Ref Anez Dek Edit (Autosaved) (2) 03

You might also like

You are on page 1of 14

ANESTESI UMUM PADA TONSILEKTOMI

PENDAHULUAN
Tonsilektomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat
tonsil palatina. Tindakan tersebut dilakukan sering dalam usaha mengendalikan penyakit
faring berulang, obstruksi jalan nafas atas, dan otitis media kronik. Pada tindakan
pembedahan bisa dilakukan sekaligus tonsilektomi dan adenoidektomi (tindakan bedah
mengangkat adenoid), bisa juga sendiri-sendiri tergantung dari masing-masing kasus.1,2
Prosedur pelaksanaan tonsilektomi bisa menggunakan anestesi lokal ataupun
anestesi umum. Pada anak-anak dan pasien yang tidak kooperatif biasa dilakukan dengan
anestesi umum. Tindakan tonsilektomi sekaligus adenoidektomi (adenotonsilektomi)
hampir selalu dengan anestesi umum, hal ini disebabkan kebanyakan penderitanya adalah
anak-anak.1,2-5
Pilihan anestesi baik lokal atau umum perlu dipertimbangkan untuk masing-masing
pasien, usia, kondisi penyakitnya dan fasilitas yang tersedia. Hal ini perlu sehingga
prosedur pembedahan dapat berjalan dengan baik dan meminimalkan komplikasi.
Pada tindakan pembedahan dengan pilihan anestesi umum perlu kerjasama yang
baik antara ahli bedah dan ahli anestesi, karena komplikasi bisa terjadi akibat tindakan
bedah ataupun anestesi.6-9

ANATOMI
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus didalamnya. Tonsil yang disebut juga tonsil palatina atau tonsil fausium
terletak didalam sinus (fosa) tonsilaris diantara kedua pilar fausium. Pilar anterior
dibentuk oleh m.palatoglosus, sedangkan pilar posterior oleh m.palatofaringeus. Kedua
pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum molle. Di inferior kedua pilar
berpisah, pilar anterior memasuki jaringan pada dasar lidah dan pilar posterior memasuki
dinding lateral faring. Dinding lateral fosa tonsilaris terdiri dari m.konstriktor faringeus
superior.1-5

Perdarahan 1-5

1
Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna adalah
sebagai berikut :
1. Arteri maksilaris eksterna atau arteri fasialis yang mempunyai cabang yaitu arteri
tonsilaris mendarahi bagian posterior tonsil dan arteri palatina asenden yang
mendarahi bagian anterior tonsil.
2. Arteri maksilaris interna dengan cabang arteri palatina desenden yang mendarahi
kutub atas tonsil.
3. Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsalis yang mendarahi kutub
bawah tonsil.
4. Arteri faringeal asenden yang mendarahi kutub atas tonsil.

Persarafan
Persarafan tonsil yaitu bagian atas berasal dari serabut saraf trigeminus melalui
ganglion sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus.10

TONSILITIS
Tonsilitis merupakan penyakit orofaring yang dapat bersifat akut atau kronis.
Penyakit ini sering didapati pada anak-anak maupun orang dewasa.
Radang akut tonsil dapat disebabkan oleh kuman Streptokokus ß hemolitikus,
Pneumokokus, Streptokokus viridan dan Streptokokus piogenes. Gejala dan tanda sering
dijumpai nyeri tenggorok, nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi,
rasa lesu, rasa nyeri ditelinga dan tidak nafsu makan. Tonsil tampak membengkak dan
hiperemis. Kelenjar sub mandibularis membengkak dan nyeri tekan. Terapinya adalah
pemberian antibiotik spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan.2,5
Tonsilitis kronik adalah tonsil yang mengalami serangan infeksi yang berulang.
Gejala klinis yang dijumpai adalah perasaan tidak enak ditenggorokan, tenggorokan
dirasakan kering dan nafas berbau. Tonsil tampak membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kriptus melebar dan diisi oleh detritus. Penatalaksanaannya adalah dengan terapi
konservatif dan tonsilektomi apabila terapi konservatif gagal.1,5

