satu komputer atau VCR di rumahnya.

d). Pertumbuhan dan batas-batasDipadukannya antara ”berkelanjutan” dan


”pembangunan” menghasilkan sebuah konsep yang banyak orang menyebutnya sebagai
oxymoron. (beberapa kata yang saling bertentangan arinya digunakan bersama, seperti
”kebaikan yang kasar”). Dalam pandangan oxymoron yang kritis, ”berkelanjutan”
mempunyai arti kegiatan yang dapat berlangsung untuk jangka waktu lama. Secara
kontras, ”pembangunan diinterpretasikan sebagai pertumbuhan, yang diartikan
sepenuhnya sebagai penambahan fisik dan material pada produksi. Konsep
pertumbuhan yang tidak berhenti dan bahkan meningkat adalah salah satu karakteristik
dari sel kanker, yang apabila tidak ditangani akan menyebabkan akibat fatal. Sebagai
akibatnya, ide tentang pertumbuhan yang tidak pernah berhenti menimbulkan isu
tentang adakan batas-batas ekologis dimana kelangkaan sumberdaya dan kerusakan
lingkungan mulai muncul tanpa dapat dihindari.Tantangan yang dihadapi dalam batas-
batas ekologi ini, teruama yang berkaitan dengan daya dukung (carrying capacity),
adalah bahwa batas-batas tersebut biasanya tidak permanen dan mutlak. Akan tetapi,
batas-batas ekologi tersebut dapat bervariasi, dan tergantung pada banyak harapan dan
tujuan. Lebih jauh lagi, didasarkan atas nilai-nilai sosial dan kapasitas teknologi, batas-
bats tersebut mungkin berkembang ataupun menyempit.

Komisi Bruntland menyakini bahwa pertumbuhan adalah perlu dan penting, jika
kebutuhan dasar manusia harus dipenuhi. Walaupun demikian, komisi juga menyadari
adanya berbagai keterbatasan atau batas-batas dalam pertumbuhan tersebut. Beberapa
dilema muncul, yaitu menentukan jenis pertumbuhan yang benar-benar diperlukan
untuk kebutuhan dasar manusia, bagaimana melestarikan pertumbuhan, serta bagaimana
menyakinkan bahwa pertumbuhan tersebut tidak merusak lingkungan dan sumberdaya
yang memungkinkan pertumbuhan tersebut berlangsung.e). Kepentingan individu dan

11
kelompokPencapain pembangunan berlanjut menuntut suatu pertimbangan antara
kepentingan individu dan kelompok. Banyak kebudayaan Barat menekankan pada
pentingnya hak-hak individu dan pilihan, sebagaimana direfleksikan pada
ketergantungan masyarakat terhadap kenderaan pribadi, sikap terhadap hak kepemilikan
tanah, dan kecenderungan untuk menyukai unit-unit rumah individu. Banyak orang
berpendapat bahwa masa depan yang berkelanjutan menuntut banyak penggunaan
kenderaan umum, pergeseran nilai-nilai kepemilikan tanah secara individu kepada
pemeliharaan lahan tanah, serta penerimaan berbagai jenis dan tipe rumah. Banyak
persoalan lingkungan merupakan refleksi dari kumpulan persoalan yang muncul akibat
banyaknya keputusan individu yang menyebabkan konsekuensi ganda yang negatif
terhadap lingkungan.f). Demokrasi melawan tujuanPembangunan berkelanjutan selalu
diasosiasikan dengan pendekatan yang menekankan pada pemberdayaan masyarakat
lokal, setta meningkatkan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan dan
pembangunan lingkungan. Pertimbangan pendapat ini adalah bahwa masyarakat yang
tinggal di wilayah tersebut akan terkena dampak pembangunan, sehingga harus mampu
mengantisipasi kemungkinan dampak negarifnya. Untuk mencapai tujuan
pemberdayaan masyarakat lokal, diperlukan desentralisasi maupun dekonsentrasi proses
pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal. Ada banyak lagi
pendapat tentang pentingnya pemberdayaan rnasyarakat lokal, termasuk peningkatan
kemampuan mereka dalam pemanfaatan pengetahuan dan pemahaman lokal. Akan
tetapi, seperti telah dibahas dalam diskusi kepentingan individu dan kelompak, banyak
persoalan lingkungan muncul karena keputusan-keputusan yang diambil oleh banyak
pihak di banyak tempat yang berbeda.

