You are on page 1of 20

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR 1i

SENYAWA HALOGEN ORGANIK

NAJLA SALSABILA RAMADHANI


H031221030
KELOMPOK II

LABORATORIUM KIMIA DASAR


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
MAKASSAR
2023
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

SENYAWA HALOGEN ORGANIK

Disusun dan diajukan oleh:

NAJLA SALSABILA RAMADHANI

H031221030

Laporan praktikum telah diperiksa dan disetujui oleh :

Makassar, 17 Maret 2023

Praktikan Asisten

NAJLA SALSABILA RAMADHANI ZHALSHABILA YUNITA


NIM. H031221030 NIM. H031191089
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Senyawa organik bahan alam adalah senyawa organik yang merupakan

hasil metabolisme dalam organisme hidup. Senyawa organik merupakan senyawa

yang unsur penyusunnya terdiri dari karbon dan atom-atom hidrogen, oksigen,

nitrogen, sulfur, halogen atau fosfor. Senyawa organik bahan alam yang

merupakan senyawa yang dikenal sebagai metabolik sekunder. Sementara

senyawa metabolik sekunder adalah senyawa yang tidak terdapat secara merata

dalam makhluk hidup dan hanya ditemukan dalam jumlah sedikit. Umumnya

terdapat pada organ tumbuhan (terutama tumbuhan tinggi) pada akar, kulit, batang,

daun, bunga buah dan biji serta sedikit pada hewan (Amin dkk, 2017).

Halogen merupakan golongan nonlogam yang sangat reaktif, berbau,

berwarna, dan beracun. Halogen tidak dijumpai sebagai atom bebas di alam,

melainkan dalam bentuk senyawa garamnya, yaitu garam halida. Sesuai dengaan

nomor golongannya, semua unsur halogen memiliki tujuh elektron valensi, dua

elektron dalam orbital s dan lima elektron dalam orbital p. Tingkat oksidasi yang

lebih tinggi hanya dimungkinkan bagi halogen yang memiliki orbital d, yaitu jika

berikatan dengan unsur lain yang lebih elektronegatif. Jadi fluor hanya dapat

memiliki bilangan oksidasi -1 dalam senyawanya, karena tidak memiliki orbital d

yang merupakan yang paling elektronegatif (Suyanta, 2019).

Berdasarkan pernyataan diatas, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui

lebih dalam kelarutan dari senyawa halogen organik. Selain itu untuk mengetahui

kereaktifan dari senyawa halogen organik dan fungsinya sebagai pelarut.


1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui beberapa senyawa

halogen organik dan fungsinya sebagai pelarut.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. mempelajari kelarutan senyawa halogen organik dalam beberapa pelarut

2. mengetahui kereaktifan senyawa halogen organik

1.3 Prinsip Percobaan

Pada percobaan ini, dilarutkan beberapa senyawa halogen organik dalam

beberapa pelarut untuk dilihat kelarutannya dalam pelarut tertentu. Selain itu,

direaksikan beberapa senyawa halogen organik dengan reagen tertentu untuk

dilihat kereaktifan senyawa halogen organik tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Halogen

Secara harfiah halogen berarti pembentuk garan, hal ini sesuai dengan

fakta bahwa unsur-unsur tersebut (fluor, klor, brom, iod, dan astatin) dapat

menghasilkan garam, yaitu jika bereaksi dengan logam-logam, terutama logam

alkali dan alkali tanah. Dalam temperature dan tekanan kamar semua unsru

halogen bebas berupa molekul diatomic: F2, Cl2, Br2, dan I2. Fluorin dan klorin

berupa gas, bromin berupa zat cair yang mudah menguap, sedangkan iodin berupa

zat padat yang mudah menyublim. F2 memiliki titik didih yang sangat rendah,

karena sukar mengalami polarisasi sebagai akibat ditariknya elektron dengan kuat

ke arah inti atom. Jari-jari ionik F yang kecil akan menstabilkan pasangannya,

misalnya IF7, PtF6, XeF6, dan lain lain. Toksisitas dan reaktivitas halogen

menurun dari fluor ke iod. Tingginya reaktivitas fluor disebabkan oleh rendahnya

energi ikat F-F, tingginya kekuatan oksidasi, kecilnya ukuran atom dan tingginya

elektronegativitas unsur itu. Halogen lebih mudah larut dalam pelarut nonpolar

seperti karbon tetraklorida (CCl4) dan benzena (C6 H6) (Suyanta, 2019).