2
INDIKASI TONSILEKTOMI 5
Tidak ada rumusan baku untuk indikasi tonsilektomi dan adenoidektomi. Untuk
tiap keadaan, harus dilakukan penilaian kasus demi kasus. Secara umum indikasi untuk
membuang tonsil dengan atau tanpa adenoid adalah :
1. Sumbatan :
a. Hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas
b. Sleep apnoe
c. Gangguan menelan
d. Gangguan berbicara
e. Cor pulmonale
2. Infeksi
a. Infeksi telinga tengah berulang
b. Rinitis dan sinusitis yang kronis
c. Peritonsiler abses
d. Abses kelenjar limfe berulang
e. Tonsilitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap
f. Tonsilitis kronis dengan gejala nafas bau
g. Tonsilitis sebagai fokal infeksi dari organ tubuh lainnya.
3. Kecurigaan adanya tumor jinak atau tumor ganas ( Biopsi )

KONTRA INDIKASI 4-5


1. Kelainan darah
2. Infeksi akut
3. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol (DM, Penyakit jantung)

PERSIAPAN ANESTESI UMUM 6


Hal- hal yang perlu dipersiapkan sebelum direncanakan operasi adalah sebagai
berikut :

3
1. Anamnesa
Apakah pasien pernah mendapatkan anestesia sebelumnya dan apakah ada yang
perlu mendapat perhatian khusus seperti alergi, riwayat gangguan faktor pembekuan
darah dan sebagainya.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi geligi, tidak ada gangguan saat membuka mulut, lidah relatif besar
sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi
intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum seperti inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistim organ tubuh pasien.
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium, EKG, Foto toraks.

PROSEDUR PEMBEDAHAN TONSILEKTOMI DENGAN ANESTESI UMUM


Pra Bedah 7-11
 Pemilihan obat-obat premedikasi pada pra tonsilektomi hampir sama dengan operasi
yang lainnya. Pilihan obat tergantung kepada kondisi pasien
 Obat premedikasi Midazolam 0,5 mg/kg intravena sering digunakan perioperative.
 Banyak tehnik anestesi dan bahan yang digunakan pada tonsilektomi. Pada anak-
anak sering dilakukan induksi dengan halotan atau sevofluran, oksigen dan nitrous
oksida dengan masker. Intubasi endotrakheal dilakukan dengan anestesia inhalasi
yang dalam atau dikombinasi dengan short acting non-depolarizing muscle
relaxant.
 Pasien berbaring dengan posisi “Rose” (supine, shoulder roll, head extended ), yaitu
supinasi dengan bantalan dibawah bahu, kepala diekstensikan. Operator didepan
kepala meja operasi. Pada posisi ini operator mendapatkan pandangan yang jelas
terhadap tonsil dan keuntungan lain dengan posisi ini memungkinkan darah dapat
terkumpul di nasofaring sehingga dapat mencegah aspirasi.

4
Posisi “Rose”
Gambar dikutip dari kepustakaan 5

 Tonsilektomi dengan anestesi umum digunakan intubasi oral dan meskipun jarang
dilakukan, pada dewasa bisa dengan intubasi hidung. Keuntungan memakai intubasi
hidung adalah tube lebih terfiksasi, lapangan operasi lebih luas. Tetapi intubasi ini
dapat menimbulkan infeksi didaerah hidung seperti misalnya sinusitis dan pada
anak-anak bisa perdarahan adenoid. Tonsil dan adenoid yang hipertrofi dan
mendesak uvula bisa menyulitkan intubasi. Pada intubasi oral, tube berada ditengah
dan dilekatkan dengan perekat pada pertengahan bibir bawah atau bisa juga pada
pembuka mulut (mouth gag). Ada yang melakukan pemasangan throat pack, ada
yang tidak.
 Pelemasan otot diperlukan agar mudah menempatkan mouth gag dan mencegah
batuk dan regangan. Pelemas otot bisa dengan obat-obat pelemas otot golongan
depolarisasi seperti suksinil kolin, maupun obat golongan non depolarisasi seperti
atrakurium, vekuronium.