Oleh karenanya, jika tidak ada kapasitas untuk melihat sesuatu secara
menyeluruh, serta tidak ada kapasitas untuk menentukan seperangkat tujuan umum atau
target untuk sesuatu, misalnya penurunan emisi, banyak pemerintah lokal yang mungkin
bertindak sendiri-sendiri tidak akan mampu untuk memberikan kontribusi yang berarti.
Dengan demikian, sementara terdapat kebutuhan untuk memberikan partisipasi dan
peran lokal dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan, diperlukan pula penciptaan
tujuan atau kepentingan bersama yang dapat dicapai masyarakat, walaupun keputusan

12
dan tindakan dilakukan di tingkat lokal. Meskipun demikian, terlalu sederhana untuk
berasumsi bahwa semua persoalan lingkungan akan terpecahkan jika semua keputusan
dan tindakan dilakukan di tingkat lokal.

g). Penyesuaian melawan penolakanKebanyakan masyarakat dan institusi menolak


perubahan. Perubahan ini mungkin bermanfaat dengan terciptanya stabilitas. Walaupun
demikian, penolakan dapat mengarah pada sifat konservatif yang berlebihan, serta
ketidakmauan untuk melihat pandangan, jalan, ataupun tindakan baru. Jelas bahwa
"penjaga gawang" yang menolak perubahan adalah mereka yang paling diuntungkan
dengan adanya status quo; mereka tidak mau melihat "wilayah nyaman" mereka
terpengaruh. Sebuah paradoks muncul karen manusia merupakan makhluk yang paling
mungkin beradaptasi di dunia. Dalam banyak kesempatan manusia telah menunjukkan
kreativitasnya melalui inovasi teknologi yang mampu melipatgandakan, misalnya
produksi pangan dari pertanian, atau menangkap banyak ikan dari laut. Meskipun
demikian, jenis-jenis inovasi tersebut juga berperan dalam meningkatkan tekanan
terhadap lingkungan dan sumberdaya. Sekali lagi, ketegangan dan konflik muncul
berkaitan dengan cara-cara terbaik untuk melembagakan perubahan. Perubahan tidak
selalu berjalan lancar dan tanpa korban, serta akan selalu ada sekelompok orang yang
mendapat keuntungan lebih dari suatu perubahan.h). Optimasi melawan cadangan
kapasitas

Konsep optimasi didasarkan atas gagasan untuk mencapai penggunaan yang terbaik dari
sumberdaya atau lingkungan. Perspektif ini berasumsi bahwa sumberdaya yang tidak
dimanfaatkan adalah "limbah". Pandangan tersebut juga sangat antroposentrik, yang
melihat bahwa sejauh sumberdaya tidak dimanfaatkan untuk manusia, sumberdaya
tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Pandangan ini tidak melihat bahwa mahluk
hidup lain juga tergantung pada lingkungan, dan intervensi manusia seringkali
memberikan konsekuensi buruk pada makhluk hidup lain tersebut. Disisi lain, dengan
pertumbuhan penduduk yang terus meningkat clan kebutuhan dasar manusia yang perlu
terus dicukupi, gagasan tentang optimasi sangat menarik untuk kebutuhan banyak
orang.Tantangan pembangunan berkelanjutan adalah menentukan cara yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk memberikan nilai pada aspekaspek yang tidak dapat

13
diukur secara kuantitatif atau moneter. Walaupun demikian, isu yang lebih mendasar
adalah ketika kita menggunakan sumberdaya dan lingkungan secara maksimal,
kapasitas cadangan yang sangat kita perlukan akan tinggal sedikit atau habis jika suatu
keputusan berubah arah. Jika tidak ada kapasitas cadangan, maka pada setiap perubahan
akan dilakukan redistribusi dari penggunaan sumberdaya clan lingkungan saat ini, dan
hal ini berarti bahwa ada sekelompok orang yang akan lebih menderita dibanding ketika
belum ada perubahan. Kapasitas cadangan memberi fleksibilitas pada saat terjadi
perubahan yang menguntungkan beberapa orang tanpa merugikan pihak lain. Akan
tetapi, sangat sulit untuk mempertahankan adanya kapasitas cadangan, ketika kebutuhan
dasar sekelompok masyarakat belum tercukupi.