Dalam struktur Rhodamin diketahui mengandung klorin (senyawa

halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang

tinggi maka senyawa tersebut karena merupakan senyawa yang radikal akan

berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan beberapa

senyawa-senyawa dalam tubuh sehingga akhirnya akan memicu kanker pada

manusia (Nuraini dan Nurminha, 2019). Atom Cl itu sendiri merupakan golongan
halogen, dimana halogen dalam senyawa-senyawa organik bersifat toksik dan

karsinogenik (Matshura,2019).

Atom halogen telah menjadi pusat dari banyak kimia obat rasional dalam

pengaplikasian desain obat. Sementara atom fluor dan klor sering ditambahkan

untuk meningkatkan sifat fisikokimia, sedangkan unsur brom dan yodium

umumnya untuk meningkatkan selektivitas. Unsur halogen, yaitu fluor (F), klorin

(Cl), brom (Br) dan yodium (I), telah tergabung dalam obat yang dirancang untuk

alasan yang berbeda: (i) meningkatkan selektivitasnya dengan penambahan

bromin atau yodium (ii) meningkatkan sifat ADME mereka dengan memasukkan

klorin dan fluor atau (iii) mengurangi reaksi-reaksi yang tidak diinginkan seperti

hidroksilasi cincin. Sementara beberapa fungsi dalam kimia obat telah

dieksplorasi, kemampuan untuk membentuk interaksi-interaksi molekuler juga

telah dipelajari untuk memahami kaitan-kaitan dalam pengikatan afinitas-afinitas

(Shinada dkk, 2019). Senyawa antimikroba, secara struktur mengandung unsur

halogen seperti Brom, serta sianida (yang menunjukkan memiliki toksisitas.

Secara struktur senyawa halogen kurang baik sebagai antibiotik karena

toksisitasnya kecuali dengan doses ketat (Rijai, 2019).

Ikatan halogen (XBs) adalah interaksi nonkovalen di mana atom halogen

bertindak sebagai spesies elektrofilik berinteraksi dengan basis Lewis. Interaksi

ini relevan dalam sistem biokimia semakin dieksplorasi dalam penemuan obat,

terutama untuk memodulasi interaksi protein-ligan, tetapi juga ditemukan dalam

protein rekayasa atau sistem asam nukleat. Simulasi dinamika molekul

menunjukkan adanya menguntungkan interaksi antara turunan halobenzena dan

fosfat atau akseptor oksigen ester dari model bilayer fosfolipid, dengan demikian
mendukung keberadaan fosfolipid−halogen yang dimediasi XB fenomena

pengenalan yang mempengaruhi profil penyisipan membran ligan dan preferensi

orientasinya. Ini mewakili interaksi yang relevan, yang sebelumnya diabaikan,

pada akhirnya menentukan aktivitas farmakologis atau toksikologis senyawa

halogenasi dan karenanya dengan implikasi potensial dalam obat penemuan dan

pengembangan, tempat di mana spesies tersebut merupakan bagian penting dari

ruang kimia. Kami juga memberikan wawasan menjadi peran potensial untuk XB

dalam penyisipan ligan terhalogenasi air ke membran karena XB diamati secara

sistematis selama proses ini. Oleh karena itu, data kami sangat menyarankan

bahwa, sebagai ikatan hidrogen yang ada di mana-mana, XB harus diperhitungkan

dalam pengembangan model partisi membran (Nunes dkk, 2021).

2.2 Penambahan Halogen Pada Alkena

Selama ada ikatan C = C dalam senyawa, senyawa tersebut dapat

ditampilkan isomerisme geometris. Dua atom halogen harus terikat pada atom

karbon berikatan rangkap untuk pembentukan isomer geometris. Jika dalam suatu

senyawa, semua kelompok yang terikat pada ikatan C = C berbeda dari satu sama

lain, senyawa tersebut tidak dapat menampilkan isomerisme geometris dan Isomer

geometris khusus hanya untuk alkena. Reaksi adisi yaitu reaksi yang tidak

mengubah ikatan rangkap dua pada alkena dan reaksi yang tidak mengubah ikatan

rangkap dua menjadi ikatan tunggal (Rico dan Fitriza, 2021).