Intra Bedah

5
 Pasien harus berada dibawah anestesi yang dalam dan relaksasi, sehingga mulut
dapat dibuka sepenuhnya dengan mouth gag. Oksigenasi harus adekuat dan
ventilasinya terjaga secara baik. Kedalaman anestesia dipertahankan dengan N2O +
O2 dan halotan.7
 Metoda operasi :5
Tonsil dipegang dengan cunam vulselum, satu bilah dipasang pada kutub atas dan
yang lainnya di kutub bawah.
Insisi mukosa dimulai dari kutub atas dan diteruskan ke depan dan belakang di
antara pilar tonsil.
Melalui insisi tersebut, dimasukkan gunting bengkok Metzenbaum atau alat diseksi
lainnya untuk memisahkan kapsul tonsil dari dasarnya.
Pilar anterior dipisahkan terlebih dahulu baru kemudian kutub atas, dilanjutkan pilar
posterior dengan cara mengangkat kutub atas dan bagian tersebut dibebaskan dari
tonsil.
Lakukan diseksi sampai hanya tinggal kutub bawah yang tetap melekat.
Lakukan pemotongan pangkal tonsil dengan jerat tonsil, dengan cara cunam
dimasukkan melewati gelang jerat dan tonsil dipegang kembali. Kemudian jerat
melewati bagian tonsil yang bebas, selanjutnya dikencangkan untuk memotong
kutub bawah rata dengan lidah.
Jika masih ada sisa tonsil pada plika triangularis harus dipegang dengan cunam dan
dikeluarkan dengan jerat atau gunting.
 Kontrol perdarahan :
Rembesan darah akan berhenti sendiri karena kontraksi pembuluh darah. Diatermi
(dengan kauter) atau ligasi dilakukan pada pembuluh-pembuluh yang tetap
mengeluarkan darah. Jika perdarahan sudah berhenti, mouth gag dilepaskan dari
dasar lidah untuk melihat masih adanya perdarahan.9

 Diakhir operasi, throat pack dikeluarkan, operator dan ahli anestesi harus
memastikan faring bebas dari darah atau kotoran-kotoran seperti misalnya gigi
yang terlepas, serpihan tonsil yang hancur, bekuan darah dan lain-lain. Serta
memastikan bahwa tidak ada perdarahan aktif sebelum ekstubasi.10

6
Paska Bedah
 Perlu diperhatikan waktu yang tepat untuk melakukan ekstubasi pada pasien paska
tonsilektomi. Jika pasien sudah sadar dengan masih terpasang tube, keuntungannya
pasien bisa batuk-batuk mencegah benda asing masuk tetapi kerugiannya batuk bisa
merangsang luka operasi dan bisa tergigit tube yang menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan nafas dan spasme laring ketika tubenya dicabut.
Ekstubasi yang dilakukan ketika pasien masih berada pada anestesi yang dalam
(ekstubasi dalam) masih merupakan pilihan yang cukup baik karena masih bisa
dilakukan pembersihan faring, mudah mengontrol perdarahan, dan pasien diawasi
secara ketat sampai kesadarannya pulih kembali. Pada ekstubasi dalam, pasien
masih tidur tetapi sudah bernafas spontan dan terkendali. N2O dihentikan, oksigen
dan halotan konsentrasinya ditinggikan. Dijaga jalan nafas dan posisi kepala
ekstensi. Hal ini diyakini dapat menekan refleks laring sehingga mencegah spasme
laring paska ekstubasi dan mengurangi refleks batuk.6,9,10
 Diberikan analgetik yang adekuat dan anti perdarahan.5
 Perdarahan primer diatasi di kamar operasi. Tanda-tanda adanya perdarahan
adalah : makin banyak keluar darah dari mulut, batuk serta dahak mengandung
darah, menelan berulang-ulang diikuti dengan muntah berisi darah, pucat, perfusi
periferal jelek, pulse rate meningkat dan tekanan darah turun.9
 Paska tonsilektomi pasien sebaiknya dibaringkan dengan posisi “the tonsilar “ (semi
prone), yaitu berbaring miring sehingga apabila ada perdarahan dapat mengalir
keluar.8