Kedelapan kontradiksi yang dikemukakan oleh Dovers clan Handmer (1992) di


atas membutuhkan perhatian yang sungguh-sungguh jika pembangunan berkelanjutan
akan ditransformasikan dari konsep menjadi tindakan. Dalam konteks ini kita harus
mengingat isu-isu pokok, pertanyaan dan kesempatan yang terkait dengan hal-hal
berikut ini:

1. paradoks dari teknologi.

2. kerendahan hati clan kesombongan dalam menghadapi ketidakpastian

3. pemerataan dalam satu generasi dan antar generasi.

4. pertumbuhan ekonomi dan batas-batas ekologi

5. penggabungan antara kepentingan individu dan kelompok

6. eseimbangan antara demokrasi dan tindakan yang bertujuan

7. cara-cara penolakan yang beragam

8. peran optimasi

Kedelapan isu di atas merupakan awal dari suatu agenda untuk siapapun yang
bercita-cita mewujudkan strategi pembangunan berkelanjutan.

14
2.2. Ringkasan buku 2

Bab III Keberlanjutan Pembangunan: Paradigma baru yang terlupakan

Menjelang peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia


beberapa tahun yang lalu, berbagai komentar dan analisis terhadap jupaya perumusan
paradigma baru pembangunan Indonesia telah bermunculan. Dalam pada itu, ulasan
yang lebih mendalam banyak tertuju pada empat visi "baru" ekonomi Indonesia oleh
Prof. Dr. Emil Salim, salah satu arsitek ekonomi Orde Baru yang terbilang cukup
konsisten. Keempat visi tersebut dapat dikelompokkani menjadi: (1) Kebiiakan ekonomi
makro yang mengutamakan pengembangan sarana sosial dan ekonomi, kebijakan
moneter dan perbankan yang hati-hati (prudent), serta kebijakan neraca pembayaran
yang berorientasi ekspor; (2) Kebijakan transformasi ekonomi darl basis penghasil
bahan mentah menjadi basis penghasil barang jadl atau yang bernilai tambah tinggi; (3)
Kebijakan kependudukan dan ketenagakerjaan vang konsisten dan mampu "menanggapi
ledakan pertumbuhan angkatan kerja; dan (4) Kebijakan keterbukaan dan stabilitas
politik vang mengiringi deregulasi ekonomi vang berorientasli global.

Tanpa maksud menciptakan counter-arqument atau "mengulit" global keempat


visi ekonomi-yang konon tidak ada yang baru—tersebut sangat disayangkan bahwa
Profesor Emil Salim sama sekali tidak merinci tentang keberlanjutan pembangunan,
Sebagai mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan salah seorang dari
sedikit pakar yang mengerti dan menggeluti lingkungan hidup di negeri ini,i kealpaan
Pak Emil untuk tidak mengangkat isu-isu sumberdaya alam dan lingkungan hidup
mengundang pertanyaan tersendiri. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nuansa
untuk i memadukan faham ekonomi neo-klasik dan ekonomi kelembagaan, seperti yang
ia coba ungkap dalam disertasinya di LIniversity of California-Berkeley tiga puluh
tahun lalu, sedikit lebih menonjol dalam seminar yang digelar oleh Center for Strategic
and International Studies(CSIS) itu. Sementara itu i seperangkat masalah degradasi
kualitas lingkungan hidup, eksploitasi besar-besaran sumberdaya alam ketergantungan
ekonomi Indonesa yang tetap besar pada minyak dan gas bumi, dan lain-lain, yang jelas

15
sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan pembangunan itu sendiri bukanlah masalah
sepele dan dapat dikesampingkan begitu saja' Untuk itu semua, strategl yang paling
relevan adalah pemasvarakatan paradigma pembangunan berkelanjutan, seperti akan
diuraikan berikut ini.