Secara teori, reaksi adisi terjadi apabila terdapat ikatan rangkap yang akan

hilang karena penambahan zat-zat lain. Larutan brom yang awalnya berwarna

merah-coklat ketika larutan ini ditambahkan senyawa alkena warna pada larutan

brom tersebut akan berubah menjadi tidak berwarna. Hal tersebut dapat terjadi
karena terbentuknya senyawa dibromida yang tidak berwarna. Ini sesuai dengan

Eky dkk. (2018) yang menjelaskan bahwa molekul Br2 mendekati molekul

propena, pada ikatan rangkap propena terdapat awan elektron yang

mengakibatkan molekul Br2 terpolarisasi sehingga pasangan elektron-elektronnya

bergeser ke arah salah satu atom brom. Molekul brom yang memiliki bagian

positif terpolarisasi kearah awan elektron dan membentuk kompleks yang tidak

stabil diikuti dengan terjadinya pelepasan ion bromida. Senyawa dibromida

dihasilkan dari ion bromida yang terbentuk dan menyerang ion bromonium dari

arah berlawanan (Vellayati, 2020)

2.3 Senyawa Halogen Organik

Senyawa halogen organik dapat dianggap sebagai senyawa dengan

secara formal mengganti satu atau lebih hidrogen hidrokarbon (alifatik, alisiklik

atau aromatik) dengan halogen. Turunan halogen dari alkana, alkena, dan alkin

masing-masing dikenal sebagai alkil halida, haloalkana, dan haloalkin. Turunan

halogen dari alisiklik dan hidrokarbon aromatik masing-masing dikenal sebagai

halosiklohidrokarbon dan hidrokarbon haloaromatik. tidak semua senyawa

halogen organik telah diketahui terjadi secara alami. Mereka seperti

chloromycetin (kloramfenikol) dan aureomisin (Chlorotetracycline) diperoleh dari

sumber alami, telah ditemukan berguna sebagai antibiotik. Senyawa halogen

organik diberi nama dengan menyebutkan nama hidrokarbon diikuti dengan

akhiran halida (Murthy, 2008)

Pengukuran klorin pada perlakuan kontrol (K) tanpa tumbuhan lebih besar

dibanding perlakuan dengan tumbuhan yaitu 0,04 mg/L. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Budi (2006) yang menyatakan bahwa klorin dapat turun dengan cepat
tanpa tumbuhan air. Hal ini disebabkan klorin akan bereaksi dengan sisa-sisa

organik dari limbah cair dan akan membentuk senyawa-senyawa halogen organik

yang mudah menguap (volatile halogenated organics) sehingga klorin dapat

berkurang. (Safitri dkk, 2019).

Produk sampingan disinfeksi (DBP) adalah campuran senyawa kompleks

yang terbentuk secara tidak sengaja sebagai hasil proses desinfeksi yang

digunakan untuk mengolah air minum. Dalam studi ini, metode bioanalitik

komprehensif telah dikembangkan yang dapat menghitung campuran senyawa

organik terhalogenasi, termasuk produk sampingan disinfeksi, dalam urin manusia

sebagai klorin organik total, bromin organik total, dan yodium organik total.

Pemulihan lonjakan untuk pengukuran klorin organik total, bromin organik total,

dan yodium organik total berkisar antara 78% dan 99%. Total halogen organik

adalah pengukuran pengganti yang digunakan untuk menghitung secara

komprehensif produk sampingan disinfeksi terhalogenasi dalam air minum.

Pengukuran ini meliputi produk sampingan disinfeksi yang bisa diukur.