7
Posisi “ Tonsilar “

Gambar dikutip dari kepustakaan 8

KOMPLIKASI5
Durante Operasi
1. Trauma pada gigi, bibir, lidah, dinding faring dan tuba eustachius (pada
adenoidektomi).
2. Dislokasi sendi rahang (temporomandibular joint), jika membuka mulut terlalu lebar
atau kesalahan pemasangan mouth gag
3. Trauma pada vertebra servikal karena hiperekstensi kepala
4. Perdarahan, mungkin terjadi karena :
a. Jaringan tonsil yang tertinggal (rest tonsil)
b. Baru saja infeksi, atau ada kelainan darah (gangguan faktor pembekuan)
c. Riwayat abses peritonsil sebelumnya (scar/fibrotik)
d. Terdapat pembuluh darah yang terbuka
5. Sumbatan jalan nafas karena darah terkumpul di daerah faring sehingga menyebabkan
sumbatan mekanik jalan nafas

POST OPERASI (Recovery)


1. Perdarahan (8 jam pertama), kemungkinan penyebabnya adalah :
a. Ikatan pembuluh darah terlepas
b. Tekanan darah meningkat

8
c. Hilangnya vasokonstriktor adrenalin (lokal)
d. Bekuan darah terlepas
e. Peningkatan tekanan vena karena terbatuk (mulai sadar)
2. Sumbatan jalan nafas karena terkumpulnya darah di saluran nafas atas (faring)
3. Spasme laring karena ekstubasi terlalu cepat atau terkumpulnya darah pada jalan nafas
4. Shock hipovolemik

Post Operasi (Kemudian)


1. Perdarahan sekunder, biasanya terjadi hari ke 5-10 karena peradangan, selaput fibrin
yang menutup fosa tonsilaris terlalu cepat lepas, ikatan pembuluh darah terlepas, iritasi
karena batuk-batuk dan trauma akibat makanan yang terlalu keras.
2. Nyeri alih ke telinga / otalgia, karena terganggunya tuba eustachius
3. Otitis media akut (infeksi sekunder melalui tuba eustachius)
4. Odema palatum molle dan uvula, akibat trauma
5. Sepsis lokal
6. Komplikasi paru, misal atelektasis, pneumonia dan abses paru, terjadi karena aspirasi
darah / debris/ fragmen tonsil, atau perluasan infeksi dari saluran nafas atas.
7. Komplikasi jantung

Perawatan Post Operasi5


1. Sangat penting mengamati perdarahan, sehingga disarankan pasien tidur miring tanpa
bantal.
2. Kompres es di sekitar leher
3. Awasi tekanan darah dan nadi secara teratur
4. Mengawasi terjadinya dehidrasi, karena biasanya setelah operasi, pasien tidak tertarik
untuk makan dan minum
5. Pemberian antibiotik segera setelah operasi untuk mencegah infeksi dan analgetik untuk
mengurangi nyeri
6. Pemberian minuman dingin dan makanan lembut untuk beberapa hari pertama, untuk
menghindari terjadinya perdarahan.

9
Penanganan Perdarahan Paska Tonsilektomi 3,5
1. Perdarahan primer biasanya jelas dan muncul pada saat operasi atau segera sesudah
operasi. Jika ini terjadi pasien harus segera kembali ke kamar operasi dengan infus
terpasang dan dilakukan resusitasi. Pasien harus distabillisasi dengan dengan cairan
kristaloid sementara dilakukan cross match. Setelah kondisi stabil ahli bedah dan
anestesi mengontrol perdarahan di kamar operasi. Dilakukan diatermi, ligasi
ataupun penjahitan. Kadang-kadang dilakukan penempelan kassa dengan jahitan
pada anterior dan posterio pilar selama 24 jam, tetapi ini hanya dilakukan jika tidak
ada cara lain karena resiko kassa tertelan .
2. Perdarahan sekunder biasanya sedikit. Bekuan-bekuan darah harus dibersihkan, bisa
dengan menggunakan obat kumur.