Paradigma Pembangunan Berkelanjutan

Paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebenarnya


telah dipercaya sebagai paradigma baru dalam pembangunan, khususnya pada akhir
abad ke-20 atau tepatnya setelah Konferensi Lingkungan Hidup Pertama di Stockholm
tahun 1972 dan Konferensi Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992 lalu. Paradigma baru
tentang keberlanjutan pembangunan dipercaya telah mampu i mengeeser
beberapaparadigma lama, seperti paradigma pertumbuhan ekonomi (orouth paradiom)
yang sangat dominan sampai tahun 1970 an dan paradigma yang menekankan
pemerataan hasil-hasil pembangunan itul(growth with equity paradigm)

Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnva sederhana dan /sangat mudah


dicerna. Bermula dari kenyataan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi-tu ada batasnya
dan bahwa perekonomian vang terlalu mengandalkan pada hasil ekstraksi sumberdaya
alam tidak akan bertahan lama. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan berarti
apa-apa jika degradasi lingkungan yang ditimbulkannya ikut diperhitungkan dalam
penghitungan pendapatan nasional. alu para ahli mulai memadukan antara aspek
ekologis dan aspek ekonomis dalam perumusan kebijaksanaan nasional. Pada tingkat
aplikasi dan pelaksanaan, pemerintah bersama-sama rakyat banyak juga ikut
bertanggung jawab, tidak saja terhadap degradasi lingkungan tetapii juga terhadap
kebijakan publlk yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup.l Definisi
tentang pembangunan berkelanjutan dapat bermacam macam tergantung pada
interpretasi dan tujuan kepentingan yang akan dicapai. Akan tetapi, definisi yang
dikemukakan oleh Komisii Dunia tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan atau
World Comission on Emuironment and Development = WCED (1987) sering dijadikan
rujukan. Menurut komisi itu, pembangunan berkelanjutan adalah "pembangunan vang
dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengorbankan kemampuan

16
generasi mendatangdalam memenuhi kebutuhannya sendiri". Definisi tersebut terkesan
masih terlalu abstrak, sehingga pada tahap aplikasi dan opera-i sionalisasi strategi
pembangunan berkelanjutan, banyak negara mengalami kesulitan tidak terkecuali
Indonesia.

Kesulitan yang paling mendasar sebenarnya terletak pada masih terpecahnya


pendirian kalangan intelektual dan perumus kebijakan suatu negara dalam menyikapi
konsep pembangunan berkelanjutan. Kesulitan tersebut akan menjadi lebih parah jika
mereka yang mendalami bidang ilmu ekonomi sumberdaya alam, yang sebenarnya
tergolong baru, tidak mempunyai conhdence untuk menyampaikan pengetahuannya
karena iklim diskursus yang kurang kondusif. Masalah internal yang dihadapi oleh
peminat ekonomi sumberdayai alam adalah tentang kesepakatan tolak ukur degradasi
lingkungan, minimnya data dan informasi pendukung untuk mendepresiasi
pertumbuhan ekonomi dengan ekstraksi sumberdava alam, atau keragu-raguan beberapa
negara untuk segera merombak sistem peng hitungan pendapatan nasionalnya, di
samping masalah biaya tentu saja.