Pengukuran total halogen organik melibatkan adsorpsi senyawa organik ke kolom

karbon aktif (AC), pirolisis AC dalam tungku pada 1000°C, dan penyerapan gas

yang dihasilkan (yaitu HCl, HBr, HI, HF) menjadi larutan berair yang dititrasi

secara khusus untuk halida. Karena meningkatnya kekhawatiran akan toksisitas

spesifik halogen dari DBPs (I>Br>Cl), analisis total halogen organik telah

dikembangkan lebih lanjut untuk membedakan antara spesies terhalogenasi yang

berbeda. Total klorin organik, total bromin organik, dan total yodium organik

adalah tiga pengukuran yang berkaitan dengan halogen organik spesifik, dan

jumlah semua senyawa ini dikenal sebagai total halogen organik (Kimura, 2017).
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan yang digunaka pada percobaan kali ini adalah mentega, akuades,

minyak, benzil klorida, kloroform, klorobenzen, diklorometana, Nal/aseton,

AgNO3/alkohol, CHCl3, tissue roll, karbon tetraklorida dan label.

3.2 Alat Percobaan

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu, tabung reaksi, rak tabung,

pipet tetes, sikat tabung reaksi, kaki tiga, spatula, gelas kimia, labu semprot, kasa,

bunsen, korek, pipet skala.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Kelarutan Senyawa Halogen Organik

Disiapkan tiga buah tabung reaksi, masing-masing tabung didisi dengan

0,5 mL CHCl3. Tabung (1) ditambah dengan 1 mL akuades, tabung (2) dengan 1

mL minyak, dan tabung (3) dengan 1 mL mentega yang sudah dilelehkan.

Dihomogenkan dan diperhatikan kelarutannya masing-masing lalu dicatat.

Dikerjakan prosedur yang sama dengan mengganti CCl4 menjadi CHCl3

3.3.2 Kereaktifan Hidrokarbon

Disiapkan empat buat tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi diisi

dengan 1 mL AgNO3/alkohol. Tabung pertama ditambah dengan benzil klorida,

tabung kedua dengan kloro benzena, tabung ketiga dengan kloroform dan tabung

kekempat dengan diklorometana, masing-masing 3 tetes. Dihomogenkan agak

kuat, diamati dan dicatat. Prosedur tersebut dikerjakan, diganti AgNO3/alkohol

dengan Nal/aseton.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

4.1.1 Kelarutan Senyawa Halogen Organik

Tabel 1. Hasil Kelarutan Senyawa Halogen Organik


Kelarutan dalam
Bahan Keterangan
CCl4 CHCl3
Akuades 2 fasa 2 fasa tidak larut
Mentega 1 fasa 1 fasa larut
Minyak 1 fasa 1 fasa larut

4.1.2 Reaksi-Reaksi Senyawa Halogen Organik

Tabel 2. Hasil Reaksi-Reaksi Senyawa Halogen Organik


Perubahan yang terjadi
Bahan Keterangan
AgNO3/Alkohol NaI/Aseton
Larutan keruh, Larutan keruh,
Benzil Klorida terdapat endapan terdapat endapan Bereaksi
putih putih
Klorobenzena Larutan bening Larutan bening Tidak bereaksi
Kloroform Larutan bening Larutan bening Tidak bereaksi
Diklorometan Larutan bening Larutan bening Tidak bereaksi

4.2 Reaksi Percobaan

4.2.1 Reaksi Senyawa Halogen dengan AgNO3/Alkohol

 Reaksi Benzil Klorida dengan AgNO3/Alkohol

 Reaksi Klorobenzena dengan AgNO3/Alkohol


 Reaksi CHCl3 dengan AgNO3/Alkohol

 Reaksi CH2Cl2 dengan AgNO3/Alkohol

4.2.2 Reaksi Senyawa Halogen dengan NaI/Aseton

 Reaksi Benzil Klorida dengan NaI/Aseton

 Reaksi Klorobenzena dengan NaI/Aseton

 Reaksi CHCl3 dengan NaI/Aseton

 Reaksi CH2Cl2 dengan NaI/Aseton

4.3 Pembahasan

4.3.1 Kelarutan Senyawa Halogen Organik

Pada percobaan ini, untuk mengetahui kelarutan suatau senyawa halogen

organik, direaksikan CCl4 dan CHCl3 dengan air, minyak dan mentega (yang
sudah dicairkan). Dari hasil percobaan dilakukan, terlihat bahwa CCl4 dan CHCl3

tidak larut dalam air. Hal yang terjadi yaitu kedua senyawa halogen organik

tersebut tenggelam ke dasar wadah, yang disebabkan karena kedua senyawa

tersebut (CHCl3 dan CCl4) bersifat nonpolar sedangkan air bersifat polar. Hasil

tersebut sesuai dengan teori yang ada bahwa perbedaan kepolaran antara dua

senyawa menyebabkan senyawa-senyawa tersebut tidak dapat membentuk ikatan.