Laporan Kasus
Seorang laki-laki, 8 tahun datang ke poliklinik THT-KL dengan keluhan sulit menelan
sejak seminggu lalu. Hal ini sudah terjadi sejak 3 tahun yang lalu hilang timbul, dalam 1
tahun > 4 kali mengalami nyeri menelan dan demam. Telinga kanan dan kiri sering terasa
penuh, Riwayat tidur mendengkur (+). Masih bisa makan dan minum. Pemeriksaan fisik:
Tonsil hipertrofi bilateral (ukuran T3-T3), tidak hiperemis, detritus+/+, kripta melebar +/+.
Riwayat pengobatan : OS sudah mendapat terapi konservatif dengan antibiotik dan
analgetik, namun sering kambuh.
Diagnosa : Tonsilitis kronis
Pasien direncanakan tonsilektomi dengan general anestesi.
Hasil laboratorium :
Hb : 12 g/dl Aptt : 36,9 dtk c: 32,8 dtk
Leukosit : 8.86 x 103/ul Trombin time : 10,9 dtk c: 10,5dtk
Trombosit : 347 x 103/ul Natrium : 137 mEq/L
LED : 20 mm/ jam Kalium : 4,2 mEq/L
Hematokrit : 35,9 INR : 1,52
Protombin time : 12,3 dtk c: 12,0 dtk Chlorida : 101 mEq/L

10
Bilirubin total : 0.207 mg/dl Bilirubin direct : 0.111 mg/dl
SGOT : 33,4 U/L SGPT : 18,4 U/L
Ureum : 31,4 mg/dl Kreatinin : 0,46 mg/dl
Asam Urat : 4,0 mg/dl Glukosa ad random : 90,9 mg/dl

Foto thorak : tidak tampak kelainan pada Cor dan pulmo


Konsul bagian Anak : setuju dilakukan tonsilektomi dengan anestesi umum.
Konsul anestesi : setuju dilakukan tonsilektomi dengan anestesi umum.

Problem bagi anestesi dalam tindakan anestesi umum pada tonsilektomi adalah menjaga
patensi jalan nafas yang berada ditengah lapangan operasi. Menjaga tube agar tidak
menghalangi pekerjaan operator dan hal ini paling baik didapatkan dengan meletakkan tube
pada garis tengah, antara lidah dan spatel lidah pada mouth gag. Dipakai konektor pada
ETT untuk mempermudah hubungan terhadap sirkuit anestesi dan diletakkan diatas dagu
pasien, tetapi konektor harus diletakkan sedemikian rupa supaya tube tidak terjepit antara
gigi dan mouth gag. Harus selalu monitoring dan mengawasi letak ETT. Hal yang
diharapkan oleh operator adalah relaksasi yang adekuat dan perdarahan yang minimal
selama operasi berlangsung.

Laporan anestesi (15/2/10)


Laki-laki, 8 thn , BB = 25 kg
Diagnosa pra bedah : tonsilitis kronis + PS ASA I
Jenis Pembedahan : Tonsilektomi
Jenis anestesi : GA-ETT
Lama operasi : 09.50-10.40
Lama Anestesi : 09.15-10.50
Pernafasan / jalan nafas : airway : clear, gurling (-), snooring (-), crowing (-), RR :
20x/menit, suara Paru : Vesikuler, suara tambahan (-), riwayat alergi : (-), foto thorak
normal.

11
Sirkulasi : akral : hangat/merah /kering. Heart rate : 86x/menit, Hb : 12 g/dl, Hematokrit :
35,9, Leukosit : 8.86 x 103/ul, Trombosit : 347 x 103/ul. Aptt : 36,9 dtk c: 32,8 dtk, Trombin
time : 10,9 dtk c: 10,5 dtk, INR 1,52.
Saraf : Sensorium : compos mentis, pupil isokor, diameter 2 mm/2 mm, reflek cahaya (+),
Riwayat kejang (-).
Gastro intestinal : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) normal. Mual / muntah (-)/(-).
Ginjal : Urin (+), Warna : Kuning jernih, volume cukup. Ureum : 31,4 mg/dl, Kreatinin :
0,46 mg/dl, Asam Urat : 4,0 mg/dl.
Metabolik : KGD ad random : 90.9 mg/dl
Fungsi hati : SGOT : 33,4 U/L, SGPT : 18,4 U /L. Bilirubin total : 0.207 mg/dl, Bilirubin
direct : 0.111 mg/dl.