Upaya Kuantifikasi

Perkembangan konsep pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini telah meliputi


cakupan yang lebih luas, tidak hanya pada lingkup Sumberdaya alam dan linkungan
hidup saja, tetapi juga pada sistem sosial dan politik. Hal ini sealan dengan perluasan
dimensi pembangunan itu sendiri yang tidak hanya mencakup persoalan persoalan
ekonomu semata, tetapi juga keterbukaan sistem demokrasi dan politik yang dianut
suatu pemerintahan. Beberapa argumen arakhir sering mengambil contoh keruntuhan
sistem komunisme di Uni Soviet dan Eropa Timur vang membahas tentang ketidak.i
berlanjutan suatu pembangunan. Sikap apatisme sebagian besar masyarakat terhadap
program-program pembangunan yang dicanang kan pemerintah dapat dijadikan sebagai
bukti makin minipisnya sumberdaya sosial-politik seperti antusiasme, partisipasi
masyarakat, legitimasi dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, dan lain lain.
(Hidayat, 1994- Komunikasi Personal). Dengan demikian, keempat paradigma yang
disampaikan oleh Profesor Emil Salim tidak akan berdampak apapun jika ide

17
keberlanjutan pembangunan tidak dipertimbangkan dalam perumusan suatu kebiiakan
publik. Sehati-hati apa pun kebijakan ekonomi makro yang diambil, iika pola
pembangunan masih cenderung ekstraktif terhadap sumberdaya alam, maka surplus
neraca perdagangan hanya akan habis untuk memperbaiki mutu ligkungan hidup vang
terlanjur porak-poranda. Sehebat apapun kebijakan transtormasi ekonomi jika tidak
disertai restrukturisasi industri yang ada meniadi industri yang "ramah ingkungan
hidup', ancaman kegagalan ekonomi akan selalu menghantui.

Demikian pula, secanggih apapun kebijakan penurunan laju tekanan penduduk


jika tidak diikuti oleh peningkatan sikap mental yang menghormati asas-asas konserasi
lingkungan hidup, maka peningkatan kualitas hidup hanya bersitat sementara karena
ancaman lain yang sejenis akan segera tiba. Terakhir, seterbuka apapun kebijakan
stabilitas politik jika tidak diikuti dengan pemantapan peran serta masyarakat, misalnya
yang menuju pada upaya penyadaran sifat serakah manusia yang cenderung tidak
terpuaskan dalam segala hal maka sistem kelembagaan serta sumberdaya sosial-politik
lainnya dan proses demokratisasi ekonomi hanya akan menjadi sesuatu yang semu
belaka.

Strategi Operasionalisasi dan Sosialisasi

Sebagai penutup dari uraian singkat di atas, paradigma pemba ngunan


berkelanjutan masih memerlukan strategi pemasvarakatan vang efektif sesuai dengan
sistem moral dan ctika yang dianut dalam masyarakat. Hal penting vang harus diingat
adalah strategi yang sudah dierapkan satu negara belum tentu sesuai bagi negara lain.
Beberapa prioritas awal untuk operasionalisasi pembangunan berkelanjutan akan
diuraikan berikut ini:

Pertama, diseminasi tanpa henti tentang keberlanjutan pembangunan ekonomi


kepada kaum elit dan masyarakat luas. Sasarannya adalah isu-isu pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan hidup menjadi agenda pemikiran para ekonom arus
tengah dan perumus kebijakan di negeri ini. Sangat banyak hasil-hasil penelitian yang
menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berarti apa-apa jika harus
mengorbankan kualitas sumberdava alam dan lingkungan hidup.

18
Kedua, mulai menerapkan prinsip keseimbangan antara pem bangunan ekonomi
dan pelestarian lingkungan hidup pada beberapa sektor vital serta peka lingkungan
hidup seperti industri berat dan ringan yang cenderung menimbulkan polusi, dan sektor
kehutanan serta pertanian yang cenderung eksploitatif terhadap sumberdava alam. ika
diperlukan, suatu upaya restrukturisasi industri dengan mentransormasikan atau
menghilangkan industri penyebab polusi dan menggantinya dengan yang lebih "bersih"
sebagai motor utama penggerak pembangunan.

Ketiga, senantiasa meningkatkan cakupan penelitian dan pengembangan


teknologi yang akrab lingkungan hidup pada setiap disiplin ilmu dengan melibatkan
sektor publik dan perusahaan swasta, terutama yang multinasional. Demikian pula
sebaliknya, para pekerja dan pegiat lingkungan hidup, organisasi non-pemerintahan
(NGO) perlu membekali diri dengan meng-update hasil-hasil penelitian dan
pengembangan tehnologi yang ramah terhadap lingkungan hidup.