Selain itu, juga dikarenakan kedua senyawa tersebut mempunyai berat molekul

yang lebih daripada air (1 g/cm3 ) sehingga menyebabkan CHCl3 (1,6 g/cm3 ) dan

CCl4 (>1 g/cm3 ) tenggelam kedasar wadah. Sedangkan ketika CHCl3 dan CCl4

direaksikan dengan minyak dan mentega, terlihat bahwa CHCl3 dan CCl4 larut

dalam keduanya. Hal ini terjadi karena CHCl3 dan CCl4 dengan minyak dan

mentega sama-sama bersifat nonpolar sehingga dapat terbentuk ikatan.

4.3.1 Reaksi-Reaksi Senyawa Halogen Organik

Pada percobaan ini, akan dilihat kereaktifitas senyawa halogen organik.

Reaktifitas senyawa organik dilihat dengan terbentuknya laju pembentukan

endapan yang terjadi ketika direaksikan dengan AgNO3/alkohol dan NaI/aseton.

Ketika AgNO3/alkohol direaksikan dengan benzil klorida, terjadi reaksi yang

ditandai terbentuknya endapan putih. Sedangkan ketika direaksikan dengan kloro

benzena, kloroform dan diklorometan, tidak terjadi reaksi dan larutan tetap bening.

Reaksi yang terjadi pada benzil klorida telah sesuai dengan teori. Pada reaksi

antara NaI/asetot dengan benzil klorida, terjadi reaksi yang ditandai dengan

adanya endapan putih. Ketika NaI/asetot direaksiakan dengan kloroform, kloro

benzena dan diklorometan tidak terjadi reaksi, dimana larutan tetap berwarna

bening. Teori menyatakan bahwa jika benzil klorida ditambahkan dengan AgNO 3
akan membentuk AgOH yang berperan sebagai endapan berwarna putih. Jadi pada

percobaan kereaktifan senyawa halogen organik hanya benzil klorida yang sesuai

dengan teori ditandai dengan terdapatnya endapan putih.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. senyawa halogen organik CCl4 tidak larut dalam air, tetapi larut dalam

minyak dan mentega.

2. senyawa benzil klorida bereaksi dengan AgNO3 dan NaI, tetapi senyawa

klorobenzena, kloroform dan diklorometan tidak beraksi dengan AgNO 3 dan

NaI.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Laboratorium

Sebaiknya alat dan bahan percobaan dalam laboratorium lebih dilengkapi

demi memperlancar proses praktikum. Selain itu, sarana dalam laboratorium agar

diperlengkap terutama kursi praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, H., Saida, Suriyanti, Suherah, dan Gani M.S., 2020, Isolasi dan
Karakterisasi Bakteri Probiotik Pendegradasi Senyawa Organik dari
Saluran Pencernaan Ayam Kampung (Gallus Domesticus), Jurnal
AGrotekMas, 1(1): 75-81

Vellayati, S., Nurmaliah, C., Sulastri, Yusrizal, dan Saidi, N., 2020, Identifikasi
Tingkat Pemahaman Konsep Siswa Menggunakan Tes Diagnostik Three-
Tier Multiple Choice pada Materi Hidrokarbon, Jurnal Pendidikan Sains
Indonesia, 8(1): 128-140

Nuraini, S., dan Nurminha, 2019, Studi Deskriptif Bahan Tambahan Dilarang
pada Jajanan Pasar di Pasar Kota Bandar Lampung, Jurnal Analisis
Kesehatan, 8(2): 48-52

Masthura, 2019, Identifikasi Rhodamin B dan Methanyl Yellow pada Manisan


Buah Yang Beredar di Kota Banda Aceh Secara Kualitatif, Amina, 1(1):
39-44

Shinada, N.K., Brevern, A.G.D., dan Schmidtke P., 2019, Halogens In Protein-
Ligand Binding Mechanism: A Structural Perspective, Journal of
Medicinal Chemistry, 62(21): 9341-9356