Infus terpasang di tangan kiri (jumlah cairan NaCL 0,45 D5 sebelum operasi 150 cc+
durante RL 150 cc)
Tehnik anestesi : Premedikasi-preoksigenasi-injeksi propofol 70 mg-sedasi non depresif-
inj suksinil kolin 40 mg- sedasi apnoe- pasang ETT 5,5 cuff(+), suara paru kanan = kiri,
fiksasi.
Premedikasi : Midazolam 2,5 mg dan Pethidin 30 mg pemberian IV jam 09.05, hasil:sedasi
non depresi.
Medikasi : propofol 70 mg dan atracium 10 mg.
Anestesi dengan O2 2 L/ menit, N2O 2 L/menit dan isofluran 0,5-1,5%
Respiratoar control with manual bagging :RR 18x/menit.

Instruksi post operasi :


 Bila kesakitan : injeksi ketorolac 15 mg/ 8 jam
 Bila mual muntah : kepala miring kanan dan kiri, suction bila perlu.
 Minum : bila peristaltik (+)
 Infus NaCL 0,45% D5 20 tetes/menit makro
 Natrium 50-100 mEq Karbohidrat : 675-750 kkal
 Kalium 25-50 mEq Protein : 20-30 gr

12
 Chlorida 12,5 mEq
Monitor tekanan darah, nadi dan nafas setiap 10 menit selama di recovery room

Follow up di recovery room


Keluhan : -
B1 : Airway : clear, RR : 16 x/menit, suara paru : vesikuler
B2 : akral : hangat/merah /kering, HR : 98x/menit
B3 : kesadaran : compos mentis, pupil isokor, reflek cahaya (+)/(+)
B4 : Urin (+), Warna : Kuning jernih, volume cukup
B5 : abdomen soepel, peristaltik (+)
B6 : edema (-)
Diagnosa : Post operasi tonsilektomy
Terapi : Bed rest
O2 nasal canule 2 l/meneit
IVFD RL 20 tetes / menit
Ketorolac 1 amp/ 8 jam
Awasi tanda-tanda perdarahan dan obstruksi jalan nafas. Pindah ruangan sore hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL dkk, Boeis Buku Ajar Penyakit THT, Edisi ke 6, EGC, Jakarta, 1997,
hal.330-342

13
2. Ballenger JJ, Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi ke 13,
Jilid 1, Binarupa Aksara, Jakarta, 1994, hal.346-357
3. Kerr AG, Scott-Brown’s Otolaryngology, 6th Ed, vol 5, Butterworth-Heinemann
Ltd, England, 1997, p.17-23
4. Soepardi EA, Iskandar N, Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Edisi ke 5, FK
Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, hal.181-184
5. Modul Tonsilitis Edisi I Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Dan Leher 2008
6. Latief SA dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi ke 2, FK Universitas
Indonesia, Jakarta, 2001, hal.29-32
7. Longnecker DE dkk, Principles and Practice of Anesthesiology, Mosby, Missouri,
1993, p.2208-10
8. Hatfield A. Tronson M. The Complete Recovery Room Book, Oxford University
Press, Oxford, 1996, p.107-08
9. Dunn PF, Clinical Anesthesia Procedures of Massachusetts general Hospital, 7th Ed,
Lippincott Williams and Wilkins, USA, 2007, p.464-470.
10. Jaffe RA, Samuels SI, Anesthesiologist’s Manual of Surgical Procedures, 2 nd Ed,

Lippincott Williams and Wilkins, USA, 1999, p.119-122.

11. Prys-Roberts C, Brown BR, International Practice of Anaesthesia, vol 2,


Butterworth-Heinemann, England, 1996, p.1-4

14

You might also like