Ringkasan buku III

Pembangunan Berkelanjutan

Walaupun pembangunan kita perlukan untuk mengatasi banyak I masalah,


termasuk masalah lingkungan, namun pengalaman menunjukkan, pembangunan dapat
dan telah mempunyai dampak negatif. Di muka telah diuraikan banyak contoh tentang
dampak negatif pembangunan. Beberapai contoh lain ditambahkan.

Di Mesir, bendungan Aswan telah menurunkan produksi ikan sardin di Laut


Tengah karena tertahannya lumpur sungai Nil yang subur di waduk Aswan (George,
1973). Tertahannya lumpur ini dan tidak terjadinya banjir alamiah juga telah
menurunkan kesuburan lahan pertanian sepanjang sungai tersebut. Dengan menurunnya
kesuburan itu kebutuhan pupuk meningkat. Berkurangnya sedimen dalam air sungai

19
menyebabkan pula berkurangnya laju sedimentasi di delta di mulut sungai. Akibatnya
delta tersebut mengalami abrasi dan terjadi erosi pantai

Banyak pembangunan pengembangan sumberdaya air telah menim bulkan


masalah kesehatan yang pelik (WHO, 1983). Masalah itu timbul memperbaiki habitat
yang ada bagi berbagai vektor penyakit, antara lain, encephalitis, filariasis; lalat yang
menjadi vektor penyakit tidur dan buta sungai (onchocerciasis), serta siput yang menjadi
vektor bilharziasis.

Di Indonesia pun kita dapatkan contoh. Pencemaran udara oleh mobil banyak
terdapat di kota besar, seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, dan Medan. Bank
Dunia (World Bank, 1994) memperkirakan untuk Jakarta saja pencemaran udara telah
menyebabkan kerugian terhadap kesehatan yang untuk i tahun 1990 diperkirakan
sebesar US$ 97 juta sampai USS 425 juta. Demikian pula pencemaran oleh limbah
industri makin banyak diberikan di i banyak daerah. Kerusakan tataguna lahan dan tata-
air di daerah Puncak dan Lembang adalah contoh lain. Karena kerusakan tataguna lahan
dan tata-air tersebut. Iaju erosi dan frekuensi banjir meningkat. Di Jakarta dan di
Bandung banjir sudah menjadi kejadian rutin dalam musim hujan. Banjir besar dii
Jakarta dalam bulan Januari dan Februari 1996 telah menyebabkan kerugian materil
yang besar dan banyak penderitaan lain bagi penduduk yang terkena banjir itu. Di lain
daerah pun banjir banyak terjadi.

Dengan adanya dampak negatif tersebut, haruslah kita waspada. Pada suatu
pihak kita tidak boleh takut untuk melakukan pembangunan, karena tanpa pembangunan
kita pasti ambruk. Pada lain pihak kita harus memperhitungkan dampak negatif dan
berusaha untuk menekannya menjadi sekecil-kecilnya. Pembangunan itu harus
berwawasan lingkungan, yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu
direncanakan sampai pada waktu operasi pembangunan itu. Dengan pembangunan
berwawasan lingkungan pembangunan dapat berkelanjutan. Dalam laporan Komisi
Sedunia tentang Lingkungan dan Pembangunan (WCED, 1987) pembangunan
berkelanjutan didefinisikan sebagai "pembangunan yang mengusahakan dipenuhinya
kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang an mengandung arti,

20
lingkungan dapat mendukung pembangunan dengan terus-menerus karena tidak
habisnya sumberdaya yang menjadi modal ilmu dan teknologi, pabrik dan prasarana
pembangunan. Sebagian lagi modalitu berapa sumberdaya alam, baik yang bersifnt
terperbarui maupun yang tak. terperbarui.