Rijai, L., 2019, Reviuw Beberapa Bioaktivitas dan Senyawa Kimia Organisme
Laut untuk Kefarmasian, Jurnal Sains dan Kesehatan, 2(1): 70-82

Rico, A.E., dan Fitriza, Z., 2021., Deskripsi Minskonsepsi Siswa pada Materi
Senyawa Hidrokarbon Studi Literatur, Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(4): 1495-
1502

Safitri, M., Mukarlina, dan Setyawati, T.R., 2019, Pemanfaatan Lemna Minor L
dan Hydrilla Verticillata (L.f.) Royle untuk Memperbaiki Kualitas Air
Limbah Laundry, Jurnal Protobiont, 8(1): 39-46

Nunes, R.S., Vila-Vicosa, D., dan Costa P.J., 2021, Halogen Bonding: An
Underestimated Player in Membrane−Ligand Interactions, Journal of The
American Chemical Society, 143(11): 4253-4267

Kimura, S.Y., Zheng W., Hipp, T.N., Allen, J.M., dan Richardson S.D., 2017,
Total Organic Halogen (TOX) In Human Urine: A Halogen-Specific
Method for Human Exposure Studies, Elsevier, 58(11): 285-295

Suyanta, 2019, Buku Ajar Kimia Unsur, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Murthy, C.P., 2008, University Chemistry Vol. II, New Age International (P)
Limited, Haiderabad
Lampiran 1. Bagan Percobaan

1. Kelarutan Alkohol dan Fenol dalam Akuades dan n-Heksana

Akuades

- disiapkan 1 tabung reaksi.


- diisi dengan akuades 0,5 mL.
- ditambahkan metanol ± 10 tetes.
- dihomogenkan.
- diperhatikan kelarutannya.
- dicatat.
- diulangi prosedur 1-4 dengan menggunakan alkohol lain.
- dilakukan prosedur yang sama dengan menggunakan fenol.

Hasil

Keterangan : dilakukan prosedur yang sama dengan menggunakan n-heksana.

2. Membedakan Alkohol Primer, Sekunder dan Tersier

Reagen Lukas

- disiapkan 3 tabung reaksi.


- diisi dengan reagen lukas 1 mL.
- ditambahkan pada tabung (1) alkohol primer (1-butanol).
- ditambahkan pada tabung (2) alkohol sekunder (2-butanol).
- ditambahkan pada tabung (3) alkohol tersier (2-metil-2-propanol).
- dihomogenkan dan di diamkan 3-5 menit.
- diperhatikan perubahannya.
- dicatat.
- diulangi prosedur yang sama dengan menggunakan fenol.
- dilakukan prosedur yang sama dengan menggunakan fenol.
Hasil
3. Reaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3

Na2CO3

- disiapkan 4 tabung reaksi.


- diisi pada tabung (1) dengan butil alkohol 1 mL.
- diisi pada tabung (2) dengan 2-propanol 1 mL.
- diisi pada tabung (3) dengan fenol 1 mL.
- diisi pada tabung (4) dengan asam asetat 1 mL.
- ditambahkan Na2CO3 0,5 mL.
- dihomogenkan dan diamkan selama 3-5 menit.
- diamati perubahan yang terjadi.
- dicatat.

Hasil

Keterangan: dilakukan prosedur yang sama dengan mengganti Na2CO3 dengan


NaHCO3

4. Reaksi dengan FeCl3

FeCl3

- disiapkan 4 tabung reaksi.


- diisi pada tabung (1) dengan metanol 1 mL.
- diisi pada tabung (2) dengan etanol 1 mL.
- diisi pada tabung (3) dengan 2-butanol 1 mL.
- diisi pada tabung (4) dengan fenol 1 mL.
- ditambahkan FeCl3 beberapa tetes.
- diamati perubahan yang terjadi.
- dicatat.

Hasil
Lampiran 2. Dokumentasi

Gambar 1. Kelarutan Alkohol dan Fenol dalam Akuades dan n-Heksana

Gambar 2. Membedakan Alkohol Primer, Sekunder dan Tersier dengan Cara


Lucas

Gambar 3. Reaksi Alkohol dan Fenol dengan Na2CO3, NaHCO3 dan FeCl3

You might also like