Sumberdaya alam terbarukan mencakup juga ungsl ekologt alam, antara Jain,
kenampuan alam untuk mendaurkan materi dan menctralisuasi zat i tertentu. Jka emisi
zat tertentu melampaui kermampuan alam untuk mendaurkan zat tertentu, terjadilah
akumnulasi zat tersebut sehingga timbullah masalah pencemaran. Misalnya, telah
dibuktikan bahwa kadar CO2 dalam atmosfer terus meningkat karena laju emisi lebih
besar dari pada laju pendaurannya melalui proses fotosintesis dan penyerapannya oleh
lautan. Akumulasi CO, ini dikhawatirkan akan menimbulkan pemanasann global
dengan segala akibatnya yang buruk. antara lain, perubahan iklim dani kenaikan
permukaan aur laut sehingga abrasi pantai oleh laut akan meningkat dan banyak dacrah
rendah di sepanjang pantai akan tergenang air. Demikian pula akumulasi CFC di
atmosfer telah mmenjadi penyebab menipisnya lapisan 0zon di stratosfer sehingga
makin banyak sinar ulira-violet bergelombang pendek akan sampai ke bumi yang akan
menyebabkan meningkatnya angka sakit kanker kulit. Masalah-masalah itu akan
membuat pembangunan tidak berkelanjutan.

Lingkungan sosial-budaya pun merupakan komponen penting yang ikut


menentukan pembangunan berkelanjutan, salah satunya ialah kesenjangan. Tergusurnya
pemukiman rakyat kecil oleh pembangunan dan hilangnya hak adat dan hak mengolah
atas tanah nereka, sedang mereka tidak i dapat banyak menikmati hasil pembangunan,
merupakan salah satu sebab penting terjadinya kesenjangan yang makin lebar dan
kecemburuan sosial yang makin meningkat sehingga perlu kita waspadai dalam proses
pem bangunan. Kesenjangan yang makin meningkat antara kelompok masyarakat yang
satu dengan kelompok lainnya akan meningkatkan kecemmburuan dan keresahan sosial
sehingga gejolak sosial dengan mudah dapat tersulut, buhkan dapat meledak.
Ambruknya rezim Presiden Marcos adalah sebuah contoh.

Jelaslah, untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, pembangunan litu

21
haruslah berwawasan lingkungan. Dengan lain perkataan pembangunan berwawasan
lingkungan adalah syarat yang harus dipenuhi agar pembangunan dapat berkelanjutan.
Analisis mengenai Dampak Lingkungan merupakan Isalah satu alat dalam upaya dapat
dilakukannya pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan yang berwawasan
lingkungan pada hakekatnya merupakan permasalahan ekologi, khususnya ckologi
petmbangunan, yaitu interaksi antara pembangunan dan lingkungan. Ekologi
pembangunan merupakan cabang khusus ekologi manusia.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kelebihan Buku

3.2 Kelemahan Buku

BAB IV

PENUTUP

22
4.1 Kesimpulan

Buku 1 membahas masalah lingkungan hidup, berbagai masalah lingkungan hidup yang
terjadi baik secara global maupun bencana alam nasional yang bersumber dari aktivitas
manusia. Menyangkut pula konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan yang dimaksudkan membangun untuk mencapai kesejahteraan penduduk
sekarang dan generasi mendatang.

Buku 2 membahas tentang Keberlanjutan Pembangunan: Paradigma baru yang


terlupakan, upaya kuantifikasi, dan juga strategi operasionalisasi dan sosialisasi.

Buku 3 membahas tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan yang mana


merupakan salah satu alat dalam upaya dapat dilakukannya pembangunan berwawasan
lingkungan. Pembangunan yang berwawasan lingkungan pada hakekatnya merupakan
permasalahan ekologi, khususnya ekologi petmbangunan, yaitu interaksi antara
pembangunan dan lingkungan. Ekologi pembangunan merupakan cabang khusus
ekologi manusia.

4.2 Rekomendasi

Bagi para pembaca jika terdapat kekurangan dalam penulisan critical book review ini
dapat memberikan saran dan kritik, agar kedepannya saya dapat melakukan dengan baik
dan sesuai dengan apa yang diinginkan.

23

You might also like